OPINI
Irjen Karyoto Melawan Amukan Badai di Polri, bukan Balas Dendam kepada Firli
Oleh: Laksma Ir. Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik POLISI tembak polisi di rumah polisi yang mati CCTV atau kasus Sambo benar-benar telah meluluhlantakan kepercayaan publik tentang penegakan hukum di Indonesia oleh POLRI. Atas kasus tersebut Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyebutkan ada 97 anggota Polri yang diperiksa dalam kaitan perkara pembunuhan Brigadir J. Sebanyak 35 orang di antaranya diduga telah melanggar kode etik Polri. Dari 35 orang itu, sebanyak 18 orang ditahan di penempatan khusus baik di Mako Brimob Kelapa Dua maupun di Provos Mabes Polri. Begitu besarnya jumlah anggota Polri yang diperiksa pada kasus Sambo ini tidak dapat dikatakan lagi sebagai perbuatan oknum, tapi benar-benar melibatkan institusi Polri yang di bawah kendali Sambo. Masih dengan panasnya pemberitaan kasus Sambo, institusi Polri kembali dicoreng oleh ulah perwira tinggi POLRI Teddy Minahasa yang menjadi bandar narkoba dengan menjual barang bukti narkoba. Bayangkan para petingginya saja berperilaku seperti itu, bagaimana dengan bawahan yang menjadi binaannya? Ibarat sebuah gunung es di tengah Samudra, yang tampak permukaanya saja, di bawah permukaan jauh lebih besar lagi. Tragedi stadion Kanjuruhan Malang serta rekayasa penegakan hukum lainnya oleh POLRI menimbulkan tanya masih adakah orang baik ditubuh POLRI? Independensi POLRI kini diuji dengan kasus dugaan kebocoran dokumen hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kementerian ESDM yang tengah diusut Polda Metro Jaya disebut sudah naik penyidikan. Hal tersebut diungkapkan oleh pelapor yakni Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho saat dirinya diperiksa penyidik Polda Metro Jaya. \"Memang setelah dilakukan pemeriksaan awal, ada beberapa pihak-pihak yang diklarifikasi, kami memang sudah menemukan adanya peristiwa pidana,\" kata Irjen Pol Karyoto SH di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (20/6/2023). Polisi sudah menemukan ada peristiwa pidana pada kasus kebocoran informasi di Kementrian ESDM tersebut, ini artinya polisi tinggal mencari dan membuktikan siapa pelaku pembocoran dokumen tersebut. Sebagai dokumen rahasia tentunya dokumen itu dipegang atau diketahui oleh orang tertentu saja. Pada orang orang tertentu itulah dapat dilacak siapa yang membocorkannya. Independen POLRI diuji, kuatkah POLRI khususnya Polda Metro Jaya atau dalam hal ini Irjen Pol Karyoto SH selaku Kapolda dalam menghadapi tekanan orang kuat dari KPK. Terlebih lagi Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan laporan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri terkait kebocoran dokumen penyelidikan di Kementerian ESDM tak cukup bukti. Tekanan terhadap Karyoto atau Polda Metro Jaya bisa datang dari internal Polisi sendiri atau orang orang yg melindungi Firli. Banyaknya petinggi POLRI yg terlibat dalam kasus Sambo menggambarkan bahwa institusi Polisi dirusak dari dalam. Ada informasi yang mengatakan terbongkarnya kasus narkoba oleh Tedy Minahasa adalah pukulan balasan dari pendukung Sambo terhadap lawanya di Kepolisian. Karena kita semua berharap, masih banyak orang baik di tubuh POLRI walau kasus Sambo dan Tedi Minahasa benar-benar telah mencoreng-moreng instusi kepolisian Republik Indonesia. Dari para polisi yang baik itu diharapkan hukum benar-benar bisa ditegakan, tidak hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas dan tidak hanya tajam ke lawan tapi tumpul ke kawan. POLRI mampu mendapatkan siapa pelaku tidak pidana dari pembocoran informasi di Kementrian ESDM, bukan mendapatkan yang mau dan cocok untuk dijadikan kambing hitamnya. Semoga keberanian dan keteguhan Irjen Pol Karyoto SH merupakan momentum kebangkitan POLRI untuk berdiri tegak di atas kebenaran. (*)
Darurat Kualitas, Cuitan Picu Riuh Elit Politik Nasional
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) BEBERAPA waktu lalu Denny Indrayana, yang masih menyandang status tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek \"payment gateway di Kemenkumham\" berhasil membuat riuh politik Indonesia yang memang sangat labil. Denny mengaku bahwa cuitannya tentang bocornya putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dibaca sebanyak lebih dari 4 juta kali. Denny mengaku senang setelah cuitannya direspons oleh Presiden RI ke-6, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), mantan Ketua MKRI, Mahfud MD, dan mantan Ketua MKRI Jimly Asshiddique. Bahkan cuitan Denny tersebut dijadikan rujukan oleh pimpinan 8 Fraksi DPR RI menggelar konferensi pers menekan dan mengancam MKRI. Ancaman evaluasi anggaran dan kewenangan melalui revisi UU MKRI disebut akan dilakukan DPR RI jika gugatan terkait perubahan sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup dikabulkan. Hingga media nasional mengalokasikan waktu panjang menggelar dialog, mengulas, membahas \"rumor, gosip, dan kabar burung\" Denny. Meski akhirnya rumors yang dilontarkannya tidak terbukti, Denny hingga saat ini tidak minta maaf atas kegaduhan politik akibat cuitannya. Demikian juga dengan pimpinan 8 Fraksi DPR RI, meski sebelumnya mengancam MKRI, saat ini justru mengapresiasi keputusan MKRI. Para pembuat onar politik tersebut sama sekali tidak merasa bersalah kepada bangsa ini. SBY tidak mau kalah dengan anak buahnya Denny terkait \"cuitan viral\". SBY tancap gas membuat cuitan \"mimpi naik kereta api bersama Megawati dan Jokowi\". Keriuhan baru pun dimulai, perhatian media pun kembali beralih. Para pemuja SBY berusaha meyakinkan publik bahwa cuitan tersebut bukti SBY sebagai negarawan. Sementara yang lain beranggapan, SBY sedang melempar umpan. Jika umpannya dimakan, maka kepentingan politik akan jalan. Sementara jika umpan tidak digubris, narasi \"terzalimi\" akan dipublis. Sebagai respon atas keriuhan politik yang tercipta akibat cuitan Denny dan SBY, maka Kongres Rakyat Nasional (Kornas), wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap berikut: Pertama, bahwa kualitas elit politik nasional sangat buruk akibat rendahya minat dalam \"literasi politik\" . Meski dalam setiap penampilan politisi dalam foto dan video latar belakangnya rak buku, maka dipastikan buku-buku tersebut tidak pernah dibaca. Buku-buku tersebut hanya pajangan agar tercipta kesan \"politisi suka baca buku\". Jika literasi politik berjalan, maka politisi Indonesia pasti tidak akan terpengaruh oleh rumor, gosip, dan kabar burung. Kedua, bahwa Denny dan SBY mengenal dan paham betul karakter dan kualitas elit politik nasional. Keduanya juga paham menggunakan twitter sebagai flatform digital dalam memengaruhi opini publik. Sehingga keduanya mampu berbagi peran dalam cuitan, kapan saling memuji, kapan saling membagi, dan kapan jalan sendiri- sendiri. Ketiga, bahwa Denny menuding Presiden Jokowi \"cawe- cawe dalam sengketa Partai Demokrat antara kubu Jend. TNI (Purn.) Moeldoko dengan kubu Mayor TNI (Purn.) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang saat ini dalam tahap peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI). Demikian juga cuitan terbaru Denny tentang skenario penetapan Anies Rasyid Baswedan (ARB) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) untuk menjegalnya maju di Pilpres 2024. Cuitan- cuitan Denny tersebut sebagai upaya \"cari perhatian\" baik bagi diri sendiri, maupun untuk kepentingan kelompok politiknya. Provokasi Denny dalam rangka mendegradasi kepemimpinan Presiden Jokowi sekaligus strategi \"playing victim\". Sebagai pendukung ARB, Denny akan terus membuat cuitan \"kontroversi\" untuk memancing reaksi sehingga Denny dan ARB akan mendapat perhatian dan simpati publik. Sebab Denny masih yakin bahwa strategi utama menang di Pilpres bagi calon yang tidak memiliki prestasi adalah dengan menjadikannya sebagai pihak yang \"dizalimi\". Keempat, bahwa hingga saat ini belum ada satu bakal calon presiden (bacapres) yang menyampaikan ide, gagasan, dan program politiknya kepada publik. Semua bacapres masih \"normatif\" sekedar menyampaikan himbauan, saran agar pendukungnya mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Menghindari hoaks dan ujaran kebencian. Semua bacapres berusaha menghindari \"pertengkaran politik\". Padahal pertengkaran politik sebuah keniscayaan dalam kontestasi demokrasi. Akibatnya rumor, gosip, dan kabar burung yang disampaikan lewat cuitan oleh Denny akhirnya menjadi bahan perbincangan di ruang publik. Sebab ruang yang seharusnya diisi oleh pertengkaran ide, gagasan, dan program politik dibiarkan kering dan kosong oleh bacapres dan Parpol. Kelima, bahwa meski sudah jauh hari diumumkan sebagai bacapres, hingga saat ini para kandidat belum mampu memutuskan bakal calon wakil presiden (bacawapres) masing-masing. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun bacapres yang kuat. Kubu pemerintah pasrah menanti pilihan dan dukungan akhir Jokowi, sedang kubu lainnya gelisah menebak satu nama yang ada di kantong ARB. Kelemahan para bacapres akan membuat penentuan cawapres alot, panjang, dan akan saling menunggu. Saat ini justru posisi bacawapres makin strategis karena sebagai penentu kemenangan. Akibatnya Pilpres 2024 akan sangat tergantung pada figur capres dan cawapres. Terkait narasi keberlanjutan dan kesinambungan versus narasi perubahan hingga saat ini masih dalam bentuk proposal kosong, belum jelas, dan bahkan tim perumus dan penyusunnya belum dibentuk. Keenam, bahwa tidak ada satu Parpol pun yang memiliki proposal tentang Pilpres yang disusun sebelum kontestasi. Ide, gagasan, dan program politik dalam bentuk proposal, baru akan disusun setelah pasangan capres dan cawapres terbentuk. Akibatnya ide, gagasan, dan program politik yang dituangkan dan disajikan kemudian pun dalam bentuk visi, misi, dan program politik Paslon, tidak akan menyentuh akar persoalan. Proposal hanya akan menangkap fenomena, bukan potret realitas. Sehingga ide besar seperti yang pernah disampakan Jokowi di Pilpres 2014, yakni Revolusi Mental dan Indonesia Poros Maritim Dunia tidak dapat berjalan optimal. Ketujuh, bahwa Dewan Pers baru saja mengingatkan seluruh insan pers untuk menjalankan perannya sebagai bagian dari pilar demokrasi. Pers diharuskan mampu memperlihatkan kepentingan segenap warga masyarakat, bukan partisan tertentu atau pemilik modal. Informasi yang disampaikan harus akurat, kredibel, dan mampu meningkatkan daya intelektual publik. Berita yang disajikan harus aktual, tidak dilebih- lebihkan, dan dikurangi. Himbauan dewan pers tersebut diharapkan mendorong pers agar tidak lebih tertarik pada \"kulit dan bentuk\", tetapi pada \"isi\". Pers sejatinya lebih tertarik memberitakan materi pertemuan Puan Maharani dan AHY menyangkut kebutuhan dan kepentingan rakyat dibanding kebutuhan dan kepentingan kekuasaan politik keluarga besar Megawati dan SBY. Lebih tertarik mengejar konsepsi- konsepsi kebangsaan dibanding sekedar membahas rasa bubur ayam, warna baju yang digunakan dan relasi \"kakak- adik\" atau \"mbak- mas\" . Kornas mengajak semua elemen dan komponen bangsa untuk terus mendorong Parpol berubah. Parpol harus terus dipaksa agar berbenah menghadapi tantangan zaman. Parpol diharapkan jangan eksklusif, anti kritik, dan merasa paling benar dan paling diterima rakyat hanya karena pernah menang di Pemilu sebelumnya. Kornas meminta para tokoh politik agar menghadirkan dinamika politik yang berkualitas. Mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan golongan. Pemilu 2024 harus menjadi pesta demokrasi yang menggembirakan, dan berkualitas. (*)
Koreksi UUD 2002 Hasil Amandemen, dengan Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila AMANDEMEN pada UUD 1945 kiranya perlu dikoreksi sejauh mana amandemen itu sudah mencerminkan pokok-pokok pikiran yang ada pada Pembukaan UUD 1945. Dalam kenyataannya amandemen yang dilakukan para reformis itu tidak nyambung dengan pokok-pokok pikiran dan ini tentunya akan membawah konsekuensi bahwa UUD hasil amandemen telah menyeleweng dari Pokok-pokok Pikiran UUD 1945 . Menjadi sebuah keanehan apabila pembukaan dan batang tubuh tidak nyambung dan apalagi dengan diamputasinya penjelasan UUD 1945 semakin mengkaburkan tujuan bernegara kita. Dalam pembukaan tidak hanya sekadar mengandung pokok-pokok pikiran lebih jauh roh bangsa ini ada di sana. Amandemen UUD 1945 telah mengesampingkan Roh bangsa sehingga antara batang tubuh dan preambul tidak padu menjadi satu kesatuan yang utuh. Pembukaan UUD1945 yang memuat dasar negara kita itu, keberadaannya sebaiknya tidak perlu dipersoalkan karena Pembukaan sudah mempunyai kedudukan yang kuat dan final setelah melalui perenungan filosofis yang mendalam dan melewati proses perumusan yang sangat demokratis. Mengubah Pembukaan UUD1945 hanya akan menjebak bangsa Indonesia ke dalam pertikaian politik yang mungkin penyelesaiannya jauh lebih rumit dibandingkan dengan situasi pada saat bangsa dan negara ini didirikan dulu. Dalam uraian di bawah akan dibentangkan juga betapa penting kedudukan fungsi UUD 1945 itu dalam sistem hukum Indonesia. Sekalipun demikian, di antara semua bagian UUD 1945 itu, Pembukaan adalah bagian mendasar karena menjadi sumber norma hukum dalam sistem hukum Indonesia. Posisi yang demikian strategis diperkuat antara lain oleh Ketetapan MPRS Nomor. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan denganKetetapan MPR Nomor. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR Nomor. IX/MPR/1978. ketetapan MPRS tersebut saat ini telah diganti dengan Ketetapan MPR Nomor. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila. Pokok-pokok pikiran itu lalu dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. inilah yang di maksud oleh kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945; \"Undang-undang dasar menciptakan Pokok-pokok Pikiran yang terkandung dalam Pembukaan dalam pasal-pasalnya\". Pembukaan UUD1945 terdiri dari empat alinea dan empat pokok pikiran. Walaupun jumlah sama-sama empat, pengertian alinea di sini tidak identik dengan pokok pikiran. Jadi, tidak berarti Alinea I mengandung Pokok Pikiran I, Alinea II mengandungPokok Pikiran II, dan seterusnya. Pokok-pokok pikiran tersebut terkandung dalam keseluruhan alinea Pembukaan UUD 1945. Alinea I memuat dasar/motivasi pernyataan kemerdekaan Indonesia. Di dalamnya (secara obyektif) dinyatakan bahwa segala bentuk penjajahan di atas dunia ini tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikedilan. Untuk itu (secara subyektif) bangsa Indonesia memiliki aspirasi untuk membebaskan diri dari penjajahan itu guna membangun masa depan bersama yang lebih baik. Alinea II memuat cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan pernyataan kemerdekaan Indonesia itu berarti perjuangan pergerakan kemerdekaan telah sampai pada saat yang berbahagia. Pernyataan kemerdekaan itu sendiri barulah awal dari proses pembangunan bangsa ini menuju kepada negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alinea III memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Di situ ditegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia itu selain upaya manusia, juga tidak terlepas dari berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa. Dengan demikian tampak jelas ada keseimbangan antara motivasi material dan spiritual dari pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu. Keseimbangan ini pula yang selalu eksis dalam pernjuangan mengisi kemerdekaan berupa pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila. Alinea IV memuat tujuan nasional, penyusunan negara hukum, benttuk negara Republik Indonesia,negara berkedaulatan rakyat, dan lima dasar negara (yang kemudian dikenal dengan Pancasila). Fungsi dan tujuan negara Indonesia secara gamblang ditegaskan dalam alinea ini, yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum yang berdasarkan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketrtiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk menjalankan fungsi dan mencapai tujuan yang mulia tersebut, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar (UUD1945). Di situ juga ditegaskan bahwa bentuk negara yang dipilih adalah republik, yang berkedaulatan rakyat berdasar Pancasila. Semua alinea Pembukaan UUD 1945 di atas, apabila ditelaah secara mendalam, ternyata diilhami oleh empat pokok pikiran. Pokok Pikiran I menyatakan, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia. Ini sekaligus berarti, dalam Pembukaan UUD 1945 diterima aliran pengertian (paham) negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya, mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Aliran inilah yang kemudian dikenal sebagai paham negara persatuan (integralistik atau kekeluargaan). Tampak di sini, bahwa pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-3 dari Pancasila. Pokok Pikiran II menyatakan, bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-5 dari Pancasila. Pokok Pikiran III menyatakan, bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan kedaulatan dan berdasar atas permusyawaratan perwakilam. Di sini secara jelas tampak bahwa pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-4 dari Pancasila. Pokok Pikiran IV menyatakan, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harusmengandung isi yang mewajibkan pemerintahan dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila. Pembukaan UUD1945 juga dapat dinyatakan sebagai pernyataan kemerdekaan yang terinci, yang mengandung cita-cita luhur Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber dari segala sumber hukum yang meliputi pandangan hidup, kesadaran, cita hukum, cita-cita moral yang meliputi Kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial perdamaian nasional dan mondial, cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara kehidupan kemasyarakatan, keagamaan sebagai pengejawantahan budi nurani manusia telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar negara Pancasila. Pancasila adalah falsafah bangsa Indonesia. Sebagai filsafat, sila-sila Pancasila itu tersusun secara sistematis (teratur/berurutan). Keempat pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu (yang tidak lain adalah sila-sila Pancasila itu sendiri) merupakan perwujudan operasional dari filsafat Pancasila. Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan secara tegas, bahwa Undang-Undang Dasar menciptakan pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan dalam pasal-pasalnya. Kalimat ini mengandung pengertian bahwa pokok-pokok pikiran dari Pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah Pancasila itu sendiri, dijabarkan dalam pasal-pasal BatangTubuh UUD 1945. Logika berpikir tersebut sejalan dengan Teori Jenjang yang dikemukakan oleh Hans Kelsen danHans Nawiasky. Menurut teori ini, norma yang derajat kedudukannya lebih tinggi selalu menjadi sumber bagi norma yang lebih rendah. Sebaliknya, norma yang lebih rendah berperan untuk menjabarkan norma-norma yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain, dalam sudut pandang teori Hans Nwiasky, nilai-nilai dasar Pancasila dikonkretkan dalam norma hukum yang lebih bawah, yang lazim disebutaturan dasar/pokok negara (Staatsgrundesetz). Apa bukti dari penjabaran ini? Jika kita melihat pada Sila ke-1 Pancasila (Pokok Pikiran IV dari Pembukaan UUD 1945), tampak jelas keterkaitannya dengan Pasal 29 Batang Tubuh UUD 1945. Jadi, Pasal 29 tersebut merupakan penjabaran dari Sila ke-1 Pancasila. Apabila kita ingin mengetahui bagaimana penafsiran Sila Pertama Pancasila, maka tiada jalan lain, kecuali harus melalui ketentuan Pasal 29 itu. Demikian pula halnya dengan Sila ke-2 Pancasila (Pokok Pikiran IV Pembukaan UUD 1945), yang dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 26 s.d. 34 Batang Tubuh UUD 1945. Sila ke-3 Pancasila (Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945) dijabarkan dalam Pasal 1 ayat (1), 35, dan 36. sila ke-4 Pancasila. (Pokok Pikiran III) dijabarkan dalam Pasal1 ayat (2), 3, 28 dan 37. sila ke-5 Pancasila. (Pokok Pikiran II Pembukaan UUD1945) dijabarkan dalam Pasal 23, 27 s.d. 34. Undang-undan Dasar 1945 itu memang singkat, namun juga soepel (elastis, kenyal) karena hanya memuat aturan-aturan pokok. Aturan-aturan ini dimuat dalam Batang Tubuh. Untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu dijabarkan lebih lanjut dengan undang-undang (dan peraturan lainnya). Seperti dinyatakan dalam Penjelasan UUD1945, kita harus memiliki semangat untuk menjaga supaya sistem undang-undang dasar kita itu jangan sampai ketinggalan jaman atau lekas usang (verouderd). Penjelasan UUD 1945 menyatakan, \"Yang sangat penting penyelenggara negara,semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan (paham negara persatuan), apabila semangat para penyelenggara, para pimimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara\". Redaksi kalimat di atas menunjukkan bahwa Pembentukan UUD 1945 sendiri tidak menutup diri terhadap adanya perubahan-perubahan dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu. Kendati demikian, diamanatkan pula bahwa motivasi atas perubahan itu adalah harus didorong oleh semangat perbaikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.dan tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila . Kiranya kita sebagai bangsa Indonesia mari kita bersama-sama melakukan koreksi terhadap keadaan bangsa ini sejak reformasi dan diamandemennya UUD 1945 justru semakin terpuruk bangsa ini akibat kita tidak istikoma dan menghargai perjuangan pendiri negeri ini akibat nya bencana telah turun dan kita di berikan pemimpin yang tidak amanah .oleh sebab itu tidak ada jalan yang terbaik selain kita kembali ke pada UUD 1945 dan Pancasila. Jika kita koreksi apakah pasal pasal dalam UUD 2002 hasil amandemen bersumber dari Pembukaan UUD1945? Jadi kalau pasal pasal hasil amandemen tidak bersumber dari pembukaan UUD1945 Dan Pancasila maka UUD hasil amandemen tidak sah karena bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945. Mengapa?sebab pembukaan UUD1945 dan Pancasila masih berlaku sebagai dasar negara dan sumber segala sumberhukum tidak diamandemen. (*)
Agamawan dan TNI Harus Menjadi Oposisi Terdepan
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan TNI dan agamawan memiliki kesamaan sebagai kekuatan moral untuk menjaga ketenangan rakyat. Meski berbeda fungsi tetapi ada titik temu yaitu pada kewajiban menjadi pengawal etika berbangsa dan bernegara. TNI mengawal dengan senjata, agamawan dengan kitab. Satu kalimat penting dan menarik adalah bagian pidato Jenderal Purn Gatot Nurmatyo, yaitu \"Agamawan dan TNI harus bersatu menjadi oposisi terdepan melawan kezaliman\". Agamawan dan TNI tidak boleh berwatak penjilat pada kekuasaan. Tidak juga netral soal kebenaran dan keadilan. Harus berpihak pada kepentingan negara dan bangsa, berpihak pada penderitaan rakyat yang memang butuh akan perlindungan dan pembelaan. Peran agamawan dan TNI penting dalam meluruskan dan melawan kezaliman. Pidato Kebangsaan Jenderal Purn Gatot Nurmantyo itu disampaikan di Al Jazeera Cipinang Cempedak Jakarta 21 Juni 202 di hadapan ratusan bahkan ribuan peserta acara yang bertema \"Oke Ganti\". Sebelum Gatot Nurmantyo menyampaikan Pidato Kebangsaan maka beberapa tokoh menyampaikan orasi kritisnya. Mereka adalah Prof. Dr. Anthony Budiawan, Prof Chusnul Mar\'iyah, PhD, Prof Dr Nurhayati Ali Assegaf, Dr. ihsanuddin Noorsy dan Dr. Ubedillah Badrun. Para tokoh di atas mengkritisi kondisi negeri yang dalam keadaan tidak baik baik saja bahkan parah. Kegagalan pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tinggi. Si kaya foya-foya si miskin semakin sulit bernafas. Beban hidup berat karena harga bahan pokok yang semakin tidak terjangkau, pajak bukan semakin ringan, dan pengangguran di mana-mana. Sebaliknya korupsi dahsyat, elit dan birokrasi mengeksploitasi, sistem politik semakin oligarki dan menjauhi demokrasi. Demokrasi palsu dibawah bayang-bayang manipulasi, rekayasa dan kecurangan. Pemilu menjadi bahan mainan dengan harga yang berangka-angka. Agama menjadi tertuduh dengan stigmatisasi radikal dan intoleran. Umat beragama khususnya umat Islam ditempatkan pinggiran. Liberalisasi dan sekularisasi. Gatot Nurmantyo mengingatkan khususnya kepada TNI agar lebih memperkokoh ke manunggalannya dengan rakyat. Sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional, maka TNI bukan saja bertugas untuk menjaga kedaulatan negara tetapi juga turut berjuang untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Menjaga kemerdekaan rakyat untuk berpendapat, berserikat, berusaha dan jaminan kesamaan di depan hukum. Mantan Panglima TNI memahami akan kondisi TNI yang kini dalam keadaan \"serba salah\" antara keterikatan pelaksanaan komando struktural dengan perasaan rakyat Indonesia yang semakin gelisah. Terzalimi oleh perilaku kekuasaan oligarki. Akan tetapi menurutnya, jika penguasa semakin menindas dan mengintimidasi maka hal itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri. Akan ditumbangkan oleh rakyat yang di-back up TNI. Meskipun Pidato Kebangsaan Gatot Nurmantyo lebih bersifat normatif, namun perasaan peserta atau undangan tampaknya telah memuncak membaca keadaan negeri ini yang semakin karut marut sehingga setelah acara berakhir terdengar gema suara spontanitas: \"revolusi...revolusi...revolusi !\" Bandung, 22 Juni 2023
Ganjar Pemimpin yang Berbahaya
Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) PASTI Ganjar Pranowo adalah pemimpin yang tak dapat diandalkan untuk mengemban tugas negara. Ia capres tapi bersedia untuk tidak menjadi \"presiden\" kalau terpilih nanti. Ia telah menandatangani kontrak politik dengan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri bahwa kalau menjadi presiden ia hanya akan berperan sebagai petugas partai. Kontrak itu juga mencakup hak mutlak Mega memilih cawapres pendampingnya. Juga dalam hal pengangkatan menteri-menterinya. Apa yang dapat kita baca dari sikap berserah diri Ganjar ini? Layakkah orang seperti ini kita gantungkan nasib bangsa di tengah tantangan internal dan eksternal yang semakin berat? Tidak cukupkah pengalaman kita dengan Jokowi? Sikap Ganjar ini menunjukkan ia pemimpin kerdil bermental budak. Tidak mungkin orang yang berkepribadian kuat bersedia menjadi wayang orang lain. Kalau ia menyadari presiden RI adalah sosok yang memiliki kekuasaan sangat besar dan karena itu penggunaannya akan dimintai pertanggungjwban, seharusnya ia tak menerima kedudukannya hanya sebagi orang suruhan Mega. Bukankah presiden terpilih dalam pemilu adalah orang yang diberi mandat oleh rakyat Indonesia untuk mengemban amanat penderitaan rakyat, bukan orang yang ditugaskan sebuah parpol yang merupakan gudang koruptor? Dalam sistem demokrasi, begitu capres dari sebuah parpol terpilih, maka loyalitasnya kepada parpolnya berakhir untuk digantikan loyalitas pada seluruh rakyat tanpa kecuali. Mega sendiri -- kendati mengklaim diri pintar -- bukan mantan presiden yang berprestasi. Dalam dua kali pilpres langsung, Mega keok dari Soesilo Bambang Yudhoyono, yang pada pilpres 2004 merupakan figur yang belum populer. Sebagai presiden petahana yang masyhur, seharusnya Mega menang mudah. Apalagi dalam pemilu 1999, PDI-P menjadi peraih suara terbanyak (33%) yang hingga hari ini belum pernah dicapai parpol manapun pasca reformasi. SBY kembali menaklukkannya hanya dalam satu putaran dalam pilpres 2009. Kenyataan ini nyaris tak memungkinkan kita untuk menyimpulkan lain kecuali merosotnya kepercayaan rakyat kepada Mega. Memang selama tiga tahun memimpin menggantikan Gus Dur, kinerja pemerintahan Mega, khususnya bidang ekonomi, tidak menggembirakan. Sekarang ia ingin memerintah dari luar lapangan melalui Ganjar. Setelah pengalaman buruk dengan Jokowi, Mega membuat syarat ketat kepada petugas partai itu. Kendati hanya menjadi orang suruhan Mega, Jokowi lebih mendengar Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan ketimbang bos-nya. Fenomena \"pengkhianatan\" Jokowi terhadap Mega lagi-lagi hanya menunjukkan Mega tak punya gagasan besar untuk diikuti. Keturunan tokoh besar memang tak menjamin seseorg akan berpikiran besar juga. Lemahnya pikiran dan leadership Ganjar dikuatkan oleh fakta bahwa Jawa Tengah yang dipimpinnya selama 10 tahun terakhir hanya menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa. Pendapatan per kapitanya di bawah rata-rata nasional. Ia lebih sibuk pencitraan di medsos ketimbang mengurusi rakyat. Banyak jalan di Jateng rusak dan bebrapa kota dan desa lama terendam banjir. Lalu, mengapa Mega mencapreskannya? Sama sebagaimana parpol lain, PDI-P juga parpol pragmatis. Ia tak punya pilihan lain karena kader partai yang memiliki elektabilitas tinggi hanya Ganjar. Pertimbangan kedua, setelah diuji beberapa kali, Ganjar terbukti sangat manut pada kemauan Mega. Dus, dia akan mudah disetir. Ganjar juga terkesan bermental aji mumpung. Tidak peduli ia harus merendahkan martabatnya dan memasrahkan dirinya untuk diatur Mega, yang penting ia menjadi presiden. Atau jangan-jangan ia sedang meniru Jokowi. Sekarang ikuti saja apapun yang dikehendaki Mega agar mendapat tiket nyapres. Sesudah berkuasa, tutup mata dan telinga untuk Mega: tidak perlu mengikuti maunya. Kontrak politik yang dibuat dengan Mega bukan bagian dari sistem hukum kita yang harus dipatuhi presiden. Biarlah Mega marah dan menjadikan Fraksi PDI-P partai oposisi di DPR kalau nanti ia lebih mendengar menteri lain semacam Luhut. Hal itu akan ia atasi dengan membangun koalisi besar di parlemen sebagaimana dilakukan Jokowi. Tapi hal ini kecil kemungkinan karena, sesuai perintah Mega, ia telah mengumumkan kepada publik bahwa dia hanyalah petugas partai. Belajar dr pengalaman bersama Jokowi, Mega juga akan membuat kontrak politik dengan parpol-parpol pendukung Ganjar yang bersifat transaksional. Penunjukan menteri merupakan hasil kompromi Mega dengan parpol-parpol pendukung dan oligarki. Dus, dengan mengkooptasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif melalui parpol-parpol dan para menteri -- yang disetujui oligarki -- Mega akan menyempitkan ruang gerak Ganjar. Kesediaan Gubernur Jateng itu menjadi petugas partai juga menunjukkan ia tak punya visi tentang Indonesia ke depan dan bagaimana cara meraihnya. Blue print pembangunan pemerintahannya, yang akan mendahului kepentingan oligarki, hanya merupakan kelanjutan dari apa yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi. Toh, Mega sendiri belum pernah menunjukkan komitmennya untuk menyingkirkan pengaruh oligarki di pemerintahan. Kenyataannya, oligarki merupakan sumber pemasukan yang tidak kecil bagi partai. Semakin besar sebuah partai, semakin besar pula nilai jualnya kepada oligarki. Ganjar akan benar-benar menjadi bebek lumpuh karena ia adalah pasien rawat jalan terkait korupsi e-KTP. Institusi-institusi hukum yang dikuasai Mega melalui menteri-menteri yg ditunjuknya hanya akan menyempurnakan Ganjar sebagai presiden boneka. Terlebih, tak mungkin ia memberantas korupsi ketika banyak kader PDI-P yang terlibat di dalamnya. Alhasil, di bawah Ganjar percepatan kemerosotan bangsa akan kian cepat. Pertama, ia akan melanjutkan legacy Jokowi yang bermasalah, yang bila diteruskan negara ini bisa bangkrut. Misalnya, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung yang, karena ketelodoran pemerintah, pembengkakan biayanya harus dipikul pemerintah. Artinya, harus gunakan uang rakyat. Indonesia terpaksa harus meminjam dari Cina dengan bunga sangat tinggi. Sementara, proyek itu tak memiliki kegunaan praktis dan urgensinya. Ini proyek merugi karena faktor ekonomis tak menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Belum lagi proyek-proyek mangkrak yang penyelesaiannya membutuhkan dana besar, sementara pengoperasiannya akan merugikan negara. Terlebih, masalah IKN. Proyek ini menyita porsi APBN yang cukup besar di tengah utang negara yang membubung tinggi dan angka kemiskinan yang terus membesar. Tadinya, Jokowi berjanji IKN akan dibiayai swasta. Faktanya hingga kini tidak ada investor yang tertarik membenamkan modalnya di proyek yang tidak layak, tidak realistik, dan berpotensi mangkrak itu. Kendati demikian, kemungkinan besar Ganjar akan melanjutkannya karena KCJB juga diinginkan Mega untuk membuat mimpi ayahnya jadi kenyataan. Bung Karno memang penggagas awal pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan. Legacy Jokowi lain yang akan dilanjutkan Ganjar adalah mempertahankan kerja sama erat di berbagai bidang dengan Cina karena ini juga merupakan kehendak Mega, yang oleh Cina diperlakukan bak ratu. Yg mengkhawatirkan, pemerintah mengabaikan keprihatinan Barat atas kebijakan pro-Cina yg diadopsi pemerintahan Jokowi dan akan dilanjutkan Ganjar. Pdhal, kartu Barat sgt penting bg geopolitik kita untuk mengimbangi Cina yg kian agresif dan asertif di kawasan. Tdk msk akal pandangan penerintah bhw tak ada yg dikejar Cina di negeri yg kaya sumber daya alam dan pasar yg besar kecuali kerja sama ekonomi melalui proyek OBOR, proyek infrastruktur global Cina untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dlm negerinya dan memperbesar perannya di dunia internasional. Dgn membelakangi Barat, kita kehilangan kekuatan strategis dan instrumental untuk meningkatkan daya tawar kita vis a vis Cina yg mengklaim Laut Natuna Utara sbg miliknya, sekaligus menjaga independensi kita. Jgn lugu memandang motif Cina. Dus, di bwh Ganjar, eksploitasi Cina atas sumber daya mineral kita dan kehadiran sejumlah besar buruh kasarnya di Indonesia yg menimbulkan protes luas dlm bbrapa thn terakhir akan berlanjut. Dmkian juga politik belah bambu trhdp umat Islam. Di medsos, Ganjar sdh lama mengamplifikasi bahaya radikalisme, intoleransi, dan politik identitas. Ia tdk tahu bhw Islamlah yg akan menjdi penyelamat bila muncul ancaman dr luar. Dgn demikian, pertentangan masyarakat akan kian keras. Pernyataan Jokowi baru2 ini yg secara implisit mengisyaratkan Anies akan mengubah keadaan normal mnjd abnormal bila terpilih mnjd presiden tentu sj merupakan pernyataan omong kosong krn justru kl Ganjar meneruskan diskriminasi dan penindasan atas kaum Muslim akan melemahkan ketahanan bangsa. Mungkin juga akan mendestabilisasi negara. Dipastikan Ganjar juga akan tunduk pd kemauan oligarki ekonomi yg merupakan sekutu oligarki politik yg mendukungnya. Tentu sj kenyataan ini mengkhawatirkan krn akan menyuburkan korupsi dan merusak tatanan bernegara di mana yg berdaulat adalah oligarki, bkn rakyat. KKN keluarga Jokowi pun akan terjaga. Ini juga yg menjdi alasan mengapa Jokowi nekat cawe2 dlm urusan pilpres. Dus, kepemimpinan Ganjar akan membahayakan Indonesia. Selain tak punya prestasi dan integritas -- serta berpotensi merusak negara lbh jauh -- ia tunduk pd tokoh yg kapasitas intelektual dan kearifan sbg tokoh bangsa tak dpt diandalkan. Kita hanya tahu PDI-P adalah partai kiri, tp tak pernah tahu gagasan besar Mega ttng Indonesia. Sgt mungkin ia memang tak punya visi besar yg bisa dipertanggungjwbkan secara akademis. Pernyataan-pernyataannya justru memperlihatkan kedangkalan pikirannya. Orang seperti ini yang akan membimbing Ganjar. Dus, Ganjar seperti orag buta yang dituntun orang yang tak memahami peta jalan. Dlm kondisi ini masuk akalkah dan bermoralkah bila kita mempertaruhkan nasib bangsa pada Ganjar? Tangsel, 21 Juni 2023
Melecehkan SD Inpres Dibanding IKN
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Study Kajian Rumah Pancasila Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang membandingan proyek pembangun Ibu Kota Nusantara atau IKN dengan SD Inpres menuai kritik. Beberapa pihak menilai pernyataan itu justru mendiskreditkan mereka yang pernah bersekolah di SD yang digagas Soeharto tersebut. Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers yang menyebut IKN Nusantara dan SD Inpres. Dalam pernyataannnya, Presiden Jokowi mengungkap alasan menggunakan Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai pengawas di proyek IKN Nusantara untuk menjaga kualitas pembangunan agar tak seperti SD Inpres. Dan tidak harus pernyataan seperti itu keluar dari seorang kepala negara . Bangsa ini harus berterimakasih kepada pak Harto yang telah membangun 150.000 SD Impres terlepas dari kekurangan nya SD Impres telah melakukan Misi Negara \'Mencerdaskan kehidupan bangsa \" melalui pemberantasan buta huruf dan buta angka .Sehingga bangsa ini bebas dari buta huruf dan buta angka . Pak Harto telah melakukan Revolusi terhadap jutaan rakyat nya menjadi melek Huruf dan melek angka sehingga bisa baca tulis ,begitu besar nya jasa ini dibanding dengan IKN dari nilai manfaat bagi bangsa Indonesia tentu lebih bermanfaat SD Impres.IKN hanya soal jual beli yang dikuasai segelintir orang dan melibatkan asing yang diberi konsensi sampai 185 tahun .Terus apa seluruh lapisan Rakyat merasakan pembangunan IKN .bandingkan dengan SD Impres yang hadir dipelosok -pelosok terpencil dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa . Disamping SD Impres juga dibuat program kejar. Agar rakyat bisa menulis huruf dan angka latin. Tutor atau bimbingan setiap kelompok adalah siapa saja yang berpendidikan minimal sekolah dasar. Jumlah serta dan waktu pelaksaan setiap Kejar bersifat fleksibel. Hingga saat ini program Kejar yang sudah semakin berkembang masih tetap dijalankan. Keberhasilan program Kejar salah satunya terlihat angka stastistik penduduk buta huruf yang menurun. Pada Sensus 1971, dari jumlah penduduk 80 juta jiwa, Indonesia masih memiliki 39,1 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang bersetatus buta huruf. Sepuluh tahun kemudian, menurut Sensus 1980, persentase itu menurun menjadi 28,8 persen. Hingga sensus berikut tahun 1990, angkanya terus menyusut menjadi 15,9 persen. Menyimak ketiga program pendidikan populer yang terbit era Pak Harto itu, bisa disimpulkan, Presiden kedua Indonesia ini cukup menganggap penting bidang pendidikan . Penekanannya baru sebatas upaya peningkatan angka-angka indikator pendidikan. Dan ini memang menjadi fokus pembangunan pendidikan saat itu, yaitu peningkatan secara kuantitatif, belum memerhatikan kualitas atau mutu pendidikan. Pada tahun 1984 dengan program SD Inpresnya, Pak Harto mendapatkan penghargaan Avicienna Award dari UNESCO. Waktu itu tidak banyak negara yang mendapatkan penghargaan tersebut. Penelitian Esther Duflo berjudul “Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Usual Policy Experiment” terbit pada 2000. Dalam artikelnya Duflo mencatat, program SD Inpres merupakan salah satu program pembangunan sekolah terbesar yang pernah tercatat saat itu.Penghargaan Nobel itu tentu bukan main main bandingkan dengan pembangunan IKN yang penuh dengan pak gulipat dan tidak jelas manfaat nya bagi seluruh rakyat Indonesia . Ada dua tonggak pembangunan manusia Indonesia yang dilakukan Pak Harto yang sangat fenomenal sangat revolusi . Yang pertama adalah Puskesmas yang diikuti dengan posiandu ,fan membangun partisipasi ibu ibu melalui PKK, Penyelamatan generasi penerus bangsa dengan memperhatikan kesehatan ibu dan anak yang kemudian diikuti dengan program swadaya masyarakat melalui PKK dengan pelayanan GIZI anak , Timbang bayi dll sehingga tidak ada lagi bayi kurang Gizi . Pada jaman Pak Jokowi ini stunting meningkat padahal kata nya negara sudah maju .dan rumah sakit banyak yang modern ada BPJS.tetapi kok ada anak anak yang ber gizi buruk . Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidak mampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga. Bahkan dalam pidato nya pak Jokowi mengatakan mengatasi Stunting dianggarkan 10 milyard untuk pelatihan 3 m untuk sosialisasi 2 m untuk honorarium petugas 3 m yang untuk pembelian makanan gizi 2m jadi bagaimana bisa mengatasi stunting kalau pikiran korupsi masih meletak di kepala pejabat bahkan anak kurang gizi pun harus dikorupsi. Tonggak revolusi yang kedua adalah pemberantasan buta huruf dan buta angka .yang kemudian dibuatlah SD Impres .dan banyak lagi kegiatan pendidikan lanjutan seperti Bea Siswa Super Semar dll. Mungkin hari ini anda sudah menjadi orang sukses apakah jendral , pejabat tinggi , Gubernur, bupati,walikota atau mungkin menjadi Direktur atau menteri tetapi walau ijazah anda SD Impres saya yakin bukan Ijazah Palsu.(*)
"Dosa-dosa Anies" dan Cecar Ketus Andy F. Noya
Tulisan ini lebih dimaksudkan memperlihatkan bagaimana Anies Baswedan tangguh menjawab tekanan-tekanan yang diberikan, dengan penguasaan diri dan emosi yang tetap terjaga. Oleh: Ady Amar - Kolumnis KICK Andy! Double Check, Metro TV, Minggu malam (18/Juni), menyisakan kisah yang terus dibicarakan. Itu tentang Andy Noya yang tampil garang mencecar, lebih tepat membombardir Anies Baswedan, meski niatnya sebenarnya lebih mengkonfirmasi dengan pertanyaan-pertanyaan, yang menurutnya itu yang dipertanyakan netizen--kali mungkin lebih tepat yang disuarakan para buzzer. Ekspresi wajah Andy Noya, pemilik acara itu, ditekuk jadi tampak garang. Anies seperti dibuat tanpa jeda digempur bertubi-tubi. Tampang pun tampak diseram-seramkan, tanpa sedikit pun muncul senyum meski seiris. Tidak seperti sebelumnya, pada acara yang sama pekan sebelumnya, dengan bintang tamu Prof Mahfud MD. Dengan Prof Mahfud wajah Andy Noya dibuat datar-datar saja. Pertanyaan pun dibuat landai, jauh dari greget apalagi ketus menghunjam. Jika saja tamu yang diundangnya bukan Anies Baswedan, dan diperlakukan demikian pastilah emosi tersulut, setidaknya suara jadi keras meninggi. Tapi Anies seperti biasanya enjoy menjawabnya, meski Anies tidak seperti biasanya yang kerap mengumbar senyum dengan terkadang tawa pun derai terbahak. Tapi meski demikian, di sana-sini masih saja tampak senyum Anies mengembang. Pemirsa pun dibuat hanyut dalam tanya Andy yang mencecar, dan jawab Anies yang terukur dan tidak berlebihan. Pertanyaan diarahkan tajam menukik, dan Anies menjawab dengan ritme emosi yang masih tetap terjaga. Tak tampak sedikit pun Anies resah menerima gempuran pertanyaan, ia fokus menyimak dan menjawab dengan narasi khasnya dengan kalimat runtut-serba terukur. Narasi tidak diumbar berlebihan, meski pancingan pertanyaan cenderung menyudutkan--banyak kalangan menyebut itu sih bukan bertanya, tapi lebih menghakimi. Ya tampak menghakimi, itu terlihat saat Andy Noya meminta agar Anies tidak selalu berdalih pada kalimat yang sering dipakainya, agar yang menuduhnya untuk membawa bukti atas tuduhannya. Anies menjawab dengan tenang, bahwa di mana-mana yang menuduh itu membawa bukti. Sebagaimana di pengadilan yang membawa bukti itu jaksa, dan hakim mengujinya lewat putusan. Anies seperti memberi pelajaran pada hal simpel yang semestinya sudah dipahami penanya. Anies hadir dengan kapasitas diri tetap santun. Tak sedikit pun larut terjebak tersulut emosi dengan pertanyaan yang diajukan. Anies konsen menjawab, tanpa perlu memakai pihak lain jadi sasaran pembenaran dari apa yang ia lakukan. Anies tak sekalipun membawa nama orang lain, atau pihak lain dalam jawaban-jawabannya. Apalagi membawa nama lain untuk dieksekusinya. Tidak sama sekali. Anies seperti tidak butuh menjawab dengan perangkat melibatkan pihak lain sebagai pihak yang bersalah. Andy Noya melabeli semua yang ditanyakan, itu sebagai \"Dosa-dosa Anies\". Memang tampak berlebihan, dan tidak sepantasnya, itu jika konfirmasi telah mendapat jawaban memadai dari Anies akan duduk perkara sebenarnya. Mestinya pelabelan itu dihapusnya. Atau setidaknya di akhir episode itu, Andy Noya melepaskan label \"Dosa-dosa Anies\", itu karena Anies mampu menampik dengan membuktikan tuduhan yang disematkan itu tidak benar, atau bias yang dipelintir dengan sengaja. Tapi sampai episode itu berakhir, ia masih menyebut apa-apa yang ditanyakan, itu sebagai \"Dosa-dosa Anies\". Aneh memang. Tapi biarlah, bahkan bagus juga Andy Noya bersikap ketus demikian. Ada hikmah disebaliknya. Disadari atau tidak, ia sebenarnya memberi kesempatan pada Anies meng-eksplore apa yang jadi pertanyaan dan sakwasangka publik selama ini. Seolah panggung diberikan pada Anies untuk menjawab ketidakbenaran semua yang dipertanyakan. Anies mampu menjelaskan sedetailnya, meski ada batasan waktu yang diberikan. Dan, lalu secepat kilat Andy Noya menghunjam lagi dengan susulan pertanyaan yang terus menekan Anies, yang disebutnya sebagai \"Dosa-dosa Anies\". Tulisan ini tidak menuliskan ulang, dan mengulas materi apa yang ditanyakan Andy Noya, dan pula bagaimana Anies menjawabnya. Tidak perlu. Karena itu dengan mudah bisa ditonton pada video yang beredar luas, bahkan dibuat per-episode pertanyaan dan sekaligus jawaban Anies yang memukau. Tulisan ini lebih dimaksudkan memperlihatkan bagaimana Anies Baswedan tangguh menjawab tekanan-tekanan yang diberikan, dengan penguasaan diri dan emosi yang tetap terjaga. Seorang kawan sore tadi masih saja mengeluhkan keluhan ketidaksukaannya, yang lalu melempar pertanyaan, Apakah Andy Noya akan lakukan hal yang sama pertanyaan model sengit, misal pada Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto... dan lalu, cepat-cepat ia koreksi dengan tanya susulan, Apa mungkin dua nama yang disebutnya tadi, Ganjar dan Prabowo, berani hadir di acara itu. Ganjar Pranowo sebelumnya tampil di acara yang sama, \"Dosa-dosa Ganjar\". Soal apakah Andy Noya juga mencecar Ganjar sekeras mencecar Anies, silakan nilai sendiri. Dan, tinggal Prabowo Subianto yang dinanti tampil di acara yang sama. Kita lihat saja nanti.**
Orde Gombal
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih NAMA kabinet awal Jokowi sebagai presiden bernama kabinet kerja. Nama itu nyaris menghilang tanpa bekas, tanpa artefak yang menunjukkan kecakapan kerja yang monumental. Selain rentetan masalah yang yang tidak berkesudahan. Dalam pengumuman yang digelar di teras depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019) pagi, dengan cara duduk bersama Presiden, Wakil Presiden, dan seluruh menteri itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan nama kabinetnya adalah Kabinet Indonesia Maju. Dampaknya kerja maju mundur tanpa tilas yang membekas sebagai kemajuan bahkan arah negara semakin menanggung beban kerusakan yang sangat parah. Ketika semua ahli sejarah seperti bingung, nama apa yang tepat untuk kabinet Jokow di akhir masa jabatannya. Sebagian pengamat dalam kelakarnya memberi nama kabinet boneka, dramaturgi, jongos dan sederet nama lain yang sangat tidak sedap diucapkan dan tidak enak didengar. Tokoh nasional Dr. Rizal Ramli melalui akun Twitter-nya @RamliRizal belum lama ini mengintrodusir sebuah istilah yang cukup menggelitik berkaitan dengan orde. Ia menyebut rezim saat ini sebagai Orde Gombal. Kalau nama itu dicari pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan gombal sama dengan bohong, omong kosong - atau rayuan, ucapan yang tidak benar, tidak sesuai kenyataan, atau omong kosong - atau tidak berarti. Fakta yang membuntuti sebagai bukti dari definisi yang dimiliki KBBI, sepertinya sangat sulit di bantah sebagai sebuah realita. Kejadian yang paling fulgar bisa di amati dan dirasakan sangat dekat dengan ucapan \"Erving Goffman\" : Jokowi selalu menggunakan mekanisme panggung ini, ada panggung depan (front stage), ada panggung belakang (back stage). Panggung depan sering berbeda 180 derajat dengan panggung belakang. Ucapan dan kenyataan kadang jaraknya sangat dekat dan dipertontonkan dengan tanpa canggung dengan vulgar tanpa beban dan rasa berdosa. Wajar dengan nada kesal Bung Rizal Ramli melontarkan kritikannya bahwa “Penipuan ala Drama Esemka, ngasih harapan palsu bahwa ekonomi akan melesat. Itu semua koplak, dan ciri-ciri Orde Gombal,”. Istilah orde \"Pemimpin Boneka\" seringkali diasosiasikan untuk pemimpin yang ucapan, peran, dan sikapnya dikendalikan orang lain. Saat manggung, dikendalikan peran panggungnya oleh sutradara. Pemimpin boneka politik, selalu bermain watak, seperti pelawak bisa ketawa, sekalipun situasinya sedang gawat. Ini biasa terjadi. Inilah yang oleh Goffman disebut dengan dramaturgi. Terasa tipuannya menyentuh semua aspek relung kehidupan Ipoleksosbud hankam, semua terkena imbas pencitraan dan kebijakan yang aneh aneh di luar standar normal sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Tanpa menutup kemungkinan dan menjadi hak semua rakyat akan memberikan stempel sebagai \"Orde Satrio Piningit\", sekalipun terasa pahit, nyengit dan sulit untuk pembuktiannya. Apapun gelar orde dari tapak kekuasaan yang akan mengakhiri kekuasaan, apapun bisa muncul dan terjadi. Karena semua itu hak rakyat bebas memberikan status , gelar dan stempel nama orde yang akan menempel dan disandangnya. ***
Anies Ditanya Apakah Akan Meneruskan Proyek IKN, Jawaban Saya Tidak
Oleh Laksma TNI Purn. Ir Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik Pemilu tahun 2024 ini terasa lain dari pemilu sebelumnya. Presiden Jokowi bahkan menyatakan tidak akan netral dan akan cawe-cawe dalam pemilu walau sedikit dikoreksi bila ada riak-riak yang membahayakan negara. Seharusnya kita bisa membedakan mana yang menjadi kewajiban kita sebagai penyelenggara negara sesuai undang undang dengan cawe-cawe, apalagi sebagai aparat negara sampai bentindak tidak akan netral. Lainnya lagi adalah, pada pemilu 2024 adanya istilah antitesis Jokowi. Anies dianggap antitesis Jokowi sehingga disamakan dengan pompa bensin yang selalu dimulai dari nol. Sesungguhnya pernyataan bahwa pergantian pemimpin dimulai dari nol adalah pernyataan yang tidak ada faktanya di dunia ini. Siapapun dalam proses penggantian kepemimpinan tidak mungkin semuanya dikembalikan ke nol. Program yang baik tentu akan diteruskan dan dikembangkan oleh pemimpin yang baru. Ada anggapan bahwa Anies adalah antitesis Jokowi, sehingga sering ditanyakan apakah akan meneruskan atau tidak program proyek pembangunan pindah IKN (Ibu Kota Negara) dan lain sebagainya adalah pertanyaan yang sungguh mengherankan. Atas pertanyaan ini pantas Anies malah balik bertanya kenapa selalu atau berulang ditanyakan kepadanya? Berulangnya pertanyaan ini justru akan menimbulkan pertanyaan balik yang sifatnya mencurigakan, ada masalah apa dengan keberlanjutan pembangun IKN sehingga terus dipertanyaan? Bahwa pembangunan IKN sudah diputuskan dan sudah ada undang- undangnya, jadi seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi diteruskan atau tidaknya. Siapapun yang terpilih menjadi Presiden sebagai penyelenggara negara harus menjalankan amanat UU. Permasalahannya, pertanyaan diteruskan atau tidaknya pembangunan IKN oleh presiden yang baru, justru datangnya dari dari politisi dan datang dari pemerintah serta datang dari presiden. Ini jadi aneh, mengapa pemerintah menjadi tidak percaya diri mega proyek IKN akan diteruskan atau tidak oleh presiden baru nantinya. Kalau mulai dari pencetusan ide atau gagasan, berlanjut ke perencanan sampai kepelaksanaan sudah sesuai dengan undang undang dan peraturan yang berlaku seharusnya tidak galau akan nasib proyek IKN nantinya. Bunuh diri namanya presiden baru bila menghentikan proyek yang baik, sesuai undang undang yang berlaku, dan tersedia dalam jumlah yang cukup pula dalam pendanaanya. Timbulnya kegelisahan diteruskan atau tidaknya pembangunan IKN, adalah sinyal dari adanya permasalahan dan ketidakyakinan akan kebenaran atas keputusan yang telah diambil. Pengambilan keputusan pindah Ibu Kota Negara (IKN) harus mampu mengatasi masalah masalah yang diindentifikasi sebagai pertimbangan penyebab pindahnya Ibu Kota Negara. Bila kekhawatiran atau kegelisahan IKN akan diteruskan atau tidak, datangnya dari pemerintahan sekarang dan dari Presiden, maka dapat dikatakan politisi, pemerintah atau Presiden tidak yakin bahwa pemindahan IKN akan mampu menyelesaikan permasalahan yang telah diindentifikasi, padahal proyek pembangunanya telah diundang undangkan. Hal ini berarti ada masalah besar yang beresiko tinggi pada pengambilan keputusan pindah IKN. Beberapa masalah yang muncul ke permukaan tentang rasionalisasi permasalahan yang diindentifikasi sebagai alasan pindah IKN adalah Jakarta akan tenggelam akibat pemanasan global dan menurunnya permukaan tanah di Jakarta. Kalau hal itu alasanya maka jelas penyelesaianya tidak rasional. Kalau Jakarta akan tenggelam mengapa IKNnya saja yang pindah? Bagaimana dengan penduduknya dan aset-aset negara lainnya termasuk aset-aset bersejarah yang tidak ternilai harganya? Banyak hal yang sebenarnya perlu menjadi perhatian tentang penting atau tidaknya IKN pindah, termasuk di antaranya adalah sumber pembiayaanya. Proyek IKN di Penajam sudah ada undang-undangnya, sehingga seharusnyalah tidak perlu dipertanyakan lagi, namun bila dipertanyakan kepada calon presiden pada pemilu 2024, maka apakah ada masalah pada IKN sehingga harus diperlukan kekuatan politik agar IKN dapat terlaksana? Sesungguhnya sesuatu yang sudah baik, tidak perlu kekuatan politik apapun, semuanya pasti akan jalan dan menjalankannya. Namun dalam pandangan saya, proyek IKN tidak perlu diteruskan, apalagi bila pembiayaanya menjadi utang negara yang pembayarannya tentu akan membebani APBN sehingga membebani rakyat pula. Pindah ibu kota tidak rasional bila alasannya Jakarta akan tenggelam karena, bila itu terjadi rakyatnya dulu yang harus diselamatkan. Bila alasannya mengurangi beban di Pulau Jawa dan pemerataan pada pulau lainnya, solusinya adalah transmigrasi penduduk ke berbagai pulau di Indonesia. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh Presiden baru adalah audit proyek IKN dan Kereta Api Cepat China dan usut tuntas transaksi mencurigakan 349 Triliun. Transaksi mencurigakan itu besar sekali dan jangan hanya diviralkan saja. Buka kerjasama eksplotasi sumber daya alam berkerjasama dengan pihak asing, mengapa tenaga kerja asing asal China berbondong-bondong ke Indonesia di tengah kelangkaan lapangan pekerjaan bagi warga negara Indonesia. Masih banyak pekerjaan rumah atau PR yang harus lebih didahulukan ketimbang pindah IKN, salah satunya adalah kemandirian Indonesia dalam hal pangan yang hanya jadi janji-janji saja bagi rakyat Indonesia. Bila negara lain seperti Thailand dan Vietnam bisa mandiri dalam pangan bahkan mengekspornya, mengapa Indonesia tidak? Perlu keseriusan bukan hanya mengumbar janji, itulah Perubahan untuk Persatuan. (*)
PDIP Korban Survei Elektabilitas Abal-abal
Oleh Indra Adil - Eksponen PKM IPB 77/78 SAMPAI saat ini baik melalui survei elektabilitas Kompas, Twitter, Google ataupun yang sejenisnya, yang bisa dipastikan jauh lebih objektif katimbang lembaga-lembaga survei abal-abal yang ada, yang memang didirikan untuk mencari cuan, elektabilitas Ganjar selalu berada di bawah 10%. Sungguh menyesakkan! PDIP yang partai besar tetapi miskin kader berkualitas, ternyata terjebak oleh skenario taipan konglo yang mengusung calon bonekanya dengan cara menyewa lembaga-lembaga survei abal-abal untuk meninggikan eektabilitas bonekanya itu ke tingkat yang tak masuk akal sehat. Bagaimana bisa masuk akal sehat, bila track record bonekanya tersebut berada seperti di bawah ini: 1. Ganjar adalah capres kader partai yang pernah mendapat teguran keras dari partainya sendiri akibat pembangkangan terhadap perintah partai untuk tidak cawe-cawe mencalonkan diri menjadi capres sebelum ada pengumuman resmi capres dari PDIP. 2. Secara moral dan etika sebagai calon Presiden RI dengan kebanggaan tak tersembunyikan, memamerkan pengakuan hobi memonton film-film porno melalui media podcast ternama Dedy Corbuzier tanpa ada rasa risih sedikit pun. Sebuah pameran kebobrokan moral yang dipertontonkan kepada jutaan rakyat Indonesia oleh seorang calon Presiden Republik Indonesia. 3. Saat menjabat Gubernur Jawa Tengah membela investor tambang yang jelas-jelas merusak lingkungan hidup daerahnya sendiri dalam kasus Wadas yang fenomenal itu. Bahkan mengancam rakyatnya sendiri dengan menggunakan kekuatan aparat kepolisian. Bagaimana mungkin masyarakat Indonesia akan memilih capres yang mempunyai track record mengancam rakyatnya sendiri yang notabene wajib dilindunginya? 4. Setelah dipimpin Ganjar Pranowo, kemiskinan di Jawa Tengah justru naik ke peringkat lebih tinggi. Meskipun Kementerian Dalam Negeri mencoba meningkatkan kredibilitas Ganjar Pranowo dengan memberikan penghargaan sebagai Gubernur Terbaik Indonesia tahun 2022, masyarakat terbatas pun tidak ada yang merespons pemberian penghargaan tersebut, bahkan media nyaris tak memberitakannya sama sekali sehingga hampir tak terdengar gemanya. 5. Buruh-buruh di Jawa Tengah tidak berminat mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres RI karena tingkat upah minimum regional (UMR) Jawa Tengah termasuk UMR terendah di provinsi-provinsi di Indonesia, menunjukkan bahwa Ganjar lebih berpihak kepada pengusaha ketimbang kepada buruhnya yang notabene adalah eakyat yang wajib dibela kesejahteraannya. 6. Ganjar juga dikenal sebagai pegiat medsos mania, yang rajin berkomunikasi dengan masyarakat secara tulisan dan rasan, sehingga lupa berhubungan langsung dengan rakyatnya sendiri secara lisan dan perasaan. Sungguh menyedihkan. Oleh karena itulah Ganjar banyak tidak mengetahui kondisi rakyatnya sendiri baik kondisi kesejahteraan maupun kondisi jalan-jalan raya di wilayahnya. Tidak heran bila datang musim hujan, wilayah-wilayah di Jawa Tengah menjadi langganan kebanjiran, bahkan di ibukota provinsinya sendiri, Semarang. 7. Banyak orang dan bahkan mantan relawan pendukungnya di GP Mania, Emmanuel Ebenezer, memberi kesaksian bahwa Ganjar sombong dan arogan. Penampilan di medsos yang dikesan-kesankan ramah dan familiar jauh berbeda dengan penampilan sesungguhnya sehari-hari. Pemimpin itu wajib dekat dan akrab dengan rakyat tentunya. 8. Kasus lama yang tak reda-reda, Ganjar selalu dan selalu dikaitkan dengan kasus korupsi E-KTP yang melibatkan dana Trilyunan Rupiah saat ia menjadi anggota DPR dari PDIP. Ditegaskan di dalam persidangan bahwa Ganjar menerima dana suap sebesar $ 520 ribu US. Bagaimana mungkin rakyat akan memilih capres yang ditengarai menerima uang suap ratusan ribu Dollar? 9. Posisi Ganjar jelas lebih buruk ketimbang Jokowi saat digadang-gadang menjadi Capres. Bila Jokowi diklaim Megawati sebagai petugas partai, maka kini Ganjar Pranowo diklaim masyarakat luas sebagai petugasnya dari petugas partai. Dengan track record seperti di atas, sungguh tak masuk akal sehat bila melalui proses pemilihan Presiden yang wajar dan fair Ganjar Pranowo bisa terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia. Beberapa faktor di bawah ini menambah berat beban untuk meningkatkan elektabilitas Ganjar Pranowo: 1. Di dalam tubuh PDIP sendiri Ganjar mendapat resistensi yang kuat dari para pendukung Puan yang selama hampir sepuluh tahun ini bersemangat menyiapkan Puan untuk RI 1 dan secara tiba-tiba direnggut harapan mereka begitu saja dalam waktu yang sangat singkat. Secara psikologis mereka merasa sangat tidak siap untuk menghadapi perubahan tujuan yang harus mereka jalani. 2. Para Caleg PDIP yang telah mempersiapkan diri untuk kampanye pemilihan anggota legislatif, harus bekerja keras untuk diri mereka sendiri dan sebagian sangat besar tidak peduli pada Pilpres karena capres yang disodorkan partainya adalah rekan mereka sendiri yang mereka sudah sangat tahu \"track record\", karakter dan kualitas moral rekannya tersebut. Mereka tidak berminat menggolkan rekan tersebut untuk menjadi presiden, karena \"chemistry\" mereka selama ini adalah menggolkan Puan untuk menjadi presiden atau setidaknya menjadi Wakil Presiden RI. 3. Kondisi psikologis ini sama sekali tidak dipahami oleh Ketua Umum PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri yang menentukan sendiri calon presiden dari PDIP tanpa meminta masukan dari pembantu-pembantunya yang notabene akan membantunya dalam mensukseskan kerja besar Pemilu dan Pilpres mendatang. Kini Megawati harus menghadapi kenyataan pahit, perintahnya tidak didukung penuh oleh para pembantunya bahkan sampai ke daerah-daerah. Pembelahan di dalam tubuh PDIP tidak akan bisa dikendalikan oleh siapa pun saat ini karena perjuangan PDIP sudah keluar dari roh dan jiwa Soekarnoisme yang berlandaskan Marhaenisme. Wallahualam.