OPINI
Tanda Crash Landing Jokowi
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MENDARAT adalah momen penting dari perjalanan udara. Jika mulus tanpa gangguan dan benturan maka pilot mendaratkan pesawat dengan baik \"soft landing\". Pilot patut mendapat ucapan \"good landing, captain\". Sebaliknya jika pendaratan itu buruk maka guncangan pesawat dapat mengguncangkan hati para penumpang. Apalagi jika terjadi insiden saat pendaratan. Ini yang disebut \"hard landing\" atau \"crash landing\". Dalam ekonomi \"soft landing\" dikenal sebagai sebuah penurunan siklus yang menghindari resesi. Sementara \"hard landing\" adalah kondisi perekonomian dimana periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi kemudian diikuti penurunan, parah, bahkan mungkin resesi. Sedangkan \"crash landing\" atau pendaratan darurat ditandai pemimpin korup, korupsi tinggi lalu bailout dimulai, banyak uang palsu yang beredar, inflasi dan memperparah ekonomi yang sakit. Dalam politik, \"crash landing\" adalah akhir jabatan dengan guncangan bahkan guncangan hebat. Mengancam keselamatan dan biasa ada korban. Presiden yang akan mengakhiri masa Jabatannya bagaikan pilot yang sedang menyiapkan pendaratan. Bagus atau buruk. Kemungkinan terbesarnya adalah akan terjadi \"crash landing\". Akibat profesionalitas pilot yang diragukan. Tidak mahir belajar dari pengalaman. Adapun tanda-tanda \"crash landing\" antara lain: Pertama, buram melihat landasan. Landasan Konstitusi dilihat secara bias. Masa jabatan Presiden itu maksimal 2 kali 5 tahun, namun ada gejala keinginan menambah periode atau memperpanjang tahun. Upaya untuk mencari celah belum padam. Kedua, cawe-cawe dalam menentukan dan memperjuangkan capres kepanjangan tangan. Nekad bermain di lapangan rekayasa atau ketidakadilan. Hal ini akan menimbulkan kritikan bahkan perlawanan keras. Desakan kuat untuk mundur atau dimundurkan. Ketiga, tidak mampu mengontrol beban sehingga mendarat dengan menabrak pembatas. Beban hutang Luar Negeri, beban pelanggaran HAM, beban memperalat hukum, beban membuat stigma buruk pada umat Islam, beban tekanan global akibat dekat RRC serta beban kepribadian ganda yakni suka dusta atau janji yang tak ditepati. Keempat, petugas navigator telah meninggalkan Jokowi sendirian. Koalisi pendukung Pemerintah bubar akibat koalisi pencapresan. Megawati dan PDIP sudah tidak sejalan, KIB dan KKIR belum jelas akan bersama. KPP sudah pasti berhadapan. Jokowi panik dalam keterasingan. Kelima, menutupi korupsi dan kolusi. Di ujung periode kasus 349 Trilyun TPPU dan 8 Trilyun BTS disembunyikan. Bom waktu yang mudah meledak. Sementara nepotisme yang terang-terangan memicu benturan politik yang menyakitkan. KKN rezim Jokowi sangat luar biasa. Sulit rasanya sebagai pilot yang diduga bersertifikat palsu dengan kemahiran mengendalikan yang diragukan akan mampu mendaratkan pesawat dengan \"soft landing\". Kecelakaan pesawat itu dapat menimbulkan korban jiwa para penumpang. Atas kelalaian dan kebodohan sang pilot maka sanksi hukum menghadang di depan. Kegagalan pendaratan menyebabkan pilot harus \"grounded\" di penjara. Bukan di Surakarta. (*)
Rezim Bermain Api untuk Kepentingan Siapa?
Oleh Dr. Anton Permana - Aktivis KAMI dan Pemerhati Sosial Politik Pemerintahan YANG paling berbahaya dari sebuah negara itu adalah ketika negara itu kehilangan arah (orientasi) dan navigasi serta motivasi geopolitik geostrategi negaranya menatap masa depan. Karena negara yang besar (strong state) itu, terbentuk setelah tangga sebagai negara (walfare state) pemberi kesejahteraan bagi kehidupan rakyatnya tercapai. Dan untuk mencapai tahapan itu butuh sebuah strategi bernegara dan system kepemimpinan yang mampu menjawab semua tantangan, hambatan, ancaman, dan gangguan menjadi sebuah kekuatan dan peluang untuk kelangsungan kehidupan bernegaranya. Berbeda dengan tipe negara yang masih berada dalam fase berkembang dan terjajah. Yaitu negara yang setiap arah kebijakan bernegaranya, berada di bawah kontrol kekuasaan suatu kelompok kekuatan politik. Sehingga kehidupan sosial politik bernegaranya selalu berada dalam kegaduhan-kegaduhan yang diciptakan. Kondisi tipe bernegara seperti ini lazim terjadi saat ini. Karena negara yang besar dan maju, akan selalu “memakan” negara yang labil, lemah ketahanan sosial politiknya, namun mempunyai sumber kekayaan alam yang besar. Dan itu sudah hukum alam. Dengan hanya strategi infiltrasi, dan menajemen proxy, negara besar dan maju dengan mudah menciptakan para pemimpin boneka mereka di negara yang diinginkan. Apabila negara itu berbentuk absolut power berupa monarki ataupun otoriter sekalipun, selagi patuh dan ikut maka pemerintahan di negara itu akan dipertahankan. Begitu juga dengan negara yang sedang berkembang, maka pintu demokrasi akan menjadi pintu masuk infiltrasi kekuasaanya melalui mekanisme elektoral sekalipun yang sudah mereka atur dan tata kelola sedemikian rupa. Semua tergantung karakter pemerintahannya masing-masing. Selagi kepemimpinan pemerintahannya ikut dan bisa di atur, baik itu absolut dan demokrasi, maka pemerintahannya akan dipertahankan. Kalau tidak ikut dan susah diatur? Maka segala macam bentuk alibi akan mereka lakukan. Pemerintah yang absolut kalau bandel akan mereka jatuhkan atas nama demokrasi? Pemerintahan yang sudah demokratis tapi sulit diatur? Maka mereka ciptakan pemerintahan yang otoriter untuk mengendalikannya. Dan itulah bentuk standar ganda yang selalu dimainkan oleh kelompok negara maju tersebut hari ini. Ketika negara-negara di Timur Tengah yang berbentuk kerajaan (monarki absolut) itu patuh dan ikut mereka (barat), maka pemerintahannya akan dijaga dan dipertahankan seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, dan lainnya. Namun ketika pemerintahannya tidak patuh dan membangkang, maka akan dijatuhkan atas nama demokrasi seperti Saddam Hussein di Irak. Moammar Khadafi di Libya dan Tunisia. Begitu juga sebaliknya untuk negara demokrasi. Ketika pemerintahannya meskipun sudah demokratis tapi pemimpinnya sulit diatur maka akan dijatuhkan melalui kudeta, people power, seperti Mesir, Pakistan, termasuk Indonesia di “era reformasi” 1998. Khusus Indonesia, kejatuhan Soeharto atas nama demokrasi dan HAM adalah pengaruh kuat desain kekuatan global, yang takut dan marah kepada Indonesia yang saat itu tumbuh besar, tapi susah diatur. Maka lahirlah era reformasi sampai saat ini. Mulai dari masa transisi era Gus Dur, Megawati, SBY, dan Joko Widodo. Mari jujur kita cermati, apakah semangat reformasi yang menjanjikan sebuah tata kelola kehidupan bernegara kita menjadi lebih baik atau tidak? KKN, kebebasan berpendapat, dan pengelolaan sumber kekayaan alam kita hari ini apa lebih baik atau tidak? Harmonisasi kehidupan sosial, kesejahteraan, permasalahan ekonomi, keadilan hukum, dan kewibawaan pemerintahan kita lebih baik atau tidak? Silahkan jawab sendiri dengan jujur. Era Orde Baru kita cap dulu otoriter, tidak demokrasi, terlalu sentralistik, namun output-nya yang kita rasakan adalah adanya stabilisasi pemerintahan, rakyat hidup tenang, ekonomi kerakyatan tumbuh berjalan, pranata sosial masyarakat terbentuk dengan baik. Dan wibawa pemerintahan begitu kuat dan disegani rakyatnya. Begitu juga di era SBY yang kita anggap super liberal dan pro kapitalisme. Namun, kehidupan berdemokrasi kita tumbuh. Tak ada yang dipenjara hanya gara-gara berbeda pendapat. SBY yang notabone pemerintahannya juga Presidensial, tak juga semena-mena menggunakan tangan kekuasaannya untuk membungkam menghabisi musuh politiknya. Image seorang “demokrat” sejati sangat esensial dijaga oleh seorang SBY. Begitu juga dalam tata kelola pemerintahan, masih ada norma, etika dan penegakan hukum yang “fair” tidak diskriminatif antara pro dan kontra pada pemerintah. Pengelolaan sumber kekayaan alampun masih “moderat” dan berkonstribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Faktanya hutang negara pada IMF lunas di era SBY. Pertumbuhan ekonomi rata-rata masih di atas 6 persen. Utang negara pun masih sehat terkendali. Sangat jauh berbeda dengan rezim hari ini. Semua penuh dengan kepura-puraan. Pura-pura jadi negara demokrasi dan bebas, padahal ribuan orang dipenjara hanya karena perbedaan pendapat. Negara seolah jadi fasis. Siapa yang ikut aman, siapa yang bertentangan dianggap jadi musuh negara. Begitu juga dalam hal korupsi, KKN, penegakan hukum dan pengelolaan pemerintahan. Banyak pengamat yang menyatakan kerusakan rezim hari ini jauh lebih parah dari pada Orde Baru dan era SBY. Yang paling parah itu adalah dalam hal korupsi dan penegakan hukum. Boleh dikatakan hampir tidak ada satupun instansi pemerintahan yang bebas dari korupsi. Korupsi di negara kita sudah sangat sistemik. Melibatkan individual, lintas instansi dan pemimpinnya. Lebih parah lagi juga menimpa para penegak hukumnya. Begitu juga dalam hal keadilan hukum. Penguasa terlalu dalam dan semena-mena menggunakan tangan kekuasaannya untuk kepentingan politiknya, dimana hal ini dahulu masih sangat terbatas disalahgunakan karena masih ada batas norma, etika, kontrol sosial dari berbagai pihak. Tak pernah dalam sejarah bangsa ini, seorang presiden begitu berani menabrak batas-batas aturan, norma, etika, bahkan konstitusi secara semena-mena. Seolah tak ada rasa malu dan jiwa kenegarawanan layaknya seorang pemimpin negara. Belum satu dasawarsa memimpin sudah menjadikan anak menantunya kepala daerah, menjadikan adik ipar sebagai ketua MK. Dan begitu agresif melakukan campur tangan “cawe-cawe” politik menggunakan fasilitas kekuasaannya. Berbagai macam aturan yang selama ini menjadi alat “pengekangan kekuasaan” agar tidak terjadi “abuse of power” sudah dilabrak begitu saja. Subsidi BBM dicabut perlahan, sehingga bahan sembako mahal. Membangun infrastruktur dengan utang fantastis padahal juga mangkrak dan membebani APBN yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Hampir Rp1.000 trilyun hanya untuk bayar utang dan bunganya. Sedangkan semakin banyak masyarakat yang miskin tidak punya rumah, pupuk petani mahal, solar nelayan mahal, biaya sekolah tinggi sehingga banyak yang putus sekolah. Permodalan bagi pelaku UMKM sangat rumit dan sulit mendapatkannya. Lapangan kerja pun tak tumbuh karena industrialisasi dan UMKM semakin hilang dan mati. Kebijakan impor serampangan telah membunuh segalanya. Rezim hari ini terlalu berani bermain api. Terlau percaya diri karena merasa di atas angin dapat mengendalikan kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingannya. Sungguh tak dipedulikan lagi amanah konstitusi, norma dan etika bernegara hari ini. Politik kekuasaan sudah jadi Panglima. Penguasa malah beroposisi terhadap rakyatnya sendiri. Punya orientasi bernegara sendiri, jauh panggang dari pada api. Negara kita hari ini sudah kehilangan arah dan motivasi. Demokrasi pun dikebiri, demi keberlangsungan kekuasaan kelompok oligarki. Sungguh rezim hari ini, terlalu berani bermain api? Tapi sayangnya bukan untuk kepentingan amanat konstitusi, tetapi lebih cenderung untuk kepentingan kelompok oligarki. Ini yang akan berbahaya sekali karena telah mengganggu kenyamanan kehidupan civil society, yang konsekuensinya adalah; akan munculnya gelombang perlawanan, lambat atau cepat. Karena rezim hari ini seolah sengaja menciptakan kebuntuan-kebuntuan, dimana justru kebuntuan ini yang akan melahirkan sebuah ledakan besar perlawanan rakyat. Betul atau tidaknya hipotesa ini? Biar waktu yang menjawabnya. Karena kita semua pasti yakin, yang abadi itu adalah perubahan. Jangan melawan hukum alam. Karena secerah apapun matahari pasti juga akan tenggelam. Wallahu’alam.
Melawan atau Turun
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih Aristoteles: Demokrasi dan oligarki yang tidak terkendali mengarah ke tirani. Ketika kekuasaan menjadi tirani, cepat atau lambat rakyat dengan caranya sendiri sendiri pasti akan bangkit melawan: \"When justice fails, public opinion takes over. When the law is lost in the extremes of legalism, or bends under the weight of money, mobs begin to burn and murder.” (\"Ketika keadilan gagal, opini publik mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena uang, massa mulai akan membakar dan membunuh.\") Bisa terjadi makar, kudeta, peo+ple power atau Revolusi, masing memiliki ciri dan gerakan yang berbeda beda. \"Apabila rakyat tak berani mengeluh itu artinya sudah gawat dan apabila omongan penguasa tidak boleh dibantah dengan kebenaran itu artinya pasti terancam\" Berkaca dari deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat 4 Juli 1776 secara eksplisit menegaskan, rakyat Amerika Serikat berhak mengganti pemerintah yang melanggar konstitusi, untuk membela dan menegakkan kedaulatan rakyat. Pemerintah dibentuk untuk menjamin hak dasar manusia dan hak-hak konstitusi lainnya. Pemerintah wajib menjalankan tugas dan kekuasaan yang diberikan kepadanya secara adil bagi seluruh rakyat. Kebenaran ini abadi dengan otoritas nya sendiri, bahwa semua manusia diciptakan sama, bahwa mereka diberkahi oleh Sang Pencipta, dengan hak-haknya yang melekat tidak dapat dicabut, bahwa di antaranya adalah kehidupan, kebebasan, keadilan dan kebahagiaan. John Locke (1632-1704), pemerintah dibentuk oleh rakyat, dan harus senantiasa melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai konstitusi dan amanah yang ditugaskan oleh rakyatnya. \"Saat ini presiden bukan hanya terlalu banyak melanggar konstitusi bahkan mengubah Indonesia telah menjadi milik kaum elit, para borjuis - kapitalis oligarki, bebas mengatur dan mengendalikan negara dengan suka cita menjadi ambtenaar\". Kekuasaan yang melanggar konstitusi, termasuk penghianatan kepada negara, bertindak melawan kepentingan rakyat dan menyimpang dari tujuan negara sesuai pembukaan UUD 45, rakyat dapat dan bahkan wajib menurunkan dan menggantinya. Hal ini yang diartikan sebagai kedaulatan ada di tangan rakyat. \"Presiden akan melawan rakyat - turun dengan suka rela, atau terpaksa diturunkan oleh rakyatnya, baik dengan People Power Atau Revolusi, sebuah pilihan yang akan terjadi\" (*)
Pertemuan Puan dan AHY Siapa Peduli?
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) BEBERAPA waktu yang lalu, Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani (Puan) menyebutkan ada 10 nama yang masuk dalam radar bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Ganjar Pranowo. Dari 10 nama itu, salah satunya nama Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), turut masuk dalam radar PDIP. Hal tersebut disampaikan Puan dalam konferensi pers usai agenda kedua dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ketiga PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (6/6/2023). Kemudian PD merespons masuknya nama AHY dalam radar PDIP sebagai cawapres Ganjar Pranowo. Deputi Balitbang PD Syahrial Nasution menegaskan partainya masih setia mendukung Anies Rasyid Baswedan (ARB) di Pilpres 2024. Meski demikian, Syahrial mengapresiasi pernyataan Puan sebagai kejutan dan kabar baik. Sebab pernyataan Puan diyakini telah melewati penggodokan dan pertimbangan yang matang, sebelum disampaikan PDIP ke publik. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan Sekjen PD Teuku Riefky Harsya bertemu dan berbincang-bincang di sebuah rumah makan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (11/6/2023). Hasto mengaku dalam pertemuan tersebut dibahas berbagai hal. Salah satunya terkait sistem pemilu hingga rencana pertemuan antara Puan dengan AHY. Pertemuan pendahuluan kedua sekjen partai, sebagai perintis jalan bagi pertemuan putri dan putra mahkota, pemilik partai yang sama-sama pernah berkuasa, dan tinggal di Istana Negara. Atas inisiasi dan fasilitasi kedua sekjen partai, akhirnya Puan dan AHY bertemu sambil makan bubur ayam di Plataran Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Minggu (18/6/2023) , usai olahraga pagi. Puan memulai jalan paginya dari Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta. Sedangkan, AHY berjalan pagi dari Sudirman- Thamrin, Jakarta. Puan menggunakan pakaian hitam, sedangkan AHY menggunakan pakaian biru gelap. Dalam pertemuan tersebut, Puan mengatakan PDIP berencana membangun komunikasi yang lebih intens dengan para elite politik. Ada keinginan bersama untuk membangun bangsa dan negara. Puan berharap bahwa Pemilu 2024 adalah pemilu damai, pemilu yang gembira, pemilu yang bisa membuktikan bahwa pesta demokrasi itu adalah pestanya seluruh rakyat Indonesia. Puan juga mengaku bahwa AHY menginginkan hubungan PD dan PDIP lebih harmonis. Keduanya sepakat memulai hubungan \"kakak- adik\", dan akan bertemu kembali. Sementara AHY mengaku, pertemuan tersebut merupakan salah satu bentuk agenda politik untuk membahas isu kenegaraan dan dinamika politik bersama PDIP. Pertemuan tersebut bukan hanya sekadar gimmick politik, tetapi juga sesuatu yang penting dan substansial. AHY menyebut PD dan PDIP memiliki jejak riwayat yang sama dalam kancah perpolitikan Indonesia. Salah satunya, mereka sama-sama pernah menjadi ruling party atau partai penguasa dan juga sebagai partai oposisi. Meski diakui sebagai pertemuan politik plus makan bubur ayam, sesungguhnya tidak ada hal baru, maupun hal strategis yang dibahas Puan dan AHY. Komitmen untuk menjadikan Pemilu damai, menggembirakan sejatinya menjadi kewajiban dari semua peserta Pemilu. Namun pertemuan tersebut sedikit menarik karena dua hari sebelumnya, Jumat (16/6/2023) , PD kubu AHY baru saja meluncurkan aksi \"Demokrat Berdarah\" di Kantor DPP PD, Jakarta. Aksi pembubuhan cap jempol darah dan tanda tangan pada kain putih oleh pengurus, kader, dan simpatisan PD tersebut, sebagai deklarasi kesetiaan kepada AHY melawan upaya hukum PK Moeldoko di Mahkamah Agung. Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa pertemuan Puan dan AHY adalah pertemuan biasa, dengan arah dan tujuan yang tidak jelas. Pertemuan biasa menjadi luar biasa bagi kubu AHY di tengah polemik Partai Demokrat. Kubu AHY justru mendapatkan keuntungan besar di tengah kegalauan akibat PK Moeldoko di MA. Pertemuan tersebut menjadi bukti bahwa PDIP dan Jokowi benar- benar tidak ikut \"cawe- cawe\" dalam sengketa PD. Kedua, bahwa kepiawaian Puan terbukti dengan berhasil memancing AHY yang hingga saat ini tidak mendapat kepastian dari ARB. Ancaman evaluasi dukungan dari kubu AHY terhadap ARB jika bacawapres tidak ditetapkan hingga akhir Juni 2023 sebagai isyarat bahwa KPP saat ini terancam bubar. Maka jika akhirnya KPP bubar, itu bukan karena pengaruh pihak luar, namun bersumber dari rapuhnya ikatan \"piagam deklarasi\" KPP sendiri. Ketiga, bahwa pertemuan putri dan putra mahkota pemilik partai tersebut sama sekali tidak menyentuh materi kebutuhan dan kepentingan, rakyat, bangsa, dan negara. Puan dan AHY hanya sedang beromantika sebagai sesama putri dan putra dari orangtua yang keduanya pernah bekerjasama dalam istana. Jika kemudian ada kesepakatan kerjasama politik diantara kedua partai pun pasti hanya terkait kepentingan kekuasaan kedua keluarga besar mereka, bukan kepentingan rakyat. Keempat, bahwa klaim atas pentingnya pertemuan Puan dan AHY sehingga ditunggu oleh banyak pihak tidak terbukti. Publik tidak peduli dengan pertemuan tersebut karena tidak mendapat asupan informasi penting, dan bermanfaat. Pertemuan yang disertai oleh petinggi kedua partai tidak lebih dari reuni antara kakak dan adik kelas. Publik justru menilai bahwa pertemuan Puan dan AHY sebagai bukti bahwa semua Parpol lebih mengutamakan kepentingan pragmatis dan oportunis. Pengakuan AHY terkait adanya pertikaian politik PDIP dan PD selama dua dekade semakin memperkuat keyakinan publik bahwa pertemuan tersebut hanya untuk kepentingan politik keluarga besar Megawati dan SBY. Kelima, bahwa pertemuan lanjutan antara Puan dan AHY diharapkan akan membahas masalah penting seperti pemberantasan politik uang, dan politisasi identitas berbasis SARA, serta eksploitasi ikatan- ikatan primordial dalam Pemilu 2024. Puan harus membantu AHY agar terus bertahan dalam KPP, sehingga KPP tetap dapat mengajukan pasangan calon di Pilpres 2024. Kornas akan terus berjuang dan bergerak untuk kemajuan peradaban politik bangsa Indonesia. Peran dan partisipasi rakyat harus semakin ditingkatkan. Parpol sebagai lembaga milik publik harus terus diingatkan bahwa kekuasaan tertinggi dalam demokrasi ada di tangan rakyat. Maka kekuasaan eksklusif dan \"perasaan milik pribadi dan keluarga\" dalam Parpol harus dihentikan. (*)
Sepatu Anies Baswedan
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan - Sabang Merauke Circle Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Timur, ketika berkesempatan bicara di depan Anies Baswedan dan jajaran petinggi kaum buruh kemarin malam di Jakarta, memperkenalkan diri berasal dari pabrik yang memproduksi sepatu. Merek sepatu itu adalah Ecco, sepatu asal Denmark. Di Surabaya, pabrik sepatu ini dikerjakan puluhan ribu tenaga-tenaga buruh kita dalam naungan PT. Ecco Indonesia. Dialog Buruh dengan Anies Baswedan kemarin malam itu menjadi momen penting bagi arah nasib buruh ke depan. Hampir semua tokoh-tokoh buruh Indonesia hadir dalam acara itu. Penyelenggara dialog tersebut adalah serikat buruh SPN dan ASPEK, keduanya unsur KSPI, yang beberapa waktu lalu menyatakan dukungan terhadap Ganjar Pranowo. Bahkan, ketua KSPI dan sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, ketika menyampaikan dukungan itu, mencium tangan Ganjar Pranowo. Dengan acara dialog buruh dengan Anies tadi malam, terlihat Said Iqbal ditinggalkan oleh kaum buruh. Kaum buruh pasti tidak mendukung rezim pembuat Omnisbus Law Ciptaker, di mana Ganjar berada. Perjuangan kaum buruh saat ini justru bagaimana mencabut UU Omnisbus law. Selain itu buruh menuntut jaminan sosial sebagaimana kaum buruh di negara-negara \"welfare state\". Mereka percaya cuma Anies yang bisa merealisasikan itu. Tapi di sini kita, sebagaimana judul di atas, membahas sepatu Anies Baswedan. Kembali pada judul, ketika ketua SPN memperkenalkan diri sebagai pekerja sepatu Ecco, Anies Baswedan berdiri, memperlihatkan sepatu yang dia pakai. Mereknya Ecco. Anies bertanya, apakah yang dimaksudkan itu seperti sepatu yang dia kenakan? Sambil mencopot dan mengangkat tinggi sepatunya. Ketua SPN Jatim itu lalu mengiyakannya. Cerita ini saya peroleh dari Jumhur Hidayat, ketua umum KSPSI, serikat buruh terbesar di Indonesia. Meski dia diusulkan kaum buruh sebagai Cawapres Anies di forum itu (lihat : politik.rmol.id/read/2023/06/19/578411/disarankan-gandeng-jumhur-hidayat-begini-kata-anies-baswedan), Jumhur lebih tertarik bercerita sepatu Anies kepada penulis. Isu sepatu Anies tentu sangat menarik, karena kejadian ini spontanitas, bukan disetting, yakni rakyat tahu sepatu Anies buatan lokal bukan untuk pencitraan. Ketika seorang pemimpin bangsa menggunakan produk lokal, itu menunjukkan 3 hal sebagai berikut. Pertama, Anies mendukung industrialisasi di Indonesia. Kedua, Anies ikut menciptakan nilai tambah di dalam negeri bagi kepentingan pengusaha dan buruh. Ketiga, terjadi de-Alienasi dalam skala yang besar. Hal ini penting diketahui rakyat, karena keterpurukan industri, kebijakan pro impor dan buruknya nasib buruh merajalela selama rezim Jokowi berkuasa. Subtitusi Impor dan Industrialisasi Sepatu yang digunakan Anies adalah produk lokal, meskipun hak merek milik negara lain. Di masa lalu, era 70-80an, industrialisasi tahap awal di Indonesia, dan negara berkembang lainnya, secara umum berlangsung demikian, yakni memproduksi produk-produk impor. Kebijakan ini dikenal sebagai subtitusi Impor. Substitusi impor merupakan tahap awal dari semua negara yang bertransformasi dari negara berkembang maupun agraris menjadi negara industri. Dari sisi negara maju, relokasi industri merupakan kebijakan mencari upah murah dan bahan baku murah. Sebaliknya, dari sisi negara berkembang, subtitusi impor merupakan kesempatan luar biasa untuk men transfer-in teknologi, mengurangi impor dan mempekerjakan sumberdaya manusia secara massal. Industrialisasi akan berkembang maju jika substitusi impor merupakan komponen basis, sebagai step untuk melompat pada industri maju, berteknologi tinggi. Tahap ini tidak bisa tidak dilewati. Korea misalnya, sebelum mereka mampu menghasilkan produk-produk elektronik dan komputer yang menyaingi negara maju, seperti Jepang dan Eropa, juga masuk pada industri subtitusi impor. Sekarang, produk mereka, misalnya, Samsung, telah menyaingi Philips dan Sony. Kesalahan terbesar bangsa kita soal industrialisasi ini adalah kegagalan dalam menggeser mindset \"comparative advantage\" menjadi \"competitive advantage\". Kita masih bangga dengan \"menjual\" upah buruh murah, bersaing terhadap negara sesama Asean, seperti Myanmar, Vietnam dll. Bahkan, di dalam negeri sendiri persaingan upah murah dikembangkan untuk relokasi pabrik-pabrik dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, misalnya. Kegagalan ini adalah sebuah jebakan (trap), di mana transformasi \"skill labor\" dari satu industri ke industri lainnya tidak dikontrol. Akibatnya, substitusi import seharusnya sebagai sebuah kebijakan transisi, akhirnya menjadi berkepanjangan. Akhirnya, cita-cita Indonesia menuju negara maju, negara industri, gagal. Kontribusi sektor industri terhadap GDP terus memburuk, jauh di bawah keberhasilan orde Baru. Industri berteknologi tinggi tidak terjadi, bahkan industri menengah seperti otomotif gagal. Tugas besar Anies ke depan adalah melanjutkan rencana industrialisasi yang terjadi di era Suharto dan Habibie. Kecintaan pejabat dan keluarga terhadap produk asing alias Flexing yang menjadi budaya glamour mereka saat ini merupakan tantangan. Pemimpin yang pro kebangkitan industri nasional harus memastikan dirinya dan keluarga mencintai produk lokal, bahkan jika bisa ber merk lokal. Nilai tambah Industrialisasi ke depan harus memastikan adanya proporsi industri yang berbasis nilai tambah. Indonesia harus memikirkan langkah Korea Selatan, dan Polandia, misalnya, dalam melakukan industrialisasi. Buruh-buruh mereka terus berkembang sebagai \"skill-labour\", yang mampu menciptakan produk dengan nilai tambah tinggi. Hal itu membuat mereka memberikan kesempatan pada buruh-buruh migran dari berbagai negara dunia, seperti dari Indonesia, untuk berkerja di negara mereka, pada sektor padat karya. Sektor alas kaki, seperti sepatu, tetap penting berkembang di Indonesia. Namun, ke depan, isu nilai tambah harus dimasukkan dalam strategi industri di sektor ini. De-Alienasi Alienasi kaum buruh sudah saya bahas dalam tulisan saya terdahulu \"Anies, Jumhur Hidayat dan Pembebasan Alienasi Kaum Buruh\". Alienasi intinya bercerita tentang keterasingan kaum buruh dalam hubungan produksi. Buruh hanya menjadi alat produksi saja. Jika pemimpin seperti Anies menggunakan produk yang di produksi kaum buruh, tentu saja akan terjadi de-Alienasi, karena buruh mempunyai rasa kebanggaan bahwa produknya dipakai pemimpin mereka. Jikalau semua pemimpin bangsa ini serta keluarganya menggunakan produk lokal, maka kaum buruh akan semakin semangat atau baik dalam hal produktivitas. Apalagi jika semangat menggunakan produk lokal menjadi budaya nasional, maka industri kita akan kokoh karena market produknya tersedia besar. Kesejahteraan Buruh Isu kesejahteraan buruh disampaikan ketua Serikat Pekerja SPN kepada Anies. Konsepnya Sistem Jaminan Sosial Semesta Sepanjang Hayat. Namun, pada negara-negara maju, konsep jaminan sosial berkembang seiring dengan meningkatnya industrialisasi, meningkatkan kontribusi skill workers dalam pembangunan dan semakin besarnya \"return to labor\" dalam pembagian nilai tambah. Memastikan sistem sosial bekerja sempurna harus seiring dengan produktivitas kaum buruh. Anies harus memikirkan upah buruh secara aggregat berkembang dalam porsi yang lebih besar. Sehingga buruh mensejahterakan dirinya karena kekuatannya sendiri, secara utama. Peran negara hanyalah pelengkapnya. Penutup Pada acara dialog Anies dan tokoh-tokoh buruh kemarin malam di Jakarta, secara tak disengaja, Anies Baswedan telah membuktikan dirinya memakai produk sepatu lokal. Spirit ini, mencintai produk lokal, harus menjadi agenda besar bangsa kita, bahkan jikalau bisa menjadi budaya elit bangsa dan keluarganya, bukan pencitraan. Keterjebkan Indonesia pada budaya impor dan mayoritas mengekspor produk ekstraktif membuat industrialisasi tidak berkembang. Sektor industri terus buruk di bawah 20% pada GDP. Industrialisasi hanya bisa dilakukan jika kita mengubah mindset pembangunan dari comparative advantage, yang berbasis buruh murah dan sumberdaya alam murah, menjadi competitive advantage yang berbasis skill labor dan teknologi. Namun, semua ini hanya terjadi jika para pemimpin kita mencintai produk lokal. Kita berharap Anies Baswedan dan kaum buruh mampu bersinergi membangun semangat cinta produk lokal, dimulai dari sepatu lokal. (*)
Pagar Betis dan Kepung Al Zaytun
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan ANEH memang Panji Gumilang ini seperti tokoh sakti sampai negara tidak berdaya menghadapi pelanggaran hukum Pimpinan Al Zaytun itu. Sudah meresahkan masyarakat masih belum bisa ditindak. Hal yang sebenarnya mudah saja tinggal tangkap Panji Gumilang atau tutup dan bubarkan Al Zaytun. Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) pimpinan KH Athian Ali Da\'i MA pada tahun 2001 telah melakukan penelitian tentang kiprah Al Zaytun dan menghasilkan setumpuk dokumen kesesatan atau penyimpangan Al Zaytun dan Panji Gumilang. Begitu juga dengan MUI yang telah melakukan penelitian serupa. Sudah 20 tahun Panji Gumilang dan Al Zaytun beroperasi dan merajalela. Meracuni santri dan masyarakat dengan paham yang menyimpang. Berbasis pada konsepsi kenegaraan NII KW IX. Dibiarkan bahkan terkesan dipelihara. Ini adalah kebijakan yang sangat tidak sehat. Hendropriyono sebagai tokoh yang dulu merepresentasi pejabat pemerintah terus berkoar-koar membenarkan Panji Gumilang dan Al Zaytun. Tahun 2003 ia mengecam para pengeritik atau penghujat bahkan dengan kalimat yang tidak santun. Menyebut iblis segala. Padahal Al Zaytun lah yang dipimpin dan didukung oleh para iblis. Kini pemerintahan Jokowi diuji apakah masih akan melanjutkan kebijakan politik semasa Orde Baru yang menjadikan Al Zaytun sebagai mainan dan sarana adu domba dan pelemahan umat Islam atau terpaksa harus mengubah kebijakan dengan segera mengambil tindakan? Mungkin rezim Islamophobia Jokowi sedang bingung untuk memutuskan. Aksi unjuk rasa memprotes mulai muncul lalu MUI bersama Polda, Kodam dan Kejati berkumpul dan membentuk tim. Wagub Jabar siap mengkonsolidasikan Ormas Islam dan Pesantren untuk bergerak. Sementara Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI) Jawa Barat telah bersikap. Semestinya agenda sudah semakin terarah. Bila Kepolisian ragu untuk mengambil tindakan hukum kepada Panji Gumilang, maka tampaknya semua potensi yang ada harus mempersiapkan diri untuk bergerak melakukan strategi \"pagar betis\" mengepung Pondok Pesantren Al Zaytun lalu menangkap Panji Gumilang dan segera menyerahkan kepada aparat Kepolisian. Sudah waktunya untuk menghentikan kesesatan Panji Gumilang dan Al Zaytun. Bandung, 19 Juni 2023
Lupakan Pemilu 2024, Kembali ke UUD 1945 dan Pancasila
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila . Mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002 bukan amandemen, ternyata bukan hanya mengubah pasal-demi pasal, tetapi justru memporakporandakan bangunan ke Indonesiaan, menghacurkan jati diri bangsa yang telah dibangun tahap demi tahap, menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa semua itu hancur, sebab amandemen tidak hanya merontokkan lembaga MPR, tetapi sekaligus yang dirontokan aliran pemikiran tentang keIndonesiaan, menghilangkan sejarah, visi misi negara Indonesia diganti dengan visi misi Presiden, visi misi Gubernur, visi misi Bupati, Walikota. Akibatnya tujuan negara, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah dihilangkan. Menghilangkan arti orang Indonesia asli atau Bangsa Indonesia asli dan mengganti Pancasila dengan Ultra Liberal. Ketatanegaraan diganti dari sistem kolektivisme perwakian menjadi Presidenseil dengan basis individualisme Liberalisme banyak-banyakan suara ,dari demokrasi konsensus yang basisnya permusyawaratan perwakilan menjadi demokrasi mayoritas banyak-banyakan suara ,pertarungan kalah menang, kuat kuatan, kaya- kayaan. Akibatnya butuh pemilu dengan dana yang besar, maka lahirlah rentenir untuk membiyayahi calon Presiden, Gubernur, Walikota Bupati ,Anggota Dewan ,DPR,DPD,MPR ,butuh renternir sebagai Investor ,kemudian setelah mereka jadi maka sudah jelas tidak ada makan siang yang Gratis lahirlah oligarkhy ,semakin hari semakin tersandra jangan heran kalau 0,2% para bandar itu menguasai 70%lahan di republik ini ,juga jangan heran kalau segala aturan dan UU untuk kepentingan mereka sangat mudah sebab para rentenir pilpres ,Pilkada menagih janji pada mereka yang menang . Digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 telah mengganti sistem ketatanegaraan dan merobohkan bangunan negara yang didirikan Soekarno Hatta dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Mari kita bedah ketatanegaraan Negara apa saja yang telah diganti: 1. UUD 1945 diganti dengan UUD 2002. 2. Visi Misi Negara diganti dengan visi misi Presiden ,Visi Misi Gubernur ,Visi Misi Bupati dan Walikota . Akibat nya Tujuan Negara Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah sirna . 3.Kedaulatan Rakyat telah di rampok oleh Partai Politik dan diganti menjadi kedaulatan rakyat dijalankan oleh UUD . 4.MPR digradasi menjadi lembaga tinggi se level DPR dan Presiden . 5.Demokrasi bukan lagi demokrasi konsensus Permusyawaratan perwakilan diganti dengan demokrasi mayoritas , banyak banyakan suara ,pertarungan ,kalah menang ,kuat kuatan .kaya kaya an .siapa yang paling kaya dia bisa beli demokrasi. 6.Dihilangkan nya GBHN ,padahal GBHN itu penjabaran dari visi misi negara yang terurai dalam bentuk program pembangunan yang ditetapkan oleh MPR untuk dimandatkan pada Presiden . GBHN inilah yang menjadi pedoman ,arah ,tujuan ,bagi seluruh lembaga negara dan rakyat seluruh Indonesia agar mengerti arah dan tujuan bernegara. 7.Diganti nya sistem ketatanegaraan dengan Individualisme ,Liberalisme ,Kapitalisme ,itu arti nya Menganti ideologi negara Berdasarkan Pancasila .Sebab yang di maksud dengan Pancasila sebagai ideologi bernegara itu ya UUD 1945 . Bukan nya ideologi itu artinya kumpulan dan gagasan tentang negara berdasarkan Pancasila ,oleh the Founding Fathers gagasan dan ide tentang negara berdasarkan Pancasila diuraikan pada batang tubuh UUD 1945 .negara yang didirikan 18 Agustus 1945 . Arti nya amandemen UUD 1945 itu yang diamandemen adalah ideologi negara berdasarkan Pancasila . 8.Bangsa Indonesia dihilangkan ,Presiden ialah orang Indonesia asli atau Pribumi diganti dengan warga negara .Indonesia ini negara yang didirikan oleh pribumi bukan oleh warga negara Ini ndonesia ,mengapa sebab Warga negara Indonesia lahir setelah UUD 1945 disyahkan. Negara Indonesia itu yang mendirikan adalah kaum Pribumi oleh sebab itu kaum pribumi mengadakan kongres pemuda 28 Oktober 1928 untuk melahirkan bangsa Indonesia . 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada \"tanah air Indonesia\", \"bangsa Indonesia\", dan \"bahasa Indonesia\". Karena yang akan membuat negara ini bangsa Indonesia maka Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 itu yang dimerdekakan adalah: 1.Tanah Air Indonesia 2.Bangsa Indonesia 3.Bahasa Indonesia . Jadi bukan negara Indonesia . 18 Agustus 1945 baru membentuk negara .baru ada warga negara ,diganti nya Presiden iyalah orang Indonesia Asli menjadi warga negara ini sebuah pengkhianatan terhadap UUD 1945 terhada pendiri negeri ini . 9.Aliran pemikiran ke Indonesiaan di hilangkan Indonesia adalah satu satu nya negara didunia ini adalah sesuatu yang unik . Bangsa nya dulu dilahirkan dengan tujuan mengangkat harkat dan martabat orang Indonesia asli . Kemudian bangsa nya dimerdekakan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 baru negara nya di bentuk .Negara indonesia bukan negara Demokrasi tetapi Indonesia adalah negara kebangsaan . Keputusan didalam ketatanegaraan Indonesia bukan Suara terbanyak tetapi melalui Permusyawaratan perwakilan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan . Bukan keputusan yang dibuat dengan suara terbanyak bukan negara demokrasi tetapi negara kebangsaan . Dengan diganti nya UUD 1945 dengan UUD 2002. Apakah kita sebagai bangsa masih berdaulat? Apakah kita sebagai rakyat masih berdaulat atas negara bangsa ini? Sejak di ganti nya UUD 1945 yang kemudian pasal 1 ayat 2. Bunyi Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Diamandemen menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”. Pasal 1 ayat 2 hasil amandemen ini tidak jelas dan kabur pasal berapa didalam UUD1945 yang menjalankan kedaulatan rakyat sangat tidak jelas. Pemilu dengan demokrasi liberal yang dijalankan saat itu dengan biaya 110 triliun.yang rencana nya dilaksanakan tahun 2024 Dan mampu membela persatuan bangsa ini. pemilu tahun 2019 memakan korban petugas KPPS 800 lebih meninggal dunia yang tidak jelas penyebabnya.apakah tahun2024 akan terulang lagi? Apakah demokrasi seperti ini yang dikehendaki oleh bangsa ini? Sesungguh nya “demokrasi itu untuk rakyat atau rakyat untuk demokrasi?”. Ini sebuah renungan yang harus kita semua sebagai anak bangsa merenungkan nya . Perjalanan berbangsa dan bernegara tentu melewati sejarah panjang, yang penuh dengan perjuangan dengan tetesan keringat sampai tetesan air mata dan darah. Bukan hanya harta, nyawapun dikorbankan untuk tegaknya kemerdekaan negeri ini dari penjajahan. Kiranya kita perlu menengok sejarah bangsa ini sebagai kaca benggala. Agar kita tidak masuk jurang untuk kedua kalinya. Cuplikan pidato Bung Karno “Menemukan kembali revolusi kita”. Pidato ini sangat relevan dalam keadaan bangsa saat ini dimana kaum bandit telah menjual negara ini. Akibat hutang pada China dengan ekonomi liberalisme yang kompromis dengan Nekolim China. “………Di mana djiwa Revolusi itu sekarang? Djiwa Revolusi sudah mendjadi hampir padam, sudah mendjadi dingin ta’ada apinja. Di mana Dasar Revolusi itu sekarang? Tudjuan Revolusi, – jaitu masyarakat jang adil dan makmur -, kini oleh orang-orang jang bukan putra-revolusi diganti dengan politik liberal – dan ekonomi liberal. Diganti dengan politik liberal, dimana suara rakjat banyak dieksploitir, ditjatut, dikorup oleh berbagai golongan. Diganti dengan ekonomi liberal, dimana berbagai golongan menggaruk kekajaan hantam-kromo, dengan mengorbankan kepentingan rakjat. Segala penjakit dan dualisme itu tampak menondjol terang djelas dalam periode invesment itu! Terutama sekali penjakit dan dualisme empat rupa jang sudah saja sinjalir beberapa kali: dualisme antara pemerintah dan pimpian Revolusi; dualisme dalam outlook kemasjarakatan: masjarakat adil dan makmurkah, atau masjarakat kapitaliskah? dualisme “Revolusi sudah selesaikah” atau “Revolusi belum selesaikah”? dualisme dalam demokrasi, – demokrasi untuk rakjatkah, atau Rakjat untuk demokrasikah? Dan sebagai saja katakan, segala kegagalan-kegagalan, segala keseratan-keseratan, segala kematjetan-kematjetan dalam usaha-usaha kita jang kita alami dalam periode survival dan invesment itu, tidak semata-mata oleh kekuarangan-kekurangan atau ketololan-ketololan jang inhaerent melekat kepada bangsa Indonesia sendiri, tidak disebabkan oleh karena bangsa Indonesia memang bangsa jang tolol, atau bangsa jang bodoh, atau bangsa jang tidak mampu apa-apa, – tidak! – , segala kegagalan, keseratan, kematjetan itu pada pokonja adalah disebabkan oleh karena kita, sengadja atau tidak sengadja, sadar atau tidak sadar, telah menjelewéng dari Djiwa, dari Dasar, dan dari Tudjuan Revolusi! Kita telah mendjalankan kompromis, dan kompromis itu telah menggerogoti kitapunja Djiwa sendiri! Insjafilah hal ini, sebab, itulah langkah pertama untuk menjehatkan perdjoangan kita ini. Dan kalau kita sudah insjaf, marilah kita, sebagai sudah saja andjurkan, memikirkan mentjari djalan-keluar, memikirkan mentjari way-out, – think and re-think, make and re-make, , shape and re-shape. Buanglah apa jang salah, bentuklah apa jang harus dibentuk! Beranilah membongkar segala alat-alat jang tá tepat, – alat-alat maretiil dan alat-alat mental -. beranilah membangun alat-alat jang baru untuk meneruskan perdjoangan diatas rel Revolusi. Beranilah mengadakan “retooling for the future”. Pendek kata, beranilah meninggalkan alam perdjoangan setjara sekarang, dan beranilah kembali samasekali kepada Djiwa Revolusi 1945….” Maka dari itu kita harus berani meluruskan jalannya negara bangsa ini yang telah melenceng dari Pembukaan UUD 1945, melenceng dari Pancasila dan melenceng dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Titik pijak untuk.meluruskan negara bangsa ini dimulai dengan mengarahkan perjuangan pada jalan yang lurus kembali ke UUD 1945 dan Pancasila Jika kita ikhlas memperjuangkan demi bangsa dan negara ini maka Allah akan menurunkan rahmat dan berkatnya, meluruskan kembali tujuan berbangsa dan bernegara “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”....Merdeka !!
Ironi Partai Politik Jelang 2024, Berlomba Merayu Tokoh dan Bandar
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) KETUA Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy (Romi) optimistis dengan bergabungnya Sandiaga Uno. Sandi dinilai mampu mendongkrak elektabilitas PPP pada Pemilu 2024. Romi berharap, dengan bergabungnya Sandi dapat menyumbang tambahan suara PPP sekitar 3-4 persen. Romi menjelaskan survei terakhir elektabilitas PPP berada di angka 4,1 persen untuk ambang batas parlemen. Maka dengan Sandi, elektabilitas PPP diharapkan lebih dari 8 persen. Meski baru bergabung ke PPP, melalui Rapimnas VI PPP, yang berlangsung di Jakarta, pada Sabtu (17/6/2023), selain ditetapkan sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres), Sandi langsung diberi tugas strategis sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasional. Tugas pokok Sandi adalah pemenangan PPP dalam Pemilu Legislatif (Pileg), Pemilu Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. Sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sekaligus Wakil Menteri ATR/ BPN, Raja Juli Antoni \"melapor\" ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Kaesang Pangarep. Putra bungsu Jokowi tersebut mulai \"dijual\" PSI untuk menjadi Depok pertama (satu). PSI telah memasang berbagai bahan kampanye di jalan- jalan protokol kota Depok. Tulisan \"PSI Menang Kaesang Walikota\" melengkapi wajah Kaesang yang tersenyum di sepanjang jalan. Ade Armando salah satu pentolan baru PSI juga terlibat dalam kegiatan deklarasi relawan Kaesang \"Sang Menang\". Sebelum \"ribut\" dengan PDIP, PSI sempat menyatakan bahwa Ganjar Pranowo (Ganjar) adalah Capres PSI. Bahkan PSI berani memasangkan Ganjar dengan Yenny Wahid sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun setelah hak kesulungannya terusik, kemudian PDIP menyebut ada partai pembajak kader partai lain, akhirnya PSI pun berhenti menyebut nama Ganjar. Terakhir kembali memanas saat PSI menyebut langkahnya diikuti partai lain, pasca PDIP mengajukan Ganjar sebagai capres. Saat ini, PSI memilih menunggu arahan dan petunjuk Presiden Jokowi terkait capres, persis sama dengan sikap relawan Jokowi versi musra. Partai Hanura secara resmi menyatakan dukungan \"tanpa syarat\" kepada Ganjar Pranowo untuk menjadi calon presiden di Pemilu 2024. Ketua Umum Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) mengatakan, Partai Hanura sejalan dengan PDIP terkait dukungan untuk Ganjar. OSO menjelaskan bahwa dukungan Partai Hanura kepada Ganjar Pranowo bukan didasarkan pada keinginan elite DPP Hanura. Dukungan tersebut adalah aspirasi dari para pengurus dan kader Partai Hanura di seluruh daerah Indonesia. Kehadiran Jokowi saat pengumuman Ganjar sebagai Capres oleh PDIP sebaga bukti dukungan Jokowi kepada Ganjar. Maka dukungan tersebut menjadi faktor terpenting dalam keputusan Partai Hanura. Sebab, Partai Hanura menilai Presiden Jokowi telah berhasil melakukan pembangunan di berbagai sektor, dan keberhasilan itu harus diteruskan oleh pemimpin selanjutnya. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Kang Emil) telah resmi menjadi kader Partai Golkar, Rabu (18/1/2023). Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto langsung memberikan jabatan wakil ketua umum sekaligus co-chair Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Golkar. Kang Emil diberi tugas khusus menggalang pemilih untuk memenangkan pemilu dan memperkuat posisi Golkar di Jawa Barat. Sementara itu, Kang Emil mengatakan pengikutnya di media sosial menjadi modal penting. Kang Emil yakin banyak pengikutnya yang kemudian tertarik dengan program kerja Partai Golkar. Dengan memiliki \"Followers 30 juta\" di akun media sosial diyakini menjadi modal yang kuat. Sebelumnya, saat Setya Novanto menjadi Ketum Partai Golkar, ada kebijakan DPP Partai Golkar untuk memasang foto Presiden Jokowi di spanduk, baliho, maupun backdrop kegiatan. Bahkan di semua kantor partai wajib dipasang dan dipajang gambar Presiden Jokowi. Sementara gambar wajah orang paling berjasa membesarkan Golkar yakni, Presiden RI ke-2, HM. Soeharto, tidak pernah diwajibkan dipasang oleh DPP Partai Golkar. Pragmatisme Partai Politik Sejak Pilkada dan Pilpres diselenggarakan secara langsung, Parpol terus berlomba mencari sosok calon yang dianggap mampu memberi keuntungan dan dampak elektoral terhadap Parpol. Sosok yang dicari tidak harus se \"idiologi\". Bahkan tokoh yang pernah menjadi \"seteru politik\" sebelumnya, dapat dijadikan \"sekutu politik\" kemudian. Partai Nasdem sebagai \"die hard\" Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada 2017 melawan Anies Rasyid Baswedan (ARB), kini menjadi Parpol pertama dan utama pendukung ARB di Pilpres 2024. Partai Amanat Nasional (PAN) dalam dua kali Pilpres selalu di kubu lawan Jokowi, yakni Prabowo Subianto. Namun setelah Pilpres usai, PAN langsung merapat dan dapat ganjaran \"menteri\" oleh Jokowi. Demikian juga dengan Partai Golkar dan PPP di Pilpres 2014 mendukung Prabowo, langsung mengubah dukungannya pasca kekalahan Prabowo, juga diganjar menteri oleh Jokowi. Semua Parpol tanpa terkecuali berlomba mencalonkan artis, bahkan Aldi Taher diajukan sebagai bacaleg oleh dua partai. Ironisnya, justru ada pengurus partai yang tidak percaya diri bertarung sebagai caleg. Bahkan maju sebagai calon perseorangan menjadi calon Anggota DPD RI. Persyaratan mundur sebagai pengurus Parpol sebagai syarat utama, hanya dijadikan syarat administrasi. Faktanya, pengurus Parpol tersebut hingga saat ini masih aktif dalam kegiatan Parpol. Mereka beralasan bahwa syarat mundur sudah dibuat, soal pengunduran diri diterima, itu urusan Parpol. Peta Politik Masih Akan Berubah Meski sebagian Parpol mengumumkan bakal calon presiden (bacapres), baik Prabowo Subianto, Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, Airlangga Hartarto, semua masih akan berubah. Sekalipun Parpol \"kegenitan\" membuat \"piagam perjanjian\", menanda tangani \"nota kesepahaman atau kesepakatan\". Namun demikian, hingga pasangan capres dan cawapres didaftarkan ke KPU RI, semuanya masih abu- abu. Pembelahan politik pasca reformasi selalu berada pada dua kutub, ikut penguasa atau antitesa. Demikian juga saat ini, saat mayoritas Parpol \"jinak\" kepada Jokowi, maka di kubu pemerintahan, semua mengambil posisi aman, menunggu perintah dan arahan Jokowi. Bahkan, meskipun Jokowi sejak semula telah memberi isyarat akan mendukung (harus mendukung) Ganjar, semua bacapres dan Parpol masih berharap \"belas kasihan\" Jokowi. Sementara \"kubu antitesa\" masih gaduh karena tim delapan tidak kunjung mengumumkan bacawapres ARB. Pemilu 2024 Rakyat Tidak Peduli Meski akhirnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) menolak permohonan perubahan sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup, namun antusiasme masyarakat sama sekali tidak terlihat. MKRI yang sempat diancam delapan Fraksi DPR RI, justru kini diapresiasi sebagai lembaga negara yang terpuji. Denny Indrayana sebagai pencetus rumor, Parpol pendukung sistem proporsional terbuka mengapresiasi MKRI. Meski sistem Pemilu terbuka diklaim sebagai sistem yang paling demokratis, partisipatif, namun rakyat sama sekali tidak memberi perhatian kala terjadi kehebohan para elit politik. Pemilu (Pileg dan Pilpres) 2024 direncanakan akan digelar pada Rabu (14/2/2024), sementara Pilkada direncanakan diselenggarakan pada Rabu (27/11/2024). Namun antusiasme rakyat sama sekali tidak meningkat. Jika ada kegiatan bacapres di berbagai kota dan daerah, semua masih terlihat diorganisir oleh Parpol dan relawan pendukung. Antusiasme rakyat tidak lagi terasa, partisipasi publik semakin jauh. Rakyat sudah jenuh dengan seremoni deklarasi, semakin muak dengan sosialisasi tanpa isi. Jika peserta Pemilu yakni, Parpol, perseorangan, pasangan calon tidak segera mengubah strategi perkenalan diri, maka sangat mungkin pesta demokrasi Pemilu 2024 akan sepi. Rakyat tidak tertarik menghadiri pesta, karena \"makanan\" yang disajikan tidak menarik, tidak enak, bahkan terasa hambar. Peserta Pemilu yang tidak mampu menyajikan ide, gagasan, dan program politik yang \"baru\", akan ditinggal rakyat. Rakyat akhirnya marah dengan tidak bersedia menggunakan hak pilihnya. Pemilu Silaturahmi Politik Nasional Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Kornas mendorong terus partisipasi rakyat serta memaksa Parpol untuk mengubah perilaku dan kebiasaannya. Untuk itu Kornas menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa Parpol gagal menghasilkan calon- calon pemimpin. Akibatnya Parpol sangat ketergantungan pada popularitas para kandidat. Selain kekuatan calon, Parpol juga menghitung potensi dukungan dana (logistik) dari calon untuk digunakan menggerakkan mesin politik Parpol. Selain ketokohan, alasan kuat dukungan Parpol kepada Sandiaga Uno, Erick Thohir adalah kekuatan logistiknya. Kedua, bahwa Parpol sebagai lembaga milik publik sebagai penerima dana rakyat melalui APBN dan APBD harus transparan dalam tata kelola partai dan keuangan partai. Sebagai lembaga milik publik, maka Parpol tidak dapat dikelola sebagai \"perusahaan pribadi, keluarga, kelompok, atau golongan\". Segala bentuk tindakan elit Parpol yang bertentangan dengan prinsip negara hukum harus dihentikan. Ketiga, bahwa harus ada upaya dan tindakan konkrit dari pemerintah untuk memastikan Pemilu 2024 lebih baik. Liberalisasi demokrasi akibat lemahnya Parpol membuat Pemilu bukan sebagai pertarungan ide, gagasan, dan program politik. Para calon menjual isi tas, bukan kapasitas dan kualitas. Maka Kornas meminta Presiden mengeluarkan Perppu Pemberantasan Politik Uang dalam Pemilu. Keempat, bahwa kontestasi harus meningkatkan rasa persaudaraan dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa. Maka dibutuhkan komitmen dari penyelenggara, pengawas, peserta Pemilu dan pemerintah untuk Pemilu yang berkualitas. Semua pihak harus menghindari penggunanan politik identitas dan pemanfaatan ikatan - ikatan primordial serta eksploitasi SARA. Untuk itu Kornas meminta Presiden menerbitkan Perpu Pelarangan Penggunaan Politik Identitas, Pemanfaatan Ikatan- Ikatan Primordial, dan Eksploitasi SARA dalam Pemilu. Kelima, bahwa peserta Pemilu wajib membuat laporan penerimaan dan pengeluaran seluruh biaya keikutsertaan dalam Pemilu sejak mulai tahapan pendaftaran hingga pengumuman. Laporan perlu dibuat secara periodik, dan bertahap. Wajib dilaporkan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik setiap saat. Kornas akan mendorong agar Pemilu sebagai pesta demokrasi yang dilaksanakan tiap lima tahun sekali. Harus dijadikan sebagai momentum konsolidasi demokrasi, silaturahmi politik, dan gotong royong nasional. Sehingga seluruh tahapan proses Pemilu sejatinya mendatangkan kegembiraan. Kornas akan menggunakan seluruh kekuatan dan kemampuannya untuk memastikan rakyat akan dapat menyalurkan aspirasi politiknya secara langsung umum bebas, dan rahasia, jujur, dan adil. (*)
Penguasa Gila
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih SEPANJANG sejarah, banyak pemimpin dunia yang berpengaruh. Mereka menciptakan perubahan yang membuatnya dikenang sepanjang masa. Namun, ada juga para pemimpin yang dikenang karena kegilaannya. Ini bukanlah hal baru. \"Sejak lama, orang-orang harus menghadapi penguasa yang seakan telah kehilangan akal dan bertindak di luar nalar.\" Terlacak dalam sejarah penguasa yang gila: \"Kaisar Qin Shi Huang si pencari keabadian\". Begitu memperoleh kekuasaan, Huang terobsesi untuk mempertahankannya selama mungkin, sebagai kaisar. \"Gagasan bahwa kematian adalah satu-satunya hal yang dapat memisahkannya dari kekuasaan menyebabkan dia kehilangan akal,\" Sang kaisar pun menjadi terobsesi untuk mendapatkan keabadian. \"Charles VI dari Prancis yang percaya jika dirinya terbuat dari kaca\" Charles VI dari Prancis dikenang karena dua hal. Itu adalah kekalahan telaknya di Agincourt melawan Inggris dan fakta bahwa ia benar-benar gila. Ia mengalami banyak serangan psikosis yang terdokumentasi dengan baik. Sampai terjadi ia mengenali para pelayan dan pejabatnya, tetapi tidak dapat mengingat istri atau anak-anaknya. Sekitar waktu yang sama, dia menolak mandi atau mengenakan pakaian bersih selama lima bulan. \"Kaisar Romawi Caligula yang Sadis\". Kaisar Caligula dari Romawi pasti termasuk dalam daftar penguasa gila mana pun. Caligula adalah seorang pemimpin yang kesadisan dan kebejatannya seakan tidak mengenal batas. Ketika seseorang menghinanya, Caligula menanggapi dengan mengeksekusi keluarga pria itu di depan orang banyak. \"Kaisar Romawi Nero, si pembunuh ibu\". Nero adalah salah satu kaisar Romawi yang dicap gila. Di awal pemerintahannya, semua tampak normal. Seiring dengan berjalannya waktu, ia semakin jatuh ke dalam paranoia yang membuatnya sedikit gila. Nero juga memiliki kebiasaan membunuh orang-orang yang dekat dengannya. Semuanya dimulai dengan ibunya. Alasannya membunuh ibunya tidak jelas, tetapi tampaknya setelah kematiannya Nero mulai menderita paranoia. Nero telah kehilangan akal dan bertindak di luar nalar. \"Kegilaan Ivan yang Mengerikan\" Pada awalnya, menjadi penguasa tampak menyembuhkannya dari kegilaannya. Sang tsar membuat pengakuan publik dan meminta maaf atas berbagai tindakan kejamnya. Namun kewarasannya tidak berlangsung lama. Ivan mulai membantai rakyatnya sendiri, terutama siapa saja yang berani menantang kecenderungan otokratisnya. Kegilaang Ivan berada di puncaknya dengan pembunuhan putra sulungnya, pewaris, dan kesayangannya, Ivan Ivanovich. \"Tsar Peter III dan tentara mainannya\" Beberapa penguasa kehilangan akal sehatnya dari waktu ke waktu. Beberapa bahkan tidak pernah memilikinya sejak awal. Seperti, Tsar Peter III dari Rusia yang menderita semacam sindrom Peter Pan. \"Niyazov dari Turkmenistan\" Seperti penguasa gila dari masa lalu, Saparmurat Niyazov memiliki ego yang tidak dapat dikendalikan. Niyazov melangkah lebih jauh dengan mengubah buku yang ditulisnya menjadi setara dengan kitab suci. Egonya sedemikian rupa sehingga dia melihat dirinya sebagai dewa. Mereka yang membaca bukunya tiga kali \"dijamin masuk surga\". Itulah daftar pemimpin gila dari berbagai tempat. Beberapa di antaranya tragis, beberapa dari mereka melakukan tindakan keji, dan bahkan ada yang tampak lucu. Sayangnya, rakyat harus mengikuti semua kegilaan para pemimpin itu. Setiap orang dalam daftar ini adalah pemimpin otokrat yang memaksakan kehendak mereka pada rakyatnya. Kisah tersebut bisa sebagai cermin presiden kita, jangan memaksakan kehendaknya ketika berlawanan kehendak rakyatnya. Jangan suka membalikkan fakta dengan narasi yang dibolak balik seperti telah kehilangan akal normalnya. Ketika rakyat sudah mengatakan negara mulai dan sudah berjalan tanpa arah, jangan membuat cerita yang aneh aneh dengan ego jumawa merasa paling bisa di jalan yang salah dan arah yang sesat. Dengan nada memaksa pengganti harus meneruskan kebijakannya, yang selama amburadul. Semua dengan mudah di baca kebijakan yang diduga kearah gila (di luar akal normal). Seperti tidak disadari akibat adanya beban dan bahaya yang di luar kendali, tidak sadar kekuasaannya segera berakhir. Hanya ingin aman dengan mimpi dan menjadi gila ingin berkuasa selamanya. ***
Keculasan Jokowi dan People Power
Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) KETIDAKPASTIAN pilpres masih menggantung. Koalisi-koalisi parpol dengan bakal capres-cawapres definitif belum terbentuk. Sementara, Jokowi masih nekat menjegal Anies Baswedan. Kita seperti dalam suasana perang, tidak ada yang tahu apa yg akan terjadi besok. Sumber masalah terletak pada keculasan Jokowi bahwa pilpres adalah soal keberlanjutan legacy-nya. Padahal, hajat nasional itu harus dimaknai sebagai upaya mengejar tujuan bernegara. Juga untuk membuka kesempatan bagi pemerintahan baru menilai program pembangunan pendahulunya. Yang bagus dilanjutkan, yang salah dikoreksi, dan ide baru dimunculkan. Itu yang berlaku di banyak negara. Kalau presiden baru hanya meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya, pilpres yang mahal akan kehilangan makna dan kesalahan yang mungkin dibuat pemerintahan lama mendapat pembenaran. Kendati telah diperingatkan tentang hal ini, Jokowi mengabaikannya. Ini karena ia memposisikan diri sebagai proksi oligarki dan Cina, yang ia bayangkan kelak dapat melindungi dinasti politik dan bisnis keluarganya. Dalam konteks perlindungan KKN keluarganya ini pula ia menegaskan tak akan netral dalam pilpres. Cawe-cawe akan ia lanjutkan. Kalau upaya menjegal Anies gagal, pesaing mantan Gubernur DKI Jakarta itu -- mungkin Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto -- harus keluar sebagai pemenang. Ini menimbulkan kekhawatiran pilpres tidak akan jurdil. Dus, bangsa besar ini dipermainkan Jokowi, orang yang seharusnya tak dikenal bangsa ini. Ia mengaku tak suka baca dan berdusta membuat mobil Esemka. Ia hanya tukang mebel yang tdk penting bagi sejarah. Kemenangannya dalam pilpres dulu bukan karena ia bersedia melanjutkan legacy SBY, melainkan mengiming-imingnya kepada rakyat dengan puluhan janji kosong. Dan kendati melakukan pelanggaran kenegaraan yang serius, untuk sementara tak ada kekuatan yang bisa melengserkannya sebagaimana yang dilakukan terhadap Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur. Jokowi layak berbangga diri karena dengan kapasitas intelektual yang terbatas ia mampu tampil di titik pusat negara. Ambisinya membangun IKN, yang bagi para pengamat terlihat dungu dan mubazir, bagi Jokowi hal yang tidak mungkin bisa diwujudkan bila kita memasukkan unsur nekat dan primbon dalam mengambil keputusan. Banyak yang menentang wacana ini. Tapi penentangan mereka belum berguna karena lebih banyak orang yang percaya bahwa apapun yang diputuskan Jokowi pasti benar. Ia telah menjadi kultus: keyakinan, gagasan, dan sikap kekinian yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Orang setuju saja dengan semua pendapatnya. Tak peduli banyak proyek mercusuarnya yang tidak penting dan boros menguras sumber daya negara. Mereka juga memaafkan kebohongan publik yang dilakukan Jokowi berulang kali. Padahal, Soeharto yang sangat kuat pun tidak melakukannya. Jangan-jangan Jokowi menderita mythomania atau kebohongan patologis yang membuatnya melakukan kebohongan terus-menerus dalam waktu lama. Pengidap mythomania biasanya berbohong tanpa tujuan yang jelas untuk menutupi kesalahan, memutarbalikkan fakta atau penyebab lainnya. Misalnya, ia berjanji proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung tak akan menggunakan APBN. Yang terjadi justru sebaliknya. Demikian juga proyek IKN. Masih banyak kebohongan yang dilakukannya tanpa rasa bersalah. Padahal, pentingnya kejujuran kepala negara tersurat dalam konstitusi bahwa presiden dapat dimakzulkan bila melakukan perbuatan tercela. Ada pakar hukum tatanegara yang berpendapat kebohongan sebagai perbuatan tercela. Namun, Jokowi merasa aman. Mungkin karena ia yakin dukungan rakyat kepadanya tetap kuat. Citranya sebagai pemimpin kerakyatan yang dermawan -- karena sering membagi sembako -- tetap terpelihara. Sikap tidak kritis dan permisif pendukungnya terhadap semua yang dilakukan tukang mebel dari Solo itulah yg membuat ia terdorong untuk terus memproduksi pelanggaran. Misalnya, ia merendahkan marwah konstitusi ketika mematahkan keputusan MK dengan cara mengeluarkan Perppu. Ini terkait dengan RUU Cipta Kerja. MK menyatakan RUU itu inkonstitusional bersyarat karena pembuatannya tak mengikuti prosedur standar. Pemerintah diminta memperbaikinya dalam waktu dua tahun. Bukannya mengikuti perintah MK, ia malah mengeluarkan Perppu. Pakar hukum taranegara Prof. Jimmly Asshiddiqie melihat pelanggaran ini sudah dapat dijadikan dasar bagi pemakzulan presiden. Memang keputusan MK tak dapat dibatalkan oleh Perppu. Jokowi bukan hanya merasa memiliki previlise untuk boleh berbuat curang, tapi ia juga telah menjadi hantu yang ditakuti elite politik. Sekonyong-konyong sebagian ketum parpol berubah menjadi kancil pilek. Tak tersisa lagi kelincahan dan kecerdasan mereka. Mereka mau saja disorong ke sana ke mari oleh Jokowi tanpa mereka tahu apa maksud dan tujuannya. Hari ini mereka diperintahkan bergabung ke koalisi sana, besok mereka diminta mengubah posisi. Sampai kapan ketololan ini berlangsung? Sampai Jokowi meraih tujuannya. Tapi tujuan mengarahkan koalisi dan bakal capres yang didukungnya yang berubah-ubah sulit dipahami ketum parpol yang menjadi objek pengaturannya. Anehnya, taktik cetek Jokowi ini dianggap sebagai kehebatannya. Keanehan-keanehan ini bisa terjadi karena sebagian ketum parpol merupakan pasien rawat jalan. Ada lagi parpol yang ingin mndptkan efek ekor jas Jokowi sehingga manut pada apapun yang diperintahkannya. Yang tak patuh dikenai hukuman sangat berat. Nasdem yang mengusung Anies sudah merasakannya. Yang aman adalah mereka yang menyesuaikan diri dengan pikiran Jokowi. Dus, kita sedang bertransformasi menjadi bangsa kerdil. Rasionalitas dan moralitas menghilang diam-diam. Orang-orang pandai bersembunyi di kampus sambil menasihati mahasiswa untuk bertawakal pada Tuhan atas nasib bangsa. Kampus-kampus bukan lagi rumah juang untuk menyuarakan kebenaran. Mereka telah dipisahkan dari masyarakat untuk menjadi pertapa di hutan belantara, membiarkan rakyat tersekap dalam labirin ketidakwarasan. Proses deformasi sedang berlangsung untuk mengembalikan negara ke tatanan lama yang korup. Spirit mahasiswa 1998 untuk melahirkan tatanan baru yang beradab hari ini dikuburkan. Rakyat dibentur-benturkan menggunakan metode primitif para tiran untuk menguras tuntas energi mereka agar mudah dikendalikan. Rakyat yang bingung tak akan tahu sumber permasalahan mereka. Bagaimanapun, belakangan ini makin banyak orang yang marah menyaksikan kemerosotan indek demokrasi, korupsi, dan pembangunan manusia. Harga bahan pokok melambung tinggi dan utang luar negeri telah menyentuh Rp 7.900 triliun, belum termasuk utang BUMN yang juga fantastis. Baru-baru ini seorang pejabat Kementerian Keuangan mengatakan kalau mau utang negara dihentikan, maka rakyat harus siap berbagai subsidi dicabut. Dengan kata lain, bantuan sosial, subsidi pendidikan, kesehatan, dan energi menjustifikasi penumpukan utang pemerintah. Menkeu Sri Mulyani menyatakan utang penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Setuju. Namun, utang harus produktif. Menurut ekonom senior Rizal Ramli, pertumbuhan utang kita lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi. Kini, menurut Rocky Gerung, tiap bayi Indonesia yang lahir hari ini telah terbebani utang hingga Rp 40 jt per tahun. Seandainya pemerintah konsisten pada amanah konstitusi yang memerintahkan penegakan keadilan bagi seluruh rakyat, ada cara lain untuk menghindari utang yang tidak produktif. Rizal Ramli berpendapat seharusnya utang direnegosiasi dengan kreditor karena bunganya terlalu tinggi dibandingkan dengan bunga yang didapat negara-negara ASEAN lain. Kemudian, pemerintah harus menaikkan pajak terhadap oligarki yg mendapat durian runtuh (windfall profit) disebabkan melejitnya harga komoditas energi dan pangan dunia, bukan malah meluaskan wajib pajak hingga ke rakyat kecil untuk menambal APBN yang jebol. Keculasan-keculasan inilah yang mendorong para pemikir yang kritis meminta Jokowi dimakzulkan. Prof. Hukum Tatanegara Denny Indrayana bahkan sampai menulis surat ke DPR agar menggunakan hak angketnya untuk memulai proses politik yang diharapkan berujung pada pemakzulan (impeachment) Jokowi. Denny merinci pelanggaran berat yang dilakukan presiden. Di antaranya, korupsi yang terkait dengan KKN anak-anaknya, obstruction of justice karena membuka hubungan dengan perusahaan-perusahaan yang sedang bermasalah, dan pelanggaran etika karena membiarkan anak buahnya, yakni KSP Moeldoko, mencopet Partai Demokrat. Namun, kecil kemungkinan pemakzulan melalui DPR bisa terjadi mengingat 82% anggotanya berasal dari parpol-parpol pendukung pemerintah. Dan kelangsungan jabatan mereka bergantung pada ketum parpol. Instrumen recall memberi hak kepada mereka untuk mencopot anggotanya yang tidak sejalan dengan kebijakan partai. Kondisi ini membuat DPR mandul. Karena itulah people power dilihat sebagai alternatif. Konstitusi kita memang tak mengenal terminologi people power (kekuatan rakyat) sebagai sarana yang sah untuk meng-impeach presiden. Tetapi, de facto people power telah dipraktikkan rakyat untuk memakzulkan tiga presiden sebelumnya. Dalam hal ini people power adalah tekanan sosial kepada parlemen. People power yang kini menggema di mana-mana bisa menjadi kenyataan -- yakni gerakan massa besar untuk menekan DPR -- bila distrust rakyat terhadap pemerintah meluas atau legitimasi pemilu diragukan atau Jokowi tak berhenti menjegal Anies atau ia menerabas konstitusi maupun keculasan lainnya. Tangsel, 18 Juni 2023