OPINI
Rocky Gerung Bisa Laporkan Balik Benny
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan TERNERITAKAN bahwa pengamat politik Rocky Gerung dilaporkan kepada pihak kepolisian oleh Ketua Barikade 98 yang juga Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Benny Ramdhani dengan alasan dalam suatu acara agenda buruh di Bekasi Rocky Gerung dituduh telah menghina Presiden Jokowi. Tentu saja laporan Benny Ramdhani ini bermasalah dari sisi hukum. Yang dimasalahkan adalah ucapan Rocky Gerung \"ambisi Jokowi adalah mempertahankan legacy nya. Dia masih pergi ke China buat nawarin IKN. Dia masih mondar mandir dari satu koalisi ke koalisi lain. Untuk mencari kejelasan nasibnya. Dia memikirkan nasibnya sendiri, dia tidak memikirkan nasib kita. Itu bajingan yang tolol\". Benny merujuk pada video yang dilihatnya. Menurut Benny Ramdhani pasal dalam KUHP mengancamnya dan ia tak akan bisa mengelak dari jeratan delik penghinaan pemerintah tersebut. Benny lupa bahwa pasal-pasal penghinaan kepada pemerintah itu sudah dicabut oleh MK sebagaimana Putusan No 013-022/PUU-IV/2006 dan No 6/PUU-V/2007. MK mencabut Pasal 134, 136 bis, 137 dan Pasal 154-155 KUHP tentang penghinaan Presiden dan Pemerintah. Persoalan ucapan Rocky Gerung tentu masih dapat diperdebatkan tentang konten kritik atas kunjungan Presiden Jokowi ke China dalam kaitan menawarkan proyek IKN. Bagi Rocky Gerung itu menyangkut pelaksanaan asas kebebasan berpendapat yang dijamin Konstitusi. Adapun kalimat \"bajingan tolol\" dan \"bajingan pintar\" juga tidak begitu saja dapat dihubungkan dengan penghinaan jika dikaitkan dengan konten narasi kritik sebelumnya. Terlepas dari perlunya kajian bahasa atau etimologis dan pemenuhan unsur pidana atas perbuatan dugaan delik dalam KUHP, maka yang pertama dan utama penting untuk dinilai adalah berhak atau tidak Benny Ramdhani melaporkan ? Tentu tidak. Yang berhak melaporkan atas dugaan delik penghinaan ini adalah personal yang dirugikan atas serangan kehormatan atau harkat atau martabat tersebut yang dalam hal ini adalah Presiden Jokowi. Sewajarnya jika laporan Benny Ramdhani oleh Kepolisian tidak diterima sebagai \"Laporan\". Jikapun sebagai \"Pengaduan Masyarakat\" maka konfirmasi kepada Jokowi menjadi perlu. Dan jika dikonfirmasi pada Jokowi maka diduga ia hanya \"mesem-mesem\" atau menyatakan \"bukan urusan saya\". Sebaliknya saat melaporkan ke Bareskrim Benny Ramdhani malah menuduh Rocky Gerung sebagai \"komprador asing, antek atau agen proksi internasional\" bahkan menurutnya Rocky tidak berfikir masa depan tetapi berfikir untuk menghancurkan Indonesia. Nah dahsyat sekali. Tentu tuduhan seperti ini potensial menjadi perbuatan pidana. Sekurangnya delik penghinaan atau fitnah. Alih-alih secara hukum Rocky Gerung yang dapat dilaporkan, nyatanya tidak, justru Benny Ramdhani yang terancam dilaporkan pidana oleh Rocky Gerung. Berbeda dengan Rocky Gerung yang mengkritisi Jokowi sebagai Presiden, maka Benny Ramdhani menyerang Rocky Gerung sebagai pribadi. Jika bicara penjara, penjara lebih terbuka untuk Benny Ramdhani. Bandung, 1 Agustus 2023
Capres Mudharat atau Capres Maslahat?
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Ada capres yang bermental penjilat, penghianat dan penjahat. Ada capres yang didukung rakyat karena keilmuan, kerendahan hati dan ahlaknya serta pengabdiannya untuk rakyat dan ketaatannya pada Tuhan. Ada beberapa bakal capres mengemuka, kesohor dan hiruk pikuk mewarnai pentas politik nasional. Ada optimis dan pesimis, ada keyakinan dan ketidak-percayaan, bahkan ada yang suka dan membencinya. Siapapun capresnya, pantas dan wajarkah diantara mereka memimpin Indonesia yang begitu dirundung banyak masalah?. Apakah capres bermasalah bisa terpilih?, atau mungkinkah capres ideal yang harus dijegal?. Untuk menilai capres-capres yang ada sejauh ini, apakah mereka dianggap mampu atau tidak mampu, bisakah menyelesaikan masalah negara dan bangsa Indonesia?. Ayo kita telisik. Sebenarnya ada tolok ukur atau kriteria yang bisa menjawabnya. Sehingga rakyat tidak menjadi korban dari distorsi penyelenggaraan negara, akibat ketidakmampuan seorang pemimpin dalam hal ini seorang presiden. Beberapa hal fundamental dan menjadi persyaratan utama seorang capres yang dianggap memiliki kecakapan sebagai seorang pemimpin, bisa dilihat dari beberapa aspek sbb: 1.. Rekam Jejak Dalam hal seorang capres yang jika terpilih menjadi presiden, akan sangat menentukan nasib rakyat, negara dan bangsa Indonesia ke depannya. Mutlak, rakyat perlu tahu asal-usul bukan hanya tentang dirinya dan keluarganya. Perlu juga menyusuri struktur pengalaman dan interaksi sosial yang pernah terbangun selama ini. Bergenre pahlawan, tercela atau mungkin orang biasa saja. Apakah pernah ada benang merah atau pernah terlibat dan menjadi irisan dari paham atau organisasi tertentu, yang terlarang atau bertentangan dengan Panca Sila dan UUD 1945?. Bisa juga latar belakang capres dan keluarganya perlu diangkat, apakah pernah terlibat penghianatan dan kejahatan terutama pada rakyat dan negara Indonesia, seperti korupsi, pelanggaran HAM berat, dll?. Ini penting diketahui bibit, bebet dan bobotnya seperti istilah dalam kultur Jawa. Atau melirik kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Supaya tak tertipu lagi, tak ada kehancuran negara, kesengsaraan rakyat dan penyesalan di kemudian hari. 2. Rekam Pikiran Kualitas seorang pemimpin sudah pasti bisa dinilai dari apa yang ada pada kekuatan pemikirannya. Tentang kesadaran makna dan kesadaran krisis yang dimilikinya. Pikiran-pikiran yang luas dan firm pada konsep, perencanaan, manajerial dalam organisasi dan pemerintahan, serta memiliki \"good will and political will\" untuk memperbaiki nasib orang banyak yang marginal dan tertindas, menjadi penting bagi seorang calon presiden. Bukan hanya sekedar visi dan misi, capres harus teruji juga bisa menjabarkan pikiran-pikirannya dalam sikap dan tindakan yang nyata untuk kemaslahatan rakyatnya, terutama saat kelak terpilih sebagai presiden. 3. Rekam Karya Pastilah, mampu atau tidak mampu, sanggup atau tidak sanggup untuk menjadi presiden. *lSeorang capres harus melewati fase karya-karya yang melekat pada dirinya, yang bisa menjadi fakta secara historis dan empiris dari prestasi dan penghargaan yang telah diraihnya.Bukan capres asal-asalan, capres yang dipaksakan dan apalagi capres boneka. Jadi mustahil mendapatkan presiden yang bisa mengatasi masalah kebangsaan yang begitu rumit dan kompleks. Jika hal-hal prinsip dan ideal seperti paparan di atas, tak ada dalam diri seseorang capres. Kalau capres yang beraroma kental KKN, tak memiliki kecerdasan apalagi prestasi, mungkin tak akan bisa dan sanggup mengatasi persoalan bangsa yang begitu krusial dan sistemik kerusakannya. Terlebih bagi capres yang menjadi boneka oligarki dan sarat cawe-cawe presiden sebelumnya. Termasuk capres yang gemar menjilat dan berkhianat. Tapi kalau presiden yang punya kapabilitas, akuntabilitas dan integritas yang teruji serta utamanya didukung rakyat bukan hanya karena prestasi dan penghargaannya, namun juga karena behavior yang santun, sabar dan berkararakter dalam memperjuangkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi semua anak bangsa tanpa terkecuali. Pastilah bisa mengatasi masalah negara dan bangsa Indonesia, betapapun peliknya. Rakyat tak sulit mengenalinya, siapa capres pembual dan siapa capres ideal. Buat seluruh rakyat Indonesia, selamat menggunakan akal sehat, nurani dan moral untuk memilih presiden yang mampu menyelamatkan dan melakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Cerdas memilih siapa capres mudharat, siapa capres maslahat? (*).
Jokowi Gak Mikir Bahaya China atau Agen China?
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan UNDANGAN Presiden RRC Xi Jinping disambut sumringah dan dilaksanakan tanggal 27-28 Juli 2023. Pertemuan Jokowi-Xi Jinping diadakan di Chengdu dan menurut Kantor Berita Xinhua telah terbangun \"kerjasama strategis\". Xinhua mengutip pernyataan Xi Jinping \"China bersedia mengambil kesempatan itu sebagai kesempatan untuk memperdalam kerjasama strategis Indonesia-Tiongkok\". Sebagaimana biasa kebahagiaan itu juga ditumpahkan oleh \"Duta China\" Luhut Binsar Panjaitan. Ia menilai sempurna kerjasama Indonesia-Tiongkok. Dengan bahasa diplomatik \"kerjasama strategis komprehensif\". Menurut Menlu Retno Marsudi pertemuan itu bertepatan dengan 10 tahun kerjasama kemitraan yang terjalin antara kedua negara. Fikiran terpaksa melayang mundur ke belakang saat Ketua CC PKI DN Aidit dahulu diundang oleh Mao Zedong ke China. 10 tahun kerjasama erat antara China dan PKI. Pemilu 1955 PKI sukses menjadi 4 besar pemenang Pemilu. Pada 5 Agustus 1965 DN Aidit bertemu dengan Mao Zedong di Beijing dalam rangka \"kerjasama strategis\" dan mendiskusikan kesiapan untuk pengganti Presiden Soekarno. Menurut dokter China, Presiden Soekarno sakit cukup berat. Sebentar lagi \"selesai\". DN Aidit melaporkan kondisi Indonesia dan agenda PKI untuk merebut kekuasaan. Juga melaporkan pergerakan dari tokoh sayap kanan yang ditakuti PKI yaitu AH Nasution. Mao Zedong bertanya dan memberi arahan. Kemudiannya terjadi peristiwa G 30 September. PKI mencoba kudeta dan memfitnah tentara. Menurut peneliti Taomo Zhou atas gerakan 30 September tersebut Mao Zedong tidak tahu sedangkan menurut ilmuwan Chekoslovakia Victor Miroslav Fic, arahan Mao Zedong adalah \"habisi para jenderal dan perwira senior itu dalam sekali pukul\". Keberadaan Dewan Militer disampaikan DN Aidit kepada Mao Zedong. PKI menyusup ke Angkatan Darat, Angkatan Udara dan pasukan pengawal Presiden Cakrabhirawa. Meski tidak berhubungan tetapi undangan Xi Jinping 27-28 Juli 2023 untuk membangun \"kerjasama strategis komprehensif\" perlu diwaspadai. Benar utamanya kerjasama itu berkaitan dengan bidang ekonomi dengan \"8 Kesepakatan\" namun sejauh mana komprehensivitas itu tidak nyambung dengan aspek politik ? Peran RRC yang semakin dalam dapat menghegemoni. Indonesia terancam. Adakah Jokowi melaporkan situasi politik di Indonesia tentang penggantian Presiden yang sebentar lagi \"selesai\" dan pergerakan sayap kanan dengan tokoh yang ditakuti Jokowi Anies Baswedan ? Lalu 10 tahun itu bukanlah kerjasama masa rezim Jokowi berkuasa ? Saat rakyat khawatir pada kebangkitan \"Neo PKI\" maka mengundang peran besar RRC adalah kegilaan politik. Apalagi IKN \"diserahkan\" kepada RRC ditambah hilirisasi energi terbarukan, kesehatan dan riset ketahanan pangan. Ketika rakyat menentang kepindahan IKN Jokowi justru memaksakan kehendaknya. Kini secara \"strategis dan komprehensif\" diserahkan pada China. Dimulai dari permintaan Jokowi agar China mendisain IKN. Berarti disain ulang sesuai kepentingan RRC mengubah disain awal. Indonesia dijual dengan harga murah dengan bahasa \"investasi\" kepada China oleh Jokowi. Bahaya penjajahan RRC berada di depan mata. Rakyat Indonesia yang berideologi Pancasila tidak boleh membiarkan kebijakan gila dari para penghianat negara. Berjuang melawan kejahatan adalah kewajiban. DN Aidit setelah 10 tahun kerjasama diundang Mao Zedong kini Jokowi diundang Xi Jinping setelah 10 tahun kerjasama. Keduanya berada diakhir masa kekuasaan rezim. Perlu pengganti atau penerus. Dulu Mao Zedong-DN Aidit di awal Agustus, kini Xi Jinping-Jokowi di akhir Juli. Dulu Soekarno menjadi pelindung PKI, kini Jokowi tidak pernah mengutuk PKI. Apakah Jokowi gak mikir akan bahaya China atau memang Jokowi agen China? Bandung, 31 Juli 2023
Republik Antek!
Oleh Ahmad Daryoko - Koordinator INVEST SEBUAH negara yang pemimpinnya baru mampu berkuasa saja, namun masih menunjukkan gesture yang tidak mandiri dan bahkan \"berlindung\" tunduk ke sebuah Negara Adi Daya apakah AS, RRC, Sovyet ataupun lainnya, maka negara tersebut baru level sebagai \"Negara Antek\" ! Negara semacam ini boro-boro akan menjadi \"Super Power\" dengan daya cipta tinggi semacam pencipta barang elektronik, peralatan moderen, pesawat canggih, pesawat ruang angkasa dst, kedaulatan saja nyaris tidak punya. Eksistensi maupun kedaulatannya sangat tergantung kepada pengaruh Negara Super Power, di mana dia berkiblat ! Indikasi \"makmum\" ke negara mana biasanya ditandai dengan penyerahan SDA, penyerahan pelaksanaan proyek, ke mana ekspor komoditas strategis, dari mana tenaga ahli bahkan kuli didatangkan. Dari situlah republik semacam ini ber \"mahzab\"! Pemimpin dari \"Republik Antek\" semacam ini baru mampu mengatur bagaimana cara meraih kekuasaan. Setelah berhasil meraih kekuasaan, aktivitas selama dia memimpin lebih cenderung mengatur strategi untuk mengamankan kedudukannya, sehingga tidak heran akan cenderung otoriter. Apalagi bila kadar \"intelek\"nya rendah, mereka ini akan menggunakan segala kekuasaan yang dipegangnya seperti memanfaatkan aparat hukum, lembaga antirasuah, polisi, intelejen dll untuk mempertahankan kekuasaannya. Bahkan kalau perlu militer pun mereka gunakan untuk meneror dan menculik kalangan penentangnya. Yang ada di benak para pemimpin semacam ini, begitu berkuasa, adalah bagaimana bisa memanfaatkan SDA (sumber daya alam) dan BUMN yang ada di depan matanya. Yang bisa dijual mereka akan menjualnya. Yang bisa digadaikan dan serahkan secara kontraktual ke aseng/asing dan etnis tertentu akan dilakukannya. Dan semua itu dilakukan agar pengelolaan negara serta operasional pelayanan publik dapat dilakukan secara mudah. Sekaligus sebagai \"modus\" mengumpulkan pundi-pundi pribadi, keluarga serta partainya. Maka jangan heran jika era kepemimpinan orang semacam ini menurut Menko Marinvest RI Rizal Ramli akan muncul \"Peng Peng\" (Penguasa Pengusaha) yaitu sosok pejabat merangkap sebagai pengusaha atau wasit merangkap pemain. Tidak harus \"oknum\" pejabat dimaksud yang ber \"main\"/bisnis. Cukup anak anak dan keluarganya, namun khalayak di bawahnya sudah tahu kalau Perusahaan/PT A,B,C,D dst adalah milik \"petinggi\" negeri tersebut. Contoh Kasus di PLN Di negeri tercinta ini sepertinya tidak luput dari ciri-ciri di atas. Seperti contoh terjadi di PLN (yang dipastikan BUMN strategis lain pun mengalaminya). Di PLN pada era tertentu pernah memiliki semangat kemandirian dan tekad untuk maju, yang saat itu dimulai dengan jargon \"PLN MAJU, MODERN, MANDIRI\". Dan tidak sekadar berhenti sebagai \"jargon\". Tetapi setiap tantangan dan hambatan terhadap perkembangan dan kemajuan PLN dilawan oleh segenap keluarga besar PLN ! Sehingga ketika pemerintah mencoba untuk menerapkan jurus Neolib (Neoliberalisme) dengan Instruksi dari Kementerian BUMN serta \"platform\" UU Ketenagalistrikan Liberal, keluarga besar PLN melawannya dengan mengajukan \"Judicial Review\" ke MK sampai tiga kali dan menang dua kali. Yang mana semua itu secara paralel dibarengi dengan aksi \"Non Litigasi\" oleh SP PLN (saat itu) berupa Seminar di ITB,UI, UGM, UNPAD,ITS,UNBRAW, AIRLANGGA, USU, Lambung Mangkurat, UNHAS, UISU, UNUD dll, di mana hasil diskusi di setiap Universitas/Institut waktu itu dikirim ke MK guna mendukung argumentasi gugatan. Namun usaha di atas belum berhasil dan malah puncak Pimpinan PLN (Dirut PLN) mulai 2010 sampai saat ini diambilkan dari luar PLN. Dan sudah menjadi fakta bahwa Dirut PLN Dahlan Iskan saat sidang MK terkait \"Judicial Review\" (JR) UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan pada 2010 menyatakan \"untuk mengelola PLN tidak diperlukan Undang Undang\". Sehingga mulai 2010 PLN khususnya Jawa-Bali retailnya dijual ke taipan 9 Naga. Sementara pembangkitnya memang mulai 1986 sudah diserahkan ke IPP swasta (\"Independent Power Producer\") asing/aseng berdasar UU No. 15/1985 tentang Ketenagalistrikan. Dan di dalam prakteknya \"oknum\" pejabat seperti Dahlan Iskan, JK, Luhut BP, Erick Tohir, Sandi Uno itulah yang ikut \"bermain\" di Program IPP tersebut dengan memanfaatkan Program Privatisasi/Penjualan/\"Penjajahan\" PLN yang ada di UU Ketenagalistrikan. Akibatnya mulai 2010 subsidi listrik \"melejit\" di atas Rp 100T/tahun. Dan saat ini sudah berada pada kisaran Rp130T-Rp200T pertahun. Sesuai desain \"The Power Sector Restructuring Program\" (PSRP) yang aslinya merupakan \"follow up\" dari LOI (\"Letter of Intent\") 31 Oktober 1997 yang merupakan \"domain\" dari WB,ADB dan IMF yang merupakan strategi jurus GLOBALISASI milik negara-negara Barat. Akhirnya saat ini dinikmati juga oleh Super Power China (RRC) dan kelompok \"kiri\" nya dalam OBOR (\"One Belt One Road\"). Kesimpulan Negara-negara yang para tokohnya baru mampu meraih kekuasaan, tetapi tidak memiliki visi/ideologi untuk memajukan bangsa dan negaranya, maka visinya hanya sebatas menjadi \"Peng Peng\" serta bagi-bagi rejeki untuk kelompok dan keluarganya. Dan para pendukungnya sekadar berharap mendapat \"cepretan\" rejeki dari tokoh tersebut. SEHINGGA NEGARA MANAPUN SEMACAM INI, SELAMANYA HANYA AKAN MENJADI \"REPUBLIK ANTEK\" !. PAHAM? (*)
Waspada JIS Sumbu Jadi Pemantik Darurat Sipil
Oleh Laksma Prn Ir. Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik Masih ingatkah dengan “kerusuhan Mei 1998”?, kerusuhan yang banyak menelan nyawa sekitar 5000 orang tewas tidak berdosa. Lahirnya gelombang gerakan reformasi terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto sehingga terjadi kerusuhan pada 13 – 15 Mei tahun 1998 yang terjadi di bebarapa daerah di Indonesia khususnya di ibu kota Jakarta. Kerusuhan dan gelombang gerakan reformasi yang mengakibatkan pada 21 Mei Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan Presiden RI dan menyerahkannya kepada Wakil Presiden B.J Habibie dilantik menjadi Presiden RI. Peresmian JIS sukses digelar. Grand Launching Jakarta International Stadium (JIS) yang digelar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Minggu (24/7/2022). \"Apalagi Grand Launching ini bertaraf internasional sehingga banyak momentum positif yang dapat diambil dari perhelatan ini. Acara Grand Launching JIS pada Minggu (24/7) dimeriahkan sejumlah kegiatan seperti hiburan musik hingga pertandingan sepakbola. Grand Launching JIS turut diselenggarakan pertandingan persahabatan antara Persija dan Chonburi FC klub liga 1 dari Thailand. Setelah peresmian stadion yang megah tersebut dapat dikatakan JIS sepi dari perhatian apalagi publikasi. Otoritas sepak bola enggan menggunakan stadion megah di Jakarta tersebut. Berita tentang JIS tiba-tiba menjadi hiruk pikuk bak guntur atau halilintar meledak menggelegar di siang bolong. Tiga menteri langsung turun tangan, bahkan kepala daerah atau gubernur yang tidak pernah dipilih oleh rakyatnya berusaha menjadi ikut penentu. Riuh rendah, cetar membahana dikatakan “JIS tidak standar FIFA, rumput akan diganti sampai akan dilakukan audit pada proyek pembangunanya dan jangan dibawa ke ranah politik ”. JIS yang semula dibuat senyap, diacuhkan terpaksa digunakan karena GBK pada tanggal yang sama akan digunakan untuk konser Coldplay, grup band asal Inggris yang terkenal mendukung LGBT. Tanggapan publik pada hiruk pikuknya JIS beragam, para pendukung Anies Rasyid Baswedan dalam pencapresan pada pemilu 2924 mengganggap kegaduhan JIS sama dengan kegaduhan-kegaduhan yang dibuat sebelumnya antara lain yang menyangkut Formula E dalam rangka penjegalan Anies sebagai calon presiden. Pada kasus JIS dipersalahkan di antaranya masalah rumput. Terasa aneh ada menteri atau PSSI mengatakan rumput JIS tidak standar FIFA. Mereka mempublikasi aset mereka sendiri tidak memenuhi standar. Seharusnya mereka akan mengatakan semua stadion yang akan digunakan untuk perhelatan piala dunia telah memenuhi standar FIFA dan dipersilakan FIFA untuk mengadakan pemeriksaan. Kenyataannya FIFA baru melakukan pemeriksaan terhadap stadion-stadion yang akan digunakan untuk perhelatan Piala Dunia U17 tersebut pada Minggu 20 Juli 2023. Dari pemeriksaan FIFA tersebut, tentunya kita berharap JIS telah memenuhi standar atau perlu penyempurnaan yang tidak berarti sehingga negeri ini tidak perlu keluar uang banyak untuk perhelatan tersebut. Namun yang terjadi kemudian adalah FIFA mendapat laporan dari pakar rumput PSSI sehingga FIFA merekomendasikan rumput JIS diganti. Bagi FIFA rencana renovasi JIS seperti apapun termasuk bila diruntuhkan lalu dibangun kembali itu sepenuhnya urusan Indonesia. Jelas, kegaduhan yang terjadi pada JIS tidak terlepas dari unsur politik, terkait pilpres yang diduga untuk meruntuhkan reputasi Anies atau menjegal Anies sebagai calon presiden pada pemilu tahun 2024. Kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, dukungan publik semakin membesar. Ini terlihat dari begitu antusiasnya rakyat mendatangi tempat yang dikunjungi Anies walau tidak dengan dimeriahkan panggung hiburan macam-macam apalagi dengan iming-iming pembagian sembako. Anies ingin ibadah sholat Jumatpun masjidnya menjadi ramai dikujungi oleh jamaah yang biasanya tidak sholat di masjid tersebut. Lalu mengapa upaya yang kontra produktif seperti hirup pikuknya JIS tersebut terus dilakukan? Apakah mereka tidak tahu yang mereka lakukan justru akan menaikkan populeritas Anies? Tiap hari orang selalu membicarakan Anies dan tiada hari masyarakat terutama pendukungnya membela, berargumen membantah tuduhan- tuduhan negatif yang ditujukan ke Anies Rasyid Baswedan. Sebenarnyalah, lawan politik Anies tahu, hiruk pikuk menista, memfitnah Anies dengan gambar hoax Anies berpelukan dengan wanita dan sebagainya tidak akan menurunkan populeritas Anies, tapi justrus akan semakin menambah simpati rakyat Indonesia, mereka tahu, itu semua fitnah untuk menjegal Anies. Kecerdasan rakyat ini terbukti dengan Anies cuma mantan Gubernur DKI tapi populer dan didukung rakyat sampai keseluruh Indonesia. Lalu apa tujuan dari kegaduhan demi kegaduhan itu diciptakan bila hasilnya justru membuat Anies semakin populer? Dan apa pula hubungannya dengan kerusuhan Mei 1998? Sesuai teori kebijakan publik atau proses pengambilan keputusan harus ditentukan dulu apa tujuan dari keputusan itu diambil dan resiko yang akan terjadi serta bagaimana mitigasinya terhadap resiko tersebut?. Kegaduhan-kegaduhan dan permasalahan yang terjadi dinegeri ini sudah amat banyak, negeri ini memang tidak sedang baik baik saja. Terjadi ketimpangan dan rekayasa pada penegakan hukum serta pembangunan infrastruktur yang tidak dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Kemudian issue presiden 3 periode, perpanjangan masa jabatan presiden yang jelas jelas melanggar konstitusi dan penundaan pemilu melalui keputusan pengadilan negeri. Kemudian kegaduhan lain, pembegalan terhadap partai Demokrat serta penekanan terhadap partai Nasdem yang mendukung Anies dan menggoyang Airlangga Hartanto dari kursi ketua Golkar akibat mulai condong mendukung Anies, serta upaya lain dalam rangka menjegal Anies dapat menimbukan resiko kemarahan rakyat. Respons rakyat atas kegaduhan kondisi negeri ini beragam. Kini suara people power mulai terdengar di mana-mana. Ibarat bola salju yang terus menggelinding membuatnya semakin membesar, bahkan para pakar hukum mengatakan Jokowi telah melanggar konstitusi sehingga layak dilakukan impeachment atau pemakzulan. Pemakzulan Presiden Jokowi juga disuarakan oleh 100 tokoh nasional dan daerah yang disampaikan berupa petisi ke MPR RI pada 20 Juli 2023. Situasi yang semakin panas ini, bila rakyat terus disugukan oleh kegaduhan penjegalan terhadap calon presiden dan kemungkinan tidak pemilu atau tunda pemilu tahun 2024 dapat memicu mengulangi sejarah Mei 1998. Hari-hari ke depan menjadi hari-hari yang krusial dalam proses demokrasi di Indonesia. Apabila supremasi hukum dikesampingkan dan dijadikan alat politik dapat memunculkan kemarahan Rakyat karena sudah tidak percaya lagi pada apparat penegak hukum dan pemerintah. Ketetapan MPR tahun 1998 memerintahkan kepada Pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum pemberantasan KKN tidak berjalan, seperti penanganan kasus besar skandal 349 Triliun, kasus BTS yang tidak dibuka secara tuntas dan kasus dugaan korupsi Ahok yang berjalan di tempat. Penegakan hukum cenderung untuk melanggengkan kekuasaan dan menyandera partai politik, harus ada jaminan bagi partai partai politik untuk bebas berdemokrasi. Demokrasi adalah kompetisi yang setara, tidak boleh ada calon yang diperlakukan tidak setara, ada calon presiden yang diendorse dengan luar biasa tapi ada calon lainnya yang diupayakan tidak tidak dapat menjadi calon presiden. Kondisi ini bila terus dilakukan dan kegaduhan demi kegaduhan untuk menjegal salah satu calon presiden terus dilakukan, maka bukan hal yang mustahil terjadi kemarahan rakyat yang berujung kerusuhan seperti yang terjadi pada Mei 1998. Persoalannya adalah, apakah memang kegaduhan ini sengaja diciptakan agar terjadi pengulangan sejarah kerusuhan sosial seperti Mei 1998 agar ada jalan untuk diterapkannya darurat sipil yang bertujuan untuk penundaan pemilu 2024 atau presiden 3 periode yang sudah didengungkan sejak 1 (satu) tahun yang lalu. Jawabnya bukan pada rumput yang bergoyang. Mari amankan Pemilu 2024, pastikan proses demokrasi berjalan dengan baik dan benar. Minggu 30 Juli 2023
Jokowi Menyerah atau Tetap Melawan Rakyatnya
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih Orasi Rocky Gerung Provokasi cari perkara dengan berperkara kita dapat persoalkan kebijakan presiden, disampaikan dalam persiapan aksi akbar 10 Agustus bersama Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) di Bekasi (29/7). Kepada buruh, Rocky yakinkan sejarah reformasi 1998 akan ditulis ulang para buruh. Dari Bekasi perlawanan akan dimulai. Kita cari perkara dengan presiden. Berperkara dengan Jokowi adalah mutlak, karena manusia yang menutupi kejahatan lebih buruk dari keledai. Dia (Jokowi) memikirkan nasibnya sendiri. Tak pikirkan nasib buruh, \"Itu bajingan yang tolol dan pengecut,\" ungkap Rocky Gerung dengan lantang. Sehingga rencana aksi 10 Agustus 2023 memiliki momentun menggalang solidaritas peserta aksi lebih banyak. Semua diskusi dan pertemuan bahas kondisi bangsa, percuma. Sudah saatnya kita buat gara-gara,\" ungkapnya Orasi tersebut spontan mengguncang percakapan politik di dunia maya, muatan orasinya menjadi inspiratif bukan hanya kepada buruh tetapi akan menjadi energi bagi para pejuang yang menginginkan perbaikan di negara ini. Memang benar \"Bila dialektika politik menjadi imperatif bagi masyarakat untuk anti patriotisme, anti intelektual dan anti revolusi, hendaknya jangan membuat kita apatis dan menyembunyikan kebusukan tersebut.\" *Berdiam diri adalah pengkhianatan terbesar pada diri sendiri. Rakyat harus dibangkitkan untuk berjuang membangun jalan setapak yang mampu menembus bayang - bayang suram masa depan bangsa\" Bukan hanya Rocky Gerung yang sedang gelisah dan coba melawan dengan membakar semangat nasib buruh yang sangat buruk dengan gara gara. Beberapa pengamat politik sudah sangat terang benderang memberikan gambaran apa yang sedang terjadi di Indonesia. Prof. Ihsanudin Nursi dalam berbagai kesempatan telah memberikan gambaran tentang penjajahan gaya baru saat ini bahwa Indonesia saat ini sedang di Invasi, Infiltrasi, Intervensi, Interferensi, Indoktrinasi, Intimidasi, Inflasi oleh kekuatan asing. Dari serbuan tersebut, kekuataan asing di Indonesia sudah sistemik struktural dari aspek nilai hingga ke tekonologi. Kekuataan modal domestik menunggangi kebobrokan sistem konstitusi dan ekonomi dan politik sehingga tidak ada parpol yang tidak yang tidak tergantung pada kekuataan modal domestik (bandar). Media arus utama adalah kaki tangan mereka. LSM, Tokoh masyarakat dan agama sebagian sudah terbeli. Masyarakat hanyut tersesat tanpa mengetahui ketersesatan (ultra modern slavery system). Ini ajang perebutan kuasa ( perang tanpa senjata) yg tidak disadari sebagai peperangan jangka panjang. Semuanya, nyaris 99% berpikir jangka pendek. Dari kampus UI , DR. Mulyadi terus berteriak bahwa akibat terjadi kekacauan politik berimbas pada kacaunya negara mengurus nasib masyarakatnya adalah akibat lembaga perwakilan rakyat dan rusaknya peran partai politik yang lumpuh total. Kata DR. Mulyadi bahwa partai itu rusak karena meninggalkan empat fungsi lainnya yang fundamental: (1) artikulasi politik: siang malam teriakkan kepentingan rakyat; (2) agregasi politik: siang malam teriakkan hukum yang rusak ; (3) sosialisasi politik: siang malam teriakan pelanggaran etika politik pemerintahan; dan (4) komunikasi politik: siang malam teriakkan penyimpangan penguasa. Keadaan negara yang carut marut nampak hanya bisa di atasi dengan \"gara gara\" seperti yang sedang menjadi umpan lambung oleh Rocky Gerung. Gaung bersambut, Prof Rizal Ramli, mengumandangkan seruan \"Saat ini kita butuh pemimpin yang berani, sikap yang tegas dengan segala konsekuensi dan resikonya. Sudah tidak waktunya lagi bicara soal teori ini itu, saat berdialog yang lebih riil riil selesaikan Jokowi\" \"Perubahan bukan karena kita ingin perubahan tetapi kondisi objektif yang memaksa harus terjadinya perubahan. Saat ini kondisi objektif sudah matang untuk terjadinya perubahan\" Kalau rezim ini terus berjalan hanya dengan mengikuti remote kekuatan asing, mengabaikan aspirasi masyarakat yang mulai marah karena kelola negara dengan ugal ugalan. Cepat atau lambat akan berlaku slogan: live oppressed or rise up against ( hidup tertindas atau bangkit melawan ). Bukan hanya kaum butuh yang akan melawan, terapi rakyat akan bergerak melawan, rezim turun atau terpaksa diturunkan oleh rakyat. Pilihan Jokowi menyerah atau tetap melawan rakyatnya, adalah pilihan harus diambil dengan resikonya masing masing. ***
Anies dan Perubahan Paradigma Pendidikan
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Pendidikan itu bukan spending. Pendidikan itu bukan pengeluaran, bukan biaya. Pendidikan itu investasi. Pernyataan Anies Baswedan yang di antaranya mengulas pendidikan dalam acara Karni Ilyas Talk Show di TV One tanggal 28 Juli 2023. Sesungguhnya sebagai upaya mendekonstruksi konsep dan pelaksanaan pendidikan di Indonesia selama ini. Anies seperti sedang melakukan refleksi dan evaluasi terhadap metode pendidikan yang telah berlangsung sepanjang Indonesia merdeka. Oleh pemerintah pendidikan dianggap sebagai sebuah beban negara. Sehingga penanganan pendidikan dilakukan dengan sekadar pendekatan program dan pembiayaan serta menyelesaikan masalah yang menjadi tanggungjawab negara. Konsekuensi dari semua itu, membuat pemerintah terus terjebak pada regulasi yang hanya mampu membuat terselenggaranya proses pendidikan. Sekadar membangun sekolah, menyiapkan guru, mengadakan kurikulum dan pelbagai sarana-prasarana teknis lainnya. Dari kebijakan dan penanganan model pendidikan yang seperti itu, pemerintah terus dirongrong oleh pelbagai masalah krusial yang mengekornya. Paling sering terjadi berupa berubahnya sistem dan kurikulum seiring bergantinya pemerintahan khususnya menteri pendidikan. Belum lagi ketersediaan kursi yang terbatas, tak mencukupi saat sekolah menerima lonjakan penerimaan siswa-siswi baru. Lebih parah dan miris, Indonesia belum mampu mewujudkan pendidikan bagi semua anak bangsa tanpa terkecuali, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Masih banyak anak putus sekolah bahkan pada pendidikan dasar karena biaya, lemahnya pengayaan pendidikan, iklim lingkungan dan interaksi sosial pendidikan yang tidak kondusif menyelimutinya. Pemerintah belum mampu menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan, kegaduhan rutin terjadi dan saban tahun PPDB on line bergejolak. Ada praktik pungli dan jual beli bangku sekolah, betapa menyedihkan. Beragam model kurikulum pendidikan silih berganti, infra struktur pendidikan pun giat dibangun. Namun pendidikan pada umumnya baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, belum mampu menampung siswa didik secara kualitatif dan kuantitatif. Strata sosial ekonomi yang berlapis, membuat disparitas yang mencolok bagi keluarga yang tak berkecukupan dan kalangan yang mampu dalam mengakses dunia pendidikan. Bagi si miskin pendidikan dasar sekalipun bisa jadi hanya menjadi uthopis, kesulitan mendasar sama halnya dalam terseok-seok memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Namun bagi di kaya, pendidikan setinggi- tingginya begitu mudahnya diraih, bisa menjangkau seantero jagad, layaknya asyik melakukan traveling keliling dunia. Begitulah di Indonesia sebuah negeri yang kaya, tak hanya pada sosial ekonomi dan sosial politik, keadilan juga tak ada tempat di sektor pendidikan. Industri dan Kapitalisasi Pendidikan Seorang Anies Baswedan memahami betul bagaimana pendidikan itu harusnya dapat memanusiakan manusia. Tak cuma akses, pendidikan juga harus mampu menciptakan kesetaraan bagi semua anak bangsa. Sistem pendidikan juga sepatutnya mampu membuat suasana belajar yang nyaman dan aman bagi para peserta dan penyelenggara proses pembelajaran. Situasi dan kondisi pendidikan tak boleh lepas dari orientasi membentuk manusia-manusia terdidik yang mampu menjadi intelektual dan pemimpin yang bisa berkontribusi bagi kebaikan peradaban manusia. Pendidikan khususnya sekolah apapun jenjangnya, identik sebagai laboratorium bagi tumbuh-kembangnya nilai-nilai kemanusiaan yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Secara psikis dan psikologis dan tentunya wawasan, sekolah dituntut untuk melahirkan manusia-manusia yang memiliki kecerdasan intelektual kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan mental. Bagi peserta didik harus ada semangat dan motivasi menjadi manusia yang cerdas, peduli dan berahlak yang berguna bagi rakyat, negara dan bangsa Indonesia, yang menjadi tolok ukur keberhasilan produk pendikan. Jangan sampai masalah ekonomi, apapun latar belakang keluarga dan bagaimanapun juga kondisi anak menjadi penghambat dan memupus impiannya menjadi manusia terdidik tercerahkan dan mencerahkan. Pendidikan harus menjadi kendaraan universal bagi siapapun tanpa dibatasi kelas sosial, SARA dan faktor keturunan untuk mengarungi perjalanan menempuh dan kemuliaan dsn derajat tinggi kemanusiaan bagi setiap orang. Begitupun bagi para guru dan karyawan, menjadi mutlak untuk diprioritaskan kesejahteraannya. Gaji, fasilitas dan tunjangan untuk pengajar (guru dan dosen) serta karyawan juga tak kalah penting diutamakan selain kebutuhan peserta didik. Terlebih bagi para guru yang selama ini mengabdi menjadi pengajar di sekolah-sekolah di pelosok pedesaan dan wilayah perbatasan. Harus ada regulasi yang adaptif terhadap supra struktur dan infra struktur pendidikan yang berkolerasi dengan keberadaan masyarakat, keluarga dan stake holder lainnya. Pendidikan bukan hanya dilihat menjadi produk konsumtif lebih dari itu juga harus dilakukan sebagai budaya partisipatif. Rakyat memiliki hak dan kewajiban untuk ikut menjadi peserta sekaligus penyelenggara pendidikan. Negara dalam hal ini pemerintah, benar-benar harus tegas dan implementatif, jika ingin menjadikan pendidikan sebagai aspek funamental pembangunan manusia (human resources). Paradigma pendidikan selama ini harus berubah, tak lagi menjadikan pendidikan sebagai sebuah industri dan dibiarkan larut dalam penguasaan mekanisme pasar. Pemerintah, dalam hal ini presiden sebagai penentu kebijakan negara yang menyeluruh harus berani merubah paradigma dan persfektif pendidikan selama ini yang terlanjur dikelola sebagai komoditi industri dan bagian tak terpisahkan dari perilaku transaksional dan kapitalistik. Harus ada keberanian kebijakan politik anggaran yang berbasis pada kepentingan pendidikan. Negara harus menggelontorkan pembiayaan sebesar-besarnya untuk kebutuhan pendidikan. Jika perlu subsidi yang yang luas diprioritaskan untuk menopang kepentingan memajukan pendidikan nasional. Anies yang begitu peduli dan konsern pada dunia pendidikan tentunya diharapkan rakyat bisa mengambil terobosan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kelak, in syaa Allah saat menjadi presiden, Anies dapat menjadikan pendidikan sebagai investasi bagi pembagunan manusia yang menjadi tanggungjawab negara. Jangan hanya habis terkuras uang negara untuk praktek-praktek KKN dan proyek-proyek ambisus, mangkrak dan mubazir pula. Semoga Anies mampu mengelola negara terutama pada aspek pendidikan yang menjadi faktor penting dan utama dalam pembangunan negara bangsa Indonesia secara integral holistik. Karena tak bisa dipungkiri, baik buruknya suatu negara dan bangsa, bisa dilihat dari baik buruknya sistem pendidikan yang dianutnya. Pernah menjadi Rektor Universitas Paramadina dan menteri pendidikan, rasanya tak sabar menunggu Anies Baswedan menjadi presiden untuk mengejawantahkan pendidikan yang membebaskan dan pendidikan bagi semua. Anies Baswedan dan perubahan paradigma pendidikan, tentunya menyadari bahwasanya pendidikan itu investasi yang besar dan mahal. Untuk Indonesia yang kaya raya seberapapun besarnya biaya pendidikan demi kelangsungan dan masa depan Indonesia yang lebih baik. Untuk negara, menghabiskan uang rakyat untuk pendidikan rakyat, tak akan sia-sia dan akan kembali untuk kemajuan dan kebesaran rakyat, negara dan bangsa Indonesia, tegas Anies di hadapan Karni Ilyas. Akhirnya, seluruh rakyat Indonesia boleh mengingat dan aware pada apa yang disampaikan filsuf pendidikan Paolo Preire, sekolah adalah kapitalisme yang licik. Atau belum lama ini terlontar dari Faizal Assegaf seorang kritikus, kampus tak ubahnya sebagai tempat peternakan manusia. Anies Baswedan dan perubahan paradigma pendidikan layak ditunggu selekas-lekasnya untuk direalisasikan, tentunya dengan cara yang beradab, demokratis dan konstitusional. Agar sistem pendidikan yang memanusiakan manusia dapat mewujud dan out camenya tidak melulu menjadi pekerja untuk makan, berkembang biak dan bertahan hidup dalam pusaran industri dan kapitalisasi pendidikan. (*)
Jokowi Dimakzulkan, Parpol-Parpol Menang Banyak
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MERUPAKAN pandangan yang keliru jika menyatakan bahwa gerakan makzulkan Jokowi itu bertentangan dengan peran partai-partai politik yang sedang menyiapkan diri untuk Pemilu khususnya Pemilu Presiden. Sesungguhnya makzulnya Jokowi sangat menguntungkan partai-partai politik. Makzulkan Jokowi adalah gerakan untuk membebaskan partai-partai dari sandera permainan Jokowi bersama \"inner circle\" nya. Makzulnya Jokowi menguntungkan PDIP karena semua tahu kini PDIP sedang tidak akur dengan Jokowi. Jokowi adalah petugas partai yang tidak patuh, mahir berpura-pura di depan tetapi di belakang berjalan semaunya. Ketika PDIP mencanangkan Puan Maharani sebagai Bacapres, Jokowi bergerak menjagokan Ganjar Pranowo. Megawati tentu tidak suka dan terluka. Saat Megawati mendukung Ganjar Pranowo, maka Jokowi berpaling kepada Prabowo Subianto. Meski Jokowi masih berwajah kemungkinan akan mendukung Ganjar Pranowo tetapi wajah ini tidak dipercayai Megawati sepenuhnya. Istana Jokowi memang penuh jebakan dan jampi-jampi. Tidak jelas dukungan dan pemihakan. Jokowi bagi PDIP adalah dilema. Makzul Jokowi akan membuat PDIP merdeka dan leluasa menuju Pemilu. Lengser Jokowi tentu menguntungkan Koalisi Indonesia Bangkit (KIB). Saat ini Golkar diobrak abrik dan PAN-PPP hanya bisa melompat lompat. Semua partai tersebut akan bebas dari penyanderaan jika Jokowi berhasil dimakzulkan. Jokowi memainkan hukum untuk kepentingan politik. Publik membaca bahwa KPK dan Kejagung dapat memilih kasus sesuai arahan atau keperluan. Yang sudah pasti beruntung adalah Koalisi Perubahan. Partai Nasdem, PKS dan Demokrat akan bebas dari beribu-ribu upaya Jokowi untuk menjegal Anies Baswedan. Langkah Jokowi yang mengacaukan Partai Demokrat dan Partai Nasdem harus digagalkan. Artinya makzul sebelum 2024 adalah pilihan terbaik. Ketiga partai selayaknya untuk mendukung agenda pemakzulan ini. Bagaimana dengan Gerindra dan PKB? Makzulnya Jokowi juga menguntungkan keduanya. Keburukan Gerindra di depan rakyat adalah kesan Prabowo menjadi pengemis untuk dukungan Jokowi. Saat Jokowi mulai ditinggalkan, maka bersandar pada Jokowi adalah kartu mati. Prabowo dan Gerindra yang sudah terlanjur merapat sulit keluar. Hanya satu jalan yaitu Jokowi lengser atau dimakzulkan. PKB turut lepas dari penyanderaan kasus. Gerakan pemakzulan Jokowi bukan saja menjadi aspirasi dari rakyat yang sudah bosan dengan pola dan permainan rezim, akan tetapi juga menguntungkan dan menolong partai-partai politik. Ini merupakan \"blessing in disguise\" sekaligus keunikan yang terjadi di penghujung masa jabatan Presiden Jokowi. Bagi DPR dan MPR dengan adanya aspirasi desakan \"Makzulkan Jokowi\" melalui Petisi 100 yang lalu tentu dimudahkan untuk mendasari pemakzulan. Apa yang menjadi alasan dari Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat untuk pemakzulan Presiden Jokowi dapat didalami secara seksama. Ada KKN, pelanggaran HAM, perbuatan tercela, penghianatan negara dan lainnya. Desakan agar Jokowi mundur atau dimundurkan sangat beralasan hukum dan politik, karenanya dapat dilakukan dengan segera. Hal ini berkaitan dengan Pemilu 2024 yang semakin dekat. Demi kepentingan rakyat, maka partai-partai politik harus segera berbuat. Makzulkan Jokowi. Ini akan menjadi perbuatan dan perjuangan yang sangat bermanfaat baik bagi rakyat maupun bagi partai-partai politik itu sendiri. Slogan bangsa demi kebaikan bersama : \"Pemilu tanpa Jokowi\". Bandung, 29 Juli 2023.
Bagi Rakyat Perubahan adalah Kedaulatan
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Tuhan telah memberi sinyal, terbukti penguasa saling menjegal, menebar intimidasi dan teror. Mengancam membongkar kebobrokan dan potensi penjara bagi masing-masing. Pejabat menangkap pejabat, polisi membunuh polisi dan sesama koruptor terus berperang. Tunggu saja saat Tuhan benar-benar bertindak, tak melulu hanya menyampaikan pesan. Potret paling nyata dan jujur dari republik saat ini tak lain dan tak bukan adalah keprihatinan. Kemerdekaan Indonesia yang susah payah diperjuangkan hanya menyajikan perpindahan kekuasaan dari bangsa asing kepada kekuasaan oligarki. Awalnya membuat getir kaum imperialis, hingga 78 tahun usia proklamasi, negeri tak berubah masih diliputi tirani. Kekayaan alam habis dikuras secara legal oleh korporasi internasional. Perampok dan maling lokal berkuasa secara konstitusional. Birokrasi dan aparat hanya berupa gerombolan elit yang emosional dan brutal. Rakyat hanya mendapat sisa-sisa remahan dari pesta pora pemilik modal, mafia dan para pejabat pembual. Hari-hari penyelenggaraan negara terus diwarnai kejahatan pribadi dan institusional. Praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme semakin kuat menjadi tradisi dan gaya hidup pemangku kepentingan publik. Mulai dari personal dan organisasi penyimpangan terus dilakukan secara terstruktur, sistematik dan masif. Kecurangan, penyimpangan dan bahkan penindasan benar-benar telah menjadi terhormat dan disegani. Penjahat berkedok pejabat begitu angkuh memamerkan uang, kekuasaan dan populeritas. Rakyat terdiam, terpaku dan pasrah tak bisa berbuat apa-apa. Elit politik saling menjegal berebut pengaruh dan kekuasaan. Saling mengancam dan siap membongkar kebobrokan yang konspiratif. Bagi yang tersandera skandal kebusukan moral, harus rela terseret permainan politik yang rendah dan menghinakan. Pola transaksional tak selalu memburu material, tak jarang lebih karena dalam rangka keamanan dan keselamatan diri, keluarga dan kolega. Dalam istilah yang diperhalus, konstelasi dan konfigurasi petinggi negara penat diliputi pertarungan posisi tawar. Presiden kepada menterinya, presiden kepada lembaga tinggi negara, presiden kepada komisi pelayanan publik dan termasuk presiden kepada partai politik dengan irisannya di legislatif, eksekutif dan yudikatif. Saling mengancam, menebar intimidasi dan teror kerap menyelimuti perilaku kekuasaan, tanpa sedikitpun peduli pada rakyat yang justru menjadi korbannya. Rakyat kehilangan tanah dan rumahnya, entah tergusur atau dirampas oligarki. Rakyat sulit mengenyam pendidikan, sekalipun di sekolah berstatus negeri, apalagi yang dikelola swasta. Rakyat kesulitan mendapat gas elpiji dan harus membayar mahal BBM. Rakyat harus terbebani berat utang negara dan membayar pajak tinggi yang mencekik, sementara subsidi kebutuhan pokok rakyat terus dicabut. Lebih miris lagi, bukan hanya lemahnya daya beli masyarakat, sebagian rakyat di pedesaan bersaing dengan perkotaan berlomba-lomba menyandang kemiskinan. Semua keprihatinan dan ketidaklayakan yang mendera rakyat itu, bahkan seiring sejalan saat segelintir penyelenggara negara bersama oligarki pengusaha dan partai politik mempertontonkan, membanggakan dan mencintai kekayaan serta tabiat kekuasaan yang berbasis korup dan kejahatan kemanusiaan. Manipulasi konstitusi, mengebiri demokrasi dan membunuh hak asasi, tak selamanya berjaya. Kekuasaan manusiapun pun ada batasnya, terlebih saat Tuhan mulai melakukan intervensi. Ada sinyal dan pesan dari kekuasaan Tuhan merespon doa kaum teraniaya dan tertindas yang mampu mengguncang kekuatan tirani. Doa rakyat yang terpinggirkan dan menjadi korban kekuasaan zolim, mampu menggerakan simpati dan empati pemilik jagad raya yang hakiki untuk melahirkan seorang pemimpin dan agenda perubahan yang melekat di dalamnya. Sejarah dan peradaban manusia menjadi bukti sekaligus saksi nyata, Tuhan selalu ada dan menghadirkan seorsng pemimpin yang jujur, amanah, syiar dan cerdas di antara rakyat yang lemah dan kekuasaan rezim yang absolut sekalipun. Nabi Ibrahim alaihissalam dengan Raja Namrud, Nabi Musa alaihissalam dengan Raja Firaun hingga Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam menjadi pelajaran sekaligus pencerahan yang nyata bagi umat manusia di dunia. Tak ada kekuasaan yang abadi, tak ada kejahatan yang tak bisa dikalahkan, terutama ketika Tuhan membersamai kaum yang lemah, yang tertindas dan teraniaya sembari memanjatkan doa meminta pertolongan dan perubahan. Pun, bagi rakyat Indonesia yang menjadi muslim terbesar di dunia, betapapun rezim pemerintahan meminggirkan peran umat Islam dan cenderung Islamophobia. Kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Perubahan itu kian tak terbendung bersama kekuatan rakyat dan umat. Karena sesungguhnya, bagi rakyat perubahan adalah kedaulatan. Kedaulan rakyat sekaligus kedaulatan Tuhan yang hadir pada setiap pemimpin pada zamannya. Ya, setiap pemimpin ada zamannya dan setiap zaman ada pemimpinnya. Selamat datang perubahan, selamat atas doa pemimpin yang mengiba pada kekuasaan Tuhan. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot. - 10 Muharram 1445 H/28 Juli 2023.
Resep Anti Negara Gagal
Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti - Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia MINGGU lalu, mata dunia tertuju kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. Karena dia menyampaikan peringatan serius kepada negara-negara di dunia. Tentang ancaman negara gagal. Dalam laporannya yang berjudul; A World of Debt (Dunia Utang), Guterres memberi peringatan serius terkait utang publik global di tahun 2022, yang mencetak rekor 92 triliun US Dolar. Angka tertinggi sepanjang masa. Sekjend kelahiran Portugal itu mengatakan, sebanyak 52 negara, hampir 40 persennya adalah negara berkembang, berada dalam masalah utang yang serius. Katanya seperti dirilis di website resmi United Nation, Rabu, 12 Juli 2023. Yang menjadi perhatian dia, adalah tingginya angka pembayaran bunga utang (belum termasuk pokok utang), yang melebihi beberapa belanja publik pemerintah di sektor yang seharusnya menjadi mandatory. Sektor mandatory menurut Guterres yang terpenting ada dua; Kesehatan dan Pendidikan. Beberapa negara memang tercatat membayar bunga utang lebih tinggi ketimbang belanja sektor mandatory. Terutama negara-negara di Benua Afrika. Menurut dia, jika ini diteruskan, potensi untuk menjadi negara gagal terbuka lebar. Bagaimana dengan Indonesia? Dalam APBN kita, bunga utang yang dibayar pemerintah di tahun 2022 sebesar Rp 386,3 triliun. Sementara anggaran Kesehatan di tahun 2022 sebesar Rp 176,7 triliun. Sedangkan belanja di sektor Pendidikan mencapai Rp 472,6 triliun. Di sisi lain, potensi angka utang Indonesia masih akan membesar. Pertama karena defisit neraca APBN. Kedua, karena pagu rasio utang dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sesuai Undang-Undang No.17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara, masih terbuka untuk nambah utang. Rasio utang Indoneaia tahun 2023 masih di angka 38,15 persen dari PDB. Sedangkan pagu di dalam UU 17/2023 tersebut dipatok 60 persen dari PDB. Artinya masih berpotensi untuk nambah utang berkali-kali lipat. Dan jika betul nambah terus, maka belanja bayar bunga utang niscaya akan melampaui belanja sektor Pendidikan. Bahkan bisa saja melampaui belanja gabungan antara Pendidikan dan Kesehatan. Artinya, Indonesia juga berpotensi menjadi negara gagal. Dan kita tidak perlu defense, atau malu-malu mendiskusikan soal ini. Pemerintah tidak perlu nyolot dan mengelak dengan membandingkan dengan rasio utang Jepang yang mencapai 260 persen dari PDB. Karena kita harus utuh menjelaskan informasi tersebut. Karena Jepang ternyata juga kreditur besar ke beberapa negara. Bahkan Jepang memegang surat utang Amerika Serikat sebesar 1,3 triliun USD atau sekitar 18.500 triliun rupiah. Sementara utang Jepang didominasi utang dalam negeri, dalam satuan mata uang Yen. Bukan USD. Amerika Serkat sendiri juga utangnya tinggi. Mencapai rasio 137 persen dari PDB. Tetapi lagi-lagi, AS juga kreditur besar ke sejumlah negara. Apalagi AS ditopang oleh jaminan pemasukan pajak dari puluhan the biggest company in the world, yang berkantor pusat di AS. Jadi ojok dibandingke. Nah, daripada sibuk membuat perbandingan yang tidak apple to apple, lebih baik kita merefleksi diri. Muhasabah. Untuk mencari resep jitu agar Indonesia tidak menjadi negara gagal. Karena negara ini milik rakyat. Pemerintah boleh shutdown. Tapi negara tidak boleh. Pentingnya Sistem Mari kita menilik buku tentang Negara Gagal yang ditulis ekonom asal Turki-Amerika, Daron Acemoglu dari Institut Teknologi Massachusetts dan ilmuwan politik James A. Robinson dari Universitas Harvard. Buku ini pertama kali dicetak tahun 2012 silam. Mereka mengatakan kemajuan atau kemunduran suatu negara, ditentukan oleh desain institusi politik dan ekonominya. Suatu negara dapat terus berjalan dan mencapai titik kemakmuran, bila dikelola dengan cara yang tepat. Ini artinya sistem. Bukan tergantung orang (pemimpin). Bahkan mereka mengatakan, meskipun negara kaya sumber daya alam, dan ditopang iklim yang mendukung, (seperti Indonesia), bisa saja menjadi negara gagal. Apabila tidak dijalankan dengan sistem yang tepat. Kedua akademisi itu memisahkan institusi politik dan ekonomi ke dalam dua bentuk. Yaitu; institusi politik ekonomi inklusif, dan institusi politik ekonomi ekstraktif. Intinya, institusi politik ekonomi inklusif ini memiliki kebijakan yang tidak hanya memberi keuntungan kepada kaum elit. Tapi juga memberi kemakmuran kepada rakyat mayoritas. Secara politik, rakyat juga bisa berpartisipasi aktif. Punya saluran konstitusional. Sehingga bisa mengontrol tindakan penguasa. Sebaliknya, institusi politik ekonomi ekstraktif merupakan wujud kekuasaan dimana sumber daya ekstraktif hanya dikuasai oleh segelintir orang (oligarki), yang didukung oleh kekuatan politik dan kekuasaan. Situasi ini akan memicu kesenjangan ekonomi yang lebar. Nah, bagaimana wajah Indonesia? Jika ditelaah dengan pisau analisis yang dipaparkan kedua penulis buku negara gagal itu. Sistem politik Indonesia saat ini, sejak era Reformasi, menempatkan Partai Politik dan Presiden terpilih menjadi pemegang kedaulatan rakyat. Partai politik juga penentu calon presiden yang disuguhkan kepada rakyat untuk dipilih. Dan partai politik juga melalui DPR sebagai pembentuk Undang-Undang yang mengikat 270 juta rakyat Indonesia melalui paksaan hukum (law enforcement). Di sisi lain, faktanya; 1 persen penduduk Indonesia menguasai setengah kekayaan nasional. Karena angka GINI rasio kita terhadap kekayaan nasional mencapai angka sebesar 0,381. Sedangkan GINI rasio terkait penguasaan tanah di Indonesia, yang mencapai angka 0,58, artinya 1 persen penduduk menguasai 58 persen sumber daya agraria, tanah dan ruang. Sementara 40 persen penduduk Indonesia masuk dalam kerentanan atau kemiskinan berdasarkan angka patokan Bank Dunia. Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan sosial mungkin tidak kita rasakan di dalam ruangan rapat pembuat kebijakan di Jakarta. Tetapi di jalanan, di kampung dan gang sempit, di daerah-daerah, di desa-desa, juga di pulau-pulau kecil di luar Jawa; Sangat terasa dan tampak nyata. Jadi marilah kita membangun kesadaran kolektif. Republik ini harus menjadi milik semua. Bukan milik segelintir orang atau kelompok tertentu. Hentikan kontestasi politik yang semata-mata ingin sukses meraih kekuasaan dengan cara liberal. Karena politik liberal yang transaksional, dan semata-mata berorientasi kekuasaan itu telah menjadikan kehidupan bangsa kita kehilangan jiwa, rasa, etika, dan kehormatan. Pilpres Langsung yang kita adopsi copy paste begitu saja telah melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa difabrikasi melalui media. Belum lagi elektabilitas yang diframing melalui lembaga survei. Lalu diresonansi buzzer di medsos dengan narasi-narasi saling hujat atau takliq buta puja-puji. Maka, semakin mahal biaya make up-nya, semakin glowing di mata rakyat, yang disodori realita yang dibentuk. Oleh karena itu, marilah kita kembali ke sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa. Sistem bernegara yang tidak meninggalkan Pancasila. Khususnya sila keempat dan ketiga. Sistem bernegara yang belum pernah secara benar dan tepat diterapkan, baik di era Orde Lama maupun Orde Baru. Niscaya kita akan terhindar dari negara gagal. Karena kedaulatan harus benar-benar dijelmakan oleh seluruh elemen bangsa di Lembaga Tertinggi Negara. Tidak boleh ada yang ditinggalkan. Karena kita harus membangun demokrasi. Bukan membangun dominasi. Berabad-abad bangsa Nusantara ini memiliki tradisi musyawarah dan perwakilan. Bahkan partai politik dan ormas dalam memilih ketuanya juga melalui perwakilan. Tetapi mengapa giliran memilih presiden harus dilakukan secara langsung? Dan penentu akhir siapa yang menang adalah Komisi Pemilihan Umum yang mengumumkan angka-angka suara dari 820.161 TPS. Surabaya, 28 Juli 2023.