OPINI

Ujung dari Konflik Israel - HAMAS (Palestina): Tiga Skenario

Oleh Denny JA - Direktur Eksekutif LSI “Dua hal ini tiada batasnya,” kata Einstein.  “Yaitu: alam semesta dan kebodohan manusia.” Namun melihat perang antara Israel dan Hamas yang merupakan faksi militer dari Palestina, bertambah lagi yang tak berbatas itu. Yaitu dendam manusia, dan rasa tega manusia. Mari kita mulai dengan data. Ini perang baru masuk hari kelima.  Tapi lihatlah, sudah 2.000 orang yang tewas. Sebanyak 200.000 rakyat Palestina mengungsi.  Sekitar 800 rumah rata dengan tanah. Sebanyak 5400 rumah rusak parah. Dan 2 juta manusia terkena dampak berat hidup di wilayah perang. Pasokan  listrik diputus. Jalur air diganggu. Supply makanan diblokir.  Di  jalur Gaza, penyakit, kelaparan, rasa takut, rasa terancam, cemas, kini meraja rela. Lihatlah  puluhan ribu anak-anak di sana. Mereka tak mengerti apa yang terjadi, tapi ikut menderita jiwa dan raga karenanya. Di manakah ujung dari  perang antara Israel dan Hamas sekarang ini?  Maka ada tiga skenario. Pertama, gencatan senjata akan terjadi secepatnya. Itu hasil inisiatif dari Israel dan Hamas sendiri, ataupun ini dipaksakan oleh dunia internasional. Misalnya ini intervensi oleh PBB, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Semua menyadari. Perang ini tak akan dimenangkan oleh siapapun. Menambah waktu perang, hanya menambah jumlah korban dan derita, semakin lama semakin banyak. Skenario kedua: perang ini akan terus berlanjut berbulan-bulan, mungkin juga melampaui setahun.  Ia mengulangi durasi perang yang terjadi di Rusia melawan ukrania sekarang ini. Mengapa  perang ini berarut-larut?  Israel merasa bisa menumpas Hamas. Tapi ternyata Hamas tak bisa ditumpas secepat itu. Hamas merasa bisa mengalahkan Israel. Apalagi Israel, ia pun tak bisa dikalahkan secepat itu. Yang tersisa akhirnya perang yang berlarut-larut dan korban manusia yang juga bertambah- tambah. Skenario ketiga, ini kita harap:  terjadil satu solusi yang lebih permanen. Hanya solusi permanen yang membuat  perang gila-gilaan ini  adalah tikungan kungan terakhir. Solusi permanen itu, tak lain dan tak bukan berdirinya dua  negara yang merdeka, berdaulat dan berdamai. Israel yang merdeka. Di sisinya, Palestina yang juga merdeka. Tapi mengapa solusi dua negara ini tak kunjung bisa selesai? Itu karena mereka selalu buntu untuk untuk batas teritori. Dimanakah batas negara Israel itu harus diterapkan?  Apakah batas Israel adalah batas yang sekarang ini? Ataukau batasnya adalah batas sebelum perang dengan Arab di tahun 1973? Itu dua batas yang sangat berbeda. Kedua, bagaimana  posisi Yerusalem? Apakah ia seluruhnya akan menjadi Ibu Kota Israel? Ataulah  Jerusalem akan dibagi dua,  sebagian buat Israel, sebagian buat Palestina? Ini solulsi “land for peace.” Berikan  kami tanah ini, maka kami akan beri damai yang kalian minta. Baik Israel dan Palestina meminta tanah yang menjadi sengketa. Baik Israel dan Palestina tak mau memberi tanah itu. Negosasi perebutan tanah  ini tak kunjung selesai, dari dulu hingga sekarang. Inilah pangkal muara, yang menjadi ibu kandung konflik, yang hingga kini  beranak pianak kekerasan. Semoga kebodohan manusia, rasa dendam, dan rasa tega itu ada batasnya.***

Apa Putusan MK Soal Umur Capres-Cawapres 35 Tahun?

Oleh Kisman Latumakulita/Wartwan Senior FNN FNN-Senin 16 Oktober 2023 minggu depan, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan keputusan tentang batas usia minimum untuk calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Publik menunggu-ngunggu keputusan MK tersbebut. Banyak perkiraan yang muncul di masyarakat. Ada yang memperkirakan MK bakal mengabulkan gugutan judicial reviuw yang di bakal dikabulkan MK. Namun tidak sedikit yang meyakini gugatan bakal ditolak oleh MK. Awalnya gugatan ke MK mengenai batas minimum usia Capres dan Cawapres diajukan oleh banyak pihak. Namun hampir semuanya kandas di tengah jalan. Pihak terakhir yang menarik gugatan yang telah di MK adalah Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu. Kini yang masih tersisa di MK hanya gugatan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).    Sejak awal publik Indonesia dan pemerhati politik nasional paham sepaham-pahamnya kalau gugatan batas usia Capres dan Cawapres 35 tahun ini hanya untuk kepentingan satu orang, yaitu Gibran Rakabuming. Putra sulung presiden Joko Widodo (Jokowi) ini didorong-dorong untuk menjadi kandidat Cawapres untuk Capres Prabowo atan Ganjar Pranowo. Semua Upaya ini diduga erat kaitannya dengan cawe-cawe Jokowi sedang menyiapkan dinasti politik keluarganya. Untuk memuluskan rencana ini, maka diperlukan tokoh penting yang berperan sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro). Seorang menteri yang berkantor di sekitaran Monumen Nasional (Monas) berperan sebagai Pimpro. Orangnya jarang muncul ke publik, kacuali untuk kegiatan kedinasan. Kemampuan lobby menteri ini mungkin hanya satu tingkat di bawah Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kita doakan semoga cepat sembuh dari sakit dan bisa bekerja kembali, AMIN AMIN dan AMIN). Dugaan keinginan dan upaya keluarga Presiden Jokowi untuk menjadikan anaknya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden di Pilpres 2024 nanti mungkin lumayan serius. Apalagi kalau keinginan itu didukung juga oleh mamanya Gibran, Ibu Iriana Joko Widodo. Menjadi klop dan sempurna. Semua potensi dan sumberdaya keluarga untuk mewujudkan keinginan tersebut mungkin dikerahkan. Meskipun hingga kini keluarga inti atau terdekat Jokowi tidak ada yang menyaurakan keinginan untuk menjadikan Gibran sebagaiu Cawapres. Namun permbicaraan publik soal ini menjadi serius di hari-hari menjelang putusan MK hari Senin minggu depan. Bahkan ada bertanya-tanya, apa benar Gibran menjadi Cawapres Prabowo? Ternyata itu Jokowi itu tidak bedanya dengan SBY. Hanya memikirkan politik dinasti keluarga. Soal umur bukan menjadi jaminan kematangan dan kedewasaan seseorang untuk memikirkan kemajuan bangsa dan negara. Sejarah mencatat para pendiri bangsa ini telah berpikir dan berjuang memerdekan Nusantara dari cengkaran penajah dan koloniame di bawah tiga puluh tahun. Bahkan ada yang sejak usia belasan tahun. Bung Karno misalnya, saat diadili Pemerintah Belanda di gedung yang sekarang diberi nama “Gedung Indonesia Menggugat” di Bandung. Bung Karno tampil di persidangan dengan pledoi yang berjudul “Indonesia Menggugat” di usia 29 tahun. Pledoi “Indonesia Menggugat” ini isinya memperlihatkan gagasan-gagasan besar Bung Karno mengenai mambangun masa depan Indonesia. Bung Karno memprotres konsesi lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan Belanda kepada investor selama 75 tahun. Sekarang Presiden Jokowi malah kasih HGU kepada investor selama 90 tahun. Tenyata lebih para dari penjajah Belanda rupanya. Begitu juga dengan tokoh-tokoh bangsa seperti Syahrir, Muhamad Yamin, Tan Malaka, Rajiman, Kasman, Wahid Hasyim dan lain-lain yang ketika Sumpah Pemuda 1928 dulu masih berusia dua pulahan tahun. Bahkan ada yang belasan tahun.   Para tokoh yang terlibat dan menjadi pembuat konstitusi Amerika di “Philadelphia Constitutional Convention 1787” adalah orang yang berusia dua puluhan tahun. John Adams, Alexander Hamilton, Thomas Jeferson dan James Adam rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Mereka mampu untuk berperan memikirkan masa depan Amerika dalam isi pasal-pasal maupun huruf-huruf di kontitusi Amerika. Tentu saja Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi yang hebat itu bukanlah tandingan para pendiri bangsa atau pembuat kontitusi Amerika. Kalau memakai pepatang orang kampong “masih jauh panggang dari api”. Ayahnya Presiden Jokowi yang hebat itu, dua kali Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta saja banyak masalah yang ditinggalkan untuk presiden penggantinya nanti. Utang pemerintah yang diciptakan dalam sepuluh tahun masa pemerintahan Jokowi nanti, diperkirakan mencapai Rp 5.000 triliun. Sementara utang yang ditinggalkan Bung Karno sampai dengan SBY berakhir 20 Oktober 2014 hanya Rp 2.600 triliun. Kemiskinan dan penggauran bukan berkurang. Malah yang semakin bertambah.       Pertanyaanya, apa mungkin gugatan PSI yang masih tersisa sekarang ini dikabulkan oleh MK? Jawabannya, sebelum sampai tiga hari ke depan, Senin 16 Oktober 2022 nanti bisa iya dikabulkan. Namun bisa juga tidak dikabulkan. Sangat tergantung dari pertimbangan hukum seperti apa yang akan dipakai oleh MK?      Pertama, kalau MK sudah menganggap kedudukannya sebagai pembuat norma hukum, maka bisa saja MK mengabulkan gugatan PSI. Namun jika MK masih tetap menganggap pembuat norma hukum adalah DPR dan Pemerintah, maka gugatan PSI pasti ditolak. Itu berarti Gibran Rakabuming harus tunggu di Pilpres tahun 2029 baru maju sebagai calon Wakil Presiden. Bahkan bisa langsung menjadi calon Preisden. Mengapa tidak? Toh, semua kemungkinan tersedia dan terbuka lebar. Kedua, PSI belum pernah mengalami kerugian kontitusional terkait calon presiden dan wakil Presiden. Misalnya, PSI belum pernah mengajukan calon Presiden atau Wakil Presiden yang berusia 35 tahun atau di bawah 40 tahun. Dengan demikian, PSI tidak layak sebagai Legal Standing penggugat soal usia Capres dan Cawapres ini.   Terakhir, Rasulullah Muhammad Shallaahu Alaihi Wasalam menjadi Nabi dan Rasul 40 tahun. Namun sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan usia di 53 tahun. Begitulah Allah Subhaanahu Wata’ala meberikan perumpamaan kepada hambanya yang berpikir untuk memilih di usia yang pas.   

Acungan Jempol Surprise Attack HAMAS

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan PALESTINA hanya tinggal dua bagian sebagian Tepi Barat dan seluruh Jalur Gaza. Sisanya menjadi daerah pendudukan Israel. Praktis Palestina menjadi jajahan Israel. Hanya di dua daerah tersebut otoritas diakui. Dunia kadang hanya bisa berteriak atas perilaku arogan penjajah Zionis Israel.  Memindahkan ibukota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem sangat melukai Palestina. Yerusalem kota tiga agama semestinya menjadi kota bersama. Semula dibagi dua Yerusalem Barat yang dikuasai Israel dan Yerusalem Timur menjadi teritori Palestina. Israel secara sepihak terus memperluas tanah aneksasinya bahkan dengan membangun pemukiman ilegal. Zionis Israel memang jahat.  Masjid Al Aqsha pun dinodai. Kaum Yahudi menginjak-injak Masjid yang dimuliakan umat Islam. Hamas di Gaza melakukan perlawanan atas keangkuhan dan kesewenang-wenangan Israel. Serangan kejutan mereka lakukan di pagi hari 7 Oktober  2023 melalui operasi Taufan Al Aqsha. Perbatasan Gaza ditembus, benteng kokoh dijebol. Pasukan Hamas menerobos dan menyerang. Tentara Israel dan warga sipil tewas. Berbagai kota mulai diinvasi dari darat, laut dan udara. Menggunakan kapal, truk, drone dan paraglider. Israel benar-benar terkejut dan panik.  Serangan balasan Israel konvensional melalui \"bombing\". Sementara Hamas melakukan pola dan taktik beragam. Keunikan pada serbuan paralayang bermotor sebagai penyusupan khas Perang Dunia II. Radar Israel tak mampu mendeteksi. Membuat Festival Musik kocar-kacir. Desa perbatasan porak poranda. Banyak tentara tewas dan tersandera. Hamas yang lama diam dan dianggap enteng tiba-tiba datang bagai hantu yang menakutkan.  Dunia turut terkejut atas gelombang badai perlawanan ini. Rusia, Korut dan lainnya mendukung Hamas sementara AS dan UE gelisah melihat perkembangan. Pasukan militan Taliban, Chehnya dan Hizbullah siap bergerak memperkuat penyerangan. Negara Arab beragam sikap. Indonesia meminta agar dihentikan perang. Seruan normatif.  Palestina berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negaranya. Seharusnya dunia khususnya dunia Islam kompak mendukung. Semua upaya pejuang Palestina baik melalui meja perundingan maupun angkat senjata adalah perjuangan untuk melawan kejahatan Zionis Israel. Dalam rangka mengusir penjajah.  Serangan Taufan Al Aqsha menyadarkan perlunya Palestina merdeka segera. Israel pun akan terus menderita akibat perlakuan tidak adil terhadap warga Palestina. Israel adalah rezim teroris. Hamas dan berbagai kelompok perjuangan Palestina menjadi mimpi buruk bagi Zionis Israel.  Indonesia sebagai negara mayoritas muslim dan memiliki konstitusi yang memberi landasan juang untuk menghapuskan penjajahan di muka bumi haruslah lantang dan konkrit dalam membantu perjuangan bangsa Palestina. Atas kondisi kini tampaknya tidak  cukup dengan seruan untuk menghentikan perang tetapi menekan Israel agar segera mau menerima kemerdekaan Palestina. Tanpa kemerdekaan maka ancaman serangan dan kekacauan akan terus berlanjut.  Surprise attack Hamas adalah modal keyakinan bahwa Zionis Israel itu bisa dikalahkan. Menyadarkan warga negara Israel sendiri bahwa mereka adalah korban dari kerakusan dan kebejatan moral para pemimpinnya. Warga negara yang harus tunggang langgang mencari tempat persembunyian termasuk berebut untuk kabur melalui bandara Ben Gurion. Benyamin Netanyahu sang jagal harus bertanggungjawab.  Tidak seperti Abu Janda yang gila dan mania pada Zionis dan berkoar bagai cacing kepanasan memaki-maki Hamas, lalu mengetuk-ngetukan kepala meratap di dinding kebodohan Israel, bangsa Indonesia harus tetap konsisten mendukung dan membantu perjuangan bangsa Palestina hingga Palestina memperoleh kemenangan dan kemerdekaan.  Untuk saat ini, acungan jempol untuk surprise attack Hamas. Bravo paralayang pasukan pejuang! Bandung, 12 Oktober 2023.

Usia Presiden Usia Gibran

Oleh: Radhar Tribaskoro - Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) MAHKAMAH Konstitusi akan segera bersidang untuk meninjau kembali batas usia termuda calon presiden yang ditetapkan oleh pasal 169 huruf q UU No.17/2017. Menurut UU itu usia capres dan cawapres mesti telah mencapai 40 tahun pada waktu pemilihan presiden diselenggarakan. Ketentuan tersebut ditinjau ulang atas permintaan partai non-parlemen Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai ini mengajukan peninjauan ulang itu karena menginginkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung presiden petahana Joko Widodo, menjadi calon wakil presiden 2024. Gibran pada tanggal 14 Februari 2024 (hari pemungutan suara) baru mencapai usia 36 tahun 4 bulan dan 14 hari. Adapun putra Presiden Jokowi yang lain, yaitu Kaesang Pangarep, telah diangkat menjadi Ketua Umum PSI hanya 3 hari setelah memperoleh kartu anggota partai. Bagaimana Mahkamah Konstitusi memutus kasus ini?  Koreksi atas Koreksi Dari sudut pandang ilmiah, kasus ini konyol. Undang-undang yang dipersoalkan baru lahir 6 tahun lalu sebagai pengganti atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Adapun ketentuan batas usia 40 tahun itu sendiri adalah koreksi atas batas usia 35 tahun yang ditetapkan oleh undang-undang yang digantikan. Sekarang MK harus bersidang untuk mengembalikan batas usia ke semula. Sungguh sebuah pemborosan waktu dan tenaga yang sangat tidak dibutuhkan rakyat. Enam tahun lalu, batas usia calon presiden dan wakil presiden dinaikkan dengan pertimbangan bahwa presiden merupakan jabatan yang sangat penting dan strategis. Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, sehingga harus memiliki kecakapan dan pengalaman yang memadai untuk memimpin negara. Kalau sekarang batas usia akan diturunkan lagi apakah ada yang salah dalam pertimbangan-pertimbangan di atas? Bagaimana MK mengetahui kesalahan itu? Tidak ada Kriteria Objektif Dalam konteks kepemimpinan, umur dan kematangan seringkali dikaitkan, tetapi kedua aspek ini tidak selalu sejalan. Banyak teori mengatakan bahwa kematangan pemimpin lebih terkait dengan pengalaman daripada umur. Orang yang memiliki pengalaman kerja dan pernah memimpin di berbagai tingkatan dianggap lebih matang dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Menurut Teori Perkembangan Kepemimpinan, seperti disampaikan Warren Bennis, penting sekali bagi seseorang untuk mengalami dan mengatasi berbagai krisis atau tantangan sebagai cara untuk mengembangkan kepemimpinannya. Meskipun ini bisa terjadi di usia berapa saja, sering kali diperlukan waktu dan berbagai pengalaman hidup untuk mengembangkan keterampilan dan kebijaksanaan ini. Di sisi lain model kepemimpinan situasional dari Hersey-Blanchard mengemukakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada sejauh mana pemimpin dapat menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka dengan tingkat kematangan bawahan. Meskipun model ini tidak langsung berbicara tentang umur pemimpin, dapat diasumsikan bahwa kemampuan untuk menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan situasi mungkin berkembang seiring waktu dan pengalaman. Namun, ada pula pandangan yang mengakui keunggulan pemimpin muda, yang mungkin lebih terbuka terhadap ide-ide baru, inovatif, dan dinamis dalam pendekatan mereka. Mark Zuckerberg (Facebook) dan Sergey Brin (Google) adalah contoh pemimpin muda yang berhasil. Namun perlu diingat kedua orang itu bukanlah pemimpin terpilih, mereka adalah entrepreneur yang kebetulan berhasil di antara jutaan entrepreneur muda lainnya. Oleh karena itu, penting untuk dicatat bahwa kematangan tidak selalu sebanding dengan umur. Seseorang bisa menjadi pemimpin yang matang di usia muda dengan pengalaman, kebijaksanaan, dan keterampilan yang tepat. Namun kesimpulan itu berlaku juga sebaliknya, seorang pemimpin yang lebih tua sering dianggap memiliki tingkat kematangan yang diharapkan. Kematangan kepemimpinan bersifat kompleks dan tidak dapat diukur hanya dengan faktor umur semata. Secara empiris orang Amerika menganggap John F. Kennedy sebagai pemimpin terpilih muda yang paling berhasil. John terpilih ketika berusia 43 tahun. Sementara itu Perdana Menteri Inggris termuda yang dianggap paling berhasil adalah Tony Blair. Seperti Kennedy, ia terpilih tahun 1997 saat berusia 43 tahun. Kepala pemerintahan yang betul-betul muda terpilih di Austria tahun 2017, namanya Sebastian Kurz. Ketika terpilih ia baru berusia 31 tahun. Namun Kurz tidak menyelesaikan masa jabatannya, tahun 2021 ia dipaksa mundur karena terlibat sejumlah skandal, termasuk korupsi.  Fakta empiris di atas tetap tidak dapat dipergunakan untuk menentukan batas usia yang pasti menunjuk pemimpin telah cukup matang, atau tidak. Beri Jalan atau Tidak untuk Gibran? Dengan tidak adanya alasan objektif atas batas usia kematangan pemimpin, orang hanya bisa berspekulasi. Artinya: empat puluh tahun dan tiga puluh lima tahun adalah sama benarnya sekaligus sama salahnya. Mana yang mau dipilih? Mau tidak mau, pilihan manapun yang akan diambil oleh hakim-hakim Mahkamah Konstitusi hari ini memiliki nuansa subjektif yang kuat. Pilihan 40 tahun menyatakan pemihakan kepada pembuat UU No.7/2017, bahwa capres yang matang, cakap dan cukup berpengalaman berusia minimal 40 tahun. Sebaliknya Pilihan 35 mengkonfirmasi dukungan subjektif kepada Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres Prabowo pada Pilpres 2024. Bagi publik pilihan 35 adalah konfirmasi atas tegaknya rezim otokrasi Joko Widodo beserta dengan dinasti politik dan kroni-kroninya. Hanya dengan rezim semacam itu maka seorang dengan pengalaman dan kontribusi publik sangat minim bisa mencapai kedudukan tertinggi di suatu negara. Itukah yang akan terjadi pada republik ini? (*)

Para Teroris Palestina di Mata Kompas

Oleh Ahmad Dzakirin | Pengamat Internasional KOMPAS kembali membuat blunder. Media secara gegabah menuduh teroris gerakan Perlawanan Palestina dan menjadikannya sebagai \'lead\' berita di media online mereka. Kompas gagal melihat insiden Sabtu kemarin dalam dua perspektif penting yang seharusnya dipahaminya: Pertama, perspektif politik, serangan Hamas sebagai aksi gerakan pembebasan yang sah dan diakui hukum internasional dalam menghadapi penjajahan dan penindasan. Kedua, dalam realitas politiknya, aksi militer Hamas merupakan respon atas pelbagai kekejian Israel yang telah dilakukan hingga kini, celakanya dengan jaminan kebebalan politik dan hukum yang tanpa batas (absolute impunity) dari AS dan negara-negara Barat. Tidak peduli berapa banyak hukum dan resolusi internasional yang dilanggarnya. Kita melihat setiap harinya (on daily basis), aksi kejahatan Israel yang sulit dinalar akal sehat, mulai dari merampas tanah, menutup sumber air, mengusir, menganiaya dan bahkan membunuh penduduk palestina. Israel telah memenjara 2 juta warga Gaza dan memblokade penduduknya dari pemenuhan kebutuhan pokok mereka hampir dua dekade, Dan pelbagai kekejian tersebut sekali lagi terjadi dalam tatapan tidak berdaya masyarakat internasional. Di sisi lain, para pemukim ilegal yang dilindungi tentara Israel memprovokasi dan menodai tempat suci ketiga umat Islam, Masjid Al Aqsa. Israel melarang kaum Muslimin menunaikan sholat di Masjid al Aqsa, seenaknya menutup akses ke masjid untuk kegiatan keagamaan para pemukim Yahudi, hingga merobek Al Qur\'an, mengusir dan memukuli para jamaah sholat. Kembali kekecewaan dan kemarahan kaum Muslimin di seluruh dunia hanya berhenti dalam narasi kemarahan dan protes para pemimpin dunia Islam, sekali lagi karena perlindungan politik AS dan para pemimpin Eropa. Karena menduga tanpa lawan -karena faktanya pengecam paling gigih, seperti Erdogan kini mulai menyambut hangat Israel, maka PM Netanyahu tanpa malu memperlihatkan peta baru \"Israel\" tanpa Palestina kepada para pemimpin dunia yang hadir di Majelis Umum PBB. Aksi Netanyahu ini seperti deklarasi matinya perjanjian damai dan sekaligus sirnanya harapan rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaannya. Seperti yang sering dikatakannya, \"perdamaian itu ada dalam kekuatan dan aksi kekerasan (violent acts) Israel \"Tidak ada lagi \'koeksistensi damai\" karena matinya perlawanan rakyat Palestina, pengkhianatan para pemimpin dunia Islam dan impunitas absolut atas kejahatan Israel. Namun sekalinya, rakyat Palestina yang lemah ini kemudian membalas dengan kekuatan mereka, untuk itu harus dibayar mahal karenanya terbunuhnya banyak rakyat sipil Palestina oleh aksi brutal Israel. Bagaimana kita lihat, secepat itu pula, tidak butuh 24 jam, Biden (AS), Sunak (Inggris), Macron (Perancis), Trudeau (Kanada) dan banyak para pemimpin Eropa lainnya segera menelpon Netanyahu, menyampaikan keterkejutan, bela sungkawa dan seperti diduga, menjanjikan dukungan militer dan finansialnya kepada Israel. Mereka berkoor menyebut Hamas dengan aksi perlawanannya sebagai organisasi dan aksi terorisme. Secepat itu pula, mereka menutup mata perlbagai realitas kejahatan yang mereka lakukan di sepanjang 73 tahun. Tidak ada keprihatinan dan permintaan maaf, apalagi mencari solusi yang adil dan komprehensif atas pelbagai ketidakadilan yang terjadi selama ini. Sebaliknya, seperti kesetanan, para tokoh politik Eropa itu tanpa malu mendorong dan menselebrasi aksi balasan Israel yang keji dan berskala penuh -sekalipun berpotensi membinasakan rakyat sipil Palestina, sebagai \"Hak Membela Diri\"(Rights to Defend). Lihat apa kata rasis Nikki Haley, Duta Besar AS di PBB: \"Palestina butuh pemimpin yang lebih baik ketimbang para teroris. Habisi saja mereka,\" tutur Haley. Dalam konteks ini pula, Kompas sepertinya sedang menjalankan perannya, sebagai proxy kepentingan Zionis pada satu sisi dan di sisi lain, perpanjangan dari kebijakan berstandar ganda Eropa. Kompas secara sadar sedang menghasut (blaming) para pembacanya, yakni masyarakat Indonesia dengan menyebut (labelling) \"teroris\" atas gerakan perlawanan Palestina. Langkah Kompasserupa mesin propaganda NAZI Jerman dibawah Heinrich Himmler yang menghasut masyarakat Jerman untuk membenci Yahudi, sebagaimana rakyat Indonesia membenci aksi rakyat Palestina dan kemudian menjustifikasi aksi jahat Israel. Blunder Kompas mengingatkan kita blunder sebelumnya, lewat anak medianya,The Jakarta Post memasang kartun bendera Tauhid yang disandingkan tengkorak dan tulang ala bajak laut, tindakan yang memancing amarah umat Islam. Mereka mencopot gambar, meskipun tidak meminta maaf. Dan kini mereka memulainya lagi, hanya saja kali ini terhadap rakyat Palestina yang tengah berjuang melepaskan diri dari penindasan rakyat Israel dan menjaga kesucian Masjid al Aqsa, dengan label \"Mereka adalah para teroris.\" (*)

Republik Menggugat Anies Dijegal

Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Sosial Politik  “Tuan-tuan…………, sedangkan seekor cacing kalau disakiti akan menggeliat dan berbalik-balik. Begitu pun kami. Tidak berbeda dari pada itu,” pidato Soekarno mengancam dalam Indonesia Menggugat, 1930.  Sebuah bangunan tua letaknya tak jauh dari Balai Kota Bandung sekarang ini. Pada mulanya hanya sebuah rumah tinggal yang dibangun pada 1907. Cukup besar sehingga disebut gedung. Mungkin semacam rumah dinas bagi pejabat tinggi Hindia Belanda kala itu. Bangunan tersebut pada 1917, dialihfungsikan menjadi Landraad atau Kantor Pengadilan Pemerintah Kolonial. Di gedung itu pada 93 tahun silam, saya membayangkan seorang pemuda tinggi besar memasuki ruangan, dikawal satu regu tantara kolonial. Meskipun tampak dekil dan kumal dengan rambut awut-awutan, namun sorot matanya tajam menantang. Sebelum duduk di kursinya, ia sejenak memandang sekeliling. Lalu di sudut bibirnya, tampak senyum kecil mengejek tanpa rasa takut. Hari itu, pemuda yang kelak ditakdirkan sebagai proklamator republik ini, sedang menghadapi sidang pengadilan pemerintah kolonial dengan tuduhan makar. Tentu tuduhan itu dibuat-buat sebagai dalih untuk membungkamnya. Sebab apapun alasannya, pemuda itu sama sekali tak memenuhi syarat untuk dapat menggulingkan penguasa kolonial ketika itu.  Tetapi bagi pemerintah kolonial, apa yang dilakukan pemuda itu dinilai tak kalah berbahaya dari pada upaya makar. Sebab melalui Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang didirikan bersama kawan-kawannya, ia menyebarkan virus kemerdekaan secara masif untuk membangunkan kesadaran rakyat bangsanya yang sedang terjajah. Soekarno, pemuda itu, di depan sidang pengadilan hari itu benar-benar “berontak”. Tersirat dalam pidato pembelaannya yang diberi judul, “Indonesia Menggugat,” ia menuntut kesejahteraan, kebebasan, kesetaraan, serta keadilan sosial, ekonomi, dan hukum bagi rakyat bangsanya. Tuntutan Indonesia Menggugat tersebut, kelak dituangkan secara eksplisit di dalam pembukaan UUD 1945 sebagai konstitusi tertinggi Republik Indonesia, sekaligus merupakan tujuan dari negara ini didirikan.  Hampir seabad kemudian, tepatnya, 08 Oktober 2023, di Gedung Indonesia Menggugat, Anies Rasyid Baswedan bermaksud hendak mengingatkan kembali tuntutan Indonesia Menggugat. Dari Gedung bersejarah itu, Anies ingin mengajak untuk kembali pada cita-cita proklamasi dengan memanfaatkan momentum Pilpres. Sebab baginya, Pilpres adalah peristiwa lima tahunan yang merupakan momentum terbaik dan strategis, untuk melakukan kalibrasi terhadap arah perjalanan bangsa ini, yang diyakini sedang tak berada pada jalur yang seharusnya.  Namun, apa yang terjadi? Pintu gedung bersejarah itu digembok oleh rezim. Mereka tak ingin Anies selaku Bacapres mendapatkan efek elektoral dari Gedung keramat itu. Mereka takut pada Anies yang setia pada cita-cita proklamasi itu memenangkan Pilpres, sehingga harus dijegal dengan berbagai cara. Terutama, takut pada ide perubahan yang ditawarkan Anies - Muhaimin, yang dipikirnya merupakan bencana bagi mereka. Padahal Anies tak sekali dua kali menjelaskan bahwa yang dimaksud perubahan, bukan mengecilkan yang besar. Tetapi membesarkan yang kecil sembari tetap membesarkan yang besar.  Apakah Anies membual? Tidak. Sebab, sebagai sosok yang paham ilmu ekonomi, Bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu sadar betul, bahwa untuk membangun negeri ini diperlukan kolaborasi dari semua komponen bangsa, tak terkecuali dengan mereka sekelompok kecil penguasa modal yang berlindung di balik rezim.  Tetapi mereka sudah terlanjur menikmati kondisi Indonesia hari ini yang sedang tak baik-baik saja, tak rela kenikmatannya terusik, tetap tak peduli. Sehingga, melalui tangan-tangan kelompok oportunis penikmat kekuasaan, hamba rezim, penjegalan itu terus saja dilakukan terhadap Anies, dan juga Muhaimin. Masih ingat sebelum ini? Pada 29 Juli 2023 di Kota Bekasi, Anies dijegal. Izin penggunaan Stadion Patriot Candrabhaga tiba-tiba dicabut oleh Pj. Walikota Bekasi, Tri Adhianto, yang merupakan kader PDI-P, sehari sebelum kegiatan “Senam Bareng Rakyat” berlangsung.  Tak kalah menyakitkan adalah penjegalan dialami oleh Muhaimin di Tanah Laut, Kalsel, pada 05 September 2023. Cak Imin, begitu ia sapa, tiba-tiba tak diperkenankan membuka acara MTQ Internasional di Tanah Laut, padahal ia sudah berada di lokasi, dan, Cak Imin diundang khusus untuk itu.   Masalahnya adalah tiga hari sebelumnya, 02 September 2023, Cak Imin telah resmi berpasangan dengan Anies sebagai Bacapres – Bacawapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Cara-cara tak beradab semacam itu, sebaiknya tidak diteruskan. Sebab tidak hanya menyakiti Anies dan Cak Imin, tapi juga menyakiti puluhan juta massa pendukungnya. Mungkin Anies dan Cak Imin bisa menerima dengan jiwa besar, tetapi massa pendukungnya? Itu sebabnya penggalan pidato pembelaan Bung Karno, “Indonesia Menggugat”, sengaja penulis kutipkan di depan, untuk mengingatkan bahwa massa pendukung Anies dan Cak Imin, bukanlah seekor cacing yang hanya bisa menggeliat dan berbolak-balik ketika disakiti (ym). Makassar, 11 Oktober 2023.

Saat Jokowi Bercermin Muncul Benderang Wajah Anies Baswedan

Oleh Ady Amar - Kolumnis  BERCERMIN tentu yang terlihat wajah diri sendiri, terlihat dengan jelas, itu jika cermin tak kabur oleh debu tebal menempel. Tapi pada orang tertentu, saat bercermin bisa juga yang muncul wajah orang lain dengan tidak sebenarnya. Dan, itu lebih pada alam bawah sadarnya menggiring menyerupakan dengan orang yang dikaguminya. Acap kekaguman itu tanpa ia sadari. Ini bukan peristiwa biasa seperti bercermin meniru style rambut idola, lalu rambut disisir agar serupa meski tak sama dengan wajah idolanya. Alam bawah sadar itu lebih pada peristiwa tertentu, yang tentu tanpa disadarinya. Tiba-tiba muncul begitu saja menyerupakan diri dengan idolanya. Meski keinginan menyerupai idola itu tak kesampaian, karena banyak faktor kekurangan yang tak memungkinkan. Namun keinginan untuk menyerupai idolanya dalam tindak dan perangai, itu tak bisa padam dalam sukmanya. Bisa dipastikan Presiden Jokowi pun punya idola, yang meski tak disebut namanya, yang merujuk pada seseorang yang karena tuntutan politik tak mungkin disebutkan namanya. Tapi kisi-kisi orang yang diidolakan, yang ingin ia menjadi sepertinya, itu tanpa sadar disampaikan juga. Anehnya jauh dari sikap dan perangainya, bahkan bertolak belakang. Agaknya orang yang dilihat Jokowi dalam \"cermin\", yang memantul itu adalah Anies Baswedan. Jika mau melongok ke belakang perjalanan Jokowi masih sebagai calon presiden (2014). Saat itu Anies ditunjuk sebagai juru bicaranya. Kekaguman Jokowi pada Anies, itu tak segan ia sampaikan dalam berbagai kesempatan. Videonya masih mudah dilacak. Pada satu kesempatan di mana Jokowi hadir bersama Anies, yang seperti memandu jalannya acara. Saat Jokowi ditanya wartawan,  ingin menjadi apa. Jawabnya mencengangkan--saat itu Jokowi masih bersahaja, boleh disebut lugu, dan itu tak ngaruh bicara memuji-muji Anies. Jawabnya, ingin menjadi Anies Baswedan. Baik pintarnya, cara bicaranya, gantengnya dan seterusnya, hadirin pun tergelak tertawa. Karenanya, keyakinan yang mengatakan, bahwa sampai saat ini Jokowi itu tetap mengagumi Anies, bahkan tak pernah kendor, itu pun seperti bisa dibenarkan. Hanya saat ini yang ditampakkan di luaran adalah peran politik yang mesti dimainkan, yang memposisikan Anies sebagai oposan. Apalagi saat ini, Anies maju sebagai bakal calon presiden (Bacapres), yang karena tuntutan apalah namanya menjadi berseberangan. Tapi lagi-lagi kekaguman pada Anies Baswedan di bawah ambang sadar seorang Jokowi terus dipelihara dan menempel tak mau pergi, itu yang lalu ia sampaikan dengan isyarat lewat kisi-kisi cara memilih presiden penggantinya nanti. Katanya, mestilah yang punya nyali dan berani ambil risiko. Setidaknya itu disampaikan Jokowi di dua kesempatan berbeda dan di hari yang sama. Pada acara Konsolidasi Relawan Alap-alap Jokowi, di Sentul International Convention Centre (SICC), dan di acara Rapimnas Samawi, di Istora Senayan, Sabtu (7/10). Punya nyali dan berani ambil risiko, itu pastilah bukanlah kepribadian Jokowi. Itu jauh dari sikapnya. Banyak hal bisa disebutkan di sini, yang itu sama sekali bukanlah Jokowi. Tapi bisa jadi itu suara ambang sadarnya menyebut diri punya nyali dan berani ambil risiko. Sikap bertolak belakang dengan perangai Jokowi, itu sebenarnya sikap yang diinginkan. Karenanya, Jokowi hanya memberikan kisi-kisi dalam memilih presiden penggantinya kelak. Meski Jokowi sebenarnya berani menunjuk diri sendiri, bahwa ia tak memiliki sikap punya nyali, dan berani ambil risiko. Pada penggantinya kelak, ia harapkan yang muncul adalah presiden yang berkebalikan dengan dirinya, tapi serupa dengan sosok yang dilihatnya pada cermin sebagai suara ambang sadarnya, dan itu Anies Baswedan. Mestinya para relawan dan \"penikmat\" Jokowi bisa menerjemahkan kisi-kisi tentang pemimpin penggantinya kelak, meski signal yang dikirim Jokowi itu hal tersirat. Tapi jika mau mengasah otak sedikit saja, maka apa yang diinginkan Presiden Jokowi itu bisa ditangkap dan terbaca dengan semestinya, bahwa Anies Baswedan itu sosok yang punya nyali dan berani ambil risiko. Itu bisa dilihat dari rekam jejaknya, saat bertugas sebagai Gubernur DKI jakarta (2017-2022). Soal itu rasanya tak ada yang menyangsikan.**

Ketika Hasil Survei Dibantah oleh Somasi Hukum

Oleh Denny JA - LSI PARA elit politik, terutama mereka yang baru saja terjun dalam politik praktis,  harus belajar lebih rileks dalam membaca hasil survei opini publik.  Ini peristiwa yang terjadi berulang-ulang di setiap pemilu presiden, sejak tahun 2004. Bahkan ini  juga terjadi di banyak pilkada.  Hasil  survei selalu disambut dengan senyum manis oleh mereka yang saat itu sedang menang di survei.  Namun hasil survei juga disambut dengan senyum kecut, bahkan kecaman oleh mereka yang saat itu kalah dalam hasil survei. Kita mulai dengan yang masih anyar.  Awal Oktober 2023, Lembaga survei LSI Denny JA digugat dan disomasi secara hukum, karena dukungan atas Anies Baswedan di Sumatra Utara, dalam survei itu sangat kecil. Untuk banyak kasus lain,  juga kasus pilkada, kubu yang dikalahkan bahkan menduga ada permainan tingkat tinggi. Bahkan mereka mengatakan hasil survei ini diatur untuk nanti membenarkan kecurangan pemilu atau pilkada. Memang tetap ada sisi positif somasi hukum ini. Setidaknya ia membuat kita merasa perlu memberikan semacam tips populer atau panduan.  Bagaimanakah seharusnya kita menilai hasil survei? Atau bagaimana  cara tahu, apakah satu lembaga survei itu kredibel atau tidak. Tiga tips sederhana bisa digunakan. Pertama, lihat track record lembaga survei itu. Bukankah ini era Google searching? Segala  hal bisa kita lihat jejak digitalnya di Google.  LSI Denny JA, misalnya,  ini lembaga survei yang paling tua yang sekarang ini masih aktif di survei opini publik Indonesia.  Sejak tahun 2004, sebulan sebelum hari pencoblosan, lembaga  ini (dan Denny JA) memberikan satu publikasi mengenai siapa yang menang di Pilpres saat itu. Di tahun 2004,  LSI mengumumkan SBY lah yang terpotret akan menang. Di tahun 2009 lebih jauh lagi, SBY akan menang satu putaran saja!  Juga di tahun 2014, ataupun 2019, LSI Denny JA juga mempublikasikan, Jokowi akan menang. Sebulan kemudian, hasil survei itu , dan prediksinya, dalam empat kali pilpres (2004, 2009, 2014, 2019), terbukti. Semua bisa dilihat di Google. Tapi tentu ada pula lembaga survei yang namanya baru terdengar kemarin sore. Yang belum ada track recordnya yang akurat pada pilpres sebelumnya, tentu sah diberikan tanda tanya. Tips kedua lihat pula reputasi lembaga survei itu. Bisa dinilai kiprahnya, achievmentnya. Misalnya, seberapa Lembaga ini karena reputasinya, karena achivement-nya,  mendapat penghargaan baik dari lembaga internasional ataupun dari lembaga nasional. LSI Denny JA, atau Denny JA sendiri (akibat kiprahnya di lembaga survei), misalnya, sudah mendapatkan penghargaan dari majalah TIME. Juga penghargaan dari Guiness Book of World Record karena memecahkan rekor dunia untuk pendidikan politik. Juga penghargaan  dari Twitter. Juga dari organisasi wartawan: PWI Jaya. Juga penghargaan dari kampus. Ada pula lembaga survei, ataupun tokohnya, yang tak terlihat penghargaannya. Tapi tentu ini tak berarti lembaga itu otomatis tidak kredibel.  Namun penghargaan dari lembaga nasional, apalagi internasional yang besar, menjadi bukti publik menilai kiprahnya. Dan lembaga yang sudah susah payah membangun reputasi, tentu akan aneh  jika ia menjatuhkan dirinya sendiri. Tips ketiga, survei juga harus dilihat dalam kerangka waktu. Survei itu hanyalah potret ketika saat survei itu dilakukan. Waktu yang berbeda dapat pula menghasil survei yang berbeda. Pertanyaan khas dan standard dalam survei: “Jika pilpres/pilkada terjadi hari ini, siapakah capres yang ibu/ bapak pilih? Itu artinya survei memotret sikap responden di hari ini, hari survei dilakukan. Tentu saja, pesona capres bisa naik dan turun. Capres yang sangat populer di survei bulan Juni, misalnya, bisa jatuh  tiga bulan lagi di bulan September. Itu karena ia membuat blunder. Sebaliknya, capres yang buncit di bulan Desember, bisa jauh lebih tinggi  di bulan Febuari, 2 bulan ke depan. Itu karena sosialisasi sang Capres yang fenomenal. Contohnya,  Pilkada  DKI 2017. Bulan Januari 2017, LSI Denny memotret  Anies nomor buncit saat itu. Tapi di bulan April 2017, LSI Denny JA mengumumkan Anies akan menang di pilkada DKI, mengalahkan Ahok. Mengapa LSI Denny JA di pilkada 2017, mengumumkan posisi Anies yang berbeda antara bulan Januari ke April? Itu karena elektabilitas Anies sendiri memang berubah di lapangan. Survei yang kredibel mampu memotret perubahan itu. Perhatikan saja beberapa publikasi LSI Denny JA di pilpres kali ini. Walau Anies selalu buncit, juga di survei lembaga lain, selalu ada teks: pelajaran dari pilkada DKI. Yang nomor buncit selalu potensial menyusul. Tapi tentu saja, Indonesia, dari Aceh hingga Papua,  jauh lebih luas dan kompleks dibandingkan DKI. Apa yang terjadi di DKI 2017 (pilkada) belum tentu juga terjadi untuk skala Indonesia 2024 (pilpres). Tiga tips di atas bisa menjadi panduan bagi elite untuk menilai hasil survei  itu kredibel atau tidak. Elit politik yang sudah kawakan sudah terbiasa dengan kondisi itu. Memang akan beda jika polisi itu tergolong “The New Kids on The Block.” Penting bagi para elit politik, menghadapi pipres 2024, untuk  lebih rileks dalam membaca hasil survei.  Hasil riset sebaiknya juga dibantah oleh hasil riset. Jika hasil   riset dibantah oleh somasi hukum, itu akan dikenang oleh sejarah, dan negara demokrasi luar negeri, sebagai, ucapan anak gaul sekarang: “lebai banget sih elu ini…” **) Transkripsi  yang dilengkapi dari video EKSPRESI DATA Denny JA.  **Dibolehkan mengutip dan menyebar luaskan tulisan/video di atas.

Anies Hidupkan Spirit Soekarno di Indonesia Menggugat

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan/Sabang Merauke Circle FNN-Anies Baswedan telah dihadang menghadiri diskusi di Gedung Indonesia Menggugat, Minggu 8/10/23 lalu. Acara yang diselenggarakan Change Indonesia, dan diorganisir Maman Imanul Haq dan Andreas Marbun tidak jadi dilaksanakan. Izinnya dicabut malam hari sebelum sehari sebelum pelaksanaan. Penghadangan Anies juga hampir terjadi pada minggu sebelumnya, (Ahad 1/10/23). Ketika itu segelintir makhluk yang mengatasnamakan mahasiswa menuntut pembatalan acara Ngariung 1000 alumni ITB dengan Anies di gedung BMC. Begitu juga dengan acara jalan santai Anies di stadion Jalak Harupat Soreang, yang diperkarakan sebagai milik pemerintrah provinsi Jawa Barat. Perbedaan yang mencolok adalah gedung dan fasilitas pemerintah lainnya di Jawa Barat. Fasilitas pemerintah bebas digunakan Kaesang si anak Jokowi dalam temu akbar politik Stadion Arcamanik maupun parpol lainnya pendukung pemerintah. Inilah diskriminasi yang nyata-nyata terjadi. Alasan plt Gubernur Jawa Barat tidak masuk akal. Sebab, mengatakan bahwa fasilitas pemerintah tidak dapat digunakan untuk aktifitas politik sangat bias. Apalagi jika melihat Jokowi selalu menggunakan istana dan fasilitas negara dalam semua cawe-cawe politiknya menuju 2024. Tragisnya, jika terjadi dalam beberapa hari ke depan, penunjukan Gibran sebagai cawapres pilihan Prabowo. Diperkirakan telah memakai fasilitas Mahkamah Konstitusi Indonesia untuk mewujudkan itu keinginan menjadikan Gibran sebagai Cawapres Prabowo. Merubah batas minimal usia Cawapres dari 40 ke 35 tahun. Lalu untuk apa mengatas namakan ruang publik dalam melarang kandidat politik yang bersebrangan dengan pemerintah? Pentingnya Spirit Sukarno Muda Change Indonesia, sebagai kumpulan aktifis pro demokrasi sepanjang 90-an dan 2000-an. Mereka adalah bagian dari sejarah dalam menegakkan demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia. Pilihan tempat Gedung Indonesia Menggugat tentunya sangat penting untuk berdiskusi, baik bersama Anies maupun tidak. Yang penting mereka datang untuk merenung dan berpikir untuk bangsa. Para aktivis itu ukan untuk berjoget-joget musik Rungkat maupun Ojo Dibandingke, seperti penggunaan istana milik negara beberap waktu lalu. Merenung soal Sukarno dan Indonesia Menggugat. Tentu saja sikap memikirkan gagasan Soekarno ini akan menjawab pikiran Rahmawati Soekarnoputri dalam bukunya \"Using Soekarno to kill Soekarnoisme\". (lihat: teguhtimur.com/2020/10/06/soekarnoism-is-to-kill-soekarno/). Ketika Soekarno diadili di Lanraad (sekarang GIM), ketika itu dia masih berumur 29 tahun. Seokarno Dalam pledoi pembelaannya \"Indonesia Menggugat\", yang saya bedah dalam buku saya \" Menggugat Indonesia Menggugat 2022”, yang saya tulis ketika di penjara Bareskrim Polri. Buku saya ini banyak sekali pikiran Bung Karno yang perlu untuk digali dan direvitalisasi. Keperluannya adalah visi Indonesia ke depan. (Lihat : rmol.id/read/2022/02/09/522700/kutukan-bung-karno-dalam-pledoi-syahganda-nainggolan) Dalam tulisan saya \" Mengenang Ideologi Soekarno Muda\", RM Online, 30/5/21, yang saya kirim dari penjara bawah tanah Bareskrim ke Teguh Santosa, pimpinan media RMOL, banyak hal yang bisa diteladani dari pikiran Bung Karno muda. Salah satunya yang terpenting adalah pledoi “Indonesia Menggugat”. Pledoi tersebut mengisahkan perlawanan Bung Karno kepada colonial. Menjelaskan pikiran Bung Karno untuk merdeka dan menjelaskan cita-cita partainya PNI (Partai Nasionalis Indonesia). Perlawanan Bung Karno terhadap kolonial sendiri ada dua hal. Pertama anti imperialisme bara. Kedua, anti penjajahan asing. Imperialisme menurut Bung Karno bersifat dua, yaitu imperialisme tua dan muda. Yang tua markentilisme. Ketika negara bersama VOC mengeruk harta sumber daya alam kita dan era kultur stelsel. Yang imperialisme muda di era \"Open Policy\", ketika Belanda membuka investasi asing bebas (liberalisasi modal). Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan UU Agraria (Agrarische Wet) dan UU Perkebunan Gula (Suiker Wet) pada tahun 1870. Imperialisme itu baik tua dan muda telah mengeruk seluruh harta bumi kita. Sekitar dan 70% dibawa ke Belanda. Menjadikan Indonesia hanya sebagai pasar kelebihan produk asing. Sementara kaum buruh kita menurut Bung Karno hanya memperoleh upah setara 6 kg beras perhari. Bung Karno menolak imperialisme barat dan sekaligus menolak pemerintahan Hindia Belanda. Bung Karno meminta kebebasan dalam berorganisasi, seperti serikat buruh di tanah Belanda. Selanjutnya juga meminta pemerintahan sendiri, bukan Belanda. Dari 70 orang pemikir dan pejuang yang dirujuk Bung Karno dalam pledoinya, Bung Karno meyakini bahwa sosialisme dapat menjadi ajaran yang membebaskan Indonesia. Dalam hal Islamisme, Sukarno meyakini Islam dapat menjadi kekuatan bersama dalam membangun sebuah bangsa. Pledoi Indonesia Menggugat tersebut mengutip bahwa PNI (Partai Nasional Indonesia) adalah anti riba. Sangat luar biasa. Sebuah ajaran Islam yang paling utama. Selain itu, Sukarno selalu membanggakan organisasi Syarikat Islam, bentukan mertuanya HOS Tjokroaminoto, sebagai organisasi revolusioner, yang patut untuk dicontoh. Refleksi Ajaran Bung Karno Ajaran Bung Karno yang dapat dipetik dari \"refleksi Indonesia Menggugat\" adalah diselenggarakan Change Indonesia bersama Anies beberapa hari lalu. Tentunya masih banyak ajaran Bung Karno yang sangat relevan. Misalnya, Agrarische Wet dan Suiker Wet yang diberlakukan penjajag Belanda tahun 1870 tersebut sangatlah mirip-mirip dengan kebijakan agraria era Joko Widodo. Pada era tahun 1870 itu hak untuk kelola tanah selama 75 tahun. Sementara pada era Jokowi malah menjadi 90 tahun. Sukarno sendiri marah dengan pemberian hak selama 75 tahun itu. Ketika berkuasa, Sukarno membuat UU Pokok Agraria yang membatasi hak untuk kelola tanah hanya selama 25 tahun. Kemudian penjelasan Bung Karno tentang kemiskinan kaum marhein. Dengan upah sebesar 6 kg beras ternyata tidak berubah banyak. Bahkan, menurut Jumhur Hidayat, Ketua Serikat Buruh SPSI, banyak daerah-daerah yang buruhnya masih jauh di bawah upah 6 kg beras tersebut. Meskipun, secara umum saat ini sudah berkisar 7 kg beras. (politik.rmol.id/read/2022/03/13/526678/jumhur-hidayat-beda-upah-harian-buruh-zaman-kolonial-dan-hari-ini-hanya-1-kg-beras) Denyataan ini membuktikan bahwa imperialisme saat ini semakin buruk saja. Dulu tidak ada yang kaya raya kecuali kaum kulit putih. Sekarang oligarki kaya raya. Sementara rakyat tetap saja miskin. Ternyata imperialisme itu datang bukan saja dari barat, tetapi juga dari timur alias imperislisme China era sekarang. Tentu banyak refleksi lainnya yang dapat dilakukan kaum aktifis dan Anies di Gedung Indonesia Menggugat. Apalagi merenungkan seorang pemuda beristri, seperti Bung Karno. Mengambil resiko masuk penjara demi menyelamatkan bangsanya. Jika refleksi ini menjadi milik satu golongan saja, betapa sedihnya ruh Bung Karno di alam lain itu. Penutup Ajaran Bung Karno, khususnya Bung Karno Muda, begitu banyak faedahnya untuk dipelajari anak-anak bangsa ini. Anies Baswedan tidak menghadiri jalan santai ratusan ribu massa di Malang. Pada saat itu Anies memutuskan datang ke Gedung Indonesia Menggugat (GIM), pada Ahad 8/10/23 lalu. Membiarkan Muhaimin sendiri ke Malang. Anies tentu saja ingin berdiskusi dengan kaum aktifis di GIM yang menjadi legenda itu. Tujuannya tentu saja untuk melakukan refleksi, mencari spirit kejuangan dalam perjuangan bangsa. Sebelumnya, Anies bertemu \"Ngariung 1000 alumni ITB\", tukar pikiran untuk masa depan Indonesia berbasis sains dan teknologi. Sayang sekali langkah Anies dan Change Indonesia itu dihadang pemerintah. Alasannya tidak masuk akal. Alasan pemerintah provinsi Jawa Barat tidak mengizinkan pemakaian ruang publik. Padahal di saat bersamaan, Kaesang menggunakan Gedung Olahraga Arcamanik milik pemerintah. Pemda Jawa Barat menerapkan standar ganda. Apalagi jika melihat Jokowi menggunakan istana dan fasilitas negara untuk cawe-cawe politik 2024. Namun, rakyat sudah melihat Anies sangat peduli dengan sejarah bangsa kita. Anies ingin menggali kembali spirit Soekarno muda. Biarkanlah rakyat menilai siapa pemimpin yang pro rakyat. Bukan penipu rakyat.

Pengunjung Sidang Membludak: Bongkar Ijazah Palsu

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SIDANG pertama gugatan ijazah palsu Jokowi yang digelar PN Jakarta Pusat tanggal 9 Januari 2023 mendapat perhatian publik sangat besar. Ruang Sidang Subekti penuh sesak oleh pengunjung. Pihak keamanan kewalahan untuk menertibkan. Gemuruh suara kecewa ketika Ketua Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara gugatan perbuatan melawan hukum tersebut mengetuk palu dan menunda persidangan untuk waktu 2 (dua) minggu.  Dua Tergugat tidak hadir yaitu Ketua DPR RI dan Kemendikbud ristek satu Turut Tergugat Menkeu juga tidak hadir. Menariknya Kuasa Hukum Tergugat I Jokowi justru hanya membawa Surat Tugas bukan Surat Kuasa. Hal ini menjadi perhatian serius apakah Jokowi memang tidak mengerti hukum bahwa untuk menghadiri persidangan itu seharusnya membawa Surat Kuasa bukan Surat Tugas? Entah dari Kantor Hukum mana Kuasa Hukum Jokowi tersebut.  Dalam Konferensi Pers pihak Penggugat menyayangkan ketidakhadiran Tergugat dan Turut Tergugat dalam persidangan perdana tersebut. Padahal dinilai cukup waktu bagi para pihak untuk mempersiapkan kehadiran dalam persidangan, baik itu prinsipal sendiri atau kuasanya. Permasalahan keberadaan atau keaslian ijazah Jokowi adalah hal yang sangat serius bagi rakyat dan bangsa Indonesia.  Membludaknya pengunjung membuktikan besarnya perhatian publik atas kasus ini. Ada hal  wajar bagi perhatian besar tersebut, karena: Pertama, baru dalam sejarah kepemimpinan nasional di Indonesia ada seorang Presiden yang diragukan kepemilikan ijazah asli baik Sekolah Menengah maupun Perguruan Tinggi. Presiden sendiri tidak pernah mengklarifikasi atau membuktikan keberadaan ijazahnya tersebut.  Kedua, sebagai figur publik atau Kepala Negara betapa riskannya jika ternyata ia tidak memiliki ijazah asli. Persyaratan untuk menjadi Calon Presiden menjadi tidak terpenuhi. Artinya Presiden Jokowi harus segera mundur atau dimundurkan. Bahkan terancam sanksi hukum.  Ketiga, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat ternyata tidak memiliki kepekaan atas fenomena yang terjadi. Tidak peduli dengan isu ijazah palsu Presiden Jokowi. Semestinya secara institusi atau sebagai anggota DPR dapat menggunakan hak-hak yang dimilikinya seperti hak interpelasi, menyatakan pendapat atau hak angket.  Keempat, ketika masalah besar dianggap kecil, maka kemarahan rakyat menjadi tidak terbendung. Apa yang terjadi di dalam atau luar ruang sidang PN Jakarta Pusat saat persidangan perdana menjadi nafas dari kemarahan tersebut. Kekesalan dan makian bergemuruh bersama bentangan spanduk bernarasi berbagai sindiran soal ijazah palsu Jokowi.  Kelima, peradilan perdata di PN Jakarta Pusat menjadi harapan adanya ajang \"adu bukti\" khususnya dalam menguak atau membongkar keberadaan ijazah asli Sekolah Menengah atau Perguruan Tinggi Jokowi. Instansi yang kompeten diuji akan keterbukaan, kejujuran dan tanggungjawabnya terhadap masalah yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Saat Hamas membuat kejutan dengan serangan unik pada Israel, gugatan soal ijazah palsu Jokowi dapat menjadi serangan kejutan pula.  Mata rakyat sama-sama akan dapat melihat dan menilai tentang kejujuran dari seorang Presiden. Sebagaimana Hamas yang berjuang untuk kemerdekaan negerinya, maka para Penggugat dan Kuasanya sedang berjuang untuk kebaikan negerinya pula. Perjuangan untuk membersihkan Indonesia dari kultur masa bodoh, kultur bohong dan bodong. Kultur penuh dengan kepalsuan.  Bandung, 10 Oktober 2023.