ALL CATEGORY
Seri Komunisme (6) Anak Cucu PKI
Oleh Dr. Masri Sitanggang - Ketua Umum Gerakan Islam Pengawal NKRI ANAK cucu PKI menjadi perbincangan panas. Ini gegara Panglima TNI, Jendral Andika Perkasa, mengunggah video di YouTube, akhir Maret lalu. Video itu berisi rekaman jalannya Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI Tahun 2022. Yang membuat heboh adalah : anak PKI boleh mengikuti seleksi! Reaksi pun bermunculan. Tak urung mantan Panglima ABRI Jend (Purn) Tri Sutrisno bersuara bernada “protes”. Bahkan ada yang berancana menggugat Panglima TNI. Setidaknya ada tiga alasan mengapa isi video itu “digugat”. Pertama. Partai Komunis Indonesia (PKI) telah beberapa kali melakukan pemberontakan berdarah dan menimbulkan banyak kekacauan di seluruh wilayah Indonesia. Trauma ini sulit (setidaknya perlu waktu) untuk disembuhkan, terutama di sebahagian kalangan Umat Islam. Sebab, umat Islam adalah korban utama keganasan PKI dan merupakan front terdepan rakyat melawan PKI. Kedua. Sejak sekira sewindu terakhir, berbagai indikasi menunjukkan adanya kebangkitan (PKI) komumis di negeri ini. Tidak sedikit pengamat menilai situasi sekarang mirip dengan situasi menjelang pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Rakyat terpecah belah karena adu domba, penistaan agama merajalela, islamofobia menghebat, persekusi dan penangkapan sejumlah tokoh dan ulama, dibenturkannya Pancasila dan agama, adanya upaya gigih menggantikan Pancasila menjadi Trisila-Ekasila, kondisi ekonomi rakyat terpuruk, harga kebutuhan pokok terus melambung dan barang-barang langka. Situasi ini membuat umat Islam sensitif dan waspada komunis. Ketiga. TNI –bersama umat Islam, adalah benteng utama dalam mempertahankan Pancasila dari rongrongan PKI. Dengan diizinkannya anak cucu PKI mengikuti seleksi, dikhawatirkan TNI akan disusupi faham komunis. Malah, telah muncul dugaan bahwa komunis sudah mampu mempengaruhi kebijakan TNI. Tidak ada keteragan lebih lanjut dari TNI soal isi video itu. Tetapi Soleman Ponto, mantan Kepala Bais, memberi penjasalan tentang mekanisme penerimaan calon anggota TNI yang berlaku selama ini. Dikatakan, dengan serangkaian test yang dilakukan, seorang anak PKI tidak akan bisa lolos. Dia meyakinkan, bahwa yang dibolehkan Andika itu adalah mendaftar sebagai peserta seleksi penerimaan. Itu saja. Terlepas dari perdebatan boleh tidaknya anak PKI menjadi prajurit TNI, bagi saya, yang menarik untuk dipertanyakan adalah : Ada apa, sehingga hal yang sensitif ini dipublikasi oleh Andika ? Ini tidak lazim. Selama ini TNI termasuk instansi yang relatif tertutup, tidak banyak berita kecuali release kegiatan seremonial. Kalau yang dimaksud Andika adalah (sekedar) boleh mendaftar sebagai peserta seleksi – sebagamai kata Soleman Ponto, maka apa urgensinya untuk di publikasi? Tokh, yang demikian sudah berlagsung berpuluh tahun dan masyarakat pun maklum dalam keadaan damai. Begitu juga kalau anak cucu PKI memang dapat diterima dan bukan sekedar ikut seleksi. Seberapa penting dan mendesak masalah ini sehingga harus dipublikasi dengan cara unggah jalannya rapat di saat orang memang sedang waspada komunis? Apalagi, atmosfer Indonesia sedang hiruk pikuk dengan sejuta persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Andika rasanya tidak mungkin tidak tahu kalau mengunggah video tersebut akan menuai respon keras dari masyarakat. Apa yang diharapkan dari mengunggah video itu ? Tentu jawaban yang tepat ada di Andika. Yang pasti, telah muncul protes keras dari beberapa kalangan Islam. Entahlah, apakah memang itu yang diharapkan. Siapa yang diuntungkan dari keributan soal anak cucu PKI ini? Dulu, menjelang tahun 1970, tepatnya beberapa tahun setelah G30S/PKI, beredar laporan di media asing dengan judul (kira-kira dalam bahasa Indonesia) ” Bagaimana Enam Juta Muslim Indonesia Beralih Agama ke …”. Setelah ditelusuri, ternyata yang murtad itu adalah orang-orang Islam yang terkait dengan PKI. Di masa pembersihan “sisa-sisa PKI”, tokoh-tokoh Islam tidak sempat memila-memilah keanggotaan PKI. Padahal, yang terlibat itu kebanyakan tidak faham tentang ideologi komunis. Mereka ikut PKI (atau ormas-oramas sayapnya) hanya karena, antara lain : nama besar tokoh yang diusung-usung selain Aidit; ikatan kedaerahan dan rasa senasib sepenanggungan sesama buruh kebun transmigran zaman kolonial (contoh kasus di Sumut); terkecoh dengan propaganda PKI, misalnya Barisan Tani Indonesia (BTI, salah satu sayap PKI) disebut sebagai Barisan Tani Islam; terdaftar sebagai penerima atau calon penerima bantuan dari PKI berupa lahan atau alat-alat pertanian; terpaksa karena penguasa di kampung tempat ia tinggal adalah PKI; dan lain lain. Yang pasti, bila ditilik siapa mereka yang terlibat itu, paling tidak 90 per sen beragama Islam. Tetapi semua diperlakukan sama : bersihkan. Para tokoh umat lupa, bahwa senantiasa ada orang yang menangguk di air keruh, mengambil keuntungan di kekisruhan. Mereka yang disebut terlibat, yang sebelum pecah G 30 S/PKI terbiasa datang ke mesjid, minta perlindungan ke mesjid. Tapi yang belum terbiasa, tidak berani karena tim perbersih justeru banyak dari kalangan mesjid. Maka ditampunglah oleh kelompok yang menjanjikan jalan “keselamatan”. Jadilah enam juta muslim murtad. Para pemimpin Islam Indonesia kaget, terperangah ! Ini pukulan berat bagi gerakan Dakwah Islam di tanah air. Betapa tidak, sementara mereka bersemangat melakukan pembersihan, pihak lain malah menjadikannya sebagai lahan missi pemurtadan. Pihak lain itu panen raya. Di masa Pemerintahan Orde Baru, anak atau cucu keturunan PKI dibatasi masuk perguruan tinggi, ditolak untuk jadi pegawai negeri, jadi polisi atau tentara apalagi. Bahkan, pegawai negeri yang ketahuan bahwa mertuanya atau saudara kandungnya terlibat PKI, pun harus berhenti. Keadaan ini memupuk rasa senasib, sepenanggunan dan sependeritaan sekaligus dendam di kalangan anak dan keluarga PKI. Dengan sedikit saja sentuhan organizer, mereka bisa cepat menyatu dan solid. Pihak organizer, oleh keluarga PKI, dijadikan tumpuan harapan dan tempat bersandar. Maka, saksikanlah bagaimana sebuah partai cilik, kurus kerempeng, tiba-tiba menjadi gemuk setelah reformasi. Mereka panen raya. Kenapa anak cucu PKI tidak masuk Partai Islam? Pertanyaan ini memang membuat sedih. Tetapi apa boleh buat, masih banyak tokoh umat, apalagi petinggi partai, yang menilai bahwa anak PKI adalah PKI. Anak seorang komunis adalah komunis dan itu adalah musuh. Jika pun tidak sampai sedemikian rupa, tetapi dalam prakteknya, Isu anak PKI dijadikan alat pemukul dalam persaingan internal partai sehingga anak PKI tidak akan pernah nyaman di Partai Islam. Kembali ke soal video Andika. Protes sebagian kalangan Islam terhadap Andika soal anak cucu PKI ini, sesungguhnya bisa dibaca sebagai pernyataan “bermusuhan” dengan anak cucu PKI. Atau, penegasan kembali sikap permusuhan itu : tidak ada maaf untuk anak-anak PKI. Jadi, disengaja atau tidak, video ini telah membenturkan sebagian kalangan Islam dengan keturunan PKI; menjauhkan anak cucu PKI dari dakwah Islamiyah. Entah sampai keturunan ke berapa pula nanti ini akan berlanjut. Maka umat Islam semakin berkeping keping. Sudahlah dibentrokkan satu sama lain atas dasar organisasi, dibenturkan pula berdasarkan aliran pemikiran dan faham (seperti misalnya Aswaja dan Salafi); lalu sekarang diadu berdasarkan nasab : Islam anak santri vs Islam anak PKI. Bagi pihak tertentu, ini jelas menguntungkan. Ini adalah bahagian dari upaya mempertahankan soliditas dan kesetiaan 16.38 persen (berpedoman pada perolehan suara PKI pada Pemilu 1955) dari penduduk Indonesia atau sekita 44 juta anak cucu PKI –yang nota bene 90 persen adalah beragama Islam. Di samping, tentu sja, membuat umat Islam tetap lemah karena terbelah-belah, bermusuhan satu dengan lain. \"Ikrimah bin Abu Jahal akan datang ke tengah-tengah kalian sebagai Mukmin dan Muhajir. Karena itu, janganlah kalian menghina ayahnya. Sebab memaki orang yang sudah meninggal berarti menyakiti orang yang hidup. Padahal hinaan itu tidak terdengar oleh orang yang sudah meninggal”. Begitu pesan Rasulullah saw kepada para sahabat ketika Ikrimah ingin menemui Rasullah untuk bersyahadat. Abu Jahal adalah dedengkot kafir Quraisy yang sangat keras memusuhi Rasulullah saw. Ikrimah, adalah putra sekaligus tangan kanan Abu Jahal dalam memerangi dan menyiksa orang-orang mukmin. Tetapi lihatlah, ketika Ikrimah menyatakan masuk Islam, Rasulullah tidak ingin ada sahabat yang mengungkit-ungkit, atau mengait-ngaitkan, kejahatan Abu Jahal di depan Ikrimah. Bahkan Rasulullah berdoa untuk kebaikan Ikrimah. Terbukti Ikrimah memberi andil besar bagi dakwah Islamiyah. Dialah prajurit yang berteriak bagai halilintar –menyeru prajurit untuk bergabung bersamanya menjadi pasukan berani mati, di saat tentara Islam diliputi rasa cemas karena dikepung oleh setengah juta tentara Romawi di Yarmuk. Sampai-sampai Khalid bin Walid, Panglima Perang Tentara Islam, sangat khwatir dan langsung mendekati Ikrimah berusaha untuk mencegah agar Ikrimah tidak mengorbankan diri. Tetapi Ikrimah berkata : \"Biarkan aku mengambil keputusan ini wahai Khalid. Engkau telah lebih dahulu melakukan banyak kebaikan bersama Rasulullah. Sedangkan Aku dan Ayahku adalah orang yang paling keras menentang Rasulullah. Biarkan Aku menebus kesalahan masa laluku. Dahulu aku memerangi Rasulullah dalam berbagai peperangan, apakah hari ini aku harus lari dari kepungan Romawi ? Hal ini tidak boleh terjadi.\" Ikrimah dengan 400 tentara Islam berani mati menerabas kepungan hingga pasukan Romawi kocar-kacir dan berhasil dipukul mundur. Seusai perang, Ikrimah tergeleletak bersimbah darah di tengah korban yang bergelimpangan. Masih sempat bertemu Khalid bin Walid sebelum ia menghembuskan nafas terakhinyra. Dapatkah kita ambil pelajaran dari sepenggal sejarah ini ? Tidakkah ada keinginan menjadikan anak cucu PKI menjadi Ikrimah-Ikrimah zaman sekarang ? Atau, setidaknya, tidakkah kita mengizinkan mereka untuk mengikuti jejak Ikrimah? Sebahagian orang ada yang beralasan demi kewaspadaan dan strategi menghindari serangan pihak lain. Entahlah, apakah orang yang berkata begini lebih hebat strateginya dari pada Rasulullah saw yang menempatkan mantan musuh besar Rasullulah Umar Bin Khattab sebagai salah satu sahabat yang paling dipercaya, Khalid bik walid menjadi Panglima Perang dan Ikrimah seperti telah dikisahkan. Partai politik Islam, atau gerakan Dakwah Islamiyah, macam apa pula yang akan dibangun bila justeru menyelisihi Allah dan Rasulullah-Nya ? “Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” Begitu Alah mengatakan dalam Albaqarah 134 setelah di ayat sebelumnya diterangkan bagaiman Nabi Yakub mendidik anaknya dengan tauhid (sebagai contoh generasi terdahulu yang baik). Kemudian diulang pada Albaqarah 141 setelah diterangkan pada ayat sebelumnya tentang orang yang mengajak kepada keyakinan Yahudi atau Nasrani (sebagai contoh generasi terdahulu yang salah). Allah menegaskan, bahwa setiap generasi tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan generasi sebelumnya (baik atau pun buruk). Anak tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dikerjakan olrang tuanya. Jika Allah saja pun tidak minta pertanggungjawaban seorang anak atas apa yang diperbuat orang tuanya, maka layakkah seorang yang mengaku beriman menghukun sesorang karena dosa orang tuanya? Komunisme itu paham, bukan organisasi dan bukan pula nasab. Orang bisa saja menjadi komunis tanpa harus terdaftar sebagai anggota organisasi komunis seperti PKI, atau tidak pula harus berasal dari keturunan orang tua komunis. Jadi, jangan salah sangka. Orang berfaham (lebih tepat berideologi) komunis bisa berada di organisasi apa saja –mulai dari organisasi sosial kemasyarakatan, profesi , keagamaan sampai organisasi partai politik. Begitu juga soal nasab, anak seorang yang alim bisa tumbuh jadi seorang komunis dan sebaliknya anak seorang komunis tidak otomatis komunis. Oleh sebab itu, untuk mengetahui seseorang berfaham komunis atau bukan, yang perlu dilakukan adalah test mental ideologi. Bukan berdasakan keturunan. Sikap pandang hidup seseorang (komunis atau bukan) dibentuk oleh pengajaran. Ajaran apa yang lebih intens diterima, lebih lama digeluti, lebih banyak memenuhi pikiran. Kalau itu adalah komunis, jadilah ia berpandangan komunis. Sampai ada ajaran lain yang dapat mematahkan ajaran yang menjadi pandangan hidupnya itu, barulah ia akan berubah. Di sinilah arti penting dakwah. Mengisi secera intens pikiran dan hati manusia sehingga dipenuhi ajaran Islam. Membogkar pikiran keliru manusia (komunis) dan menggantikannya dengan ajaran Islam. Wallhu a’lam bisshawab. Ya Allah, Zat yang menguasai segala yang ada di lagit dan di bujmi; berilah kekuatan lahir bathin kepada anak-cucu PKI menghadapi cobaan berat ini. Ampuni kekliruan-kekeliruan kami. Satukan hati orang-orang beriman dalam kasih sayang-Mu. Mudahkan jalan bagi mereka untuk menjadi Ikrimah-Ikrimah yang akan membela dakwah yang mulia ini. Amin. Medio April 2022
Perubahan Tanpa Darah
Oleh Ridwan Saidi - Budayawan PERUBAHAN kekuasaan tahun 1966 dan 1998 berdarah. Dua perubahan ini bukan menyangkut rezim saja tapi juga sistem. Pergantian Presiden Abdurrahman Wahid dengan Megawati hanya pergantian Presiden. Pergantian rezim dan system dalam sejarah terjadi empat kali: 1945-1950 pergantian system beberapa kali tapi tak ada rezim politik yang berkuasa. 1. 1950-1959 rezim parpol khususnya Masyumi-PNI. Sistem demokrasi parlementer. 2. 1959-1966 rezim Soekarno. Sistem demokrasi terpimpin. Dikenal sebagai Orla. 3. 1966-1998 rezim Suharto. Sistem demokrasi Pancasila. Dikenal sebagai Orba. 4. 1998-sekarang rezim Reformasi yabg bertumpu pada partai-partai Golkar, Demokrat, PDIP. Sistem\' demokrasi UUD 45 yang diubah-ubah. Adapun rezim politik pada beberapa tahun terakhir berubah menjadi oligarkhi yang pada gilirannya menyingkirkan peran parpol. Dikenal sebagai Reformasi. Kalau disimak, empirik econ merupakan variabel penting yang menentukan pergantian rezim dan system. Orde Baru sempat 32 tahun berkuasa karena econ tak dapat dikatakan buruk. Sedangjan Orde Lama hanya bertahan 7 tahun. Econ buruk, beras saja diganti bulgur. Reformasi econ tak sehat. Ada usul beras diganti pisang. Minyak goreng diganti asap (kukus). Kalau dihitung dari perubahan UUD, maka reformation telah berusia 21 tahun, 2001-2022. Tuntutan akan perubahan makin menguat yang disertai unjuk rasa hampir di seluruh Indonesia. Kita berdoa kalau pun terjadi perubahan tidak perlu mengulang pergantian Orla ke Orba dan Orba ke Reformasi yang diiringi darah. (*)
Menag Yaqut Dendam Kesumat Pada Umat Islam?
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN, Pemerhati Sosial-Politik KEBETULAN atau tidak, faktanya Menag Yaqut terus saja menjadikan umat Islam sebagai target. Beberapa hari yang lalu Kemenag mengumumkan moratorium (penghentian) pemberian izin untuk PAUD Quran (PAUDQU) dan Rumah Tahfiz Quran (RTQ). Kenapa ya Pak Yaqut seperti dendam sekali pada Islam dan umat Islam? Tampaknya, kalau tidak tiap bulan buat kebijakan anti-Islam, beliau mungkin tak bisa tidur nyenyak. Ketua MUI Prof Anwar Abbas, pertengahan Maret baru lalu, sempat menyatakan kekesalannya terhadap tindak-tanduk Yaqut. Menurut Anwar, yang direcoki Yaqut selalu Islam. Soal toa masjidlah, soal suara azan yang disamakan dengan gonggongan anjinglah, dan sekarang penghentian pemberian izin pendidikan Quran untuk anak usia dini. Juga penghentian izin rumah tahfiz. Tidak heran kalau kaum muslim menilai Yaqut sedang menjalankan agenda islamofobia. Alias, anti-Islam. Banyak orang mengatakan dia tak suka Islam. Apa iya Yaqut tak suka Islam? Kalau ditelisik rekam jejak mantan panglima Banser NU ini, ada benarnya. Dia suka kontradiksi kalau berkomentar tentang Islam atau umat Islam. Sebaliknya, dia bangga Banser menjaga rumah ibadah non-Islam. Dia merespon dengan sepenuh hati kalau diminta ceramah di rumah ibadah non-Islam. Ini semua atas nama toleransi. Seolah-olah umat Islam selama ini tidak paham dan tidak menunjukkan toleransi. Saat ini, program andalan Yaqut adalah menghadirkan Paus Paulus ke Indonesia. Untuk apa? Anda sudah bisa tebak. Antara lain untuk menunjukkan kontradiksi tadi itu. Sekalian memperkuat pikiran islamofobik yang mungkin telah lama menumor di dalam kepalanya. Terakhir, mengapa semua ini menggumpal di benak Yaqut Cholil Qoumas? Kalau Anda ingin jawaban singkat, bisa seperti ini: bahwa Yaqut bisa jadi punya dendam kesumat pada umat Islam.[] MEDAN, 18 April 2022
Perlukah Fatwa Mati untuk Pendeta Saifudin?
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SEMAKIN lama diberi kebebasan di Amerika Saifudin Ibrahim alias Abraham ben Moses semakin ngawur dan gila. Omongan pendeta abal-abal ini semakin tidak terkendali. Terakhir dia ngoceh soal Puasa Ramadhan yang katanya ngaco begitu juga dengan wanita haid yang boleh tidak puasa. Ngaco juga menurutnya. Kepolisian Republik Indonesia yang sudah menetapkan status Tersangka dan telah membuat Red Notice atas orang buronan ini (DPO) diharapkan untuk segera dapat menangkap dan memproses hukum dengan bantuan Interpol. Semakin cepat semakin baik. Di tengah stress dirinya ia masih sempat berteriak-teriak menyerang keyakinan umat Islam. Dari sisi manapun apakah sosial, politik, budaya, atau keagamaan itu sendiri pernyataan bahwa puasa ramadhan dan larangan puasa wanita haid itu ngaco, merupakan pernyataan yang salah, tidak berdasar, dan sangat menistakan. Saifudin menjadi contoh dalalam Al Qur\'an sebagai wujud syetan dari kalangan insan. Atas ocehan Saifudin kita harus berlindung kepada Allah dan segera menindak atau menghukumnya. Desakan kepada Kepolisian adalah hal yang wajar. Pendeta palsu ini harus dihentikan kebebasannya. Bila terus saja ia menghinakan agama Islam, maka lembaga keumatan di Indonesia harus segera bertindak. MUI dan atau organisasi keagamaan Islam lainnya segera mengeluarkan Fatwa Mati atas Saifudin Ibrahim. Umat Islam sedunia khususnya yang ada di Amerika akan ikut membantu meringkus penjahat ini. Fatwa Mati adalah kekuatan moral bagi kepedulian umat Islam dimanapun mereka berada. Ia mulai mencari perlindungan dengan menjilat Jokowi. Dia yakin akan bebas hukum. Dalam kaitan aksi-aksi menolak penundaan Pemilu dan perpanjangan 3 periode Abraham menyatakan \"Jangankan tiga periode, 300 tahun juga saya dukung Jokowi\". Si Abraham ben Moses ini memuji Jokowi sambil menonjok SBY dengan memfitnah bahwa di masa kepemimpinannya rakyat itu susah. Belajar jadi buzzer pula si kunyuk ini. Ruang gerak dan kebebasan Saifudin harus dipersempit. Menjengkelkan sekali mendengar omongannya. Kemenhukham beribu alasan tidak memblokir akun Saifudin, sementara Interpol belum jelas progres penangkapannya. Untuk kepentingan publik kiranya Kepolisian Republik Indonesia menjelaskan tahapan dan upaya penangkapan tersangka DPO Saifudin Ibrahim alias Abraham Moses tersebut. Nampaknya Fatwa Mati mungkin bisa menolong. Bandung, 18 April 2022
Skenario Dadakan Menjerat Anies
Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati masalah sosial politik, tinggal di Makassar. Ade, begitu Ade Armando disapa, kini masih terbaring di rumah sakit, sebagai akibat pengeroyokan yang dialaminya pada 11 April 2022 lalu, pada aksi demonstrasi mahasiswa menentang penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Mari do’akan agar lekas sembuh. Peristiwa itu sudah berlalu sepekan. Tetapi masih tetap saja ada yang tertinggal, tak kunjung berlalu dari benak kita. Yaitu, adanya upaya paksa untuk mencoba mengaitkan Anies Baswedan dengan kasus pemukulan Ade. Hal itu coba dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang sangat membenci Anies. Bermula ketika Ade hadir di tengah-tengah massa demonstrasi di depan gedung MPR/DPR Senayan untuk memberi dukungan, katanya. Tetapi, alih-alih memberi dukungan, Ade malah mengumbar narasi perpecahan yang terjadi di kalangan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI). Coba simak lagi wawancaranya, bagaimana ia memulai mengangkat narasi perpecahan itu, kemudian terus diulang-ulang dengan wajah yang tampak sangat prihatin. Tak heran kalau banyak yang lantas curiga bahwa misi Ade sebenarnya, jangan-jangan bukan hadir memberi dukungan, tetapi justeru untuk melemahkan, bahkan untuk mematikan perjuangan mahasiswa. Mungkinkah kecurigaan itu masuk akal? Mungkin saja. Sebab, dibolak-balik bagaimanapun, Ade tetap saja dikenal sebagai buzzer istana. Bahkan dimandi tujuh samudera sekalipun, tak lantas membuat publik percaya bahwa Ade punya agenda yang berbeda dengan rezim Jokowi. Bagaimana mungkin Ade tiba-tiba berseberangan? Kira-kira begitu yang ada di benak publik kala itu. Terbukti, saat melakukan wawancara, ia diteriaki oleh massa. Antara lain, emak-emak, yang kemudian diduga men-trigger terjadinya pemukulan terhadap dirinya. Apa yang terjadi selanjutnya? Seperti yang kita saksikan, Ade babak belur dikeroyok sampai nyaris telanjang. Beruntung masih ada sempak hitam yang tampak sudah melorot di bawah pinggang menutupi, sehingga rahasia kelelakiannya tidak terkuak dengan sempurna. Tak lama berselang setelah Ade dibawa pergi, muncullah skenario dadakan untuk menjerat Anies sebagai sosok di balik pengeroyokan Ade. Mula-mula beredar screen shoot yang berisi ajakan mengeroyok Ade yang bersumber dari grup whatsapp “Nusantara 98”. Belakangan diketahui bahwa chat provokasi itu berasal dari nomor milik seorang bernama Ari Supit. Benar saja, semenjak itu terbangun opini bahwa pengeroyokan Ade, tidak terjadi secara insidentil, tetapi direncanakan oleh pihak tertentu. Hanya masalahnya, mengaitkan grup whatsapp “Nusantara 98” dengan Anies, sangat sulit dicarikan pembenarannya. No enggagement. Apa lagi dengan sosok Ari Supit yang ternyata pernah bekerja di istana, jelas-jelas bukan sosok yang pro Anies. Sehingga mem-framming Anies sebagai sosok dibalik pengeroyokan Ade dengan modus ini, sangat tidak logis alias jauh panggang dari api. Kalau begitu ganti modus. Buat grup whatsapp yang tampak memiliki keterkaitan langsung dengan Anies. Tak lama, beredarlah screen shoot yang bersumber dari grup whatsapp “Relawan Anies Apik 4”. Chat provokasinya persis sama seperti di grup whatsapp Nusantara 98. Tetapi dasar amatiran yang konyol. Kenapa chat provokasinya tidak dibuat berbeda, ha?! Editlah sedikit sehingga tidak persis sama. Dengan begitu publik tidak curiga kalau semua itu diskenario oleh kelompok yang sama. Siapa? Yah, sekelompok kecil orang yang tak pernah berhenti untuk mencelakai Anies. Namun tak kurang amatirnya adalah Grace Natalie yang membangun premis dari kekonyolan itu. Relawan Anies Apik 4 adalah pendukung Anies Baswedan. Sedangkan anggota Relawan Anies Apik 4 terlibat dalam pengeroyokan Ade. Dengan premis itu, dengan diksi yang bertenaga, ia berusaha mem-framming Anies Baswedan berada di balik pengeroyokan Ade. Sungguh tendensius dan terlalu bernafsu mengait-ngaitkan Anies dengan babak belurnya Ade Armando. Saya menyebut Grace Natalie tendensius karena ia tidak fair. Mestinya juga ia menyoroti habis-habisan grup whatsap Nusantara 98. Terlebih pada sosok Ari Supit yang diketahui pernah bekerja sebagai asisten staf khusus presiden (IDN Times). Jelasnya, sosok ini punya akses di istana. Sekali lagi, mengapa Grace Natalie tak melakukannya? Bahkan, belakangan Grace Natalie menolak mengakui frammingnya terhadap Anies. Apakah ia takut dilaporkan ke polisi? Karena mungkin ia menyadari kalau kali ini, pada situasi seperti ini, dirinyapun tak kebal hukum. Yang pasti, chat provokasi yang beredar setelah peristiwa pengeroyokan Ade Armando terjadi, menunjukkan sebuah bukti kuat adanya skenario jahat yang dibuat secara mendadak untuk mencelakai Anies. Makassar, 18 April 2022
Indonesia Kehilangan Ideologi Pancasila
Tidak ada artinya Bung Karno, Bung Hatta sebagai Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia manakala UUD 1945 sudah diganti dengan UUD 2002 yang tidak ada kaitannya dengan Proklamasi dan Pancasila. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila MASIH ingat dalam pikiran penulis ketika Ketua MPR akan menggalakkan Penataran 4 Pilar Kebangsaan untuk menangkal isu ideologi Transnasional Khilafah. Begitu semangatnya ketika isu ideologi transnasional yang mereka tunjuk Khilafah. Yang lebih aneh ideologi transnasional itu hanya Khilafah. Padahal negara ini sejak diamandemennya UUD 1945 telah mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi transnasional Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Tapi penguasa dan elit politik gak ribut, nyaman-nyaman saja dengan ideologi transnasional tersebut. Ketua MPR gak menggebu-gebu untuk melakukan Penataran 4 Pilar Kebangsaan. Ada hal yang kurang mendapat perhatian kita semua sebagai anak bangsa tentang sistem negara berideologi Pancasila dengan negara yang berideologi liberalisme kapitalisme hasil amandemen UUD 1945. Saat Amandemen UUD 1945 banyak rakyat tidak mengetahui sesungguhnya amandemen yang telah dilakukan sejak tahun 2002 telah mengubah negara Proklamasi 17 Agustus 1945, dari negara berdasarkan Pancasila menjadi negara yang berdasar liberalisme, kapitalisme. Ternyata amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 berimplikasi pada perubahan sistem ketatanegaraan, berubahnya negara berideologi Pancasila menjadi sistem Presidensial yang dasarnya individualisme, liberalisme, dan kapitalisme. Kita perlu membedah perbedaan negara bersistem MPR berideologi Pancasila dan Negara dengan sistem Presidensial berideologi individualisme, liberalisme, kapitalisme agar kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap ideologi Pancasila. Sistem MPR adalah kolektivisme, kekeluargaan, basisnya elemen rakyat yang duduk sebagai anggota MPR yang disebut Golongan Politik diwakili oleh DPR, sedang Golongan Fungsional diwakili Utusan Golongan-golongan dan Utusan Daerah. Tugasnya merumuskan politik rakyat yang disebut Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Setelah GBHN terbentuk barulah dipilih Presiden untuk menjalankan GBHN. Oleh sebab itu, presiden adalah mandataris MPR. Dan Presiden di masa akhir jabatannya mempertangungjawabkan GBHN yang sudah dijalankan. Presiden tidak boleh menjalankan politiknya sendiri atau politik golongannya apa lagi Presiden sebagai petugas partai, seperti di negara komunis. Demokrasi berdasarkan Pancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan. Pemilihan Presiden dilakukan dengan permusyawaratan perwakilan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan, artinya tidak semua orang bisa bermusyawarah yang dipimpin oleh bil hikmah. Hanya para pemimpin yang punya ilmu yang bisa bermusyawarah, karena permusyawaratan bukan kalah menang bukan pertarungan tetapi memilih yang terbaik dari yang baik. Pemilihan didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan, nilai persatuan Indonesia, Permusyawaratan perwakilan yang bertujuan untuk Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan semua hasil itu semata-mata untuk mencari ridho Allah atas dasar Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Perbedaan Ideologi Sistem presidensial basisnya Individualisme. Maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kuat-kuatan, pertarungan, dan kalah-menang. Yang menang mayoritas dan yang kalah minoritas. Demokrasi dengan cara-cara liberal, kapitalis, membutuhkan biaya yang besar menguras dana rakyat untuk tahun 2024 dibutuhkan 110,4 triliunan rupiah untuk memilih pemimpin pilkada, pileg, dan pilpres. Dengan sistem pemilu yang serba uang bisa kita tebak maka menghasilkan para koruptor, hampir 80% kepala daerah terlibat korupsi, dan yang lebih miris korupsi seperti hal yang lumrah di negeri ini. Begitu pula petugas KPU-nya, juga bagian dari sistem korup, kecurangan bagian dari strategi pemilu. Demokrasi bisa dibeli geser-mengeser caleg, memindakan suara adalah bagian dari permainan KPU. Ini bukan isapan jempol bukannya sudah dua anggota Komisioner KPU yang dipecat karena terlibat permaian uang. Dalam sistem Presidensial, Presiden yang menang melantik dirinya sendiri dan menjalankan janji-janji kampanyenya. Kalau tidak ditepati janjinya ya harap maklum. Artinya di akhir masa jabatan presiden bisa tidak mempertangung-jawabkan kekuasaannya. Bagaimana sistem presidensial ini mampu menggulung ideologi Pancasila, sementara BPIP mencoba bermain-main dengan ideologi Pancasila yang disetubuhkan dengan individualisme, liberalisme, kapitalisme entah apa yang ada di pikiran Megawati Soekarnoputri dan punggawa di BPIP, sudah jelas mana mungkin keadilan sosial diletakan pada sistem liberalisme kapitalisme jelas bertentangan dengan Pancasila. Bukankah Pancasila itu antitesis dari individualisme, liberalisme, kapitalisme? Para elit politik dan Pemerintah serta para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Pancasila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara. Mari kita resapi apa yang telah diuraikan oleh para pelaku sejarah pembentukan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara. Jadi, mengganti rumusan Pancasila yang ada di RUU HIP bisa dikatakan tindakan makar. Sebab dengan sengaja Pancasila diubah, diperas-peras menjadi Trisila, Eka Sila, dan Gotong Royong. Ini sudah masuk delik makar! Bagi yang paham Tata Negara pasti mengerti istilah “die Stuferordnung der Recht Normen” oleh Hans Nawaisky, yaitu hirarki susunan suatu aturan: 1. Staatsfundamental norm; 2. Staatsgrundgesetz Formell gesetz; 3. Formal Gesetz; 4. Verordnung & Autonome Satzung. (1) Staatsfundamental norm adalah norma fundamental suatu negara dan Indonesia mempunyai Pancasila. Yang namanya fundamental tak boleh diubah… mengubah sama artinya meruntuhkan negara tersebut. (2) Staatsgrundgesetz adalah konstitusi suatu negara, dalam hal ini UUD 1945. (3) Formal Gesetz adalah Hukum Formil dalam bentuk Undang-Undang. (4) Verordnurn adalah Aturan Pelaksana dari Undang-Undang. Dan kita tahu tupoksi DPR dan Presiden hanya membentuk UU, tidak bisa membentuk UUD 1945, apalagi mengubah Staats Fundamental Norm yaitu Pancasila. Dengan demikian maka RUU HIP yang materinya dapat disimpulkan berupaya mereduksi dan mengubah sila Pancasila, secara tak langsung dapat dianggap sebagai bentuk makar pada Pancasila. Hans Kelsen berkata “suatu norma tidaklah berlaku bila dibuat bukan oleh lembaga yang tidak berwenang”. Jelas upaya mengubah Pancasila sekalipun dengan kamuflase RUU Haluan Ideologi Pancasila dapat dikatagorikan sebagai upaya mengubah Dasar Negara agar terkesan legal, dan mengubah Dasar Negara bisa dipidana. Pelanggaran hukum yang terjadi adalah (bukan) mendefinisikan Pancasila tapi membuat norma baru bernama Trisila, Ekasila, dan Gotong royong. Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan (BPUPKI). Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan UUD 1945, di mana tertera lima azas kehidupan bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila. Pembukaan UUD 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enambelas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan. Berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya, karena telah tercapai mufakat bahwa UUD 1945 didasarkan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu. Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar Negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi segala bangsa. Oleh sebab itu politik luar negeri adalah non block , bukan block China negara komunis. Ketetapan MPR XXV Tahun 1966 melarang ajaran komunis kok partai politik mengirim kadernya pada partai komunis China, jelas ini adalah pelanggaran terhadap Tap MPR XXV Tahun 1966. Jadi jelas amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan oleh elit politik dan dijalankan sampai sekarang merupakan pengkhianatan terhadap Pancasila, terhadap negara Proklamasi dan terhadap para pendiri bangsa. Tidak ada artinya Bung Karno, Bung Hatta sebagai Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia manakala UUD 1945 sudah diganti dengan UUD 2002 yang tidak ada kaitannya dengan Proklamasi dan Pancasila. Banyak yang tidak sadar bahwa ideologi negara Pancasila telah diganti dengan ideologi transnasional individualisme, liberalisme, dan kapitalisme. Untuk memperdalam kajian ideologi Pancasila tentu kita harus mengerti apa itu hakekat, sifat, tujuan, dan tugas negara di dalam ketatanegaraan. Dengan mengerti hal tersebut, maka kita menjadi paham apa itu ideologi Pancasila. Cuplikan Tesis Prof Dr Noto Nagoro “Soal Sifat Manusia Sebagai Dasar Kenegaraan”. Di dalam pembukaan terdapat unsur-unsur yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam hal soal-soal pokok itu. Pembukaan mulai dengan pernyataan “bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Hak akan kemerdekaan yang dimaksudkan adalah daripada segala bangsa, bukannya hak kemerdekaan daripada individu, dan untuk mempertanggung-jawabkannya lebih landjut, bahwa “pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan” juga bukan hak kemerdekaan individu yang dipergunakan sebagai dasar, akan tetapi “perikemanusiaan dan perikeadilan”, kedua-duanya pengertian dalam arti abstrak dan hakekat. Jangan sekali-kali lalu timbul anggapan, bahwa di dalam pernyataan hak kemerdekaan bangsa daripada pembukaan itu tidak ada tempat bagi hak kebebasan perseorangan. Tidak demikian halnya, akan tetapi perseorangan ditempatkan dalam hubungannya dengan bangsa, dalam kedudukannya sebagai anggota bangsa dan sebagai manusia dalam kedudukannya spesimen atas dasar atau dalam lingkungan jenisnya (genus), ialah “perikemanusiaan”. Sebaliknya bukan maksudnya juga untuk menyatakan bahwa perseorangan adalah seolah-olah anggota bangsa, melulu penjelmaan jenis, akan tetapi seraya itu djuga merupakan diri sendiri dan berdiri pribadi. Pemakaian “perikemanusiaan” juga sebagai alasan untuk menghapuskan penjajahan, lagipula termasuknya sila “kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam asas kerohanian negara menunjukkan, bahwa dikehendaki untuk menjadikan unsur kesesuaian dengan hakekat manusia itu sebagai pokok sendi bagi negara, dan hakekat manusia adalah makhluk yang bersusun dalam sifatnya, ialah individu dan makhluk sosial kedua-duannja. Terkandung di dalam unsur-unsur pembukaan itu tidak hanja hal negara didasarkan atas pokok pikiran bersendi pada dan terdiri atas manusia yang mempunjai sifat individu dan makhluk sosial kedua-duanya, akan tetapi djuga tidak menitikberatkan kepada salah satunya. Yang dikehendaki bukan negara yang bersusun individualistis, atomistis, mechanis atau sebaliknya negara yang bersusun kolektif atau organis, sebagai kesatuan total yang menyampingkan diri daripada manusia perseorangan. Akan tetapi yang dimaksud ialah negara yang bersusun dwi-tunggal, kedua-duanja sifat manusia sebagai individu dan makhuk sosial terpakai sebagai dasar yang sama kedudukannya. Pentingnya arti daripada soal sifat manusia dalam hal merupakan dasar kenegaraan, tidak perlu dipertanggungjawabkan lagi, sebagaimana diketahui sudah menjadi pendapat umum, bahwa itu mempunjai arti yang menentukan dalam hal-hal pokok kenegaraan, sepertinja sudah disinggung-singgung di atas tadi menentukan hakekat, sifat daripada negara sendiri, djuga menentukan susunan, tujuan dan tugas bekerjanya negara, kedudukan warga negara dalam negara dan hubungannya dengan negara, begitu pula susunan pemerintahan negara. Kesimpulan yang didasarkan atas unsur-unsur jang terdapat dalam Pembukaan tadi, ternyata sesuai dengan dan memperoleh penegasan resmi sebagaimana dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II nomor 7. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara jang tidak boleh dilupakan”. Selanjutnya dikatakan, bahwa “pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakjatan dan permusjawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, sistem Negara yang harus terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat yang berdasar atas permusyawaratan/perwakilan. Dengan dihilangkannya penjelasan UUD 1945 maka telah dihilangkannya pokok pikiran ke-3 pembukaan di mana sistem negara berdasarkan Permusyawaratan perwakilan diganti dengan banyak-banyakan suara kalah menang pertarungan banyak banyakan suara. Sehingga terjadi benturan antara Pancasila dengan ideologi transnasional individualisme, liberalisme, kapitalisme, dalam bentuk pilsung, pilkada, pilpres. Jelas bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Amandemen telah menghilangkan ideologi negara berdasarkan Pancasila .Seharus nya MPR mengatakan dengan tegas Ideologi Pancasila telah diganti dengan ideologi transnasional individualisme, liberalisme, dan kapitalisme. Bagaimana menurut Anda? (*)
Denny Siregar Tantang Duel Novel Bamukmin: Batal?
Jakarta, FNN - Kasus penganiayaan terhadap pegiat sosmed yang juga dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando berbuntut pada perseteruan Denny Siregar dengan Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin. “Ini satu isu yang sebenarnya sering sekali terjadi. Denny Siregar yang selama ini menjadi BuzzerRp nantangin duel Novel Bamukmin,” kata wartawan senior Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam akun Off The Record FNN, Ahad (17/4/2022). Semua itu gara-gara Novel mengomentari Denny Siregar yang menyebut kalau pelaku pengeroyokan Ade Armando pasti bagian dari kadrun. Novel langsung membantahnya dengan menyebut, pengeroyoknya bukan kadrun. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba Denny Siregar menantang duel Novel di atas ring. Kejadian Ade Armando justru menjadikan semakin terbelah antara yang pro pemerintah dengan kaum opisisi menjadi lebih banyak bersuara lagi. Bahkan di media juga mulai ada yang berpartisipasi sebagai sponsor dengan menyediakan uang Rp 10 juta, Rp 20 juta, bahkan ada yang siap memberikan hadiah sebesar Rp 50 juta kepada pemenangnya. Novel Bamukmin sendiri akhirnya menjawab tantangan Denny Siregar yang sebelumnya menantang duel di atas ring tinju. Novel menyatakan tak gentar menjawab tantangan Denny. “Karena ternyata yang biasa dibelenggu di bulan Ramadlan ada yang lolos, satunya ini, maka saya akan meladeninya biar saya balikin untuk dibelenggu lagi,” tegasnya. Novel pun balik memberi ancaman balik, katanya ia siap mencopot jantungnya Denny Siregar. “Saya siap meladeninya, paling-paling bisa copot jantungnya tuh Denny Siregar,” tegasnya. Sebelumnya, Denny Siregar menyampaikan lewat akun twitternya mengaku siap duel dengan Novel Bamukmin. Denny menantang sembari memposting berita statemen Novel yang membantah pengeroyok Ade Armando adalah kadrun. “Kalau sama yang ini, mau juga kalo duel di ring. Ntar gua siapin ringnya. Gimana? Kalau setuju silahkan RT,” tulis @Dennysiregar7. Namun, belakangan lewat akun instagram dennysirregar, Ahad (17/4/2022), tampaknya membuatnya malas bertarung. Karena tangan Novel Bamukmin gatal. Namun tangan Novel Bamukmin gatal sehingga membuatnya malas, seperti dilansir instagram dennysirregar, Ahad (17/4/2022). “Sempet pengen tarung ma doi di atas ring, tapi karena dia bilang tangannya gatal, gak jadi deh. Entar nular kudis ma kurapnya,” tulis Denny di instagram dennysirregar. Padahal, Denny sebelumnya menetapkan duel mereka dilaksanakan di Bali pada 24 Mei mendatang. Novel Bamukmin mengetahui tanggal itu melalui unggahan Denny Siregar pada akun @DennySiregar7 di Twitter. (mth)
IKN Baru: Mengumpan NKRI Siap Dimangsa China!
Oleh karenanya dengan rasa hormat saya kepada negara, adalah tidak bijak kita memindahkan IKN Baru ke Kaltim. Hal yang paling menyakitkan atau hal yang paling mendalam, saya tidak tahu mekanisme yang dipakai pemerintah, dan tiba-tiba Joko (wi) memerintahkan kita pindah kesana. Tidak bisa begitu!! Oleh Letjen TNI (Purn.) Marinir Suharto, Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) SAAT saya masih di ABRI, setiap tahun kita selalu memperbaiki apa yang kita sebut dengan Kontigensi Nasional, yaitu kontingensi tentang ancaman dari luar. Khusus ancaman yang terkuat yang selalu kita waspadai itu ancaman dari utara. Sehingga kita membuat laut Natuna, Kepulauan Riau, dan Kalimantan adalah leading war commander atau komandan perang kita terdepan untuk menghadapi ancaman dari utara. Dengan demikian pada saat ibu kota negara (IKN) akan dipindahkan ke Kalimantan (Kalimatan Timur, Kaltim), justru ini menjadi pertanyaan yang paling besar. Apakah betul IKN ini harus kita masukkan kepada Theatre of War, harus kita masukan kepada garis depan pertahanan kita. Saya terbuka di sini, dan selalu melihat \"ancaman dari utara, ancaman dari China, ancaman dari Komunis\". Yang sampai sekarang masih menjiwai kami dari ABRI untuk bertahan supaya republik ini tidak jatuh ke dalam genggaman Komunis. Sehingga apabila Kaltim termasuk dari bagian Theatre of War, maka adalah tidak bijak kalau IKN kita pindahkan ke Kaltim, karena ini sudah masuk garis depan. Kita masih ingat bagaimana Belanda menguasai Indonesia? Untuk menguasai Indonesia kuasai seluruh Jawa. Untuk menguasai pulau Jawa, kuasailah Batavia, itulah konsep yang dipakai. Tapi itu bukan tanpa perhitungan. Oleh karenanya saya juga sangat heran apabila ini kita majukan ke dalam mandala perang ibu kota. Ibu kota ini adalah sebetulnya markas komando untuk melawan ancaman dari luar. Dan di abad informatika/IT ini, markas komando negada dimanapun bisa yang penting aman. Ditempatkan di Papua pun tidak masalah, karena semua prasarana untuk mendukung itu ada. Oleh karenanya dengan rasa hormat saya kepada negara, adalah tidak bijak kita memindahkan IKN Baru ke Kaltim. Hal yang paling menyakitkan atau hal yang paling mendalam, saya tidak tahu mekanisme yang dipakai pemerintah, dan tiba-tiba Joko (wi) memerintahkan kita pindah kesana. Tidak bisa begitu!! Kalau kita menganut Pancasila dan UUD 1945 yang asli, Presiden itu adalah mandataris daripada MPR. Sehingga apapun yang dia kerjakan atas perintah MPR, karena di situlah sebetulnya kedaulatan bangsa ini, kedaulatan rakyat di sini. Tapi apa lacur kita lihat sekarang empat kali amandemen, justru MPR dimandulkan, dibancikan sebanci-bancinya. Oleh karenanya saya dating ke kantor bapak Ketua DPD. Mari bersama-sama kita bangkitkan, kita fungsikan kembali MPR ini. Agar supaya kedepan suara rakyat itulah suara yang dijalankan, itulah suara yang harus kita junjung. Bukan kita ikuti suara seorang kepala negara. Dia hanya mandataris dari pada MPR. Khusus untuk pindah IKN ke garis depan, sulit bagi kami terima dan itu tidak bijak, sangat tidak bijak. Saya kira cukup pidato saya ini, terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. (Disampaikan saat Audiensi PNKN dengan Pimpinan DPD RI, Maret 2022). (*)
Kita Ini Bangsa Apa?
Sangat sulit untuk mendefinisikan Indonesia, sebagai sebuah negara apa?. Sebagai sebuah bangsa apa?. Ideologi apa yang menuntun cara hidupnya?. Kebudayaan apa yang menopang karakternya?. Lalu apa yang sudah dilakukan dan dirasakan dalam upaya menghadirkan kemakmuran dan keadilan sebuah negara bangsa yang tak kunjung ada?. Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI TAHUN ini NKRI akan memasuki usia 77 tahun kemerdekaannya, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2022 mendatang. Sebuah perjalanan sejarah negara bangsa yang tidak lagi bisa dibilang seumur jagung. Tapi sayangnya, sejauh ini Indonesia belum bisa memastikan pada fase dan posisi apa negara sekarang berada. Semenjak proklamasi kemerdekaan RI digaungkan, situasi politik dan ekonomi bangsa terus mengalami turbulensi baik skala nasional maupun internasional. Meski pernah mempelopori Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955, yang ikut melahirkan gerakan kebangsaan berujung kemedekaan negara-negara dunia ketiga di Asia Afrika. Juga memperkenalkan Pancasila dalam forum sidang PBB tahun 1960 dan menjadi proyek mercusuar paling fenomenal di tengah dunia sedang dikuasai ideologi barat dan timur yang mewujud dominasi sekaligus hegemoni dan dominasi ideologi kapitalis dan komunis. Namun rezeki tak kunjung datang, malang tak dapat ditolak. Suasana kejayaaan bangsa yang sepertinya tampak pada awal-awal kelahiran dan pertumbuhan peroide kemerdekaan itu, harus mengalami abortus. Republik dilanda karut-marutnya pemerintahan karena pemberontakan dan perang saudara, kemudian tragedi 1965 yang menandai tumbangnya rezim Soekarno, disusul jatuhnya rezim Soeharo yang diikuti pembajakan reformasi, serta semakin banyaknya gelombang kemunduran bangsa hingga sekarang di bawah kekuasaan rezim saat ini. Masa-masa itu, Indonesia yang tergolong baru dalam percaturan politik internasional, memang berhasil mencuri perhatian dunia. Dengan kekayaan negara yang begitu menggiurkan baik dari aspek sumber daya alam maupun posisi geografis, geostrategis dan geopolitis. Indonesia menjadi sebuah potensi besar sekaligus ancaman bagi tata pergaulan internasional, terutama bagi kepentingan negara adidaya. Suasana perang dingin yang berlangsung, memaksa Indonesia ditempatkan menjadi faktor penting yang harus terus menjadi bagian penting dari politik intervensi dan konspirasi global. Dengan kata lain, meskipun telah menjadi negara merdeka dan berdaulat, negara maritim dan kepulauan itu tak bisa lepas dari rekayasa dan politik subversif tingkat dunia. Hasilnya kemudian, negara kesejahteraan itu tak pernah berhasil diadakan. Indonesia yang berdaulat dalam bidang politik, kemandirian dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan hanya menjadi pepesan kosong. Setelah sekian lama, amanat para pendiri bangsa itu berangsur-angsur dihadapi rakyat dengan sikap skeptis dan apriori, malah telah dianggap utophi. Alih-alih berhasil membangun karakter nasional bangsa. Justru faktanya, komitmen nasionalisme yang telah diikat dalam bingkai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, malah melahirkan dan membesarkan negara yang pada akhirnya hanya menjadi bangsa kuli di atas kuli. Sebuah negara yang rakyatnya telah hidup dalam atmosfer penjajahan manusia atas manusia dan penjajahan bangsa atas bangsa. Sementara rakyat terus mengalami pembelahan sosial, konflik horisontal dan vertikal menganga siap memuntahkan degradasi dan disintegrasi bangsa. Lebih miris lagi, para pejabat tidak lagi menampilkan laku amanah dalam kepemimpinan nasional, yang teejadi sebaliknya marak dan bangga dengan tabiat penghianatan dan kejahatan negara. Indonesia tengah memasuki situasi dan kondisi terancam nenjadi negara gagal, karena pemerintahan yang ambigu, tak punya visi dan tanpa integitas. Kehidupan rakyat, negara dan bangsa larut dalam perilaku kontradiksi dan ambivalensi. Seketika bangunan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang telah menjadi falsafah, pondasi dan panduan bernegara negara sebagai konsensus nasionsal nyaris tak terpakai, kalau tak mau disebut mengalami disfungsi. Negara yang kultur dan natunya, tumbuh dan sarat asupan spritualitas dan keagamaan, terus mengalami distorsi sekulerisasi dan liberalisasi. Tidak sedikit kearifan lokal yang menjadi rahim kebudayaan nasional terus tergerus arus modernitas. Apa yang dulu menjadi warisan nenek moyang sebagai nilai-nilai, kini telah tergantikan oleh ambisi mengejar materi. Negara bangsa ini, kini dirasuki tradisi memburu harta dan jabatan. Kesurupan berjamaah, menanggalkan keberadaban dan meninggalkan Ketuhanan. Bunuh Diri Massal Sebuah Bangsa Tiga orde kepemimpinan nasional telah menancapkan kuku dan rekam jejaknya dalam perjalanan sejarah Indonesia. Bsngsa ini seharusnya bisa belajar dari pemimpin-pemimpin seperti Soekarno dan Soeharto ataupun sesudahnya. Lepas dari kelebihan dan kekurangannya, tata kelola pemerintahan dan penyelenggaraan negara dapat bercermin, memetik pelajaran dan mengambil hikmahnya. Perbedaan pandangan ideologi dan tinjauan strategi dan taktis dalam implementasi pembangunan. Tidak serta merta membuat pilihan kebijakan dan penggunaan kekuasaan yang mempertaruhkan dan beresiko tinggi pada persatuan dan kesatuan bangsa. Betapapun perselisihan dan konflik yang terjadi, selalu di upayakan dan menjadi prioritas bisa diakhiri dengan mengutamakan keselamatan dan masa depan Indonesia. Pancasila, UUD 1945 dan NKRI selalu menjadi tolok ukur dan pegangangan, meskpun secara sistem nilai dan tataran praksis belum bisa diimplemenasikan. Setidaknya kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa tetap terpelihara, dan Pancasila menjadi katalisator sekaligus perekat kebangsaan yang tumbuh di dalamnya. Meskipun perbedaan tak bisa disatukan, setidaknya dapat hidup bersama dan damai sebagai sebuah bangsa yang penuh keragaman. Sayangnya dan sangat memprihatinkan, legacy Orde Lama dan Orde Baru yang bisa menjadi refleksi serta evaluasi kebangsaan guna meraih kehidupan rakyat yang lebih baik, gagal dimanfaatkan. Peluang orde reformasi yang setidaknya dapat menjadi babak baru bagi kehidupan negara bangsa yang nasionalis, religius dan demokratis. Tak mampu memenuhi harapan dan keinginan rakyat. Penanggalan kekuasaan tiran yang otoriterian dan diktatorian sulit dilakukan, hingga kini tak terelakan dan terus berjalan. Bahkan jauh lebih buruk lagi. Apa yang baik pada masa Orde Lama dan Orde baru tak dapat menjadi teladan. Sedangkan apa yang buruk pada Orde Lama dan Orde Baru terus dilanjutkan di orde reformasi. Praktek-praktek KKN pemerintahan bertebaran dimana-mana, perampokan uang negara dalam balutan utang dan investasi telanjang mengeruk sumber daya alam terus dirasakan. Konflik sosial menjadi menu sehari-hari rakyat hingga dalam keseharian pergaulan di ruang nyata dan media sosial. Rezim kekuasaan semakin represi di tengah-tengah depresi rakyat akibat kenaikan harga sembako dan pajak yang tinggi. Ketidak-idealan yang mulai mengarah dan pantas disebut kebiadaban itu, semuanya terangkai menjadi satu realitas kehidupan rakyat dalam kesengsaraan dan ketertindasan panjang dan tak bertepi. Pejabat dan aparat negara serta para pemimpin sosial dan keagamaan, semakin abai terhadap amanat penderitaan rakyat. Perilaku kekuasaan semakin arogan mengabaikan Tuhan karena uang dan kedudukan. Rakyatnya pun menganut kebiasaan yang serba permisif. Banyak yang ketakutan dan tak memiliki kesadaran kebangsaan, enggan bersikap kritis dan melakukan perubahan. Kalau ada yang melakukan perlawanan, pelbagai cara dilakukan untuk mengupayakan penggembosan atau pembusukan. Feonomena menggelikan, saat elit dan irisan kelas pinggiran bersatu dalam persekongkolan jahat, meski hanya sebagian kecil yang terlibat sebagai buzzer, influencer bahkan penikmat dan penjilat kekuasan sekalipun. Jadilah bangsa ini kemudian secara terstruktur, sistematik dan masif, menjadi bangsa yang tanpa identitas, tanpa keinsyafan dan tujuan. Tanpa ideologi dan dibawah kendali kapitalisme dan komunisme global mewujud oligarki. Nyaman menjadi bangsa yang artifisial nasionalis religius, nasionalis tapi tak mencintai tanah airnya, beragama tapi tanpa spititualitas. Sepertinya bangsa ini sedang mempersiapkan bunuh diri massal. Lalu apa yang pantas diberi julukan pada bangsa ini?. Pancasila kah?, Kapitalsme kah?, Komunisme kah?. Atau bangsa yang bukan sebagai apa-apa?. Kita ini sebenarnya bangsa apa?. (*)
Rusia Klaim Kendali Penuh Atas Wilayah Perkotaan Mariupol
Moskow, FNN - Seluruh wilayah perkotaan di Mariupol, sebuah kota di Ukraina timur, telah sepenuhnya bersih dari Angkatan Bersenjata Ukraina dan tentara bayaran asing, ungkap militer Rusia pada Sabtu (16/4).Sisa-sisa pasukan perlawanan telah dikepung di dalam pabrik besi dan baja Azovstal, kata juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov dalam keterangan pers. Dia mengatakan 1.464 personel militer Ukraina menyerah dalam pertempuran di Mariupol.Sebagai kota pelabuhan utama di Laut Azov, Mariupol menjadi salah satu lokasi pertempuran paling sengit dalam konflik Rusia-Ukraina.Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan pada Jumat (15/4) bahwa pasukannya masih berperang melawan Rusia di Mariupol setelah hampir tujuh pekan sejak kota itu dikepung.Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan bahwa penyapuan bersih pasukan Ukraina di Mariupol akan mengakhiri negosiasi apa pun dengan Rusia. (mth/Antara)