ALL CATEGORY

Hentikan Indonesia dari Stigma Islamophobia!

Resolusi Jihad, Penggerak Santri dan Rakyat di Pertempuran 10 November 1945. Resolusi Jihad membakar semangat juang arek-arek Suroboyo dan sekitarnya pada 10 November 1945. Oleh : Ir Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila INDONESIA dalam lintasan sejarahnya tidak bisa dipisahkan dengan Islam. Sebab dalam sejarahnya Islam-lah yang membangunkan kesadaran agar Indonesia merdeka dan mempunyai harkat dan martabat rakyat Indonesia Asli. Dimulai dari Syarekat Dagang Islam (SDI) yang dipimpin oleh Haji Samahudi, sering disebut Kyai Haji Samanhudi adalah pendiri SDI, sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Nama kecilnya ialah Sudarno Nadi. Pondok Pesantren yang pernah ia datangi untuk menimba ilmu di dalamnya. Sekitar tahun 1900, pedagang dari China memperoleh banyak bantuan dari Pemerintah Kolonial Belanda untuk melancarkan usaha dagangnya. Sementara, pedagang dari pribumi justru tidak mendapatkan perlakuan yang adil. Bahkan seringkali mendapatkan tekanan dari pemerintah Belanda dalam mengembangkan usahanya. Perlakuan yang tidak adil itulah yang membuat Haji Samanhudi tergerak hatinya untuk membela kaumnya, rakyat pribumi yang seringkali direndahkan. Dalam catatan sejarah, Haji Samanhudi telah banyak menaruh sumbangsih besar terhadap perjuangan bangsa Indonesia dan rakyat pribumi yang sering kali dikucilkan. Sosok Haji Samanhudi yang banyak terlibat aktif dalam pergerakan nasional dan berteman akrab dengan beberapa pejuang Indonesia lainnya. Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam (SI) yang sebelumnya dikenal dengan SDI dan terpilih menjadi ketua. Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu; Semurni-murni tauhid; Sepintar-pintar siasat. Di atas podium Kongres Sarekat Islam di Bandung pada 17-24 Juni 1916, Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto berorasi dengan nada tinggi. Pemimpin Besar SI ini menyerukan tentang ide kemerdekaan bagi bangsa Hindia Belanda (Indonesia). Itu disebutnya dengan istilah zelfbestuur atau pemerintahan sendiri. “Orang semakin lama merasakan, baik di Belanda maupun di Hindia, bahwa zelfbestuur sungguh diperlukan,” lantang Tjokroaminoto di hadapan ratusan peserta kongres yang datang dari seluruh penjuru negeri. Mungkin bagi mereka yang hari ini selalu menghujat Islam dengan stikma Radikal, pecah-belah dan kemudian istilah PKI muncul lagi yang menyebut ulama, Habib Kadrun selalu melakukan penghinaan terhadap Islam harusnya sadar tanpa ide zelfbestuur SI sehingga membangkitkan bangsa Indonesia menjadi pergerakan kebangsaan yang membangunkan bangsa Indonesia untuk Merdeka. Mereka yang melakukan Islamophobia sebaiknya belajar sejarah kebangsaan, begitu besar peran Islam dalam mendirikan dan memerdekakan Indonesia. Tidak hanya memberikan ide merdeka, Umat Islam juga ikut serta merancang dasar negara Pancasila bahkan mau mengorbankan sila kesatu dari Ketuhanan dengan menjalankan Syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Bagi penghujat Islamophobia tidak mau melihat sejarah bangsa ini. Peran umat Islam bukan hanya di tataran ide Kemerdekaan tetapi juga mempertahankan kemerdekaan dengan resolusi jihad para Ulama. Resolusi Jihad, Penggerak Santri dan Rakyat di Pertempuran 10 November 1945. Resolusi Jihad membakar semangat juang arek-arek Suroboyo dan sekitarnya pada 10 November 1945. Sehingga, kaum santri dan rakyat bersatu mengusir tentara sekutu dari Kota Pahlawan Surabaya. Sejak terbentuk pada 4 Desember 1944, Laskar Hizbullah menjadi tempat bagi para santri yang ingin mengembangkan waktu, tenaga, dan pikirannya demi Tanah Air. Walaupun terbentuk di masa pendudukan Jepang, Laskar Hizbullah berbuat tidak untuk kemenangan Dai Nippon dalam Perang Dunia II. Jauh lebih luhur dari itu, niat kaum pesantren ini semata-mata berjihad fii sabilillah. Seperti yang pernah disampaikan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng yang juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyekh Hasyim Asy\'ari, \"hubbul wathan minal iman\", cinta Tanah Air itu sebagian dari iman. Dalam buku Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad, Zainul Milal Bizawie menjelaskan, Laskar Hizbullah dan juga Sabilillah menjadi salah satu bukti sejarah peran kaum santri dalam membela Indonesia. Laskar yang namanya berarti \'para tentara Allah\' itu memiliki keislaman dan kebangsaan yang semangat tinggi. Sesudah Proklamasi RI, semangat itu kian menggelora. Mereka keras berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dari kuasa-kuasa yang ingin menjajah lagi Bumi Pertiwi. Laskar Hizbullah dibentuk sebagai laskar kesatuan perjuangan semi militer dari kelompok Islam yang dilandasi dengan niat jihad fi sabilillah, berjuang menegakkan agama dan Negara. Laskar Hizbullah berperan aktif dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Rasanya sangat disayangkan jika manajemen konflik yang dijalankan penguasa hari ini menyasar umat Islam, siapapun umat Islam akan merasa sakit hati jika Islam distigma radikal, teroris, bahkan BNPT juga menuding beberapa masjid tempat teroris ini sungguh penghinaan stigma yang menyakitkan. Buzer-buzer dengan mengumbar kebencian dengan stigma Kadrun. Islamophobia harus dihentikan, sebab hal demikian adalah pecah-belah tidak sesuai dengan sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia. Jangan hanya Khilafah yang dianggap ideologi Trans Nasional, sementara Ideologi Pancasila diganti dengan Ideologi TransNasional Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme kita diam dan merasa nyaman saja. Apakah para punggawa, Esekutif, Yudikatif, Legislatif, dan MPR mengerti apa itu ideologi Trans Nasional, kok masih menjalankan Pilsung Pilpres Pilkadal, bukannya negara berdasarkan Pancasila tersebut sistemnya kolektivisme, kekeluargaan, permusyawaratan perwakilan? Bukannya pilsung Pilpres, Pilkada itu adalah ideologi liberal dan kapitalis itu  untuk meraih kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara berbasis pada individualisme? Indonesia dalam kegamangan hanya bisa selamat jika hentikan Islamophobia  kembali pada jati diri bangsa Pancasila dan UUD1945 asli. (*)

Hari Kebangkitan Nasional, Wajib Demo Besar-besaran

Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD TANGGAL 20 Mei 1908 adalah lahirnya organisasi sosial Intelektual Budi Utomo mengutamakan keluhuran mental yang menyadarkan dan menyatukan mental, semangat persatuan dan kesatuan bangsa, berhasil mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Makna dan esensinya,  mengubah bentuk dari perjuangan daerah  menjadi Nasional, melalui cara-cara perjuangan fisik menjadi perjuangan pendidikan dan kebudayaan (sinergi hukum, HAM agama, yang seimbang, selaras, harmonis, saling menghormati sesama), yang bermodalkan para pendiri bangsa yang beraneka warna, keberagaman, justru dijadikan satu kekuatan nasional, dalam rangka menghadapi penjajah, penindas, kejam tak beradab, dengan kegigihan para pahlawan bangsa dan ketekunan para pemimpin orsos, orpol yang berhasil membangkitkan semangat perjuangan, membentuk rasa nasionalisme, mencapai kemerdekaan, memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat derajat serta martabat bangsa Indonesia, yang seharusnya kita jadikan tonggak sejarah perjuangan bangsa dalam mencapai cita cita nasional. Bahwa jelas-jelas berbeda, jenis, bentuk dan cara cara yang ditempuh oleh penjajah terhadap Indonesia, namun sama dalam tujuanya untuk menguasai dan memiliki Indonesia. Kita tidak anti Cina, tapi penjajahan Cina dengan gelagat dan cara-cara terhadap Indonesia harus kita lawan hingga titik darah penghabisan. Suka tidak suka pemerintah dibawah kepemimpinan Pesiden Jokowi telah gagal serta tidak mampu mengendalikan dan mengemudikan jalanya roda pemerintahan, baik dalam pemahaman terhadap unsur unsur negara (pemerintah, rakyat, wilayah, pengakuan hukum dari negara lain) maupun teehadap aspek aspek negara (IPOLEKSOSBUDAGHANKAM) nyaris mirip dan beranggap negara bagai miliknya, bukan bagai pengelolanya. Kita yakin tidak semua para menteri dan badan-badan tinggi negara sepemikiran dengan ini, namun mereka tetap berdosa karena tidak bersikap dan tidak berbuat terhadap keadaan ini. Pemerintah terlena ikut hanyut dalam gendang dan  tarian Cina, dengan karya- karya yang jauh dari landasan Pancasila dan UUD \'45, menjerumuskan dan menyesatkan TNI POLRI untuk garda terdepan dan benteng terakhir rezim dalam melindungi dan melanggengkan kekuasaanya, bahkan abai prioritas seperti pemindahan IKN baru dan bahayanya masalah Papua. Seharusnya para pimpinan badan-badan tinggi negara ikut membantu pekerjaan presiden secara tepat, bukan justru berkolaborasi, berkonpirasi jahat terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Pencetusan yang melahirkan organisasi- organisasi tandingan seperti para buzzer, influencer dan mahasisiwa-mahasiswa tandingan, adalah signal-signal ketidakmampuan pemerintah dalam memberdayakan jajaranya, yang tidak berpikir panjang merusak persatuan dan kesatuan bangsa yang telah dirintis para pendahulu seperti Dr Wahidin Sudirohusodo dan kawan kawan. Dan seharusnya kita sudah meninggalkan Cebong dan Kampret ciptaan para pengkhianat-pengkhianat bangsa, karena sesungguhnya hanya bayang-bayang gelap yang mendiskreditkan keduanya buruk bagi yang berseberangan. Dalam momen penting HARKITNAS kini, marilah kita paham dan sadar, bahwa musuh kita bukanlah Cebong atau Kampret, melainkan paham Komunis serta gelagat dan tindakan Cina terhadap kita yang ndompleng melalui rezim yang tidak mampu menghadapinya. Kuncinya ada pada TNI POLRI Hanya beberapa gelintir orang yang bertekad berjuang hingga titik darah penghabisan, kebanyakan lebih sayang hidup, cinta sanak kluarga dan berharap masa depan lebih baik. Oleh karenanya saya bermohon  kepada pimpinan TNI POLRI kembalilah pada jati dirinya dengan memedomani sumpah, doktrin dan petunjuk-petunjuk yang ada dengan lebih mengutamakan kepentingan negara bukan hanya kepentingan pemerintah saja. Dengar, perhatikan dan pedulikan suara sebagian besar rakyat bahwa tidak perlu diragukan rezim Jokowi telah banyak berbuat pelanggaran dan kesalahan, yang sudah selayaknya dimakzulkan (diberhentikan dari jabatan presiden, turun tahta) sesuai prosedur hukum yang berlaku. Kepada bangsaku, seluruh elemen dan terutama mahasiswa, jadikan tanggal 20 Mei 2022 sebagai momen Kebangkitan Nasional untuk keluar dan lepas dari segala bentuk kedzoliman, penindasan, kebelengguan dan ketidakberdayaan. Motori dan pelopori demo unjuk rasa yang tegas, jelas dan bertanggung jawab. Sebaliknya kepada rezim saya mengingatkan dampak kelahiran HARKITNAS adalah mengingatkan dan menyadarkan kita kembali, makna persatuan dan kesatuan bangsa sebagai kekuatan nasional yang harus dibina, dipupuk dan dijaga serta dipelihara sebagai konsekwensi dan konsistensi negara Demokrasi yang akan tetap dan terus tumbuh dan berkembang sesuai dinamika zaman, jangan ada pemikiran untuk pecah belah bangsa ini. Rezim harus paham, sadar dan obyektif, bahwa negara adalah milik kita semua, sehingga jauh dari pemanfaatan kesempatan, wewenang dan kekuasaan yang semakin dibuat buat dan diada- adakan. (*)

Prabowo Potensial Menjadi Pecundang Abadi?

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan KELALAHAN Prabowo  dalam tiga Pilpres berturut-turut patut menjadi pengalaman dan perhatian. Tahun 2009 Megawati-Prabowo kalah oleh pasangan SBY-Budiono. Prabowo Hatta Rajasa dikalahkan Jokowi-JK tahun 2014  dan terakhir tahun 2019 Prabowo-Uno kalah oleh Jokowi-Ma\'ruf Amin.  Kini untuk Pilpres 2024 Prabowo mulai bersiap untuk maju kembali. Pasangan potensialnya adalah Puan Maharani dari PDIP.  Prabowo disorot hari-hari ini atas manuver \"politik lebaran\" yang atraktif. Satu-satunya Menteri yang segera menemui Presiden Jokowi di Istana Yogyakarta lalu makan opor dan tempe bacem bersama. Segera balik ke Jakarta untuk bertemu Mega dan Puan.  Terbang ke Jatim menemui Gubernur Khafifah dan ulama.  Ketika ditanya oleh Jokowi akankah maju dalam Pilpres ? Prabowo menjawab jika diizinkan Jokowi he hee.  Survey selalu menempatkan Prabowo di papan atas bahkan sering teratas. Mungkin efek dari kondisi peta pertarungan 2019 yang tersisa. Akan tetapi sebenarnya peta dukungan itu telah jauh berubah.  Sejak Prabowo masuk dalam Kabinet Jokowi, maka suara kecewa kerap terdengar. Banyak yang mengecam dan menilai Prabowo sebagai profil figur pecundang. Jikapun ia beralasan strategi, maka hal itu lebih pada jabatan dan keuntungan pribadi atau kelompok Prabowo sendiri.  Sejak puja puji berlebihan kepada Jokowi, Prabowo menampilkan integritas pribadi yang diragukan. Sebagaimana dirinya yang dinilai kurang demokratis, maka sikap kepada atasan lebih bernuansa ABS. Tidak terdengar gagasan kreatif apalagi progresif yang diterima  dan dijadikan sebagai kebijakan Presiden.  Sikap kritis dan pembelaan pada rakyat yang menderita tidak nampak. Soal korupsi minim  komentar, begitu juga saat rakyat ribut soal pemaksaan vaksin dan PCR. Minyak goreng langka, BBM naik, UU Cipta Kerja panas, proyek KA mangkrak, pindah IKN, penistaan agama dan lain-lainnya sepi dari suara Prabowo.  Soal pembantaian 6 laskar FPI maupun pembunuhan dokter pejuang kemanusiaan Prabowo tetap bungkam dan tenang-tenang  saja. Saat HRS dan aktivis eks pendukungnya ditangkap dan dipenjara ia tidak nampak gelisah. Sikapnya nyaris bersatu dengan kezaliman rezim. Menyakitkan.  Kini ia mulai aktif bermanuver demi jabatan Presiden ke depan. Bukan demi rakyat yang semakin terdesak dan muak dengan perilaku pemimpin negara yang serakah, memikirkan sendiri, serta korup. Bermain di dua kaki antara Jokowi dan Megawati. Kakinya tidak berpijak pada amanat penderitaan rakyat.  Jika berprinsip dapatkan dulu kursi Presiden baru berbuat untuk rakyat, maka itu adalah awal dari kebohongan dan modal bagi penghianatan. Oligarki dipastikan mengangkangi dan tetap memegang kendali.  Janji untuk rakyat tidak ada artinya jika tidak berjuang bersama rakyat. Tidak merasakan denyut nadi aspirasi dan keinginan rakyat untuk hidup lebih bebas, sejahtera, berkeadilan dan berkeadaban.  Prabowo bukan figur terbaik yang dinilai mampu  untuk memimpin negeri. Ia kini merepresentasi misi Istana yang nyatanya sudah berfriksi. Prabowo potensial menjadi wajah baru dari oligarki.  Masih banyak figur lain yang lebih berkualitas dan berintegritas seperti Anies Baswedan, LaNyalla Mattalitti, Gatot Nurmantyo, Rizal Ramli dan lainnya. Rakyat tidak boleh digiring untuk selalu ditipu oleh rekayasa politik pragmatik.  Dalam pertarungan yang sehat, sulit Prabowo untuk berhasil. Gebrakan politiknya tidak populis.  Dengan postur politik Prabowo saat ini maka untuk menang bukan hal yang mudah. Dukungan telah berubah. Prabowo kemarin berbeda dengan Prabowo saat ini.  Prabowo potensial untuk menjadi pecundang yang abadi.  Bandung, 5 Mei  2022

Likuran dan Taptu

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan ADA relief orang Arab di candi Borobudur, yang tak dapat dipastikan dari jazirah atau Afrika. Karena banyak Arab Afrika yang migrasi ke Indonesia. Samara Tungga artinya desainer Samarkand yang merancang Borobudur. Sekitar 11 bangsa-bangsa yang migrasi diukir di dinding Borobudur. China dan India tak ada. Mereka: Persia, Egypt, Jepang, Maya, Indochina, Melayu, Arab, bangsa-bangsa Asia Tengah berhadlir disini. Mereka mempengaruhi kebudayaan Indonesia vice versa. Acara likuran seminggu sebelum lebaran pengaruh mana? Likuran peradaban Melayu. Likuran bermakna semingguan. Likur artinya week/pekan. Semingg sebelum lebaran di depan rumah orang-orang memasang obor. Sampai dengan akhir 1950-an di Jakarta acara likuran masih ada. Hilangnya acara ini karena rumah-rumah makin rapat. Beberapa tahun lalu di Pekojan, Jakarta Barat, diadakan arak-arakan obor. Dalam kondisi Jakarta seperti ini memang bagusnya obor diarak saja. Saya tidak tahu apakah acara di Pekojan terkait likuran.  Tapi di Tangerang Selatan takbiran 1443 H ada pawai obor yang sampai tahun 1950-an disebut Taptu. Taptu sendiri artinya mau dapat. Likuran dengan obor depan rumah tak mungkin kembali. (*)

Tak Ingin Jatuh di Lubang yang Sama Empat Kali, Prabowo Lakukan Zig-Zag Politik Lebaran

Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gerindra yang saat ini menjadi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tampaknya jadi politisi yang paling sibuk di  Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Prabowo tengah melakukan safari Lebaran dari Hambalang, Jogjakarta, Teuku Umar lalu Tapal Kuda Jawa Timur. Jejak langkahnya terbaca bahwa ia sedang menjalankan politik Jawa yang menjunjung tinggi unggah-ungguh dan tata krama.  Demikian analisis wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Rabu 04 Mei 2022. Prabowo tampaknya tak ingin jatuh di lubang yang sama hingga empat kali. Sebelumnya ia pernah menjadi Capres berpasangan dengan Megawati, berpasangan dengan Hatta Rajasa, dan berpasangan dengan Sandiaga Uno. Ia ingin mengakhiri kutukan sebagai Capres.  Oleh karena itu, kali ini ia harus berhitung cermat dan akurat.  Langkah zig-zag Prabowo terbaca jelas, setelah melaksanakan sholat ied di kediamannya di Padepokan Garuda Yaksa Hambalang Bogor, Prabowo langsung bersilatuhrahmi dengan para kader Gerindra. Prabowo kemudian memulai perjalanan panjang dalam waktu yang singkat  Kesempatan pertama ia bersilaturahmi dengan Presiden Jokowi yang tengah berada di Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta.  Dari Yogyakarta Prabowo kembali ke Jakarta untuk bersilaturahmi ke kediaman Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarno Putri di Jalan Teuku Umar kawasan Menteng Jakarta Pusat. Prabowo didampingi oleh putranya Didit Hadiprasetyo dan Sekjen DPP Gerindra Ahmad Muzani, sementara Megawati didampingi oleh putra dan putrinya Prananda dan Puan Maharani. Tampak juga dalam acara itu Kepala Badan Intelijen Negara, Jenderal Polisi Budi Gunawan. Kali ini makanan yang disuguhkan oleh Megawati bukan nasi goreng spesial andalannya, akan tetapi tapi opor ayam spesial dengan ketupat dan sayur. Setelah bertemu dengan Megawati pada hari Senin, kemudian pada hari Selasa Prabowo mulai perjalanan panjang ke Jawa Timur untuk bertemu dengan sejumlah Kiai dan Ulama di kawasan Tapal Kuda Jawa Timur  khususnya di daerah Situbondo dan Jember. Daerah ini dikenal sebagai kawasan santri ilmu dan posisinya orang Madura Overseas,  Madura perantauan yang disebut sebagai komunitas pegadungan. Dari kawasan Tapal Kuda kemudian Prabowo kembali ke Surabaya bersilaturahmi dengan Rais Am pengurus besar Nahdlatul Ulama, Fahrul Ahyar dan kemudian pada malam harinya bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Walaupun Sekjen Gerindra Ahmad Muzani membantah ada muatan politik dari Prabowo yang zig-zag dari Jakarta menuju Yogya lalu kembali ke Jakarta dan kemudian terbang ke Surabaya tetapi ke Jember terlebih dahulu,  setelah  itu ke Situbondo dan kemudian Surabaya, menurut Hersubeno agak sulit rasanya bagi kita untuk menepis bahwa silaturahmi Lebaran kali ini dimanfaatkan secara serius oleh Prabowo. \"Jadi ini kita sebut sebagai zig-zag politik Lebaran,\" papar Hersu. Dari daerah yang dituju Prabowo dengan siapa dia bertemu, sebetulnya publik bisa mendapat gambaran apa target yang ingin dicapai dan bagaimana cara dia memperolehnya. Menurut Hersu, tampaknya Prabowo ingin menempatkan dirinya sebagai politisi yang punya tata krama atau unggah ungguh. Ia sangat mengedepankan fatsun politik yang tinggi dalam kultur Jawa. Unggah-ungguh ini kata Hersu tampak dari pengakuan Prabowo perihal pencalonan dirinya di musim Pilpres 2024 ini.  Hersu mengutip pernyataan mantan politisi PDIP Panda Nababan bahwa ada empat sosok orang yang ditanya Presiden Jokowi. Mereka adalah Airlangga Hartarto, Erick Thohir, Sandiaga Uno, dan Prabowo Subianto. Kecuali Prabowo, mereka dengan lugas dan responsif menjawab pertanyaan Jokowi bahwa mereka akan maju sebagai Capres di 2024. Namun Prabowo tidak selugas mereka. Jawaban Prabowo ketika ditanya Jokowi bahwa ia akan maju jika diizinkan oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Hersu hal ini contoh unggah-ungguh politik yang bagus. Tata krama lain yang ditunjukkan Prabowo adalah saat di Jogjakarta Prabowo tidak berkunjung ke Sultan HB X karena menghargai Megawati.  Prabowo juga ingin menjajaki dukungan NU dengan melakukan pertemuan dengan Khofifah Indar Parawansa karena dukungan PDIP dan NU mutlak diperlukan oleh Prabowo. Di Hari Raya ini, kata Hersu, Prabowo sedang belajar dari kegagalannya empat kali nyapres. Prabowo harus cerdik dan hati-hati untuk mengakhiri stigma kutukan kandidat capres. Apakaj ia akan terkutuk lagi atau ia bisa membuktikan dirinya menjadi presiden di tahun 2024. (sws)

Solusi Krisis: Dekrit Presiden Kembali ke UUD 1945 Asli!

Presiden Jokowi tentu saja tak perlu copy paste Dekrit Presiden Soekarno itu. Cukup menyatakan “Diberlakukannya Kembali UUD 1945”. Tiga poin lainnya tinggal disesuaikan dan ditata kembali saja. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN INDONESIA di ambang krisis ekonomi dan politik. Apalagi, hutang kita sudah mencapai angka lebih dari Rp 7.000 triliun. Entah berapa tahun lagi hutang ini terlunasi. Entah presiden siapa yang berhasil melunasinya. Anehnya, Pemerintah justru lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur daripada membangun ekonomi kerakyatan. Tuntutan mahasiswa dalam setiap kali unjuk rasa sepertinya nyaris tak terdengar dan sulit dipenuhi. Dari 6 tuntutan mahasiswa dalam unjuk rasa BEM SI, Senin, 11 April 2022, yang dipenuhi baru tuntutan perpanjangan masa jabatan presiden dan soal penundaan Pemilu 2024. Pemilu tetap digelar 24 Februari 2024. Apakah tuntutan janji-janji semasa kampanye Pilpres 2019 pasangan Joko Widodo - Ma’ruf Amin bakal dipenuhi dalam waktu sekitar 2,5 tahun lagi? Belum ada jawaban dari Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin.  Anggaran Pemilu 2024 pun sudah ditetapkan KPU sebesar Rp 110,4 Triliun. Jangan sampai proses demokrasi mahal ini menghasilkan pemimpin petugas partai seperti yang terjadi selama 2 kali Pemilu (2014 dan 2019) ini. Ketika harga-harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, yang sebelumnya didahului dengan “hilangnya” minyak goreng di pasaran, pemerintah dan DPR tidak bisa berbuat banyak. Padahal, rakyat sangat susah mencarinya. Begitulah kalau sumber-sumber kekayaan negara dikuasai segelintir menusia serakah yang dikenal sebagai Oligarki. Ribuan, bahkan jutaan hektar lahan di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi, misalnya, dikuasai oligarki. Mereka menguasai perkebunan kelapa sawit. Ketika rakyat kesulitan mencari minyak goreng, ternyata mereka malah mengekspornya karena keuntungan yang diperolehnya lebih besar ketimbang dijual di dalam negeri. Itulah jahatnya oligarki! Mereka lebih mementingkan kelompoknya ketimbang rakyat yang mesti antri berjam-jam untuk membeli minyaknya. Meskipun ada upaya “mengendalikan” harga minyak goreng, pemerintah tidak dianggap oleh oligarki penguasa minyak goreng dan lahan kelapa sawit. Harga minyak goreng tetap saja mereka yang tentukan. Inilah akibat dari UUD 1945 yang telah mengalami Amandemen sampai 4 kali oleh MPR RI. Sepanjang sejarahnya, UUD 1945 itu telah mengalami 4 kali amandemen atau perubahan dalam kurun waktu dari 1999 hingga 2002 yang dilakukan dalam Sidang Umum maupun Sidang Tahunan MPR. Rangkaian pelaksanaan amandemen UUD 1945 seperti dikutip dari buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? (2019) karya Taufiequrachman Ruki dan kawan-kawan bisa dibaca berikut ini: 1. Amandemen Pertama UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 14-21 Oktober 1999; 2. Amandemen Kedua UUD 1945 dilakukan di Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000; 3. Amandemen Ketiga UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2001; 4. Amandemen Keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002. Pasal apa saja yang Mengalami Perubahan dalam Amandemen UUD 1945? Amandemen UUD 1945 yang pertama dalam Sidang Umum MPR 1999 diterapkan terhadap 9 pasal dari total 37 Pasal, yakni Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21. Sedangkan Amandemen UUD 1945 kedua yang dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 2000 meliputi 5 Bab dan 25 Pasal. Amandemen UUD 1945 ketiga dalam Sidang Tahunan MPR 2001 mencakup beberapa pasal dan bab tentang Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman, dan lainnya. Terakhir, Amandemen UUD 1945 keempat yang dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 2002 menyempurnakan penyesuaian untuk perubahan-perubahan sebelumnya termasuk penghapusan atau penambahan pasal/bab. Salah satu contoh ekses negatif dari amandemen UUD 1945 bisa dibaca dalam tulisan Koordinator INVEST Ahmad Daryoko, “Ternyata Penjualan PLN Tetap Jalan dengan UU Omnibuslaw!” Sebenarnya program penjualan PLN itu ada dalam UU Nomor 20/2002 dan UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan yang sudah dibatalkan MK dengan putusan MK Nomor 001-021-022/PUU - I/2003 pada 15 Desember 2004 dan putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 pada 14 Desember 2016. Tetapi, tulis Ahmad Daryoko, Rezim ini ternyata tetap “ngotot” menjual PLN dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja (Dalam Kluster Kelistrikan pasal 42 halaman 243 ) yang terbit pada 2020 kemarin.  Akibatnya saat ini aset PLN nyaris habis. Hanya tersisa luar Jawa-Bali (atau 15 persen dari kelistrikan Nasional). Yang di Jawa-Bali, operasi pembangkit PLN kurang dari 10 persen perhari. Sementara pembangkit swasta IPP menyediakan 90 persen dari kebutuhan total rata-rata sekitar 25.000 MW. Sementara retail sudah dikuasai oligarki. Dekrit Presiden Untuk keluar dari krisis multidimensi yang sudah di depan mata ini, Presiden Joko Widodo bisa segera mengeluarkan Dekrit Presiden Kembali ke UUD 1945 Asli. Sebab, sumber kegaduhan selama ini bermula dari amandemen UUD 1945 itu. Pasca amandemen UUD 1945 itu, banyak UU akhirnya diubah sesuai pesanan Asing dan Aseng. Untuk menyelamatkan Indonesia, Presiden Jokowi bisa mencontoh langkah yang dilakukan Presiden Soekarno yang mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Itulah dekrit pertama dalam sejarah Republik Indonesia. Puluhan tahun kemudian, yakni setelah Reformasi 1998 yang mengakhiri pemerintahan Orde Baru, tepatnya tanggal 23 Juli 2001, Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, juga mengeluarkan dekrit tapi ditolak oleh MPR kala itu. Latar belakang dan alasan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 adalah dari kegagalan Konstituante menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUD Sementara 1950. Konstituante adalah badan atau dewan perwakilan yang dibentuk pada 1956 dan ditugaskan untuk membentuk konstitusi baru bagi Republik Indonesia. UUDS 1950 sendiri digunakan sejak 1950 seiring dibubarkannya Republik Indonesia Serikat (RIS) yang semula dipakai sebagai konsekuensi pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949. Sejak dibentuk sebagai hasil dari Pemilu 1955, Konstituante mulai melakukan sidang pada 10 November 1956 untuk merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Namun, hingga 1958, Konstituante tidak berhasil menjalankan tugasnya itu, sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959. Kegagalan Konstituante merumuskan UUD baru yang disebabkan banyaknya kepentingan dari masing-masing kelompok memunculkan berbagai gejolak di berbagai daerah. Situasi negara ketika itu tidak kondusif dan cukup kacau karena gejolak tersebut. Kondisi tersebut membuat Presiden Sukarno mengumumkan Dekrit Presiden 1959 sebagai “Hukum Keselamatan Negara”. Sehingga, tujuan dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959 itu adalah untuk menyelamatkan negara berdasarkan staatsnoodrecht atau hukum keadaan bahaya bagi negara. Dengan adanya Dekrit Presiden 1959, maka masa Demokrasi Liberal atau Parlementer di Indonesia resmi berakhir dan dilanjutkan dengan masa Demokrasi Terpimpin. Dikutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia (2021) yang ditulis oleh Sutan Remy Sjahdeini, isi Dekrit Presiden 1959 secara ringkas adalah sebagai berikut: Dibubarkannya Konstituante; Diberlakukannya kembali UUD 1945; Tidak berlakunya lagi UUD 1950; Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Adapun isi Dekrit Presiden 1959 dalam format aslinya adalah sebagai berikut: DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG TENTANG KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa, KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Dengan ini menjatakan dengan chidmat: Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara; Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja; Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur; Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi; Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut, Maka atas dasar-dasar tersebut di atas, KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Menetapkan pembubaran Konstituante; Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara. Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja. Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959 Atas nama Rakjat Indonesia Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang SOEKARNO Presiden Jokowi tentu saja tak perlu copy paste Dekrit Presiden Soekarno itu. Cukup menyatakan “Diberlakukannya Kembali UUD 1945”. Tiga poin lainnya tinggal disesuaikan dan ditata kembali saja. Sehingga, dalam sisa masa jabatan Presiden Jokowi hingga 2024, penyesuaian yang dimaksud itu bisa segera dilakukan. Peraturan Perundangan yang dinilai merugikan rakyat, bisa dihapus seperti UU Omnibuslaw. Bila ini dilakukan oleh Presiden Jokowi, insya’ Allah, pada akhir masa jabatan periode kedua ini, Jokowi bisa menjadi “Pahlawan” di mata rakyat karena telah menyelamatkan Indonesia dari krisis politik berkepanjangan. Mengenai hal-hal lain yang bersifat teknis dan sebagainya bisa dibicarakan di Senayan secara bersama dalam tempo sesingkat-singkatnya. (*)

Islamofobia Musuh Pancasila!

Musuh Pancasila bukan Islam, maka tak ada alasan menebarkan Islamofobia. Musuh Pancasila adalah mereka yang mulutnya berteriak NKRI harga mati, namun tindakannya mengangkangi konstitusi. Oleh: Tamsil Linrung, Penulis adalah Ketua Kelompok DPD–MPR RI HARI-hari belakangan ini, wajah Islam dan umat Islam Indonesia terlihat kusam. Senyum yang dulu merekah, kini sirna terkoyak oleh narasi radikal, intoleran, ekstrem dan sejenisnya. Stigma yang demikian popular ini sambung-menyambung menari di atas isu demi isu. Isu itu ditiup bukan hanya dari mulut buzzer. Sejumlah pejabat, komisaris Badan Usaha Milik Negara, aparat keamanan, dan bahkan pimpinan Institusi Perguruan Tinggi ramai mengompori. Terbaru dilakukan oleh Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof. Budi Santosa Purwakartiko yang menuduh orang mengenakan jilbab sebagai manusia gurun. Begitulah, beberapa tahun belakangan ini, Islam seolah tiba-tiba menjelma menjadi agama penuh kontroversi. Dulu, jarang sekali ajaran atau simbol-simbol Islam dipersoalkan. Sesekali mungkin ada geliat, namun intensitasnya tidak seperti sekarang. Sangat disayangkan, diantara penyebar Islamofobia adalah mereka yang justru beragama Islam. Demi kepentingan tertentu, mereka mengolok-olok simbol Islam secara terbuka. Urusan jenggot yang sunnah dibilang kambing, urusan cadar dibilang ninja, urusan jilbab dibilang manusia gurun. Acapkali lagu Islamofobia didendangkan dari mulut pejabat atau pemangku kepentingan negeri. Narasi-narasi yang menyudutkan Islam tersebut malah menyembur dari mulut Menteri Agama, sosok yang seharusnya mengayomi dan menjaga keteduhan hati semua pemeluk agama. Uniknya, semua Menteri Agama yang telah menjabat di Pemerintahan Presiden Joko Widodo seolah kompak dalam satu sikap kontroversial itu. Apakah ini kebetulan? Wallahu a’lam. Lontaran narasi gonggongan anjing justru muncul saat Menag Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan aturan penggunaan toa atau pengeras suara masjid, misalnya. Belum usai kontroversinya, Yaqut kembali dengan narasi agar masyarakat menghargai LGBT (Lesbian, gay, biseksual dan transgender). Sebelumnya lagi, saat diangkat menjadi menag, Menag Yaqut mengatakan bahwa Kemenag adalah hadiah untuk NU, bukan umat Islam secara umum. Setali tiga uang, Menteri Agama pilihan Jokowi sebelumnya juga seperti itu. Sebutlah Menag Lukman Hakim Sjaefuddin. Jejak digital membaca Al-Quran dengan langgam Jawa, menghargai orang yang tidak berpuasa, atau list 200 mubaligh masih mudah ditemukan. Begitu pula dengan menag Fahru Razy yang dulu heboh dengan wacana larangan cadar atau celana cingkrang bagi PNS dan sertifikasi penceramah. Pertanyaannya, apa relevansi semua argumentasi itu dengan persoalan utama bangsa? Tidak ada, kecuali membuat kita bertengkar satu sama lain, semakin terbelah, dan menjauhkan fokus perhatian rakyat dari masalah riil bangsa. Apa masalah riil itu? Tentu bukan Islam. Masalah riil bangsa itu antara lain ekonomi yang terus memburuk, juga syahwat memperpanjang masa jabatan, kemiskinan, kesenjangan, atau utang negara yang semakin menggunung yang kini telah menembus angka lebih dari tujuh ribu triliun rupiah. Masalah riil lainnya adalah harga-harga kebutuhan dasar (seperti sembako) yang terus merangkak tinggi, sementara kesejahteraan semakin menurun. Survei Penelitian dan Pengembangan Kompas menemukan, 7 dari 10 orang warga negara Indonesia pada awal April 2022 sulit membeli kebutuhan pokok. Jadi, Islamofobia di Indonesia boleh jadi tidak berdiri sendiri sebagai penyakit sosial an sich. Ada peluang Islamofobia sengaja dimunculkan. Untuk apa? Pertama, sebagai pengalihan isu. Kedua, sebagai cara oligarki mempertahankan eksistensinya, berkembang, dan memamah biak. Islamofobia membelah masyarakat, memunculkan pengelompokan politik yang saling berhadapan. Pertentangan dua kutub besar yang sering kita dengar dengan sebutan (maaf) Kadrun versus Kampret terus dipelihara, agar rakyat jauh dari persatuan. Dengan cara seperti itu, oligarki mengukuhkan kekuatannya. Padahal, dunia mulai tersadar bahaya Islamofobia. Baru-baru ini, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari internasional memerangi Islamofobia melalui resolusi GA/12408. Indonesia seharusnya mengikuti tren positif itu. Apalagi, kita memiliki jimat kebangsaan bernama Pancasila. Sebagai pedoman hidup bangsa, Pancasila menjadi koridor kita menjalani hidup selaku warga negara Indonesia. Itu dimungkinkan karena Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran agama yang diakui Indonesia, termasuk ajaran agama Islam. Islam dan Pancasila justru saling mendukung satu sama lain. Islamofobia bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengharuskan menghargai agama yang diakui di Indonesia sekaligus menghargai pengikut-pengikutnya. Islamofobia juga bertentangan dengan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka, penting menguatkan kembali cita rasa Pancasila kita. Ini sama pentingnya dengan menguatkan UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan semboyan NKRI harga mati. Penguatan itu diperlukan agar kita sebagai bangsa dapat mengokohkan jati diri di tengah dinamika politik yang semakin menjauh dari nilai-nilai bangsa. Nilai-nilai Pancasila itu untuk dilaksanakan, bukan dijadikan alat agitasi untuk membelah anak bangsa atau menggebuk mereka yang tidak sepaham akibat perbedaan politik dan persepsi. Pancasila adalah milik kita semua. Bukan milik satu golongan tertentu, kelompok tertentu, atau partai politik tertentu. Musuh Pancasila bukan Islam, maka tak ada alasan menebarkan Islamofobia. Musuh Pancasila adalah mereka yang mulutnya berteriak NKRI harga mati, namun tindakannya mengangkangi konstitusi. Musuh Pancasila adalah mereka yang ingin memperpanjang masa jabatannya, sementara konstitusi mengatakan cukup lima tahun atau paling lama dua periode. Musuh Pancasila adalah  koruptor, oligarki, dan mereka yang nyata-nyata ingin mengotak-atik Pancasila. Dan, musuh Pancasila adalah Islamofobia! (*)

Buntut Pertemuan Jogja, Ada Gerakan Prabowo Presiden, Jokowi Wapres

Jakarta, FNN - Pengamat politik Rocky Gerung menganalisa momen silaturahmi Idul Fitri 2022 dari berbagai tokoh politik di Indonesia. Salah satunya adalah kunjungan Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto ke Istana Gedung Agung Yogyakarta untuk bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rocky Gerung menilai  silaturahmi antara Menhan Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo di Gedung Agung, Jogjakarta sesungguhnya memiliki tujuan khusus. Hubungan antara keduanya belakangan ini disebut publik menunjukkan kemesraan Jokowi-Prabowo menuju Pemilihan Presiden 2024. Keduanya didukung JakPro yang menginginkan Jokowi kembali sebagai calon Wakil Presiden di tahun 2024. Rocky juga mengaku dirinya sering mendapat pesan WhatsApp agar mendukung pasangan Prabowo (presiden) - Jokowi (wakil presiden). Rocky menegaskan, nanti masih akan ada acara halal bihalal yang isinya pembicaraan politik.  \"Dan orang akan berebut untuk nyari undangan halal bihalal ke tempat di mana kekuasaan itu mulai terasa cengkeramannya,\" papar Rocky.kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu 04 Mei 2022. Meski begitu, Rocky Gerung menanggapi hal tersebut dengan tawa. Karena dari penilaiannya tidak ada dasar atau argumen yang memungkinkan keduanya kembali maju di Pemilu 2024 mendatang. “Ini sudah nggak jelas ini usulan itu, usulan dari Projo atau dari mana pun bahwa Prabowo dan Jokowi dipasangkan atau tukar tempat. Kalau tukar tempat mestinya Pak Prabowo Presiden dan Pak Jokowi Menteri Pertahanan kan begitu. Atau Pak Jokowi jadi Menteri Agama atau Menteri Sosial, itu lebih masuk akal,” kata Rocky. Menurut Rocky, kalau ditukar itu artinya, Pak Jokowi ini akan merembet ke Pak Prabowo dan nanti begitu pasangannya disuruh ‘wait’ ya Pak Prabowo turun elektabilitasnya karena Prabowo dipasangkan dengan Jokowi. Berdasarkan pada psikologi masyarakat tersebut, Rocky Gerung ingin agar Prabowo Subianto bisa melakukan pembenahan arah politik. Rocky menyarankan Prabowo bisa menjadi sebuah tawaran alternatif kepada masyarakat yang ingin melihat pilihan lain. “Jadi psikologi publik ingin agar Jokowi tidak muncul lagi di dalam radar elektabilitas. Karena apapun itu orang akan anggap pasti permainan big data lagi Prabowo-Jokowi,,” tutur Rocky Gerung. “Jadi kira-kira itu dan Pak Prabowo tentu tahu bahwa hal ini juga semacam upaya untuk membatalkan perjanjian beliau dengan Bu Megawati, yaitu Prabowo-Puan,” ucap Rocky Gerung. (Ida,  sws)

Jokowi Pilih Dua Hari Diam di Jogjakarta untuk Merenungi Kesalahan Dirinya

Jakarta, FNN  - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut sedang merenungkan kesalahannya dengan mengasingkan diri ke Jogjakarta pada masa Lebaran 2022. Dugaan tersebut muncul dari pembicaraan antara pengamat politik, Rocky Gerung dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official Rabu, 04 Mei 2022. Rocky menyoroti pilihan mudik Jokowi pada saat Lebaran 2022 bukan ke Solo atau tetap tinggal di Jakarta. Hari pertama dan kedua Lebaran 2022, Jokowi memilih tinggal di Yogyakarta daripada di Jakarta atau di Solo. Padahal, kata Rocky jika mengikuti kebiasaan lama, Jokowi disebut harus berada di Jakarta sebagai pemimpin negara atau di Solo yang merupakan kampung halaman orang nomor satu di Indonesia itu. Itu yang belum bisa kita baca (alasan Jokowi memilih tinggal di Yogyakarta), karena secara konvensional, mustinya pak Jokowi pulang kampung. Kan Yogyakarta bukan kampungnya Jokowi,\" kata Rocky Gerung. Rocky Gerung menilai pada saat ini Jokowi sedang merenung dengan kejadian pada saat Lebaran 2022 yang menyebabkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu memilih untuk tinggal di Yogyakarta. \"Namun kita mau pahami, sebetulnya satu keadana yang membuat pak Jokowi agak penuh dengan renungan karena pak Jokowi akhirnya mungkin melihat situasi di Jakarta Internasional Stadium (JIS), kan beritanya menggemparkan ke luar negeri,\" ujar Rocky Gerung. Salah satu media asing, Al Jazeera menyoroti sholat Idulfitri yang dilaksanakan di JIS dan disatukan dalam satu kompilasi video dengan ibadah hari raya umat Muslim di seluruh dunia. \"Jadi saya kira pak Jokowi lagi merenungkan apa yang salah dalam dirinya sehingga seolah-olah dalam satu minggu ingin sorotannya ke Anies Baswedan dan Prabowo,\" pungkasnya. Diketahui Presiden Jokowi bersama keluarga melaksanakan sholat Idul Fitri di Gedung Agung Jogjakarta dan dilanjutkan berlebaran di Kota Gudeg itu. Pilihan ini mendapat kecaman dari masyarakat termasuk Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Fadel Muhammad. Ia mempertanyakan alasan Presiden Jokowi memilih Yogyakarta ketimbang Jakarta untuk melaksanakan salat Idul Fitri tahun. Fadel berpendapat bahwa seharusnya Jokowi melakukan salat Idul Fitri di Masjid Istiqlal Jakarta yang merupakan ibu kota negara Republik Indonesia, apalagi ini pertama kali setelah dua tahun tidak melakukan sholat Idul Fitri. (ida, sws)

MUI Didesak Bikin Badan Khusus Melawan Islamophobia

Jakarta, FNN - Majelis Ulama Indonesia (MUI) didesak segera membentuk badan untuk melawan para pembenci Islam (Islamophobia). Desakan ini perlu disampaikan karena ada dugaan rezim Jokowi sengaja melakukan pembiaran atas gejala ini. Oleh karena itu Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) lintas provinsi perlu menyampaikan pernyataan sikap. Demikian disampaikan oleh KAMI Jawa Barat, Syafril Sjofyan kepada redaksi FNN, Rabu, 04 Mei 2022. Adapun poin-poin pernyataan sikap itu antara lain: Bahwa, di Indonesia, kaum radikalis neo komunis, neo liberalis dan kalangan sekularisme selama dua periode kekuasaan Jokowi semakin mendapat angin dengan berbagai cara untuk menekan Islam. Padahal sejak dulu sampai sekarang Islam di Indonesia dengan berbagai ormas Islam dikenal moderat dan sangat toleran. Umat Islam di Indonesia telah mengemban amanah ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sehingga tidak menimbulkan ketakutan pada umat lain. Bahwa  kalangan minoritas non Islam di Indonesia tidak pernah merasa terancam, tidak terusir seperti di Negara lain Burma, India, Bangladesh, China (minoritas Islam di Uyghur), di beberapa Negara Barat dimana Islam sebagai minoritas, diperlakukan secara rasialis, diejek dan malah di bunuh, diusir, dan rumahnya dibakar serta larangan berpakaian muslim dan beribadah, di Indonesia perlakuan seperti hal tersebut terhadap kalangan minoritas tidak pernah terjadi. Bahwa baru di jaman rezim Jokowi berkuasa, ada buzzer dan influencer serta beberapa menteri yang terpapar sekularisme dan neo komunisme serta dibiaya oleh para kapitalis. Mereka sebarkan hoax dan ujaran kebencian terhadap Islam, serta berbagai kebijakan kementerian tentang azan,  pendidikan PAUD,  pesantren yang di stigma sebagai bibit terorisme. Serta usaha melemahkan dan menghilangkan tokoh Islam dalam sejarah Indonesia. Mereka memanfaatkan “ketakutan” di kalangan Barat dan RRC, dan ketakutan kalangan minoritas di Indonesia tentang kebangkitan Islam garis keras di Indonesia. Mereka takuti bahwa jika Islam garis keras akan berkuasa Indonesia nasibnya akan seperti Suriah dan Afghanistan. \"Ketakutan” tersebut “diciptakan” untuk mempertahankan kekuasaan dengan dukungan Negara Barat dan China Komunis serta mendapatkan bantuan dana dari kalangan minoritas dari usaha mereka menyebarkan kebencian serta adu domba terhadap umat Islam. Bahwa, dimunculkan daftar ulama yang dianggap radikal tidak diperbolehkan ceramah di masjid-masjid,  Departemen Pemerintah dan BUMN. Ditimbulkan ketakutan bagi kalangan ulama, di incar kesalahannya, jika salah ucap di internal pengajian, dilaporkan sebagai pelanggaran pidana oleh para buzzerRP. Bahkan BNPT menyebarkan bahwa di sumbar ada kelompok teroris mendirikan NII, dan akan menurunkan pemerintah yang syah dengan “golok”, sesuatu yang tidak masuk akal. Baru-baru ini di bulan Ramadhan seorang Rektor ITK di Kalimantan Timur, yang kemungkinan terpapar sekularisme, atau neo komunisme  menjadi rasis dan merendahkan Islam. Bahwa, ulama dikriminalisasi dan menyempitkan ruang gerak para organisasi Islam dengan berbagai istilah stigma mereka lekatkan seperti  “kadrun”, radikal dan intoleransi bagi yang bertentangan dan kritis terhadap kekuasaan.  Bahkan penangkapan beberapa ulama dan aktivis, tanpa alasan hukum yang logis. Sehingga menciptakan kecurigaan bagi sesama umat Islam.  Bahwa, di Amerika dan dunia Barat, Islamophobia telah menjadi catatan sejarah kelam. Namun sekarang PBB telah menetapkan dalam Sidang Umum 15 Maret 2022, Hari Internasional Melawan Islamophobia. Penetapan Hari Internasional Melawan Islamophobia dalam SU PBB seharusnya  menjadi momentum bagi negara-negara termasuk Indonesia untuk membuat aturan-aturan hukum terkait. Bahwa, di AS dimana \"Combating International Islamophobia Act\" telah lolos dari House of Representative (DPR) dan Senat di AS. Di Kanada, upaya tersebut bahkan datang dari eksekutif dan legislatif, Pemerintah Kanada bermaksud membentuk badan khusus melawan Islamophobia, dan sejumlah legislator telah mengajukan \'Our London Family Act\' sebagai RUU untuk melawan Islamophobia. Bahwa, Indonesia yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia, mestinya tampil aktif dan terdepan menjalankan keputusan SU PBB yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamophobia dalam upaya menghadirkan toleransi, harmoni dan moderasi dengan sukseskan perlawanan global terhadap Islamophobia.  Mengingat hal tersebut, KAMI Lintas Provinsi menyatakan : 1. Meminta Pemeritah Jokowi hentikan rekayasa menyerang, melemahkan dan akan menghancurkan umat Islam. 2. Meminta Presiden Jokowi menindak tegas  jangan justru “membiarkan” para pejabat, penceramah, rektor, buzzer, influencer dan pihak-pihak lainnya yang terus menyebarkan Islamophobia dengan anti terhadap Islam, Al Quran, Nabi Muhammad, Ulama, Pakaian Muslim dan apalagi terus mengaitkan Islam dengan radikalisme, terorisme, intoleransi dan hal-hal negatif lainnya. Jika Jokowi sebagai presiden tidak sanggup mengatasi hal tersebut sebaiknya mundur dari jabatannya. 3. Sebagai negara yang mayoritas Muslim, meminta Pemerintah Indonesia, DPR-RI dan DPD RI harus bertindak proaktif dalam merealisasikan kesepakatan SU PBB tentang Penetapan Hari Internasional Melawan Islamophobia tersebut dengan segera meratifikasi dan menyusun RUU untuk melawan Islamophobia. 4. Pemerintah harus menindak tegas dan menangkap setiap orang yang menghina Islam, termasuk ulama dan pemeluknya, seperti yang dilakukan Rektor ITK Profesor Budi Santoso harus diberhentikan secara tidak hormat dan dipidanakan, sebagai bentuk law enforcement dan shock terapy bagi para intelektual dan masyarakat lainnya. 5. Meminta agar setiap ormas Islam terutama MUI untuk segera membentuk badan khusus melawan Islamophobia. Pernyataan sikap KAMI Lintas Provinsi  dikeluarkan di Surakarta, pada 04 Mei  2022 dan ditandatangani oleh Mudrick SM Sangidu (KAMI Jawa Tengah), Syukri Fadholi (KAMI DIY),  Daniel M Rasyid (KAMI Jatim), Syafril Sjofyan (KAMI Jabar), Djudju Purwantoro (KAMI DKI Jakarta), Abuya Shiddiq (KAMI Banten), Zulbadri (KAMI Sumatera Utara),  Muhammad Herwan (KAMI Riau), H. Mulyadi MY, S.Pi, M.MA (KAMI Kalbar), Mahmud Khalifah Alam S.Ag (KAMI Sumsel), Gerald Geerhan (KAMI Sulsel),  Drs. H. Makhfur Zurachman M.Pd. (KAMI Kepri), H. Suryadi (KAMI Jambi), H. Suryadi  dan Sutoyo Abadi (Sekretaris KAMI). (sws).