ALL CATEGORY

Biaya Akses NIK Hingga Pemilu 2024

Jakarta, FNN - Lima berita politik pada Minggu (17/4) yang masih menarik untuk dibaca dan menjadi perhatian publik, mulai dari Kemendagri tarik biaya akses NIK hingga beragam berita terkait Pilres 2024.1. Komisi II akan cermati mekanisme Kemendagri tarik biaya akses NIKAnggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan Komisi II DPR akan mengawasi dan mencermati mekanisme Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menarik biaya untuk mengakses Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebesar Rp1.000.\"Komisi II DPR akan mencermati dana yang dihimpun dan ditarik oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) agar bisa dikelola dengan baik dan akuntabel sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada,\" kata Rifqi di Jakarta, Minggu.2. FPKS: Internasional harus bersikap serangan Israel ke Masjidil AqsaKetua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengutuk keras aksi Israel menyerang umat Muslim yang sedang beribadah di Masjidil Aqsa pada Jumat (15/4) dan meminta dunia internasional bersikap tegas untuk menghentikan aksi Israel tersebut.\"Serangan brutal Israel tersebut melanggar tiga kesucian sekaligus, yaitu: melanggar kesucian tempat (Masjidil Aqsa), melanggar kesucian bulan (bulan suci Ramadhan), dan melanggar kesucian HAM,\" kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.3. Perludem: Irisan pemilu/pilkada pengaruhi integritas penyelenggaraAnggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan irisan tahapan pemilihan umum dan pilkada pada tahun 2024 membuat beban berat petugas penyelenggara pemilu yang berpotensi memengaruhi profesionalitas, kredibilitas, dan integritas pemilu.\"Penyelenggara akan sulit bisa bekerja dengan baik dan maksimal bila bebannya bukan hanya besar, melainkan juga rumit dan kompleks,\" kata menjawab Titi Anggraini melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Minggu.4. AHY nyatakan Demokrat buka peluang berkoalisi kepada semua partaiKetua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa Partai Demokrat membuka peluang untuk berkoalisi kepada seluruh partai politik, dan ingin secara aktif melakukan komunikasi dengan seluruh partai politik menjelang Pemilu 2024.\"Kami membuka peluang dan juga ingin sekali secara aktif saya melakukan silaturahim dan berkomunikasi dengan semua parpol. Karena di dalam politik kan semuanya masih mungkin,\" kata AHY kepada wartawan di salah satu hotel berbintang di Jakarta, Minggu malam.5. Panglima TNI tegaskan komitmen lestarikan nilai-nilai PancasilaPanglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menegaskan bahwa pihaknya akan tetap loyal dan akan meneruskan cita-cita Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk melestarikan nilai-nilai Pancasila di Republik Indonesia.“Terima kasih atas semua wejangan dan sharing dari bapak. Kami pasti akan loyal dan akan meneruskan cita-cita BPIP untuk melestarikan Pancasila,” kata Andika yang dikutip dari kanal YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa, di Jakarta, Minggu. (Ida/ANTARA)

Pertumbuhan Ekonomi Bisa Turun Menjadi 4,6 Persen pada 2022

Jakarta, FNN - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan bahwa dampak kombinasi krisis pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina yang dinamakan \"Krisis di Atas Krisis\" dapat mengakibatkan turunnya pertumbuhan perekonomian Indonesia menjadi 4,6 persen pada 2022.“Bahkan, pada skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 bisa turun menjadi 4,6 persen,\" kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, dalam keterangannya di Jakarta, Senin.Bamsoet mengungkapkan International Monetary Fund (IMF) pada 16 April 2022 telah mengeluarkan peringatan serius tentang dampak lanjutan pandemi COVID-19 ditambah dampak akibat perang Rusia-Ukraina. IMF menyebutnya sebagai \'Krisis di Atas Krisis\'.\"Perang Rusia dan Ukraina telah berimplikasi pada harga komoditas, perdagangan, dan pasar finansial global. Berbagai harga komoditi terkait konsumsi rumah tangga dan energi yang semakin tidak terkendali menyebabkan inflasi semakin menggila,” ucapnya.Sebagai peringatan awal, tutur Bamsoet, Bank Dunia (World Bank) pada 5 April 2022 telah mengeluarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 bagi negara-negara Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia.Rata-rata terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat berbagai tekanan, salah satunya dampak perang Rusia-Ukraina. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, misalnya, diperkirakan sebesar 5,1 persen pada tahun 2022 lebih rendah 0,1 poin dari proyeksi yang dirilis pada Oktober 2021. Akan tetapi, pada skenario terburuk dapat terjadi penurunan menjadi 4,6 persen.Mengantisipasi hal tersebut, Bamsoet meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri atas Kementerian Keuangan (Kepala KSSK), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk meningkatkan koordinasi guna mengantisipasi \'Krisis di Atas Krisis\'.“Seluruh energi bangsa harus disalurkan untuk pemulihan dan penguatan ekonomi, baik menghadapi pandemi COVID-19 yang belum berakhir maupun menghadapi dampak perang Rusia-Ukraina yang belum terlihat kapan akan berakhirnya,” kata Bamsoet.Dengan demikian, katanya, pemerintah dapat mengendalikan inflasi, stabilitas moneter, dan sistem keuangan tetap terjaga, serta kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha di sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan bisa tetap meningkat.Lebih penting lagi, tuturnya, mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional melalui peningkatan pendalaman pasar keuangan dengan mendorong pembiayaan alternatif berbasis digital, di antaranya melalui BWM Digital, P2P Lending, dan Securities CrowdfundingKetua DPR RI Ke-20 ini menjelaskan Indonesia bisa memanfaatkan momentum Presidensi G-20 dalam menghadapi berbagai dampak \'Krisis di Atas Krisis\' tersebut.“Pemerintah Indonesia harus bisa menyampaikan proposal yang komprehensif untuk mencegah dan menanggulangi berbagai kerusakan yang terjadi akibat \'Krisis di Atas Krisis\' tersebut,” ucap Bamsoet. (Ida/ANTARA)

Ada Tiga Aktor yang Tidak Boleh Disepelekan Umat Islam

Jakarta, FNN - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyebutkan dalam Islam terdapat tiga aktor yang tidak boleh disepelekan oleh umat, yakni ulama (pemimpin agama), \"umaro\" (pemimpin negara), dan \"ashdiqo\" (teman).   \"Ketika salah satu dari tiga aktor tersebut disepelekan, maka akan merusak kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat secara umum,\" kata Kiai Yahya dalam serial Inspirasi Ramadan bertajuk \"Akhlak Menghormati Pemimpin\" yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan, yang dikutip dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin.   Selain itu, umat muslim juga dianjurkan untuk menerapkan ajaran tawadhu, yaitu mampu menempatkan diri dalam kehidupan bernegara, baik sebagai pemimpin atau orang yang dipimpin.   Pria yang biasa disapa Gus Yahya ini menjelaskan anjuran untuk taat dan menghormati pemimpin itu sepaket dengan anjuran untuk taat kepada Allah dan Rasulnya.   \"Agama tujuan dasarnya itu untuk membangun dan merawat yang dinamakan tertib sosial. Tidak ada maslahat apapun di masyarakat tanpa adanya tertib sosial. Tertib sosial itu tidak bisa tidak membutuhkan kepemimpinan. Itulah kenapa sebabnya, seruan perintah taat kepada pemimpin masyarakat atau umaro atau ulil amri itu sepaket dengan taat kepada Allah dan Rasulnya. Hal ini karena soal nasib dan kemaslahatan orang banyak,\" paparnya.   \"Tidak boleh kita melakukan hal-hal yang mendorong orang untuk tidak taat kepada umaro, mendorong orang-orang untuk menyepelekan umaro karena itu semua akan merusak tertib sosial dan itu berarti berpotensi mencelakakan masyarakat seluruhnya. Itu berarti mafsadah namanya, kerusakan, dan membuat kerusakan ini tidak diperbolehkan,\" tegas Gus Yahya.   Menurut dia, ketika orang menyepelekan ulama, maka orang itu akan menyepelekan agama karena ulama ini panutan agama.   Begitu juga umaro, tidak bisa disepelekan karena akan merusak urusan dunia, karena urusan dunia ini penanggung jawabnya umara.   \"Tertib sosial ini penanggung jawabnya umaro. Begitu juga asdiqo, ini teman, tidak boleh disepelekan karena jika disepelekan bisa merusak kehormatan kita, karena teman biasanya tahu banyak rahasisa kita, sehingga kalau kita sepelekan bisa membocorkan rahasia kita. Itu bisa celaka kan,\" tutur Gus Yahya.   Terkait kritik di media sosial, Gus Yahya menjelaskan taat kepada ulama bukan berarti mengkultuskan seorang pemimpin di dunia.   \"Pemimpin bukanlah orang yang selalu benar, sehingga mengkritik pemimpin diperlukan,\" ujarnya.   Namun demikian, jangan sampai kritik yang disampaikan mendorong terjadinya ketidakpatuhan terhadap pemerintah, sehingga menciptakan kekacauan yang ada di dalam masyarakat. Jika itu terjadi, maka semua orang akan celaka.   \"Kritik itu harus rasional, harus sesuatu yang memang masuk akal berdasarkan kenyataan, tidak mengada-ada, tidak didorong oleh kebencian personal, tetapi didorong untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat. Sekarang ini kita berhadapan dengan situasi ketika orang mendapatkan platform untuk mendapatkan panggung untuk mengaktualisasikan diri secara sangat-sangat liberal. Semua orang boleh berdialog, profesor tiba-tiba harus berdebat dengan orang yang sama sekali tidak memiliki basic pendidikan, ini semua di medsos sekarang bisa terjadi,\" ujar Gus Yahya.   Ada juga fenomena orang di medsos itu biasanya mencari perhatian, bahkan menjadi bisnis seperti subscriber, follower dan kemudian membuat orang mencari sensasi.   \"Ini yang berbahaya karena orang membuat artikulasi, mencari sensasi yang isinya hoaks, fitnah, dan sebagainya. Ini yang harus dihindari. Kita sebagai orang yang berpartisipasi di medsos harus menyadari ini, dan jangan telan mentah-mentah,\" tuturnya.   Dia pun mengimbau agar umat muslim perlu menjalankan inti ajaran tawadhu, yaitu mampu menempatkan diri di hadapan siapapun.   \"Sebagai orang yang dipimpin harus tahu menempatkan diri, begitu juga sebaliknya, pemimpin harus mampu menempatkan diri di hadapan orang yang dipimpinnya. Hal ini jika dilakukan akan menciptakan sebuah kemaslahatan dalam masyarakat,\" jelasnya.   Dia menambahkan, bangsa Indonesia memilki modal yang besar, yaitu modal budaya guna menghadapi arus disrupsi yang terjadi saat ini. Arus yang menyebabkan banyak terjadi ketegangan di tengah masyarakat, bahkan ketegangan tersebut akhir-akhir ini semakin memuncak.   \"Kita ini punya sejarah ratusan tahun sejak purba sebetulnya, yaitu masyarakat di nusantara ini dipelihara ketertibannya dengan mengandalkan harmoni dibanding paksa fisik. Ini masih bisa kita rasakan kekuatan dari warisan budaya itu, bahkan sekarang ketika ada momentum konflik tajam, sebetulnya bangsa ini yang paling mudah menemukan solusinya. Kita punya warisan budaya yang sangat dalam. Ini yang perlu kita bangkitkan kesadaran untuk menciptakan harmoni,\" kata Gus Yahya. (Ida/ANTARA)

Bersyukur Ade Armando, Bukan Anzorov yang Mengeksekusi

Oleh Ady Amar - Kolumnis RADIKAL keluar dari makna sebenarnya. Radikal menjadi kata yang distigma negatif pada kelompok tertentu. Dimaknai kekerasan, dan itu negatif. Istilah radikal terus dimunculkan, tanpa perlu melihat latar belakang mengapa sikap radikal itu muncul. Kekerasan yang disebut radikal itu tidak serta merta muncul begitu saja tanpa sebab. Menjadi radikal, itu ada pemicunya, yang menyebabkan tindakan kekerasan itu muncul. Tapi selalu saja yang dilihat cuma tindak kekerasan, tanpa melihat pemicunya. Radikal dikonotasikan pada seseorang, lebih khusus muslim, dengan istilah sumbu pendek. Menyelesaikan persoalan dengan kekerasan. Itu jika menyangkut keyakinanya diusik, dinodai, dilecehkan. Menyelesaikan dengan tangannya, artinya dengan kekuatannya. Dan itu kekerasan yang tak terbayangkan. Keyakinan yang diyakini lebih berharga untuk dijaga daripada kecintaan pada diri sendiri. Maka, sikap radikal menjadi sulit dinalar. Ia muncul tanpa penghalang nalar. Ia lakukan sebagai pembelaan pada apa yang diyakininya. Resiko yang akan dihadapi sudah tidak lagi dipikirkan. Bersikap keras jika keyakinannya coba dilecehkan-dinodai. Maka, tindak kekerasan atas nama agama, yang muncul di manapun, itu semacam respon pembelaan atas keyakinan. Kasus penyerangan terhadap Ade Armando--jika itu bukan rekyasa pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk maksud-maksud tertentu--itu pastilah ada pemicunya. Punya latar belakang peristiwa, sehingga Ade Armando dibuat babak belur, dihajar ramai-ramai. Dipermalukan dengan ditelanjangi segala. Nalar sempit tidak mungkin bisa menilai tindakan, yang kawan-kawan Ade Armando menyebutnya sebagai tindakan biadab. Kata biadab yang disematkan, itu pun tidak berdiri sendiri. Ada sebab yang menimbulkan apa yang disebut dengan biadab. Sedang yang menimbulkan biadab pastilah perbuatan biadab pula. Atau setidaknya perbuatan nista. Mengolok-olok atau menistakan agama itu biadab. Perlakuan Ade Armando dan kawan-kawannya yang melecehkan agama Islam itu patut disebut biadab. Ujaran penistaan agama, akan memunculkan tindakan balasan yang sukar dinalar. Itulah hukum kausalitas sebab akibat. Jangan hanya dilihat dari peristiwa saat itu terjadi (akibat), tanpa melihat latar belakang munculnya tindakan kekerasan (sebab). Ade Armando itu korban kekerasan yang diciptakannya sendiri. Ia seakan menantang munculnya sikap radikal untuk menghantamnya. Kasusnya dilaporkan, tapi selalu mental tanpa diproses. Ade menjadi semacam manusia terlindungi, kebal hukum. Pantas jika sikapnya jadi jumawa. Dan, \"balasan\" pada Ade Armando pada saat Aksi Demonstrasi Mahasiswa, 11 April, itu menemukan bentuknya. Pengadilan jalanan dilakukan--jika itu bukan kasus yang dibuat mereka yang terbiasa dengan permainan demikian--menemukan momen untuk mengeksekusinya, yang dianggap selama ini kebal hukum. Jika benar pelakunya itu mereka yang merasa agamanya dilecehkan, maka aksi mengeroyok Ade Armando, itu bentuk kemarahan yang sekian lama terpendam. Menemukan waktu yang tepat menghajarnya hingga babak belur. Kekerasan terhadap Ade Armando, itu bukan peristiwa tanpa sebab. Tidak berdiri sendiri. Tapi ada mens rea-nya. Maka, pada saat yang tepat kemarahan itu ditumpahkan, marah agamanya dilecehkan. Bersyukur tidak sampai nyawa Ade Armando itu melayang, layaknya begal sadis yang dihabisi warga dengan sadistis. Akan Muncul Abdullah Anzorov Ia seorang remaja, usianya baru 18 tahun. Abdullah Anzorov namanya. Sejak 6 tahun hijrah dari desa Shalazhi, Chechnya, Rusia. Sudah 12 tahun berada di Perancis. Anzorov dikenal ramah, dan tidak punya riwayat kriminal. Sehingga ia tidak perlu pengawasan sebagai imigran yang bermasalah. Ia tinggal di wilayah Eure, Evreux. Perlu menempuh perjalanan 88 km menuju kota Conflans-Sainte-Henorine. Perjalanan untuk menemui Samuel Paty, seorang Guru Sejarah. Paty sebelumnya memperlihatkan pada murid-muridnya karikatur Nabi Muhammad, yang dimuat surat kabar mingguan satire, Charlie Hebdo. Media kiri yang terbit dari Paris, Perancis. Media yang berlindung di balik kebebasan berekspresi, sehingga tampil mengobrak-abrik kohesivitas antarsesama, dan bahkan sensitivitas agama (Islam). Anzorov menemui guru itu, dan terjadilah peristiwa pemenggalan kepala. Remaja ramah itu bisa melakukan tindakan diluar nalar, itu sulit bisa dilukiskan. Ia lakukan semata membela Nabinya, Muhammad, yang dilecehkan. Dan ia melakukan perbuatan yang Barat tidak dapat memahaminya: memenggal kepala Paty. Anzorov sebelumnya pastilah tidak membaca kitab _ash-Shaarimul Maslul alaa Syaatimir Rasuul_, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dalam kitab itu tertulis pendapat semua mazhab bersepakat, siapa pun yang melecehkan Rasulullah SAW ganjarannya adalah hukuman mati. Bahkan bisa jadi mendengar nama kitab itu pun Anzorov tidak pernah apalagi membacanya. Tapi mampu menggerakkan nuraninya melakukan tindakan yang diyakini bagian dari imannya. Peristiwa ini, (16 Oktober 2020), menggegerkan jagat pemberitaan, tidak saja di Perancis, tapi juga dibelahan dunia lainnya. Bagaimana seorang remaja mampu melakukan perbuatan penghilangan nyawa, yang dianggap sadistis. Tapi bagi Anzorov, apa yang dilakukannya itu sebagai perbuatan mulia. Perbuatan yang memang seharusnya dilakukannya. Jika tidak Anzorov yang melakukan, maka dipastikan akan muncul Anzorov lain yang melakukan dengan cara lainnya. Mustahil ada pemenggalan kepala guru Paty--juga pengeroyokan pada Ade Armando--jika tidak dimulai dengan teror yang mengusik rasa keimanan? Reaksi Anzorov dan juga pengeroyok Ade Armando pastilah bukanlah teror, ia hanyalah ekspresi pembelaan atas keyakinan yang sakral, yang mustahil bisa jadi bahan olok-olok. Meski lalu dibalas dengan kekerasan diluar nalar. Teror Charlie Hebdo, dan lalu peristiwa pemenggalan guru Paty, juga dilakukan Ade Armando dan kawan-kawannya, itulah teror sebenarnya. Teror yang  mengusik kemarahan umat Islam--yang tampil membela agamanya. Charlie Hebdo dengan dukungan rezim Macron, dan Ade Armando dan kawan-kawannya yang serasa kebal hukum, itu bisa disebut sama-sama hidup dalam lindungan rezim. Karenanya, pengadilan jalanan menghajar Ade Armando dilakukan saat momen memungkinkan. Tidak mustahil akan menyusul yang lainnya. Semua berawal dari  keadilan yang tidak ditegakkan dengan sebenarnya. Maka Anzorov-anzorov lain, bisa jadi, akan lahir di bumi pertiwi dengan varian tindakannya. Melakukan tindakan diluar nalar, yang tidak sama-sama diinginkan. Penyesalan selalu datang terlambat. (*)

Ternyata Anies Lebih Soekarnois

Meskipun direkayasa stereotif dengan framing intoleran, radikalis dan fundamentalis. Anies sejatinya seorang Soekarnois, bahkan lebih Soekarnois ketimbang yang mengaku-ngaku, mencari jabatan dan hidup mewah serta berlindung dibalik nama besar Soekarno, sekalipun dibandingkan dengan kalangan nasionalis dan marhaenis itu sendiri. Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI PENTAS politik Indonesia selama beberapa dekade tak bisa dipisahkan dari diksi wong cilik. Selain menjadi variabel penting dalam hajat politik yang berujung capaian kekuasaan. Slogan perjuangan untuk kejayaan rakyat Marhaen itu,  menjadi komoditas paling seksi dan menjual. Betapapun dalam politik praktis, keberadaannya sering tergusur, terpinggirkan dan terabaikan. Keberadaan nasib wong cilik akan terus menjadi polemik dan kontroversi menghiasi negeri, terutama disaat pemerintahan mengabaikan konstitusi dan dikuasai oligarki. Marhaenisme yang sarat historis dan ideologis, menjadi istilah yang akrab dan populer di kalangan nasionalis sekuler dan Islam Abangan. Ajaran yang digali dari pemikiran Soekarno tentang nasib petani bernama Marhaen yang ditemukan di daratan Sunda itu, tetap terjaga tak lekang oleh waktu dan silih bergantinya generasi. Melalui buku politik dan sejarah, pendidikan orang tua dan guru politik, kegiatan eksta universitas serta  otoritas penulisan sejarah oleh rezim kekuasaan tertentu. Membuat ideologi Marhaenisme yang identik dengan  Soekarnoisme itu,  seakan terus membersamai perjalanan politik negara bangsa Indonesia. Bergandengan tangan dengan aliran politik yang menjadi rival atau kompatriotnya seperti kapitalisme,   Marxisme dan bahkan dengan Islam yang  sering pasang surut hubungannya dan kerap berseberangan. Secara empirik, ideologi Marhaen dan penganutnya yang lebih kental disebut dengan kalangan Soekarnois. Secara sistem nilai dan praksis, belum menjadi implementatif  baik pada tataran kebijakan maupun regulasinya. Meskipun terminologi Marhaen secara esensi dan substansi sangat equivalen dengan rakyat jelata, situasi dan kondisi masyarakat yang penekanannya lebih digambarkan miskin, lemah dan tak berdaya. Seperti yang digambarkan Soekarno, Marhaen adalah petani yang hidupnya serba kekurangan bekerja di sawah,  meski dia mempunyai alat-alat produksi sendiri seperti cangkul, arit untuk memotong padi dll. Marhaen berbeda dengan kaum proletar sebagai buruh pekerja pabrik di negara-negara eropa, yang hanya punya tenaga dan keringat  dari badan atau fisik semata. Mungkin inilah yang menjadi pemikiran dan mengilhami Soekarno mencetuskan   Marhaenisme, bahwasanya petani dan para pekerja buruh lainnya,  harus hidup layak dan sejahtera. Sebagai sokoguru revolusi Indonesia, petani buruh dan nelayan merupakan pemilik sah republik, harus memiliki hak dan berdaulat penuh atas negara, terutama  dalam soal pekerjaan dan menafkahi keluarga,  untuk memenuhi kemamuran dan keadilan seperti apa yang telah diamanatkan koleh cita-cita kemerdekaan,  begitu tegas Soekarno. Namun apa yang sesungguhnya terjadi, kaum Marhaen di Indonesia justru lebih sering menjadi korban eksploitasi dari pemilik modal dan  mesin-mesin produksi dari industri yang dikuasainya. Marhaen cuma diperas tenaga dan jiwanya, oleh kapitalisme yang jejaringnya kuat menopang liberalisasi dan sekulerisasi. Rakyat kecil dan tak berpunya lebih sering pasrah menerima pekerjaan sebagai skrup-skrup kapitalisme, menerima upah kecil dari industri besar, hidup berdampingan dengan kemiskinan dan serba kekurangan serta terseok-seok sekedar mempertahankan hidup. Rakyat menjadi pijakan dan memikul beban berat dari pesta-pora borjuasi korporasi dan birokrasi. Sementara para pemilik modal, birokrat dan politisi bersatu bersekongkol jahat mewujud oligarki, sebuah wajah baru dari sifat lama kapitalisme yang sejatinya menjalankan imperialisme dan kolonialisme modern. Para taipan atau cukong bergenetik asing dan aseng itu, berhasil menjadikan para birokrat dan politisi serta kebanyakan  \'stage holder\' menjadi budak oligarki. Berjamaah dan bersekutu melampiaskan hawa nafsu  mengejar materi yang menggerakkan sistem sosial,   menguasai sumber daya alam dan menaklukkan manusia lainnya. Melahirkan watak dan karakter imperium yang terstruktur dan sistemik. Hasilnya, untuk berabad-abad lamanya di negeri ini, hanya ada kerusakan, ketimpangan dan ketidakadilan. Segelintir orang menguasai hajat hidup orang banyak. Kekayaan alam yang berlimpah dimiliki sekelompok orang. Indonesia tak ubahnya memasuki fragmen distorsi konstitusi dan kekuasaan. Negara kaya dalam cengkeraman  kemiskinan, mayoritas rakyatnya beragama dan menganut Pancasila namun dalam represi, penindasan dan penderitaan  berkepanjangan. Hidup sebagai bangsa yang besar tapi kerdil jiwanya, beragama tapi tak Bertuhan dan menjadi manusia yang tak manusiawi. Anies Anak Ideologis Soekarno Saat populasi wong cilik hanya sebatas retorik, agitasi dan propaganda. Kemudian menjadi alat efektif yang murah dan menjangkau luas untuk kampanye dan menumpahkan janji. Ajaran Soekarno itu telah lama menjadi sesuatu yang uthopis dalam politik kontemporer Indonesia. Faktanya, rakyat kebanyakan termarginalkan, bahkan terus menjadi korban eksploitasi rezim kekuasaan, yang tunduk pada kepentingan global baik dari asing maupun aseng. Sebagai pemilik yang menanam benih, melahirjan dan merawat Indonesia, rakyat Marhaen atau lebih luasnya kalangan jelata dan tak berpunya, sering babak belur menjadi bulan-bulanan oligarki. Rakyat tak lagi dapat merasakan Pancasila yang mengayomi, UUD 1945 sebagai konstitusi yang berpihak dan NKRI yang melindungi. Kehidupan rakyat hanya diselimuti dan terbelenggu oleh negara yang paceklik berupa kenaikan harga semua kebutuhan dasar baik bahan pangan dan sembako berupa minyak goreng, gula daging sapi dll.,  maupun kebutuhan sumber energi seperti listrik, BBM dan gas. penderitaan rakyat semakin sempurna ketika pajak ikut naik dan praktek-praktek KKN tumbuh subur dan berkembangbiak. Di negeri ini, rakyat kecil seperti sudah di takdirkan menanggung semua kejahatan dan dosa para pemimpin dzolim yang menjadi musuh rakyatnya sendiri. Sama halnya dengan Soekarno yang menghabiskan masa mudanya dengan pengabdian terhadap bangsa dan negara. Begitupun juga dengan Anies Baswedan,  bahkan dalam dirinya memiliki darah pahlawan nasional,  dari kakeknya AR Baswedan yang merupakan kawan sejawatnya Soekarno.  Bedanya, Soekarno menghabiskan sebagian besar masa mudanya melawan kolonialisme lama, berpidato membakar massa aksi, mengalami penjara dan pembuangan disana-sini. Sedangkan Anies memulai dan memenuhi jam terbangnya dengan dunia pendidikan. Sama-sama berawal dari mahasiswa dan aktifis dalam pergerakan nasional. Baik Soekarno maupun Anies sama-sama mendedikasikan  hidupnya untuk kepentingan rakyat, negara dan bangsa. Sebagaimana telah  diberikan kepercayaan dan mandat sebagai pemangku kepentingan publik, keduanya jauh dari hiruk pikuk kesenangan dan gaya hidup mewah. Waktu  pikiran, tenaga dan seluruh jiwanya dicurahkan agar bagaimana kemerdekaan sebagai jembatan emas itu, bisa dilalui untuk mewujudkan rakyat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Mungkin terlalu banyak untuk melukiskan bagaimana seorang Soekarno dengan segala \"passion\" dan gelora jiwanya dengan segala kelebihan dan kelemahannya untuk bangsa ini. Setidaknya  dalam jaman dan generasi yang berbeda, telah ada penerusnya baik dari anak biologis maupun anak ideologisnya. Begitupun dengan Anies, meskipun bukan anak biologis Soekarno, Anies bisa dibilang memahami sekaligus memiliki kemampuan untuk merealisasikan  pemikiran dan keinginan  Soekarno serta para pendiri bangsa lainnya. Rasanya, Anies menangkap betul kontemplasi Soekarno tentang \"Aku sendiri hidup dalam kekurangan, aku tidak pernah memikirkan uang dan materi lainnya. Tapi apa salahnya aku berusaha membawa rakyatku mendayung ke pulau harapan menuju Indonesia merdeka\",  seperti itu ungkapan Soekarno yang dikisahkan Cindy Adams dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. Bahkan Soekarno terkadang harus meminjam uang atau dibelikan kawannya ketika membutuhkan keperluan sehari-hari atau sesuatu yang diinginkan, meskipun dia seorang presiden sekaligus pemimpin besar revolusi Indonesia. Anies yang banyak berkecimpung di dunia pendidikan mulai dari Indonesia Mengajar, pernah rektor Universitas Paramadina, menjadi menteri pendidikan  hingga menjabat gubernur DKI Jakarta. Hidup dalam kesederhanaan dengan mengandalkan   gaji dari profesi dosen dan mengeluti dunia akademisi. Menarik dari keduanya yang sama-sama berjuang untuk negara dan bangsanya, ditengah keterbatasan kehidupan pribadinya terutama dari sisi ekonomi. Kedua figur negarawan itu bukan pemimpin yang bergelimpahan harta,  hidup jauh dari ketergantungan pengusaha atau konglomerat yang kini dikenal sebagai oligarki. Kalau Soekarno dikenal karya fisiknya melalui jembatan Semanggi, masjid Istiqlal, stadion Gelora Bung Karno dan patung-patung kota  yang heroik. Maka Anies mengikutinya dengan menjadikan kota Jakarta sebagai kota yang cantik dan penuh estetika, menghadirkan stadion Jakarta Internasional Stadium berskala internasional yang membanggakan, membangun musium sejarah Nabi Muhammad terbesar di dunia di kawasan Ancol yang penting dan bermakna bagi umat Islam dan sirkuit Formula E yang prestisius. Dalam hal kebathinan dan kejiwaan yang mendorong semangat nasionalisme dan patriotisme. Tak kalah dengan Soekarno yang mengagumi sekaligus berani melawan kapitalisme Amerika dan kepentingan kolonialisme global lainnya. Dengan karakter  progressif revolusioner, Anies berani dengan tegas mengentikan proyek reklamasi para cukong di pantai utara Jakarta,  yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan merongrong kedaulatan negara. Anies juga giat merajut kebangsaan dengan menghidupkan  prinsip-prinsip kebhinnekaan dan kemajemukan dalam pergaulan sosial sesama anak bangsa. Soekarno dan Anies seperti dua pemimpin yang ditakdirkan hadir memenuhi panggilan sejarah. Kedua pemimpin itu seakan mengamini aksioma,  tiap pemimpin ada jamannya, tiap jaman ada pemimpinnya.  Terlepas dari behavior keduanya, menjadi dasar dan  prinsip ialah komitmen dan konsistensi Soekarno dan Anies untuk mewujudkan kehidupan rakyat Indonesia yang lebih baik lagi. Sebagai pemimpin yang taat pada konstitusi sebagaimana yang dituangkan dalam Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Ada kesadaran bahwasanya menjadi pemimpin berarti berani hidup menderita. Jalan kepemimpinan adalah jalan penderitaan. Seperti yang diungkap Buya Hamka, pemimpin yang juga kawan sejawat lainnya Soekarno. Anies memang boleh jadi tidak sekapasitas Soekarno dengan segala prestasi dan pelbagai kontroversinya. Akan tetapi perjalanan Anies masih panjang, ia bahkan bisa menoreh catatan sejarah lebih baik dan membanggakan, termasuk jika rakyat memberikan amanah sebagai presiden Indonesia seperti Soekarno. Segala terpaan isu, intrik dan fitnah yang disikapi dengan jiwa besar dan  tak menghilangkan ketenangan dan kesantunan dalam menghadapinya. Membuat Anies sedikit dari pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual selain kecerdasan intelektual. Itu modal fundamental dan radikal yang menandakan ada karakter humanis yang mutlak diperlukan seorang pemimpin, yang dimiliki sedikit orang. Itu saja dulu yang pentung dan mutlak di garis bawahi. Kalau bicara kinerja dan prestasi Anies, biarlah rakyat yang bicara dan menilai sendiri. Terbukti program populis untuk kebanyakan Marhaen,  seperti pembebasan PBB bagi para veteran pejuang, air minum dengan harga terjangkau, perhatian dan dukungan pada masyarakat disabilitas, penataan wajah  kota yang ramah dan penuh estetika,  pembangungan perumahan kampung Aquarium bagi masyarakat tergusur dan tertindas, memudahkan IMB rumah peribadatan dan  upaya hibah untuk kesejahteran pengurusnya,    musium Rasulullah, JIS dan in syaa Allah  sirkuit Formula E dan pelbagai kesuksesan program nasional maupun internasional lainnya, nyata bukan sekedar janji-janji  yang tak ditepati. Begitupun walau berlimpah prestasi dan penghargaan, Anies tetap rendah hati tetap bekerja cerdas dan bekerja keras serta tidak jumawa. Karena siapapun pemimpin dan pejabat, kalaupun berprestasi, itu sesuatu yang wajar dan untuk itu ia mengemban amanat memegang jabatan, terlebih begitu banyak nasib rakyat ditentukan. Seiring waktu dan proses kepemimpinannya ke depan serta keinginan rakyat luas yang menghendakinya menjadi presiden Indonesia. Ternyata Anies lebih Soekarnois. Anies mampu meneruskan semangat dan api nasionalisme dan patriotisme  Soekano yang tak pernah padam.  Ternyata Anies Lebih Soekarnois, melebihi  bahkan dari  kalangan nasionalis dan Marhaenis yang hanya pandai mengumbar kata tapi tak bisa kerja sembari berlindung dan menjual  kebesaran nama Soekarno. (*)

Seri Komunisme (6) Anak Cucu PKI

Oleh Dr. Masri Sitanggang -  Ketua Umum Gerakan Islam Pengawal NKRI ANAK cucu PKI menjadi perbincangan panas. Ini gegara Panglima TNI, Jendral Andika Perkasa,  mengunggah video di YouTube, akhir Maret lalu. Video itu berisi rekaman jalannya Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI Tahun 2022. Yang membuat heboh adalah : anak PKI boleh  mengikuti seleksi! Reaksi pun bermunculan. Tak urung mantan Panglima ABRI Jend (Purn) Tri Sutrisno bersuara bernada “protes”. Bahkan ada yang berancana menggugat Panglima TNI.  Setidaknya ada tiga alasan mengapa isi video itu “digugat”. Pertama. Partai Komunis Indonesia (PKI) telah beberapa kali melakukan pemberontakan berdarah dan menimbulkan banyak kekacauan di seluruh wilayah Indonesia. Trauma ini sulit (setidaknya perlu waktu) untuk disembuhkan, terutama di sebahagian kalangan Umat Islam.  Sebab, umat Islam adalah korban utama keganasan PKI dan merupakan front terdepan rakyat melawan PKI.  Kedua. Sejak sekira sewindu  terakhir, berbagai indikasi menunjukkan adanya kebangkitan (PKI) komumis di negeri ini. Tidak sedikit pengamat menilai situasi sekarang mirip dengan situasi menjelang pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Rakyat terpecah belah karena adu domba, penistaan agama merajalela, islamofobia menghebat, persekusi dan penangkapan sejumlah tokoh dan ulama, dibenturkannya Pancasila dan agama, adanya upaya gigih menggantikan Pancasila menjadi Trisila-Ekasila, kondisi ekonomi rakyat terpuruk, harga kebutuhan pokok terus melambung dan barang-barang langka. Situasi ini membuat umat Islam sensitif dan waspada komunis. Ketiga. TNI –bersama umat Islam, adalah benteng utama dalam mempertahankan Pancasila dari rongrongan PKI. Dengan diizinkannya anak cucu PKI mengikuti seleksi, dikhawatirkan TNI akan disusupi faham komunis. Malah, telah muncul dugaan bahwa komunis sudah mampu mempengaruhi kebijakan TNI.  Tidak ada keteragan lebih lanjut dari TNI soal isi video itu. Tetapi Soleman Ponto, mantan Kepala Bais, memberi penjasalan tentang mekanisme penerimaan calon anggota TNI yang berlaku selama ini. Dikatakan, dengan serangkaian test yang dilakukan, seorang anak PKI tidak akan bisa lolos. Dia meyakinkan, bahwa yang dibolehkan Andika itu adalah mendaftar sebagai peserta seleksi penerimaan. Itu saja.  Terlepas dari perdebatan boleh tidaknya anak PKI menjadi prajurit TNI,  bagi saya, yang menarik untuk dipertanyakan adalah : Ada apa, sehingga hal yang sensitif ini dipublikasi oleh Andika ? Ini tidak lazim. Selama ini TNI termasuk instansi yang relatif tertutup,  tidak banyak berita kecuali release kegiatan seremonial.   Kalau yang dimaksud Andika adalah (sekedar) boleh mendaftar sebagai peserta seleksi – sebagamai kata Soleman Ponto, maka apa urgensinya untuk di publikasi? Tokh, yang demikian sudah berlagsung berpuluh tahun dan masyarakat pun maklum  dalam keadaan damai.   Begitu juga kalau anak cucu PKI memang dapat diterima dan bukan sekedar ikut seleksi. Seberapa penting dan mendesak masalah ini sehingga harus dipublikasi dengan cara unggah jalannya rapat di saat orang memang sedang waspada komunis? Apalagi, atmosfer Indonesia sedang hiruk pikuk  dengan sejuta persoalan  kehidupan berbangsa dan bernegara. Andika rasanya tidak mungkin tidak tahu kalau mengunggah video tersebut akan menuai respon keras dari masyarakat.  Apa yang diharapkan dari mengunggah video itu ? Tentu  jawaban yang tepat ada di Andika. Yang pasti, telah muncul protes keras dari beberapa kalangan Islam. Entahlah, apakah memang itu yang diharapkan. Siapa yang diuntungkan dari keributan soal anak cucu PKI ini? Dulu, menjelang tahun 1970, tepatnya beberapa tahun setelah G30S/PKI, beredar laporan di media asing dengan judul (kira-kira dalam bahasa Indonesia) ” Bagaimana Enam Juta Muslim Indonesia Beralih Agama ke …”. Setelah ditelusuri, ternyata yang murtad itu adalah orang-orang Islam yang terkait dengan PKI. Di masa pembersihan “sisa-sisa PKI”, tokoh-tokoh Islam tidak sempat memila-memilah keanggotaan PKI. Padahal, yang terlibat itu kebanyakan tidak faham tentang ideologi komunis. Mereka ikut PKI (atau ormas-oramas sayapnya) hanya karena, antara lain : nama besar tokoh yang diusung-usung selain Aidit; ikatan kedaerahan dan rasa senasib sepenanggungan sesama  buruh kebun transmigran zaman kolonial (contoh kasus di Sumut); terkecoh dengan propaganda PKI, misalnya Barisan Tani Indonesia (BTI, salah satu  sayap PKI) disebut sebagai Barisan Tani Islam; terdaftar sebagai penerima atau calon penerima bantuan dari PKI berupa lahan atau alat-alat pertanian; terpaksa karena penguasa di kampung tempat ia tinggal adalah PKI; dan lain lain. Yang pasti, bila ditilik siapa mereka yang terlibat itu, paling tidak 90 per sen beragama Islam.  Tetapi semua diperlakukan sama : bersihkan. Para tokoh umat lupa, bahwa senantiasa ada orang yang menangguk di air keruh, mengambil keuntungan di kekisruhan.  Mereka yang disebut terlibat, yang sebelum pecah G 30 S/PKI terbiasa datang ke mesjid, minta perlindungan ke mesjid. Tapi yang belum terbiasa, tidak berani karena tim perbersih justeru banyak dari kalangan mesjid. Maka ditampunglah oleh kelompok yang menjanjikan jalan “keselamatan”. Jadilah enam juta muslim murtad.  Para pemimpin Islam Indonesia kaget, terperangah ! Ini pukulan berat bagi gerakan Dakwah Islam di tanah air. Betapa tidak, sementara mereka bersemangat melakukan pembersihan,  pihak lain malah menjadikannya sebagai lahan missi pemurtadan. Pihak lain itu panen raya. Di masa Pemerintahan Orde Baru, anak atau cucu keturunan PKI dibatasi masuk perguruan tinggi, ditolak untuk jadi pegawai negeri,  jadi polisi atau tentara apalagi. Bahkan, pegawai negeri yang ketahuan bahwa mertuanya atau saudara kandungnya terlibat PKI, pun harus berhenti.  Keadaan ini memupuk rasa senasib, sepenanggunan dan sependeritaan sekaligus dendam di kalangan anak dan  keluarga PKI. Dengan sedikit saja sentuhan organizer, mereka bisa cepat menyatu dan solid.  Pihak organizer, oleh keluarga PKI, dijadikan tumpuan harapan dan tempat bersandar. Maka, saksikanlah bagaimana sebuah partai cilik, kurus kerempeng, tiba-tiba menjadi gemuk setelah reformasi. Mereka panen raya. Kenapa anak cucu PKI tidak masuk Partai Islam? Pertanyaan ini memang membuat sedih. Tetapi apa boleh buat, masih banyak tokoh umat, apalagi petinggi partai, yang menilai bahwa anak PKI adalah PKI. Anak seorang komunis adalah komunis dan itu adalah musuh. Jika pun tidak sampai sedemikian rupa, tetapi dalam prakteknya, Isu anak PKI dijadikan alat pemukul dalam persaingan internal partai sehingga anak PKI tidak akan pernah nyaman di Partai Islam. Kembali ke soal video Andika. Protes  sebagian kalangan Islam terhadap Andika soal anak cucu PKI ini, sesungguhnya bisa dibaca sebagai   pernyataan “bermusuhan” dengan anak cucu PKI. Atau, penegasan kembali sikap permusuhan itu : tidak ada maaf untuk anak-anak PKI. Jadi, disengaja atau tidak, video ini telah membenturkan sebagian kalangan Islam dengan keturunan PKI; menjauhkan anak cucu PKI dari dakwah Islamiyah. Entah  sampai keturunan ke berapa pula nanti ini akan berlanjut. Maka umat Islam semakin berkeping keping. Sudahlah dibentrokkan satu sama lain atas dasar organisasi, dibenturkan pula berdasarkan aliran pemikiran dan faham (seperti misalnya Aswaja dan Salafi); lalu sekarang diadu berdasarkan nasab : Islam anak santri vs Islam anak PKI.   Bagi pihak tertentu, ini jelas menguntungkan. Ini adalah bahagian dari upaya mempertahankan soliditas dan kesetiaan 16.38 persen (berpedoman pada perolehan suara PKI pada Pemilu 1955)  dari penduduk Indonesia  atau sekita 44  juta anak cucu PKI –yang nota bene 90 persen adalah beragama Islam. Di samping, tentu sja, membuat umat Islam tetap lemah karena terbelah-belah, bermusuhan satu dengan lain. \"Ikrimah bin Abu Jahal akan datang ke tengah-tengah kalian sebagai Mukmin dan Muhajir. Karena itu, janganlah kalian menghina ayahnya. Sebab memaki orang yang sudah meninggal berarti menyakiti orang yang hidup. Padahal hinaan itu tidak terdengar oleh orang yang sudah meninggal”. Begitu pesan Rasulullah saw kepada para sahabat ketika Ikrimah ingin menemui Rasullah untuk bersyahadat.  Abu Jahal adalah dedengkot kafir Quraisy yang sangat keras memusuhi Rasulullah saw. Ikrimah,  adalah putra sekaligus tangan kanan Abu Jahal dalam memerangi dan menyiksa orang-orang mukmin. Tetapi lihatlah, ketika Ikrimah menyatakan masuk Islam, Rasulullah tidak ingin ada sahabat yang mengungkit-ungkit, atau mengait-ngaitkan, kejahatan Abu Jahal di depan Ikrimah. Bahkan Rasulullah berdoa untuk kebaikan Ikrimah.  Terbukti Ikrimah memberi andil besar bagi dakwah Islamiyah. Dialah prajurit yang berteriak bagai halilintar –menyeru prajurit untuk bergabung bersamanya menjadi pasukan berani mati,  di saat tentara Islam diliputi rasa cemas karena dikepung oleh  setengah juta tentara Romawi di Yarmuk. Sampai-sampai Khalid bin Walid, Panglima Perang Tentara Islam, sangat khwatir dan langsung  mendekati Ikrimah berusaha untuk mencegah agar Ikrimah tidak mengorbankan diri. Tetapi Ikrimah berkata : \"Biarkan aku mengambil keputusan ini wahai Khalid. Engkau telah lebih dahulu melakukan banyak kebaikan bersama Rasulullah. Sedangkan Aku dan Ayahku adalah orang yang paling keras menentang Rasulullah. Biarkan Aku menebus kesalahan masa laluku. Dahulu aku memerangi Rasulullah dalam berbagai peperangan, apakah hari ini aku harus lari dari kepungan Romawi ? Hal ini tidak boleh terjadi.\" Ikrimah dengan 400 tentara Islam  berani mati menerabas kepungan hingga pasukan Romawi kocar-kacir dan berhasil dipukul mundur. Seusai perang, Ikrimah tergeleletak bersimbah darah di tengah korban yang bergelimpangan. Masih sempat bertemu Khalid bin  Walid sebelum ia menghembuskan nafas terakhinyra.  Dapatkah kita ambil pelajaran dari sepenggal sejarah ini ? Tidakkah ada keinginan menjadikan anak cucu PKI menjadi Ikrimah-Ikrimah zaman sekarang ? Atau, setidaknya, tidakkah kita mengizinkan mereka untuk mengikuti jejak Ikrimah? Sebahagian orang ada yang beralasan demi kewaspadaan dan strategi menghindari serangan pihak lain. Entahlah, apakah orang yang berkata begini lebih hebat strateginya dari pada Rasulullah saw yang menempatkan mantan musuh besar Rasullulah Umar Bin Khattab sebagai salah satu sahabat yang paling dipercaya, Khalid bik walid menjadi Panglima Perang dan Ikrimah seperti telah dikisahkan. Partai politik Islam, atau gerakan Dakwah Islamiyah, macam apa pula yang akan dibangun bila justeru menyelisihi Allah dan Rasulullah-Nya ?  “Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” Begitu Alah mengatakan dalam Albaqarah 134 setelah di ayat sebelumnya diterangkan bagaiman Nabi Yakub mendidik anaknya dengan tauhid (sebagai contoh generasi terdahulu yang baik). Kemudian diulang pada Albaqarah 141 setelah diterangkan pada ayat sebelumnya tentang orang yang mengajak kepada keyakinan Yahudi atau Nasrani (sebagai contoh generasi terdahulu yang salah). Allah menegaskan, bahwa setiap generasi tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan generasi sebelumnya (baik atau pun buruk). Anak tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dikerjakan olrang tuanya.    Jika Allah saja pun tidak minta pertanggungjawaban seorang anak atas apa yang diperbuat orang tuanya, maka layakkah seorang yang mengaku beriman  menghukun sesorang karena dosa orang tuanya?  Komunisme itu paham, bukan organisasi dan bukan pula nasab. Orang bisa saja menjadi komunis tanpa harus terdaftar sebagai  anggota organisasi komunis seperti PKI,  atau tidak pula harus berasal dari keturunan orang tua komunis. Jadi, jangan salah sangka. Orang berfaham (lebih tepat berideologi) komunis bisa berada di organisasi apa saja –mulai dari organisasi sosial kemasyarakatan, profesi , keagamaan sampai organisasi partai politik. Begitu juga soal nasab, anak seorang yang alim bisa tumbuh jadi seorang komunis dan sebaliknya anak seorang komunis tidak otomatis komunis. Oleh sebab itu,  untuk mengetahui seseorang berfaham komunis atau bukan, yang perlu dilakukan adalah test mental ideologi. Bukan berdasakan keturunan.  Sikap pandang hidup seseorang (komunis atau bukan) dibentuk oleh pengajaran. Ajaran apa yang lebih intens diterima, lebih lama digeluti, lebih banyak memenuhi pikiran. Kalau itu adalah komunis, jadilah ia berpandangan komunis. Sampai ada ajaran lain yang dapat mematahkan ajaran yang menjadi pandangan hidupnya itu, barulah ia akan berubah.  Di sinilah arti penting dakwah. Mengisi secera intens pikiran dan hati manusia sehingga dipenuhi ajaran Islam. Membogkar pikiran keliru manusia (komunis) dan menggantikannya dengan ajaran Islam.  Wallhu a’lam bisshawab. Ya Allah, Zat yang menguasai segala yang ada di lagit dan di bujmi;  berilah kekuatan lahir bathin kepada anak-cucu PKI menghadapi cobaan berat ini. Ampuni kekliruan-kekeliruan kami. Satukan hati orang-orang beriman dalam kasih sayang-Mu. Mudahkan jalan bagi mereka untuk menjadi Ikrimah-Ikrimah yang akan membela dakwah yang mulia ini. Amin.  Medio April 2022

Perubahan Tanpa Darah

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan PERUBAHAN kekuasaan tahun 1966 dan 1998 berdarah. Dua perubahan ini bukan menyangkut rezim saja tapi juga sistem. Pergantian Presiden Abdurrahman Wahid dengan Megawati hanya pergantian Presiden.  Pergantian rezim dan system dalam sejarah terjadi empat kali: 1945-1950 pergantian system beberapa kali tapi tak ada rezim politik yang berkuasa. 1. 1950-1959  rezim parpol khususnya Masyumi-PNI. Sistem demokrasi parlementer. 2. 1959-1966 rezim Soekarno. Sistem demokrasi terpimpin. Dikenal sebagai Orla. 3. 1966-1998 rezim Suharto. Sistem demokrasi Pancasila. Dikenal sebagai Orba. 4. 1998-sekarang rezim Reformasi yabg bertumpu pada partai-partai Golkar, Demokrat, PDIP. Sistem\' demokrasi UUD 45 yang diubah-ubah. Adapun rezim politik pada beberapa tahun terakhir berubah menjadi oligarkhi yang pada gilirannya menyingkirkan peran parpol. Dikenal sebagai Reformasi. Kalau disimak, empirik econ merupakan variabel penting yang menentukan pergantian rezim dan system. Orde Baru sempat 32 tahun berkuasa karena econ tak dapat dikatakan buruk. Sedangjan Orde Lama hanya bertahan 7 tahun. Econ buruk, beras saja diganti bulgur. Reformasi econ tak sehat. Ada usul beras diganti pisang. Minyak goreng diganti asap (kukus). Kalau dihitung dari perubahan UUD,  maka reformation telah berusia 21 tahun, 2001-2022. Tuntutan akan perubahan makin menguat yang disertai unjuk rasa hampir di seluruh Indonesia. Kita berdoa kalau pun terjadi perubahan tidak perlu mengulang pergantian Orla ke Orba dan Orba ke Reformasi yang diiringi darah. (*)

Menag Yaqut Dendam Kesumat Pada Umat Islam?

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN, Pemerhati Sosial-Politik KEBETULAN atau tidak, faktanya Menag Yaqut terus saja menjadikan umat Islam sebagai target. Beberapa hari yang lalu Kemenag mengumumkan moratorium (penghentian) pemberian izin untuk PAUD Quran (PAUDQU) dan Rumah Tahfiz Quran (RTQ). Kenapa ya Pak Yaqut seperti dendam sekali pada Islam dan umat Islam? Tampaknya, kalau tidak tiap bulan buat kebijakan anti-Islam, beliau mungkin tak bisa tidur nyenyak. Ketua MUI Prof Anwar Abbas, pertengahan Maret baru lalu, sempat menyatakan kekesalannya terhadap tindak-tanduk Yaqut. Menurut Anwar, yang direcoki Yaqut selalu Islam. Soal toa masjidlah, soal suara azan yang disamakan dengan gonggongan anjinglah, dan sekarang penghentian pemberian izin pendidikan Quran untuk anak usia dini. Juga penghentian izin rumah tahfiz. Tidak heran kalau kaum muslim menilai Yaqut sedang menjalankan agenda islamofobia. Alias, anti-Islam. Banyak orang mengatakan dia tak suka Islam. Apa iya Yaqut tak suka Islam? Kalau ditelisik rekam jejak mantan panglima Banser NU ini, ada benarnya. Dia suka kontradiksi kalau berkomentar tentang Islam atau umat Islam.  Sebaliknya, dia bangga Banser menjaga rumah ibadah non-Islam. Dia merespon dengan sepenuh hati kalau diminta ceramah di rumah ibadah non-Islam. Ini semua atas nama toleransi. Seolah-olah umat Islam selama ini tidak paham dan tidak menunjukkan toleransi. Saat ini, program andalan Yaqut adalah menghadirkan Paus Paulus ke Indonesia. Untuk apa? Anda sudah bisa tebak. Antara lain untuk menunjukkan kontradiksi tadi itu. Sekalian memperkuat pikiran islamofobik yang mungkin telah lama menumor di dalam kepalanya. Terakhir, mengapa semua ini menggumpal di benak Yaqut Cholil Qoumas? Kalau Anda ingin jawaban singkat, bisa seperti ini: bahwa Yaqut bisa jadi punya dendam kesumat pada umat Islam.[] MEDAN, 18 April 2022

Perlukah Fatwa Mati untuk Pendeta Saifudin?

Oleh  M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SEMAKIN lama diberi kebebasan di Amerika Saifudin Ibrahim alias Abraham ben Moses semakin ngawur dan gila. Omongan pendeta abal-abal ini semakin tidak terkendali. Terakhir dia ngoceh soal Puasa Ramadhan yang katanya ngaco begitu juga dengan wanita haid yang boleh tidak puasa. Ngaco juga menurutnya.  Kepolisian Republik Indonesia yang sudah menetapkan status Tersangka dan telah membuat Red Notice atas orang buronan ini (DPO) diharapkan untuk segera dapat menangkap dan memproses hukum dengan bantuan Interpol. Semakin cepat semakin baik.  Di tengah stress dirinya ia masih sempat berteriak-teriak menyerang keyakinan umat Islam. Dari sisi manapun apakah sosial, politik, budaya, atau keagamaan itu sendiri pernyataan bahwa puasa ramadhan dan larangan puasa wanita haid itu ngaco, merupakan pernyataan yang salah, tidak berdasar, dan sangat menistakan.  Saifudin menjadi contoh dalalam Al Qur\'an sebagai wujud syetan dari kalangan insan. Atas ocehan Saifudin kita harus berlindung kepada Allah dan segera menindak atau menghukumnya. Desakan kepada Kepolisian adalah hal yang wajar. Pendeta palsu ini harus dihentikan kebebasannya.  Bila terus saja ia menghinakan agama Islam, maka lembaga keumatan di Indonesia harus segera bertindak. MUI dan atau organisasi keagamaan Islam lainnya segera mengeluarkan Fatwa Mati atas Saifudin Ibrahim. Umat Islam sedunia khususnya yang ada di Amerika akan ikut membantu meringkus penjahat ini. Fatwa Mati adalah kekuatan moral bagi kepedulian umat Islam dimanapun mereka berada.  Ia mulai mencari perlindungan dengan menjilat Jokowi. Dia yakin akan bebas hukum. Dalam kaitan aksi-aksi menolak penundaan Pemilu dan perpanjangan 3 periode Abraham menyatakan \"Jangankan tiga periode, 300 tahun juga saya dukung Jokowi\". Si Abraham ben Moses ini memuji Jokowi sambil menonjok SBY dengan memfitnah bahwa di masa kepemimpinannya rakyat itu susah. Belajar jadi buzzer pula  si kunyuk ini.  Ruang gerak dan kebebasan Saifudin harus dipersempit. Menjengkelkan sekali  mendengar omongannya. Kemenhukham beribu alasan tidak memblokir akun Saifudin, sementara Interpol belum jelas progres penangkapannya. Untuk kepentingan publik kiranya Kepolisian Republik Indonesia menjelaskan tahapan dan upaya penangkapan tersangka DPO Saifudin Ibrahim alias Abraham Moses tersebut.  Nampaknya Fatwa Mati mungkin bisa menolong.  Bandung, 18 April 2022

Skenario Dadakan Menjerat Anies

 Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati masalah sosial politik, tinggal di Makassar. Ade, begitu Ade Armando disapa, kini masih terbaring di rumah sakit, sebagai akibat pengeroyokan yang dialaminya pada 11 April 2022 lalu, pada aksi demonstrasi mahasiswa menentang penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Mari do’akan agar lekas sembuh.   Peristiwa itu sudah berlalu sepekan. Tetapi masih tetap saja ada yang tertinggal, tak kunjung berlalu dari benak kita. Yaitu, adanya upaya paksa untuk mencoba mengaitkan Anies Baswedan dengan kasus pemukulan Ade. Hal itu coba dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang sangat membenci Anies.  Bermula ketika Ade hadir di tengah-tengah massa demonstrasi di depan gedung MPR/DPR Senayan untuk memberi dukungan, katanya. Tetapi, alih-alih memberi dukungan, Ade malah mengumbar narasi perpecahan yang terjadi di kalangan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI). Coba simak lagi wawancaranya, bagaimana ia memulai mengangkat narasi perpecahan itu, kemudian terus diulang-ulang dengan wajah yang tampak sangat prihatin. Tak heran kalau banyak yang lantas curiga bahwa misi Ade sebenarnya, jangan-jangan bukan hadir memberi dukungan, tetapi justeru untuk melemahkan, bahkan untuk mematikan perjuangan mahasiswa.  Mungkinkah kecurigaan itu masuk akal? Mungkin saja. Sebab, dibolak-balik bagaimanapun, Ade  tetap saja  dikenal sebagai buzzer istana. Bahkan dimandi tujuh samudera sekalipun, tak lantas membuat publik percaya bahwa Ade punya agenda yang berbeda dengan rezim Jokowi. Bagaimana mungkin Ade tiba-tiba berseberangan? Kira-kira begitu yang ada di benak publik kala itu. Terbukti, saat melakukan wawancara, ia diteriaki oleh massa. Antara lain,  emak-emak, yang kemudian diduga men-trigger terjadinya pemukulan terhadap dirinya. Apa yang terjadi selanjutnya? Seperti yang kita saksikan, Ade babak belur dikeroyok sampai nyaris telanjang. Beruntung masih ada sempak hitam yang tampak sudah melorot di bawah pinggang menutupi, sehingga rahasia kelelakiannya tidak terkuak dengan sempurna. Tak lama berselang setelah Ade dibawa pergi, muncullah skenario dadakan untuk menjerat Anies sebagai sosok di balik pengeroyokan Ade. Mula-mula beredar screen shoot yang berisi ajakan mengeroyok Ade yang bersumber dari grup whatsapp “Nusantara 98”.  Belakangan diketahui bahwa chat provokasi itu berasal dari nomor milik seorang bernama Ari Supit. Benar saja, semenjak itu terbangun opini bahwa pengeroyokan Ade, tidak terjadi secara insidentil, tetapi direncanakan oleh pihak tertentu. Hanya masalahnya, mengaitkan grup whatsapp “Nusantara 98” dengan Anies, sangat sulit dicarikan pembenarannya. No enggagement. Apa lagi dengan sosok Ari Supit yang ternyata pernah bekerja di istana, jelas-jelas bukan sosok yang pro Anies. Sehingga mem-framming Anies sebagai sosok dibalik pengeroyokan Ade dengan modus ini, sangat tidak logis alias jauh panggang dari api. Kalau begitu ganti modus. Buat grup whatsapp yang tampak memiliki keterkaitan langsung dengan Anies. Tak lama, beredarlah screen shoot yang bersumber dari grup whatsapp “Relawan Anies Apik 4”. Chat provokasinya persis sama seperti di grup whatsapp Nusantara 98. Tetapi dasar amatiran yang konyol. Kenapa chat provokasinya tidak dibuat berbeda, ha?! Editlah sedikit sehingga tidak persis sama. Dengan begitu publik tidak curiga kalau semua itu diskenario oleh kelompok yang sama. Siapa? Yah, sekelompok kecil orang yang tak pernah berhenti untuk mencelakai Anies. Namun tak kurang amatirnya adalah Grace Natalie yang membangun premis dari kekonyolan itu. Relawan Anies Apik 4 adalah pendukung Anies Baswedan. Sedangkan anggota Relawan Anies Apik 4 terlibat dalam pengeroyokan Ade.  Dengan premis itu, dengan diksi yang bertenaga, ia berusaha mem-framming Anies Baswedan berada di balik pengeroyokan Ade. Sungguh tendensius dan terlalu bernafsu mengait-ngaitkan Anies dengan babak belurnya Ade Armando.  Saya menyebut Grace Natalie tendensius karena ia tidak fair. Mestinya juga ia menyoroti habis-habisan grup whatsap Nusantara 98. Terlebih pada sosok Ari Supit yang diketahui pernah bekerja sebagai asisten staf khusus presiden (IDN Times). Jelasnya, sosok ini punya akses di istana. Sekali lagi, mengapa Grace Natalie tak melakukannya? Bahkan, belakangan Grace Natalie menolak mengakui frammingnya terhadap Anies. Apakah ia takut dilaporkan ke polisi? Karena mungkin ia menyadari kalau kali ini, pada situasi seperti ini, dirinyapun tak kebal hukum. Yang pasti, chat provokasi yang beredar setelah peristiwa pengeroyokan Ade Armando terjadi, menunjukkan sebuah bukti kuat adanya skenario jahat yang dibuat secara mendadak untuk mencelakai Anies. Makassar, 18 April 2022