ALL CATEGORY

Sultan, King, dan Juragan

Oleh Akmal Nasery Basral - Sosiolog, Novelis TUJUH orang—enam pria dan seorang wanita—tampil di sebuah acara spesial satu televisi swasta nasional, Januari 2022. Mereka didapuk sebagai crazy rich, sebutan impor yang diciptakan penulis AS berdarah Tionghoa Singapura Kevin Kwan melalui novel Crazy Rich Asians (2013). Saat difilmkan lima tahun kemudian dengan aktris Constance Wu dan aktor Henry Golding, hasilnya sebuah tontonan romcom terlaris di penggalan 2010-an. Sejak itu sebutan crazy rich mendunia, menjadi status sosial terbaru paling diburu, termasuk di Indonesia. Kembali pada tujuh sosok di awal tulisan, mereka punya sebutan lainnya: ‘sultan”’, “king”, “juragan”.  Latar belakang hidup bervariasi. Ada lulusan SD yang mantan buruh bangunan dan tukang parkir; ada mantan pengamen yang pernah menjajal sebuah singing contest beken di televisi; ada perempuan cantik pemilik produk kosmetik yang bisnis penyewaan helikopter wisata untuk raun-raun; ada mantan karyawan bank yang mendaku sebagai ‘juragan’ dan hobi pamer foto bareng istri yang juga ‘juraganwati’; ada mantan sopir perusahaan penyedia bahan bakar yang bermetamorfosis menjadi politisi; ada yang mundur kuliah kedokteran karena memilih merintis usaha dengan modal menjual mobil pemberian orang tua; dan ada seorang pesohor televisi yang pernah menjadi tahanan badan narkotika nasional. Yang terakhir ini diperkenalkan oleh pembawa acara--seorang komika perempuan yang lucu dan berlidah setajam belati—dengan teknik roasting yang menyanjung-membanting. “Kalau enam orang crazy rich lainnya beli barang dengan kontan, sultan yang ini beli barang dengan konten. Mulai dari pernikahan dia dengan istri, kelahiran anak pertama, kelahiran anak kedua, semua dijadikan konten.” Penonton terbahak-bahak—termasuk enam crazy rich lainnya—bak tsunami tawa yang tenggelamkan studio. Sang “Sultan-Apapun-Jadi-Konten” meringis malu. Mati kutu. K-O-N-T-E-N. Inilah mantra terbaru yang menjadi candu. Semula bermakna netral, sekarang konten berarti ajang pamer level maksimal. Tak jarang dibarengi lelucon arogan dan ucapan merendahkan yang menghina akal. Pamer jenis ini bukan sekadar pamer dan sangat ketinggalan zaman jika cuma disebut ‘pamer’. Maka agar lebih modern dilekatkan sebuah kata baru yang lebih keren: flexing. Simaklah sebuah contoh flexing di Januari 2021. Seorang ‘sultan’ masih tak bisa tidur meski tetesan embun sudah mengecup mesra bumi pada jam 3 pagi. Tersandera oleh perasaan gabut (bosan) dia kunjungi sebuah toko daring. “Mau beli apa ya? Duit kebanyakan,” katanya cengengesan. Minatnya terkatrol melihat foto mobil listrik Tesla yang bahenol. “Beli mobil Rp 1,5 miliar nggak pakai mikir #murahbanget,” ujarnya enteng. Konten berlanjut: mobil pesanan diantar petugas show room kepada sang ‘sultan’ yang menyaksikan dengan wajah bungah semringah. Ini flexing ‘Sultan Medan’ yang mantan pengamen dan peserta ajang pencarian bakat lomba menyanyi televisi. Meski dia tak pernah membuat album rekaman dengan penjualan hebat, umur baru seperempat abad dan bukan anak konglomerat, toh bisa membayar tunai di tempat sehingga membuat bola mata penonton nyaris melompat. Contoh kedua sebuah flexing di pertengahan 2021 dari ‘Raja Bandung’, mantan buruh lepas dan tukang parkir. Dia tunjukkan kepada penonton sebuah supercar yang baru saja dibeli. Lamborghini Gallardo seharga sekitar empat miliar. “Alhamdulillah, di umur saya yang baru 23 akhirnya bisa membeli mobil impian sejak kecil,” katanya penuh syukur. Lalu dia menasehati pemirsa, “Kalau saya bisa, kalian pasti bisa. Jangan pernah menyerah untuk mencoba, jangan pernah mencoba untuk menyerah.” Super! Ini kalimat fenomenal yang belum tentu terpikir di benak motivator terkenal. Tentu tak ada yang keliru dengan jalan hidup seorang mantan pengamen di Medan dan seorang mantan buruh di Bandung yang menyulap nasib begitu mencengangkan. Bahkan, jika jalan pintas kesuksesan mereka bisa ditiru semudah membalik telapak tangan, pasti akan sangat meringankan tugas Menteri Tenaga Kerja yang sering ‘migren’ melihat angka pengangguran. Masalahnya adalah jalan pintas mantan pengamen dan mantan buruh itu benar-benar  amazingly amazing. Bahkan bagi stanm,,,,,dar pemain saham kawakan atau kampiun marketing sekalipun. Bayangkan saja, hanya dalam 2-3 tahun setelah banting setir dari profesi lama dan menggumuli online trading  keduanya menjelma bak Raja Midas. Apapun yang mereka sentuh menjadi emas--eh, bukan, malah lebih dahsyat lagi—menjadi mobil supermewah, tas, sepatu, arloji, merek branded, hingga rumah mewah berkelas.  Jika ini gejala narsisisme dari orang kaya baru, masih tak terlalu berbahaya. Flexing hanya sebatas memantulkan mental disorder diri mereka sendiri yang tak peka dengan kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia. Sayangnya, fenomena ini menyimpan hal lain yang lebih mengerikan.  Flexing dibuat bukan cuma karena motif pribadi pelaku yang gemar ‘norak-norak bergembira’,  melainkan sebagai bagian teknik persuasi terselubung (covert persuation technique) yang sengaja dirancang dengan tujuan tersembunyi yang lebih berbahaya: menggiring publik agar terbius mimpi dan teler nalar.  Sebuah cuci otak hedotistik dalam skala masif supaya terbentuk himpunan pengikut yang obsesif-kompulsif terhadap cuan. Bagaimana memperoleh untung sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Sejatinya ini manifestasi prinsip The 48 Laws of Power karya Robert Greene, sebuah buku yang menggemparkan Amerika Serikat dan menjadi ‘kitab suci’ favorit para napi dan selebritas dalam bergegas menuju takhta ketenaran dan kemakmuran lewat jalan pintas. Pada hukum ke-34 Greene memfatwakan, “Tampilkan diri bak raja jika ingin diperlakukan demikian ( Act like a king to be treated like one).” Begitu meyakinkannya teknik ini dilakukan ‘Sultan Medan’ dan ‘Raja Bandung’ yang selalu tampil bak raja gemerlap, sehingga bukan hanya masyarakat awam—utamanya generasi milenial kaum rebahan--yang tersirap, bahkan pejabat negara pun secara mengagetkan ikut silap. Pada awal Agustus 2021 atau dua bulan setelah pamer mobil mewah pertama, sang ‘Raja Bandung’ yang ingin membagikan 3000 paket sembako kepada kaum duafa, berhasil mendapat dukungan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Pekan berikutnya, sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-76, giliran Ketua MPR Bambang Soesatyo mengundangnya sebagai tamu istimewa di kanal  Bamsoet Channel. Sementara itu ‘Sultan Medan’ mendapatkan keistimewaan berbeda. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggamitnya untuk membuat sebuah lagu antikorupsi yang  berjudul heroik  “Lihat, Lawan, Laporkan”. Lagu itu diperkenalkan kepada publik juga di bulan Agustus 2021. Sambutan hangat pejabat teras dan lembaga negara tak pelak ikut mengerek popularitas ‘Raja Bandung’ dan ‘Sultan Medan’. Citra  ‘muda, kaya raya, rajin derma’ semakin tak terbendung. Angan-angan publik pun melambung. Proses cuci otak berjalan sempurna dan rampung. Muncul keyakinan publik bahwa ‘kalau mantan buruh dan pengamen bisa sukses sebagai crazy rich, mengapa saya yang punya pekerjaan lebih keren dan pendidikan lebih tinggi tidak bisa? Jangan-jangan kalau saya seriusi, saya bisa lebih tajir melintir lagi melewati para ‘sultan\'? Sekarang waktu paling tepat mengikuti cara mereka berusaha.\" Teler nalar massal membuat orang lupa melakukan DYOR ( Do Your Own Research). Mereka tak lagi ingat aksioma ‘ trust and verify’. Logika terjeblos pada kubangan WYSIWYB (What You See Is What You Believe). Kehati-hatian tak dibutuhkan lagi karena “saya-lihat-dia-tampil-bak-raja-maka-saya-percaya-dia-raja”. Konten flexing  adalah bukti nyata bahwa sukses jalur cepat itu valid adanya. Teler nalar membuat publik--tak sedikit dari mereka kalangan terdidik--menjadi lebih dungu dari kawanan sapi perah yang cantik menarik. Mengapa lebih dungu? Sebab sapi perah masih mendapatkan asupan rumput terbaik, vitamin terbaik, kandang terbaik, lingkungan terbaik, agar bisa menghasilkan susu terbaik. Sementara kaum teler nalar tidak. Meski terus menguras tabungan, pinjam tambahan modal dari kiri-kanan, sampai melepas rumah dan kendaraan, namun tak kunjung menjadi ‘ The Next Sultan’. Ada memang sedikit keuntungan yang bisa diperoleh pada waktu-waktu tertentu, namun dalam sekedipan mata semuanya lenyap menjadi kerugian yang menggila. Teler nalar membuat orang tak menyadari terperangkap jebakan ‘pump dan dump’ yang dimainkan dalang opsi biner yang lihai merekayasa data dan angka. Pump and dump adalah proses ketika keuntungan dipompa agar investor bersemangat mengguyurkan dana mereka sebanyak-banyaknya. Begitu umpan disambar, tetiba harga terjun bebas seanjlok-anjloknya dimainkan dalang yang piawai mengendalikan meta data. Sementara para korban bingung memahami apa yang terjadi, para trader  yang, ternyata oh ternyata adalah para afiliator,  sedang jejingkrakan mendulang cuan. M-banking mereka tak berhenti mengirimkan notifikasi keuntungan demi keuntungan demi keuntungan yang diraup dari kekalahan demi kekalahan demi kekalahan dari kerumunan teler nalar yang dipecundangi begitu telak dan terang-terangan. Begitu menyadari mereka telah ditipu, beranglah kelompok teler nalar yang kini siuman. Akal mereka kembali dengan melaporkan ‘Sultan Medan’ dan ‘Raja Bandung’ kepada polisi. Keduanya dicokok tanpa melakukan perlawanan atau sempat kabur ke luar negeri. Terbongkarnya kasus ini tak pelak ikut mempermalukan sejumlah pihak yang sebelumnya terkagum-kagum bangga. ‘Sultan’ dan ‘Raja’ yang mereka puja-puja ternyata penipu generasi baru yang istimewa. Muda iya, tapi ternyata OKP (Orang Kaya Palsu). Satu persatu rahasia mereka terbongkar ke publik. ‘Sultan Medan’ yang sesumbar bayar tunai ketika beli Tesla dengan harga ‘murah banget’ itu, ternyata mencicil 10 kali. Konten flexing yang ‘iseng beli mobil jam 3 pagi dan pesanan langsung diantar’ pun ternyata beberapa video yang disuntingpadatkan menjadi satu video karena Tesla harus inden tak seperti beli ayam gembus dan seblak. Ada jeda waktu sebulan antara pesanan dan kedatangan mobil listrik yang dikirim pabrikan dari seberang samudera. Sementara yang terbongkar dari ‘Raja Bandung’ lain lagi. Saat menjadi tamu di kanal Ketua MPR, dia berkata masih jomblo sehingga Bamsoet pun ikut mempromosikan sang Jomblo Idaman. Beberapa hari lalu muncul pengakuan seorang perempuan muda yang menyatakan bahwa sebenarnya sang raja pernah menikah dengan dirinya selama setahun (2019-2020) sebelum mereka bercerai. Sesudah itu sang raja flexing berkencan dan melamar perempuan lain sebagai istrinya dengan mahar “cuma” USD 15.000, berlian 4,666 karat dan Porsche Carrera 911 seharga empat miliar. Semua ini, tentu saja, dijadikan konten flexing yang masih bisa ditonton sampai sekarang. “Sultan Medan” dan “Raja Bandung” yang terbiasa melakukan pump and dump dalam bisnis kotor mereka, kini mengalami sendiri pump and dump atas nasib mereka. Bagaimana kisah lima crazy rich lain dari tujuh orang pada awal tulisan? Sebagian dari mereka menunjukkan rekam jejak yang jelas dalam berbisnis. Memulai dari bawah, jatuh bangun menjalani proses dan bertahan. Namun ada juga yang terindikasi melakukan pembohongan publik dengan terbongkarnya rahasia seorang ‘juragan’ yakni pesawat jet yang jet yang selama ini diakui sebagai miliknya dan istri—sebagai hadiah ulang tahun pernikahan ke-8 mereka, amboi romantisnya!--ternyata merupakan ‘kesepakatan kerjasama dalam waktu tertentu yang sudah selesai masa berlakunya’ alias pinjaman. Para netizen yang penasaran pun mengembuskan kabar di dunia maya bahwa mobil-mobil supermewah sang ‘juragan’ bukanlah miliknya.  Konon milik seorang crazy rich beneran yang wafat beberapa bulan silam. Selama hidupnya, mendiang bukanlah tipe yang suka tampil di depan publik untuk pamer kekayaan jor-joran seperti sang ‘juragan’. Namanya kabar angin, biasanya separuhnya mungkin benar separuhnya lagi wallahu a’lam. Untuk sementara kisah “Sultan, King dan Juragan” selesai sampai di sini. Boleh juga disebut episode satu sambil menunggu perkembangan terbaru dari polisi. Jika ada temuan lain berbasis fakta dan bukti, bisa jadi tulisan ini berlanjut. Sebagai seorang novelis, saya sering beranggapan bahwa fiksi adalah puncak tertinggi imajinasi. Ternyata saya salah kaprah. Kehidupan nyata bisa jauh lebih musykil dan absurd parah. Ini bukan cuma terjadi  di luar negeri seperti dilakukan Anna Delvey yang menginspirasi munculnya serial televisi Inventing Anna. Kejadian serupa bisa terjadi di tanah air tercinta selama publik antusias mengikuti konten flexing, lalu media massa arus utama serta para pejabat dan lembaga negara pun dengan mudah memberi ruang kepada para crazy rich tanpa memeriksa cermat asal usul kekayaan mereka. Kasus ini adalah sebuah alarm yang melengking nyaring.  Mengingatkan ada yang salah dalam masyarakat kita yang tengah terpapar ideologi Kontenisme dan radikalisme flexing yang kian intoleran, mencabik-cabik kearifan akal dalam berpikir dan bernalar. (27.03.2022) 

JPU Tuntut Anton Permana 2 Tahun, Tim Pengacara: Kita Akan Patahkan Semua Argumentasi JPU dalam Pledoi

Jakarta, FNN - Setelah sempat tertunda hampir satu bulan, sidang pidana terdakwa Anton Permana petinggi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) di lanjutkan pagi hari ini senin 28 maret 2022 di Pengadilan Jakarta Selatan. Sidang berlangsung singkat saja, karena sesuai kesepakatan yang dipimpin oleh ketua majelis Hakim bahwa JPU cukup membacakan tuntutan yang penting-penting saja. Semua pihak baik terdakwa dan tim pengacara yang dihadiri Samsir, Ridwan alias oned, Burhan, dan Mustaris menyepakatinya. Pembacaan tuntutan dibacakan oleh Lusyana, dimana JPU dengan merasa yakin menyatakan terdakwa bersalah dan melakukan tindak pidana melanggar Peraturan Pidana nomor 1 tahun 1946 pasal 14 ayat 1 dan 2. Yaitu menyebarkan berita bohong dengan sengaja dan menimbulkan keonaran di tengah masyarakat. Setelah pembacaan tuntutan, majelis hakim mempersilahkan terdakwa dan tim pengacara untuk membacakan pledoi pembelaan dua minggu kedepan. Tim pengacara yang di wakili Burhan dan kawan-kawan, menyatakan tidak terlalu kaget dengan tuntutan JPU. Karena kembali menggunakan dalil usang peraturan pidana era kolonial dimana aturan tersebut dibuat belum ada DPRnya, dan secara azas memori vanlesting, peraturan tersebut dibuat di masa darurat untuk bangsa Indonesia yang baru merdeka. Tanpa mengenal HAM dan demokrasi. Sangat jauh berbeda dengan kondisi kita hari ini yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusi. Muhammad Alkatiri selaku ketua koordinator tim Pengacara yang absen di pengadilan, melalui komunikasi HP menyatakan, “Tuntutan JPU menggunakan dalil Peraturan Pidana tahun 1946 sungguh tidak ada dasarnya lagi. Karena dalam dua perkara yang di sidangkan, satu pun tidak ada dalam fakta persidangan di temukan unsur kebohongan, melebih-lebihkan, apalagi menciptakan keonaran.” Jelas Muhammad Alkatiri. Dengan tegas Muhammad Alkatiri menyatakan, “Kita akan patahkan  semua argumentasi hukum dari pada tuntutan JPU tersebut dalam pledoi pembelaan terdakwa dua minggu ke depan. “ Perlu di ketahui bersama, Anton Permana ditangkap tidak sendirian. Tapi bersama dua rekannya yang lain sesama petinggi KAMI yaitu Syahganda Nainggolan dan Muhammad Jumhur Hidayat. Tetapi Jumhur dan Syahganda lebih dahulu mendapatkan vonisnya. Syahganda dituntut 6 tahun oleh JPU Depok di vonis 10 bulan penjara. Sedangkan Muhammad Jumhur Hidayat dituntut 3 tahun dengan Vonis juga 10 bulan. Ketiga petinggi KAMI didakwa pasal yang sama, yaitu pasal 14 ayat 1 dan 2 dari Peraturan Pidana tahun 1946. Dimana mereka bertiga dikaitkan dengan demonstrasi penolakan RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja padah tahun 2020 yang lalu. Meskipun setelah itu UU Ciptaker tersebut dinyatakan Inskonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun tiga orang petinggi KAMI ini tetap dipidana bersalah. (*)

Anwar Hudijono: Awards ini Saya Dedikasikan untuk Pak Jakob Oetama

Surabaya, FNN – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur memberikan Awards (penghargaan) kategori Tokoh Pers Daerah kepada Anwar Hudijono, wartawan senior. Awards  diserahkan dalam puncak acara Hari Pers Nasional Jawa Timur di taman Wisata Bahari Lamongan (WBL),  Sabtu (26/3/2022). Anwar Hudijono dinilai sebagai jurnalis senior yang memiliki komitmen tinggi pada persoalan keumatan, sosial, budaya, serta politik. Dia masih aktif menuangkan ide dan pikirannya melalui tulisan yang dimuat di berbagai media hingga saat ini. “Mas Anwar sangat layak menerima awards ini,” kata Ahmad Munir, Wakil Ketua PWI Pusat yang menyerahkan awards. Anwar mengatakan, sangat bersyukur atas awards ini. “Sudah hampir 40 tahun saya menempuh jalan pena. Di saat mendekati ujung akhir perjalanan, awards ini adalah energi baru agar saya terus menulis sebagai sedekah ilmu. Mudah-mudahan jadi imu yang bermanfaat sehingga pahalanya akan terus mengalir ketika saya sudah berada di alam barzah,” katanya. “Awards ini saya dedikasikan kepada mentor jurnalistik saya yaitu almarhum Bapak Jakob Oetama, pendiri Kompas, dan Bapak Valens Goa Doy, pendiri Persda. Juga kepada tiga tokoh yang mempercayai saya menulis biografinya. Yaitu Prof Abdul Malik Fadjar MSc, Prof dr Sam Soeharto, dan Ir Edy Antoro. Dan untuk sahabat saya yang mantan Walikota Kota Batu, Eddy Rumpoko,” katanya. Budi Bola dalam tulisannya di Majalah Prapanca edisi Maret 2022 menarasikan, “Sosok wartawan lengkap melekat pada diri jurnalis senior ini. Visi bagus, kinerja di lapangan saat liputan trengginas, tulisan mengalir indah dan dinikmati pembaca, selalu mengiringi hasil kerja Anwar Hudijono.” Tak hanya itu saja. Untuk urusan komunikasi, lanjut Budi, dia juga dikenal mudah akrab dan egaliter. Jangan heran pula bertahun-tahun namanya selalu melekat dalam sejarah dunia kewartawanan, terutama di Jawa Timur. Bisa jadi, tautan sejarah kewartawanannya yang kental mengalir di tubuh Anwar dipacu pendidikannya di Pendidikan Guru Agama (PGA). Tantangan dunia kewartawanan makin dipupuk  seiring pilihan pendidikan terakhirnya di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) IKIP Malang. Menulis Sejak PGA Anwar memang belajar menulis di media saat sekolah Di PGA Atas Mujahidin Surabaya. Dia dibimbing kakak iparnya, H Anshary Thayib yang pernah menjadi Ketua PWI Jatim dan anggota Komnas HAM. Salah satu tulisannya saat awal menulis berjudul “Mahdiisme dan Protes Sosial” yang dimuat di Majalah Pendidikan Agama (MPA) tahun 1979. Tulisan ini bikin heboh. Bakat menulisnya sudah terlihat sejak sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) AL Islam Mojorejo, Caruban Madiun yang didirikan ayahandanya, Guru Soeroya. Semakin kelihatan saat sekolah di PGA Al Islam Mojorejo, Caruban. Dia memang lahir di desa itu tanggal 22 Juni 1960. Ia putra nomor 8 dari 9 bersaudara pasangan Guru Soeroya dengan Hj Sri Subitah. KakakNya yang nomor 6 adalah Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Pada saat kuliah dia aktif menulis artikel di koran kampus Komunikasi, di koran Surabaya Post, Jawa Pos, Pelita. “Saat itu selain untuk mengasah talenta, juga untuk cari uang tambahan biaya kuliah hahaha,” katanya mengenang. Wartawan Kompas Selagi kuliah tinggal satu semester, Anwar bekerja sebagai wartawan Kompas tahun 1984. Akhirnya kuliah baru dia selesaikan tahun 1986. Saat menjadi wartawan Kompas dia menggunakan inisial Ano. Ia pensiun tahun 2012. Dia mendapat  tugas dari Kompas untuk merevitalisasi tabloid Surya menjadi koran harian bersama seniornya, Valens Doy dan Max Margono. Tahun 2003-2004 dia menjadi Pemimpin Redaksi Surya. Dia juga ditugaskan menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Sriwijaya Post Palembang tahun 1990-1991 dan Wapemred Bernas Jogja tahun 1994-1995. “Tulisan-tulisan Ano juga menjadi semacam guarantee, jaminan, laporan suatu kejadian enak dan nikmat dibaca,” tulis Budi.  Terbukti ayah empat orang anak hasil pernikahannya dengan Tri Sulistyowati itu, tulisannya kerap membukukan prestasi terbaik. Keempat anaknya adalah Agastya Suryogilang, Ahistya Purbolintang dan kembar Al Uyuna Galuh Cintania dan Al Uyuna Galuh Cantika. Bahkan ada semacam peribahasa di kalangan wartawan Jawa Timur, gelar terbaik Piala Prapanca yang digelar PWI Jatim ‘pasti’ diraih jika Ano mengirimkan tulisannya. Hingga kini Ano masih memegang rekords  juara 5 kali Piala Prapanca untuk kategori karya tulis. Menulis Buku Ano adalah penulis produktif. Paling tidak sejumlah buku hasil tulisannya sudah menjadi bukti otentik. Di antaranya “Gardu Refleksi Sosial Menuju Kehidupan yang Demokratis” (terbit tahun 2004). “Darah Guru Darah Muhammadiyah Perjalanan Hidup A Malik Fadjar” (ditulisan bersama Anshary Thayib 2006). “Republik Agro Perjalanan Hidup Edy Antoro” (2014). “Antara Mikrobiologi dan Mikropolitik Perjalanan Hidup Sam Soeharto (2015). “Geliat Kota Wisata Batu Periode Krusial Tahun 2007-2012\" (2012).  Banyak lagi tulisannya yang dibukukan bersama penulis lain dalam bunga rampai. Misalnya buku “Hunian Ternyaman Kumpulan Cerpen Terbaik Lomba Sastra Aksara 2016” (Editor, Ismet Fanany dkk 2016). “Politik Indonesia Kini Potret Budaya Politik Hingga Dinamika Pilkada” (Editor Abdul Aziz Sr 2019). “Perempuan-perempuan Tangguh Suar yang Tak Pernah Padam” (Editor Budi Suwarna dkk 2021). “Republik Salah Kelola Indonesia dalam perspektif Politik” (Editor Abdul Aziz Sr 2021). “Pak Jakob dawuh eksistensi wartawan baru lengkap jika sudah menulis buku. Itulah yang juga memberikan inspirasi dan spirit saya. Insya Allah saya akan menulis buku tentang Zaman Gelap dalam perspektiF Eskatologi Islam,” kata Ano. Setelah pensiun, dia sempat menjadi Koordinator Lembaga Sensor Film (LSF) Jatim tahun 2017-2021. “Di usia menjelang  umur 62 tahun, tulisan-tulisan indah Ano masih banyak  dinikmati sedikitnya di 16 media daring,” tulis Budi. Ditambahkan, sosok ini juga memiliki slot tetap sebagai narasumber di media televisi seperti TVRI Jatim. (*/mth)

Framing Kedip Mata: Anies dalam Pusaran Kampanye Hitam

Oleh Ady Amar - Kolumnis JAGAT pemberitaan, jika itu menyangkut Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, bisa diberitakan dengan sewajarnya. Tapi pada media sosial khususnya, pemberitaan Anies acap diberitakan dengan tidak sewajarnya. Diberitakan dengan tidak sebenarnya. Penuh framing. Saat menghadiri acara Arahan Presiden pada Menteri, Kepala Lembaga, Kepala Daerah dan Badan Usaha Milik Negara tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Bali, 25 Maret. Sebuah media online memberitakan, bahwa saat Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengawali arahannya, Anies tampak memejamkan mata beberapa saat. Berita itu dilepas begitu saja, tanpa ada penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Sepertinya media itu punya niat begitu besar, mencari celah yang bisa dijadikan titik lemah Anies untuk diberitakan. Jika perlu dengan memaksa nalar untuk menerimanya. Saat memejamkan mata, itu bisa jadi saat foto diambil Anies sedang mengedipkan mata. Tapi yang diberitakan, Anies menutup mata di awal Presiden Jokowi memberi arahannya. Itulah framing media, yang bisa menjadi berita, meski Anies hanya mengedipkan mata, saat Jokowi memulai pidatonya. Sengaja tidak diberi penjelasan susulan. Dilepas begitu saja. Berharap tafsir liar menyudutkan Anies. Netizen nyinyir seolah diberi ruang, yang tanpa berpikir lalu mengumpat Anies. Disebutlah Anies tidak bersikap sopan, meremehkan Presiden Jokowi, dan seterusnya. Menjadi berita yang dibuat tidak sebenarnya. Muncul tafsir memandang Anies dengan negatif. Sorotan kamera tidak ditujukan pada Gubernur lainnya. Anies menjadi Gubernur yang terus dibidik. Terus dicari sisi kelemahan atau dicari-cari kesalahan, yang bisa di-framing. Mencari kesalahan besar tak didapat, maka yang kecil pun, seperti memejamkan mata beberapa detik, tak menjadi masalah untuk diangkat. Tak dapat rotan akar pun jadi. Semua bisa di-framing jadi berita tidak mengenakkan. Anies jadi target framing dengan tidak semestinya. Bahkan dipaksakan, terkesan mengada-ada. Memberitakan Anies dengan tidak sebenarnya, yang lalu disambar para buzzer yang menggoreng dengan tafsir menyudutkan. Berharap tafsiran yang disematkan bisa jadi opini luas yang diterima publik. Sepertinya, itu sudah satu paket antara media yang memberitakan, dan para buzzer yang menggorengnya. Maka, upaya mendiskreditkan Anies dengan model framing akan terus dilakukan tanpa henti. Bahkan hingga Pilpres 2024. Mengapa harus Anies yang selalu jadi pemberitaan dengan tidak sewajarnya. Terkesan mencari celah salah, sampai Anies berkedip pun bisa di-framing. Karenanya, sumpah serapah padanya muncul berhamburan. Pastilah itu merugikan Anies, meski tidak semua mempercayai berita yang dipaksakan. Skenario memang dibuat demikian. Berharap akseptabilitas Anies bisa tergerus. Sedang kandidat lain yang digadang-gadang oligarki, lambat laun bisa menyusul atau bahkan menyalip Anies. Kandidat yang dijagokan itu terus di-framing dengan sebaliknya. Diskenariokan jadi tokoh baik, meski nirprestasi. Beriringan dengan itu, dimunculkan lembaga survei politik per-periodik untuk meng- create hasil surveinya, sesuai dengan yang diinginkan. Dimana kandidat andalan lambat laun dibuat menyamai Anies Baswedan. Bahkan pada beberapa lembaga survei dibuat mengungguli. Polanya dibuat selalu demikian. Seorang kawan yang bisa disebut sebagai \"empu\", salah satu yang mengawali lahirnya lembaga survei berujar, memberi sedikit bocoran, bahwa akseptabilitas Anies, dan pastinya elektabilitas juga akan tergerus, itu karena tidak saja Anies selalu di-framing dengan tidak baik. Tidak sekadar kampanye negatif (negative campaign) terus dilesakkan. Tapi juga kampanye hitam (black campaign). Sedang kubu Anies tidak melakukan perlawanan yang sama, yang seharusnya dilakukan. Mem-framing berita dengan tidak sebenarnya, bahkan dengan kampanye negatif sekalipun, itu sih tidak masalah. Terpenting bagaimana kemampuan mengkonter balik dengan tetap elegan, yang mesti juga dilakukan. Tidak perlu melakukan kampanye hitam, yang itu jahat penuh fitnah. Meski Anies jadi sasaran kampanye hitam saban waktu. Jika saja sekadar kampanye negatif \"berkedip\", yang lalu di-framing, itu tidak masalah. Tapi jika terus-menerus mengabarkan bahwa Anies intoleran, tanpa bisa memberi bukti pada kasus apa Anies intoleran, itu bisa disebut kampanye hitam. Juga memunculkan pemberitaan terus-menerus, seolah ada korupsi yang dilakukan Anies pada penyelenggaraan Formula E. Dan itu diberitakan seolah ada bukti yang dipunya sambil mendesak KPK untuk memeriksanya. Apa yang mau diperiksa, jika semuanya bisa dilihat terang-benderang. Jangan ajari KPK, seperti ajari ikan berenang. Jangan tarik KPK pada kepentingan sempit yang tidak sepatutnya. Terus saja memberitakan Anies dengan tidak sewajarnya. Berharap dengan terus-menerus memberitakan berita yang sama, meski tanpa bisa dibuktikan, lambat laun akan ada yang nyantol di benak publik luas, bahwa ada unsur tidak beres dalam penyelenggaraan ajang Formula E. Anies Baswedan memang belum resmi menyatakan diri maju dalam perhelatan Pilpres 2024. Tapi atensi publik berharap, dialah yang pantas menjadi pengganti Jokowi. Membuat ngeri-ngeri sedap para oligarki, yang tetap berharap bisa menentukan arah jalannya pemerintahan sesukanya. Maka,  mengecilkan Anies dan membesarkan kandidat yang diharapkan sebagai pengganti Jokowi terus dilakukan, bahkan masif. Pastilah tidak sedikit dana dikeluarkan, guna bisa memuluskan kerakusan syahwatnya. Duh Gusti. (*)

Rocky Gerung: Jokowi Luhut Bingung Sikapi Kedatangan Rusia

Jakarta, FNN - Pengamat Politik Rocky Gerung menyoroti Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang tampak muram di dalam foto yang viral. Hal itu membuat Rocky Gerung menyinggung soal Presiden Rusia Vladimir Putin yang kabarnya akan tetap datang ke Indonesia di KTT G20 di Bali. Rocky menegaskab bahwa Bali akan menjadi pusat perhatian dunia pada November atau Oktober 2022 mendatang karena perhelatan KTT G20. Pengamatan politik itu berspekulasi apakah nantinya Putin akan ditolak oleh Indonesia atau malah Bali jadi tempat negosiasi Rusia dan Ukraina. \"Ini Bali itu lagi jadi pusat perhatian karena pertemuan antara tokoh-tokoh itu dan nanti bulan Oktober juga jadi pusat perhatian dunia bahkan dan akan diuji di situ,\" kata Rocky kepada wartawan FNN Hersubeno Arief, dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Ahad, 27 Maret 2022. \"Apakah Putin akan ditolak masuk ke Bali atau akan jadi negosiasi penyelesaian Ukriana di situ karena G20 akan berlangsung di Bali bulan Oktober,\" sambungnya Sebelumnya, dunia heboh dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang memerintah Indonesia untuk menolak Putin ikut serta dalam KTT G20 di Bali. Hal tersebut jelas membuat Indonesia dan  Jokowi menjadi sorotan dunia dan harus mengambil keputusan yang matang. Biden juga menyampaikan, apabila Indonesia mengizinkan Rusia untuk ikut konferensi, maka Ukraina juga harus diajak agar KTT G20 bisa jadi wadah negosiasi perdamaian. Sementara budayawan Ridwan Saidi kepada FNN menyarankan pihak Indonesia sebaiknya mengikuti saran Presiden Joe Biden karena Rusia bakal menghadapi sanksi lain berkaitan abai terhadap resolusi PBB tentang penghentian perang. Putin sendiri harus menghadapi sidang International Crimanal Court karena dia didakwa penjahat perang. Artinya pas Putin keluar wilayah Rusia dia akan  di-gép International Police. “Mestinya pihak Indonesia mengindahkan seruan Presiden Joe Biden agar Indonesia tidak berpihak. Mestinya juga Indonesia menanggapi RRC yang kelojotan karena TNI dan US Army akan latihan bersana di area Indo Pacific,” kata Ridwan Saidi kepada FNN. Indonesia, kata Ridwan harus merapihkan polugrinya karena perubahan konstelasi kekuatan politik dunia akibat serangan Rusia ke Ukraina. Dunia menuju kekuatan yang monopolar. Perang di Ukraina membuktikan Rusia bukan super power seperti diidam-idamkan RRC ketika perang bermula. Perubahan dunia patut kita syukuri. Maka, saran Ridwan, latihan bersama TNI dan US Army di area Indo Pacific harus disambut dengan rasa bangga. (ida, sws)  

Kaki Lima

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan KAKI Lima, dari mana kata ini berasal? Jarak antara batas sempadan bangunan toko dengan pinggir trotoar (sebelum jalanan) mesti lima yard. Yard satuan ukur yang digunakan Belanda yang terjemahnya kaki. Lima yard itu lima kaki tapi disebutnya kaki lima. Yang berdagang di tempat ini disebut pedagang kaki lima, atau  K-5. Ada masanya tak dibenarkan orang berdagang di K-5. Begitu juga naik trem masuk dan keluar harus lewat pintu. Kemudian banyak orang tak hirau lagi dengan ketentuan lama.  Pedagang berjualan di K-5. Naik trem masuk dan keluar bisa saja lewat jendela. Apalagi pas trem lagi penuh. Tahun 1950-an kendaraan di Jakarta mulai ramai. Terutama becak. Becak berhias bulu ayam yang sudah jadi kemocéng. Kemocéng diikat dekat roda belakang, kadang-kadang di samping becak juga. Jok senderan dilukis. Biasanya alam pegunungan. Tukang becak tarik atau enjot becaknya dengan tenang di jalur trem, akibatnya trem melambat. Seorang masinis trem jengkel. Sambil julurkan kepalanya lewat jendela ia tegur tukang becak yang  mengemudi dengan anteng di depan trem. Masinis: Hei becak, gak bisa minggir lu. Tk becak: Gue sih bisa, lu yang kaga bisa. Tentu saja trem tak bisa minggir, trem \'kan berjalan di atas jalur. Karena sering terjadi kecelakaan Walikota Sudiro pada tahun 1958 hentikan operasi trem di Jakarta. Sementara itu pedagang  K-5 makin ramai baik di Kota, Pasar Baru, Senen, atau Mester. Di jaman Orde Lama, sebelum Gestapu/PKI, kadang-kadang ada razia K-5 tapi tak efektif, sepi untuk 1-2 jam saja setelah itu ramai lagi. Mereka dagang rupa-rupa dan digelar di jalan, ada pakaian, ada mainan anak-anak, ada obat kumis, juga ada sisir anti patah. Ali Sadikin Gubernur Jakarta yang dikenang orang. Ia berhasil menertibkan pedagang K-5 dengan solusi penampungan di tempat permanen. (*)

Panti Muhammadiyah dalam Bahaya

Oleh M. Rizal Fadillah - Permerhati Politik dan Kebangsaan KEANEHAN hukum di negeri ini menyebabkan masyarakat menjadi terancam dan aset umat dapat hilang. Inilah yang terjadi terhadap aset Muhammadiyah berupa Panti Asuhan di Jl. Mataram 1 Bandung. Menerima hibah wasiat dari H. Salim Rasyidi dengan sertifikat Hak Milik diserahkan dan hingga kini dipegang oleh Muhammadiyah. Difungsikan sebagai Panti Asuhan sebagaimana amanat H. Salim Rasyidi.  Setelah H. Salim Rasyidi meninggal dunia tiba-tiba terbit Sertifikat baru atas nama Mira Widyantini puteri mantan Ketua Mahkamah Agung Purwoto Gandasubrata, tetangga di Jl. Mataram. Peralihan jual beli tersebut tanpa sepengetahuan Muhammadiyah sebagai pemegang hak. Terjadilah sengketa yang pada tingkat peradilan pertama di PN Bandung Muhammadiyah memenangkan perkara.  Pada tingkat Banding Muhammadiyah dikuatkan kemenangannya. Mahkamah Agung menguatkan pula di tingkat Kasasi. Inkracht. Lalu permohonan eksekusi dikabulkan dan dilakukan eksekusi.  Secara hukum tanah dan bangunan yang digunakan sebagai Panti Asuhan tersebut dimiliki dan dikuasai oleh Muhammadiyah. Dan pengasuhan pun berjalan dengan baik.  Tiba-tiba Dra. Mira Widyantini, M.Sc mengajukan Peninjauan Kembali dan anehnya Majelis Hakim MA memenangkan PK itu. Anak-anak Panti harus hengkang. Akan tetapi Petapan Eksekusi dinilai cacat hukum sehingga Muhammadiyah mengajukan perlawanan. Saat ini masih berjalan di tingkat Kasasi. Muhammadiyah melaporkan ke Polisi atas dugaan pemalsuan surat. Dihentikan karena kurang bukti. Muhammadiyah sedang menyiapkan bukti-bukti lanjutan yang diperlukan dengan kemungkinan pelaporan baru.  Eksekusi justru akan segera dilakukan oleh PN Bandung untuk proses yang sebenarnya belum tuntas. Pemaksaan dipastikan akan menimbulkan reaksi keras. Fakta yang terkuak adalah bahwa jual beli antara Dra. Mira Widyatini, MSc dengan H. Salim Rasyidi yang telah uzur adalah berisi keterangan palsu. PN Bandung akan melakukan eksekusi. Muhammadiyah mempertahankan dan melawan. Segala potensi segera dikerahkan. Masalahnya bukan Muhammadiyah tidak patuh hukum, tetapi ada hukum yang salah. Bagaimana suatu akta jual beli yang berisi keterangan palsu, dapat disahkan dan dibenarkan lalu menjadi dasar kekuatan eksekutorial. Kepolisiann pun telah menyampaikan dan membuktikan kepalsuan tersebut.  Suatu kejanggalan hukum lain adalah Kepolisian  tidak mampu memanggil Notaris padahal saksi kunci itu memungkinkan menjadi tersangka. Aturan kekebalan hukum Notaris yang tidak tersentuh adalah kezaliman hukum. Jika Notaris yang tidak bisa dipanggil Polisi, Jaksa, dan Pengadilan apa yang terjadi jika Notaris adalah bagian dari kejahatan itu sendiri?  Perlu diuji serius baik secara akademik maupun yudisial proteksi atau kekebalan hukum luar biasa seorang Notaris sehingga Polisi, Jaksa, dan Pengadilan pun harus \"bertekuk lutut\" pada kekebalannya ? Apa dasar hukum Majelis Kehormatan Notaris (MKN) menjadi lembaga \"super body\"?  Panti Asuhan Muhammadiyah di Jalan Mataram No 1 Bandung beserta anak-anak Panti asuhannya dalam keadaan bahaya. Menjadi target dan agenda eksekusi Pengadilan. Padahal secara agama dan hukum baik secara personal maupun institusional  tidak melakukan penyimpangan apapun.   Muhammadiyah wajar untuk melawan dan meluruskan kezaliman hukum yang kasat mata tersebut. *) Bandung, 28 Maret 2022

Di Bali Jokowi dan Luhut Muram, Rocky Gerung: Istana Makin Kacau

Jakarta, FNN - Pengamat Politik Rocky Gerung menyoroti Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang tampak muram di dalam foto yang viral. Ternyata foto yang disorot Rocky Gerung ini adalah  foto yang diunggah oleh Politisi Partai Golkar Tantowi Yahya di Instagram pribadinya. Lokasi pertemuan Jokowi dan Luhut ada di pantai Kura-Kura, Bali. Dalam keterangan caption foto, mantan Duta Besar Indoensia untuk Selandia Baru itu mengklaim bahwa dirinya bertemu dengan Jokowi dan Luhut di Bali. Di foto tersebut, tampak Tantowi mengeluarkan wajah berseri, namun Jokowi dan Luhut seperti tidak sadar kamera alias candid.  Rocky Gerung menilai jika RI 1 dan Menko Marves itu sangat muram dalam foto yang diunggah Tantowi Yahya. Pengamat politik itu menduga bahwa muramnya Jokowi dan  Luhut ini karena memikirkan kekacauan yang sedang terjadi di Istana. “Kemarin Jokowi marah-marah, tidak ada juru bicara yang agak handal untuk sekadar menjelaskan keadaan. Istana sekarang bisu, karena tidak ada juru bicara yang bisa ngoceh-ngoceh kecil untuk menjelaskan kenapa Jokowi ngamuk-ngamuk soal impor. Pak Jokowi lantas diserbu oleh buzzer yang masuk akal, sementara buzzer yang tidak masuk akal membela sikap Jokowi,” paparnya. Rocky menduga bahwasanya Tantowi akan direkrut menjadi juru bicara presiden untuk meredam kekacauan yang ada di Istana. “Sebetulnya keadaan ini yang menimbulkan spekulasi bahwa diperlukan tokoh baru masuk istana, mungkin Tantowi yang dianggap cukup luwes. Kalau Tantowi sih tampak gembira dan senang senang saja karena dia kan entertainer. Tapi Jokowi dan Luhut tampak manyun, karena berpikir, mampu gak yaTantowi berhadapan dengan Tantowi. Seorang entertainer, Tantowi memang bagus, tetapi ketika menghadapi isu-isu politik bisa jadi mengalami nasib yang sama, tidak mampu mengendalikan oposisi,” kata Rocky kepada wartawan FNN Hersubeno Arief, dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Minggu, 27 Maret 2022. Lebih lanjut, Rocky menilai jika muramnya wajah presiden dan menterinya ini menandakan bahwa dua tokoh besar Indonesia tersebut tidak punya masa depan. \"Nah wajah buruk itu yang terlihat dari dua tokoh ini manyun semua tuh, seolah-olah Indonesia gak ada masa depan lagi,\" tutur Rocky. \"Indonesia punya masa depan, yang gak ada masa depan ya dua tokoh ini, Jokowi dan Pak Luhut, itu terlihat, muramnya Indonesia ini ada di muramnya wajah dua tokoh besar itu,\" katanya. (ida, sws) 

Jokowi dan Luhut Muram di Bali, Rocky Gerung: Khawatir Pemilu Dipercepat

Jakarta, FNN - Para tokoh politik nasional bertemu di Bali. Di sela pertemuan, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sempat bertemu dengan Ketua DPR RI, Puan Maharani. Pertemuan Luhut dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani terjadi pada Kamis (24/3) pagi. Jubir Luhut, Jodi Mahardi, menyebut pertemuan itu secara kebetulan dalam momen sarapan. \"Ketemu kebetulan makan pagi di ST Regis Bali,\" kata Jodi Mahardi. Pertemuan dua tokoh itu menjadi perbincangan publik. Pengamat Politik Rocky Gerung menyoroti pertemuan Luhut dan Puan tak lepas dari pembahasan situasi politik nasional yang makin panas dan kacau sehingga membuat istana makin gerah. Pada momen yang lain Luhut juga mengadakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo yang fotonya viral, tampak muram. “Bisa jadi dengan muramnya wajah Jokowi dan Luhut, mereka khawatir jangan-jangan Pemilu dipercepat, karena sudah banyak negosiasi yang gagal,” kata Rocky kepada wartawan FNN Hersubeno Arief, dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Minggu, 27 Maret 2022. Negosiasi yang gagal itu antara lain, menurut Rocky lantaran Megawati tetap bersikukuh tidak akan setuju penundaan Pemilu atau amandemen UUD 1945 untuk perpanjangan masa jabatan presiden. Luhut terus bergerilya, salah satunya menemui Puan Maharani. Putri Megawati.  “Lalu orang berspekulasi bahwa pasti kalau Luhut ketemu Puan di Bali, kendati diakui pertemuan tak sengaja secara kebetulan, bahwa kelihatannya tujuannya cuma satu yaitu membujuk PDIP untuk ide penundaan Pemilu. Saya kira sikap Megawati sudah selesai, tidak ada penundaan Pemilu,” kata Rocky. Mengapa Rocky menganggap istana makin berat, sebab saat ini oposisi makin banyak dukungan. “Sebetulnya yang beroposisi sekarang bukan hanya PKS dan Demokrat, sekarang semua orang beroposisi. Mahasiswa beroposisi, emak-emak oposisi karena minyak goreng, bapak- bapak beroposisi karena antri solar,” katanya Keadaan ini menurut Rocky semakin menunjukkan krisis sudah dialami semua orang dan sudah ada di depan mata. “Jadi, krisis ekonomi sudah ada di depan mata kita dan tidak bisa diselesaikan hanya oleh seorang juru bicara, sebab ini menyangkut kebijakan presiden di kabinetnya yang bobrok. Ini orang melihat apapun yang dilakukan Presiden itu pasti akan memperburuk suasana,” paparnya. Lebih lanjut, Rocky menilai jika muramnya wajah presiden dan menterinya ini menandakan bahwa dua tokoh besar Indonesia tersebut tidak punya masa depan. \"Nah wajah buruk itu yang terlihat dari dua tokoh ini manyun semua tuh, seolah-olah Indonesia gak ada masa depan lagi,\" tutur Rocky. \"Indonesia punya masa depan, yang gak ada masa depan ya dua tokoh ini,  Jokowi dan Pak Luhut, itu terlihat, muramnya Indonesia ini ada di muramnya wajah dua tokoh besar itu,\" katanya. (ida, sws)

Ketika PBB Perangi Islamofobia, Indonesia ke Mana?

Oleh Muren Iskandar - Pemerhati Sosial Politik Islam, Forum Santri Ndeso SETELAH senat Amerika mengesahkan Undang-Undang anti-Islamfobhia dan PBB menetapkan tanggal 15 Maret menjadi hari anti-Islamfobhia di dunia, tentu banyak harapan dari seluruh ummat Islam dunia. Tidak bisa dinafikan, 50 tahun terakhir adalah masa yang berat bagi ummat Islam di dunia. Semenjak meletusnya perang Irak-Iran, invansi Irak ke Kuwait, perang Irak Vs Amerika, perang di Afghanistan menggulingkan Taliban pasca tragedi 911 yang misterius, perang Libya, hingga perang Suriah, wajah dunia Islam begitu memilukan. Apalagi kalau berbicara tentang Palestina. Bagaimana tidak, meski populasi umat Islam di dunia hampir 2 Milyar (1/4 penduduk bumi), namun kehidupan umat Islam sangat kontradiktif dengan kekayaan dan jumlah populasinya. Dituduh teroris padahal korban dari penjajahan yang lebih dahsyat dari teroris. Dituduh radikal dan fundamental, tapi faktanya di mana-mana yang jadi korban pembantaian umat Islam seperti di India, Rohingya, Palestina, Sudan, dan Suriah. Dituduh bodoh dan miskin, padahal sangat jelas dan kontras dengan kemegahan Burj Khalifa, Abu Dhabi, Brunei, dan kehidupan ala Sulthan negara di Timur Tengah. Dituduh intoleran dan kuno, justru simbol Islam seperti jilbab, cadar, jenggot yang dijadikan masalah serius berupa diskriminasi dan intimidasi. Sungguh tak terhitung banyaknya kasus ketidakadilan, pelanggaran HAM, diskriminasi, dan korban kekerasan terhadap umat Islam di dunia. Dan kembali aneh bin ajaib, yang disalahkan seolah selalu agama Islam.  Ketika yang berbuat kejahatan itu umat Islam, maka beritanya akan dibesar-besarkan dan dikaitkan dengan agamanya. Sangat berbeda dengan kejahatan yang dilakukan oleh umat selain Islam, beritanya hambar hilang ditiup angin. Tidak ada nama agamanya dibawa-bawa. Bersyukur kita umat Islam saat ini, atas resolusi PBB akan memerangi Islamfobhia di seluruh dunia. Apapun motif dan modus dibalik semua itu. Tetapi yang jelas kalau kita cermati, ada harapan baru ke depan, resolusi anti Islamfobhia ini menjadi pintu konsolidasi umat Islam dunia. Jangan lengah dan abai. Umat Islam jangan terlena dengan permainan adu domba dan digital distraction para buzzer dan influencer bayaran. Miris memang, saat ini kalau kita lihat kondisi dan suasana kebatinan umat Islam di Indonesia. Mayoritas tapi tertindas, banyak tapi tak berdaya. Fase Ahok Vs 212, dilanjutkan kemenangan Jokowi pada periode ke dua, seakan menjadi momentum balas dendam kelompok minoritas. Sehingga karena minoritas ini memegang kekuasaan maka terbentuklah tirani minoritas. Yang tampak diback-up penuh oleh kekuasaan rezim saat ini. Berbagai macam kebijakan dan aturan membuat sesak dada umat Islam Indonesia. Kalau dulu literasi jadul yang mengatakan bahwa kalau ingin menguasai dan hidup dengan umat Islam, jangan lakukan tiga hal yaitu, jangan ganggu ibadahnya, jangan rusak rumah ibadahnya, dan jangan sakiti tokoh ulamanya. Namun teori ini kayaknya tak laku saat ini di Indonesia. Karena tiga hal di atas itu telah terjadi semua. Ibadah umat Islam direcoki, rumah ibadahnya dibongkar, para ulama dikriminalisasi, bahkan Nabi Muhammad pun dicaci maki, namun umat Islam di Indonesia masih adem-adem saja atau belum sadar ? Wabah Islamfobia di Indonesia intensitasnya boleh sangat akut. Antara kebijakan pemerintah, ucapan kebencian dari para buzzer, hingga prilaku-prilaku para pejabat dan tokoh keagamaan seakan berlomba-lomba memberikan komentar yang menyakiti hati ummat Islam. Hal-hal yang tabu sebelumnya, saat ini justru diobral dan dinistakan sedemikian rupa. Banyak asumsi dan analisa yang berkembang kenapa wabah Islamfobia begitu parah di Indonesia saat ini. Tak pernah sebelumnya suara azan dipermasalahkan, tiba-tiba sekarang jadi masalah. Tak biasanya pesantren dijadikan sasaran operasi politik, sekarang pesantren dikait-kaitkan dengan kejahatan terorisme. Tak biasanya masjid diganggu peribadatannya, sekarang sampai ada monitoring penceramah dan stigmanisasi radikal. Tak biasanya para Ulama dan Ustad dipermasalahkan, saat ini malah dipenjarakan dan banyak juga yang mati secara misterius. Tiba-tiba saat ini, dalam kepemimpinan rezim saat ini, Islam menjadi masalah besar dan akut. Dengan narasi radikalisme dan intoleransi. Saat ini, seakan Islam jadi racun menjijikkan yang harus dihapuskan dari bumi Nusantara. Sampai-sampai ada pendeta yang mau hapus 300 ayat Alquran, dan mengatakan santri calon terorisme di Indonesia, sampai saat ini masih melenggang bebas. Belum lagi teror yang tiada henti dari Densus 88 menangkap dan membunuh ummat Islam tanpa alasan yang jelas. Padahal Densus 88 itu adalah Polisi dan penegak hukum. Tugasnya mempidanakan ancaman. Bukan membunuh orang tanpa pengadilan. Lihat kasus KM50, Dokter Sutarji, Munarman, dan banyak lagi nama-nama “yang diteroriskan”. Kondisi ini tentu sangat kontradiksi dengan apa yang sedang digaungkan oleh Amerika (barat). Anehnya lagi Indonesia itu adalah negara berpenduduk Islam terbanyaj di dunia. Namun, apa sikap dan tanggapan pemerintah hari ini tidak jelas sampai sekarang. Kan jadi aneh bin ajaib. Dalam posisi lain, tentu juga ada pertanyaan kenapa ujug-ujug Amerika baik dengan Islam ? Setelah Irak, Libya, Afghanistan, dan Suriah di hancurkan? Jawabannya bisa beragam tapi juga bisa sederhana. Seperti, telah terjadinya pergeseran kutub hegemoni dunia. Dimana kemunculan China dan Rusia sebagai ancaman baru bagi Amerika dan sekutunya. Bisa jadi, Amerika ingin merangkul dunia Islam untuk memghadang China komunis ini. Apalagi, China juga mempunyai program De-Islamisasi di beberapa wilayah yang sudah di takluk kannya. Seperti di Uyghur yang berubah jadi Xinjiang. Program DeIslamisasi dari daratan China komunis ini, yang menurut para ahli menjadi pasokan hulu utama Islam fobhia di Indonesia. Tentu argumentasi dari analisis ini perlu kita cermati seksama. Kenapa? karena ada semacam relevansi, historikal sejarah, dan kesamaan agenda China komunis dengan pemerintahan Indonesia saat ini. Secara relevansi, partai penguasa di Indonesia saat ini adalah PDIP yang mempunyai kerja sama dan kemitraan strategis bahkan ideologis dengan partai komunis China. Buktinya adalah, PDIP mengirimkan setiap tahun para kadernya belajar politik ke China. Meskipun menurut ahli tata negara Prof Jimly Assiddiqi itu melanggar hukum Indonesia dan bisa pidana.  Selanjutnya secara historikal, tragedi kudeta gagal PKI pada tahun 1965 terhadap Indonesia. Dimana saat itu jelas dan terang benderang kembali China yang menjadi sponsor utama melalui poros Jakarta - Peking di bawah kepemimpinan Soekarno. Sehingga banyak para orang tua kita yang dahulu juga hidup di masa PKI berkuasa, kondisi sosial politik kita hari ini sangat mirip dengan tahun 1960an.  Kembali kepada pokok permasalahan kita di atas. Artinya, akan ada ancaman distorsi kedepannya antara program Anti Islamfobia Amerika di Indonesia dengan proyek De-Islamisasi China komunis di Indonesia. Program Anti-Islamfobhia dari Amerika tujuannya untuk merangkul dunia Islam, sedangkan proyek De-Islamisasi dari China komunis bagaimana menghilangkan pemgaruh hegemoni Islam yang mayoritas di Indonesia.  Cuma bedanya, program Anti-Islamfobia Amerika ini belum bergulir luas bahkan tertutupi dgn banyak isu lain. Sedangkan proyek De-Islamisasi China komunis di Indonesia, semakin full power dan sistematis. Dengan mengangkat isu keberagaman dan kebhinekaan, para proxy China di Indonesia mengangkat isu ini setinggi-tinggi ya sehingga muncul ego kesukuan dan keagamaan. Kemudian ego berbasis SARA ini yang asyik mereka goreng, adu domba, saling hasut, melalui para buzzer dan perlindungan kekuasaan. Sehingga jadilah Indonesia saat ini, terpecah belah saling benci dan saling caci maki sesama anak bangsa. Itulah kehebatan strategi komunis dimanapun di dunia. Jago infiltrasi, jago adu domba, ahli membolak balik kan fakta, dan pakar dalam menanamkan rasa kebencian antar sesama musuhnya. Yang Islam sesama Islam diadu domba. Yang sesama organisasi dipecah belah. Boleh dikatakan, nyaris tidak ada kekuatan civil society ummat Islam dan bangsa Indonesia yang tidak berhasil mereka susupi dan pecah belah. Tinggal pertanyaannya kepada bangsa Indonesia saat ini. Mau pilih yang mana?  Surabaya, 21 Maret 2022.