ALL CATEGORY
Apakah Iya Ganjar Sudah Klar?
Oleh Asyari Usman, Jurnalis Senior FNN GANJAR Pranowo sedang kena batunya. Batu andesit Desa Wadas. Tersandung dan tertimpa. Disaksikan puluhan juta pasang mata. Ganjar terpojok. Dan dipojokkan. Dia terpojok akibat SK Gubernur yang diterbitkannya tentang penambangan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Tidak semua warga desa setuju. Mereka melancarkan perlawanan keras dan konsisten. Ganjar kemudian dituding main tangan besi. Publik Indonesia menilai kader PDIP yang ingin ikut pilpres 2024 ini bertindak represif. Dia dikatakan sedang menampakkan karakter aslinya. Citra merakyat yang selama bertahun-tahun dibangun oleh Pak Gub, kini hangus dalam sekejap. Selain terpojok, Ganjar juga dipojokkan. Oleh DPP PDIP sendiri. Junimart Girsang, kader senior, sengaja mengeluarkan pernyataan bahwa insiden kekerasan Wadas adalah tanggung jawab Ganjar. Junimart melemparkan bom andesit yang membuat dia cedera semakin berat. Secara berasamaan, ada rilis elektabilitas dari SPIN (Survei dan Polling Indonesia). Ganjar terlempar dari tiga besar. Beliau, menurut survei ini, berada di posisi ketiga setelah Prabowo Subianto (20.1%) Anies Baswesan (11.5%) dan Ridwan Kamil (10.3%). Ganjar 9.8%. Di luar isu Wadas, Ganjar juga “ditempeleng” oleh Puan Maharani. Bu Ketua DPR menyindir Ganjar yang disebut tidak bangga dengan Puan sebagai ketua DPR. Plus, sindir Puan lagi, tak mau menyambut kedatangannya ke Jawa Tengah. Singkatnya, posisi Pak Gub sedang sekarat. Tetapi, apakah iya Ganjar sekarang sudah ‘klar’? Ini yang masih harus dilihat ke depan. Hari ini dia memang sudah ‘selesai’. Cuma, pilpres 2024 itu masih jauh. Masih banyak waktu bagi publik untuk melupakan penindasan di Wadas. Dan kita sudah punya banyak catatan tentang lupa karakter buruk seseorang, untuk kemudian orang itu dipilih menjadi pejabat publik. Selain itu, masih banyak pula waktu bagi Ganjat untuk ‘fighting back’ (bangkit lagi). Dan, harap diingat, Ganjar Pranowo adalah figur yang dijagokan oleh Presiden Jokowi. Jokowi adalah orang yang memegang kuasa besar, langsung atau tak langsung, untuk urusan pilpres 2024. Secara terang-terangan Jokowi menjagokan Ganjar. Bukan Prabowo yang berelektabilitas tinggi itu. Apalagi Anies atau Ridwan Kamil. Padahal, Prabowo —sejak membungkukkan diri di depan Jokowi di Stasiun Lebak Bulus— terbilang sebagai salah seorang menteri yang sangat dipercaya Jokowi selain Luhut BP. Maknanya, Jokowi dipastikan akan memperjuangkan Ganjar siang-malam, sekuat tenaga, untuk bisa duduk di Istana. Tidak usah kita uraikan mengapa Jokowi menjagokan Ganjar. Cukuplah kita tengok seberapa besar kekuasaan Jokowi dan siapa-siapa saja yang berkolaborasi dengan beliau untuk menjadikan Ganjar sebagai presiden. Jokowi punya kekuasaan untuk menentukan ratusan Plt kepala daerah yang habis masa jabatannya sebelum pilpres 2024. Para Plt itu kecil kemungkinan akan mengikuti “arahan” dari selain Jokowi. Terutama untuk urusan pilpres. Ujung dari pertikaian hasil pilpres 2019 menunjukkan kekuasaan Jokowi sebagai presiden. Kekuasaan yang merasuk ke semua lembaga negara, termasuk lembaga-lembaga yang berstatuta independen. Kemudian, tengok pula siapa-siapa yang mendukung habis Jokowi untuk menjadikan Ganjar pemilik predikat RI-1. Mereka adalah orang-orang yang punya kekuasaan yang berbasis uang. Sampai hari ini, sukses pilpres -dan juga pileg- masih sangat ditentukan oleh jumlah uang yang tersedia. Nah, Pak Jokowi dengan kekuasaan dan deal-deal yang mungkin sudah disepakati, dipastikan bisa membuat soal dana menjadi bukan masalah bagi Ganjar. Berseliweran kalkulasi bahwa seorang capres perlu sekitar 10 triliun. Kita semua pahamlah bahwa untuk isu dana ini Pak Jokowi malah tak perlu repot-repot mengumpulkan orang. Karena otomatis orang-orang itulah yang berkepentingan mendukung Ganjar mengikuti preferensi Jokowi. Jadi, apakah Ganjar sudah ‘klar’ akibat Wadas? Kelihatannya belum tentu juga. Para figur potensial lainnya memang diuntungkan oleh insiden batu andesit. Tetapi, Ganjar masih berkemungkinan untuk keluar dari “ruang ICU” dan pelan-pelan menapak kepulihan. Bahkan bisa saja “speedy recovery” (pulih cepat). Inilah demokrasi citarasa Indonesia. Kalau di negara-negara yang berperadaban politik tinggi, Ganjar sudah langsung mengundurkan diri. Kecil kemungkinan dia akan muncul lagi setelah kasus sebesar Wadas itu. Di sini, lain lagi. Ganjar tidak akan dibuang oleh Jokowi dan oligarki cukong. Jadi, semuanya masih sangat fleksibel dalam kultur politik Wakanda Land ini.[]
Ganjar Bablas di Wadas
SIAPA yang tak terpesona menyaksikan cara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bertutur? Bahasanya santun, kalimatnya runtut, dan intonasinya pas. Setiap orang pasti suka menyimak, bahkan sampai akhir pembicaraan. Ganjar telah menemukan cara berkomunikasi yang baik dan membius. Maka ketika April 2021 warga desa Wadas pun terkagum-kagum pasca bertemu dengan Ganjar Pranowo. Apalagi Ganjar berjanji dalam seminggu atau dua minggu siap dialog kembali dengan warga Wadas. Ketika itu aparat yang dikerahkan ke Wadas hanya sekitar 500-an personil. Warga punya harapan besar terhadap janji Ganjar. Warga yakin Ganjar bisa menyelesaikan masalah. Namun Ganjar baru bisa datang kembali ke Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, setelah 10 bulan kemudian. Itu pun setelah Wadas porak poranda digeruduk ribuan polisi dan viral mengguncang dunia. Inilah tragedi paling memilukan sepanjang peradaban Indonesia, sebuah desa kecil yang tak dikenal, bahkan oleh orang Purworejo sendiri, dijadikan obyek perebutan ambisi. Orang desa yang sudah nyaman dengan budaya dan pola hidupnya yang bersahaja harus menyingkir oleh beberapa lembar kertas Surat Keputusan Gubernur Nomor 509/41 Tahun 2018 pada tanggal 7 Juni 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo. Ganjar bukan menyelesaikan masalah tetapi justru bagian dari masalah. Atas nama pembangunan masyarakat pedesaan yang hidup dengan damai, aman, dan tenteram harus minggir untuk masa depan yang tak jelas. Mereka pasrah diinjak sepatu dan disergap senapan kekuasaan. Wadas bakal meranggas. Sejak tragedi Wadas, warga punya penilian sendiri tentang Ganjar. Tak pernah disangka di balik bahasa yang santun, runtut dan halus, ternyata tersimpan pesan menipu. Orang takjub pada artikulasi bahasa Ganjar yang enak didengar dan gerakan bibir yang indah, namun mereka lupa menyimak makna yang tersirat di dalamnya. Ada kekejaman dibalik kehalusan. Hari ini, masyarakat mafhum siapa Ganjar. Kalimatnya bersayap dan penuh pesan tersembunyi. Lihat saja, dalam menghadapi kemarahan warga desa Wadas yang kampungnya dikepung ribuan polisi, Ganjar selalu menyebut pentingnya Bendungan Bener bagi kelangsungan pertanian. Menolak proyek pembangunan yang merupakan Proyek Strategis Nasional sama saja menolak program pemerintah. Narasi Ganjar selalu membenturkan warga Wadas dengan Proyek Pembangunan Bendungan Bener. Ia ingin menciptakan kesan bahwa warga Wadas menolak Bendungan Bener. Dalam konferensi pers yang digelar di Polres Purworejo, pasca penyerbuan polisi, Ganjar lagi-lagi menyebut bahwa Bendungan Bener adalah Program Strategis Nasional. Penggiringan opini didukung oleh sebuah media dengan menuliskan judul “Ganjar Hormati Warga Yang Tolak Pembangunan Bendungan Wadas”. Padahal yang ditolak warga Wadas adalah penambangan batu andesit di desanya. Warga Wadas sebagaimana pernyataan Kepala Desa Fahri Setyanto setuju dengan adanya Bendungan Bener. Warga Wadas tahu aktivitas penambangan tidak ada hubungannya dengan Bendungan Bener, sebagaimana yang diungkap oleh anggota DPRRI Desmon J. Mahesa yang menyatakan bahwa diduga telah terjadi penyelundupan hukum yang memberi kesan bahwa proyek penambangan termasuk dalam Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener. Akan tetapi oleh Ganjar selalu dikait-kaitkan. Ganjar terus saja memframing bahwa penolakan penambangan andesit sama saja penolakan bendungan. Narasi Ganjar selalu mengarah pada kesan warga Wadas menolak Bendungan Bener. Tidak. Warga Wadas setuju pembangunan Bendungan Bener. Warga Wadas menolak desanya dikeruk untuk bendungan yang jaraknya 10 km itu. Sumpah serapah terhadap Ganjar di berbagai tempat dan desa Wadas tak terhitung jumlahnya. “Ganjar Ojo Lamis Stop Tambang, Kami Tetap Menolak Perpanjangan SK IPL, Tolak Pertambangan di Bumi Wadas, Cabut IPL Quary Wadas, Kami Bukan Anarko, Petani Adalah Penolong Negeri, Wadas Melawan, Orang Yang Tidak Pernah Mencangkul Tanah Justru Paling Rakus Menjarah Tanah dan Merampas Hak Orang Lain”. Warga meluapkan kekesalan dan kekecewaan terhadap Ganjar karena menertibkan SK Gubernur perihal penambangan di desa Wadas. Warga heran mengapa hak warga desa untuk hidup nyaman tanpa aktivitas tambang diabaikan. Warga menolak karena mereka sudah lama hidup nyaman, kebutuhan hidup sudah terpenuhi dengan memanfaatkan alam secara turun temurun. Mereka khawatir 7 mata air yang menghidupi 1.400-an warga Wadas bakal lenyap jika desanya ditambang. Mereka juga bakal kehilangan sumber kehidupan dari hewan dan tumbuhan serta alam. Kerusakan lingkungan sudah pasti bakal terjadi. Ini yang ditolak warga. Ganjar memang pintar bersilat lidah. Bibirnya yang tipis, mampu membius perhatian orang. Lugas dan apa adanya. Ia pun tak sungkan mengaku di ruang publik bahwa ia menggemari film porno. Ia juga tak malu pakai kaos dengan sablonan \"Uaasu Kabeh\" (Anjing Semua). Dulu saat nyagub Ganjar gemar blusukan. Di Karanganyar Ganjar mengaku sebagai orang Karanganyar, di Purworejo Ganjar mengaku sebagai orang Purworejo, di Banyumas demikian juga, ia mengaku sebagai orang ngapak. Ganjar pintar mengambil hati orang, tapi Ganjar lupa banyak orang yang menyimak ucapan dan tindakannya. Tak sejalan. Sebelum ini Ganjar juga pandai bersandiwara. Di persidangan kasus korupsi EKTP, Ganjar tampil dengan \"tegas dan ksatria\". Dengan penuh percaya diri dan mayakinkan di ruang sidang, Ganjar bersaksi bahwa ia menolak sogokan duit USD 250 ribu. Pemuja Ganjar sontak guling-guling dan mewek penuh haru, ada seorang pejabat yang begitu teguh imannya, tak tergoda sedikit pun ajakan berkolusi, bahkan dengan imbalan USD 250 ribu. Inilah sosok pemimpin masa depan, jujur, tegas, dan antikorupsi. Naman sial, di persidangan berikutnya, pengadilan menghadirkan saksi lain bernama Andi Narogong yang menyatakan Ganjar menerima duit EKTP. Bahkan Setya Novanto sendiri yang kini masih mendekam di LP Sukamiskin bersaksi bahwa Ganjar menerima USD 500 ribu. Dalam kesaksiannya, Andi menyatakan bahwa Ganjar menolak pemberian uang sebesar USD 250 ribu. Penolakannya bukan karena takut korupsi tetapi karena kurang banyak. Ganjar ingin nominalnya sama dengan ketua DPR RI Serta Novanto yang menerima USD 500 ribu. Setelah jumlahnya disamakan dengan sang Ketua, Ganjar pun ho oh saja. Ganjar pandai bermain peran. Ganjar pintar mengolah kata-kata. Tapi Ganjar tak bisa coba-coba membenturkan rakyat Wadas dengan Proyek Strategis Nasional. Ganjar tak bakal bisa berdusta lagi. Ganjar Insya Allah bablas di Wadas. (*)
Rakyat Menolak UU IKN (1): Inkonstitusional & Pro Oligarki!
Oleh Marwan Batubara, (PNKN) Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) telah menyatakan penolakan atas rencana pemindahan Ibuk Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam (“Nusantara”), Kalimantan Timur (Kaltim) melalui pengajuan Permohonan Uji Formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2 Februari 2022. RUU IKN telah ditetapkan menjadi UU pada Sidang Paripurna DPR, 18 Januari 2022. Melalui permohonan Uji Formil (Judicial Review, JR) PNKN menuntut agar UU IKN dinyatakan inskonstitusional oleh MK. Dengan demikian pemindahan IKN pun otomatis harus dibatalkan. PNKN merupakan gerakan advokasi masyarakat sipil yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat madani Indonesia yang mendambakan dan memperjuangkan tegaknya hukum, keadilan dan kedaulatan di bumi NKRI. Saat ini jumlah anggota pemohon awal PNKN mencapai lebih dari 120 orang, berasal dari berbagai kalangan dan daerah. Seperti tertulis dalam Siaran Pers PNKN pada 2 Februari 2022, tokoh-tokoh yang tergabung dalam PNKN antara lain adalah Dr. Abdullah Hehamahua, Dr. Marwan Batubara, Dr. H. Muhyiddin Junaidi, Jendera TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen TNI. Mar (Purn) Suharto, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, Mayjen TNI (Purn) Soenarko, Habib Muhsin Al Attas, Taufik Bahaudin, Dr. Syamsul Balda, Agus Muhammad Maksum MSi, Drs. H. M. Mursalim, KH Agus Solachul Aam Wahib Wahab, Irwansyah, Agung Mozin, Afandi Ismail, Gigih Guntoro, Rizal Fadillah, Narliswandi Piliang, Neno Warisman, Prof. Dr. Daniel M. Rosyid, DR Memet Hakim, Dindin S. Maolani, Abdul Rachman, M. Ikhwan Jalil, KH Ali Karar, M. Syukri Fudholi, Afandi Ismail, Mudrick M. Sangidu, Habil Marati, Kol. Purn Sugeng Waras, dll. PNKN memberi kuasa penuh kepada Tim Lawyer yang dipimpin Victor Tandiasa SH, MH, dengan didukung Wirawan Adnan SH, MH, Bisman Bachtiar SH, MH, Djudju Purwantoro, SH, Harseto Setyadi Rajah, SH, Eliadi Hulu SH, dan Luqmanul Hakim SH, MH. Sejalan permohonan Uji Formil, PNKN juga sedang menyiapkan permohonan Uji Material UU IKN. Namun permohonan Uji Material akan diajukan PNKN setelah melihat perkembangan proses uji formil. Seperti diketahui, proses hukum uji formil akan berlangsung lebih dahulu dibanding proses uji material. Uji formil merupakan proses JR atas konsistensi proses pembentukan UU terhadap UUD 1945. Sedangkan uji material adalah proses JR untuk menguji konsistensi materi muatan (ketentuan penting/strategis) terhadap UUD 1945. Ke depan, ratusan atau ribuan anggota masyarakat, berasal dari berbagai kalangan dan daerah diharapkan akan membentuk kelompok-kelompok berstatus sebagai *Pihak Terkait* terhadap pemohonan Uji Formil/Materiil UU IKN yang diajukan PNKN. Permohonan oleh kelompok-kelompok *Pihak Terkait* ini akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Legal Standing Permohon Uji Formil Hak para pemohon uji formil oleh PNKN diatur, dijamin dan dilindungi UUD 1945. Hak-hak tersebut antara lain tercantum dalam: a) *Pasal 27 ayat (1):* Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; b) *Pasal 28C Ayat (2):* Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya; dan c) *Pasal 28D ayat (1)*: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Terhadap pengujian formil UU IKN, tolok ukur atau batu uji yang digunakan PNKN terutama terhadap UUD1945 adalah: a) *Pasal 1 ayat (2):* Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945; b) *Pasal 22A:* Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang”; c) *Pasal 27 ayat (1):* Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; d) *Pasal 28C ayat (2)*: Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Selain itu, mengacu pada Putusan MK No.27/PUU-VII/2009, UU 12/2011 dapat pula dipergunakan dan dipertimbangkan sebagai tolok ukur atau batu uji dalam pengujian formil. Dalam hal ini batu uji yang dijadikan dasar uji formil UU IKN adalah *Pasal 5 huruf-huruf a, e, f dan g, UU No.12/2011* yang menyatakan: Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: a. Kejelasan tujuan; b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; g. Keterbukaan. Motif Oligarkis Pemindahan IKN PNKN meyakini banyak fakta menunjukkan proses pembentukan UU IKN melanggar konstitusi dan kaidah-kaidah hukum berlaku, sehingga wajar jika dibatalkan. Bagi PNKN, menguji formil UU IKN terhadap UUD 1945 merupakan bentuk kontrol terhadap kesewenang-wenangan oleh Pembentuk Undang-Undang (Pemerintah dan DPR) yang memiliki beragam kepentingan tertentu dan pro-oligarki yang mengenyampingkan dan melanggar prosedur pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam UU No.12/2011. Merujuk pengalaman beberapa negara, ada sejumlah alasan umum yang menjadi motif atau alasan pemindahan ibu kota suatu negara. Alasan-alasan dimaksud antara lain adalah karena kondisi demografi/kepadatan penduduk, kepentingan ekonomi, bisnis, representasi wilayah, ancaman keamanan, kondisi geografis, kompromi politik, efektivitas penyelenggaraan negara melalui pemisahan sentra pemerintahan dan sentra ekonomi, dll. Kita mencatat berbagai alasan yang dikemukakan pemerintah mengapa IKN harus pindah ke “Nusantara”, seperti tertuang dalam Buku Saku Pemindahan IKN yang diterbitkan Bappenas (Juli/2021). Dari buku saku tersebut tetangkap kesan, alasan utama yang “dipakai” guna menjustifikasi pemindahan IKN adalah terkait aspek-aspek geografi, demografi dan ekonomi. Hal-hal ini dikampanyekan antara lain dengan menampilkan data-data konsentrasi penduduk di Jawa (57%), sumber PDB dari Jawa (59%), daya dukung Jawa, serta perlunya distribusi ekonomi dan pemerataan pertumbuhan. Meskipun manfaat pemindahan IKN ada, namun alasan-alasan di atas sangat sumir, tidak relevan dan bukan merupakan solusi yang tepat saat negara sedang menghadapi pandemi Covid-19 dan kondisi keuangan negara yang sangat terbebani dengan utang besar (sekitar Rp 7000 triliun). Belum lagi jika bicara tentang aspek historis dan konsensus nasional masa lalu, serta kondisi rakyat masa kini. Jumlah rakyat miskin lebih dari 100 juta orang dan indeks Gini mendekati 40%. Manfaat ekonomi, pemerataan dan pengentasan kemiskinan yang diperoleh dari pemindahan IKN sangat minim jika dibandingkan dengan pengorbanan dan dana sangat besar yang dikeuarkan. Dibanding memindahkan IKN, tersedia cara lebih efektif, efisien dan adil untuk mencapai pemerataan dan pengentasan kemiskinan, jika pemerintah dan DPR berniat untuk itu. PNKN sangat yakin motif utama pemindahan IKN adalah perburuan rente dan kepentingan oligarki mempertahankan dominasi kekuasaan melalui penguasaan aspek-aspek ekonomi, keuangan, sosial politik, dll. Diyakini, terdapat pula motif lain, berupa kepentingan China mendominasi dunia melalui inisiatif _one belt one road_ (OBOR) guna mendapat manfaat dan pengaruh secara ekonomi, keuangan, lapangan kerja, sosial-politik, hankam dan geopolitik, sehingga lambat laun bisa menguasai Indonesia. Selain itu terdapat pula sejumlah kelompok tertentu, termasuk PKI, yang memaksakan kehendak agar sejarah panjang perjuangan bangsa di Jakarta, terutama ummat Islam, terputus dari rantai sejarah kolektif perjuangan bangsa Indonesia. Saat menyampaikan permohonan uji formil pada 2 Februari 2022, PNKN mengajukan lima alasan mengapa UU IKN harus dibatalkan. Alasan-alasan tersebut adalah: 1) dibentuk tidak berdasar perencanaan berkesinambungan, 2) tidak memuat materi muatan penting dan strategis seperti seharusnya, 3) parsipasi publik sangat minim, 4) tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat, dan 5) tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan. Berbagai argumentasi PNKN tersebut akan diuraikan dalam tulisan-tulisan berikutnya. []
Vonis Azis Syamsuddin Ditunda karena Hakim Terpapar COVID-19
Jakarta, FNN Vonis Azis Syamsuddin ditunda karena hakim terpapar COVID-19 - Pembacaan vonis terhadap mantan Wakil Ketua DPR RI Muhammad Azis Syamsuddin ditunda karena ketua majelis hakim terpapar COVID-19.\"Rencana kami hari ini (putusan). Akan tetapi, ketua majelisnya pulang ke Makassar, di sana terpapar. Jadi sakit, ini baru saya konfirmasi juga hakim ad hoc Pak Zaini Bashir juga sakit sudah 2 hari, sepertinya terpapar COVID-19,\" kata anggota majelis hakim Fazhal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.Ketua majelis hakim dalam perkara Azis adalah Muhammad Damis yang juga Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.\"Oleh karena itu, saya diinformasikan dan supaya menyampaikan kepada jaksa penuntut umum (JPU) dan penasihat hukum (PH) beliau bahwa ketua majelis hakim sekaligus Ketua PN Muhammad Damis supaya persidangan ini ditunda pada hari Kamis, 17 (Februari), ya, mudah-mudahan bisa berjalan. Bisa sehat semualah, mudah-mudahan,\" kata hakim Fazhal.Menurut Fazhal, ketua majelis juga sudah menjalani isolasi mandiri.\"Kalau ketua majelis sudah sehat, Pak Damis masa isolasi sudah selesai, tinggal terbang ke sini. Jadi, terdakwa para JPU dan PH jaga kesehatan Pak, mudah-mudahan tidak ada yang sakit,\" ujar hakim Fazhal.Terhadap penundaan tersebut, Azis Syamsuddin pun tidak banyak perpendapat.\"Selamat hari kasih sayang. Selamat hari kasih sayang saja,\" kata Azis singkat seusai sidang.Pembacaan vonis dijadwalkan pada hari Kamis, 17 Februari 2022.Dalam perkara ini, Azis Syamsuddin dituntut 4 tahun 2 bulan penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti memberi suap senilai Rp3,099 miliar dan 36 ribu dolar AS sehingga totalnya sekitar Rp3,619 miliar kepada eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain.Awalnya, KPK melakukan penyelidikan dugaan adanya tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengurusan dana alokasi khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017 sejak 8 Oktober 2019. Diduga ada keterlibatan Azis dan Aliza Gunado sebagai pihak penerima suap.Azis berusaha agar dirinya dan Aliza Gunado tidak dijadikan tersangka oleh KPK dengan berupaya meminta bantuan kepada penyidik KPK dan dikenalkan dengan Stepanus Robin yang menjadi penyidik KPK sejak 15 Agustus 2019 dari unsur Polri.Stepanus Robin dan Maskur Husain menyampaikan kesediaannya untuk membantu dengan imbalan uang sejumlah Rp4 miliar dengan perhitungan masing-masing sejumlah Rp2 miliar dari Azis dan Aliza Gunado dengan uang muka sejumlah Rp300 juta dan Azis menyetujuinya.Uang muka diberikan Azis kepada Stepanus Robin dan Maskur Husain dengan pembagian Stepanus Robin menerima sejumlah Rp100 juta dan Maskur Husain menerima Rp200 juta. Uang ditransfer dari rekening BCA milik Azis secara bertahap sebanyak empat kali masing-masing sejumlah Rp50 juta, yaitu pada tanggal 2, 3, 4, dan 5 Agustus 2020.Pada tanggal 5 Agustus 2020, Azis kembali memberi uang secara tunai sejumlah 100.000 dolar AS kepada Stepanus Robin di rumah dinas Azis, Jalan Denpasar Raya Jakarta Selatan.Selain pemberian tersebut pada bulan Agustus 2020 sampai Maret 2021, Azis juga beberapa kali memberikan uang kepada Stepanus Robin dan Maskur Husain yang jumlah keseluruhannya adalah 171.900 dolar Singapura.Total suap yang diberikan oleh Azis Syamsuddin kepada Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain adalah Rp3.099.887.000,00 dan 36.000 dolar AS. (sws)
Wali Kota Pontianak Canangkan Lima Kelurahan Bersih Narkoba
Pontianak, FNN - Wali Kota Pontianak di Kalimantan Barat, Edi Rusdi Kamtono mencanangkan lima kelurahan di Kecamatan Pontianak Selatan sebagai kecamatan dan kelurahan Bersih dari Narkoba (Bersinar).\"Pemkot Pontianak mendukung dicanangkannya seluruh kelurahan dalam Gerakan Pontianak Bersinar ini sebagaimana yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dan Prekursor Narkotika tahun 2020-2024,\" kata Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Minggu.Hal ini dinilainya sebagai bentuk komitmen bersama dalam memberantas narkoba sekaligus mengantisipasi agar warga tidak terjerumus dalam peredaran dan penyalahgunaan narkoba.\"Setidaknya kita bersama-sama untuk menghindari dari penyalahgunaan narkoba,\" ujarya.Edi menambahkan, ada satu kelurahan di wilayah Kecamatan Pontianak Selatan, yakni Kelurahan Benua Melayu Darat, yang masuk dalam zona merah penyalahgunaan narkoba. Ia menekankan kepada camat dan lurah setempat untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dalam mengantisipasi apabila ada warga yang terkonfirmasi menggunakan narkoba.\"Kita minta kepada lurah dan camat untuk ikut mengawasi wilayahnya dalam rangka mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan atau peredaran narkoba,\" ujarnya.Menurut Edi, dalam memberantas narkoba, dibutuhkan keterlibatan semua pihak sehingga penyalahgunaan dan peredaran narkoba bisa dideteksi sedini mungkin dalam upaya pencegahan.\"Kita terus berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polresta Pontianak bagaimana melakukan pemeriksaan rutin pada ASN dan siswa yang ada di kota Pontianak untuk mendeteksi penyalahgunaan narkoba,\" katanya.Sementara itu, Kepala BNN Kota Pontianak, AKBP Ngatiya menjelaskan dalam mengantisipasi daerah rawan narkoba, pihaknya bersama Kesbangpol dan Polresta Pontianak akan menetapkan daerah rawan narkoba. Mulai dari bahaya, waspada, siaga, dan aman.Berdasarkan hasil kajian, pihaknya menyimpulkan dari 29 kelurahan se-Kota Pontianak, ternyata delapan kelurahan yang masuk kategori bahaya, satu diantaranya ada di Kecamatan Pontianak Selatan yaitu Kelurahan Benua Melayu Darat.\"Saya mengimbau mari kita sama-sama melaksanakan komitmen ini sebagai penggiat memberantas narkoba di tingkat kecamatan dan kelurahan,\" ujarnya.Ia menambahkan, kondisi di Kota Pontianak saat ini ternyata perubahan atau siklus daerah rawan narkoba sudah mulai bergeser jika disesuaikan dengan jumlah kasusnya, yakni bergeser dari Kecamatan Pontianak Timur ke Pontianak Selatan. Namun jika ditinjau dari jumlah penyalahguna dan korbannya masih didominasi Kecamatan Pontianak Timur. Kemudian terkait usia, di Kota Pontianak para penyalahguna narkoba ada peningkatan sekitar 12 persen.\"Saya akui masih banyak kurir narkoba yang tidak bisa kita tangani karena pergerakan mereka yang berpindah-pindah untuk lari dari kejaran aparat penegak hukum sehingga ini menjadi tantangan,\" ungkapnya.Dia memaparkan, jika dilihat prevalensi penyalahgunaan narkoba di seluruh Indonesia berdasarkan survei tahun 2021, ternyata ada kenaikan yang cukup signifikan yaitu 1,95 persen atau hampir 4 juta orang menyalahgunakan narkoba. Kemudian peredaran narkoba tidak hanya didominasi usia tua tapi juga remaja dan anak-anak. Peredarannya pun tidak hanya di daerah perkotaan saja tetapi juga sudah merambah ke pedesaan.\"Karena itu pemerintah dalam hal ini Kemendagri bekerjasama dengan BNN dan Kementerian Desa menindaklanjuti Inpres Nomor 2 tahun 2022 maka dicanangkanlah Kelurahan Bersinar,\" katanya. (sws)
DPR: Pembelian Rafale harus Diikuti Penguatan Industri Dalam Negeri
Jakarta, FNN - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyebutkan, rencana pembelian 42 pesawat tempur Dassault Rafale dari Perancis harus diikuti penguatan industri pertahanan (Inhan) dalam negeri. \"Pembelian 42 pesawat tempur dan alutsista lainnya itu merupakan bagian dari rencana penguatan alutsista kita dalam rangka pemenuhan target Minimum Essential Forces (MEF). Kita berharap pembelian ini diikuti dengan penguatan industri pertahanan dalam negeri,\" kata Sukamta dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin. Pemerintah RI dan Prancis sebelumnya telah menandatangani Persetujuan Kerja sama Pertahanan/Defence Cooperation Agreement (DCA) di Paris, pada 28 Juni 2021 untuk memperkuat dan memperluas cakupan kerja sama pertahanan. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah memesan 42 pesawat tempur dari Perancis. Pemerintah juga membeli dua kapal selam jenis Scorpene dari Perancis. Pembelian ini merupakan bagian kerja sama penelitian dan pengembangan PT PAL, perusahaan yang bergerak di industri galangan kapal dengan Naval Group. Termasuk juga kesepakatan kerja sama pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul pesawat tempur buatan Perancis di Indonesia melalui Dessault dan PT Dirgantara Indonesia. Pemerintah juga menandatangani nota kesepahaman di bidang telekomunikasi serta pembuatan amunisi kaliber besar. Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan sesuai dengan amanat UU RI No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, setiap pembelian alutsista dari luar negeri harus diikuti dengan transfer teknologi. \"Mengingat pembelian ini jumlahnya banyak, kami berharap transfer teknologi ini direncanakan dengan baik, rinci, dan matang, tidak asal-asalan. Apalagi biaya yang mencapai Rp 68 triliun bukanlah jumlah sedikit, terlebih kita semua sedang menghadapi pandemi yang juga membutuhkan biaya besar untuk pemulihannya,\" kata Sukamta. Bahkan, lanjut dia, seharusnya ada sebagian pesawat tempur nantinya yang bisa di produksi di Indonesia. \"Kita sudah memiliki PT Dirgantara Indonesia yang sudah dilibatkan dalam kerja sama dalam pembuatan IFX/ KFX. Ini menjadi modal awal yang bagus,\" katanya. Jika ada sebagian dari batch pesanan itu yang dibuat di PT DI, tentu akan menjadi lompatan luar biasa dalam akuisisi teknologi pesawat tempur. \"Semoga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memasukkan strategi tersebut dalam kerjasama jual-beli pesawat dan lainnya tersebut. Banyak negara lain yang bisa memberikan skema itu, sehingga dipilihnya pembelian pesawat dari Perancis ini menjadi langkah penting dan strategis bagi kepentingan pertahanan negara secara lebih luas,\" kata doktor jebolan Inggris ini. Diberitakan juga Amerika Serikat telah menyetujui penjualan 36 unit pesawat tempur F-15 kepada Indonesia senilai USD 14 Miliar atau sekitar Rp 200 triliun, dimana masih dalam tahap negosiasi. \"Karena itu, penting sekali lagi kami tekankan pemerintah harus serius dalam keberpihakannya memajukan industri pertahanan dalam negeri. Anggaran sebesar itu bisa untuk menstimulus industri pertahanan kita, jangan beli-beli terus orientasinya, itu sama saja menumbuhkan ekonomi bangsa lain. Belanja alutsista dengan anggaran cukup besar begini harus matang juga jangan sampai muncul security dilema yang memicu arm race (perlombaan senjata) negara lain, karena dapat dipastikan pengadaan alutsista dalam jumlah besar akan menimbulkan detterent effect bagi negara-negara lain,\" paparnya. (sws)
Mahfud Mempermainkan Agama
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan HAMPIR menyerupai Dudung Abdurrahman dalam kaitan do\'a berbahasa Indonesia, Mahfud MD sepakat lebih baik berdo\'a dengan bahasa Indonesia. Ia pun mencontohkan dirinya yang berdo\'a dengan bahasa yang dimengertinya itu. Dapat dipahami jika kaitannya dengan ketidakmampuan berdoa berbahasa Arab, akan tetapi keliru jika persoalannya adalah prioritas. Yang menarik dan mengagetkan adalah ketika Mahfud MD mencontohkan do\'a atau seruan kepada Allah yang konon dilakukan dengan salah atau tidak mengerti. Menurutnya ada yang berdzikir \"Ya kayuku, ya kayumu\" untuk \"Ya hayyu, ya qoyyum\". Benarkah ada yang berdzikir seperti itu, atau hanya diada-adakan Mahfud sendiri ? Ia pun menambahkan \"wolo wolo kuwato\" sesuatu yang tidak relevan dengan do\'a bahasa Arab yang menurutnya tidak dimengerti artinya. Menyatakan \"ya kayuku ya kayumu\" dan \"wolo-wolo kuwato\" adalah mempermainkan agama. Ini tidak pantas tercuitkan oleh seorang Menko yang konon memahami agama. Apalagi ber-statemen beragama dengan enak dan jangan seenaknya. Tanpa disadari sebenarnya Mahfud sedang mempraktekkan beragama seenaknya. Bila dianggap beralasan tentang cuitannya itu, maka sebaiknya disampaikan siapa, dimana, komunitas apa yang berdzikirnya seperti itu. Jangan sampai urusan dialek menjadi substansial. Menyimpangkan fakta untuk mendukung argumen bahwa berdoa dengan bahasa Indonesia itu yang lebih baik. Kita belum lupa pada kalimat pembuka Presiden Jokowi di suatu acara yang salah atau keliru dalam melafadzkan \"laa haula walaa quwwata illa billah\". Allah SWT mengingatkan bagi hamba-Nya untuk tidak menjadikan agama sebagai ajang main-main. Termasuk kalimat dzikrullah atau dalam menyebut asma-Nya. \"(Yaitu) orang-orang yang menjadikan agama sebagai olok-olokan dan senda gurau. Mereka tertipu oleh kehidupan dunia. Maka pada hari (kiamat), Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan hari ini. Mereka mengingkari ayat-ayat Kami\" (QS Al A\'raf 51). Baiknya diperhatikan ayat Al Qur\'an soal pentingnya berhati-hati dalam beragama. Apalagi Pak Mahfudz di cuitannya suka tahajud. Nah habis tahajud baiknya baca Qur\'an, berdoalah dengan do\'a yang ada dalam Al Qur\'an. Hanya maaf, bahasanya Arab. Tetapi itu jauh lebih baik ketimbang pak Mahfud setelah tahajud lalu dengar musik Los Morenos atau nonton wayang kulit Ki Enthus Susmono. Mumpung sedang zamannya minta maaf, Mahfud hendaknya meminta maaf kepada umat Islam atas cuitannya. Sedangkan urusan dengan Allah, biarlah diselesaikan dengan tobatnya. Pakai bahasa Indonesia saja, pak. Siapa tahu diterima. Tapi kalau mau konsisten, maka Pasal 156 a KUHP dan UU ITE bisa juga dikenakan. Pak Dudung saja menyebut Tuhan bukan orang Arab sudah ramai. Nah, yang ini lebih parah. Lebih parah. (*)
Refleksi Syahganda Nainggolan, Memaknai Ulang Kata Provokasi
Terminologi provokasi terus mengalami reduksi. Diikuti diksi ujaran kebenciaan dan sikap permusuhan. Provokasi berdampingan dengan isu intoleransi, radikalis dan fundamentalis sebagai politik subversif rezim. Menuduh semua itu sebagai gerakan makar sembari mempertahankan kekuasaan dengan pelbagai cara. Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Betdikari BELUM lama penulis merasakan kebahagiaan saat menerima paket dari kurir jasa pengantar barang. Alangkah senang dan bangganya ketika di rumah, mendapati sebuah buku bertajuk \"Menggugat Indonesia Menggugat\" langsung dari penulisnya, seorang tokoh pergerakan DR. Syahganda Nainggolan. Syahganda Nainggolan melalui bukunya, bukan saja mengingatkan bangsa ini agar jangan sekali-sekali melupakan sejarah (jas merah). Lebih dari itu, salah satu senior aktifis pergerakan nasional itu juga membuka kembali ruang diskursus bagi kesadaran publik terhadap makna perlawanan dan perubahan sosial. Buku \"Menggugat Indonesia Menggugat\", seakan menghadirkan psikopolitik bangsa Indonesia seperti pada masa kolonialisme. Dimana suasana itu tak ada tempat bagi kemerdekaan dan kedaulatan negara bangsa, tidak ada peri kemanusiaan, serta tidak ada kemakmuran, keadilan politik, ekonomi, dan hukum bagi rakyat. Suasananya negeri yang kaya itu hanya diliputi kesengsaraan hidup dan penidasan hampir di semua sendi kehidupan rakyat. Dimana Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI saat itu belum tercetus formal, keadaan rakyat masih diliputi penjajajahan imperialisme dan kolonialisme lama. Perampokan sumber daya alam, eksploitasi manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa itulah, yang kemudian melahirkan salah satu peristiwa monumental, apa yang sekarang dikenang sebagai Indonesia Menggugat oleh Soekarno, sebuah pledoi di hadapan majelis hakim lendraad dalam pengadilan kolonial Belanda tahun 1930 di Bandung. Kejadian bersejarah yang mengguncang kesadaran politik dan membangkitkan keinginan kemerdekaan bagi rakyat Indonesia. Bukan hanya menghentak di dalam negeri, lebih dari itu mampu menggugah perhatian internasional termasuk di negeri Belanda sendiri. Catatan sejarah penting yang heroik itu, seolah-olah terulang kembali setelah 90 tahun berlalu dalam suasana negara Indonesia yang merdeka. Provokasi yang berisi agitasi dan propaganda yang dilakukan Soekarno, yang membuatnya diadili pengadilan kolonial karena dianggap melakukan ujaran kebencian dan sikap permusuhan terhadap penjajahan Belanda. Menjadi \"flashback\" sejarah melalui buku \"Menggugat Indonesia Menggugat\" karya Syahganda Nainggolan. Betapa tidak, Buku ini dituliskan Syahganda Nainggolan saat di dalam penjara. Buku Syahganda yang sedianya menjadi bahan pledoi dalam persidangan hukum karena dianggap melakukan kritik terhadap kebijakan rezim Jokowi, sesuatu hal yang sama yang yang dilakukan Soekarno pada pemerintahan kolonial. Syahganda Nainggolan bersama Jumhur Hidayat, Anton Permana dll., secara substansi harus menghadapi hukum kekuasaan yang tirani dan represi terhadap kesadaran kritis dan gerakan moral, yang sejatinya rezim yang dihadapi memiliki watak yang sama dengan rezim kolonial. Pemerintahan berkuasa yang serta merta menjastifikasi dan mudahnya memberi stempel provokasi pada setiap kesadaran kritis dan upaya merefleksikan sekaligus mengevaluasi distorsi penyelenggaraan negara. Ujaran kebencian dan sikap permusuhan terhadap pemerintah selalu menjadi senjata andalan rezim kekuasaan menindak aktifis pergerakan sebelum bengis mengesksekusinya. Provokasi Musuh Oligarki Berbungkus ujaran kebencian yang dituduhkan kepada Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana dlsb., terutama pada persoalan omnibus law. Sejatinya apa yang dilakukan Syahganda cs. merupakan propaganda melawan praktek-praktek ketidakadilan dan kesewenang-wenangan kekuasaan. Sama halnya dengan yang telah dilakukan oleh para pahlawan dan pendiri bangsa dalam pergerakan pejuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka semua adalah orang-orang yang dianggap provokator, menyebarkan sikap permusuhan dan kebencian terhadap pemerintah kolonial yang berkuasa saat itu. Begitupun Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat Anton Permana dan semua yang mewakili gerakan penguatan demokrasi dan semua kebaikan bagi negara bangsa. Termasuk dari kalangan representasi dan kekuatan Islam seperti Imam Besar Habib Rizieq Syihab, Habib Bahar Smith dan para ulama kritis lainnya. Mereka semua yang pada prinsipnya mewakili aspirasi rakyat dan membawa kepentingan umat Islam, harus menghadapi kejahatan oligarki. Sebuah sistem dan pesonifikasi yang menguasai negara dan melakukan hal yang sama dengan penjajahan. Oligarki yang tampil dalam wajah birokrasi, politisi dan borjuasi korporasi mewujud kolonialisme dan imperialisme modern saat ini. Bagi rezim kekuasaan, kesadaran kebangsaan dan sikap kritis dari Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat serta semua kalangan yang memiliki ruh dan jiwa nasionalisme. Pastilah ditempatkan dan diperlakukan sebagai orang-orang yang melakukan ujaran kebencian dan sikap permusuhan pada rezim kekuasaan. Namun oleh kehendak sejarah, rakyat dan kebutuhan negara bangsa dalam mencapai cita-cita proklamasi kenerdekaan Indonesia. Mereka merupakan provokator yang mencerahkan, membangun kesadaran terhadap kedzoliman dan penindasan dari kaum penjajah. Provokasi berisi agitasi dan propaganda itulah yang mampu merasuki kesadaran nasionalisme yang sekarang kalah dan tunduk oleh oligarki. Seperti itulah tokon dan pendiri bangsa seperti Soekarno, M Hatta, Tan Malaka, Syahrir, M Yamin, Soetomo dll. dituduh provokator oleh pemerintahan kolonial Belanda. Inilah provokasi terbaik yang pernah ada dan terlahir kembali, setelah provokasi pendiri bangsa yang melahirkan kemerdekaan Indonesia. Sebuah provokasi yang berisi makna hakiki untuk apa sebuah negara bangsa sebagaimana tujannya didirikan. Provokasi yang membangkitkan kesadaran akan pentingnya melawan imperialisme dan kolonialisme dalam wujud oligarki. Sikap dan tindakan yang pernah diwariskan oleh para pahlawan dan syuhada yang menyebabkan Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI menjadi alasan semua berhimpun dan menyatu sebagai sebuah negara bangsa. Menjadi perekat kuat yang merangkai Indonesia dalam khebinnekaan dan kemajemukan untuk mengarungi bahtera kehidupan bersama perahu besar yang bernama NKRI. Kini, setelah mengalami pergeseran makna dan tujuan serta politisasi dan kriminalsasi. Ketika neo kolonialisme dan imperialisme itu berwujud oligarki. Provokasi menjadi stempel paling mematikan dari setiap kesadaran kritis dan perlawanan. Meski provokasi telah dimanipulasi dan direkayasa menjadi makna baru pula, dari upaya klasik mengusir penjajajahan dan penindasan di muka bumi. Akankah provokasi mengalami \'renesains\' sebagai upaya melakukan pencerahan dan pembebasan bagi seluru rakyat Indonesia?. Dengan segala resiko pergerakan yang sama yang meneteskan air mata, menumpahkan keringat dan bahkan mengalirkan darah. Seperti slogan dan simbol yang kental mewarnai pergerakan kemerdekaan Indonesia di masa lalu. Dalam gelora semangat nasionalisme dan patriotisme. Saat Pekik perjuangan Merdeka atau Mati, dan Allahu Akbar berkumandang membahana di seantero republik. Bangkitlah provokasi yang bermakna, hidupkan agitasi dan propaganda demi kemerdekaan yang sesungguhnya dan demi keberadaban sejati sebuah negara bangsa. Pada akhirnya apa yang menjadi provokasi berisi agitasi dan propaganda yang mengobarkan sikap permusuhan dan kebencian terhadap kolonialisme. Oleh Soekarno menjelma menjadi \"Trilogi\" penggerak massa. Soekarno mampu menghentak dan menyihir rakyat pada saat itu dengan menggambarkan kejayaan masa lampau, menggambarkan ketertindasan bangsa saat itu dan membangun harapan akan gilang-gemilangnya nasa depan Indonesia. Dengan itulah Putra Sang Fajar itu menjadi narator ulung sekaligus provokator berbahaya bagi neo kolonialisme dan imperialisme. Ya, soekarno memang seorang agitator dan propagandis penentang menentang sistem yang mengidap kapitalisme. Dalam realitas dan faktual saat ini, mampukah semua gerakan kritis dan kesadaran kebangsaan bangkit dari keterpurukan dan kenistaan NKRI?. Sanggupkah bangsa ini menghadapi dan melawan kekuasan oligarki?. Atau setidaknya dapat mendorong gerakan kesadaran kritis dan perlawanan serta mampu berselancar dengan delik dan perangkap logika hukum kekuasaan. Menggugat oligarki dengan mampu menghindari tindakan kekuasaan reaksioner yang menopangnya. Buku Syahganda Nainggolan \"Menggugat Indonesia Menggugat\", memang bukan hanya layak dan penting dibaca. Lebih dari itu, menjadi perenungan batin berujung titik balik dan momentum kebangkitan bangsa Indonesia. Agar dapat keluar dari krisis dan cengkeraman Oligarki yang menjadi anak kandung imperialisme dan kolonialisme modern. Selain melakukan refleksi sekaligus evaluasi terhadap pemaknaan ulang provokasi di negeri ini yang bisa menghidupi kekuatan progresif revolusioner. Wallahu alam bishawab. (*)
Ganjal Planowo
Oleh Asyari Usman, Jurnalis Senior FNN ANAK-anak yang masih cadel lidah akan menyebut Ganjar Pranowo menjadi “Ganjal Planowo”. Pada saat ini, sebutan cadel untuk gubernur Jawa Tengah itu sangatlah tidak disukai. Sebab, bisa diartikan sebagai pertanda alam yang menyuramkan. Insiden kekerasan di Desa Wadas dengan unjuk kekuatan (show of force) sekala penuh oleh pihak Kepolisian, akan membuat sebutan cadel “Ganjal Planowo” itu bisa menjadi kenyataan. Yaitu, rencana (Plan-owo) Pak Ganjar untuk ikut Pilpres 2024 bakal ter-Ganjal. Dengan meminjam keistimewaan “licencia puitica”, Ganjal Planowo berarti terganjal plan-nya –alias rencananya. Plan adalah bahasa Inggris untuk “rencana”. Ganjar memang sedang dilanda masalah besar. Warga Wadas yang dulu mendukung, hari ini melihat kader PDIP itu tidak seperti yang ia tunjukkan lewat senyuman lebar, senyuman ramah nan mempesona. Ganjar yang mereka kenal merakyat dan selalu berbicara tentang rakyat kecil, sekarang terasa berbeda kontras. Bagaikan ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyuman lebar itu. Sesuatu yang bisa sangat mengejutkan. Salah satu yang terungkap pasca-tindakan represif aparat kepolisian pada 8 Februari 2022 itu adalah SK Gubernur No 590/20 Tahun 2021 tertanggal 7 Juni 2021 tentang penetapan lokasi tanah untuk proyek Bendungan Bener. SK ini menjadikan Desa Wadas sebagai tempat pengambilan batu andesit untuk bendungan. Warga menggugat SK itu. Tapi, Gubernur menang di PTUN. Kemudian, Ganjar diminta untuk menangguhkan eksekusi SK itu, namun tidak dipenuhi. Ganjar kelihatannya tidak menduga kalau warga Wadas yang menentang tambang andesit itu melancarkan perlawanan keras. Boleh jadi Pak Gub yakin semua orang bisa dikendalikan dengan berbagai cara, termasuklah cara represif. Dia keliru. Tidak menyangka akan ada kelompok masyarakat yang sungguh-sungguh tidak ingin alam dirusak, dan sungguh-sungguh akan melawanO9didih). Dan inilah yang terjadi ketika aparat kepolisian bersenjata lengkap dikerahkan ke Wadas. Banyak yang ditangkap. Bermunculan laporan tentang gertakan, intimidasi, penangkapan, dan bahkan penyiksaan. Ganjar meminta maaf. Namun, warga Wadas tak sudi. Mereka tampaknya luka berat. Ada semacam prasasti penindasan Ganjar di desa ini. Kita mungkin akan menyaksikan episode lanjutan dari tragedi Wadas. Ucapan cadel “Ganjal Planowo” yang semula hanya candaan, bisa jadi akan sangat serius.[]
Machbub Djunaedi Mau Berasa Ngomong
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan SUATU pagi di tahun 1976 saya ada keperluan. Ketika mau bedug lohor saya pulang, Mak kata, Itu ada surat dari Machbub, pagi tadi dia kesini. Ternyata Machbub Djunaidi ex Ketua PWI pagi pagi sudah ke rumah saya di Sawah Besar, foto atas. Wan, yang keluar pagi- pagi tukang bubur ayam. Itu surat Machbub, rupanya dia jengkel pagi-pagi ke rumah saya, saya sudah pergi. Kenapa Machbub jengkel? Dia bilang beromong bukan cuma soal komunikasi, tapi juga seni. Ngomong itu mesti berasa. Kata Machbub Seorang tua berumur bilang ke saya yang dia sejak dulu hampir selalu mengikuti ceramah M. Natsir walau tak paham sepenuhnya, tapi suara Pak Natsir itu empuk. Ini yang harus ditingkatkan, kualitas komunikasi. Bagi pegiat politik dan aktivis, mau pun pejabat. Untuk berasa ngomong saya ada beberapa teman dekat, antara lain pelukis Iwan Aswan bin Naseh anak Kebon Siri. Ia tamatan IKJ . Tiap hari ia terus melukis saja, ada yang pesan atau tidak. Beberapa karyanya dikoleksi museum dalam negeri dan luar. Tapi saya tau dalam situasi yang sulit ini bagainana Iwan menjalani hidup yang berat. Seberat apa pun, katanya, kreativitas tak boleh berhenti. Meningkatkan kualitas politik dengan meningkatkan kualitas komunikasi. Nonton orang marah2 di ruang publik sungguh meletihkan. Apa berpolitik jaman sekarang memang mesti begini? (*)