ALL CATEGORY
HPN ke-37, Sebuah Perayaan Ngawur dan Sekenanya?
Oleh Bambang Tjuk Winarno, Koresponden FNN Jawa Timur JURNALIS itu berurusan dengan kenyataan. Jurnalis bukan amtenar, juru tulis rezim. Jurnalis juga bukan anjing, lari ngalor atau ngidul mengejar arah lemparan tulang. Wajibnya, jurnalis menjadi suluh penuntun dikegelapan. Karenanya, jurnalis senantiasa bergerak mendekat disaat yang lain lari menjauh. Sampai pada Tahun 2019 Dewan Pers mencatat terdapat 47.000 media massa yang terverifikasi. Sayangnya, dari jumlah itu jurnalis sejati cuma ada di TEMPO, FNN, TV ONE dan platform indonesialeaks. Jurnalis saat ini, jangankan ngurusi pihak lain (bangsa dan negara), ngurusi dirinya sendiri saja gak becus! Kita mengulik sebentar, mumpung masih hangat, tentang Hari Pers Nasional (HPN). Disebut hari Pers (merujuk suasana ulang tahun) artinya kan hari lahirnya wartawan (jurnalis), ya? Entah literasi dari mana, penentuan lahirnya jurnalis disebut pada 9 Februari Tahun 1985. Sehingga saat ini usia jurnalis baru menginjak angka 37 tahun. Penentuan itu didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985. Sedangkan ide dan usulannya diawali dari Kongres ke-28 PWI, yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat, pada 1978. Sementara, wadahnya jurnalis (organisasinya para wartawan) yang dinamai Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sudah dibentuk jauh tahun sebelumnya, yakni Tahun 1946. Coba kita logika, masuk akal gak ini? Jadi pengertiannya kan begini, wadahnya (PWI) ada lebih dulu ketimbang yang diwadahi (HPN). Ekstrimnya begini, PWI ini seperti Tuhan. Dia tahu bahwa kelak bakal ada yang diwadahi. Lah, iya kalau ternyata memang ada yang diwadahi. Jika gak ada? Wadah itu akan mewadahi apa? Oke lah kita mikir simplistik. PWI ada duluan gak apa apa, toh akhirnya wartawannya juga ada kemudian. Jadi benar adanya. Ok. Akan tetapi mindset seperti itu salah dan menyimpang. Itu berfikir tidak sistematik. Output nya ngawur dan tumpang tindih. Menyiasati ketimpangan barangkali lebih elegan jika cukup begini saja, PWI dibentuk pada 1946. Berikutnya diadakan ulang tahun PWI. Anggapannya, wartawan sudah ada sebelum PWI ada. Jadi gak perlu lagi menentukan kapan lahirnya wartawan (kalau gak bisa atau kesulitan). Seperti begini misalnya, pada Tahun 02 para abang becak se DKI Jakarta membentuk paguyuban abang becak. Cukup. Gak perlu cetuskan lahirnya profesi abang becak, jika disebut Tahun 03. Disini terbayangkan bahwa sebelum dibentuk wadah, memang sudah ada sosok tukang becaknya. Kan begitu? Sudah begitu, setiap perayaan HPN selalu PWI yang tampil di kepanitiaan. Mulai hajatan tingkat nasional sampai daerah. Lucunya, setiap perayaan HPN oleh PWI umumnya selalu berlangsung di ruang ruang pemerintahan. Sumber dana perayaan pun dicurigai berasal dari pemerintah (pusat mau pun daerah). Loh, yang berulang tahun ini sebenarnya wartawan atau kah pemerintah? Jika enggan dipandang miring (soal pendanaan), lantas dari mana biaya itu didapat para wartawan untuk perayaan ulang tahun? Apabila benar sumber dana berasal dari donatur, lalu bagaimana jurnalis bisa bersikap independen? Apakah tidak mungkin sikap jurnalis pada akhirnya seperti ungkapan di atas, lari ngalor lari ngidul mengejar arah lemparan tulang belulang? Tentang lahirnya jurnalis, berbagai sumber menyebut, pada pemerintahan Hindia Belanda sudah ada penerbitan (koran). Namanya Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen, yang terbit perdana 7 Agustus 1744 berkantor di Jakarta. Masih dalam suasana penjajahan, berturut turut muncul penerbitan lain. Diantaranya, Java Government Gazeete, di Jakarta pada Tahun 1812. Kemudian, Bataviasche Courant yang diganti menjadi Javasche Courant, terbit di Jakarta Tahun 1829. Lalu, Bintang Timoer (Surabaya Tahun 1950), De Locomotief (Semarang Tahun 1851), Bromartani (Surakarta Tahun 1955), Bianglala (Jakarta Tahun 1867) dan Berita Betawie (Jakarta Tahun 1874). Akan tetapi surat kabar- surat kabar tersebut, hemat saya, tidak bisa menjadi rekomendasi sebagai lahirnya Pers Indonesia. Sebab, koran koran itu dimiliki dan dikendalikan orang Belanda, yang tentu untuk kepentingan Belanda. Nah, baru pada Tahun 1907 terbitlah Medan Prijaji di Bandung, Jawa Barat. Surat kabar berbahasa Melayu yang didirikan Tirto Adhi Soerjo itu benar benar diawaki dan dikendalikan bangsa Indonesia asli. Untuk memastikan penentuan lahirnya Pers Indonesia, tentu perlu kinerja sejarawan, tokoh Pers dan pihak lain terkait. Meski Medan Prijaji belum tentu menjadi surat kabar pertama Indonesia (sbg rujukan lahirnya Pers), namun sekurang kurangnya itulah yang bisa diinventarisir. Bila secara serampangan kita memilih Medan Prijaji (1907) sebagai rujukan lahirnya Pers Indonesia, berarti HPN harusnya adalah yang ke-115 bukan ke-37 seperti saat ini. ***
Indomaret Tutuplah Sendiri
Oleh M. Rizal Fadillah , Pemerhati Politik dan Kebangsaan KETIKA bangunan minimarket \"Indomaret\" yang sudah diingatkan berkali-kali dibangun tanpa izin (PBG) tetapi tetap saja beroperasi, maka masyarakat akan semakin geram. Kegiatan usaha di Jalan Cihampelas 149 Bandung tersebut didirikan di atas lahan penghancuran Masjid \"Nurul Ikhlas\" yang merupakan bangunan Cagar Budaya. Semestinya pemilik Indomaret sadar bahwa tokonya itu dioperasikan di atas penghancuran Masjid. Sebelum ada penutupan paksa berdasar hukum, maka sebaiknya Indomaret menutup sendiri usahanya. Bahwa ada sengketa kepemilikan lahan antara PT KAI dengan Ahli Waris biarlah berjalan sendiri sesuai prosedur hukum yang berlaku. Masing-masing berjuang sesuai dengan keyakinan akan haknya. Akan tetapi mendirikan bangunan tanpa izin dan berusaha bebas di atas lahan dari penghancuran bangunan Masjid Cagar Budaya adalah perbuatan yang melecehkan agama, budaya, dan hukum. Pelecehan Agama Menghancurkan tempat ibadah tanpa prosedur keagamaan jelas melecehkan agama. Masjid \"Nurul Ikhlas\" telah terdaftar sebagai Masjid resmi di Kementrian Agama dengan No ID 01.4.1320.02.000025 terletak di Jl Cihampelas 149 Bandung. Kini pihak Indomaret mencoba membuat Masjid \"pengganti\" yang belum selesai namun pelecehannya adalah masjid Indomaret ini disimpan tersembunyi dibelakang toko Indomaret. Dahulu Masjid Nurul Ikhlas berada di posisi strategis di depan yang langsung berhadapan dengan Jalan Cihampelas. Akan tetapi apapun itu, menghancurkan Masjid adalah pelecehan agama. Pelecehan Budaya Sebagai Cagar Budaya sebagaimana Peraturan Daerah Kota Bandung No. 7 tahun 2018 Masjid Nurul Ikhlas harus dijaga dan dilestarikan, bukan dirusak. Penetapan status Cagar Budaya tentu atas dasar penelaahan seksama dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan sebagai peringkat/tipe C maka Masjid Nurul Ikhlas berasal dari bangunan zaman Belanda yang telah ada penambahan atau perubahan nuansa budaya Sunda pada bagian-bagian ornamennya. Penghancuran Cagar Budaya adalah pelecehan budaya. Pelecehan Hukum Cagar Budaya dilindungi oleh hukum. Adalah pelecehan hukum untuk mengabaikan aturan-aturan hukum. Pelanggaran hukum bersanksi pidana atau administrasi. Tulisan pakar hukum, advokat, dan dosen UNPAS Melani, SH MH di HU Pikiran Rakyat berjudul \"Perobohan Masjid BCB\" mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 105 UU No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka \"actor intellectual\" perobohan Masjid Nurul Ikhlas sangat layak untuk segera dilakukan penyidikan dan diseret ke meja Pengadilan. Ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima belas tahun dan atau denda paling sedikit 500 juta dan paling banyak 5 Milyar. Mengingat hal ini merupakan persoalan serius, maka sewajarnya Walikota Bandung dan juga Gubernur Jawa Barat serius, peduli dan ikut \"terjun\" untuk menangani kasus yang dapat dikualifikasi pelecehan agama, budaya, dan hukum yang dilakukan oleh pemilik Indomaret dan atau PT KAI tersebut. Pemerintah Kota harus tegas dan tidak boleh takut atau pandang bulu. (*)
Hamdani Laturua Seperti Anak TK, Nasdem Maluku Dapat Komut PT Dok Mayame
Oleh Rimbo Bugis Ambon FNN – Prilaku Politik Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Maluku Hamdani Laturua belakangan ini terlihat seperti Anak Sekolah Taman Kanak-Kanak. Sama sekali tidak memperlihatkan kematangan sebagai politisi senior untuk ukuran Maluku. Padahal Hamdani ini sudah lebih dari sepuluh tahun menjabat sebagai Ketua DPD Nasdem Maluku. Untuk kurun waktu yang begitu lama, harusnya Hamdani Laturua tampil sebagai politisi yang matang. Tampil dengan narasi dan literasi segar, bagaimana membangun Maluku yang kaya dengan sumberdaya alam ini, supaya tidak masuk katagori provinsi termiskin nomor empat di Indonesia. Tidak lagi bersikap kekanak-kanakan seperti anak TK. Kebiasaan yang menonjol dari prilaku anak TK adalah kalau menginginkan sesuatu kepada kedua orang tuanya, maka itu harus bisa dipenuhi. Kalau keinginan tersebut tidak dipenuhi, maka biasanya anak TKI bersikap ngambek. Misalnya, tidak mau makan, tidak mau pergi sekolah, tidak mau pergi mengaji, atau tidak mau ikut sekolah minggu. Kamis kemarin (09/02/2022), beredar beberapa media Online di Maluku pernyataan Ketua DPW Nasdem Maluku Hamdani Laturua bahwa “Nasdem menang dalam di berbagai Pilkada di Maluku. Kami menang di pilkada Gubernur, Bupati dan Walikota, tetapi rasa kalah. Kami menang, tetapi kami marasa kalah. Itu kenyataan yang terjadi hari kepada Partai Nasdem di Maluku. Ya sudah, semua itu kami evaluasi untuk sikap kami ke depan”. Pernyataan tersebut disampaikan Hamdani Laturua ketika meresmikan kantor DPD Partai Nasdem Maluku Tenggara. Sikap Ketua DPD Nasdem Maluku itu terkesan seperti anak TK yang sedang ngambek kepada orang tuanya. Sikap tersebut bisa saja menimbulkan dugaan dan tasiran di masyarakat Maluku kalau Partai Nasdem mungkin saja menginginkan sesuatu dari Gubernur, Bupati dan Walikota yang diusung Partai Nasdem. Namun keinginan Partai Nasdem itu tidak mendapat respon poasitif dari Gubernur para Bupati dan Walikota. Tidak bersikap seperti anak TK kala saja Hamdani dan Nasdem Maluku ingat-ingat lagi kepada keputusan politik yang dibuat sendiri menjelas Pilkada 2019 lalu, yaitu “Politik Tanpa Mahar”. Artinya, Nasdem tidak menginginkan imbalan apa-apa, kecuali calon yang diusung menang di pilkada untuk memastikan tata kelola pemerintahan di Maluku umumnya dapat berjalan dengan baik dan benar. Pemerintahan yang bermanfaat untuk masyarakat. Tata kelola pemerintahan yang mengutamakan peningkatan pelayanan kepada rakyat maluku, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, makan, perumahan dan pemukiman yang layak. Kerana seperti itu tujuan kita berebangsa dan bernegara. Bitulah perintah dari konstitusi UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjaga ketertiban dunia. Dengan mengusung tagline “Politik Tanpa Mahar”, maka Partai Nasdem telah berhasil mengais keuntungan di masyarakat berlipat-lipat. Sebab hanya Partai Nasdem sebagai satu-satu partai politik yang mengusung tagline “Politik Tanpa Mahar”. Kalau sudah menyatakan tanpa mahar, maka tidak embel-embal “menang pilkada, tetapi merasa kalah”. Karena sikap itu mainannya anak-anak yang masih duduk di bangku TK. Sebagai partai politik yang merasa diri paling restorasi di Indonesia (restorasi lainnya di dunia hanya ada pada restorasi meji di Jepang, eranya Kaisar Meji), harusnya Partai Nasdem bertugas di garda terdepan mengawal pemerintahan di Maluku bekerja sesuai mekanisme yang berlaku. Semangat pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clin and goverment). Restorasi itu ada untuk memastikan kalau pemerintahan yang hanya berpihak kepada kepentingan rakyat. Bukan pemerintahan yang berpihak kepada partai politik. Lain halnya kalau Ketua DPD Nasdem Maluku Hamdani Laturua tidak atau belum membaca atau belum memahami itu menifesto dan buku putih restorasi Nasdem, sejak masih menjadi Ormas Nasdem sampai dengan Partai Nasdem. Kalau Hamdani sudah membaca manifesto dan buku putih Nasdem, maka tidak perlu bersikap ngambek seperti anak TK. Sebaliknya, Nasdem Maluku harusnya tampil berdiri paling depan dengan membabawa narasi dan literasi segar bagaimana caranya mengaluarkan maluku dari peringkat empat termiskin di Indonesia? Karena kemiskinan yang terjadi Maluku itu, bukan disebabkan kemiskinan kultural, tetapi kemiskinan struktural. Kemiskinan yang terstruktur akibat dari kebijakan pemerintah pusat yang tidak berpihak kepada Maluku untuk maju dan berkembang. Apa saja gagasan yang ditawarkan Nasdem Maluku untuk mempercepat dan merealisasikan Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan Ambon New Port (ANP) di Maluku? Apa dan bagaimana kalau Blok Gas Abadi Basela beroperasi manfaat ekonominya dapat dinikmati sebesarnya-besarnya di Maluku? Misalnya, dari total biaya pengerjaan fisik Blok Masela senilai Rp U$ 20 miliar dollar, setara dengan Rp 290 triliun itu, bagaimana agar dua pertiga atau separuh dari nilai uang tersebut berputar di Maluku, sehingga meningkatkan ekonomi rakyat Maluku? Sebagai catatan bahwa sudah ada kader Partai Nasdem Aziz Latar yang diangkat Gubernur Maluku menjadi Komisaris itu perusahaan patungan antara PT Dok Perkakapalan Waiyame dengan perusahaan perkapalan di Surabaya. Posisi Aziz Latar di perusahaan petungan tersebut sebagai Komisaris Utama. Tidak semua partai politik yang mengusung Pak Murad Ismail di Pilkada Gubernur 2019 lalu dikasih jabatan seperti Partai Nasdem. Kalau Ketua Nasdem Maluku tidak bersyukur dapat Komut PT Dok Maiyame, sehingga ngambek seperti anak TK, maka dikhawartirkan bisa menyulitkan posisi Nasdem di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 nanti. Perlu diingat, kalau Ketua Hamdani Laturua itu sudah tiga kali calon sebagai anggota DPRD Provinsi. Namun masih gagal untuk lolos ke karang panjang. Dua kali calon dari Nasdem, dan satu kali dari Partai Bulan Bintang (PBB). Kalau masih tetap juga ngambek seperti anak TK, maka bisa-bisa nanti tidak bakal lolos lagi ke karang panjang. Sangat disayangkan, apalagi kalau sampai berdampak juga kepada kader-kader Nasdem yang lain di DPRD Kabupaten dan Kota. Semoga bermanfaat dan menjadi bahan evaluasi agar tidak lagi self and the ton. Penulis adalah Ketua DPP Ikatan Pemuda Muhammadiyah.
Mengenang 2 Oktober 1965
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan PERTEMUAN Presiden Sukarno dan Jenderal Suharto terjadi tanggal 2 Oktober 1965. Tidak ada keterangan pers yang muncul di akhir pertemuan, tapi pers dan pengamat berspekulasi bahwa pertemuan mencari kesepakatan cara yang harus ditempuh menghadapi Gestapu/PKI. Dari gambar yang disiarkan, foto atas, tampaknya tak tercapai mufakat. Senyum Bung Karno tak biasanya. Banyak orang yakin pertemuan 2 Oktober gagal setelah Bung Karno mengatakan di ruang publik, Suharto kopig. Itu bahasa Belanda yang maksudnya Suharto keras kepala. Banyak orang membaca kopig seperti keripik. Mestinya kopekh. BK sudah dalam proses powerless, senyumnya yang tidak biasa itu menggambarkan suasana hatinya bahwa, no more power. Padahal berdasar kalender konstitusi BK Presiden seumur hidup. PM Canada Trudeu menghilang karena demo rakyat siang malam soal Covid-19 dan aturan turunannya. Kalender konstitusi Trudeu dari negara demokrasi barat. Berpegang pada calender tak ada perlunya Trudeu sembunyi. Harusnya. Jadi artinya, di sementara kalangan masyarakat barat sendiri kalender konstitusi tidak mutlak. Nixon jatuh karena impeachment. Mereka yang gunakan pendekatan demokrasi tentang kalender konstitusi khusus masa jabatan penguasa akan berkata kalender konstitusi di tangan rakyat. Yang gunakan pendekatan teologi akan berkata di tangan Tuhan. Sering juga kedua pendekatan ini diparalelkan. Kita berharap se-baik-baik solusi yang diridhai Tuhan untuk menyelesaikan kesulitan hidup yang dihadapi rakyat Indonesia. Seperti dikatakan World Bank, Indonesia, juga yang lain, karena Covid-19 yang berkepanjangan menghadapi luka yang dalam dan tak mudah disembuhkan terutama soal pengangguran. Karena itu segala perencanaan pembangunan proyek tancap gas mau pun perlombaan mobil/motor sepatutnya merujuk pada ananat World Bank yang intinya econ Indonesia parah. Inilah variable paling deterninant kini dan esok. (*)
Bendungan Bener Membendung Aspirasi
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan PERISTIWA pengerahan aparat Kepolisian yang berlanjut dengan penangkapan dan penahanan warga yang menentang penambangan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener di Purworejo Jawa Tengah telah menjadi berita terhangat. Kekerasan Wadas ini konon menjadi evaluasi Istana. Elemen masyarakat mengecam keras penanganan represif dalam kasus ini. Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah Jawa Tengah turut mendapat sorotan. Proyek Bendungan Bener membutuhkan batu andesit dan justru penambangan batu andesit inilah yang menjadi masalah. Masyarakat Wadas berkeberatan atas proyek penambangan yang dikhawatirkan akan merusak lingkungan. Ribuan aparat Kepolisian disiapkan untuk \"pengawalan\" pengukuran tanah. Diawali dengan membuat tenda di Kaliboto belakang Polsek Bener. Mengepung warga Wadas men-\"sweeping\" dan mengejar hingga area Masjid. Alasannya ada masa pro dan kontra. Biasa, argumen standar. Pemerintah semestinya mendengar aspirasi yang \"bener\" dari warga Bener yang keberatan atas penambangan quarry atau batu andesit yang dinilai merusak lingkungan tersebut. Pemaksaan kehendak dengan mengerahkan aparat merupakan tindakan sewenang-wenang. Menuduh provokasi atas aksi perlawanan telah menjadi budaya buruk dari kaum otoritarian. Bermula dari SK Gubernur Jateng No. 590/20 tahun 2021 tentang Pembaharuan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener tanggal 7 Juni 2021. Masyarakat memprotes hingga menggugat ke PTUN. Namun sayangnya proses pengukuran tetap dilakukan. Hal ini memicu warga melakukan perlawanan. Dua Ormas besar baik PB NU maupun PP Muhammadiyah melalui lembaga hukumnya memprotes dan mengecam perlakuan represif dan intimidatif aparat kepada warga Wadas. Sementara Pemerintah melalui keterangan Menkopolhukam bertekad untuk tetap melanjutkan agenda pengukuran dan lainnya. Itikad baik \"hanya\" membebaskan warga yang ditahan. Penjelasan Pemerintah yang tetap \"ngotot\" untuk melanjutkan proyek tanpa upaya mencari solusi, tidak akan meredakan ketegangan dan perlawanan. Merasa tak ada hukum yang dilanggar, Pemerintah sepertinya akan \"jalan terus\". Sebaliknya warga melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa proyek itu melanggar hukum. Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan Proyek Strategis Nasional (PSN) harus dihentikan. Karenanya proyek Bendungan Bener di Desa Wadas ini juga harus dihentikan. Tuntutan warga Wadas cukup beralasan yakni cabut SK Gubernur, dialog dengan masyarakat, libatkan warga setempat, serta pelihara lingkungan hidup. Ingat bunyi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Undang-Undang Lingkungan Hidup mengatur bahwa pemanfaatan lingkungan harus memperhatikan tiga aspek, yakni berkelanjutan proses serta fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup, serta keselamatan mutu hidup dan masyarakat. Inilah yang dikhawatirkan warga Wadas yaitu pelanggaran atas Undang-Undang Lingkungan Hidup. Lingkungan yang dirusak. Kepercayaan kepada Pemerintah sebagai pemangku amanah yang mampu memelihara lingkungan hidup sangatlah rendah. Kebijakan dan prakteknya sering bersifat eksploitatif bukan kemakmuran rakyat banyak. Pemerintahan yang terlalu banyak janji dan terlalu banyak juga ingkar janji. Aspirasi \"bener\" warga Wadas dibendung oleh proyek Bendungan Bener. Proyek itu dikerjakan dan diproteksi dengan cara yang tidak bener. (*)
Cellos: Modal Rp71 Miliar Yang Mengucur ke Putra Jokowi Diduga Pencucian Uang
Jakarta, FNN - Kucuran modal yang didapat putra ketiga Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk perusahaan startup-nya sebesar Rp 71 miliar, dianggap sebagai modus baru tindak pidana pencucian uang. Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudistira menjelaskan, modus pencucian uang dengan cara memberikan modal kepada starup baru atau rintisan seperti ke Kasang disebut modal ventura atau Venture Capital.Bhima menjelaskan, cara kerja pihak yang bermain di modus modal ventura ini biasa mendapat uang dari sektor-sektor ekstraktif yang merusak lingkungan hidup,di mana yang kerap ditemukan pada usaha batu bara, kelapa sawit dan tambang mineral lainnya. Menurut Bhima, uang yang didapat dari sektor ekstraktif tersebut dikucurkan terlebih dahulu ke perusahaan-perusahaan digital atau perusahaan yang memiliki startup.\"Yang tidak hanya ditemukan di Indonesia tapi di berbagai negara seperti di Jepang, China dan negara-negara maju di Eropa bahkan. Mereka menggunakan uang dari hasil ekstraktif entah dari migas atau pertambangan, itu mereka putar,\" ujar Bhima dalam diskusi virtual Forum Tebet pada Rabu (9/2).Modus sebelumnya yang biasa digunakan pelaku tindak pidana pencucian uang, dipaparkan Bhima, kerap menggunakan cara-cara yang tradisional. Misalnya digunakan untuk pembelian bangunan, mobil, aset-aset saham atau surat utang.\"Jadi ini modus baru, di mana uang hasil kejahatan lingkungan hidup itu dimasukkan ke dalam perusahaan-perusahaan modal ventura,\" imbuhnya.Ketika uang hasil tindak kejahatan lingkungan dimasukan ke perusahaan modal ventura, Bhima mengungkapkan bahwa langkah selanjutnya adalah menyuntikkan dananya ke perusahaan startup yang sedang merintis.\"Tentunya dengan valuasi yang tidak wajar,\" tambahnya menegaskan.Akan tetapi dalam kerangka penegakan hukum yang ada di Indonesia, Bhima memperkirakan dugaan pidana pencucian uang menggunakan modus modal ventura sulit dilacak oleh Aparat Penegak Hukum (APH).\"Ini adalah hal yang lebih kompleks lagi. Bukan sekadar melakukan suap yang nyata. Tapi bagaimana supaya dia bisa memutar uangnya. Ya dimasukkanlah ke perusahaan-perusahaan rintisan,\" katanya. \"Jadi ini modus operandi yang baru dalam pencucian uang, dan di sini kelihatannya aparat penegak hukum baik PPATK maupun KPK ini agak ketinggalan dengan modus ini, karena tidak secara langsung mempengaruhi kebijakan publik,\" demikian Bhima. (sws).
MAKI Ajukan Judicial Review UU BPK ke MK
Jakarta, FNN - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengajukan judicial review UU BPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu buntut Ketua DPR Puan Maharani meloloskan nama Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Zachrias Soeratin menjadi anggota BPK. Boyamin menggugat Pasal 13 huruf f, i dan j UU BPK yang berbunyi: Untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : f. berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara; i.paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun; j.paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara; dan \"Menyatakan Pasal 13 huruf f bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai pintar dan pandai berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi,\" kata Boyamin dalam berkas judicial review yang diterima FNN, Rabu (9/2/2022). Adapun Pasal, 13 huruf i haruslah dimaknai dewasa dalam memahami ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan Pasal 13 huruf j haruslah dimaknai tidak pernah melakukan penyimpangan atau tindak pidana korupsi selama memangku jabatan sebagai pejabat pengelola keuangan negara. \"Anggota BPK bukanlah selaku pemeriksa teknis laporan keuangan penyelenggara negara atau auditor sehingga keahlian yang diperlukan bukanlah keahlian berdasarkan jenjang pendidikan semata, namun juga keahlian yang bisa didapatkan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi,\" papar Boyamin. Judicial review itu telah didaftarkan ke MK dan kini diproses di kepaniteraan MK. Menurut Boyamin, Harry Zacharias Soeratin seharusnya tidak ditetapkan oleh Ketua DPR untuk mengikuti proses fit dan proper test untuk pemilihan anggota BPK karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 sehingga tidak dapat mengikuti tahapan atau proses pemilihan Anggota BPK selanjutnya. Sedangkan Nyoman Adhi Suryadnyana disebut Boyamin belum mencapai 2 tahun tidak menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III) yang berakhir pada tanggal 20 Desember 2019. \"Jika dihitung sesuai ketentuan pasal 13 huruf f Undang-Undang nomor 15 tahun 2006, maka yang bersangkutan baru dapat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia setidak-tidaknya tanggal 21 Desember 2021, sedangkan sesuai dengan surat Ketua DPR pelaksanaan fit dan proper test dilaksanakan pada bulan September 2021,\" tutur Boyamin. (sws)
Makna Penting Pelaporan Dugaan KKN, TPPU dan Suap Dua Anak Presiden Jokowi
Oleh Nanang Djamaludin, Penggagas Klub Literasi Progresif (KLiP) PELAPORAN dugaan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dua anak Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangareb, sehubungan relasi bisnis keduanya dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan, menyentak perhatian publik secara nasional tepat sejak sebulan lalu. Pelaporan ke KPK itu dilayangkan Ubedilah Badrun (Ubed), aktivis 98 cum inteletual organik pengajar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pasca pelaporan hukum itu, langsung saja pro-kontra pun muncul, Banyak pihak yang mengapresiasi langkah Ubed itu sebagai bagian dari langkah untuk membuktikan apakah negara ini memang kaffah sebagai negara hukum yang menjadi spirit konstitusi, atau justru sekadar negara kekuasaan yang seolah-olah negara hukum yang menggunakan hukum sebagai tameng bagi agenda-agenda busuk kekuasaan demi keberlangsungan kepentingan akumulasi, eksplotasi dan ekspansi segelintir pihak semata. Pernyataan sikap pun dikumandangkan dan diskusi-diskusi pun digelar oleh pelbagai kalangan masyarakat, tak terkecuali para eksponen Aktivis 98 gabungan pelbagai organ, untuk mendukung pelaporan hukum dugaan korupsi, pencucian uang dan suap oleh anak presiden. Di media sosial pun tagar “Save Ubedillah Badrun” dan “Lindungi Pelapor Korupsi” menjadi trending topic pasca pelaporan Ubed ke KPK . Selain ada yang mengapresiasi, tentu ada saja pihak yang kontra terhadap pelaporan hukum yang dibuat Ubed. Sehingga Ubed pun dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Jokowi Mania dengan persangkaan memberi keterangan palsu atau fitnah. Sebuah pelaporan sumir tentunya, bahkan cuma jadi bahan tertawaan publik, mengingat si pelapor yang melaporkan Ubed itu bukanlah korban. Dan lagi menurut UU Perlindungan Saksi dan Korban, pelapor seperti Ubed tidaklah dapat dituntut secara hukum lewat pidana ataupun perdata. Malah perkara pokoknya yang harus dikedepankan. Dua minggu setelah pelaporan oleh Ubed, KPK memanggilnya untuk meminta penjelasan dan mengkrarifikasi laporannya. Pada kesempatan itu pun KPK menerima berkas-berkas dokumen tambahan dari Ubed. Dan tepat sebulan pasca pelaporan itu, publik menanti, apakah pelaporan Ubed dipandang layak untuk proses lebih lanjut ke tahapan-tahapan yang lebih maju, atau justru diparkir dahulu di lemari pengarsipan KPK. Tentu semua itu tergantung pada keberanian dan keseriusan KPK menindaklanjuti pelaporan Ubed itu Wake up calling Pelaporan hukum Ubed ke KPK terhadap Gibran dan Kaesang, duet milenial dimana kode-kode genetik Presiden Jokowi tercetak langsung di tubuh dan sifat keduanya, sungguh merupakan salah satu kepeloporan penting dari tahapan yang cukup panjang di arena penegakkan hukum terhadap keluarga presiden. Itu.dilakukan Ubed di tengah terus berlangsungnya proses sakralisasi kekuasaan sosok presiden, terutama oleh sirkel-sirkel yang.dekat dan mendekat pada kekuasaan. Apalagi sejak awal sudah dicitrakan, bahwa sosok presiden saat ini adalah rezimnya “orang baik’ maka dianggap mustahil ia dan lingkaran keluarganya melakukan tindakan KKN. Sebuah penyematan citra yang lebay, jika tidak mau disebut serampangan Proses sakralisasi kekuasaan presiden itu semakin menguat dengan terserapnya sekitar 80 persen kekuatan parpol-parpol borjuasi di parlemem ke dalam koalisi penopang kekuasaan hari ini. Di mana mereka begitu leluasa nya mempertontonkan praktik berbagi kue-kue kekuasaan untuk dinikmati diantara sesama mereka. Langkah hukum Ubed itu menjadi bagian sumbangsih berharga yang disadari atau tidak memotivasi dan memompa moral perjuangan bagi elemen-elemen gerakan progresif untuk tetap speak up, bersikap dan bertindak lantang, jujur dan berani melawan korupsi . Ini penting mengingat masih terus jebloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Skor IPK Indonesia dari tahun ke tahun langganan di bawah angka 50, dari skala 0-100. Skor 100 berarti bebas dari korupsi, dan skor 0 menandakan sebuah Negara yang sangat korup, Tahun 2021 lalu Indonesia berada di skor 38. Sehingga angka di bawah 50 sebagaimana langganan diraih Indonesia menandai para koruptor masih cukup leluasa bergentayangan menghisap uang rakyat. Terlebih ketika kepercayaan publik belum lagi pulih usai beberapa tahun sebelumnya anjlok. Pemicunya, terlihat benderang politik penegakkan hukum penguasa pasca revisi UU KPK. Tudingan publik bahwa revisi itu sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK. Sekalgus wujud nyata serangan balik aliansi gerombolan perampok kekayaan negara. Ubed dan tim kuasa hukumnya mengambil langkah melaporkan dugaan KKN anak Presiden, ketika yang terus berlangsung adalah tren melambungnya angka kemiskinan pada lapisan terbesar rakyat. Seiring melebar dan dalamnya tingkat kesenjangan di tengah masyarakat. Serta bertambah buncitnya kekayaan para pejabat dan para pemilik korporasi yang liat menempel di tubuh kekuasaan politik. Kualitas kehidupan rakyat pun kini semakin terpukul mundur jelang memasuki tahun ketiga Pandemi Covid-19 yang seakan tak kunjung usai ini. Dari riset lembaga Oxfam diperoleh data bahwa 4 orang paling kaya di Indonesia kekayaannya setara dengan kekayaan 100 juta jumlah orang miskin. Berdasarkan data lembaga riset Internasional kredibel, Credit Suisse, pada tahun 2020 orang dewasa Indonesia dengan kekayaan 1 juta dollar AS (sekitar 14,3 milyar rupiah) atau lebih berjumlah 171.740 orang. Di tahun yang sama, orang dewasa berkekayaan 100 juta dollar AS (sekitar 1,43 triliun) rupiah atau lebih hanya berjumlah 417 orang. Jumlah 417 orang itu merupakan penjumlahan dari kelompok orang berkekayaan 100 juta dollar AS hingga kelompok yang berkekayaan di atas 500 juta dollar AS (7,1 triliun rupiah). Kelompok warga dengan kekayaan 1-5 juta dollar AS, lalu 5-10 juta dollar AS, lalu 10-50 juta dollar AS, kemudian 50-100 juta dollar AS, lalu 100-500 juta dollar AS, dan kelompok super tajir mlintir berkekayaan di atas 500 juta dollar AS berturut-turut berjumlah 150.678 orang, 12.403 orang, 7.616 orang, 626 orang, 367 orang, dan 50 orang. Sementara sebagian besar penduduk, ratusan juta orang tentunya yang mencapai 83 persen populasi orang dewasa di Indonesia, memiliki kekayaan rata-rata hanya 10 ribu dollar AS (143 juta rupiah) ke bawah saja.. Di saat rata-rata dunia dari orang berkekayaan di atas 100 ribu dollar AS (1,43 milyar rupiah) berjumlah 10,6 persen, maka di Indonesia cuma terdapat 1,1 persen saja. Data-data itu cukup mengonfirmasi betapa brutalnya tingkat kemiskinan dan kesenjangan di antara sesama warga negara di negeri Pancasila ini. Kita pun tahu saat ini adalah masa-masa ketika semakin liarnya tabiat penguasa dalam memroduksi beragam kebijakan yang memayungi syahwat busuk segelintir pihak pemilik kapital. Untuk memasilitasi eksploitasi terhadap rakyat secara lebih brutal lagi. Bahkan bisa jauh lebih kesetanan lagi dalam mengeruk SDA serta lingkungan yang berefek pada lonjakan derita rakyat dan kerusakan ekologis yang kian parah. Revisi UU MInerba, Revisi UU KPK, mengesahan UU Omnibus Law, dan terakhir pengesahan UU IKN merupakan contoh sempurna liarnya tabiat rezim kali ini. Semodel dengan tabiat kekuasaan rezim Suharto. Laksana anggur, inilah anggur Suharto dengan botol kemasan berbeda. Saat ini merupakan masa-masa dimana kian terlatihnya aparatus kekerasan negara mempraktekkan refresifitas barbar terhadap perlawanan rakyat di pelbagai daerah yang mempertahankan hak-haknya yang dirampas. Tak ubahnya mereka juru gebuk andalan pemilik kapital. Mereka itu kompeni, menurut istilah seorang kawan, yaitu komplotan penjaga investor. Penyerbuan, pemukulan dan penahanan sewenang-wenang aparat di Desa Wadas Jateng kepada warga yang menolak tambang pada 8 Februari alu. Dan refresifitas yang dialami warga Pegunungan Kendeng sebelumnya. Itulah sekedar sedikit contoh dari banyaknya lokasi konfik dimana negara melalui aparatus kekerasannya mengambil posisi berhadapan dengan rakyatnya sendiri di pelbagai daerah yang kemudian menjadi titik-titik api. Aparat sepertinya menikmati, atau malah sudah kecanduan, dalam mempertontonkan kebengisannya terhadap rakyat desa maupun masyarakat adat pada banyak konflik berlatar perampasan lahan maupun berlatar ekstraksi tambang. Bukankah rakyat yang harusnya dilindungi ketika mereka berjuang mempertahankan hak-haknya dan ruang hidupnya yang dirampas eskpansi kapital. Saat inilah jamannya ketika kalangan yang mendaku maupun dianggap sebagai intelektual kampus maupun intelektual publik lebih banyak yang bungkam cari aman. Bahkan tak sedikit yang memilih menjulur-julurkan lidah membersihkan noda-noda nazis di tubuh rezim, meski harus mematikan sensitivitas etik diriya terhadap praktik-praktik eksploitasi bar-bar yang memanfaatkan ruang-ruang hukum maupun demokrasi culas yang disediakan penguasa. Di masa inilah kecenderungan pers secara umum fungsi kritisnya terasa semakin melemah. Bukannya berada di sisi advokasi pada rakyat yang kian tertindas, tapi kadar khitahnya itu tergerus hingga jatuh menjadi sekedar influencer bagi kebijakan-kebijakan rezim yang menyengsarakan rakyat, sambil terus menjadi juru rias bagi bopeng-bopeng penguasa. Di periode administrasi rezim saat ini pulalah ternak-ternak peliharaan penguasa, bernama BuzzerRp, bertingkah dan bersuara ngawur di media sosial. Dengan pesan-pesan menyesatkan, mengelap-elap tuannya agar kinclong di tengah defisit tak terperi kualitas kepemimpinannya. Muara menjijikan para BuzzerRp itu adalah menciptakan pembelahan sosial di tengah masyakat. Sambil tentunya berharap terus dapat memungut sisa-sisa kue dan remehan jorok kakak pembina meski yang dipakai adalah anggaran negara yang notabene uang rakyat. Dengan pelaporan Ubed ke KPK, disertai data-data valid dan fakta-fakta relevan itu, menjadi semacam wake up calling bagi kita semua pendamba pemerintahan amanah, penggandrung keadilan dan demokrasi substansial. Bahwa jika ditemukan tendensi kuat ke arah penyimpangan, penyalahgunaan dan tindak pidana yang melibatkan kekuasaan politik tertinggi dan keluarganya, usah lelah dan bosan mengkritisi. Atau jika datam dan fakta memang kuat, laporkan saja agar diuji melalui proses hukum. Maju terus kawan Ubed bersama rakyat pendamba keadilan dan demokrasi substansial. Subur, subur, suburlah selalu gerakan-gerakan progresif! di tanah air. (*)
Prasetyo Mengaku Jadi Ketua DPRD Pertama di Indonesia Dilaporkan ke BK
Jakarta, FNN - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menuturkan bahwa dirinya menjadi orang pertama sebagai Ketua DPRD di Indonesia yang dilaporkan hingga menjalani sidang di Badan Kehormatan (BK).Pasalnya, menurut Prasetyo, belum pernah ada Ketua DPRD di Indonesia yang dilaporkan oleh tujuh fraksi DPRD DKI Jakarta ke BK karena dugaan melanggar administrasi Rapat Badan Musyawarah (Bamus) yang menjadwalkan Sidang Paripurna Hak Interpelasi Formula E.\"Saya miris sebagai pimpinan. Saya menangis sebagai pimpinan, sedih saya. Baru pertama kali di DPRD se-Indonesia, ada Ketua DPRD di-BK-kan, dilaporkan,\" kata Prasetyo saat Sidang BK yang dilaksanakan di Ruang Rapat Besar Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 9 Februari 2022.Politisi PDI Perjuangan yang akrab disapa Pras ini menilai pemanggilan oleh BK akan menjadi contoh yang kurang baik untuk periode berikutnya.Selain itu, ia juga mempermasalahkan anggota BK yang hadir saat Rapat Badan Musyawarah terkait interpelasi tidak melakukan interupsi saat diusulkan untuk melakukan Rapat Paripurna Interpelasi Formula E.\"Di sana ada ketua BK, anggota BK, ada semuanya di situ kok. Kenapa saat itu, interupsi kan bisa. Itu bukan direkayasa juga kok, jadi saya minta kepada teman-teman, dewasalah dalam berparlemen,\" ujar dia, sebagaimana dikutip dari Antara.Kemudian, Pras menegaskan bahwa dirinya tidak melanggar tata tertib sebagai Ketua DPRD DKI yang ikut mengajukan dan menerima permohonan Rapat Interpelasi terkait Formula E.Sebab, ia mendapatkan 33 tanda tangan anggota dewan terkait hak interpelasi yang mempertanyakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Formula E.\"Bahwa kami sebagai anggota Fraksi PDI-P dengan Fraksi PSI menandatangani. Tiga puluh tiga orang mengusulkan interpelasi ke ruangan kerja kami sebagai ketua DPRD DKI. Saya tidak merasa menyalahi aturan tatib sebagai ketua DPRD mendapatkan 33 anggota dewan yang mempertanyakan hasil audit BPK mengenai Formula E,\" ucapnya.Sebelumnya, Prasetyo dilaporkan oleh empat wakil ketua DPRD dan tujuh Fraksi DPRD DKI ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta lantaran memasukkan jadwal Rapat Hak Interpelasi Formula E saat Rapat Badan Musyawarah.Prasetyo dianggap tak mengindahkan aturan tata tertib DPRD dengan menyelenggarakan Rapat Paripurna Interpelasi Formula E. Adapun, hak interpelasi merupakan hak DPRD untuk meminta keterangan kepada gubernur.Adapun tujuh fraksi yang melaporkan Prasetyo ke BK, yakni Golkar, Nasdem, Demokrat, Gerindra, PAN, PPP-PKB, dan PKS. Laporan atas Prasetyo tersebut dibuat pada 28 September 2021, sesaat setelah digelar Sidang Paripurna Interpelasi Formula E. (MD).
Elektabilitas Partai Gelora 3,4 Persen, Fahri Hamzah: Kita Punya Proyeksi Hadapi Pemilu 2024
Jakarta, FNN - Elektablitas Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia saat ini hampir mendekati ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen. Jika pemilu digelar hari ini, maka elektablitas Partai Gelora sudah mencapai 3,4 persen. Hal ini terungkap dari hasil survei lembaga survei Trust Indonesia yang dilakukan pada 3-13 Januari 2022 lalu, dengan jumlah responden 1.200 orang dan margin error 2,83 persen. “Terkait dengan elektabilitas Partai Gelora, jika elektabilitasnya 0,6 persen. Maka dengan margin error 2,83 persen, berarti plus minusnya kita ambil margin error maksimal, yakni 2,83 persen. Jadi 0,6 persen ditambah 2,83 persen. Sehingga bisa kita duga bahwa elektabilitas Partai Gelora itu, sebenarnya 3, 4 persen,” kata Ahmad Fadhli, Direktur Research Trust Indonesia dalam Gelora Talk bertajuk ‘Pemilu 2024: Daulat Parpol Vs Daulat Rakyat, Membedah Survei Nasional’ pada Rabu (9/2/2022) lalu. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah dalam keterangannya, Rabu (9/2/2022) mengatakan, bahwa Partai Gelora sudah mempunyai proyeksi-proyeksi untuk menghadapi Pemilu 2024. Namun, proyeksi-proyeksi tersebut masih membutuhkan beberapa ikhtiar yang akan dilakukan ke depan. Sebab, Partai Gelora tidak ingin masuk Senayan hanya sekedar 5D (Datang, Duduk, Diam, Duit dan Ditangkap) “Terus terang, kami di Partai Gelora itu sudah punya proyeksi proyeksi. Makanya saya sering bilang sama teman-teman, kita ini udah tahu cara menang, juga tahu cara curang, gitu. Tapi Insya Allah, kita nggak akan curang, tapi kita tahu siapa yang bisa mencurangi,” tegas Fahri. Karena itu, apabila melihat hasil survei Trust Indonesia sudah sesuai dengan proyeksi-proyeksi yang dibuat Partai Gelora. Fahri memprediksi akan ada 8-10 partai yang akan lolos ke Senayan pada Pemilu 2024 mendatang, salah satunya adalah Partai Gelora. “Kalau kita melihat proyeksi-proyeksi dan melihat hasil survei, maka Dewan nanti isinya ada 8-10 partai, mudah-mudahan Partai Gelora masuk. Dan per hari ini, Partai Gelora sudah masuk Senayan sebenarnya. Jumlahnya berapa, nanti kita lihat,” katanya. Menurut Fahri, Partai Gelora akan menfaslitasi kehendak rakyat untuk memilih pemimpin yang baik, yang akan membawa angin segar perubahan bagi sistem demokrasi Indonesia. “Pemilu pada dasarnya adalah sarana untuk mengubah nasib rakyat. Kalau rakyat boleh memlih pemimpinnya di Pemilu karena difaslitasi dengan baik, tentu akan membaik juga hasilnya,” kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini. Fahri menegaskan, kritik yang disampaikan Partai Gelora terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 pada prinsipnya agar publik mewaspadai adanya ‘jebakan demokrasi’ yang seolah-olah di ujungnya baik, padahal di depannya ada lubang dan jurang menganga yang sangat dalam. “Oleh sebab itu, sejak awal kita harus membaca jebakan-jebakan demokrasi. Kita mengajak semua pihak untuk mengkritik, supaya tidak terjebak hal monoton di ujungnya saja. Padahal ada jurang yang siap menerkam,” tegasnya. Fahri menilai, Pemilu adalah isyarat akan adanya demokrasi, bukan jaminan adanya demokrasi. Sehingga Pemilu harus dikelola dengan baik agar tidak melahirkan tirani dan otoritarianisme baru. “Pemilu tidak boleh melahirkan demokrasi tirani dan otoritarianisme baru. Dan ini harus menjadi catatan penting kita untuk merubah nasib rakyat,” tandasnya. Menurut Ahmad Fadhli, jika pemilu digelar hari ini, maka elektabilitas Partai Gelora hampir memenuhi persyaratan ambang batas parlemen Pemilu 2024 dengan tingkat kepercayaan 95 persen. “Elektablitas 3,4 persen itu, dengan quality control 20 persen dan kita cek kembali di lapangan melalui sambungan telepon. Dan perlu diketahui bahwa survei ini, kita lakukan secara offline tatap muka face to face di 34 provinsi yang ada di Indonesia,” ungkap Fadhli. Survei ini, kata Fadhli, sebagian besar dilakukan di Pulau Jawa sebanyak 54,2 persen,karena basis pemilih Pemilu 2024 berdasarkan Daftar Pemilh Tetap (DPT) berada di Pulau Jawa. “Kalau lihat sebaran survei jomplang sekali yang besar Pulau Jawa, meskipun bu kota negara akan dipindah ke Kalimantan. Tapi kalau kita mau menang, ya harus kuasai Pulau Jawa. Pulau Jawa itu ada dimana saja, ada di Jawa Barat, Jawa Tengah Jawa Timur, Yogyakarta, Jakarta dan Banten,” ujarnya. Berdasarkan hasil survei Trust Indonesia tersebut, saat ini ada tiga partai yang memiliki tren kenaikan, diantaranya PDIP dan Partai Gerindra. Sementara partai lain ada kecenderungan penurunan elektabilitas. “Ini survei banyak tidak terima, padahal ini survei kita lakukan hari ini. Kita enggak tahu kalau bulan Februari, Maret dan April, memang sangat dinamis. Jadi besok ada lembaga survei, ya pasti hasilnya tidak akan jauh berbeda, akan sama-sama saling mendekati,” jelasnya. Fadhli mengatakan, dari 9 partai politik yang lolos parlemen pada Pemilu 2019 lalu, hanya Partai Demokrat dan PKS yang mengklaim diri oposisi, sementara 7 partai masuk dalam barisan koalisi pro pemerintah. Namun, oposisi yang diterapkan Partai Demokrat dan PKS masih ambigu alias abu-abu tidak jelas hingga hari ini, sehingga publik masih menunggu ketegasan sikap kedua partai tersebut, untuk mengambil sikap dalam memberikan pilihan. “Nah, catatan kritis kami terhadap Partai Gelora mau berada di mana, di barisan partai koalisi atau oposisi. Jadi tinggal memilih saja,” katanya. Tetapi, menurut Fadhli, untuk meningkatkan elektabilitas, sebaiknya Partai Gelora masuk barisan koalisi di luar pemerintahan atau oposisi, meskipun saat ini belum masuk parlemen. “Menurut kami, ini peluang yang sangat besar. Partai Gelora bisa memerankan peran oposisi disaat Partai Demokrat dan PKS masih setengah hati. Tinggal pandai-pandai Partai Gelora untuk mempertegas sikapnya dengan menggunakan data-data yang dimiliki, ditambah data-data hasil survei,” katanya. Fadhli menambahkan, data hasil survei bisa disikapi secara rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara scientific, bukan sekedar luapan emosional. “Survei adalah pendekatan ke kebenaran, mendekati kebenaran. Walaupun ada survei yang dilakukan melenceng dari kebenaran, tapi hasilnya tidak jauh berbeda, tetap mendekati kebenaran,” pungkasnya. Partai Gelora sendiri mentargetkan elektablitas 4 persen saat pendaftaran peserta Pemilu 2024 pada Agustus 2022 mendatang, dan elektablitas 8-10 persen saat ditetapkan sebagai peserta pemilu pada Desember 2022. (sws)