ALL CATEGORY
Hitchkock Style dalam Lukisan Raden Saleh
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan (Terima kasih untuk pelukis Iwan Aswan bin Naseh yang support saya siapkan CABE yang ini) Pelukis Raden Saleh lahir di Semarang pada tahun 1811. Ayahnya Sayyid Hussein bin Alwi bin Awal. Ibunya Raden Ayu Syarif Husein bin Alwi bin Awal. Sejak kecil tinggal di rumah pamannya bupati Semarang Suryamenggala. Dari 1820 s/d 1829 ber-pindah2 tinggal Cianjur, Bogor, Semarang. Tampaknya dari garis ibu Raden Saleh memiliki darah menak Cianjur. Berita penculikan Pangeran Diponegoro oleh de Kock Belanda membuat kaget dan marah kalangan elit komunitas zona econ Semarang. Mereka ke Magelang, tempat Pageran ditahan dan mereka menuntut de Kock bebaskan Pangeran. Seorang ahli seni lukis asal Jerman Werner Kraus setelah mengamati lukisan Raden Saleh tahun 1857 merasa yakin ada tokoh Raden Saleh dalam lukisannya itu, photo lukisan atas. Mengapa Raden Saleh yang hadir di Magelang awal 1830 baru melukisnya tahun 1857. Karena ia marah. Melihat lukisan Nicolus Belanda dengan tema serupa tapi Pangeran digambarkan sangat loyo. Alfred Hitckock dalam tiap filmnya suka memunculkan sosoknya dalam sebuah scene di film. Saya kenal seorang bassist Jazz yang biasa bermain a.l dengan Bill Saragih dan drummer asal Pillipine Domingo Roda, namanya Kismet Rasat. Kismet mendapat story tentang Raden Saleh dari temannya seoramg pelukis Belanda. Raden Saleh suatu hari di rumahnya di Cikini ketamuan pelukis yang baru datang dari Holland. Deze Hollander minta izin melukis di halaman rumah Raden Saleh yang tertutup rerumputan hijau sementara banyak pohon2 tumbuh dengan segar yang sesekali bergoyang dihempas angin dari Kali Pasir. Raden Saleh menemani bulé melukis sembari duduk2 drinken koffee en ciplak2 roti. Bulé melukis bunga. Klaar lukisan cat belum kering. Lukisan bunga dijemur. Bulé menemani Raden Saleh duduk-duduk. Sekitar setenga jam dua ekor kupu2 yang lucu hinggap sekejap di lukisan bunga dan pergi lagi. Bulé ketawa-tawa, bangga. Raden Saleh bangun lalu menuju rumah dan menutup pintunya. Malam harinya di beranda hotel des Galleries Harmonie tempat seniman2 kumpul, juga biasanya Raden Saleh tapi malam itu tak ada, kasus burung jadi pergunjingan. Seminggu sudah Raden Saleh tak nampak. Seniman2 was2. Mereka janji mau ke rumah Raden Seleh di hari esok. Esok hari mereka dapatkan rumah Raden Saleh tertutup dan gelap. Seseorang mengintip dari lobang jendela model gambang. Lalu teriak, Saleh bunuh diri. Semua berebut ngintip. Ya hij ist mati. Panggil polisi. Polisi buka satu pintu, semua berebut masuk dan langsung jatuh duduk. Yang.mereka lihat cuma.lukisan Raden Saleh gantung diri. Tiba2 Raden Saleh keluar kamarnya tanpa kata berdiri saja. Tak ada suara semua terdiam. Seorang pelukis sepuh bicara sambil hadapkan muka ke pelukis bunga. Kamu datang dari Belanda cuma buat verkleneren Raden Saleh yang kita orang disini begitu hormat akan dia. Cat minyak yang kamu campur pewangi menipu kupu-kupu pun cuma sekejap . Jij pelukis zonder ethic. Kita orang disini jadi minderwaardig gara-gara kamu, karena Raden Saleh jadi terpaksa hunjuk bakatnya yang luar biasa haibat sebagai pelukis besar. Pulang naar Holland maar, bikin apa jij di négri Betawie. (*)
Surat Edaran Yaqut
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan MAKIN ruwet saja cara mengelola negara. Tidak Presiden tidak juga Menteri. Cara menangani pandemi semrawut baik pengaturan maupun praktek. Praktek Presiden yang berada dalam kerumunan membagi-bagi kaos saat berkunjung ke Sumatera Utara adalah perilaku mengerikan di tengah Menko Luhut yang merencanakan pembatasan usia 60 tahun ke atas untuk berada di \"penjara\" rumah. Omicron yang katanya mengganas ditepis dengan kerumunan oleh Bapak Jokowi. Kini muncul lagi Surat Edaran Menteri Agama yang kontroversial. Menteri Yaqut merambah ke masjid-masjid mungkin dalam rangka \"menyambut\" ramadhan. Dari ibadah berjarak satu meter, ceramah yang hanya 15 menit, khatib atau penceramah bermasker dan faceshield, hingga larangan mengedarkan kotak amal. Ditambah himbauan jamaah usia 60 tahun ke atas untuk beribadah di rumah. Surat Edaran Menag No. 04 tahun 2022 ini ditanggapi pro-kontra. Masalah utamanya adalah sikap inkonsistensi dan ambivalensi. Baru saja perayaan Natal, Tahun Baru, dan Imlek yang boleh diadakan secara \"meriah\" tanpa pembatasan yang ketat. Justru di saat mendekati bulan Ramadhan pengaturan diperketat. Sementara sang Kepala Negara sedang berbahagia berkeliaran dan bereuphoria bersama kerumunannya. Umat Islam ini rasanya terus diacak-acak perasaan keagamaannya. Termasuk oleh Menteri Agama yang katanya beragama Islam. Masjid dianggap sebagai tempat horor penyebar penyakit dan perenggut nyawa. Mendekat kepada Tuhan harus berjarak dengan menjauhkan kotak amal. Berbeda dengan pasar, mall, dan tempat wisata Masjid adalah tempat paling menakutkan dimana ibadah sepertinya dianggap sebagai jalan menuju penularan dan mala petaka. Menag Yaqut selalu buat masalah pada umat. Sejak afirmasi Syi\'ah dan Ahmadiyah, kurikulum moderasi, hari Nawruz 178 EB, Kemenag untuk NU, hingga kini soal jarak satu meter dan mengharamkan kotak amal. Kewaspadaan pada pandemi Covid 19 tentu hal penting, akan tetapi kebijakan pengetatan ibadah dan longgar di ruang yang lain adalah sikap diskriminatif. Luhut buat aturan, Yaqut buat juga aturan yang semuanya merasa paling tahu dan benar dalam mengendalikan pandemi. Sementara rakyat dianggap tidak tahu apa-apa, menerima saja aturan yang dibuat bapak-bapak Menteri itu. Dengan Surat Edaran sudah dapat mengatur urusan penting umat dan rakyat. Apakah Surat Edaran memiliki kekuatan hukum mengikat layaknya sebuah Undang-Undang? Tidak penting, yang penting urusan Covid jika menyangkut rakyat tergantung maunya Luhut, dan jika urusan umat beragama bagaimana maunya Yaqut. Rasanya negara ini dikuasai oleh \"Luhut wa Yaqut\" semata. Nah, selamat semau-maunya pak, kami hanya rakyat, kok. (*)
Resonansi Anies dan Reaksi Oligarki
Meskipun bersama dukungan rakyat, sesungguhnya Anies Baswedan tetap harus berhadapan dengan dinasti oligarki. Berseteru dengan sistem pemilu, partai politik, KPU dan intervensi kekuasaan lainnya, Anies akan terpaksa \"head to head\" melawan perjudian pemilik modal dan semua instrumen politik ekonomi dari oligarki yang mengusung demokrasi semu dan sebatas ilusi. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Aktivis GMNI Euforia Anies semakin meluas. Anies menanjak populer dan terus memanen dukungan rakyat. Resonansi Anies kian tak terbendung. Dari satu suku ke suku lain, dari satu agama ke agama lain, begitu juga dari dari satu ras ke ras lain dan dari satu golongan ke golongan lain. Anies menjadi figur pemimpin yang melampaui batas kebhinnekaan dan kemajemukan, melewati batas kedaerahan dan harapan seluruh rakyat. Dengan inisiasi sendiri yang spontan nan spartan, rakyat berduyun-duyun mendukung Anies. Anies terus bermetamorfosis sebagai pemimpin yang berasal dari dan mewujud Indonesia. Bukan pesuruh kepentingan global atau sekedar kebusukan persekongkolan busuk politisi dan pengusaha. Anies seakan menjadi alternatif sekaligus mimpi-mimpi dan kehendak rakyat akan kehadiran pemimpin ideal. Pemimpin sejati yang bebas dari KKN, bebas dari pencitraan semu dan bebas dari konspirasi jahat yang mengangkangi negara. Anies dianggap representasi aspirasi dari suara dan kedaulatan rakyat. Anies hadir menjawab kejumudan rakyat terhadap belenggu demokrasi kapitalisitik dan transaksional yang mengadopsi liberalisasi dan sekulerisasi. Jalan kepemimpinan Anies sejauh ini adalah jalan penderitaan. Memilih menjadi pemimpin adalah memilih hidup menderita, merupakan jalan pilihan Anies. Menyusuri segala kesulitan dan kegetiran saat memperjuangkan nasib rakyat. Buku Ady Amar berjudul \"Dicerca Tak Tumbang, Dipuja Tak Terbang\" begtulah seorang Anies Baswedan seperti yang dilukiskan dalam bukunya Ady Amar, seorang penulis berkarakter. Sejauh memimpin program-program kerakyatan seperti Indonesia mengajar dan menjadi rektor Universitas Paramadina, hingga pada birokrasi pemerintahan dalam kapasitas sebagai menteri pendidikan, hingga Anies menjadi gubernur DKI Jakarta. Kepemimpinan Anies begitu rentan diserang juga bergelut dengan badai kritik dan hujatan bahkan penghinaan, namun seiring itu Anies tetap kokoh dan kuat bagaikan gunung yang menancap di bumi yang mengaliri banjir prestasi. Populisme Anies Dalam Realitas Demokrasi Berada dalam iklim demokrasi yang menjadi bagian dari sistem dan struktur kapitalisme. Membuat siapapapun pemimpin di Indonesia harus berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang cenderung ambigu dan ambivalens. Di satu sisi pemimpin mengemban amanat penderitaan rakyat dan berkewajiban mewujudkan negara kesejahteraan. Di sisi lain, seorang pemimpin juga harus menghadapi dominasi dan hegemoni para pemilik modal dan kaum borjuasi berbaju oligarki. Dilema kepemimpinan dalam atmosfer demokrasi yang absurd yang demikian itu, lebih banyak dan sering menghasilkan kepemimpinan yang kontradiktif. Teguh mewakili kepentingan rakyat atau larut dalam belenggu oligarki. Saking banyaknya produk pemimpin yang berlisensi oligarki. Alih-alih mengadakan kemakmuran dan keadilan bagi rakyat. Pemimpin hasil rekayasa sosial politik yang berfungsi sebagai boneka, justru tampil vulgar melayani dan memuaskan nafsu oligarki. Anies kini menghadapi fase dimana jalan kepemimpinannya menuju puncak jalan berliku dan begitu terjal. Anies juga merasakan seperti menyusuri selasar berduri di antara dua karang tajam. Anies berada dalam ruang geliat demokrasi dan diharuskan memilih, mengikuti kehendak rakyat atau meladeni keinginan oligarki. Anies sepatutnya cerdas dan elegan bersikap melawan dan bersiasat dengan oligarki. Atau bergandengan tangan dengan oligarki yang selama ini menjadi sumber masalah dan kehancuran bangsa. Bukan hanya bagi Anies, keniscayaan demokrasi di negeri ini juga menjadi problem akut bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang selama ini sering menjadi korban dan bulan-bulanan pukulan demokrasi hampa. Dituntut untuk mampu keluar dari krisis kedaulatan rakyat dan kepemimpinan negara bangsa. Rakyat juga harus bersikap tegas mewujudkan demokrasi yang sehat, tanpa pragmatisme dan perdagangan demokrasi. Tanpa money politic\" dan tanpa terbius pencitraan yang memabukan. Rakyat harus berani memulai merubah Indonesia menjadi lebih baik dengan cara memulai membangun demokrasi yang beradab. Anies hanyalah sebuah janin dari kandungan rakyat. Ia akan terlahir menjadi bayi yang potensial dan tumbuh berkembang menjadi pemimpin sejati, jikalau rakyatnya dapat menjadi rahim yang sehat dan kuat pula. Begitupun dengan Anies, sebisanya dapat menjadi pemimpin yang welas asih dan mencintai rakyatnya. Menjadi pemimpin yang apa adanya. Menjadikan rakyat dan negara bangsa Indonesia, seperti keluarga sendiri yang harus dijaga dan dilindungi. Dengan segenap kasih sayang, dengan segenap jiwa raga. Dengan nasionalisme dan patriotisme yang mengakar pada tekad kuat, dan kesediaan Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI sebagai dasar menghidupkan kembali cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia dan tercapainya negara kesejahteraan. Lalu bagaimana dengan eksistensi dan daya cengkeram oligarki?. Biarlah seiring waktu, Anies bersama rakyat yang akan menjawabnya. Akankah demokrasi menjadi sejatinya mewujud kehendak rakyat atau demokrasi ilusi yang dikuasai oligarki?. Semoga bukan demokrasi basa-basi atau demokrasi sebagai bungkus obsesi dan ambisi oligarki yang terjadi kedepannya. Terlebih ketika dalam kontestasi pilpres 2024 mendatang, saat Anies berkompetisi dengan bertaburannya lakon-lakon wayang oligarki. (*)
Cinta Indonesia Itu Tolak Pindah Ibu Kota
Oleh Ahmad Sastra, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, tinggal di Bogor INDONESIA yang konon menerapkan demokrasi dimana suara rakyat sebagai yang berdaulat hanyalah omong kosong. Sebab faktanya dalam setiap kebijakan perundang-undangan, suara rakyat justru sering diabaikan, bahkan protesnyapun dicuekin oleh wakil-wakil rakyat. Seperti contoh UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan kini UU IKN, meski banyak menyulut penolakan dari berbagai komponen rakyat, tetap saja disahkan oleh wakil rakyat. Ini ironi diatas ironi. Benarkah wakil rakyat telah menjadi wakil rakyat ?. UU IKN pun dikebut dan disahkan pada 18/1/2022—meskipun mendapat kritikan dari banyak pihak. Disaat para petinggi negeri teriak-teriak saya pancasila, namun lahirnya UU IKN justru telah melanggar pancasila terutama sila ke 4 dan 5. Sebab faktanya rakyat justru tak dianggap dan IKN berpotensi hanya menguntungkan oligarki, bukan menguntungkan rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia telah dikhianati oleh para wakil rakyat. Banyak UU yang justru telah dianggap murtad dari pancasila. IKN baru ini dianggap mengabaikan suara dan hak masyarakat adat maupun masyarakat lokal. Tidak hanya itu, IKN baru juga dianggap abai terhadap krisis lingkungan hidup. Tak ayal, rencana pemerintahan memindahkan Ibu Kota Negara banyak menuai protes dari berbagai kalangan. Termasuk para jenderal purnawirawan, akademisi serta aktivis lungkungan dan masyarakat. Salah satunya dari PNKN (Poros Nasional Kedaulatan Negara) yang mendatangi Mahkamah Konstitusi, Rabu 2 Januari 2022. Dalam keterangan Persnya, Marwan Batubara menyampaikan bahwa UU IKN telah melanggar UUD 1945 dan Pancasila. Lebih jauh koordinator PNKN tersebut juga menyampaikan bahwa permohonan uji materi ke MK semata-mata hanya untuk kepentingan Rakyat, Bangsa dan Negara. Terutama tentang Kedaulatan Negara. Ironisnya, pemerintah mau pindah ibu kota justru ditengah negeri ini sedang didera banyak masalah akibat pandemi covid 19. Sebenarnya negeri ini tidak sedang baik-baik saja dan hal ini sudah banyak disadari oleh rakyat. Kasus korupsi makin menjadi-jadi. Penguasaan lahan (termasuk hutan) dan SDA yang makin brutal oleh segelintir pemilik modal. Banyak BUMN yang bangkrut. Banyak proyek infrastruktur mangkrak atau terancam mangkrak. Infrastruktur yang sudah jadi pun ada yang ‘tak berguna’, seperti Bandara Kertajati di Majalengka. Ada juga infrastruktur yang kemudian terpaksa dijual atau berencana dijual, seperti beberapa ruas jalan tol, sebagaimana diwacanakan Pemerintah. Persoalan lainnya, harga kebutuhan pokok masyarakat makin mahal. Yang terbaru minyak goreng. Padahal negeri ini penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Utang luar negeri makin menumpuk hingga mencapai ribuan triliun rupiah. Di dunia usaha, banyak pengusaha skala kecil dan menengah yang terpuruk. Banyak terjadi PHK. Otomatis angka pengangguran pun makin tinggi. Selama Pandemi Covid-19, angka kemiskinan juga meningkat. Di tengah berbagai keterpurukan ini, Pemerintah malah mengesahkan rencana pemindahan ibukota baru ke Kalimantan dengan rencana biaya ratusan triliun rupiah dari APBN. Tentu sebagiannya dari utang dan pajak rakyat. Rencana ini disinyalir hanya untuk memenuhi nafsu segelintir kaum oligarki, yang cengkeramannya makin kuat. Sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat. Jadi rakyat wajib menolak Ikn sebagai bentuk kecintaan kepada negeri ini. Agung Wisnu Wardana, aktivis 98 memberikan penjelasan bahwa pada awal perencanaan, Bappenas menyatakan kontribusi APBN untuk pembangunan Ibu Kota Negara yang baru sebesar 19,2%. Dalam perkembangannya, rezim penguasa mewacanakan kontribusi APBN naik jadi 53%. Walaupun kemudian dibantah oleh mereka sendiri. Dan dalam situs resmi IKN tertulis kontribusi APBN sebesar 19,4%. Dan KPBU 54,2% dan investasi swasta dan BUMN 26,4%. Hal ini menunjukkan perencanaan yang labil. Untuk proyek yang sangat strategis, hal ini tentu wujud kebijakan yang main-main, tak serius. Terlepas besar kecilnya kontribusi APBN, hal ini akan membebani rakyat. Karena APBN negeri ini dibangun dengan utang luar negeri dan pajak. Utang luar negeri telah tembus 6900 triliun. Pajak khusus IKN juga mulai diwacanakan. Semuanya akan ditanggung oleh rakyat, dan ujungnya merugikan rakyat. Bila kobtribusi APBN sebesar 19,2% maka terbuka peluang luas di atas 80% adanya investasi swasta tetmasuk di dalamnya investasi asing. Hal ini tentu akan membahayakan kedaulatan negeri ini. Pilihan lain yang mungkin akan dilakukan pemerintah untuk menutupi biaya IKN yang besar adalah cetak uang. Hal ini juga akan membahayakan karena akan menimbulkan inflasi yang besar. Semua pola penganggaran pembangunan yang dipaparkan di atas adalah model pembangunan berbasis kapitalisme yang ujungnya hanya akan menimbulkan kesenjangan ekonomi dan kerusakan lingkungan. Pola ini hanya akan memindahkan masalah dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Oleh karena itu pemindahan ibu kota negara dengan pola kapitalisme ini hanya akan merugikan rakyat Kalimantan Timur khususnya dan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya. Hal ini mestinya bisa dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia bahwa wajib menolak IKN. Penolakn IKN justru sebagai bukti bahwa rakyat cinta kepada negeri ini. Anggota HILMI Dr. Riyan M.Ag. menyatakan banyak pertanyaan timbul terkait UU IKN yang belum terjawab di masyarakat, terutama mengenai alasan perpindahan IKN. Ia juga menyatakan ada kemungkinan kepentingan oligarki politik rezim dan korporasi/pihak swasta yang terlibat dalam persoalan pindah IKN. (muslimahnews.net, 23/1/2022). Selain itu, Warkhatun Najidah, akademisi Universitas Mulawarman, menyatakan UU IKN ini ditolak karena dua hal, yaitu dari segi tidak berjalannya uji publik dengan baik dan tentang kejelasan wewenang dan hubungan Badan Otoritas dengan Pemerintah Provinsi maupun Pemkab/Pemkot di Kaltim. Hal ini penting agar tidak terjadi pencaplokan wilayah Kaltim. Masih menurut Warkhatun Najidah, proyek IKN menguntungkan para elite politik dan investor yang bermain di dalamnya. Ini karena belum sah saja, pemerintah sudah menandatangani MoU dengan para investor dan proyek sudah berjalan. (muslimahnews.net, 24/1/2022). Kajian pendalaman pramasterplan IKN juga telah dilakukan oleh konsultan McKinsey (Detik Finance, 21/10/2019). Kawasan yang akan diproyeksikan sebagai IKN terdiri dari Kawasan Inti Pemerintahan, Kawasan IKN, hingga Kawasan Perluasan IKN bukan ruang kosong. Kawasan ini sebelumnya sudah terpenuhi oleh izin-izin dan konsesi, seperti pertambangan, kehutanan, perkebunan, PLTU, dan konsesi bisnis lainnya. Yang diuntungkan dari proyek IKN baru adalah perusahaan-perusahaan pemilik konsesi ini karena menjadi penerima manfaat atas megaproyek ini. Mereka adalah para politisi nasional dan lokal, beserta keluarganya yang memiliki konsesi industri ekstraktif. Terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit, dan PLTU batu bara di atas wilayah total kawasan IKN seluas 180.000 hektare—setara dengan tiga kali luas DKI Jakarta, ditambah tujuh proyek properti di Kota Balikpapan. Setidaknya, ada 148 konsesi, di antaranya pertambangan batu bara, baik berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan salah satunya berstatus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau ring satu seluas 5.644 hektare seluruhnya berada di dalam konsesi PT. IHM. Ring dua seluas 42.000 hektare mencakup konsesi PT IHM dan sekaligus PT IKU. Ditemukan pula 10 konsesi perkebunan di atas kawasan IKN, yakni delapan di ring dua dan tiga, yakni Kecamatan Samboja dan Muara Jawa, serta sisanya di Kecamatan Sepaku. Data-data ini menujukkan bahwa pindah IKN jelas bukan keinginan rakyat, tapi keinginan oligarki demi mendapatkan keuntungan materi dengan mengabaikan kepentingan rakyat yang selama ini dijanjikan akan selalu dibela. Mereka juga selalu berteriak bahwa rakyatlah yang berdaulat. Dalam perspektif ajaran Islam, pindah ibu kota itu sesuatu yang mubah, selagi alasannya syar’i dan untuk kepentingan kemaslahatan umat dan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan kekuasaan dan segelintir oligarki. Islam juga menerapkan konsep kepemilikan yang khas, terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, negara. Pembagian ini adalah untuk kemaslahatan umat. Kepemilikan individu (milkiyah fardiyah) atau disebut private property adalah hak individu memanfaatkan kekayaannya sesuai syariat Islam. Islam mengatur cara seseorang memperoleh harta—yang diizinkan dan yang tidak diizinkan—seperti bekerja, waris, dan hibah. Kedua, kepemilikan umum (milkiyah ammah) atau public property adalah kepemilikan yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kepemilikan umum tidak dapat dikuasai perseorangan apalagi swasta. Negara juga tidak boleh menguasainya, melainkan mengelolanya untuk kepentingan umat. Contohnya, sumber daya alam, seperti air dan barang tambang. Jenis kepemilikan ketiga adalah kepemilikan negara (milkiyah daulah) atau state property yang pada dasarnya adalah hak milik umum, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab negara/pemerintah. Contohnya, ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, usyur, dan pajak. Rencana pindah ibu kota dalam sistem demokrasi kapitalisme tentu saja sangat berbeda dengan pindah ibu kota perspektif Islam. Kapitalisme selalu menguntungkan kaum kapital dan rakyat hanya menjadi korban kebijakan. Sementara dalam Islam selalu berorientasi kepada kemaslahatan rakyat secara keseluruhan. Kapitalisme juga bertumpu hanya kepada sejauh mana mendapatkan keuntungan materi tanpa melihat apakah halal atau haram, sementara Islam memandang setiap aktivitas dalam timbangan hukum syara’, jelas antara yang halal dan haram. Sekali lagi, rakyat wajib menolak UU IKN sebagai bukti cinta kepada negeri ini dan rakyat pada umumnya, sebab negeri ini dengan sistem kapitalisme telah dicengeram oleh para begundal oligarki. (*)
Setelah Indomaret Disegel
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan TERBERITAKAN bangunan minimarket Indomaret di Jalan Cihampelas 149 Bandung akhirnya disegel oleh Pemkot Bandung dikarenakan tidak memenuhi syarat adanya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Bangunan toko yang berdiri di lahan yang sejak lama dipermasalahkan status kepemilikannya itu terbukti melanggar aturan. Pemkot telah berulangkali mengingatkan akan tetapi pemilik tetap mengabaikan. Setelah Indomaret beroperasi, barulah berhasil dilakukan penyegelan. Dua hal yang dapat dimasalahkan di lokasi tanah 1.686 M2 tersebut. Pertama, bangunan Indomaret itu dibangun tanpa izin (PBG) dan kedua, adanya bangunan rumah ibadah yang dihancurkan, padahal rumah ibadah (Masjid Nurul Ikhlas) tersebut termasuk dalam status Cagar Budaya sesuai Perda Kota Bandung No. 7 tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya. Kini atas pelanggaran hukum tersebut, bangunan toko Indomaret itu telah disegel. Persoalannya adalah penyegelan dilakukan sampai dimilikinya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang tentu jika kemudian diurus dan dimiliki maka dicabut penyegelannya. Ini akan menjadi preseden buruk. Orang akan bebas membangun tanpa izin, setelah bangunan selesai baru diurus perijinannya. Semestinya atas bangunan tersebut dilakukan pembongkaran karena terbukti sengaja pemilik membangkang. Aspek lain adalah penghancuran bangunan Cagar Budaya yang merupakan suatu perbuatan pidana. Argumen bahwa tidak tahu bahwa bangunan itu sebagai Cagar Budaya tidak beralasan. Jika keberatan terhadap materi Peraturan Daerah maka bukan dengan melakukan \"eigenrichting\" atau main hakim sendiri, tetapi harus dengan melakukan perlawanan secara hukum atas Perda tersebut. Selama Perda Pemkot itu masih berlaku maka penghancuran Cagar Budaya adalah perbuatan kriminal. Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang sebenarnya telah dilanggar. Pengusutan harus dilakukan terhadap siapapun yang bertanggungjawab atas pengrusakan atau penghancuran tersebut. Pengadilan akan menguji alasan-alasan yang nantinya dikemukakan. Sebenarnya persoalan kepemilikan tanah juga belum tuntas, antar pihak masih menganggap memiliki alas hak kepemilikan atau penguasaan. Baik ahli waris, pewakaf, maupun PT KAI. Belum ada putusan hukum yang menguatkan. Bahkan proses peradilan pun belum dilakukan. Alasan dan pembuktian baru bersifat instansional. Karenanya potensi sengketa atas lahan strategis Cihampelas 149 masih terbuka. Terlepas dari potensi tersebut, fakta yang terjadi adalah penghancuran Masjid Nurul Ikhlas yang dinyatakan sebagai bangunan Cagar Budaya telah terjadi. Demikian juga pembangunan minimarket Indomaret di lahan tersebut tanpa didasarkan pada IMB atau kini PBG. Indomaret telah disegel oleh Pemerintah Kota Bandung. Potensial untuk dibongkar. Kasus Cihampelas 149 telah dan akan terus menjadi perhatian publik. Karenanya penting untuk segera diselesaikan secara tuntas. Bukan dengan arogansi. (*)
Menkop Dorong Koperasi Pangan dengan Sistem Pertanian Terpadu
Jakarta, FNN - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pihaknya memprioritaskan untuk mendorong pengembangan koperasi pangan dengan sistem pertanian terpadu (integrated farming system). Sistem ini dinilai menjadi model yang tepat untuk ditiru para petani dan peternak maupun koperasi di sektor pangan, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani serta memperkuat ketahanan pangan di Indonesia. \"Ini semacam menciptakan sirkulasi ekonomi,” ucapnya ketika mengunjungi peternakan Mas Ihsan Farm, Cikampek, Karawang, Jawa Barat, sebagaimana dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu. Lebih lanjut, dikatakan bahwa Mas Ihsan Farm dapat menghasilkan Rp12 miliar per tahun hanya dengan satu hektar (ha). Jika model seperti ini diadopsi, ungkap Menkop, maka akan menjaga ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Ia mengatakan peternakan merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional serta mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. “Sektor ini menyumbang kontribusi sebesar 16,04 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan II-2021, meningkat 7,07 persen year on year (yoy),” ujar Teten. Namun, tantangan yang harus dihadapi dalam konteks ini yaitu banyaknya skala usaha yang masih kecil-kecil dan perorangan atau sekitar 90 persen pelaku usaha perunggasan di Indonesia merupakan peternak unggas mandiri/perorangan, sehingga sulit menghadapi persaingan dengan konglomerasi peternakan. Untuk itu, Teten memastikan akan mengajak pemilik Mas Ihsan Farm, Sri Darmono Susilo, menjadi inkubator mitra kementerian melalui program inkubator usaha yang ada di Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM). \"Segera secepatnya setelah dari sini saya instruksikan dan koordinasi dengan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Arif Rahman Hakim), kami ajak Mas Ihsan Farm untuk mengembangkan model pertanian integrasi bersama inkubator di LPDB. Yang pasti tahun 2022 ini sudah harus jalan,\" kata Menteri Teten. Kini, Kemenkop disebut semakin memperkuat korporatisasi peternak sebagai bagian dari program besar kementerian dalam pengembangan koperasi di sektor produksi. Hal ini dianggap sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mendorong korporasi sektor pangan. Integrated farming system merupakan sistem pertanian dengan upaya memanfaatkan keterkaitan antara tanaman perkebunan, pangan, hortikultura, hewan ternak dan perikanan, untuk mendapatkan agro ekosistem yang mendukung produksi pertanian (stabilitas habitat), peningkatan ekonomi, serta pelestarian sumber daya alam. (mth)
Mahfud MD: HMI Bangun Indonesia Berdasar Pancasila yang Sejahtera
Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memiliki tujuan untuk membangun Indonesia berdasar Pancasila yang sejahtera dengan napas islami.“Di Indonesia ini, warga HMI bebas dan independen untuk memilih rumah politik, parpol (partai politik), dan lembaga yang berbeda-beda. Tetapi tujuannya sama, yakni membangun Indonesia berdasar Pancasila yang sejahtera dengan napas islami, Islam rahmatan lil ‘alamin,” kata Mahfud.Pernyataan tersebut ia sampaikan melalui cuitan di akun Twitter resmi Mahfud MD dengan nama pengguna @mohmahfudmd, yang dipantau dari Jakarta, Sabtu. Mahfud menyampaikan pernyataan tersebut dalam rangka mengucapkan selamat Hari Ulang Tahun Ke-75 HMI. “Jangan kamu masuk ke istana raja (penguasa) dengan hanya melalui satu pintu, tapi masuklah melalui pintu yang berbeda-beda,” kata Mahfud di dalam cuitannya.Mahfud mengutip pernyataan tersebut dari nasihat Nabi Yakub kepada anak-anaknya, sebagaimana yang diceritakan di dalam Alquran, “Laa tadkhulu min babin wahidin wadkhulu min abwabin mutafarriqah.”“Ini bisa dipedomani oleh HMI,” kata Mahfud. Dikutip dari laman Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam, HMI adalah Organisasi Mahasiswa Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini memiliki tujuan untuk membina mahasiswa Islam menjadi insan \"ulul albab\" yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridai Allah SWT.Organisasi mahasiswa ini didirikan di Yogyakarta pada 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 194, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam.“Selamat HUT Ke-75 Himpunan Mahasiswa Islam,” kata Mahfud. (mth)
Memahami Dialog Antar Agama-03
Tujuan terutama dari keterlibatan saya ini adalah untuk mengurangi kecurigaan-kecurigaan yang mengantar kepada ketakutan (phobia) dan kebencian kepada Islam dan Komunitas Muslim itu. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SAYA pribadi harus mengakui bahwa kerja-kerja Interfaith saya banyak terjadi, bahkan sesungguhnya banyak belajar dari kehidupan Interfaith di Amerika. Saya terlahir di negara Muslim terbesar dunia, Indonesia. Sejak kecil mengenyam pendidikan di pesantren. Tentu dapat dibayangkan bahwa interaksi saya dengan non Muslim hampir zero. Setamat dari pesantrean saya kemudian melanjutkan studi Islam dì Islamabad Pakistan, sebuah negara yang pemahaman agamanya dikenal cukup keras. Apalagi itu terjadi di saat perang Afghanistan melawan Uni Soviet bergejolak. Dengan sendirinya “mindset”saya tentang non Muslim sangat prejudisial ketika itu. Saya kemudian tinggal di Saudi Arabia sebagai pengajar di sebuah Institusi Islam di bawah Kementrian Wakaf dan Haji. Kantor ini dibawahi langsung oleh Kantor Dakwah dan penerangan Islam (ad-da’wah wal Irsyad) yang saat itu diketua oleh Sheikh Abdullah bin Baz, Mufti Besar Saudi Arabia saat itu. Dari jejak perjalanan itu tentu dapat menggambarkan wawasan saya tentang Islam dan juga dunia global, khususnya dunia Barat yang memang dianggap kurang bersahabat ke Islam dipenuhi oleh kecurigaan, bahkan ketidak senangan. Sehingga untuk saya aktif di kegiatan antar agama di kemudian hari memerlukan proses transformasi atau perubahan mendasar. Dan ini pulalah salah satu hal yang saya harus akui. Di Amerika-lah transformasi wawasan keagamaan dan dunia (lingkungan sekitar) itu terjadi. Interfaith dan Amerika Sejak berdirinya Amerika telah ditakdirkan untuk menjadi negara yang multi ras, etnik, budaya dan agama. Di negara inilah semua manusia dengan latar belakang yang sangat ragam menyatu dalam kesatuan Amerika (United States of America). Hanya saja kesalahan sejarah itu bisa saja terjadi di mana-mana. Amerika selama ini seringkali dikenal oleh sebagian sebagai negara \"Judio Kristen\" (negara Yahudi dan Kristen). Bahkan sebagian warga Amerika “Kristen radikal” (Evangelicals misalnya) mengakuinya sebagai negara Kristen. Yang terakhir inilah yang menjadi embrio kebencian kepada non Kristen, termasuk Yahudi dan Muslim. Interaksi antar agama di Amerika bukan cerita baru. Sejak lama hubungan komunitas Muslim dengan tetangga-tetangganya sudah mulai terbangun. Akan tetapi hubungan itu hanya sebatas hubungan keseharian yang tidak dirancang (unplanned) dengan sengaja dan tidak secara sistimatis. Akibatnya masih terlalu banyak non Muslim yang salah paham, curiga, takut bahkan benci dengan keberadaan komunitas Islam di Amerika. Pada saat yang sama masyarakat Amerika di bombardir oleh imformasi-informasi yang salah tentang Islam dan Komunitas Muslim. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah bahwa Islam itu adalah ajaran yang membenci orang lain. Belakangan Donald Trump mengekspresikan itu dengan “they hate us”. Bahkan di zamannya tagar “they hate us” menjadi trending. Dari kesalah pahaman jika Islam adalah agama kebencian (hate), melahirkan dikemudian hari pemahaman bahwa Islam adalah inspirasi teror. Maka Islam kemudian dipersepsikan sebagai agama terorisme. Berbagai peristiwa terorisme dunia dianggap jika Islam adalah ideologinya. Puncak kesalah pahaman itu terjadi ketika serangan teror melanda Amerika, kota New York khususnya, pada 2001. Peristiwa yang dikenal dengan “Nine Eleven” itu seolah menjadi justifikasi bahwa Islam memang adalah agama teror. Keadaan pasca 9/11 itulah yang kemudian memaksa saya dan tentunya masyarakat Muslim Amerika secara umum memulai dialog antar agama ini secara sungguh-sungguh dan sistimatis. Tujuan terutama dari keterlibatan saya ini adalah untuk mengurangi kecurigaan-kecurigaan yang mengantar kepada ketakutan (phobia) dan kebencian kepada Islam dan Komunitas Muslim itu. Kita mengenal dari hanyak cerita, bagi saya pribadi adalah pengalaman langsung (direct experience), betapa banyak serangan kepada Komunitas Muslim saat itu. Selain serangan fisik, yang sesungguhnya terberat adalah tekanan fsikis yang hebat. Kecurigaan jika Muslim itu berbahaya, musuh, ancaman, menjadikan Umat saat itu selalu berada dalam keadaan merasa terawasi. Komunitas Muslim kemudian tersadarkan bahwa keadaan ini jangan lagi “taken for granted”. Seolah akan berubah dan membaik dengan sendirinya seiring perjalanan masa. Umat ini harus melakukan langkah-langkah untuk mengurangi stigma dan kesalahpahaman itu. Saya sebagai bahagian dari Umat Muslim Amerika perlu mengambil langkah-langkah kongkrit untuk mengkounter stigma yang terbangun. Dan karenanya saya menghubungi teman saya di Interfaith Center, Timur Yuskaev (saat ini beliau adalah seorang profesor di Harford Seminary CT), untuk menginisiasi kegiatan antar agama yang melibatkan Komunitas Muslim dan secara khusus saya pribadi. Ternyata hal itu mendapat sambutan dari Interfaith Center. Tentu mereka memang ingin melihat keterlibatan Umat Islam dalam kegiatan ini. Karena selama ini hampir di semua kegiatan interfaith Komunitas Muslim masih jarang yang terlibat. Mungkin karena Komunitas Muslim sendiri yang merasa tidak perlu. Atau memang pihak lain belum melihat urgensinya bagi Komunitas Muslim dilibatkan. \"9/11\" Pintu Interfaith di US Seperti disebutkan terdahulu, peristiwa 9/11 merubah tatanan kegiatan interfaith. Sejak itu Komunitas Muslim, saya pribadi, sangat dilibatkan dalam berbagai kegiatan interfaith. Ragam kegiatan interfaith kemudian dilakukan, termasuk yang saya pribadi terlibat di dalamnya secara langsung. Dua hari setelah peristiwa 9/11 saya diminta oleh Timur Yuskaev dari IC (Interfaith Center of NY) untuk mewakili komunitas Muslim dalam sebuah konferensi pers pimpinan agama-agama New York (Religious leaders response to terror attack). Di sanalah saya mulai kenalan dengan beberapa Pastor Kristen, Pendeta Katolik, dan Rabi Yahudi. Tapi pertemuan dan perkenalan dengan mereka itu terasa sangat “intimidating” (menekan) batin saya. Karena saat itu saya hadir di saat warga Amerika melihat agama saya (Islam) ini sebagai sumber kejahatan. Seolah saya saat itu mewakili sebuah peristiwa kejahatan kemanusiaan (human crime) yang baru saja menimpa negeri adi daya itu. Dua hari setelah itu saya kembali diundang menjadi salah satu “accompanying team” dari kalangan tokoh-tokoh agama untuk mendampingi Presiden Bush berkunjung ke Ground Zero. Di sanalah saya semakin intens dan bersemangat membangun rasa percaya diri (self confidence) untuk membangun komunikasi dan relasi dengan pimpinan agama-agama di kota New York. Lalu beberapa hari kemudian kantor walikota New York (City Hall) mengadakan acara besar di Yankee Stadium. Acara itu disebut \"National Prayer for America\" (doa Nasional untuk Amerika). Saya kembali diundang untuk mewakili komunitas Muslim untuk membaca doa. Tapi akhirnya saya memutuskan untuk membaca Al-Quran. Acara itulah yang semakin memberikan saya pribadi, yang saat itu baru 4 tahunan di US, eksposur yang luas. Saya banyak dikenal oleh tokoh-tokoh Kristen, Katolik, dan juga Yahudi. Dan sejak itu berbagai undangan untuk saya hadir dalam acara Interfaith baik di kota New York, Washington DC, dan kota-kota lain di US. Kesempatan menjadi Imam di Islamic Center New York di kemudian hari semakin membuka pintu kesempatan itu. Saya bahkan menjadikan Interfaith sebagai salah satu Program unggulan Islamic Center saat itu. Walaupun Program ini di belakang hari mendapat resistensi yang cukup kuat dari Komunitas Muslim, khususnya mereka yang berasal dari Timur Tengah. Acara demi acara di bulan-bulan setelah 9/11 itu semakin membuka mata saya bahwa ternyata dialog antar agama (interfaith) menjadi salah satu kunci yang efektif dalam menjalankan amanah dakwah di negeri apa man Sam. Diundang ke Gedung Putih Pada bulan-bulan selanjutnya pasca 9/11 itu saya dan Imam E. Pasha dari Harlem mewakili Komunitas Muslim New York menjadi bagian dari delegasi tokoh-tokoh agama Amerika yang diundang oleh Presiden Bush ke White House. Agenda terpenting ketika itu adalah harapan Bush untuk mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh agama untuk menyerang Irak. Walaupun pada akhirnya mayoritas tokoh-tokoh agama menentang serangan militer ke Irak. Alasan terutama tokoh-tokoh agama saat itu karena minimnya bukti keterlibatan Saddam Husain dalam konspirasi serangan 9/11. Belakangan Bush merubah justifikasi serangan militernya ke Irak dengan tuduhan senjata Kimia (chemical weapon). Alasan inipun sesungguhnya mendapat resistensi dari sebagian besar tokoh-tokoh agama Amerika. Di masa pemerintahan GW Bush Jr saya mendapat tiga kali kesempatan untuk bertemu dengan Presiden di Gedung Putih. Selain yang disebutkan di atas kami juga pernah diundang bersama 15 tokoh agama Amerika bertemu Presiden Bush untuk lebih proaktif mendukung Agenda Sustainable Development dan Millennium Goals. Pada saat yang sama ragam kerja-kerja Interfaith pada tataran lokal dengan semua pihak berlanjut dan semakin menjamur. Dari yang bersifat akademik di Universitàs, PBB, hingga ke kerjasama sosial antar Komunitas seperti mengadakan “soup kitchen” untuk homeless di kota New York. Sebuah kolaborasi antara Islamic Center, Jewish Theological Seminary dan Presbytarian Church di Uptown New York. Lalu bagaimana Interfaith dalam konteks dunia Global? Apakah Interfaith ini sebuah kegiatan lokal karena tuntutan kebutuhan di sebuah tempat? Atau memang telah menjadi kebutuhan dunia Global kita? New York, 4 Februari 2022. (Bersambung) (*)
Fakta Bicara: Arteria Dahlan dan “Tuan Puteri” Kebal Hukum!
Fakta Arteria Dahlan bakal “lolos” dari jerat hukum, sebenarnya sudah bisa diduga sebelumnya, dan tidak mengherankan. Pasalnya, Arteria itu berada di “kubu” penguasa yang dapat dipastikan “kebal hukum”. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN SEBUAH pertunjukan proses hukum yang tidak adil telah dipertontonkan di depan mata. “Tuan Puteri” Puan Maharani yang juga Ketua DPR masih tetap melenggang, padahal pernah “menghina” masyarakat Minang. Meski telah dilaporkan oleh Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) ke Bareskrim Polri pada Jumat, 4 September 2020, toh hingga kini tak ada proses hukum sama sekali atas puteri Megawati Soekarnoputri itu. TEMPO.co, Sabtu (5 September 2020 07:33 WIB), menulis ucapan Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP tersebut mengenai Pancasila dan Sumatera Barat yang akhirnya berbuntut panjang hingga ke polisi. Ia dilaporkan oleh PPMM ke polisi karena dianggap menghina masyarakat Sumbar. PKS menjadi partai yang paling awal mengkritik pernyataan itu dan meminta Puan Maharani meminta maaf. Politikus PDIP merapatkan barisan membela sang putri Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri itu. Berikut adalah sejumlah fakta mengenai bagaimana polemik ini bermula. Puan menyinggung soal Pancasila dan saat mengumumkan calon kepala daerah dari PDIP untuk Pilkada 2020, Rabu, 2 September 2020. Di acara yang sebetulnya rapat virtual itu, Ketua DPR ini mengumumkan pasangan calon yang direkomendasikan PDIP maju pada Pilkada 2020 Sumbar. Mereka adalah politikus Demokrat Mulyadi dan Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni. “Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila,” kata Puan setelah mengumumkan rekomendasi itu. Kalimat bernada harapan inilah yang memicu polemik setelahnya. Juru bicara PKS Handi Risza, menilai pernyataan Puan telah menyinggung perasaan masyarakat Sumatera Barat. “Baik yang berada di Sumbar sendiri maupun di tanah rantau,” kata Handi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 September 2020. Ia meminta Puan mencabut pernyataanya dan meminta maaf ke seluruh masyarakat. Pada Pemilihan Gubernur Sumbar 2020, PKS mengusung pasangan calon Mahyeldi dan Audy Joinaldi. Politikus PDIP Arteria Dahlan membela sang “Tuan Puteri” dan meminta orang Minang lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi pernyataan Puan. “Saya sangat sedih dan prihatin, sekaligus berharap agar orang Minang hendaklah dapat menahan diri, jangan mau dipecah belah,” kata Arteria dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 September 2020. Arteria mengingatkan bahwa ayah Puan, Taufiq Kiemas berdarah Minang. “Beliau itu Datuk, Datuk Basa Batuah, orang Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat,\" kata Arteria. Ia mengatakan Megawati Soekarnoputri, ibu Puan, juga memiliki darah Minang bergelar Puti Reno Nilam. Sedangkan nenek Puan, Fatmawati, adalah anak dari tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. Ketua DPD PDIP Sumbar, Alex Indra Lukman, mengatakan, Puan tidak bermaksud menyakiti masyarakat Minangkabau. Alex menjelaskan, Puan sejatinya sedang memberikan instruksi kepada kader PDIP agar memperjuangkan nilai-nilai Pancasila. Pernyataan itu pun disampaikan dalam rapat internal partai yang kebetulan bersifat terbuka. PPMM pun melaporkan Puan Maharani ke Bareskrim Polri pada Jumat, 4 September 2020. Selain ke polisi, perkumpulan ini berencana melaporkan Puan ke Majelis Kehormatan DPR. Menurut David dari PPMM, PPMM tidak terima Puan melontarkan harapan agar Sumbar menjadi provinsi pendukung negara Pancasila. Ia menganggap pernyataan Puan itu telah menyinggung masyarakat Minangkabau. “Substansi pernyataan Puan cuma memang ingin memperkeruh suasana di ranah Minang, yang mana kalau ditarik lagi, PDIP tak pernah bisa menang. Jadi mungkin ada kekesalan sehingga timbul pernyataan tersebut,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 4 September 2020. Apa yang terjadi kemudian? Sudah lebih dari 1,5 tahun Bareskrim tampak enggan untuk “menyentuh” laporan PPMM ini. Itulah salah satu bukti nyata bahwa sudah terjadi “ketidakadilan” penegak hukum di negeri ini. Arteria Dahlan Kalau Puan Maharani pernah berharap agar Sumbar menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila – seolah menempatkan orang Minang sebagai “anti Pancasila” – politikus PDIP Arteria Dahlan lain lagi. Seperti halnya “Tuan Puteri” yang tidak tersentuh hukum, demikian halnya dengan Arteria Dahlan. Hingga kini masih bebas merdeka. Tidak ada proses hukum sama sekali. Padahal, ia telah menyebar ujaran “kebencian”. Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan saat rapat bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin, meminta untuk memecat seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) karena berbicara dalam bahasa Sunda saat rapat. Pernyataan itu pun mendapat respons dari Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Awalnya politikus PDIP itu mengaku ogah meminta maaf ke publik atau khususnya masyarakat Sunda ihwal celotehannya tersebut. Ia mempersilakan Ridwan Kamil untuk melaporkan sikapnya itu kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Kalau saya salah itu kan jelas, mekanismenya ada MKD, apakah pernyataan salah,” ujarnya. “Kita ini demokrasi silakan kalau kurang berkenan dengan pernyataan saya silakan saja. Tapi izinkan saya juga menyatakan yang demikian, repot dong kalau anggota DPR tiba-tiba seperti ini,” kata Arteria, Rabu (19/1/2021). Ia menyebut, perkataannya saat itu bukan untuk mendiskreditkan warga Tanah Pasundan. Namun, belakangan ini budayawan Sunda Budi Dalton, hingga rekan separtainya mengkritik Arteria. Budi Dalton curiga dengan tindakan Arteria yang juga meminta jaksa memakai bahasa Sunda dipecat. Ia menduga pernyataan Arteria lebih didasari oleh kepentingan lain, di luar penggunaan bahasa Sunda. “Pada saat idiom Sunda ini muncul kenapa mesti dikritik, kalau berbahasa lain tidak. Lagi pula kalau kritik (itu) tidak apa-apa. Tapi, ini malah minta diganti. Jangan-jangan ini mah by order,” katanya. Setelah mendapatkan kritikan keras, akhirnya Arteria meminta maaf pada masyarakat Jawa Barat. Seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (20 Jan 2022 13:35 WIB), permintaan maaf itu disampaikan Arteria usai memberikan klarifikasi di depan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Komarudin Watubun. “Saya dengan sungguh-sungguh menyatakan permohonan maaf kepada masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Sunda atas pernyataan saya beberapa waktu lalu,” kata Arteria, Kamis (20/1/2022). Arteria mengaku telah menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut ke DPP PDIP. Ia siap menerima segala sanksi buntut pernyataannya di rapat Komisi III DPR tersebut. Menyusul polemik pernyataannnya itu, Arteria dilaporkan oleh Majelis Adat Sunda ke Polda Jabar pada Kamis, 20 Januari 2022. Laporan dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada Selasa, 25 Januari 2022. Arteria dilaporkan oleh Majelis Adat Sunda atas dugaan kebohongan publik dan penyataan bersifat SARA. Polda Jabar kemudian menyerahkan berkas pelaporan pada Arteria itu ke Polda Metro Jaya, Selasa (25/1/2022). Terkait pelaporan itu, mengutip CNN Indonesia, Jumat (04 Feb 2022 15:30 WIB), Polda Metro Jaya menyatakan, tidak ada unsur pidana dalam kasus Arteria atas pernyataannya yang dianggap menyinggung masyarakat Sunda. Hal ini berdasarkan hasil gelar perkara Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya usai mendapat pelimpahan dari Polda Jabar. Gelar perkara itu turut melibatkan sejumlah ahli, antara lain ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli hukum bidang UU ITE. “Kami menyimpulkan dari pendapat ahli, maka pendapat dari saudara Arteria Dahlan dalam persoalan ini tidak memenuhi unsur perbuatan menyebarkan informasi yang bermuatan ujaran kebencian berdasarkan SARA yang diatur dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan kepada wartawan, Jumat (4/2/2022). Menurut Zulpan, pernyataan Arteria yang dianggap menyinggung Sunda itu disampaikan dalam situasi rapat resmi. Dan, kapasitasnya sebagai anggota DPR RI, sehingga ada hak imunitas yang dimiliki yang bersangkutan. Nopol Palsu Fakta Arteria Dahlan bakal “lolos” dari jerat hukum, sebenarnya sudah bisa diduga sebelumnya, dan tidak mengherankan. Pasalnya, Arteria itu berada di “kubu” penguasa yang dapat dipastikan “kebal hukum”. Lihat saja dalam kasus lima mobil mewahnya yang ternyata memakai pelat nomor palsu. Tidak ada proses hukum sama sekali, meski Ateria mengakui bahwa pelat-pelat tersebut bukan asli, tetapi palsu! Pelat nomor kendaraan organik kepolisian yang terpasang di kelima mobil Arteria bernomor 4196-07. Pelat nomor kendaraan organik 4196-07 tercatat untuk mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar. Dalam data Slog Polri, pelat itu memang untuk Arteria Dahlan. “Berdasarkan hasil pendataan di Bag Invent Biro Pal Slog Polri untuk Nopol 4196-07 diperuntukkan Mitsubishi Pajero Sport Dakar atas nama pemilik H. Arteria Dahlan, ST, SH, MH/DPR RI,” ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, dikutip dari Detikcom, Rabu (19/1/2022). Artinya pelat nomor organik kepolisian itu hanya untuk satu mobil. Adakah Polri memproses hukum “tindakan kriminal” atas Arteria terkait pemalsuan pelat tersebut? Bagaimana bisa satu nopol menjadi rangkap lima untuk lima mobil dengan merk yang berbeda? Sebaiknya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa memerintahkan untuk diproses secara hukum. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan pelat “aspal” ini di internal Polri harus diusut tuntas. Apalagi, jika melibatkan seorang anggota DPR seperti Arteria Dahlan. Kalau tindakan kriminal seperti memalsu pelat aspal, hak imunitas tidak berlaku bagi seorang Arteria Dahlan, meski dia anggota DPR. (*)
Miskin Akhlak, Luhut Tak Hormati Jokowi
Mungkin inilah yang disebut percakapan paling tidak sopan dan tak beretika di dunia, ketika seorang menteri menerima telepon di tengah pidato presidennya. Keadaan yang tak bisa dilepaskan dari buruknya mentalitas dan budaya sebuah bangsa serta betapa rendahnya atitude seorang pejabat. Oleh: Yusuf Blegur, mantan aktivis GMNI PENGGEDE yang sering dipanggil Opung ini, secara terbuka terus menunjukkan superioritasnya. Bukan hanya kebijakan dan pengaruh jabatannya yang lintas menteri. Saat presiden tengah berpidato, menteri koordinator kemaritiman dan investasi asyik berbicara di telepon. Sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam protokoler kepresidenan selama ini, Luhut terkesan \"show of force\" bagaimana seorang menteri lebih tinggi dan berkuasa dari seorang presiden. Menteri yang terkenal bak buldozer dan statemen publiknya sering dinilai mengancam siapapun yang tidak sejalan dengan program pemerintah. Bahkan sikapnya yang tidak menghargai Jokowi seperti itu, menegaskan betapa seorang Luhut sangat miskin ahlak. Sangat tidak pantas dan tidak beretika. Tatkala Jokowi, presiden ke 7 RI tengah memberi sambutan peresmian 7 pelabuhan baru di sekitar Danau Toba, wilayah Utara Sumatera. Luhut Binsar Panjaitan tertangkap kamera sedang asyik menerima telepon. Suatu pemandangan yang langka dalam pengalaman acara kepresidenan. Luhut seperti terlihat kurang etis dan tidak sopan kepada Jokowi, yang notabene adalah pimpinannya juga pemimpin negara yang harus dihormati. Boleh jadi ini merupakan kejadian langka yang belum pernah terjadi pada presiden-presiden Indonesia sebelumnya. Belum pernah ada anak buahnya menerima telepon saat presiden sedang menyampaikan pidato di hadapan publik dan itu di tempat terbuka dan kegiatannya dapat diakses publik. Pada akhirnya rakyat semakin yakin bahwasanya Luhut yang cuma seorang menteri itu, memiliki kekuasaan melebihi jabatan presiden. Terlanjur dikenal publik sebagai sosok yang suka mengatur dan memengaruhi Jokowi. Luhut yang juga ditunjuk Jokowi menjadi ketua tim beberapa masalah penting dan strategis termasuk penanganan pandemi. Menjelma menjadi orang paling menentukan dalam pemerintahan Jokowi. Kejadian asyik menelepon saat presiden pidato, semakin mengokohkan anggapan, betapa kuasa dan digdayanya seorang Luhut atas Jokowi dan pada negara bangsa Indonesia. Publik akhirnya bisa menilai terlepas apapun hubungan, pengalaman dan komitmen yang terbangun di antara mereka selama ini. Harusnya, sebagai petinggi negara keduanya dituntut mampu memperlihatkan relasi sosial yang profesional dan proporsional terutama saat terlihat dihadapan publik. Presiden dan bawahannya yang seorang menteri sekaligus pengusaha itu, dalam kapasitas pejabat negara sepatutnya bisa bersikap sesuai aturan dan protokoler resmi yang berlaku. Bukan malah sebaliknya dan melanggar aturan standar itu. Pada akhirnya rakyat hanya bisa menghela napas dan mengurut dada, bahwasanya antara Jokowi dan Luhut merupakan setali tiga uang. Keduanya sama-sama tak mampu bersikap sebagai pemimpin yang terhormat dan berwibawa. Gegara ulah Luhut yang terima telepon saat Jokowi pidato. Seakan membenarkan anggapan terpendam rakyat selama ini. Luhut seorang menteri yang terkesan \"sok kuasa\" tak ubahnya sebagai bos yang sebenarnya. Sementara Jokowi sang presiden, hanya anak buah yang kadung dicap presiden \"boneka oligarki\" dan gampang dikendalikan. Entah apa yang sebenarnya yang terjadi dan apa makna dibalik yang terlihat dipermukaan seperti itu. Keduanya cenderung menjadi manifestasi dari gambaran keadaan negara yang sedang tidak baik-baik saja. Situasi dan kondisi suatu negara yang jauh dari ideal akibat kepemimpinan keduanya. Setidaknya perilaku mereka dan keadaan negara beda-beda tipis. Namun apapun itu, telepon yang berdering dan berlanjut percakapan saat Jokowi sedang pidato. Menjelaskan seorang Luhut begitu miskin ahlak dalam pandangan sosial publik. Sungguh kasihan, betapa rendahnya Jokowi seiring hancurnya keberadaban dan karut-marutnya negeri. (*)