ALL CATEGORY

Presisi untuk Siapa?

Senjata andalan POLRI PRESISI ( Prediktif, Responsible, Tranparansi yang berkeadilan) nyaris tidak konsisten diimplementasikan dengan sungguh sungguh. Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD Ini berdasarkan hal-hal fenomenal, aktual dan faktual seperti kasus tragedi maut penembakan terhadap enam laskar FPI pengawal HRS di km 50 jalan tol Jakarta Cikampek beberapa tahun lalu. Masih meringkuknya HRS dan Munarman di tahanan tanpa kejelasan dan kepastian hukum. Masih mangkraknya langkah langkah konkrit atas meninggalnya enam laskar FPI tersebut, bak menunggu lupanya rakyat bangsa atas peristiwa ini. Kini menyusul kasus dadakan yang menimpa Habib Bahar Smith (HBS) yang dinilai menjadi pelangi antara rentetan peristiwa jendral Dudung, jendral Ahmad Fauzi dan pengkaitan tragedi km 50, yang cukup menghebohkan para pendukung HBS yang merasa tidak adil atas penahanan HBS dalam pandangan kasus debat terbuka  antara Brigjen AF dan HBS di pondok pesantren HBS, di sisi lain polisi mengambil langkah dan keputusan / penetapan mengaitkan ceramah HBS dengan peristiwa penembakan di km 50 dengan sangkaan menyebarkan berita kebohongan dan ujaran kebencian. Layak menjadi bahan pertanyaan langkah langkah Polri, Komnasham RI, BIN ( Badan Inteljen Negara ) dan DPR RI  yang nampak abaikan relevansi hukum dan HAM dengan metode pengalihan isu, pengaburan,  pengelabuhan dan penyesatan, yang layak dimaknai sebagai konpirasi kejahatan terhadap negara yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masiv Disisi lain pembiaran, pelambatan dan pura pura sibuk terhadap ulah ulah Deny Siregar, Armando,  Permadi Aryo, Ahok, LBP ,Erick Tohir  dan lain  lain, terkait masalah masalah korupsi, TKA, PPKM, Vaksin dan pelecehan sosial yang nyaris membuat gaduh dan kacaunya negara ini Anehnya, seolah bangsa ini kendor, masa bodoh, apatis, pesimis terhadap perkembangan dan dinamika yang terjadi, seolah jenuh, putus asa dan tidak berkutik Lantas...akan berlangsung teruskah fenomena semacam ini? Akankah Polisi hanya akan memberlakukan PRESISI ini untuk dan kepada pihak pihak tertentu ? Seharusnya kita paham dan sadar bahwa indikasi hukum yang dipolitisasi sangat kental dengan pemihakan aparat hukum terhadap rezim ini yang cenderung menindas, memojokkan, mengkriminalisasi, mendiskriminasi, mengintimidasi dan mengekskusi terhadap para ulama yang dianggap menghambat dan merintangi  jalanya roda pemerintahan Terkait hukum yang dipolitisasi, sesungguhnya dengan mudah dan gamblang adanya indikasi link up antara asing,  aseng dan para oknum penguasa dan pejabat, yang layak kita sebut para pengkianat, penjilat dan pecundang Disisi lain, bergesernya kekuatan dan kemampuan para pihak yang terdzolimi semakin lemah dan cerai berai, sebaliknya dari pihak penguasa semakin kuat dan tegar Di mana letak kesalahanya? Seharusnya semua pihak sadar dan paham, berbicara sejarah tidak lepas dari rangkaian kudeta dan bubarnya PKI pada era Pak Harto, yang nota bene kuatnya peran TNI terutama Angkatan Darat yang konsisten membela Idologi , falsafah dan pandangan hidup bangsa, yang terkenal dengan Pancasila Faktanya kini Pancasila di kotak katik, digoyah goyah, melalui Undang Undang BPIP / HIP yang Panjanya diketuai RIBKA, yang pernah menulis, aku bangga jadi anak PKI Saya kerucutkan pada proses hukum, saat ditangkap dan ditahanya Ruslan Buton atas tuduhan  membuat gaduh negara atas tulisanya yang esensinya permintaan Jokowi mundur dari Presiden Padahal ini hanya presepsi sepihak, yang sangat bertentangan dengan presepsi lain yang memformulasikan menjadi unsur unsur positif atas tulisan itu ( fenomena, Presiden adalah seorang negarawan,  permohonan mudur dalam upaya menghindari perang saudara dan pertumpahan darah ) Dari cacat dan salahnya proses dan prosedur hukum saat itu, menjadi pelajaran bagi tim advokasi, lawyer atau pengacara yang mengawal dan mendampingi HBS Jika kita telusur kembali, seharusnya sinkron antara isi SPDP ( Surat Pemanggilan Dimulai Penyidikan ) dengan acara pemeriksaan, dalam arti terkait kasus perdebatan terbuka antara Dan Rem 061 / Sk  Brigjen Ahmad Fauzi dengan HBS dipondok pesantren HBS di Bogor Faktanya tidak demikian, sehingga  proses hukum terkesan kilat dan maraton, yang seakan mengabaikan teori sebab akibat, yang menyatakan sudah memadai terpenuhinya syarat bukti dan saksi dalam gelar perkara dan putusan status tersangka kepada HBS Padahal, jika dalam pemeriksaan awal terhadap HBS diawali pertanyaan kesehatan juwa raga, setelah pertanyaan mengarah pada materi, HBS berhak menolak menjawab pertanyaan penyidik yang tidak relevan dengan SPDP, yang bisa berlanjut kepada penundaan / penangguhan pemeriksaan Tim hukum HBS telah mengajukan surat penangguhan penahanan dan nasi belum menjadi bubur, bisa saja tim hukum HBS mengajukan pra peradilan yang merupakan haknya, apalagi sangkaan atas kebohongan dan ujaran kebencian tidak valid karena, berita kebohongan tentang penyiksaan terhadap korban sebelum / setelah meninggal dunia akan terbantahkan dari data dan fakta hasil forensik kesehatan yang memperlihatkan bekas luka lebam dan robekan robekan terjangan  peluru tajam ketubuh para korban Dilain pihak ada indikasi perlindungan dan pembelaan terhadap para oknum pelaku penembakan dan ketidak tranparansian kolaborasi pihak kepolisian dengan KomnasHam RI atas penguatan pernyataan telah terjadinya tembak menembak antara polisi dengan laskar FPI pengawal HRS Semoga saja, Tim hukum HBS akan bisa menyusun dan membagi habis tugas kepada kelompoknya, sehingga tidak mubazir, efektif, efisien dan tidak mengalami kempes / bocor halus dari dalam. Wait and see (*)

KBRI Kairo Fasilitasi Ekspor Kopi Antara Pebisnis Indonesia-Mesir

Jakarta, FNN - KBRI Kairo memfasilitasi transaksi dagang produk kopi antara pelaku usaha Indonesia PT Aka Azhariyah Group dengan pembeli (buyer) Mesir Egypt Coffee Export (Moca Coffee), dalam upaya meningkatkan volume ekspor Indonesia ke Mesir.Dalam acara penandatanganan transaksi bisnis yang berlangsung di KBRI Kairo, Selasa (4/1), Duta Besar RI untuk Mesir Lutfi Rauf menekankan pentingnya para pelaku usaha untuk menjaga kualitas dan ketersediaan produksi.Permintaan atas produk kopi, ujarnya, semakin hari semakin meningkat sehingga dibutuhkan konsentrasi tinggi dalam menjaga rantai pasok kopi ke Mesir.\"Awal Januari ini sebagai transaksi perdana di tahun 2022 kami memfasilitasi kontrak dagang dan transaksi bisnis antara pelaku usaha Indonesia dengan buyer Mesir untuk produk kopi agar kita dapat memenuhi permintaan buyer Mesir secara berkesinambungan dan membuka peluang peluang bisnis lainnya,\" kata Dubes Lutfi dalam keterangan tertulis KBRI Kairo, Rabu.Mengenai kerja sama ekspor kopi, pimpinan Moca Coffee Egypt Michael Nessem menjelaskan bahwa pihaknya saat ini melakukan percobaan pesanan (trial order) dua kontainer 20 kaki (6,096 meter) dengan kapasitas 40 ton.\"Setelah dua kontainer trial order ini kami akan melakukan repeat order (pesanan ulang—red) sebanyak 10 kontainer per bulan selama tahun 2022,” kata Michael.Moca Coffee adalah perusahaan kopi yang berdomisili di Kawasan Shubra El Kheima dan memusatkan pemasaran kopinya di daerah delta utara Mesir, termasuk ekspor ke beberapa kota di Eropa.Potensi transaksi Moca Coffee dari Indonesia per bulan adalah sebesar 450 ribu dolar AS dan untuk satu tahun potensi transaksi mencapai 5,4 juta dolar AS atau senilai Rp77,34 miliar.Muhammad Fachry Fanani dan Muhammad Khusni Fauzan selaku perwakilan Pemasaran Internasional PT Aka Azhariyah Group menyampaikan terima kasih atas dukungan dan fasilitasi KBRI Kairo dalam mempromosikan dan menegosiasikan produk kopi unggulan Indonesia.\"Kami berkomitmen untuk memberikan produk kopi terbaik yang kami miliki di antaranya kopi Pemalang, kopi Temanggung, dan kopi Sumatera. Kami siap untuk ekspor secara terus menerus,\" kata Fachry.Atase Perdagangan KBRI Kairo Irman Adi Purwanto menjelaskan bahwa meskipun di masa pandemi, pergerakan ekspor Indonesia terus meningkat, terutama untuk produk kopi, yaitu sebesar 109,8 juta dolar AS (sekitar Rp1,6 triliun) pada Januari-November 2021 atau naik 67,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020, menurut data Badan Pusat Statistik RI.“Ini membuktikan tingginya permintaan produk kopi di Mesir sehingga perlu upaya dan strategi berkelanjutan untuk mempertahankan posisi Indonesia di pasar kopi Mesir,” kata Irman.Sementara itu untuk menandai 75 tahun terjalinnya hubungan bilateral Indonesia-Mesir, Dubes Lutfi mengatakan tahun ini adalah saat yang tepat untuk memperkaya hubungan ekonomi perdagangan kedua negara. (mth)

Rupiah Terkoreksi Masih Dibayangi Kenaikan Suku Bunga The Fed

Jakarta, FNN - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi terkoreksi masih dibayangi rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Fed yang lebih cepat pada tahun ini.Rupiah bergerak melemah 48 poin atau 0,34 persen ke posisi Rp14.361 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.313 per dolar AS.\"Nilai tukar rupiah masih berpotensi melemah terhadap dolar AS hari ini karena pasar masih mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS tahun 2022 ini,\" kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Rabu.Sebelumnya, lanjut Ariston, The Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuannya pada Juni 2022,Namun, perkembangan inflasi yang masih tinggi di AS mendorong pelaku pasar berekspektasi The Fed sudah akan mulai menaikkan suku bunga pada Maret 2022.\"Selain itu, dari dalam negeri, pasar juga masih mewaspadai perkembangan kasus COVID-19 terutama varian Omicron yang sudah mulai meningkat,\" ujar Ariston.Sementara itu, jumlah kasus harian COVID-19 di Tanah Air pada Selasa (4/1) kemarin mencapai 299 kasus sehingga total jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 mencapai 4,26 juta kasus.Sedangkan jumlah kasus meninggal akibat terpapar COVID-19 mencapai 3 kasus sehingga totalnya mencapai 144.105 kasus.Adapun untuk jumlah kasus sembuh bertambah sebanyak 168 kasus sehingga total pasien sembuh mencapai 4,11 juta kasus. Dengan demikian, total kasus aktif COVID-19 mencapai 4.658 kasus.Untuk vaksinasi, jumlah masyarakat yang sudah disuntik vaksin dosis pertama mencapai 166,65 juta orang dan vaksin dosis kedua 114,57 juta orang dari target 208 juta orang yang divaksin.Ariston mengatakan rupiah hari ini akan bergerak melemah ke kisaran Rp14.350 per dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp14.280 per dolar AS.Pada Selasa (4/1) lalu, rupiah ditutup melemah 47 poin atau 0,33 persen ke posisi Rp14.313 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.266 per dolar AS. (mth)

Duterte Tak Akan Minta Maaf Atas Kematian dalam Prang Atinarkoba

Manila, FNN - Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Selasa (4/1) mengatakan bahwa dia tidak akan pernah meminta maaf atas kematian para tersangka pengguna dan pengedar narkoba yang terbunuh dalam operasi polisi yang memerangi narkoba.Kematian dalam operasi antinarkoba itu telah membuat khawatir kelompok-kelompok hak asasi manusia.Lebih dari 6.200 tersangka pengguna dan pengedar narkoba tewas dalam operasi antinarkotika di Filipina sejak Duterte menjabat pada Juni 2016 hingga November 2021, menurut data pemerintah.\"Saya tidak akan, tidak akan pernah meminta maaf atas kematian itu,\" kata Duterte dalam pidato nasional mingguannya.\"Bunuh saya, penjarakan saya, saya tidak akan pernah meminta maaf,\" ujarnya.Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan para kritikus mengatakan penegak hukum telah mengeksekusi para tersangka kasus narkoba.Namun, pihak kepolisian Filipina mengatakan para tersangka yang terbunuh adalah mereka yang bersenjata dan dengan keras menolak penangkapan.Duterte, dalam pidato nasional pertamanya pada 2022, bersumpah untuk melindungi para penegak hukum yang melakukan tugas mereka, dan memberitahu mereka untuk melawan saat nyawa mereka dalam bahaya.Duterte (76 tahun) memenangkan kursi kepresidenan Filipina dengan selisih jauh pada 2016 dengan janji untuk upaya-upaya antikorupsi, penegakan hukum dan ketertiban.Dia secara konstitusional dilarang mencalonkan diri kembali pada pemilihan tahun depan. Namun, para analis mengatakan seorang sekutu dari Duterte yang terpilih dapat melindunginya dari tindakan hukum apa pun atas program antinarkotikanya.Para hakim Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada September 2021 menyetujui penyelidikan formal terhadap aksi perang Duterte melawan narkoba.Akan tetapi, ICC menangguhkan penyelidikan pada November menyusul permintaan pemerintah Filipina yang mengatakan akan melaksanakan penyelidikannya sendiri.Duterte secara sepihak membatalkan keanggotaan ICC Filipina pada Maret 2018 atau sebulan setelah jaksa ICC mengatakan bahwa pemeriksaan pendahuluan atas upaya perang melawan narkoba di Filipina sedang berlangsung. (mth)

Mulyani, Pilihan Sulit

Oleh Ridwan Saidi, Budayawan JEPANG  berkuasa mulai 8 Maret 1942. Uang yang beredar dikeluarkan oleh De Javasche Bank. Pemerintahan Dai Nippon Taekoku tak sudi uang beredar baik kertas maupun logam tertulis De Nederlandsch Indie. Maka Javasche Bank menarik uang kertas itu dan edarkan yang ada tertulis De Japansche Regeering, photo atas. Kemudian Dai Nippon hentikan operasi De Javasche Bank. Artinya Indonesia tanpa bank sirkuler tapi Dai Nippon edarkan alat pembayaran tanpa koleteral. Ini soal sulit?  Tidak buat rakyat.  Duit Jepang disamakan oleh rakyat dengan kertas Koa (pembungkus rokok). Artinya tidak laku. Mata uang yang diperlakukan yang diedarkan De Javasche Bank yang disebut uang merah. Menyebutnya bukan duit merah.  Uang merah tetap laku pada awal revolusi.karena De Javasche Bank operasi kembali setelah Jepang héngkang. Ketika BNI tahun 1946 berstatus bank sirkulair, BNI mengedarkan alat pembayaran Republik Indonesia. Begitulah generasi kepemimpinan bangsa dan rakyat masa lalu mengatasi masalah pada zamannya. Sekarang? Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan serba sulit ketika menghadapi pilihan selamatkan rakyat yang terancam mati listrik atau ekspor batu bara lanjut. Ini pilihan sulit, kata Ibu Menkeu. Ini bukan pilihan, Bu. Konstruksi berpikir pemerintah haruslah mendahulukan kepentingan rakyat. Kalau penerimaan devisa akibatnya melorot termasuk tanggung jawab Mulyani. Penerangan listrik  adalah kepentingan dasar rakyat. To be or not to be. It\'s not dilemma, U know. Harga-harga kebutuhan pokok mulai naik dalam beberapa hari terakhir ini. Semua, termasuk jéngkol. Kawan saya penggemar jengkol, menghibur diri, karena harga jengkol ikut naik. Wan, gué brenti dulu déh makan jéngkol, padahal legitnya sama ama daging, tapi daging ga kebeli, padahal gué udé kedagingan. Gué ganti déh Wan ama tahu. Ama daging lu kedagingan, ama tahu lu bakal keTAHUan.  Udé déh. Rasa-rasanyé sekarang udé jato tempo. Lu \'kan pinter nyanyi, Time to say goodbye, donk. Sarah Brightman? OK, men. Go on ships across seas Wich, I know No, no, don\'t exist anymore It\'s time to say goodbye. (*)

Bubarkan BRIN

Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan BADAN Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mulai memakan korban. Implikasi dari penggabungan empat lembaga riset BATAN, LAPAN, LIPI, dan BPPT adalah penyederhanaan tenaga peneliti. 113 pegawai Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) diberhentikan dan 71 diantaranya adalah staf Peneliti.  Tentu semua tahu bahwa BRIN adalah adalah sebuah badan riset yang berasal dari integrasi beberapa badan riset. Akan tetapi penyatuan beberapa badan riset tersebut merupakan keputusan politik. Kemauan politik mengenai apa, bagaimana dan tentu juga arah kegiatan riset.  Dari pola dan struktur penggabungan yang ada, maka wajar jika muncul kekhawatiran BRIN itu akan bermetamorfosa menjadi lembaga politik.  Dua indikasi yaitu adanya struktur Dewan Pengarah dan Ketua Dewan Pengarah yang tidak lain adalah Ketua Umum PDIP. Jadi wajar jika disimpulkan BRIN adalah lembaga riset yang dibentuk untuk kepentingan politik. Riset terarah dan di bawah komando Ketua Partai Politik.  Lalu ada apa dengan Megawati \"sang komandan\" ? Ternyata ia bukan hanya menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN tetapi juga merangkap sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP. Unik bahwa ideologi politik dan riset terintegrasi. Riset dalam rangka \"political ideology\". Megawati adalah putri Bung Karno yang di masa Demokrasi Terpimpin dulu juga membuat lembaga riset terintegrasi MIPI Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia, cikal bakal LIPI. Keberadaannya mengambil pola lembaga riset negara Eropa Timur, Uni Sovyet, dan Tiongkok dimana peran negara dominan. Berbeda dengan negara Eropa Barat dan Amerika yang lebih memberi tempat pada swasta untuk mengembangkan riset.  Penggabungan lembaga riset dalam BRIN yang dikendalikan oleh Dewan Pengarah dan besarnya kewenangan Ketua Dewan Pengarah cukup membahayakan. Apalagi bila dipaketkan dengan arah ideologi BPIP ikutan dari RUU HIP yang beraroma kiri dan bernafaskan Orde Lama. Independensi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjadi terancam.  Rezim investasi dapat mengarahkan riset untuk kepentingan bisnis. Mendukung oligarkhi yang berbasis kapital. Arahan Dewan Pengarah dan otoritas Ketua Dewan Pengarah menentukan proyeksi riset ke depan. Mengabdi pada kepentingan bisnis atau mengikuti kemauan pengambil kebijakan politik.  Jika lembaga riset sudah menjadi bola mainan politik dan bisnis , maka situasi menjadi rawan dan tidak sehat. Oleh karenanya sebelum kondisi menjadi lebih gawat maka sedini mungkin harus dicegah. BRIN potensial menjadi badan berbahaya, karenanya pilihan bijak adalah kembali kepada diversifikasi lembaga riset. Mencegah BRIN menjadi mesin oligarkhi.  Bubarkan BRIN!

Poros Nasional Pemberantasan Korupsi

Keseriusan Pemberantasan Korupsi Harus Ditunjukkan dengan Penandatanganan MLA dengan Singapura dan Vonis Hukuman Mati Koruptor Jakarta, FNN - Presiden Jokowi kabarnya berusaha mengejar asset para bandit keuangan hingga ke Alaska. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengklaim memilik data terkait uang Rp. 11.000 triliun milik WNI yang ditempatkan di sejumlah rekening rahasia di luar negeri. Pemerintahan Jokowi menandatangani perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Swiss. Presiden juga menandatangani MLA dengan Rusia. Ratifikasi MLA dengan Swis dan Rusia karena kejahatan keuangan adalah kejahatan transnasional kelas satu yang dilakukan melalui  pencurian sumber daya alam, penghindaran pajak, pelarian keuantungan secara ilegal,  korupsi, pencucian uang, hingga uang hasil drug, perdagangan manusia, judi, dan lain sebagainya. MLA adalah sebuah mekanisme penyitaan aset hasil kejahatan keuangan melalui pertukaran informasi keuangan dalam proses pemidanaan para pelaku kejahatan keuangan. Melalui MLA aset hasil kejahatan keuangan disita seluruhnya oleh negara. Berbeda tentunya dengan Tax Amenesty yang memberikan pengampunan terhadap kejahatan keuangan dengan syarat membayar denda sejumlah tertentu. Indonesia telah melaksanakan Tax Amnesty jilid 1, namun gagal. Saat ini ada rencana melaksanaka  Tax amnesti jilid 2, tampaknya akan gagal lagi. Sebetulnya Tax Amnesti tidak sejalan dengan agenda rezim international dalam digitalisasi, Automatic Exchange of infoemation (AEOI), dan era \"keterbukaan vulgar\", yang akan menutup sama sekali ruang bagi uang hasil korupsi dan berbagai jenis kejahatan keuangan. Karena itu, kami menyampaikan dua catatan awal tahun 2022 terkait perlawanan terhadap oligarki kejahatan keuangan yang telah merampas hajat hidup orang banyak, mengakibatkan kebangkrutan negara dan kemelaratan rakyat, diantaranya kenaikan harga: Pertama, walaupun Presiden Jokowi telah bergerak jauh sampai ke kutub utara untuk mengejar aset para bandit keuangan, namun sampai sekarang Presiden Jokowi tampak tak berdaya mengutak atik atau menyentuh aset para oligarki jahat, khususnya bandit BLBI, yang disimpan di Singapura. Buktinya sampai saat ini tidak ada inisiatif untuk memulai proses penandatanganan MLA dengan Singapura. Padahal Singapura jaraknya cuma sejengkal dari Indonesia, jika dibandingkan dengan Swis dan Rusia. Publik Indonesia tahu bahwa para bandit keuangan bersumbunyi di Singapura dan harta hasil kejahatan keuangan mereka juga disimpan di Singapura. Meskipun data berikut tidak dibuka secara transparan, namun  media mecatat sekitar Rp. 7.000 triliun  uang tersimpan dalam rekening rahasia di Swiss dan Rp. 4.000 triliun tersimpan di Singapura. Namun menurut sebuah data tidak resmi, uang oligarki maling Indonesia yang disimpan di Singapura berkisar di atas Rp. 10.000 triliun. Uang tersehut adalah hasil kejahatan keuangan di Indonesia terutama hasil pencurian SDA dan hasil korupsi BLBI. Pemerintah telah membuat wadah untuk penyitaan aset piutang pemerintah di para obligor kakap BLBI yang diketuai Mahfud MD. Namun cara perdata ini tampaknya tidak akan membawa hasil. Selain itu cara perdata dan penuh kompromi ini malah berpotensi dijadikan alat untuk memeras obligor BLBI untuk kepentingan oligarki penguasa sekarang. Lagi pula para obligor BLBI banyak yang melarikan diri ke Singapura dan ada juga yang bersembunyi di dalam negeri. Sehingga lembaga yang dibuat Presiden Jokowi untuk menagih utang BLBI pasti gagal. Oleh karena itu, jika Pemerintahan Jokowi konsisten maka seharusnya menandatangani MLA dengan Singapura, tetap memakai mekanisme MLA, melakukan pemidanaan terhadap pelaku kejahatan keuangan, menyita aset mereka secara keseluruhan dan menghukum mati bagi para bandit keuangan yang tetap berusaha melawan negara. MLA adalah mekanisme yang telah diakui secara internasional sehingga tidak ada satupun negara yang dapat beternak uang kotor lagi termasuk Singapura. Kedua, tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat, tersangka kasus mega korupsi ASABRI, adalah sebuah langkah hukum strategis untuk mencegah korupsi dan berbagai kejahatan keuangan hari ini dan masa depan. Dalam konteks tersebut, kami desak Pemerintahan Jokowi segera membuat pengadilan ad hoc untuk mengadili secara cepat pelaku kejahatan keuangan di masa lalu, masa kini dan masa akan datang sehingga bisa melakukan penyitaan aset secara cepat sejalan dengan gerakan international dalam pembersihan rezim uang kotor dan energi kotor. Pelaku kejahatan keuangan yang terjadi saat ini seperti perampokan dana publik yakni  Jiwasraya, ASABRI, Jamsostek, Jasindo, dan pelaku perampokan dana penanganan covid 19 seperti PCR, dll. agar tuntutannya ditetapkan pada tingkat hukuman mati agar memiliki efek jera, karena sangat mencederai kemanusiaan, mengkhianati bangsa dan negara yang tengah didera krisis yang besar. Untuk itu kami yang tergabung di dalam Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) akan memulai menggalang elemen dan komponen rakyat dari berbagai latar belakang suku, agama, golongan, organisasi dan latarbelakang profesi untuk mengungkap, mengejar dan mengadili seluruh pelaku koruptor dan oligarki kejahatan keuangan. Kami berencana mengunjungi dan berdialog dengan sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, mantan pimpinan KPK, serta tokoh kampus. Pemrakarsa PNPK Gigih Guntoro (Indonesian Club), Sumiarto (Barisan Anak Jakarta - BAJAK), Aprudin (Pemuda Penggerak Bina Mandiri - P2BM) Bambang Isti Nugroho (Guntur 49), Hatta Taliwang (Insitute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), John Helmi Mempi (Dewan Analisa Strategi Negara), Marwan Batubara (IRESS), Baharudin Sayidi (Komite Solidaritas Umat Islam Indonesia-KSUII), Haris Rusly Moti (Petisi 28), Adhie Massardi (GIB), Suwitno (Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa - AMPB), Wawan (LSM PELOPOR), Bambang Nurdin (Barisan Penyelamat Bangsa), Nur Ridwan (Bina Bangun Bangsa), Ferry Razali (Peduli Bangsa Nusantara-PBN, Yudha (Forum Bela Negara-FBN), Mulia Astuti (Permindo), Salamuddin Daeng (AEPI Jakarta), dll. (mth)

Pesangon Negara Bengis

Semua itu hanya demi satu alasan: aturan! Bah, aturan itu kamu yang bikin. Kalau kamu mau, kamu bisa mengubahnya. Oleh: Radhar Tribaskoro, Pemerhati Politik, Demokrasi, dan Isu Kebangsaan HARI ini bermunculan berita pemecatan besar-besaran di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional. Pemecatan itu terkait dengan peleburan sejumlah lembaga penelitian ke dalam tubuh BRIN. Maka pegawai honorer, pegawai non-ASN, pegawai kontrak, dari BPPT, BATAN, LAPAN, LIPI, Lembaga Eyckman, Kapal Riset Baruna Jaya, dsb harus diberhentikan. Pemberhentian itu dilakukan dengan alasan efisiensi. Katanya, seorang staf yang tadinya melayani 1 lembaga sekarang dapat melayani 5 lembaga sekaligus. Namun, yang paling mengenaskan, pemberhentian itu dilakukan tanpa pesangon. Kepala BRIN mengatakan pemberian pesangon menyalahi aturan, sebab kontrak kerja tahunan tidak memiliki klausul pesangon. Kepala BRIN mungkin pura-pura tidak tahu, banyak diantara pekerja kontrak itu telah bekerja berpuluh tahun. Entah apa sebabnya, mereka tidak mendapat kesempatan menjadi ASN. Kalau ada pegawai-pegawai kontrak bekerja puluhan tahun tanpa jadi ASN bagaimana anda menyebutnya? Saya akan mengatakan bahwa itu adalah kesetiaan. Sebaliknya, orang-orang bengis akan mengatakan pegawai kontrak itu bisa bekerja karena hadiah. Kalau sekarang mereka diberhentikan, hal itu dianggap wajar sebab sudah tidak ada hadiah lagi. Hadiah apa, memangnya uangmu yang dipakai membayar upah mereka? Ini gambaran negara tanpa etika. Hanya mengandalkan aturan (yang dibikin sendiri) merudapaksa hak-hak pekerja. Negara tampil sebagai penguasa tanpa kemanusiaan. BRIN menjadi contoh bagaimana negara bengis diterapkan, bahkan tanpa mempedulikan situasi ekonomi yang menghimpit karena pandemi. Negara bengis ini akan menjadi contoh. Di bawah aturan UU Cipta Kerja, sebagian besar pekerja adalah pegawai kontrak. Apabila kondisi ekonomi pasca-pandemi tidak membaik, tidak akab berpikir dua kali korporasi-korporasi akan melempar semua pegawai kontraknya ke jalanan. Tanpa pesangon! Negara bengis akan diikuti oleh korporasi-korporasi bengis. Protes rakyat nanti akan dihadapi oleh polisi-polisi bengis. Semua itu hanya demi satu alasan: aturan! Bah, aturan itu kamu yang bikin. Kalau kamu mau, kamu bisa mengubahnya. Sedangkan apa yang kamu abaikan itu adalah etika dan kemanusiaan. Etika dibangun oleh peradaban yang berumur beribu tahun. Etika itu menunjukkan apakah pejabat seperti kalian itu beradab atau tidak! Etika itu sumber efisiensi yang sesungguhnya. Di negara dengan etika dan adab tinggi, rakyat tidak mencereweti kebijakan-kebijakan pemimpinnya. Maka pemerintahan di Jepang bisa bekerja sangat cepat karena etika pejabat sangat dijaga. Hanya merasa salah karena makan di restoran mahal. sudah cukup bagi seorang pejabat Gubernur Tokyo mengajukan pengunduran diri. Dan, kemanusiaan itu anugerah Tuhan. Kamu mencintai anakmu, istrimu, temanmu, binatang peliharaanmu, lingkunganmu, dan manusia2 lain di penjuru dunia karena mereka sama dengan dirimu, sama ciptaan Tuhan. Apakah kamu akan merendahkan hukum Tuhan di bawah hukum bikinanmu? Lebih dari itu, saya ingin mengingatkan. Negara ini tidak boleh semata bekerja berdasar hukum. Negara juga mesti bekerja berdasar kepada etika dan kemanusiaan. Kedudukan etika dan kemanusiaan, bagi negara, lebih tinggi daripada hukum. Mengapa? Karena negara itu pertama-tama berdiri atas dasar persetujuan rakyatnya. Jangan dilupakan, Negara Republik Indonesia berdiri dengan melanggar hukum (kolonial) Belanda dan hanya bisa kokoh karena disokong oleh rakyatnya. Apa dasar sokongan itu? Sokongan itu didasarkan kepada kepercayaan (trust) rakyat. Rakyat percaya bahwa hidup merdeka lebih baik daripada hidup terjajah. Rakyat mempercayai Soekarno, Hatta, Syahrir dan bapak bangsa lainnya, untuk menjadikan kemerdekaan sebagai jembatan emas menuju negara yang adil dan makmur. Kepercayaan publik itu tidak sama dengan hukum. Kepercayaan publik adalah basis untuk menopang dan mengokohkan hukum. Hukum tidak mungkin ditegakkan tanpa kepercayaan publik. Kepercayaan kepada negara tidak selalu bisa diperoleh melalui penegakkan hukum. Apalagi di negara dimana politik telah mengendalikan hukum. Di negara seperti itu hukum dibikin untuk keuntungan politik sepihak. Hukum semacam itu tidak akan pernah bisa adil. Tetapi apa yang terjadi di Indonesia sekarang ini? Seorang Kepala BRIN terkesan bangga melempar pegawai rendahan ke jalanan. Membiarkan ribuan keluarga mereka hidup tanpa sokongan. Puih! Apa artinya Riset dan Inovasi kalau bukannya membuat negeri ini menjadi lebih beradab, lebih manusiawi? Kebijakan anda memberitahu saya bahwa anda tidak mengerti apa-apa tentang apa yang menjadi tugas jabatan anda. (*)

BRIN tanpa BRAIN

Oleh Herman Suherman, Pemerhati Iptek dan Inovasi Indonesia AWAL Januari 2022, dunia riset dikagetkan dengan adanya berita seratusan saintis Lembaga Biologi dan Molekuler Eijkman (LBME) dipecat tanpa pesangon. Berita yang sama juga terjadi kepada puluhan ABK Kapal Riset Baruna Jaya yang langsung diperintahkan meninggalkan kapal per 1 Januari 2022 tanpa pesangon. Kekagetan ini tentu bukan karena sebatas pecat memecat saja yang memang bukan  suatu hal baru dan tabu. Kekagetan itu terjadi karena para pegawai atau karyawan yang dipecat-pecat itu tidak diberi pesangon.    Kasus seperti ini sebenarnya sudah terjadi sebelumnya, baik di BPPT, LIPI dan mungkin juga di lembaga penelitian lain sebagai buntut peleburan 4 LPNK (LAPAN, BATAN, LIPI dan BPPT) yang masih di proses di Mahkamah Konstitusi.  Korbannya umumnya pegawai honorer atau pegawai non-ASN seperti SATPAM, Tukang Kebun, Cleaning servers, pegawai administrasi dan pegawai lainnya.   Beberapa lembaga diantaranya kemudian bergotong royong  memberikan pesangon dan bahkan tidak jarang yang membantu para pegawai non-ASN yang bernasib malang tersebut dengan cara tetap mempekerjakannya.  Instagram, Telegram, Twitter, dan WAGroup ber label #save_karyawan Eijkman dan Barunajaya kini pun bermunculan. Pimpinan BRIN dengan enteng dan lantang tanpa beban hanya mengatakan “mereka bukan ASN dan karenanya tidak berhak menerima pesangon”. Pecat memecat atau pemberhentian pegawai memang suatu cara sangat mudah dengan kualitas pikir rendah untuk melakukan efisiensi dalam suatu organisasi. Dengan memberhentikan pegawai berarti salah satu beban biaya organisasi berkurang. Namun cara tersebut bukan satu-satunya cara melakukan efisiensi. Efisiensi juga dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan faktor produksi (dalam hal ini pegawai) dalam organisasi menjadi lebih produktif (baca misalnya, Sedarmayanti, 2014; Acemoglu  dan Robinson, 2012;). Jadi efisiensi dengan cara memberhentikan yang dilakukan terhadap pegawai non-ASN pada LBME, BPPT, LIPI, ABK kapal Riset Baruna Jaya atau lembaga penelitian lain selama ini atas nama efisiensi sungguh sebagai cara orang barbar dan inhuman.  Cara tersebut apapun alasannya, tidak berlebihan jelas-jelas bertentangan dengan seluruh sila dalam Pancasila yang selalu dibaca lantang pada setiap apel Senin pagi BRIN. Benar memang sejak Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional diundangkan, BRIN telah cukup banyak melakukan kerja, kerja, dan kerja. Selain mewajibkan ASN BRIN mengisi absen di website yang telah terintegrasi dan apel pagi pada hari Senin, berbagai reorganisasi melalui peleburan telah dilakukan baik untuk 4 Lembaga Pemerintah Non Kementerian-LPNK (BPPT, BATAN, LIPI dan LAPAN) maupun Lembaga Pemerintah Kementerian–LPK (Kementerian Kesehatan, Perdagangan dan lain-lain), juga dengan pembentukan struktur organisasi baik kedeputian dan Organisasi Riset, BRIDA serta perangkat dibawahnya termasuk penunjukkan pejabat Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas, pembentukan rumah program riset, maupun memampangkan logo BRIN di kantor-kantor yang telah dilebur ke dalam BRIN.  Terlepas dari apresiasi tinggi vis a vis berbagai kritik dan saran oleh berbagai pihak atas kerja yang dilakukan BRIN, anehnya strategi dan taktik BRIN dalam program riset dan inovasi nasional yang semestinya harus menjadi head line media tidak pernah kunjung jelas terdengar alias gelaf. Padahal perintah Presiden Jokowi dalam Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional khususnya pada Bab 3 pasal 4 ayat b dan c  merupakan kunci atau subtansi fungsi tugas utama dari dibentuknya BRIN.  Pertanyaan Presiden Jokowi terkait dominasi ekosistem riset oleh lembaga pemerintah yang selama ini tidak menghasilkan produk yang kompetitif di tingkat global selama ini mestinya harus diungkapkan BRIN. Begitu pula dengan jawaban terhadap pertanyaan bagaimana anggaran puluhan triliun yang akan digelontorkan ke BRIN dikaitkan dengan temuan  apa yang akan BRIN banggakan di taraf global juga mutlak diketahui dunia riset dan para pemangku kepentingan lainnya. Juga, bagaimana BRIN menghasilkan riset dan inovasi untuk menjawab komplain masyarakat terhadap riset dan inovasi yang disebut-sebut tidak bisa berkompetisi. Bahkan apa dan bagaimana kebaruan dalam ekosistem riset dan inovasi yang akan dirumuskan BRIN agar memberikan manfaat ekonomi besar mutlak dijelaskan kepada publik? Bagaimana program strategis BRIN dalam meningkatkan kualitas periset dan perekayasa yang katanya rendah? Dan seterusnya dan sebagainya. Jika pertanyaan-pertanyaan di atas tidak dijelaskan jawabannya oleh BRIN, lantas mau dibawa kemana BRIN ini? Apakah kehadiran BRIN hanya sebatas Reinventing the Wheel yang bersifat coba-coba?  Ataukan  kehadiran BRIN ini untuk memuaskan syahwat beberapa pihak? Ataukah kehadiran BRIN cuma untuk mengharuskan periset, perekayasa dan ASN BRIN lainnya untuk mengisi absen dan atau mengikuti apel pagi saja yang sebelumnya tidak biasa dilakukan?  Bukankah BRIN punya kewajiban mempertanggung jawabkan uang rakyat yang  dipakai?  Jawaban BRIN atas pertanyaan substantive dan kunci  terkait apa dan bagaimana strategi dan taktik BRIN dalam program riset dan inovasi nasional secara terukur dan visioner mestinya diungkapkan BRIN dan bukan hanya berkutat dengan masalah administrasi, tehnis, komersialisasi aset, peleburan dan pecat memecat yang membuat dunia riset dan inovasi kisruh, gonjang ganjing dan tidak bermatabat. Penjelasan ini sangat utama dan terutama penting untuk meyakinkan public bagaimana strategisnya kehadiran BRIN ini dan sekaligus untuk meredam pikiran-pikiran yang bersebrangan dengan dibentuknya BRIN (Baca Gde Siriana Yusuf, 2022). Saya yakin Presiden Jokowi dan kita semua ingin hal ini dijelaskan dan diyakinkan BRIN kepada dunia riset dan inovasi nasional. Jika tidak, BRIN hanya sebuah Badan Riset dan Inovasi kosong tanpa BRAIN.  (*)

Headtrash!

Masalahnya memang ada pada hati. Kalau hati penuh dengan “penyakit-penyakit” (amradh) pastinya akan melahirkan “trashhead” atau kepala yang penuh sampah alias “negative mind”. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SEBAGAI bagian dari mengingatkan diri sendiri di awal tahun ini, saya ingin menafsirkan sebuah kata Inggris yang mungkin belum populer di tengah masyarakat. Kata itu adalah “headtrash” yang secara literal bermakna “sampah kepala”. Kata ini sesungguhnya menggambarkan ragam negativity di kepala manusia. Sebagai misal saja dan tentunya masih banyak yang lain, ada benci, dendam, dengki, cemburu, sedih, kecewa, dan seterusnya. Semua hal di atas ternyata sejak lama ditemukan sebagai penyebab serius dari ragam penyakit yang berdampak pada tubuh manusia. Semuanya bisa menjadi penyebab penyakit kanker, diabetes, sakit jantung, dan lain-lain. Sayangnya manusia biasanya mengatasi semua itu dengan solusi medical seperti operasi, kemo, radiassi, juga dengan obat herbal bertahun-tahun bahkan seumur hidup. Semuanya justeru membuat sel-sel tubuh manusia luluh lantak. Sementara akar masalahnya terlupakan, bahkan tidak menjadi perhatian dalam penyelesaian. Akar masalah sesungguhnya ada pada hati yang sakit. Atau dalam bahasa Al-Quran-nya: “fii quluubihim maradhun”. Di hati mereka itu ada penyakit. Yang kemudian merusak seluruh jaringan tubuhnya. Ketika darah tetap asam. Kondisi tubuh asam. Pikiran tetap stress, jiwa tak tenang. Dendam menumpuk. Kecewa terus berlanjut. Perasaan galau menggeluti. Kebencian menyelimuti, dan seterusnya. Sesungguhnya dengan keadaan itu  secara tidak langsung seseorang sedang melakukan bunuh diri secara pelan-pelan. Benarkah? Masa’ Iya…. Sang tauladan, baginda Rasul SAW mengingatkan: \"Ada segumpal daging dalam tubuh manusia, yang jika baik, maka seluruh tubuh akan baik. Tapi jika buruk maka seluruh tubuh akan buruk\". Itulah Hati…. Ragam penyakit yang menjangkiti hati manusia tidak semudah untuk diatasi. Bahkan dzikir-dzikir yang menjadi rutinitas pun hanya akan jadi bak nyanyian bersama yang tak efektif jika hati terpenjarakan oleh penyakit itu. Ragam ritual jadi aktifitas yang seolah hanya seremoni-seremoni yang dipertontonkan. Tak jarang jadi “bingkai” yang nampak indah untuk tujuan yang entahlah…(hanya Dia sang Khaliq yang Maha tahu). Di sinilah diperlukan belajar untuk jujur pada diri sendiri. Walau terkadang kejujuran itu pahit dan terasa pedis. Kata orang, jujur pada orang lain harusnya dianggap tidak biasa. Tapi tidak jujur pada diri sendiri menjadi sesuatu yang “sangat luar biasa”. Kejujuran pada diri itu adalah keinginan untuk menghadirkan kesadaran tentang “man ana?” (Siapa saya)? Ada sebuah pernyataan ahli hikmah: “man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu” (siapa yang kenal dirinya, akan kenal Tuhannya). Apa relasi antara keduanya? Mengenal diri dengan segala kehinaan, kelemahan, keterbatasan, dan ragam penyakit-penyakit tadi menjadikan seseorang untuk membangun “kesadaran” akan realita dirinya. Dalam bahasa agama, kesadaran itu disebut “i’tiraf” atau pengakuan akan keterbatasan dan kelemahan diri sendiri. Pengakuan ini sejatinya menjadi langkah awal dari “self correction” (perbaikan diri). Self correction inilah yang biasa disebut dengan “taubat”. Di mana esensi terutama dari taubat tersebut adalah melakukan perbaikan (ishlah) dari kesalahan/kekurangan diri sendiri. Masalahnya memang ada pada hati. Kalau hati penuh dengan “penyakit-penyakit” (amradh) pastinya akan melahirkan “trashhead” atau kepala yang penuh sampah alias “negative mind”. Jangankan kesadaran akan terbangun untuk melakukan “self acknowledgement” dan “self correction”. Termasuk mengubah pandangan dari penglihatan negatif ke penglihatan positif. Bahkan seperti yang disebutkan tadi, lebih buruk lagi, ragam ritualitas agama sekedar akan menjadi tameng (bingkai) untuk tujuan-tujuan memenuhi “syahwat” pribadinya. (*)