ALL CATEGORY
Sahroni: Penangkapan Adelin Bukti Keseriusan Kerja Kejaksaan
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai penangkapan terpidana kasus pembalakan liar Adelin Lis merupakan bukti keseriusan Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin menangkap serta memulangkan para buronan yang merugikan negara. Dia mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung yang berhasil menangkap Adelin yang telah menjadi buronan sejak tahun 2008. "Ini prestasi yang hebat, seperti kita tahu, Adelin Lis adalah buronan kakap dan sudah belasan tahun jadi Daftar Pencarian Orang (DPO). Ini menunjukkan kinerja kejaksaan yang memang sungguh-sungguh dalam menangkap para buronan kelas kakap di tanah air," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Senin. Dia meminta kepada kejaksaan agar meneruskan kinerja cemerlangnya dengan terus mengejar para buronan pelanggar hukum di manapun mereka berada. Sahroni meyakini Kejaksaan Agung dengan segala sumber dayanya yang mumpuni akan mampu melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. "Untuk kejaksaan, saya juga minta agar jangan berhenti di sini pengejarannya, tapi tolong dilanjutkan dengan pengejaran DPO-DPO lain yang saat ini masih bersembunyi," ujarnya. Adelin Lis ditangkap di Singapura pada 4 Maret 2021 karena pemalsuan paspor atas nama Hendro Leonardi. Persidangan Singapura menjatuhi hukuman kepada Adelin Lis berupa denda 14.000 dollar Singapura atau sekitar Rp140 juta dan dideportasi dari Singapura. Adelin Lis merupakan buronan kasus pembalakkan liar, sejak 2008 namanya masuk dalam daftar 'red notice' Interpol. Untuk selanjutnya, Adelin Lis akan menjalani ekseskui atas putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan pidana penjara 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kuruangan, dengan denda uang pengganti Rp119,8 miliar dan dana reboisasi 2,839 juta dollar AS. Sebelum dieksekusi Adelin Lis menjalani masa isolasi selama 14 dan ditahan di Rumah Tanahan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung. (sws)
Puan Usulkan PSBB Terbatas atau Pengetatan PPKM Mikro Untuk Zona Merah
Jakarta, FNN - Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak pemerintah segera meningkatkan upaya pengendalian COVID-19 dengan memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terbatas atau pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro di zona merah COVID-19. "Pemerintah harus segera bertindak untuk mengatasi lonjakan kasus COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan. Berlakukan PSBB secara terbatas untuk daerah-daerah zona merah, atau pengetatan PPKM mikro," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Senin. Dia mengatakan, PSBB dapat diterapkan di daerah yang masuk zona merah penyebaran COVID-19 sementara itu untuk daerah lainnya dapat diketatkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro. Puan menegaskan bahwa pemerintah pusat harus dapat menentukan langkah penanganan yang serius dan mendesak, serta memastikan koordinasi dan pengawasan ketat berjalan dalam penanganan COVID-19 khususnya di daerah zona merah. Mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu menilai ledakan kasus COVID-19 di Pulau Jawa semakin mengkhawatirkan karena banyak jumlah penduduk dengan mobilitas tinggi, serta penerapan protokol kesehatan yang belum optimal. "Terlebih adanya kelompok masyarakat sipil yang meneken petisi online yang mendesak pemerintah melakukan karantina wilayah atau 'lockdown' serta tuntutan lainnya," ujarnya. Dia mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disebutkan bahwa pemerintah memiliki kewenangan mengambil langkah pembatasan sosial atau bahkan "lockdown" untuk mengatasi pandemi. Menurut dia, sangat diperlukan secara cepat arah kebijakan dari pemerintah pusat karena sebaran COVID-19 di berbagai daerah atau lintas daerah. "Tombol bahaya harus dinyalakan untuk kondisi darurat ini dan meningkatkan kesadaran terkait bahaya lonjakan kasus COVID-19," katanya. (sws)
Anggota DPRD Palembang Minta Pemkot Tuntaskan Sengketa Pulau Kemaro
Palembang, FNN - Anggota DPRD Kota Palembang, Sumatera Selatan meminta pemerintah kota (pemkot) setempat menuntaskan sengketa Pulau Kemaro dengan zuriah atau keturunan ulama legendaris dan kharismatik Ki Marogan. "Sengketa Pulau Kemaro harus dituntaskan, jika belum Pemkot Palembang jangan melakukan pembangunan apa pun di tempat yang akan dijadikan pusat rekreasi dan wisata air itu," kata Anggota DPRD Palembang Sutami, di Palembang, Senin. Menurut dia, pembangunan yang dilakukan di lahan bersengketa bisa menghabiskan anggaran dana daerah, tanpa memberikan manfaat bagi warga Bumi Sriwijaya ini. Bangunan atau fasilitas apa pun yang dibangun di Pulau Kemaro tidak akan bisa dimanfaatkan dengan baik, karena zuriah Ki Marogan yang juga merasa memiliki hak atas lahan di kawasan itu pasti menolak tanahnya digunakan orang lain tanpa izin mereka. Untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih besar dan timbulnya kerugian kedua belah pihak yang bersengketa, pihaknya berupaya memfasilitasi penyelesaian permasalahan tersebut, kata Sutami. Pendamping zuriah Ki Marogan dari Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (Krass) Dedek Chaniago mengatakan pihaknya menginginkan kasus sengketa lahan sekitar 25 hektare yang akan dibangun Pemkot Palembang bersama investor kawasan wisata seperti Taman Impian Ancol Jakarta, diselesaikan secara damai. Niat baik zuriah ulama legendaris dan kharismatik Kiai Mgs Abdul Hamid (Ki Marogan) itu telah disampaikan dalam berbagai kesempatan kepada pihak Pemkot Palembang dan pihak DPRD setempat, kata aktivis Krass. Wali Kota Palembang Harnojoyo sebelumnya menyatakan pihaknya menyerahkan klaim kepemilikan Pulau Kemaro oleh keturunan Ki Marogan ke pengadilan, karena mereka lebih fokus menggarap penataan kawasan tersebut. Pemkot Palembang memiliki sertifikat resmi sebagai pemilik lahan yang akan dibangun kawasan wisata air di Pulau Kemaro. Pemerintah Kota Palembang sedang meningkatkan sinergi untuk menata Pulau Kemaro seluas 25 ha bersama investor, ujar Harnojoyo. (sws)
Ketua DPR: Pancasila Harus Teraktualisasi Dalam Pembentukan UU
Jakarta, FNN - Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan nilai-nilai Pancasila harus teraktualisasi dalam setiap proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang "embedded" dalam setiap tahapannya. "Tantangan bagi pembentuk peraturan perundang-undangan adalah bagaimana menempatkan Pancasila teraktualisasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang ‘embedded’ dalam setiap tahapannya," kata Puan saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman antara DPR-Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ( BPIP), di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin. Menurut dia, norma-norma yang dibuat dalam peraturan perundang-undangan, selain tidak bertentangan dengan Pancasila, juga harus menjiwai dan mencerminkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Dia menilai, untuk memperkuat kehadiran Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, maka dalam prosesnya perlu dilakukan "preview" nilai-nilai Pancasila dalam setiap rancangan undang-undang (RUU) yang diusulkan DPR RI maupun Pemerintah. "Mewujudkan Pancasila dalam tatanan berbangsa dan bernegara, membutuhkan politik negara dalam pengembangan hukum nasional. Politik negara tersebut diarahkan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar dan tujuan dari tiap hukum di Indonesia," ujarnya. Dia menjelaskan, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga disebutkan bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Puan mengatakan, Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia jangan hanya menjadi slogan, namun harus mengisi seluruh tatanan politik, sosial, ekonomi, budaya, serta dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. "Kita harus bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, sebagai bagian dari identitas bangsa kita, DNA bangsa kita," katanya pula. Selain itu, dia menyambut baik penandatanganan nota kesepahaman antara BPIP dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Menurut dia, semangat dari nota kesepahaman tersebut adalah untuk memastikan ada napas Pancasila dalam setiap peraturan perundang-undangan yang akan lahir di parlemen. Puan berharap BPIP terus melakukan sosialisasi dan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menguatkan Pancasila sebagai bintang penuntun kehidupan berbangsa dan bernegara. "BPIP perlu menjadi garda terdepan dalam menjaga dan mengembangkan pemikiran-pemikiran yang memperkuat Pancasila," katanya. Dalam acara tersebut juga hadir antara lain Kepala BPIP Yudian Wahyudi, dan Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Try Sutrisno. Selain itu, juga dihadiri Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dan Rachmat Gobel, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, dan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Utut Adianto. (sws)
BPIP-DPR Tingkatkan Kerjasama Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila
Jakarta, FNN - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat untuk meningkatkan kerjasama dalam mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila khususnya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Kerjasama tersebut tertuang dalam Nota Kesepahaman kedua lembaga yang ditandatangani Kepala BPIP Yudian Wahyudi dan Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin. "Melalui penandatanganan Nota Kesepahaman ini , saya berharap dapat mewujudkan kerjasama yang baik dalam rangka institusionalisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," kata Yudian dalam penandatanganan Nota Kesepahaman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin. Dia mengatakan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan itu seperti pelaksanaan penelitian, pengkajian, sosialisasi, dan kegiatan lainnya dalam rangka penguatan nilai-nilai Pancasila. Menurut dia, kalau hal tersebut bisa dilakukan maka akan terjalin kolaborasi yang kokoh dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila berdasarkan semangat gotong royong sesuai tugas dan fungsi DPR RI dan BPIP RI. Yudian berharap kerjasama antara BPIP-DPR RI dapat memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang berlandaskan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat. Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPR RI Puan Maharani menyambut baik penandatanganan nota kesepahaman antara BPIP dan DPR RI. Menurut dia, semua pihak harus ingat bahwa semangat Nota Kesepahaman tersebut untuk memastikan ada nafas Pancasila dalam setiap peraturan perundang-undangan. "Untuk perkuat kehadiran Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam prosesnya perlu dilakukan 'review' nilai-nilai Pancasila dalam setiap RUU yang diusulkan DPR dan pemerintah untuk menjamin tidak ada norma dalam UU yang bertentangan dengan Pancasila," ujarnya. Puan menilai BPIP perlu menjadi garda terdepan untuk menjaga dan mengembangkan pemikiran yang memperkuat Pancasila. Menurut dia, semua pihak harus yakin bahwa selama Pancasila ada di hati orang Indonesia maka selama itu, Indonesia akan terus ada. Acara tersebut dihadiri antara lain Ketua DPR RI Puan Maharani, Kepala BPIP Yudian Wahyudi dan jajarannya, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dan Rachmat Gobel, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, dan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Utut Adianto. (sws)
Babel Setarakan Jabatan 5.463 ASN dari Struktural ke Fungsional
Pangkalpinang, FNN - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan menyetarakan jabatan 5.463 aparatur sipil negara (ASN) dari struktural ke fungsional, sebagai langkah pemerintah daerah meningkatkan kualitas dan profesional ASN dalam mempercepat pembangunan. "Kita bersama BKPSDM telah memetakan pejabat struktural dan fungsional sesuai dengan kompetensi dan latar belakang pendidikan, agar nantinya tidak ditolak oleh KemenpanRB," kata Kepala Biro Organisasi Pemprov Kepulauan Babel Ellyana di Pangkalpinang, Senin. Ia mengatakan dalam mempercepat penyederhanaan birokrasi di lingkungan Pemprov Kepulauan Babel ini, pihaknya bekerja sama dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) dan 5.463 ASN yang akan disederhanakan sesuai dengan kompetensinya. "Ada beberapa OPD yang tidak memiliki kasi, ada yang memiliki satu subbagian (subbag), dan OPD lainnya memiliki dua subbag atau lebih. Subbag umum adalah satu-satunya subbag yang tidak akan dialihkan. Jadi, model yang akan diterapkan akan berbeda pada tiap OPD," katanya. Ia menjelaskan saat ini Babel memiliki 18 dinas, 6 badan, 1 Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), 1 sekretariat (Setda) yang terdiri dari 7 biro, 1 inspektorat dan beberapa Cabang Dinas (Capdin) serta 36 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Untuk UPTD cabang dinas, lanjutnya tidak mengalami perubahan struktur organisasi dan Badan Penghubung menjadi satu-satunya badan yang tidak ada perubahan struktur. Menurut dia, berdasarkan model-model yang diusulkan oleh KemenpanRB, banyak eselon IV yang akan difungsionalkan melalui jalur penyetaraan jabatan yang akan diselesaikan oleh KemenpanRB. "Untuk pejabat struktural mana yang paling berpotensi untuk disetarakan menjadi fungsional, dan pejabat yang tetap menjadi struktural akan ditentukan oleh masing-masing OPD, yang kemudian disetarakan oleh BKPSDM dengan berpijak pada struktur organisasi baru," katanya. Kepala BKPSDM Provinsi Kepulauan Babel Susanti mengatakan jabatan fungsional itu bukanlah jabatan yang jelek dan buangan. Melainkan sesuai amanah undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN bahwa negara memang membutuhkan tenaga-tenaga profesional. "Saat ini, negara memang membutuhkan tenaga-tenaga profesional dan memperkecil jabatan administrator dengan memperbanyak jabatan fungsional. Ditambah dengan jabatan P3K yakni pejabat pemerintah dengan perjanjian kontrak yang akan ditambah. Artinya, ini menggambarkan profesionalitas dari ASN semakin ditingkatkan," ujarnya. (sws)
Eva: Pasal "Pro Life" RUU KUHP Harus Berlaku Pula bagi Perempuan
Semarang, FNN - Direktur Institut Sarinah Eva Kusuma Sundari menekankan pasal-pasal pro life dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) harus berlaku pula bagi perempuan. "Perempuan harus diberi hak hidup sesuai dengan pilihannya. Tubuh dan jiwa perempuan adalah otoritas perempuan," kata Eva Kusuma Sundari menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Senin. Jika pemaknaannya demikian, lanjut Eva K Sundari, baru prinsip pro life (pandangan yang menentang adanya aborsi) bersifat adil. Apalagi, ada kasus-kasus kehamilan yang membahayakan nyawa ibunya, seperti hamil anggur, darah tinggi, dan jantung. Eva mengemukakan hal itu terkait dengan ketentuan dalam RUU KUHP yang bertalian dengan prinsip pro life, yang berpandangan bahwa janin mempunyai hak hidup yang tidak boleh dirampas oleh siapa pun, termasuk oleh ibu kandungnya. Pemidanaan terkait dengan aborsi ini diatur dalam Pasal 251, 415, 469, dan 470 RUU KUHP. Misalnya, pada Pasal 469 menyebutkan bahwa setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun (Ayat 1). Ayat (2) disebutkan bahwa setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Jika perbuatan ini mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun (Ayat 3). "Jadi, tolong hak hidup perempuan juga diberi ruang yang sama besarnya dengan hak fetus (janin)," kata Eva yang pernah sebagai anggota Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) DPR RI. Meski mendukung pro life, termasuk hidup orang tuanya, Eva menegaskan bahwa setiap pasal tidak boleh generalisasi keadaan. Jika negara mengambil posisi demikian, menurut Eva, harus berlaku pula bagi para ibu, hak perempuan. Dengan demikian, apa yang terbaik bagi perempuan, juga harus memberikan ruang untuk memilih yang terbaik bagi tubuhnya. Namun, jika negara mendirikan tempat penampungan bagi para anak yang tidak dikehendaki orang tua, misalnya anak hasil korban pemerkosaan, perempuan mungkin bisa mempertimbangkan tidak aborsi. "Akan tetapi, jika perempuan harus 'mati' dalam hidup, ya, enggak sesuai dengan prinsip pro life, dong," kata Direktur Institut Sarinah Eva K. Sundari. Ia lantas menekankan, "Perlu pasal pemberat bagi para pelaku. 'Kan kehamilan oleh dua orang, kok, yang dihukum perempuan saja?" Apalagi, lanjut Eva, jika perempuan tersebut dalam posisi korban (pemaksaan, perkosaan) atau kawin culik seperti adat di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang di luar kehendak perempuan. (mth)
Warga Donggala Aksi Jalan Kaki Donggala-Palu Tuntut Hunian Tetap
Kota Palu, FNN - Warga dari tiga Desa di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah menggelar unjuk rasa mendatangi Kantor Gubernur Sulteng, Senin, diikuti ratusan orang yang dilakukan dengan berjalan kaki sejauh 20 kilometer dari Kabupaten Donggala ke Kota Palu. Warga tiga desa tersebut, yakni Desa Loli Dondo, Loli Pesua, dan Loli Tasiburi. Aksi itu merupakan buntut kekecewaan warga terhadap lambatnya proses penanganan pascabencana oleh Pemerintah Kabupaten Donggala terhadap warga pada tiga desa tersebut. Tuntutan yang disuarakan oleh massa aksi adalah belum adanya pembangunan hunian tetap (huntap) untuk warga yang menjadi korban bencana gempa bumi pada 2018 silam. Menurut salah satu peserta aksi, pada September 2020 lalu, Pemerintah Kabupaten Donggala menyampaikan akan memenuhi tuntutan warga dengan membangun hunian berskema huntap mandiri yang pengelolaannya dikerjakan sendiri oleh penyintas dan akan dilaksanakan pada awal tahun 2021, serta peralihan dari bantuan pembangunan huntap menjadi dana stimulan. "Penyintas di Loli Raya (Desa Loli Dondo, Loli Pesua, dan Loli Tasiburi) masih harus terus bersabar dan dibuat menunggu terkait kejelasan nasibnya," ujar Erlia, salah satu warga peserta aksi itu pula. Dalam aksi kali ini mereka meminta kepada Gubernur Sulawesi Tengah Rusdi Mastura yang baru dilantik, untuk bisa mencarikan solusi terakait permasalahan yang saat ini dihadapi warga. "Mendesak gubernur terpilih untuk menghapus air mata kami. Sudah bertahun-tahun penyintas tinggal di huntara (hunian sementara), ini huntara sudah ada yang dibongkar, terpaksa kami tinggal di pondok yang kami bikin sendiri," ujarnya pula. "Daripada lama menunggu pembangunan huntap lebih baik itu dialihkan ke dana stimulan saja,' katanya lagi. Aksi warga dari tiga Desa di Kabupaten Donggala itu, juga dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Sementara itu, saat aksi dilakukan, Gubernur Sulawesi Tengah masih menghadiri rapat paripurna di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, dalam rangka serah terima jabatan gubernur Sulawesi Tengah. (mth)
Kemendagri Desak Babel Selesaikan Penyetaraan Jabatan ASN
Pangkalpinang, FNN - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) mendesak Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung segera menyelesaikan proses penyetaraan jabatan aparatur sipil negara dari struktural ke fungsional. "Kami minta seluruh kepala daerah segera menyampaikan struktur organisasi dan nama pejabat yang akan dialihkan dari struktural ke fungsional paling lambat 30 Juni tahun ini," kata Wakil Gubernur Kepulauan Babel Abdul Fatah di Pangkalpinang, Senin. Ia mengatakan dalam mempercepat proses penyetaraan jabatan ASN dari struktural ke fungsional ini, Pemprov Kepulauan Babel telah menggelar rapat pemantapan, penyederhanaan struktur organisasi yang dihadiri seluruh kepala organisasi perangkat daerah. "Kami akan menghilangkan beberapa tataran struktural eselon III dan IV, agar bisa disetarakan dengan jabatan fungsional dengan latar pendidikan yang tepat," ujarnya. Menurut dia, penyederhanaan struktur organisasi menuju kesetaraan jabatan agar tidak ada tugas dan fungsi ASN fungsional yang terabaikan. Jadi, pejabat fungsional akan bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi serta latar belakang pendidikan yang merujuk pada rumah jabatan yang telah disusun. "Hal ini akan dibahas secara rinci untuk tiap OPD, agar tidak ada pegawai yang merasa tidak ada kesesuaian," katanya. Kepala Biro Organisasi Peprov Kepulauan Babel Ellyana menjelaskan penyederhanaan birokrasi ini telah digaungkan sejak dua tahun yang lalu, namun pada bulan Mei 2021, secara tegas Babel diperintahkan untuk segera merealisasikannya. "Proses penyederhanaan ini kami garap secara tandem dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) karena berpacu dengan waktu. Jadi, kami berharap kepada semua kepala perangkat daerah agar menyampaikan struktur organisasi dan nama pejabat yang akan dialihkan paling lambat 30 Juni 2021," katanya. Oleh karena itu, katanya, jika pihaknya menyampaikan di atas tanggal tersebut, maka yang bersangkutan harus melalui proses biasa untuk dapat menjadi tenaga fungsional. "Penyederhanaan birokrasi ini melalui tiga tahapan, yang pertama adalah menyederhanakan struktur organisasi, struktur organisasi tiap OPD akan berbeda sesuai dengan model dari MenpanRB. Misal, model struktur organisasi Satpol PP akan berbeda dengan Inspektorat," katanya. Tahap selanjutnya, menyetarakan jabatan, yakni perpindahan jabatan eselon IV dan sebagian eselon III ke jabatan fungsional. Sedangkan pada tahapan ketiga, melakukan perubahan tugas dan fungsi dari masing-masing ASN," paparnya. (sws)
Aktivis Medsos: Kritik Adalah Hak, Namun Provokasi Tidak
Jakarta, FNN - Aktivis media sosial Enda Nasution mengatakan bahwa dalam iklim demokratis, aspirasi dan kritik merupakan hal yang sangat penting dalam upaya mengawasi jalannya pemerintahan. Enda, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin,mengungkapkan yang meresahkan dewasa ini adalah oknum-oknum yang justru mencederai hak-hak bersuaranya melalui serangkaian provokasi berkedok kritik di dunia maya. ”Sejatinya kritik di dalam sistem demokrasi merupakan hak warga yang tidak bisa direnggut, di mana kebebasan untuk berbicara pun dijamin oleh Undang-Undang (UU),” ujar Enda Nasution yang juga dijuluki Bapak Bloger Indonesia tersebut. Enda setuju bahwa kritik berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan harus dipahami bahwasanya opini yang datang kepada pemerintah tidak selalu datang dalam bentuk positif tapi bisa juga negatif. “Namun ketika (opini, pendapat dan aspirasi) sudah mengajak untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama apalagi menuju anarki, itu menjadi sebuah provokasi,” ujar Enda. Menurut dia, pemerintah dalam hal ini harus memposisikan diri untuk bersikap secara proporsional, terlebih dalam menanggapi kritik maupun provokasi yang tertuju pada pemerintah dengan bersikap tegas, tidak berlebihan namun tetap bijaksana. ”Seperti pada insiden pemblokiran internet di Papua yang saat itu dilakukan pemerintah melalui Kemenkominfo. Hal itu dilakukan menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah Papua yang berujung ricuh,” terangnya. Menurut dia, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah sebagai usaha untuk menghambat penyebaran provokasi di dunia maya pada Mei 2020 lalu. “Ketika fitnah dan provokasi datang dari seorang tokoh atau publik figur, maka pemerintah harus menjawab karena jika dibiarkan maka dianggap seolah-olah itu benar, jadi perlu ada respon proporsional menurut saya yaitu dengan tidak terlalu sensitif namun juga tidak bisa terlalu dibiarkan,” ujarnya. Lebih lanjut, Bapak Blogger Indonesia itu juga turut menyampaikan tips untuk masyarakat bagaimana menyampaikan aspirasi dan opini yang tepat tetapi tidak juga mencederai hak-hak bersuaranya sebagai warga negara khususnya di media sosial yang saat ini telah menjadi wadah bagi masyarakat dalam menuangkan opini dan ide-ide. “Yang pertama fokus pada masalahnya, jangan melebar, kepada pribadi seseorang atau pejabat tertentu apalagi mengungkit SARA,” jelas Enda. Selain itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk melengkapi opini atau kritik dengan dukungan data dan fakta. Sehingga segala yang disampaikan bisa dipertanggungjawabkan agar bisa diverifikasi kebenarannya. Kemudian ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyampaikan kritik dalam keadaan emosional. ”Karena seringkali yang terjadi malah menjadikan kritik yang sebenarnya legitimate atau benar justru malah menjadi negatif bahkan provokasi hasutan,” tukasnya. Disamping itu, ia berpendapat bahwa memang sangat penting bagi masyarakat untuk bisa bijak dalam menyampaikan aspirasi dan kritiknya di sosial media melalui kampanye ‘gerakan bijak bersosmed’ yang fokus pada bagaimana kita berinteraksi dengan bijak di sosial media. “Salah satu poin yang selalu kita sampaikan di ‘gerakan bijak bersosmed’ bukan hanya penyampaian kritik namun juga tentang bagaimana kita berinteraksi secara bijak sehari-hari di sosial media,” katanya. (mth)