ALL CATEGORY

Mengenang Mas Bowo; Kepergianmu Meninggalkan Terlalu Banyak Jejak Kemanusiaan

by Agi Betha Jakarta FNN - Jumat (04/12). Siapapun yang ingin menuliskan memori tentang sosok yang satu ini, pasti akan bingung hendak memulainya dari mana. Sulit memilih peristiwa yang terpenting, karena hampir seluruh jejak kehidupannya begitu berharga. Mas Nurbowo, lelaki Jawa berpenampilan sederhana. Ia wafat pada Rabu dini hari, 2 Desember 2020, ketika sedang melakukan kegiatan safari dakwah yang dicintainya. Sebagian sahabat memanggilnya kang, yai, ustadz, banyak sekali julukannya. Tapi dari semua atribut panggilan itu, sepertinya yang paling tepat adalah julukan guru. Guru Bowo adalah guru bagi semua orang yang mengenalnya. Ia adalah guru dakwah, guru menulis, guru manajemen kehumasan, gurunya para aktivis dan relawan, serta guru mitigasi dan tanggap darurat bencana. Sedangkan bagi sebagian orang lainnya, Mas Bowo adalah guru kesabaran dan kesederhanaan. Ia mencontohkan kepada teman-temannya tentang bagaimana cara merangkul lawan tanpa menyakiti, dan bagaimana memenangkan sebuah pertarungan idealisme tanpa merasa jadi pahlawan.Dengan semua kepiawaiannya itu, menjadi sangat jelas mengapa Mas Bowo 'dipaksa' menjadi Ketua Umum Aksi Relawan Mandiri (ARM) Himpunan Alumni IPB periode pertama. Karena ia adalah guru. Di dalam dirinya melekat keteladanan. Ia adalah contoh manusia yang istiqomah kepada jalan kemanusiaan yang menjadi pilihan hidupnya. Berbekal pengalaman luasnya, maka Guru Bowo harus membuat cetak biru ARM. Ia wajib mengajari para anggota ARM tentang bagaimana sebuah lembaga nirlaba kemanusiaan dan kebencanaan yang baru menetas itu dapat langsung berlari, tanpa harus belajar merangkak. ARM yang merupakan badan otonom bentukan Himpunan Alumni IPB yang baru diresmikan pada tanggal 10 Desember 2019. Namun organisasi relawan yang memiliki visi 'Bermartabat Menebar Manfaat' ini mempunyai misi menjadikan alumni dan organisasi sebagai elemen pemasyarakatan kebajikan secara seluas-luasnya. Kala itu Nurbowo menuturkan, "Program yang dilakukan ARM ini menyentuh seluruh fase kebencanaan, yaitu mitigasi, tanggap bencana, pemulihan (recovery), dan pembangunan kembali atau rekonstruksi." Jika nama-nama Pengurus HA-IPB seperti Ketua Umum Fathan Kamil, Sekjen Walneg S. Jas, Emy Mupid, Agus Rusli, dan Ali Fathoni adalah penggagas serta para bidan yang menggodok lahirnya ARM, maka Nurbowo bisa disebut sebagai dokternya. Ia bersama sahabatnya Ahmad Husein, yang berpengalaman sebagai jurnalis dan pejabat di Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), menjadi otak penggerak dari jabang bayi yang baru dilahirkan. Di masa awal berdirinya ARM, kedua sejoli itu seperti sepasang tangan kanan dan kiri yang saling melengkapi. Mengapa para pendiri ARM begitu perlu mendaulat Mas Bowo yang sehari-hari sudah sangat sibuk dengan aktivitasnya sebagai pengurus di Dewan Dakwah Indonesia pusat? Itu karena ARM adalah sebuah organisasi kemanusiaan yang unik. Sebetulnya di berbagai universitas lain di Indonesia telah banyak organisasi tanggap darurat bencana yang memiliki misi serupa seperti ARM IPB. Bedanya, ARM murni lahir dari tangan para alumnus IPB yang tergabung dalam wadah Himpunan Alumni IPB sebagai hasil pemikiran mereka yang merasa memiliki energi lebih untuk menolong sesama. ARM ingin mendarmabaktikan kekuatan sosial berupa jaringan alumni yang luas di seluruh penjuru negeri, kepada setiap peristiwa bencana yang menimpa tanah air tercinta ini. Dalam diskusi antara para pemangkunya, ARM IPB bercita-cita tinggi untuk tidak hanya hadir sesaat setelah bencana melainkan juga harus dapat menjadi kepanjangan tangan yang amanah bagi penyaluran bantuan kepada para penyintas bencana yang selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, harus hidup di tenda-tenda pengungsian. Kiprahnya tidak sekadar membangun fasilitas MCK, melainkan juga memikirkan cara agar penduduk sebuah peradaban kecil di kaki gunung nan terpencil, misalnya, dapat merajut kembali harapan hidup, jauh setelah riuh rendah tanggap darurat berlalu. ARM bermimpi tetap terus mendampingi dan memantau para penyintas bencana yang hidupnya terlanjur luluh lantak, ketika media dan sorot kamera sudah pergi meninggalkan lokasi. Salah satu program kerja terpenting pascabencana yang ingin digarap ARM adalah bidang Ekonomi, yakni program stimulus untuk UKM serta pendampingan kepada petani, peternak, pekebun dan nelayan yang terdampak. Sedangkan bidang kemanusiaan dan pendidikan mencakup pembentukan 'Alumni Siaga Bencana' dan melakukan pelatihan penanggulangan bencana dengan target civitas akademik, alumni IPB, dan masyarakat di lokasi bencana. Atas dasar memiliki mimpi yang tinggi itulah maka ARM harus memiliki dana abadi dan harus dapat memperlakukan para relawannya secara profesional. ARM sejak awal wajib membangun sistem audit mandiri yang akuntabel dan kredibel, sebelum auditor profesional meneliti kinerjanya. Pendeknya, ARM harus mampu membuktikan diri sebagai saluran yang amanah bagi para mitra dan masyarakat donaturnya. Untuk mencapai semua harapan itu, ARM memerlukan komando dari sosok yang tidak saja sanggup bekerja profesional. Hidup pribadi kesehariannya pun harus seperti organisasi yang dipimpinnya, sama-sama kredibel dan akuntabel. Tidak boleh ada jejak hitam dalam riwayatnya. Dan persyaratan itu ada pada Nurbowo. Siapa Nurbowo? Meski sama-sama pernah mengenyam pendidikan di IPB, mungkin banyak juga yang belum mengenalnya , atau tidak mengetahui sepak terjang beliau, yang tercatat sebagai mahasiswa angkatan 24 (masuk tahun 1987) Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Patut dimaklumi, karena nama Nurbowo tidak renyah untuk diperbincangkan oleh kalangan cafe addict atau high lifestyle minded. Mas Bowo adalah sosok sederhana, baik dari penampilan maupun wajahnya. Bersahaja dengan ide-ide yang megah. Mereka yang pernah bertemu dengannya akan langsung paham bahwa Bowo adalah orang lapangan. Kerut-merut dalam di wajahnya seolah mewakili setiap tugas kemanusiaan yang telah dijangkau oleh kedua tangannya. Cita-cita kemanusiaan Nurbowo jauh menjulang jika dibandingkan dengan tinggi badannya yang hanya sekitar 165 cm. Kedua kaki kecilnya itu menjadi barang mewah karena mampu menjangkau dusun dan pulau-pulau di perbatasan, yang namanya tak dikenal khalayak. Mas Bowo tidak pernah lelah berdakwah sekaligus menyalurkan bantuan ke pelosok-pelosok yang kebanyakan para wakil rakyat setempat pun tidak paham peta kemiskinan di sana.Selama satu tahun memimpin ARM, Nurbowo dan tim telah menjejakkan misi kemanusiaan di berbagai daerah bencana seperti kebakaran hutan di Riau, gempa Ambon, banjir besar awal tahun di Jabodetabek, banjir dan longsor Garut, penanganan dampak ekonomi Covid-19, dan berbagai misi kemanusiaan lainnya. ARM dengan cepat dilirik oleh para mitra, baik para donatur potensial, sesama LSM bidang kemanusiaan, maupun pemerintah pusat dan daerah. Bayi yang secara resmi belum genap satu tahun ini menjelma menjadi lembaga yang dianggap matang dan diakui keberadaannya di kancah nasional. Jauh sebelum menakhodai ARM, nama Nurbowo sebagai relawan telah lama hadir hampir di semua operasi penanggulangan bencana alam besar yang terjadi di seluruh Indonesia. Kisah penulis yang juga pecinta tugas kemanusiaan ini dimulai sejak ia masih menjadi mahasiswa IPB. Dan berlanjut pada tahun 1990-an saat ia menjabat Pemimpin Redaksi Jurnal Halal LPPOM MUI, lalu menjadi amil sekaligus jurnalis di Dompet Dhuafa. Ia sempat mendirikan dan memimpin berbagai media, sebelum akhirnya bergabung dengan LAZNAS Dewan Dakwah. Tugasnya termasuk mengurusi media dan kehumasan. Hingga terakhir nama Nurbowo tercatat sebagai Ketua Bidang Kominfo Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang kini dipimpin oleh Dr. Adian Husaini. Saat terjadi bencana seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dan berbagai bencana alam lainnya, Mas Bowo bersama LAZ Dewan Dakwah hadir mengurusi para korban, mulai menyalurkan bantuan makanan, sandang, kebutuhan medis, perlengkapan ibadah dan sekolah, hingga memetakan dan membangun kembali masjid-masjid yang roboh dan rumah penduduk yang rusak. Ia orang yang lentur dalam membangun kerjasama dengan berbagai pihak di lapangan. Misi kemanusiaan yang pernah dilakukan Mas Bowo tidak hanya di Indonesia, tapi menjangkau hingga ke perkampungan Muslim Rohingya di Myanmar. Ia tidak hanya datang membantu para pengungsi yang jiwanya terancam, tapi juga mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri mengingat junta militer di sana sangat anti orang asing meski kehadirannya membawa misi kemanusiaan. Jika sedang tidak terjadi bencana, maka yang dilakukan Mas Bowo dan tim adalah melakukan safari dakwah. Seperti mengembangkan pendidikan, mengunjungi fasilitas pendidikan di pulau-pulau terpencil, dan menyambangi masyarakat yang memerlukan pendampingan. Pandemi yang merebak pun tak dapat menghentikan langkah sosok periang yang berhati lembut ini. Ketika orang lain memilih untuk menghentikan ritme kegiatan hidupnya, Mas Bowo justru lincah mendatangi kampung-kampung miskin yang rawan. Meski memiliki riwayat sakit jantung dan berkali-kali telah diingatkan oleh dokter agar banyak beristirahat, ia tetap berkeliling melaksanakan tugas kemanusian. Bersama LAZNAS-nya, lelaki berusia 52 tahun ini mengawali era pandemi covid 19 dengan sigap. Ia paham Covid-19 akan menjadi sebuah bencana besar kemanusiaan. Maka sejak dini, pada Bulan Maret 2020 lalu ia telah menggelar berbagai program sosialisasi dan tanggap darurat virus corona. Salah satunya dengan mengaktifkan fungsi masjid sebagai tempat pendidikan dan penyuluhan soal pandemi. Seperti yang dilakukan di Masjid Prana Sakti, yang terletak di Dusun Ngepet, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dalam sejarahnya, masjid itu sempat kehilangan auranya sebagai rumah Allah akibat tenggelam oleh hiruk-pikuk kehidupan wisata pantai yang kental dengan budaya maksiat. Berkat bantuan tim DDII, masyarakat di sana dapat mengembalikan fungsi masjid sebagai tempat beribadah serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan di kala pandemi. Sepekan terakhir sebelum ajal menjemput, Mas Bowo sedang berkeliling bersama tim Dewan Da'wah. Pada Hari Sabtu, 28 November 2020, ia berada di Palembang mengikuti Pelantikan Pengurus Baru Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) Sumatera Selatan di rumah dinas gubernur. Ini penting karena lembaga tempatnya mengabdi itu menjadi mitra pemerintah setempat dalam melahirkan calon-calon pemimpin bangsa melalui banyak pesantren yang diasuhnya. Dari Palembang ia menuju Bengkulu. Senin, 30 November 2020, Mas Bowo mendampingi Ketua Umum DDII yang baru, Dr. Adian Husaini, meresmikan pendirian Akademi Dakwah Indonesia (ADI) di Bengkulu yang merupakan lembaga pendidikan program diploma 2. Esok harinya, 1 Desember 2020, ia memilih memisahkan diri dari tim untuk menempuh perjalanan ke Padang, memenuhi undangan Dinas Pariwisata untuk promosi wisata halal. Menjelang tengah malam, bus travel yang ia tumpangi melewai kawasan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Di lokasi terakhir inilah Sang Khalik rupanya memutuskan bahwa tugas Mas Bowo di dunia telah selesai. Maut menjemput ketika Mas Bowo sedang berada di tengah ladang pengabdiannya, dekat dengan masyarakat yang dibantunya, serta dikelilingi oleh teman-teman seperjuangannya. Karya kemanusiaan Mas Bowo boleh jadi tak banyak tercatat di buku besar manusia. Tapi jika kita bisa bertanya kepada malaikat yg selalu mendampingi orang-orang baik, mungkin malaikat pun sudah berat membawa buku tebal yang berisi catatan amal almarhum selama hidup di dunia. ARM HA-IPB kehilangan sosok pemimpin yang selalu mampu menularkan semangat kegembiraan kepada organisasi. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia kehilangan salah satu kakinya yang lincah. Para alumni IPB kehilangan sahabat terbaiknya. Negeri yang masih dibalut kemiskinan seperti Indonesia kehilangan sosoknya yang tak kenal lelah berjuang di lapangan. Selamat jalan Mas Nurbowo, sosok bersahaja di atas bumi yang karya besarnya dicatat oleh langit. Penulis adalah alumni IPB; anggota Dewan Pengawas ARM HA-IPB.

Inikah Prolog Dajjal?

by Asyari Usman Medan FNN - Kamis (03/11). Akhir zaman selalu dikaitkan dengan kedatangan Dajjal. Yaitu, makhluk mirip manusia yang bermata satu. Ia digambarkan akan keluar-masuk kampung untuk menaklukkan manusia dengan kekuatan mistisnya. Ngeri dan seram. Dajjal itu ngeri karena akan membawa pengikutnya ke jurang kekufuran. Seram, karena manusia terfana oleh kekuatan mistisnya. Hanya bisa mengekor si Dajjal. Semoga Allah SWT selamatkan kita semua dan anak-cucu dari kekuatan sihir Dajjal. Tapi, dia pasti akan turun di akhir zaman. Mungkin “tak lama” lagi. Rasulullah Muhammad SAW menjelaskan tanda-tanda akhir zaman. Para ulama dan ustad juga telah menerangkannya dengan tuntas. Tidak ada lagi yang tersisa untuk disampaikan kepada umat akhir zaman ini. Tinggal mengulang-ulang ceramah saja. Sambil menunggu tanda-tanda akhir zaman itu muncul satu per satu. Penjelasan tentang tanda-tanda akhir zaman tidak hanya terkait dengan kesulitan sosial-ekonomi saja. Juga termasuk keanehan di bidang politik, khususnya tentang pemilihan pemimpin. Baginda Nabi berkata, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya. Pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan. Pengkhianat diberi amanah, orang yang amanah dikhianati.” Sabda Nabi ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hadits yang sangat terkenal. Dengan redaksi yang lebih kurang sama, hadits ini dicatat juga oleh Hakim dan para perawih lainnya. Sumber hadits ini adalah Abu Hurairah. Hadits ini kelihatannya cocok kalau mau disebut sebagai hadits tentang politik akhir zaman. Tentang pengendalian kekuasaan yang berjalan ‘abnormal’. Penuh dengan hal-hal yang tak masuk akal. Orang bodoh dan goblok bisa menjadi pemimpin. Dan dipatuhi oleh kaum cerdas-cendekia. Pemimpin yang aneh dari segala sisi itu dipandang hebat oleh orang-orang yang mengelilinginya. Padahal, tidak punya kapabilitas dan kapasitas. Pemimpin yang aneh itu disosialisasikan sebagai orang yang dinanti-nantikan. Dia dielu-elukan sebagai penegak keadilan bagi kaum tertindas. Padahal, pemimpin dungu itulah yang justru melakukan penindasan. Sebagaimana kaum pengikut Dajjal, orang-orang yang membersamai pemimpin bodoh dan jahil di zaman ini pun juga hadir di bawah alam sadar. Setidak-tidaknya para pengikut “di bawah alam sadar” versi Dajjal itu setara dengan orang-orang yang tersandera oleh kepentingan pribadi dan kelompok versi pemimpin dungu masa kini. Pada saat ini, umat sedang disajikan pertunjukan pemimpin yang memiliki ciri-ciri Dajjal. Kalaupun bukan Dajjal, boleh jadi dia adalah prolog Dajjal. Tapi, mungkinkah ada prolog Dajjal? Wallahu a’lam. Tidak ada teks kenabian yang menjelaskan tentang prolog Dajjal. Belum pernah terdengar penjelasan tentang Dajjal Kecil (prolog Dajjal) dan Dajjal Besar. Seandainya ada, seluruh umat pantas resah dan gundah jika prolog Dajjal itu ternyata muncul di bilangan kita, di zaman kita.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)

Apa Kabar Renegosiasi di PLN

by Salamuddin Daeng Jakarta FNN – Rabu (02/11). Direktur Utama PLN Zulkifli Hasan menyadari benar apa permasalahan yang terjadi di Perusahaan Listrik Negara tersbut sejak dia menjabat sebagai orang nomor satu. Masalah utama di PLN datang dari kebijakan pemerintah. Kebijakan yang berkaitan dengan harga bahan bakar dan harga listrik swasta yang wajib dibeli PLN. Satu lagi permasalahan krusial datang dari sektor keuangan. Masalah itu sebagai akibat dari utang PLN yang membengkak sangat besar dalam mengejar ambisi mega proyek 35.000 megawatt. Masalah tersebut telah mengakibatkan PLN rugi besar-besaran. Meski harga batubara dan minyak mentah dunia telah turun hingga level terendah dalam sejarah, tetapi PLN tetap saja merugi. Kerugian yang diperkirakan tidak akan pernah berakhir. Untuk ahun 2020 saja, PLN diprediksi menderita kerugian Rp 44,3 triliun. Kerugian seperti selalu melekat dengan PLN. Kerugian yang terus meningkat dari tahun ke sebelumnya. Lebih gawat lagi tahun 2021 nanti. Kerugian PLN akan diperkirakan mencapai Rp 83,7 triliun. Sudah tak ada untung lagi dalam kamus PLN, baik dimasa kini maupun yang akan datang. Kerugiannya akan terus membengkak dan membengkak. Keuntungan menjadi barang langka untuk PLN. Dari mana saja sumber kerugian PLN tersebut? Ada tiga sumbernya. Pertama, dari pembelian bahan bakar. Jumlahya mencapai 34,6% dari total biaya. Kedua, pembelian listrik swasta yang mencapai 41,2% dari total biaya. Ketiga, biaya depresiasi dan keuangan sebesar 15,8% . Ketiga komponen biaya tersebut 91,6% dari total biaya yang harus dikeluarkan PLN setiap tahun. Siatuasi yang terjadi di PLN ini adalah bisnis BUMN paling konyol. Dimana sebagian besar pengeluaran atau biaya PLN ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan yang terbilang konyol untuk membuat PLN merugi dari tahun ke tahun. Kalau PLN bangkrut, maka membangkrutkan PLN adalah pemerintah. Kalau PLN merugi, maka yang membuat PLN merugi terus-menrus adalah pemerintah. Pembelian bahan bakar misalnya, harganya dipatok dalam formulasi yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Begitu juga dengan pembelian listrik swasta. Harga pembelian PLN ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kedua biaya ini sudah mencakup 75,8 % dari total biaya yang harus ditanggung oleh PLN. Konyol kan pemerintah? Pertanyaannya, siapa yang untung dengan kebijakan harga bahan bakar dan harga listrik swasta yang konyol tersebut? Yang pasti bukan PLN. Yang diuntungkan adalah oligarki yang menjadi pebisnis bahan bakar, terutama pebisnis batu bara. Setelah itu siapa lagi yang untung paling besar? Yang pasti adalah pebisnis pembangkit batubara. Mereka selain punya tambang batubara, namun mereka sekaligus juga punya pembangkit listrik swasta. PLN tidak akan pernah untung. Sebaliknya pebisnis pembangkit tak akan pernah merugi. Demikian juga dengan pemasok batubara ke PLN, yang akan pernah merugi. Mereka akan terus dan terus untung sepanjang perjalanan PLN melakukan bisnis listrik. Selian PLN, siapa lagi yang dirugikan? Tidak lain adalah masyarakat Indonesia. Harga listrik Indonesia adalah salah satu yang paling mahal di dunia sekarang. Harga listrik Indonesia lebih mahal dari harga listrik India, China dan beberapa negara lain yang merupakan pesaing utama dalam perdagangan global. Jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita rakyat Indonesia, harga listrik Indonesia adalah salah satu yang paling menghisap atau tertinggi di dunia. Hanya satu kata kunci bagi PLN untuk selamat dan keluar dari jebakan kerugian. Segera lakukan renegosiasi, baik untuk harga listrik swasta maupun harga pembelian batubara. Lalu, apa saja yang harus direnegosiasi? Pertama adalah harga bahan bakar, terutama batubara. Kedua, harga listrik yang wajib dibeli dengan skema take or pay milik swasta. Ketiga adalah utang-utang PLN warisan masa lalu. Renegosiasi ini telah menjadi komitmen Dirut PLN Zulkifli Hasan dalam membenahi struktur keuangan PLN. Langkah ini sebagai upaya terakhir menyelamatkan PLN dari kebangkrutan yang lebih parah. Publik bertanya, “apa kabar renegosiasi ini ya”? Semoga saja telah berjalan sebagaimana yang telah dijanjikan kepada publik. Penulis adalah Peneliti Pada Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI).

TNI Dantara Rakyat Yang Terbelah

by Dr. Masri Sitanggang Jakarta FNN – Rabu (02/12). Rakyat sudah terbelah. Itu nyata adanya. Kita bisa memulai kekacauan ini kapan saja. Namun tidak tahu kapan bagaimana bisa mengakhirinya. Maka, TNI aku dan TNI kita semua menjadi tumpuan harapan terakhir agar negeri ini tidak terkoyak-koyak. Pemerintahan boleh saja berganti kapan saja berkali-kali. Tetapi TNI, negara dan bangsa ini harus tetap bediri tegak. Harus kita pertahankan skeberadaannya ampai titik darah penghabisan. Bulu kudukku sempat juga berdiri, dan merinding. Sebuah video yang menunjukkan kerumunan massa mengelilingi mobil zeep tentara menyebar luas. Massa bernyanyi dengan irama “mana dimana anak kambing saya” dengan syair yang di ubah. Syair lagu itu menyindir. Malah bisa disebut menghujat tentara. Tidak jelas, dimana dan kapan kejadian itu persisnya? Aku menerima postingan itu 24 November 2020 lalu. Teks yang menyertai postingan video hanya menyebut, “mobil tentara yang mau copotin baliho HRS, dicegat massa di Padarincang, Serang, Banten. Maka terbayang aku akan hal-hal buruk akan segera terjadi. Masalahnya, dua video viral yang lain tentang pernyataan sikap petinggi TNI. Pernyataan itu dalam rentang waktu yang berdekatan sejak kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) tanggal 10 November 2020 yang beredar luas pula. Keduanya bisa dihubungkan, baik langsung maupun tidak, dengan aktivitas kepulangan HRS dan senarai acara kemudiannya yang digelar simpatisan HRS. Video pertama adalah peringatan tegas Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto terkait pentingnya persatuan dan kesatuan demi menjaga stabilitas nasional. Hadi berkata, “jangan kita biarkan persatuan dan kesatuan bangsa itu hilang atau dikaburkan oleh provokasi dan ambisi yang dibungkus dengan berbagai identitas". Hadi juga mengingatkan, “siapa saja yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa akan berhadapan dengan TNI". Peringatan ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai mendadak. Diunggah di akun Twitter @Puspen_TNI, Minggu 15 November 2020, lima hari setelah penyambutan HRS di bandara Soeta yang fenomenal itu. Memang, Panglima tidak mengarahkan peringatannya kepada pihak tertentu. Tapi dapat dirasakan bahwa peringatan itu mengarah pada ancaman keamanan dari dalam negeri, bukan dari luar. Karena trending topic pada hari-hari itu menyangkut politik dan itu berkaitan dengan kedatangan IB HRS. Maka sangat sulit untuk dipungkiri bahwa peringatan mendadak itu dimaknai oleh banyak pengamat sebagai respon terhadap situasi “demam” kepulangan sang Imam HRS. Video kedua adalah instruksi Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurahcman, ke jajarannya untuk mencopoti baligho HRS. Pangdam dengan tegas menyatakan, “kalau perlu FPI bubarkan saja. Kalau coba-coba dengan TNI, mari”. Pernyataan itu terkonfirmasi. Seusai apel kesiapan bencana dan Pilkada serentak, di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2020) pagi, Dudung kepada wartawan berkata, ”oke, ada berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq, itu atas perintah saya,” kata Dudung, Kejadian di Padarincang berupa pencegatan massa terhadap mobil tentara yang mau copotin baliho HRS, tentu dapat dilihat sebagai respon balik masyarakat terhadap dua video sikap petinggi TNI itu. Sikpa spontanitas masyarakat inilah yang membuat aku merinding. Nggak habis pikir aku. Terbayang olehku darah akan segera tertumpah membasahi bumi pertiwi. Perang saudara kapan saja akan terjadi. Ngerinya lagi, TNI diperhadapkan dengan rakyatnya sendiri. Hiiiiii,,,, Indonesia akan segera meluncur ke jurang kehancurannya? Sungguh, aku belum rela hal itu terjadi di masa hayatku ini. Untunglah Pangdam Jaya segera melakukan klarifikasi yang membuat rasa lega aku. Senin (23/11/2020), di Makodam Jaya, Pangdam didampingi Kapuspen TNI, Mayjen TNI Ahmad Riad mengatakan, "saya sampaikan kalau perlu, kalau perlu bubarkan kan FPI itu. Kalau Pangdam, TNI tidak bisa membubarkan. Itu harus pemerintah," katanya. Ditegaskan pula bahwa Panglima TNI tidak pernah bicara soal pembubaran FPI. Kata Kapuspen Ahmad Riad, pencopotan baligho HRS pun bukan atas perintah Panglima TNI. Selanjutnya, Rabu (25/11/2020), saat ngopi bareng ulama di kantornya, Pangdam Jaya berkata, "saya tidak pernah mengajak bahwa FPI atau yang lainnya sebagai musuh. Itu tidak ada. Itu saudara-saudara kita semua. Alangkah baiknya kalau ada mediasi, dan berdialog. Dihadiri oleh seluruh komponen." Dudung meminta agar tidak ada lagi pihak-pihak yang membenturkan antara TNI dengan ormas Islam, termasuk FPI. Sikap Dudung yang sungguh sangat melegakkan kita semua yang mendengarnya. Sekali lagi, pernyataan klarifikasi itu sunggguh sangat melegakan hati. Bayangan akan petumpahan darah sesame anak bangsa sirna seketika. Tetapi kekhwatiran hal yang menakutkan itu akan terjadi, tetap saja ada. Soalnya, di lapangan, memang sangat dirasakan adanya pihak-pihak yang berkeinginan membenturkan umat Islam dengan TNI dan Polri. Ini berpotensi besar menimbulkan kekacauan. Rajinnya pihak tertentu mencari-cari kesalahan para ustadz ketika berceramah, dan kemudian melaporkannya ke pihak kepolisian adalah indikasi kuat ke arah itu. Arah untuk membenturkan Umat Islam dengan TNI dan Polri. Keinginan itu ada, dan dirasakan sangat nyata. Munculnya “gerakan” kirim karangan bunga ke Markas Kodam Jaya. Terlepas dari apakah itu real atau tidak, yang memberikan dukungan ke Pangdam Jaya atas instruksi pencopotan baliho HRS dan “kalau perlu” bubarkan FPI, juga indikasi ke arah itu. Apalagi kemudian, ada pula rakyat sipil yang secara demonstrative ikut menurunkan bahkan membakar baliho itu, dan menyatakan penolakan terhadap HRS dalam berbagai bentuk ekspresi. Tetapi memang, ini resiko dari sebuah masyarakat yang terbelah. Dalam masyarakat yang terbelah seperti ini, lembaga yang sejatinya berada di tengah dan jadi penengah dalam hal ini TNI dan Polri serta penegak hukum lainnya, oleh satu pihak diupayakan untuk ditarik dan digunakan alat untuk memukul pihak sebelah. Tidak pula sulit menentukan pihak sebelah mana yang berpeluang besar mempengaruhi TNI dan Polri dan penegak hukum lainnya. sudah barang tentu pihak yang dekat dengan kekuasaan. Jujur harus diakui, rakyat tampaknya terbelah sejak Pilkada DKI 2017 menyusul kemenangan Anies Baswedan. Kenyataan ini semakin terbelah menjelang dan sesudah Pilpres 2019. Sayangnya, pemenang Pilpres 2019 pun sepertinya kurang mampu secara persuasip mendinginkan suasana dan menyatukan kembali anggota keluarga besar bangsa yang bernama Indonesia ini. Umat Islam, yang merupakan bagian terbesar anak bangsa ini, diakui atau tidak, merasa diperlakukan secara tidak adil. Meraka merasa terus dipojokkan dengan berbagai isu, seperti radikalime dan intoleransi. Umat islam merasa sedang dijadikan objek kriminalisasi. Dalam suasana kebathian seperti itu, wajar saja umat Islam mendambakan sosok pemimpin yang dapat mewakili mereka untuk menumpahkan pikiran dan perasaannya. Apalagi memang, saat ini partai-partai yang mestinya menjadi penyuara nurani rakyat, ternyata asyik dengan mainannya sedndiri-sendri. Tidak bisa menangkap getar-getir hati rakyatnya. Munculnya sosok ulama seperti HRS adalah satu sosok pilihan yang kekosongan tokoh yang dikagumi rakyat. Dengan demikian, upaya “kriminalisasi” terhadap HRS, hanya akan membangkitkan semangat perlawanan. Apalagi merosotnya situasi ekonomi yang dialami bangsa saat ini. Semua pihak, terutama pemerintah, lebih fokus pada upaya keluar dari kesulitan. Persatuan dan kesatuan sangat penting. Hal-hal yang bisa menimbukan disharmoni antar anak bangsa harus sekuat tenaga dihindari atau diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan. Bukan dengan pendekatan kekuasaan yang menggangi hukum. yang terkenal tebang pilih atau tajam sebelah. Langkah nyata pemerintah mengembalikan rakyat yang sudah terlanjur terbelah menjadi solid kembali harus ada dan jelas. Jangan ada bagian anak bangsa ini, apalagi yang mayoritas merasa terdzalimi. Kemunculan RUU-RUU kontroversi, yang telah nyata memicu munculnya berbabagai keributan, agar ditiadakan. Keberadaan Buzzer, yang kerjanya tak lebih dari menghancurkan kelompok yang dianggap lawan, sudah saatnya diakhiri. Buzzer diperlukan untuk membangun citra penguasa, tapi tidak untuk membangun bangsa. TNI saat ini, betul-betul menjadi tulang punggung keutuhan bangsa. Sebagai alat utama pertahanan negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. TNI menjadi tumpuan harapan terakhir agar bangsa ini tidak terkoyak dan tercabik. TNI harus bisa menempatkan diri sebagai penjaga keutuhan bangsa dengan bijak dan beribawa diantara masyarakat yang terbelah. TNI tidak boleh ditarik-tarik ke sebelah untuk memukul sebelah yang lain. TNI harus tetap berdiri tegak senbagai penjaga bangsa dan negara. Pemeritahan boleh berganti atau bubar berkali-kali. Tetapi TNI, negara dan bangsa ini tidak boleh terkoyak sekali pun. Dengan alasan apapun itu. Cepat atau lambat, percayalah, bila pihak tertentu sudah berhasil membenturkan TNI dengan rakyatnya, maka itulah saat di mana negara ini menuju kehancuran. Kekacauan itu bisa kita mulai kapan saja. Tatapi percayalah, kita tidak akan tahu kapan bisa mengakhirinya. Itu yang harus kita hindari bersama. Wallahu a’lam bisshawab. Penulis adalah Sekjen DPP Masyumi Reborn.

Jokowi Hadapi Tiga Gelombang Aksi

by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Rabu (02/12). Kasus pencarian terhadap kesalahan Habib Rizieq Shihab (HRS) dapat menimbulkan gelombang aksi masyarakat. Mencari-cari kesalahan dengan target penahanan dan proses peradilan atas HRS akan menciptakan gelombang aksi dari Front Pembela Islam (FPI) yang anggota tercatat sebanyak lima orang, massa alumini 212, dan pendukung HRS lainnya. Aksi massa akan datang pada setiap sesi proses mulainya pemeriksaan terhadap HRS di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Berita-berita tentang aksi tersebut akan memenuhi media dalam dan luar negeri. Isu pendzaliman terhadap HRS akan mengemuka sejalan dengan militansi yang tinggi dari peserta aksi. Keriuhan tercipta dengan sendirinya. Gelombang aksi kedua adalah buruh yang belum puas dengan pengundangan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Agenda aksi pun diperkirakan akan terus berkelanjutan. Kerugian pada penciptaan stabilitas politik, dan perusahaan yang terdampak akibat seringnya aksi-aksi buruh. Dampak dari seringnya aksi buruh adalah produksi barang dan jasa akan jeblok dengan sendirinya pada banyak perusahaan. Pengusaha bisa gulung tikar, atau ikut turut menekan pembatalan UU Omnibus Law yang dinilai telah membuat sial tersebut. Pengusaha dihadapkan pada pilihan yang sangat pahit. Maju kena, mundur juga ikut terkena dampak. Gelombang potensial ketiga adalah bangkitnya massa pereaksi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasil (BPIP). Sinyal kuat yang terkirim dari DPR adalah pemaksaan RUU HIP dan BPIP untuk masuk agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Perlawanan terhadap pemaksaan RUU HIP dan BPIP ini diperkirakan akan keras, apapun resiko yang dihadapi para penentang. Perlawanan atas penyelundupan nilai-nilai kiri faham komunis pada RUU HIP dan BPIP tersebut, akan membangun solidaritas umat Islam yang anti komunis atau mewaspadai bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) model baru. Gelombang perlawanan ideologis bukan masalah kecil. Temanya strategis membela dan menjaga keselamatan ideologi Pancasila. "Tiga Ledakan" ini awalnya tentu saja dapat dikendalikan. Tetapi jika spirit perjuangan menguat, maka seperti biasa dalam pergerakan politik dimana pun berujung pada situasi yang tak terkendali. Gerakan perubahan politik dan desakan untuk mundur Presiden Jokowi merupakan suatu keniscayaan. Perasaan sama pada rakyat tak akan reda oleh penangkapan atau penekanan. Sikap pemerintah yang represivitas hanya menjadi sebab dari perubahan yang bakalan lebih cepat. Apalagi pemerintahan Jokowi sebenarnya rapuh. Banyak faktor lain yang menyulitkan keajegan pemerintahan Jokowi. Milsanya, kondisi keuangan negara yang semakin ambyar, tekanan kehidupan atas pendapatan dan kebutuhan hidup keluraga, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) utang yang hampir mencapai Rp 7.000 triliun membuat kondisi pemerintahan makin goyah. Rakyat yang semakin jenuh dengan kebijakan penanganan pandemi Covid 19. Apalagi pemerintah terlihat tidak konsisten dan tak jelas arahnya. Suka berubah-ubah sesuai yang dimimpikan. Pagi tempe, sore bisa saja dele. Konflik global Amerika-Cina yang memang"diundang" untuk hadir meramaikan dinamika politik domestik. Kini Polisi dan TNI cukup mampu terkendali "secara baik". Namun bukan mustahil perkembangan politik ke depan akan terjadi pembelahan disana-sini. Pemihakkan pada rakyat bakal terbentuk secara gradual atau mungkin bisa lebih cepat yang diperkirakan sebelumnya. Pemerintahan Jokowi diharapkan arif menimbang cara menangani perbedaan dalam masyarakat. Jangan arogan, sok punya kekuasaan dan sekedar mengandalkan kekuatan aparat untuk membungkam rakyat. Api kejengkelan rakyat sulit diredam dengan alat paksa sekuat apapun. Ada fase fase yang tidak lagi peduli dengan rambu-rambu protokol. Situasi akan semakin sulit. Untuk itu, sebaiknya segera kembali untuk berbenah diri. Membangun kembali iklim dialogis dan konsensus yang terlanjur berantakan. Bukankah kandungan sila-sila Pancasila merupakan filosofi, metodologi, dan solusi bagi masalah yang dihadapi bangsa dan negara ? Jokowi tentu menyadari bahwa dirinya adalah figur yang tidak hebat amat. Karenanya perlu antisipasi atas kekuatan rakyat yang dipastikan amat hebat. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Penahanan Habib Rizieq Bisa Memicu People Power

by Tjahja Gunawan Jakarta FNN - Rabu (02/11). Sepulang dari Arab Saudi tanggal 10 November 2020, kini setiap gerakan Imam Besar Habib Rizieq Shihab selalu dipantau, diikuti dan dicari-cari kesalahannya. Sehingga wajar kalau kemudian ada meme yang beredar di grup-grup WA, "Semut yang mati pun sengaja dicari. Barangkali aja kematiannya akibat diinjak Habib Rizieq". Sejumlah kalangan yang memiliki otoritas di bidang polkam menyebutkan bahwa Habib Rizieq Shihab kini sedang dalam operasi intelijen. Operasi ini dijalankan oleh oknum aparat kepolisian, pejabat birokrasi dan TNI serta sejumlah kelompok massa bayaran. Oleh karena itu operasi intelejen ini bukan hanya menarget Markas FPI di Kawasan Petamburan Jakarta, tetapi juga Pondok Pesantren Alam dan Agrokultural Markaz Syariah di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bahkan ketika Habib Rizieq Shihab melakukan general check up di RS Ummi Bogor, rumah sakit tersebut tidak lepas dari kegiatan operasi intelijen juga. Tiba-tiba Wali Kota Bogor Bima Arya murka kepada RS Ummi hanya karena menerima pasien bernama Habib Rizieq Shihab yang melakukan check up kesehatan di RS tersebut. Ketika Habib Rizieq mengunjungi cucunya di Perumahan Mutiara Sentul Bogor, Jawa Barat, juga tidak lepas dari rangkaian operasi intelijen. Sejumlah massa bayaran sengaja mendatangi kompleks perumahan tersebut sekaligus meminta agar Habib Rizieq keluar dari kawasan tersebut karena Imam Besar Umat Islam ini dianggap sudah terpapar Covid19. Nah Covid 19 inilah yang sekarang dijadikan instrumen untuk memukul ruang gerak Habib Rizieq. Covid19 telah dijadikan alat untuk mencegah rencana safari dakwah Habib Riziek di Tanah Air. Kegiatan dakwah itu sebenarnya disusun berdasarkan permintaan dari para tokoh ulama dan masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia. Mereka sangat rindu dengan tausiah Habib Rizieq. Maklum sudah tiga setengah tahun Umat Islam tidak mendengar langsung Pidato Habib Rizieq yang menggelegar tentang amar ma'ruf nahi munkar. Rencana safari dakwah tersebut juga sudah disampaikan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) KH. Shobri Lubis, pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kawasan Petamburan Sabtu Malam 14 November 2020. Namun rupanya rezim penguasa Jokowi merasa gusar dengan pidato Habib Rizieq tentang Revolusi Akhlak. Sangat boleh jadi Jokowi merasa tersaingi dengan pidato Habib Rizieq soal Revolusi Akhlak karena program Revolusi Mental yang dicanangkan Jokowi sejak Pemilu Presiden tàhun 2014 sampai sekarang tidak menampakan hasil yang signifikan. Bahkan kinerja pemerintahan terus menurun akibat banyaknya pejabat yang korupsi. Sementara utang pemerintah dan BUMN terus membengkak sedangkan keuangan negara mengalami defisit. Saat ini rezim penguasa masih terus mencari cara untuk bisa menangkap Habib Rizieq Shihab. Sangat boleh jadi mereka merasa ruwet menghadapi strategi yang digunakan Habib Rizieq. Upaya provokasi yang dilakukan aparat keamanan dengan menggunakan institusi TNI sudah dilakukan dengan mengerahkan sejumlah pasukan TNI lengkap dengan kendaraan perangnya ke Kawasan Petamburan. Pemeriksaan kesehatan (tes swab) dalam rangka pelaksanaan protokol kesehatan juga sudah dilaksanakan. Namun rencana mereka untuk menjadikan Kawasan Petamburan sebagai klaster baru Covid19 ternyata gagal karena berdasarkan pemeriksaan kesehatan terhadap masyarakat disana hasilnya negatif.Justru episentrum Covid19 sekarang pindah ke Jawa Tengah. Narasi dan opini yang sekarang hendak dibangun rezim penguasa adalah menjadikan Habib Rizieq Shihab sebagai sosok penyebar penyakit Covid19. Namun kenyataannya justru terbalik. Berdasarkan general check up beliau di RS UMMI Bogor, Habib Rizieq Shihab justru dinyatakan sehat walafiat. Alhamdulillah. Pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat nampaknya hanya berlaku bagi Habib Rizieq Shihab. Sementara kerumunan massa pada kampanye anak mantu Jokowi dalam rangkaian Pilkada di Kota Solo dan Medan, justru diabaikan. Sebaliknya kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Sabtu 14 November lalu di kawasan Petamburan, malah dipersoalkan dan dicari-cari kesalahannya. Kalau rezim penguasa Jokowi terus mencari-cari kesalahan agar bisa menahan Imam Besar Umat Islam Habib Rizieq, risiko politiknya sangat besar. Penahanan Habib Rizieq justru bisa memicu aksi massa turun ke jalan untuk melakukan gerakan People Power. Gerakan People Power ujungnya bisa pada gerakan penggulingan kekuasaan presiden secara paksa melalui aksi demonstrasi rakyat. Jika seluruh rakyat sudah turun ke jalan, sangat mungkin Presiden Jokowi akan dipaksa untuk melektakkan jabatannya karena dinilai telah melanggar konstitusi atau melakukan penyimpangan. Munculnya gerakan People Power merupakan perlawanan dan bentuk protes terhadap bentuk kezaliman dan kesewenangan para penguasa. Pasca pemilu di Indonesia 2019 lalu, istilah People Power sebenarnya sudah mulai ramai diperbincangkan. Banyak rakyat Indonesia yang ingin memberontak terhadap berbagai kebijakan penguasa yang menyimpang. Masyarakat meyakini bahwa ada yang tidak beres di balik sistem pemerintahan yang berjalan selama ini. Pemerintah dikendalikan oleh kekuatan oligarki dan para cukong yang memiliki dana tak terbatas. Di Indonesia, gerakan People Power pernah terjadi ketika masyarakat menggulingkan rezim Presiden Soeharto pada Mei 1998 yang menuntut reformasi dan perubahan. Salah satu faktor yang memicu rakyat Indonesia meminta perubahan adalah fenomena krisis moneter sejak Juli 1997. Akibat adanya krismon, amarah rakyat Indonesia tak terbendung lagi. Mereka menuntut perubahan hingga turun ke jalan. Dari sanalah lahir Orde Reformasi yang ditandai dengan lengsernya Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia.Saat ini kondisi Indonesia tidak jauh berbeda dengan tàhun 1998 bahkan sekarang jauh lebih parah. Sebagian kalangan ada juga yang menganalisa, rezim penguasa sekarang bisa saja melakukan "bunuh diri politik". Yakni skenario penggulingan kekuasaan melalui People Power yang sengaja dirancang oleh penguasa sendiri karena ketidakmampuan mengatasi persoalan ekonomi saat ini. Lalu nanti yang dijadikan sebagai kambing hitamnya adalah Umat Islam. Wallohu a'lam bhisawab. Penulis Wartawan Senior FNN.co.id

Seandainya Jokowi dan Habib Rizieq Bertemu

by Nuim Hidayat Jakarta FNN - Rabu (02/12). Melihat hiruk pikuk politik di tanah air, kadang kita jenuh. Mengapa tidak ada terobosan baru dalam dunia politik di Indonesia? Mengapa Habib Rizieq harus dicurigai terus menerus? Mengapa pemerintah tidak melihat prestasi Habib dalam menyadarkan kaum penzina, pemabuk dan preman? Seandainya Jokowi mau bertemu Habib saya yakin banyak masalah di Indonesia bisa diselesaikan. Habib bisa membantu Jokowi menyelesaikan masalah dengan umat Islam Indonesia. Habib bisa menjelaskan tentang aspirasi apa sebenarnya yang diinginkan mayoritas umat Islam Indonesia. Jika pemerintah melakukan pendekatan kepada Habib –melalui bidikan hukum- seperti sekarang ini, masalah tidak akan selesai. Karena Habib mempunyai ratusan ribu/jutaan pendukung. Apalagi bila Habib dipenjara, bukan tidak mungkin akan terjadi kerusuhan terus menerus di negeri ini. Para founding fathers kita sebenarnya telah mengajarkan agar para pemimpin bangsa ini mengedepankan dialog atau musyawarah bila ada masalah. Lihatlah ketika bangsa ini akan merdeka, untuk menentukan dasar negara maka mereka berdialog, berdebat berhari-hari. Meski kemudian aspirasi tokoh Islam dipinggirkan -Islam sebagai dasar negara diabaikan- tokoh-tokoh Islam tetap mengedepankan dialog. Hingga dialog terjadi hampir tiga tahun lamanya (1956-1959) untuk menentukan dasar negara. Lagi-lagi setelah itu aspirasi Islam disingkirkan. Piagam Jakarta dikatakan menjiwai UUD 45, tapi dalam kenyataannya tidak pernah ada pendetailan undang-undang tentang hal ini. Puncaknya adalah organisasi terbesar umat Islam Partai Masyumi dibubarkan 1960. Tokoh-tokoh Islam dipenjara, seperti M Natsir, Burhanuddin Harahap, Yunan Nasution, Hamka dan lain-lain (ekonomi politik di Indonesia). Proklamasi Darul Islam dan Pemberontakan Kartosuwiryo dan kawan-kawan terjadi karena ‘pemerintah menyerah kepada Belanda 1949’. Masalah dengan Habib Rizieq bila pendekatannya hukum, maka tidak akan selesai. Masalah ini akan selesai bila Jokowi mau bertemu dengan Habib. Dan Habib saya yakin akan berterus terang menyampaikan aspirasi umat Islam Indonesia. Habib adalah seorang ulama terkemuka Indonesia saat ini yang punya jiwa ukhuwah. Ketika masalah Syii dan Sunni meruncing, Habib memberikan jalan keluar. Ketika masalah Jaringan Islam Liberal dan Kaum Muslim memuncak, Habib menulis buku tentang kesesatan kaum liberal. Meski terjadi ‘kekerasan kecil terhadap kaum liberal’ tapi Habib terbuka bila tokoh Islam Liberal mau dialog atau debat dengannya. Habib juga tidak pengecut, menghindar dari hukum, ketika ia dituduh Sukmawati melecehkan Soekarno. Ketika Habib menyatakan bahwa usulan Soekarno tentang Pancasila menempatkan Ketuhanan di pantat (nomer lima)… Tuduhan chat pornonya dengan Mirza Husein juga Habib hadapi dengan ‘gentle’. Habib tidak lari dari masalah. Ia keluar negeri untuk umroh dan ‘merenung sejenak’. Makanya ia berani kembali ke tanah air, karena ia bukan pengecut. Menkopolhukam saat itu ‘bohong’ ketika menyatakan bahwa kalau Habib ingin pulang, pulang saja. Padahal dalam kenyataan saat itu –menurut Dubes Saudi- yang menghalangi kepulangan Habib ke tanah air bukan pemerintah Saudi, tapi pemerintah Indonesia. Karena sikap sinis Mahfud MD yang ‘terus menerus’ kepada Habib Rizieq, jangan heran kini masyarakat Pamekasan ramai-ramai mendemo rumahnya di Madura. Masyarakat bawah –mungkin dari seluruh Indonesia- menyadari bahwa Habib Rizieq sedang dizalimi pemerintah. Maka jalan terbaik menyelesaikan masalah ini adalah Jokowi harus membuka diri dan berani bertemu dengan Habib Rizieq. Jangan dengarkan bila ada orang-orang sekelilingnya yang mencegah pertemuan ini. Kalau Jokowi tidak berani bertemu dengan Habib Rizieq maka ia adalah ‘pengecut’. Contohlah dulu para founding fathers kita yang berani berdialog tentang dasar negara, meski saat itu berwarna warni ideologi yang dianut mereka. Untuk menyelesaikan masalah bangsa itu dengan dialog, bukan dengan pendekatan hukum, pemenjaraan dan lain-lain. Pemenjaraan terhadap Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan dan lain-lain tidak menyelesaikan masalah. Ideologi tidak bisa dihapus dengan penjara, bahkan senjata. Tetapi ideologi –dalam tataran praktis- bisa didalogkan. Bisa dimusyawarahkan, untuk mencari jalan terbaik. Dan ini adalah nilai mulia al Quran. Musyawarah antar tokoh bangsa (atau intelektual/ulama) untuk memecahkan masalah bangsa ini. Banyak masalah bangsa yang harus diselesaikan, mulai dari kebodohan, kemiskinan, ketamakan dan lain-lain. Marilah kita renungkan ayat Al Quran yang mulia ini, "Maka berkat rahmat Allah lah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. – (Q.S Ali Imran: 159)" ll Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan.

Publik Konsentrasi ke Habib Rizieq, PDIP Sibuk Memaksakan RUU HIP

by Asyari Usman Medan FNN - Rabu (02/12). Rakyat harus terus ‘alert’, tetap waspada. PDIP masih memaksakan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) menjadi UU. Mereka akan lakukan segala cara untuk meloloskan itu di DPR. Suasana politik yang sedang riuh saat ini sangat menguntungkan Partai Banteng. Mereka punya kesempatan baik. Kasak-kusuk mereka untuk menggolkan RUU HIP tak terlihat oleh publik. Karena konsentrasi publik tertuju pada upaya penguasa untuk menjerat Habib Rizieq Syihab (HRS). Posisi terakhir, PDIP berkeras agar RUU anti-ketuhanan itu masuk rombongan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Artinya, RUU ini akan mereka paksakan lolos tahun depan. Di DPR, PDIP merasa kuat. Dan mereka dengan segala cara menggiring sejumlah fraksi untuk mendukung keinginan mereka yang sangat berbahaya itu. Itulah sasaran PDIP, yaitu penghapusan Pancasila. Partai ini akan mengusahakan sekuat tenaga agar Pancasila menjadi Trisila kemudian menjadi satu sila (Ekasila) saja. Mereka ingin mengganti Pancasila dengan sila gotong-royong saja. Ini akan terealisasi jika RUU HIP bisa lolos. Rakyat jangan pernah lengah. Jangan lupa dengan tujuan akhir PDIP: yaitu menghapuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa (YME). Partai berlambang kepala banteng ini tidak pernah senang dengan konsep Ketuhanan YME. Sebab, konsep ini adalah pondasi Tauhid yang menjadi pilar utama Islam. PDIP tidak suka ini. Sebab, dari Ketuhanan YME itulah lahir kewajiban negara untuk melindungi semua agama, termasuk Islam. Atas dasar sila pertama Pancasila ini pula terkristalkan praktik pemerintahan dan ketatanegaraan yang memberikan ruang bebas untuk pendidikan agama. Ruang bebas untuk pengembangan dakwah, dan fasilitasi bagi penerapan sejumlah hukum syariat yang sangat fundamental dalam sistem sosial umat Islam. Ini yang membuat para petinggi PDIP tak bisa tenang. Mereka tak henti-hentinya mencoba agar agama, khususnya, Islam tidak terus menjadi kekuatan sosial-politik yang solid. Partai yang sangat ramah dengan paham komunis ini kelihatannya menghendaki agar manusia Indonesia tak kenal Tuhan. Kalaupun bertuhan juga, maka konsep ketuhanan itu cukup berbasis kebudayaan saja. Sebagai contoh, yang beragama Islam hanya menjalankan ritual tanpa syariat. Cukuplah bertuhan dengan mengedepankan upacara-upacara tradisional tanpa panduan kitab suci. Itu yang mereka sebut “ketuhanan yang berkebudayaan”. Inilah yang ingin dibangun PDIP. Untuk tujuan itu, mereka harus melenyapkan sila Ketuhanan YME. Untuk menghapus sila pertama itu mereka perlu UU HIP. Untuk sampai ke sini, PDIP akan berjuang keras agar RUU yang ditentang rakyat itu bisa disahkan tahun depan (2021). Jadi, jangan Anda pernah lengah. PDIP sudah berhasil menyelipkan RUU HIP ke Prolegnas Prioritas 2021 di tengah kisruh soal Habib Rizieq, heboh Pilkada, dan carut-marut penanganan Covid-19. Untuk itu, perlu waspada, taruhannya sangat besar. PDIP akan menyeludupkan RUU kontroversial itu sampai ketuk palu menjadi UU. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id

Mungkinkah OTT Edhy Prabowo Itu Skenario Abu Janda Cs?

by Asyari Usman Medan FNN - Selasa (01/12). Banyak pertanyaan yang tersisa terkait penangkapan Edhy Prabowo. Misalnya, apakah OTT itu murni pemberantasan korupsi? Tidakkah sedang berlangsung persilatan politik antara berbagai kekuatan koalisi penguasa yang sejatinya adalah koalisi sesama makhluk buas yang saling incar? Mungkinkah OTT ini sebagai sinyal kepada Prabowo Subianto (PS) bahwa Jokowi yang dia jadikan harapan untuk Pilpres 2024 itu ternyata bukan pemegang kekuasaan yang sesungguhnya? Atau, apakah ini isyarat kepada PS agar jangan terlalu maju di kabinet? Banyak lagi pertanyaan yang menggantung. Semuanya sangat mungkin. Dan semakin lama Anda menatap isu penangkapan Edhy, semakin keras keyakinan Anda bahwa tidak ada satu pun teori yang bisa dikesampingkan. Termasuklah terori OTT itu merupakan isyarat kepada Prabowo bahwa beliau tidak akan pernah diterima oleh seluruh komponen Jokowi, khususnya para buzzer. Dan sangat besar kemungkinan penangkapan Edhy adalah skenario yang disiapkan dengan rapi oleh gerombolan buzzer Istana. Tepatnya, OTT Edhy boleh jadi adalah skenario Abu Janda, dkk. Mengapa bisa diduga seperti itu? Karena Abu Janda Cs kehilangan objek besar untuk olok-olokan setelah Prabowo masuk ke kabinet Jokowi. Si Abu dan gerombolannya tak lagi punya sosok besar untuk dibully begitu Prabowo sekubu dengan mereka. Jadi, setelah lebih setahun berlalu, Abu Janda dkk menyimpulkan bahwa Prabowo masuk kabinet membuat lahan pekerjaan mereka berkurang banyak. Tempohari, sebelum Prabowo bergabung, banyak sekali kreasi olok-olok dan caci-maki mereka. Sekarang berkurang drastis. Karena itu, sangat mungkin Abu Janda dkk bersiasat agar Pabowo tak betah di kabinet. Boleh jadi merekalah yang membuat skenario apik dan halus. Sampai akhirnya Edhy Prabowo kena OTT. Abu Janda dkk berharap PS akan mundur dari kabinet gara-gara OTT Edhy. Begitu mundur akan langsung dibully oleh gerombolan si Abu. Bahan olok-olokan empuk balik ke posisi awal. The best bullying back to business. Ternyata itu tidak terjadi. Prabowo tidak keluar. Dia akan terus setia pada Jokowi. Ini yang membuat Abu dan orang-orangnya kecewa berat. Kini, Abu dan gerombolannya harus terus makan hati sampai 2024. Kecuali ada OTT dahsyat di Kemenhan.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)

HRS Diduga “Dikriminalisasi”, Pertanda Pemerintah Semakin Panik?

by Mochamad TohaSurabaya FNN - Selasa (08/12). Terlepas dari banyaknya kontroversi, FPI dan Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS) merupakan fenomena politik di Indonesia. Terbaru, sejak kepulangannya, setelah “bermukim” di Arab Saudi selama 3,5 tahun, HRS kembali menjadi sebuah kontroversi. Membawa jargon “Revolusi Akhlak”, kini HRS kembali “dibidik” Pemerintah RI lagi. Sejumlah upaya yang diduga “kriminalisasi” HRS pun dilakukan. Pertanyaannya: Mengapa HRS?! Awalnya, HRS akan dibidik dengan “Klaster Petamburan” terkait dengan kerumunan massa saat menikahkan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat, setelah kedatangan HRS. Sebelumnya diketahui, Satgas Penanganan Covid-19 beberapa waktu lalu menyebut muncul klaster penularan virus corona (Covid-19) di wilayah Petamburan. Hal ini kemudian dibantah oleh epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Menurut Epidemiolog Pandu Riono, berdasarkan data yang dimiliki FKM-UI, kenaikan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta tersebit berasal dari klaster keluarga usai libur panjang 28 Oktober-1 November 2020. Meski terjadi kerumunan saat HRS pulang, belum ada klaster kerumunan Petamburan yang tercatat. “Menurut saya enggak ada klaster Petamburan, yang positif memang banyak, tapi enggak ada kaitannya dengan klaster kerumunan itu. Kalau klaster keluarga yang berlibur, itu ada,” kata Pandu Riono, kutip CNNIndonesia.com, Selasa (24/11). Pandu mengatakan, lonjakan kasus di DKI Jakarta justru berasal dari aktivitas libur panjang ketimbang kerumunan HRS. Dari data yang ia miliki tersebut, belum ada laporan kasus positif Covid-19 akibat kerumunan yang terjadi di Petamburan dan Tebet. Dan, bahkan, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yang terjadi karena kerumunan massa saat kedatangan Rizieq. “Bahwa, menurut FKM-UI dari data yang ada belum ditemukan klaster akibat kerumunan di Petamburan dan Tebet, kenaikan kasus di Jakarta lebih mungkin terjadi akibat dampak libur panjang,” ujarnya, seperti dilansir Detik.com, Rabu (25 Nov 2020 06:27 WIB). Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil tracing terhadap warga yang mengikuti kegiatan terkait kerumunan massa HRS, mulai dari Petamburan, Tebet, hingga Megamendung. Kemenkes menyebut di Tebet ditemukan 50 orang positif Corona. Dari hasil tracing dan testing pada sejumlah kejadian tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan PCR di Lakesda 21 November ditemukan di Tebet total 50 kasus positif, dan di Petamburan sebanyak 30 kasus dan di Megamendung terdapat 15 sedang menunggu hasil pemeriksaan. Itu disampaikan Plt Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes dr. Muhammad Budi Hidayat, dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube BNPB Indonesia, Minggu (22/11/2020). Bisa disebut, upaya “menjaring” HRS lewat tracing dan testing di Petamburan itu ternyata gagal. Termasuk yang di Megamendung, gagal pula menjerat HRS dengan membuat klaster baru: Klaster Megamendung! Apakah “pemburuan” atas HRS berhenti sampai di sinikah? Tidak! Melalui tangan Walikota Bogor Bima Arya, HRS diburu ke RS Ummi di Kota Bogor saat HRS dirawat di sini. Dengan dalih ingin mengetahui hasil Swab HRS, Bima memaksa RS Ummi “transparan”. Ngototnya Walikota Bima Arya menuntut pemeriksaan ulang tes swab terhadap HRS sudah keterlaluan. Bima Arya bahkan rela mondar-mandir ke RS Ummi, untuk memaksa manajemen RS menuruti keinginannya. Tak hanya itu. Ia bahkan melaporkan RS Ummi ke polisi dengan tuduhan menghalang-halangi pemeriksaan dan pemberantasan Covid-19. Padahal Dirut RS Ummi, Andi Tatat, sudah mengumumkan, termasuk kepada media, bahwa hasil tes swab HRS negatif. Habib hanya kelelahan karena kegiatan bertubi-tubi usai kepulangannya dari Saudi. Hasil tes juga sama sekali tidak menunjukkan gejala-gejala ke arah Covid-19. Sejumlah UU tentang Rumah Sakit, UU Kesehatan, bahkan UU Keterbukaan Publik sudah mengatur soal ini dengan benderang. Intinya, melarang membuka informasi kesehatan pasien ke hadapan publik. “Jadi, kenapa Bima ngotot terus? Adakah tangan-tangan kekuasaan yang menekan dia? Atau, dia sedang menjalankan tugas untuk mengamankan jabatannya?” tukas Presidium Aliansi Selamatkan Merah Putih (ASMaPi), Edy Mulyadi. Bahkan, Bima meminta HRS melakukan tes “swab ulang”. Menurut Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah, Bima Arya tidak memiliki hak untuk mendesak atau memaksa HRS melakukan tes Covid-19 untuk kedua kalinya. “Negara itu telah membagi habis tupoksi pada masing-masing lembaga supaya profesional, bertanggung jawab, pasti dan tepat. Soal kesehatan seperti swab itu tupoksi dokter, bukan tupoksi walikota,” ujar Anton Tabah, seperti dilansir RMOL.com, Sabtu (28/11/2020). UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU 29/2004 tentang Perlindungan Pasien, Anton menjelaskan sejumlah hak yang bisa didapat seseorang yang menjadi pasien. Ada hak kenyamanan, hak keamanan, hak keselamatan, hak atas informasi yang jelas, jujur mengenai kondisi pasien, hak didengar pendapat pilihan keluhan, hak mendapat advokasi, hak diperlakukan secara adil, benar dan tidak diskriminatif. Bahkan, Anton menyebutkan hak perlindungan pasien yang tercantum di dalam UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. “Dalam pasal 52 (UU Praktik Kedokteran) lebih jelas lagi, antara lain hak tentang tindakan medis, meminta pendapat dokter lain atau second opinion. Jadi, seandainya perlu swab ulang dari dokter lain itu harus permintaan pasien yang bersangkutan, bukan dari pihak lain.” Dalam konteks pemeriksaan Covid-19 HRS, Anton Tabah justru mengapresiasi sosok ulama tersebut. Karena, swab testnya dilakukan secara mandiri. “Dan kata Direktur Utama RS Ummi Bogor Andi Tatat, ‘dari hasil screning tim kami, HRS tak terkena Covid. Beliau dalam keadaan sehat walafiat, segar, hanya kelelahan’. Tegas Dirut tersebut,” ungkap Anton Tabah. Ketua Presidium MER-C dr. Sarbini Abdul Murad dalam rilisnya, Sabtu, 28 November 2020, menyebutkan, terkait dengan HRS yang mempercayakan kepada MER-C untuk melakukan pemeriksaan dan pengawalan kesehatan. MER-C mengirim beliau untuk beristirahat di RS. Tapi, mendapatkan perlakuan yang kurang beretika dan melanggar hak pasien dari Walikota Bogor yang melakukan intervensi terhadap tim medis yang sedang bekerja, sehingga menganggu pasien yang sedang beristirahat. “Selain itu Walikota juga tidak beretika dalam mempublikasi kondisi pasien kepada publik, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran dan keresahan bagi masyarakat,” kata dr. Sarbini Abdul Murad. Menurutnya, seharusnya Walikota Bogor itu mempercayakan hal ini kepada RS dan Tim Medis yang menangani karena tim medis mengetahui langkah-langkah apa yang perlu dan tak perlu dilakukan untuk menangani pasien. Diuber Polisi Tampaknya polisi masih bersikeras mengejar HRS. Penegakan hukum ini dinilai tak adil dan terlihat politis, terkait pemanggilan HRS oleh Polda Metro Jaya dalam dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Demikian dikatakan Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan dalam pernyataan, seperti dikutip Suaranasional, Senin (30/11/2020). Abdul Chair menyebut, HRS telah membayar denda administratif Rp 50 juta sesuai dengan peraturan Pemprov DKI Jakarta. Menurut asas “nebis in idem”, maka seharusnya terhadap HRS tidak dapat dilakukan proses hukum. Maka, “Penyidikan lebih bermuatan politis ketimbang yuridis dan oleh karenanya cenderung dipaksakan,” jelas Abdul Chair. Penerapan hukum yang tidak berimbang ini adalah bentuk penyimpangan (deviasi) asas “equality before the law” dan “kepastian hukum yang adil” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27D Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Ia mengatakan, masuknya Pasal 160 KUHP dalam proses penyidikan Protokol Kesehatan – termasuk, tetapi tidak terbatas pada kerumunan – dengan Terlapor HRS sangat ganjil. Sebelumnya dalam tahap penyelidikan tidak ada pasal tersebut. “Penyidik dan/atau Penuntut Umum memiliki alasan untuk melakukan penahanan. Disebutkan demikian, oleh karena ancaman hukuman Pasal 160 KUHP selama enam tahun,” ujarnya. “Pasal 21 Ayat (4) huruf a KUHAP menyebutkan bahwa penahanan terhadap Tersangka atau Terdakwa dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih,” jelasnya. Menurut Abdul Chair, terhadap HRS berpotensi dilakukan penahanan, ketika statusnya naik menjadi Tersangka dan/atau pada saat status Terdakwa. Ditegaskan kembali, tidak ada delik dalam PSBB dan Protokol Kesehatan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. “Sepanjang tidak ada pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan, maka Pasal 160 KUHP dan 216 KUHP telah kehilangan objeknya,” tegas Abdul Chair. Penulis wartawan senior FNN.co.id