ALL CATEGORY

Mekanisme Pengangkatan Rektor PTKIN

Catatan Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta  Dalam sepekan ini merebak pro-kontra narasi Rocky Gerung bajingan tolol di media sosial, tidak terkecuali di grup WA PROFESOR PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri). Atas unggahan-unggahan tersebut, salah seorang anggota grup menulis:  Debat yang berkualitas itu debat substantif, bukan terkait calon ini dan itu, bukan Si A atau S1 B. Kalau memang kita mau memikirkan Indonesi, ya berdebatnya bagaimana memajukan negara dan bangsa kita. Itu baru kereeeeeen. Kalau isinya \'menggunjing\' Si A atau Si B, apa sih manfaatnya? Profesor yang lain merespons: Nah ini berkualitas. Memikirkan kemajuan negara RI dan mempertahankan jati diri bangsa itu jauh lebih penting. Posisi sebagai Guru Besar adalah berfikir untuk kemaslahatan ummat. Penulis pun menanggapi: Menyimak debat. Yang lain menimpali: Iya Prof. Hayouk kita diskusi, misalnya, sistem pendidikan yang lebih berkualitas yang bagaimana, atau cara menginternasionalisasikan lembaga pendidikan, atau hasil penelitian, atau peningkatan SDM. Ya masih banyak lagi. Gitu ya, Prof. Lainnya melanjutkan: Betul Prof  Bisa juga ada tawaran sistem pembelajaran dengan MBKM yang sudah jalan bagaimana lalu kita yang belum bisa mengadopsinya dengan menyesuaikan kemampuan institusi tentunya. Ini sangat bermanfaat untuk pendidikan anak bangsa. Anggota yang lain mengajukan pertanyaan: Isu apa terkait dengan pendidikan yang saat ini perlu dibicarakan? Salah seorang anggota lainnya menjawab: Politik Pendidikan Nasional Era Jokowi. Bisa juga mempersoalkan Demokrasi di Perguruan Tinggi. Yang lain memberi dukungan pada gagasan pertama: Setuju Prof. Mari fungsikan WAG ini  secara proporsional, sebagai sarana bagi para GB PTKI untuk berbagi atau sharing pengalaman, pengetahuan, dan inspirasi, untuk memacu kemajuan institusional PTKI demi kemajuan bangsa. Kita perlu mendiskusikan bagaimana siasat mengaktualisasikan dan membumikan prinsip-prinsip as-syura, al-‘adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agar demokrasi di negeri ini tidak menjadi \"democrazy\". Kita juga perlu mendiskusikan bagaimana mengakselerasi peningkatan mutu dan relevansi akademik PTKI agar cita-cita bersama untuk menjadikan Indonesia sebagai centre of excellence studi Islam dan laboratorium Islam moderat dunia bisa terwujud. Mari kita perjelas dan pertegas distingsi dan karakteristik keilmuan, pembelajaran, dan kurikulum PTKI, agar institusi yang kita cintai dan telah membesarkan kita memiliki daya tarik, daya kompetisi, dan tingkat kepercayaan yang tinggi tingkat lokal, nasional, dan internasional.   Dengan penuh antusias anggota yang lain menambahkan: Banyak yang perlu didiskusikan tantangan PTKIN ke depannya, seperti karir dosen, publikasi internasional, riset, dsb. Anggota lainnya menyambung: Setuju Prof. WAG ini diharapkan menjadi panggung sekaligus arena sharing Best Practices untuk kemajuan akademik PTKIN, sekaligus pergulatan akademik para insan hebat yang ada di PTKIN. Dengan gaya yang khas dan lugas anggota senior menanggapi: Idealnya, grup WAG ini mendiskusikan isu-isu penting terkait pengembangan mutu PTKIN. Kenyataan di lapangan masih pating sliwer (simpang siur) dan liar, angel (sulit). Harus dimulai dari keseluruhan isi perut Kemenag pusat dulu. Jika yang maha kuasa di Kemenag tidak ambil prakarsa positif, ya sawa\' faqath (sama saja). Profesor senior lainnya menyambut: Sangat setuju, dimulai persoalan yang di sekitar kita, seperti mengawal scopus, gelar profesor, Dr. Hc, dan sebagainya. Penulis pun berusaha menyumbangkan pemikiran demikian. Salah satu fungsi pendidikan tinggi adalah mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak, serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Peguruan tinggi akan maju jika menomorsatukan kualitas akademik (academic quality), kebebasan akademik (academic freedom), dan otonomi.  Senat sebagai organ universitas yang menyusun, merumuskan, menetapkan kebijakan, dan memberikan pertimbangan, serta melakukan pengawasan terhadap Rektor dalam pelaksanaan otonomi perguruan tinggi bidang akademik, memiliki peran penting dan strategis.  Rektor sebagai organ yang memimpin dan mengelola penyelenggaraan pendidikan tinggi pada universitas juga memiliki peran sangat menentukan dalam pengembangan akademik perguruan tinggi.  Menteri Agama mengeluarkan PMA Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah.  Pasal 4: Pengangkatan Rektor/Ketua dilakukan melalui tahapan: (a) penjaringan bakal calon; (b) pemberian pertimbangan; (c) penyeleksian; dan (d) penetapan dan pengangkatan. Penjaringan bakal calon Rektor/Ketua dilakukan oleh Panitia yang dibentuk oleh Rektor/Ketua, dan hasil penjaringan calon Rektor/Ketua disampaikan kepada Senat untuk mendapatkan pertimbangan.  Pemberian pertimbangan calon Rektor/Ketua dilakukan melalui rapat Senat yang diselenggarakan secara kualitatif dengan instrumen yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal meliputi aspek moralitas, kepemimpinan, manajerial, kompetensi akademik, dan jaringan kerjasama. Hasil pemberian pertimbangan calon Rektor/Ketua disampaikan kepada Menteri melalui Rektor/Ketua.  Menteri membentuk Komisi Seleksi untuk melakukan penyeleksian calon Rektor/Ketua dengan anggota berjumlah ganjil paling sedikit tujuh orang.  Komisi Seleksi melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon Rektor/Ketua, dan menyerahkan calon Rektor/Ketua kepada Menteri sebanyak tiga orang.  Ketentuan lebih lanjut ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Nomor 7293 Tahun 2015 tentang Pedoman Penjaringan, Pertimbangan, dan Penyeleksian Rektor/Ketua PTKIN Pada Kementerian Agama.  Senat menyelenggarakan rapat pertimbangan kualitatif secara tertutup berdasarkan Pernyataan Kualitas Diri (PKD) calon Rektor/Ketua dalam rapat Senat secara langsung. Setiap anggota Senat memberikan pertimbangan kualitatif secara bebas, transparan, dan bertanggung jawab dengan cara mengisi instrumen.  Senat menyerahkan hasil dan dokumen pertimbangan kualitatif calon Rektor/Ketua kepada Menteri melalui Rektor/Ketua.  Komisi Seleksi melakukan seleksi terhadap calon Rektor/Ketua hasil pertimbangan kualitatif Senat dengan mengundang calon Rektor/Ketua untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan.  Komisi Seleksi melakukan penilaian terhadap calon Rektor/Ketua secara bebas, profesional, dan bertanggung jawab, dan menyerahkan tiga nama calon Rektor/Ketua dengan nilai terbaik kepada Menteri.  Mekanisme pengangkatan Rektor/Ketua dengan membentuk Komisi Seleksi begitu mengurangi kemerdekaan dan otonomi Kampus, demokratisasi, efektivitas, dan efisiensi. Tugas Komisi Seleksi tersebut telah terwakili oleh penilaian kualitatif Senat dan penyerahan tiga nama calon Rektor/Ketua dengan nilai terbaik kepada Menteri. Lagi pula dengan pertimbangan tertentu Menteri tidak pasti menetapkan calon Rektor/Ketua dengan nilai terbaik hasil kerja Komisi Seleksi menjadi Rektor/Ketua.  Wallahu a’lam bish-shawab.

Opening Kafe Sosial Pedjuang di Bandung, Anies Baswedan Ajak Para Relawan untuk Solid

Bandung, FNN - Kafe Sosial Pedjuang resmi dibuka di Bandung, Jawa Barat. Kafe Sosial Pedjuang di Bandung yang berlokasi di Jalan Arcamanik Endah 64 ini adalah tempat integrasi gerakan sosial - politik dan bisnis, serta co-working space. Owner Kafe Sosial Pedjuang Bandung, Abdullah Syuaib memastikan bahwa tempat co-working space yang tersedia sangat cocok digunakan untuk berdiskusi santai dengan relasi dan jejaring. \"Selain itu, kafe ini juga menjadi wadah bagi masyarakat khususnya para relawan pendukung bacapres Anies Baswedan yang ingin berdiskusi,\" ujar Abdullah saat Opening Kafe Sosial Pedjuang di Bandung, pada Jumat (4/8/2023) malam. Sementara itu, Calon Presiden Anies Baswedan tampak hadir dan menyapa para relawan yang hadir saat opening Kafe Sosial Pedjuang. \"Saat ini kita menghadapi tantangan yang cukup besar, tapi bukan berat,\" ujar Anies yang saat itu mengenakan kemeja biru serta belangkon Jawa berwarna coklat. Anies berpesan pada para relawan pendukungnya agar selalu melempengkan niat agar dapat bersama-sama membawa Bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. \"Jadi kunci utamanya adalah solidaritas antar para relawan di seluruh Indonesia. Kita sama-sama menjadi satu demi perubahan dan kemajuan Indonesia,\" kata Anies. Kemudian, Head of Media and Communications TurunTangan, Leonardus Wical Zelena Arga menjelaskan bahwa Kafe Sosial Pedjuang merupakan sebuah inkubasi TurunTangan di bidang bisnis FnB. Leon mengatakan, Kafe Sosial Pedjuang sendiri telah tersebar di Jakarta (Lebak Bulus, Duren Tiga, Pejaten Timur, Harmoni), Jogja, Bandung, Cirebon, Banyumas, Bekasi, dan Medan.  Adanya Kafe Sosial Pedjuang diharapkan dapat menjadi tempat ngopi yang membawa semangat perjuangan pagi para pengunjung. \"Beberapa Kafe Sosial Pedjuang di daerah menjadi model bisnis bagi relawan TurunTangan daerah itu sendiri,\" pungkas Leon. Kata Leon, hal ini dilakukan guna melatih para relawan tidak hanya bergerak di bidang sosial politik saja tetapi juga dalam bidang bisnis. (*)

Kebijakan Inkonstitusional dan Tirani Membuat Gaduh: Jangan Salahkan Rakyat

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Sejak lama rakyat marah, sejak UU Omnibus Cipta Kerja, atau UU KPK, serta UU lainnya yang bersifat sewenang-wenang, masih dalam rancangan. Buruh, mahasiswa, emak-emak dan elemen masyarakat lainnya, tanpa kenal lelah, turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan, serta menentang UU yang dapat membuat nasib mereka tambah menderita dan miskin. Beberapa aktivis dan tokoh masyarakat bahkan ditangkap dan dipenjara. Antara lain, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana. Mereka dituduh provokasi demo untuk membuat keonaran, selepas UU Omnibus Cipta Kerja disahkan pada Oktober 2020. Tuduhan ini jelas terkesan mengada-ada, untuk membungkam suara kritis pembela kaum tertindas. Buktinya, UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 tersebut dinyatakan inkonstitusional (bersyarat) oleh Mahkamah Konstitusi. Buktinya, demo terus berlangsung, sampai sekarang. Karena, akar masalah dari semua kegaduhan ini ada di pemerintah, dalam hal ini presiden, dan DPR. Mereka menetapkan UU yang dirasakan sewenang-wenang, yang secara langsung merugikan ratusan juta orang, khususnya kaum buruh dan pekerja, serta merugikan masyarakat Indonesia secara umum (klaster pertambangan dan perkebunan). UU ini dipercaya akan membuat masyarakat kelompok miskin dan hampir miskin menjadi semakin miskin. Bukan saja substansi UU Omnibus Cipta Kerja tersebut membuat masyarakat kelompok bawah bertambah menderita, tetapi cara pembuatan undang-undang tersebut juga melanggar konstitusi, dan sudah dinyatakan inkonstitusional (bersyarat) oleh Mahkamah Konstitusi. Masalah menjadi tambah runyam ketika DPR tidak lagi menjalankan fungsi konstitusionalnya sebagai pengawas pemerintah. DPR bahkan ikut melanggengkan undang-undang yang dirasakan sewenang-wenang dan melanggar konstitusi. DPR juga tidak menggubris protes keras masyarakat yang keberatan dengan UU yang bermasalah tersebut. UU yang sudah dinyatakan inkonstitusional (bersyarat) tersebut kemudian diundangkan lagi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Cipta Kerja, dan kemudian disahkan oleh DPR, dengan melanggar ketentuan konstitusi pula. Karena pasal 22 ayat (2) UUD menyatakan bahwa PERPPU harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. Dalam hal ini, tidak terjadi. DPR baru menyetujui PERPPU Cipta Kerja pada persidangan berikutnya lagi, yang seharusnya bertentangan dengan konstitusi, dan karena itu melanggar konstitusi. Alasan bahwa PERPPU harus disetujui DPR dalam persidangan berikutnya, karena PERPPU ditetapkan dengan alasan ada kegentingan memaksa. Kalau PERPPU bisa ditetapkan kapan saja, maka makna “kegentingan memaksa” sudah hilang. Artinya, tidak ada kegentingan memaksa. Ini masalah pertama dengan PERPPU Cipta Kerja: proses persetujuan PERPPU bermasalah dan melanggar konstitusi. Kemudian, substansi kegentingan memaksa juga bermasalah. Krisis ekonomi global yang menjadi faktor “kegentingan memaksa” sebagai dasar penetapan PERPPU terkesan manipulatif, dan tidak berdasarkan kondisi obyektif. Pertama, apa yang dimaksud dengan krisis ekonomi global sangat kabur, tidak ada definisi yang jelas dan konklusif. Sehingga, alasan “krisis ekonomi global” tidak bisa dijadikan faktor kegentingan memaksa. Kedua, sampai saat ini tidak ada krisis ekonomi global, baik menurut pandangan umum maupun spesifik. Amerika Serikat mencatat pertumbuhan ekonomi 2 persen pada Q1/2023, bahkan kemudian meningkat menjadi 2,4 persen pada Q2/2023. Artinya, alasan krisis ekonomi global sebagai faktor kegentingan memaksa hanya ilusi dan manipulatif. Ketiga, ekonomi Indonesia, atau negara manapun, bisa mengalami penurunan atau bahkan krisis, meskipun ekonomi global stabil, akibat struktur dan fundamental ekonomi domestik yang lemah. Dalam hal ini, UU Cipta Kerja tidak bisa melindungi atau menahan penurunan ekonomi. Artinya, UU Cipta Kerja tidak relevan untuk menahan krisis ekonomi. Sebagai contoh, Pendapatan Negara pada Q2/2023 (April-Juni) turun 6,8 persen dibandingkan Q2/2022. UU Cipta Kerja ternyata tidak bisa mencegah penurunan ekonomi. Bahkan, Pendapatan Negara pada Juni 2023 mengalami penurunan semakin tajam, turun 19,5 persen dibandingkan Juni 2022. Sekali lagi, UU Cipta Kerja terbukti gagal mencegah penurunan ekonomi tersebut. Data ini membuktikan bahwa UU Cipta Kerja tidak relevan, dan tidak bisa, mengatasi krisis atau pelemahan ekonomi. Sehingga, alasan penetapan PERPPU Cipta Kerja terindikasi jelas melanggar konstitusi terkait “kegentingan memaksa”, dan membohongi masyarakat luas. Yang pasti, UU Cipta Kerja ini sangat merugikan buruh, petani dan kelompok masyarakat kecil lainnya. Upah riil buruh dalam tiga tahun terakhir cenderung turun. Artinya, kenaikan upah (kalau ada) jauh lebih rendah dari kenaikan indeks harga konsumen (inflasi). Karena itu, tidak heran tingkat kemiskinan naik 1,39 persen untuk periode 2019-2022. Karena UU Cipta Kerja ini merugikan ratusan juta masyarakat, mereka protes dan demo untuk merebut haknya mendapatkan penghasilan yang layak. Mereka menolak untuk dimiskinkan secara struktural melalui UU Cipta Kerja yang bermasalah. Inilah akar masalah yang sesungguhnya. Kegaduhan muncul karena adanya UU yang bermasalah, bukan karena adanya pembelaan Rocky Gerung kepada nasib ratusan juta rakyat Indonesia yang di atas kertas akan semakin miskin. Masyarakat seharusnya menggugat akar masalah ini. Bukan justru mempersekusi Rocky Gerung. Kalau Presiden Jokowi dan DPR tidak mengeluarkan UU yang begitu sewenang-wenang, maka dapat dipastikan tidak akan ada protes dan demo, serta tidak ada kritik tajam dari Rocky Gerung. Publik harus paham, kritik yang disampaikan masyarakat kepada pejabat, termasuk presiden, pasti akibat dari kebijakan yang merugikan masyarakat luas, bahkan bisa membuat rakyat semakin miskin. Kalau Jokowi bukan presiden, Rocky Gerung dan masyarakat lainnya pasti tidak akan mau mengkritiknya. Kalau hari ini Jokowi tidak lagi menjabat presiden, pasti tidak akan ada kritik kepadanya . Seperti Yang sekarang dialami oleh mantan presiden SBY dan Megawati, keduanya sudah terbebas dari kritik sebagai pejabat publik (bukan sebagai petinggi partai politik yang dapat menentukan nasib rakyat banyak). —- 000 —-

Memenjarakan Akal Sehat

Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila GEGAP gempitanya pernyataan Rocky Gerung semakin ramai. Ada yang menyewa ibu-ibu untuk berdemo di rumah Rocky Gerung  dan persekusi di setiap acara Rocky Gerung di daerah-daerah, bahkan di Jogyakarta dimotori oleh anggota DPR PDIP. Tak berhenti di situ Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden juga memasang badan untuk memenjarahkan si Akal Sehat. Kasus ini adalah bukti bahwa kita tidak siap dalam berdemokrasi liberal seperti di Amerika. Tetapi kita masih juga menjalankan pilsung,  pilpres, pilkada yang senua ini perangkat demokrasi liberal. Kita mendewa -dewakan demokrasi liberal tetapi tidak siap untuk berbeda pikiran bahkan sekelas KSP saja tidak siap berbeda pikiran dengan kekuasaannya ingin memenjarahkan akal sehat. Sebetulnya semua harus tahu bawah mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002 itu mengganti ideologi Pancasila dengan individualisme, liberalisme, kapitalisme. Dan menggusur semua nilai -nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak yang tidak siap dengan perubahan pikiran Pancasila dengan pikiran Barat. Padahal pendiri negeri ini sudah memperingatkan pada saat mendirikan negara buang jauh-jauh terhadap individualisme dan liberalisme. BPUPKI rapat besar pada tanggal 15-7-2605 dibuka Jam 10.20 mengatakan (cuplikan): ”Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, faham keadilan sosial, enyakanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.“ Jadi mengapa pendiri negeri ini anti terhadap individualisme, liberalisme, kapitalisme, sebab semua itu sumber dari kolonialisme imperalisme yang menjadi dasar perjuangan bangsa ini untuk melawan dengan mengorbankan harta, darah dan nyawa. Kita hidup tidak terlalu lama oleh sebab itu, sebagai anak bangsa, kita harus mempunyai kesadaran bersama, bahwa, kerusakan negara (seperti sekarang) ini, tentu, tidak dikehendakai oleh para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadi Kusumo, KH Wahid Hasym  dan pahlawan-pahlawan yang telah berjuang untuk melahirkan negara Indonesia. Para pengamandemen UUD 1945 rupanya tidak memahami sistem yang mendasari UUD 1945, akibatnya amandemen yang dilakukan telah merusak sistem bernegara dan bahkan menghancurkan tata nilai negara dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kalau kita cermati dalam bingkai tatanan negara berdasarkan Pancasila, maka antara Rocky Gerung dengan para persekusinya sama saja . Rocky Gerung melihat Presiden Jokowi menyerahkan IKN pada China adalah memberi karpet merah pada Imperalisme China, sehingga keluar perkataan \"Bajingan Tolol\" Sementara mereka yang kontra terhadap Rocky Gerung masih berpedoman pada nilai-nilai ideologi Pancasila padahal ideologi Pancasila itu sudah tidak ada sejak UUD 1945 diamandemen. Mengapa, sebab ideologi negara berdasarkan Pancasila adalah UUD 1945 dan penjelasannya. Melihat pernyataan Rocky Gerung ini dianggap tidak sesuai dengan Pancasila padahal negeri ini sudah tidak berideologi Negara Pancasila. Terjadilah benturan pemikiran dengan kejadian ini apakah para kontra terhadap Rocky Gerung berani melakukan perubahan total mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Moeldoko sebagai seorang mantan jenderal, mantan Panglima TNI pasti mengerti bagaimana ideologi negara berdasarkan Pancasila itu. Dengan kejadian ini tentunya bisa berpikir tentang  pokok masalah pada persoalan demokrasi liberal yang ada saat ini. Sebetulnya kasus Rocky sama dengan kasus mencoba membajak Partai  Demokrat. Moeldoko tidak perna menjadi anggota partai Demokrat apa lagi pengurus, terus tiba-tiba memperkarakan dan ingin mengambil alih Partai Demokrat apa setara dengan ucapan Bajingan Tolol. Letjend Purn. Sayidiman Suryohadiprojo menjelaskan pikiran barat dan pikiran Pancasila bahwa pikiran Barat sangat berpangkal pada peran manusia sebagai Individu dalam kehidupan. Dunia Barat memandang individu sebagai makhluk yang lahir dengan kebebasan penuh dan sama satu dengan yang lain (Men are created Free and Equal). Kebebasan itu memberikan kepadanya hak untuk mencapai segala hal yang diinginkan. Ia hidup terpisah satu sama lain, masing-masing dilengkapi dengan kekuasaan penuh, sehingga ia segan berkumpul dengan individu lain. Thomas Hobbes (1588-1679) berkata bahwa kondisi manusia ini adalah kondisi perang antara setiap individu dengan individu lainnya (bellum omnium contra omnes). Karena dengan begitu sekuriti setiap individu selalu terancam, maka ratio individu mendorongnya untuk memperoleh perdamaian dengan hidup bersama individu lain. Jadi dalam pikiran Barat hidup bersama antara individu adalah karena dorongan ratio guna mengamankan sekuritinya melalui perdamaian. Itu berarti bahwa hubungan antara individu adalah selalu dalam bayangan konflik. Inilah yang dinamakan individualisme dan liberalisme. Pikiran Pancasila Ketika Bung Karno pada 1 Juni 1945 menguraikan pandangannya yang beliau namakan Pancasila di depan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, beliau menyatakan bahwa Pancasila beliau gali dari kehidupan bangsa Indonesia yang sudah berabad lamanya. Beliau mengatakan bahwa Pancasila adalah Isi jiwa bangsa Indonesia. Dalam Pancasila kehidupan digambarkan sebagai Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Tidak ada Manusia atau Individu yang hidup sendiri melainkan senantiasa dalam hubungan dengan individu lain dalam satu ikatan bersama. Individu Berada dalam Keluarga Meskipun berada dalam satu keluarga tidak ada dua individu yang benar-benar sama , jadi selalu berbeda. Karena perbedaan itu individu hidup mengejar yang terbaik.  Akan tetapi perbedaan individu itu selalu berada dalam hubungan keluarga, sehingga kehidupan individu selalu disesuaikan dengan kepentingan keluarga (Ora sanak ora kadang, yen mati melu kelangan). Sebaliknya karena individu adalah bagian permanen dari keluarga, maka Keluarga mengusahakan yang terbaik bagi semua individu yang ada di dalamnya. Maka dasar pikiran Pancasila adalah Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan yang berarti kekeluargaan dan kebersamaan. Hubungan antara individu dengan individu lain dan dengan keluarga adalah selalu mengusahakan harmoni atau keselarasan. Bentuk dinamiknya adalah Gotong Royong. Maka dalam memandang kehidupan pikiran Pancasila jelas sekali berbeda dengan pikiran Barat, yaitu harmoni berbeda dengan konflik, individu dalam kebersamaan berbeda dengan individu bebas, sama dan dengan kekuasaan penuh. Dalam kasus Rocky  Gerung bukan soal diksi \"Bajingan Tolol \" tetapi kacamata yang kita pergunakan memang berbeda . Kalau begitu apakah bangsa ini akan terus bertengkar sebab memang terjadi dua pandangan pandangan demokrasi liberal dan pandangan Pancasila yang sudah diamandemen,  tentu saja keruwetan-keruwetan ini harus diakhiri jika kita sebagai bangsa ingin selamat kembali pada Pancasila dan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen. (*)

My Esti Vs Rocky?

Oleh Mariana Ulfah - Warga Godean Jogjakarta  My Esti, anggota DPR RI dari PDIP melabrak panitia acara Ngopi dengan Rocky Gerung. Memalukan. Pertama, sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI seharusnya mewakili seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya provinsinya apalagi cuma dapilnya, jika untuk kepentingan partainya semata. Para anggota dewan itu digaji oleh rakyat. Jadi, seharusnya Esti mendengarkan sebanyak-banyak aspirasi rakyat. Mereka yang hadir di acara diskusi dengan Rocky Gerung (RG) kemarin itu semua adalah rakyat. Lalu, mengapa hanya membela segelintir orang di depan yang menolak RG daripada seribu lima ratus peserta pelajar, mahasiswa, dan umum yang sudah menunggu RG berhari-hari, karena sempat tertunda? Kedua, pembelaan My Esti kepada Jokowi amat subjektif, dan mengabaikan kepentingan umum. Secara hukum Esti pasti tahu, soal penghinaan, yang berhak melaporkan ke pihak yang berwenang adalah Jokowi. Tapi, karena perasaan pribadi, cinta buta, sengaja melanggar undang-undang yang melindungi hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) mengamanatkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”  Secara moral mestinya ia mengundurkan diri saja, karena lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada rakyat. Membela Jokowi dengan menolak RG adalah kepentingan pribadi/sekelompok. Entah ia membela Jokowi sebagai presiden, petugas partai, atau idola, yang jelas Jokowi bukan rakyat. Dan suka atau tidak suka, Rocky Gerung adalah rakyat, begitu juga dengan seluruh panita dan peserta acara diskusi tersebut. Ketiga, My Esti tidak memahami konten dan konteks. Saya memahami pernyataan RG yang membuatnya tersinggung dan marah. Tapi, mutung-nya ini tidak ada hubungannya dengan acara diskusi “Bonus Demography dan Pembangunan Mental Bangsa” di mana RG sebagai pembicara utama. Jika memang RG dianggap berpengaruh buruk, seharusnya My Esti meminta untuk dijadikan narsum juga pada waktu itu. Secara terhormat ia dapat menjelaskan, menasihati para anak muda tentang adab yang dipermasalahkannya. Bahkan bisa mengkritik RG secara langsung di depan publik dan media. Yen wedi ojo wani-wani, yen wani ojo wedi-wedi. (Kalau takut, jangan sok berani, kalau berani jangan takut-takut). Bukan mempersekusi, menyalahkan panitia karena mengundang RG. Keempat, ada kelompok baru yang menamakan Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB). Kelompok inilah yang kemarin menutup jalan masuk lokasi diskusi. PNIB patut ditolak, bahkan dibubarkan, karena kegiatannya adalah melanggar UU Kebebasan Berpendapat di Indonesia. Selain itu perlu dipertanyakan siapa anggotanya, dan apa visi misinya. Jangan sampai program kerjanya adalah mempersekusi siapa pun yang tidak sesuai dengan mereka. Apalagi jika ada ancaman menggunakan hukum rimba. Saya khawatir agak sulit untuk mengajukan izin kepada si raja rimba. Indonesia adalah negara hukum, jadi jelas, segala sesuatu diatur melalui hukum yang berlaku di Indonesia. Kalau mengakui Pancasila, PNIB pasti paham sila ke-4 tentang musyawarah mufakat, dan sila ke-5 keadilan sosial. Bergabung saja diskusi, atau debat terbuka, bersama-sama mencari kesepahaman. Biasanya demo itu berkumpul, bentangkan spanduk, dan orasi. Jadi, kalau hanya menutup jalan, membawa spanduk, wajar jika ada yang mengira “orang bayaran.” Apalagi waktu itu yang masuk untuk bernegosiasi hanya My Esti. Lengkaplah sudah framing “orang bayaran My Esti.” Sebagai warga Jogjakarta saya merasa keberatan dengan spanduk PNIB yang menyebut “Yogyakarta Kota Pelajar Bermartabat”, tapi mereka justru mempersekusi pelajar, mahasiswa, dan umum yang ingin belajar. Mereka itulah yang tidak bermartabat.  Jika bicara soal adab, dan budaya, ke mana My Esti dan PNIB ketika ada pernikahan anjing dengan adat Jawa yang sempat viral beberapa waktu lalu. Belum lagi alasan menolak RG di spanduk tertulis karena menghina simbol negara. Apakah sudah membaca UU No 24 Tahun 2009 yang menyebutkan simbol-simbol negara sesuai UUD 1945 adalah bendera merah putih, Bahasa Indonesia, Garuda Pancasila, dan Lagu Indonesia Raya. Yogyakarta ini jadi tampak bodoh dengan spanduk PNIB kemarin. Ada juga spanduk serupa, hanya diganti kalimat atasnya “Jombang Kota Santri, Tentrem Adem Ayem”. Masih sama, menolak RG. Ini kebebasan berpendapat. Tapi, tidak perlu juga mencatut nama Jombang dan Santri hanya untuk kepentingan puluhan orang, kelompok PNIB saja. Slogannya tentrem adem ayem, tapi perbuatannya ngisruh.  Jokowi, selain sebagai rakyat, selama ini juga hanya diam, seolah menikmati kegaduhan. Sudah cukup negara ini gaduh “unfaedah”. Jika dia memang pemimpin yang berjiwa besar, tenangkan pendukungnya, tetap hormati hukum, tidak perlu persekusi, berbesar hati menerima kritik, bahkan makian. Maka, pendukung semakin cinta, dan publik pun akan respek.  Terakhir, saya ingin mengajak segenap akademisi, praktisi, aktivis pelajar, dan mahasiswa untuk terus menyuarakan hak kebebasan berpendapat, kampanye anti dungu, dan anti korupsi lewat media apa pun.  Salam akal sehat. Salam perubahan untuk persatuan. \"Ing ngarsa asung korupsi, ing madya mangun dinasti, tut wuri cawe-cawe.\" (Rocky Gerung).

Moeldoko Ancam Rakyat, Norak dan Kurang Ajar!

Oleh Faizal Assegaf - Kritikus  MANTAN jenderal dengan watak militerisme akut bila berada di lingkaran pusat kekuasaan dan bertindak arogan, wajib diusir! Negara tidak boleh dijadikan sarana perang terhadap rakyat. Belum lepas dari tudingan begal Partai Demokrat, kini Moeldoko muncul mengancam Rocky Gerung dengan dalih membela kehormatan presiden. Terlihat makin norak dan kurang ajar di ruang publik. Perilaku Moeldoko yang kontroversial, sok paling garang dan bertindak bobrok itu, tidak pantas menjadi pejabat publik. Anda digaji untuk melayani rakyat, bukan untuk mengintimidasi. Rakyat adalah tuan, penyelenggara negara wajib bertindak sebagai pelayan. Itu menjadi asas dan prinsip dalam bernegara. Bukan bertindak seolah majikan, lupa diri dan sok paling kuasa. Terlebih sebagai mantan tentara, Moeldoko harus sadar, puluhan tahun hidup dari upah rakyat. Senjata, seragam dan seluruh fasilitas militer yang dia gunakan bukan dari warisan nenek moyangnya! Moeldoko lupa, sejak di barak militer hingga duduk di kursi empuk jenderal, terikat oleh Sapta Marga. Agar berjiwa luhur, cinta negara dan rakyat, bukan pembela kekuasaan secara membabi-buta. Lucunya, ketika diberi jabatan sipil, Moeldoko kehilangan jati diri. Tidak tampil sebagai patriot sejati yang amanah, adil dan konsisten membela rakyat. Justru sebaliknya bertindak memalukan. Terkesan Moeldoko memaknai negara sebagai lapak kepentingan pribadi. Bahkan berperilaku menjadi tukang pukul pembela kekuasaan. Ihwal tak elok itu jelas sangat melukai nurani publik. Jenderal terbaik di republik ini dan wajib dirujuk adalah Sudirman. Sejak memangku jabatan dan senjata, serta pensiun dari posisi tertinggi militer, tidak pernah menyakiti hidup rakyat. Banyak karya keagungan dipersembahkan oleh Jenderal Sudirman. Sosok yang tulus, jujur, amanah dan rendah hati. Anda Moeldoko, tak punya prestasi tapi sangat sombong dan arogan! Rakyat benci jenderal kaleng-kaleng! (*)  

Pejabat Publik Harus Siap Menghadapi Public Scrutiny dan Public Oversight serta Hindari Conflict of Interest

Oleh Chris Komari - Aktivis Demokrasi, Aktivis Forum Tanah Air SEMUA pejabat publik harus siap menghadapi public scrutiny dan public oversight (pengawasan publik). Mereka yang tidak tahan terhadap pengawasan publik (public oversight and public scrutiny) jangan pernah mencalonkan diri menjadi pejabat publik. Mental inferiority complex wartawan harus dihilangkan. Apa yang dilakukan oleh Rocky Gerung (RG)  terhadap Presiden Jokowi pada acara Seminar dan Konsolidasi Akbar Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) adalah bagian dari \"public scrutiny dan public oversight\" dari seorang akademisi dan anggota masyarakat terhadap hasil kerja dan kebijakan seorang Presiden. Tidak ada hubungannya dengan akhlak atau fitnah. Karena Presiden adalah jabatan publik yang diberi mandat oleh rakyat, diberi gaji dengan uang rakyat, diberi biaya operasional dari uang rakyat, diberikan fasilitas, kehormatan dan penghormatan dengan mengunakan uang rakyat. Jabatan publik adalah semua jabatan yang ada karena mandat dari rakyat, yang diciptakan baik secara langsung lewat Pemilu, maupun lewat penunjukan (appointment dan proxy) sebagai extension dari kedaulatan rakyat. A). Siapa saja yang termasuk pejabat publik? Semua pejabat negara yang menerima gaji dari uang rakyat, menggunakan dana yang rakyat,  fasilitas kehormatan dan penghormatan dari yang rakyat, dimana jabatan itu ada sebagai hasil mandat dari kedaulatan rakyat baik secara langsung lewat Pemilu, atau melalui proses penunjukan dan seleksi (appointment, selection and proxy), sebagai extension dari kedaulatan rakyat adalah pejabat publik. Dalam demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Semua pejabat negara yang bekerja di jajaran lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kabinet, Gubernur, Wali Kota, Bupati, anggota MPR, DPR, DPD, DPRD, hakim MK, MA, KY dan cabang-cabangnya termasuk pejabat BUMN, KPK, TNI, POLRI, dan lainnya adalah pejabat publik. B). Hadapi public oversight dan hindari conflict of interset Pejabat publik harus tahu diri, harus siap menghadapi pengawasan publik dan harus menghindari conflict of interest. Sebagai pejabat publik, mereka semua adalah terbuka untuk diawasi oleh publik. Mereka bisa menjadi pejabat negara adalah karena: 1). Diberi mandat oleh rakyat. 2). Diberi gaji dengan uang rakyat. 3). Diberi fasilitas dari uang rakyat. 4). Diberi kehormatan dari uang rakyat. 5). Diberi penghormatan dari uang rakyat. Karena itu, pejabat publik harus siap menghadapi (public scrutiny) pengawasan dari publik. Jangan enak-enak mendapatkan mandat dari rakyat untuk menjadi pejabat publik, diberi gaji, fasilitas, biaya operasional, penghormatan dan kehormatan dari uang rakyat, tetapi tidak bersedia menghadapi pengawasan, kritik, hujatan dan makian dari rakyat yang memberi mandat dan memberi gaji. Itu namanya mau menangnya sendiri, sak enak udele dewe. Dalam demokrasi itu sangat sederhana dan sudah memberikan way out (solusi). Bagi yang tidak siap dan tidak tahan menghadapi pengawasan publik (public scrutiny) termasuk hujatan, hinaan, bullyian, kritik dan makian, jangan pernah mencalonkan diri menjadi pejabat publik. Cari pekerjaan lain yang tidak melibatkan gaji dari uang rakyat. Kedua, pejabat publik harus tahu diri, punya rasa malu terhadap rakyat dan menghindari conflict of interest. Karena itu lucu, ada pengusaha besar yang memiliki banyak perusahaan dijadikan Menteri Maritim dan Investasi. Itu namanya conflict of interest. DPR mestinya menolak Presiden mengangkat seorang Menteri yang memiliki conflict of interest dengan jabatannya. Minta Presiden untuk mengangkat orang lain. Karena itu lucu, ada seorang pengusaha besar yang memiliki banyak perusahaan, kakeknya punya banyak perusahaan, dijadikan Menteri BUMN. Itu namanya conflict of interest. Seharusnya Presiden tahu diri dan DPR juga harus menolak dan menegur Presiden untuk tidak mengangkat orang-orang di jabatan Menteri Kabinet dan BUMN yang memiliki conflict of interest. Apalagi itu para jenderal purnawirawan TNI yang mendapat jabatan di eksekutif, tetapi petentang-petenteng merasa hebat dan sok berkuasa karena mantan tentara. Menjadi tentara juga digaji dengan uang rakyat. Mendapat jabatan di eksekutif adalah juga karena mandat dari rakyat lewat penunjukan (appointment, selection dan proxy). Para jenderal purnawirawan TNI yang masih mencari gaji dari \"uang rakyat\" harus punya rasa malu terhadap rakyat dan kedaulatan rakyat. Di negara maju seperti di Amerika Serikat (AS), seorang Menhan dan seorang Joint Chiefs of Staff, Jenderal bintang 4 pun masih punya rasa malu terhadap rakyat, karena mereka menyadari dan memahami menjadi tentara itu pun mendapatkan gaji tiap bulan dari uang rakyat. Jangan sok berkuasa dan sok hebat menjadi pensiunan jenderal TNI dan masih menerima gaji dari uang rakyat. C). Free Media, Free Press, dan Freedom of the Press Freedom of the press itu bukan barang gratisan. It\'s not free and it\'s not for sale. Perjuanganya terlalu berat dan memakan waktu yang lama. USA saja untuk mendapatkan freedom of the press memerlukan waktu selama 57 tahun. Mulai dari kasus media censorship pertama yang masuk di Pengadilan antara media USA, the Editor of New York Weekly Journal (John Peter Zenger), melawan pemerintahan British Governor yang menjajah USA waktu itu, Gubernur William Cosby tahun 1734. Hingga diadopsi dan dikukuhkannya Freedom of the Press dalam U.S Constitution, lewat the first amandement in 1791. Ingat dan hormatilah perjuangan para aktivis Freedom of the Press tempo dulu yang kalian nikmati sekarang. Seperti John Trenchard dan Thomas Gordon, yang menulis esai selama 3 tahun dari tahun 1720 hingga 1723, yang dikenal dengan Pseudonym Cato\'s Letters yang berisi kritikan terhadap tirani dan korupsi pemerintah Inggris. Cato\'s letters kemudian banyak dijadikan referensi oleh para aktivis Freedom of The Press di United States of America (USA) di masa perjuangan dan PRE-INDEPENDENT sebelum Amerika Serikat (AS) menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1776. Perjuangan mereka sangat panjang dan sulit sekali karena melawan penjajahan pemerintah Inggris. Karena itu, jangan menjual murah idealisme Freedom of the Press yang kalian nikmati di tanah air Indonesia itu, dengan uang recehan. Free media adalah the 4th branch of government di dalam sistem demokrasi. Jadi secara hukum dan demokrasi, seorang wartawan itu memiliki kekuasaan, kekuasaan dan kedaulatan setara dengan para pejabat di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Karena itulah seorang journalist itu \"egaliter\" (equal/sejajar) dengan pejabat negara, karena keberadaan dan kekuasaan journalist itu dilindungi oleh UU dan dijamin oleh prinsip demokrasi nomer 5. Masak wartawan mau bertanya kepada pejabat negara harus minta izin? Mental inferiority complex wartawan harus dihilangkan. https://www.google.com/amp/s/www.history.com/.amp/topics/united-states-constitution/freedom-of-the-press D). Freedom of The Press vs UU ITE https://netivist.org/debate/public-scrutiny-open-government Apakah UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) itu berlaku terhadap anggota Legislative (MPR, DPR & DPD) yang menjalankan tugas dan tanggung-jawab sebagai wakil rakyat? Apakah UU ITE itu berlaku bagi wartawan yang menjalankan tugas dan tanggung-jawab jurnalistik dalam memberikan edukasi publik, kritik publik lewat investigative journalism dan public scrutiny terhadap wrong doings? The government exists to serve the people, the people exist do not serve the government. (Pemerintahan itu ada untuk melayani rakyat, dan rakyat itu ada \"bukan\" untuk melayani pemerintah) Democracy is a government based on the rule of law, and not based on the rule of man. (Demokrasi itu sistem pemerintahan berdasarkan kepada aturan hukum, dan bukan berdasarkan kepada aturan manusia). E). Kedaulatan Rakyat dan Hak Rakyat Kedaulatan rakyat (sovereignty of the people) dalam demokrasi itu artinya kedaulatan \"tertinggi\" ada ditangan rakyat. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam satu negara dan pemerintahan, rakyat itu memiliki beberapa hak untuk mengetahui dan diberitahu oleh pemerintah, pejabat publik dan wakil-wakilnya dipemerintahan tentang hal-hal penting yang dihadapi negara dan bangsa. Khususnya yg menyangkut kepentingan rakyat umum, kedaulatan rakyat dan kualitas hidup rakyat. The people have the right to know and to be informed. Karena itu dalam demokrasi, rakyat tidak boleh dipaksa untuk atau harus percaya begitu saja ocehan Presiden, Menkeu, Kapolri, Ketua dan Anggota DPR, MPR, DPD atau pejabat tinggi negara lainnya, termasuk Gubernur, Wali Kota dan Bupati. Dalam prinsip-prinsip demokrasi, khususnya yang menyangkut kedaulatan rakyat (sovereignty of the people), rakyat (the people) dilarang keras (prohibited) untuk percaya kepada kekuasaan, penguasa, atau pemerintahan. Bahkan the people are summoned to \"question\" every statement they hear from the government officials and members of parliament. Rakyat diwajibkan untuk meragukan kebenaran setiap ucapan penguasa di pemerintahan, termasuk yang keluar dari mulut anggota MPR, DPR dan DPD, apalagi dari mulut petinggi partai politik. Karena dalam prinsip-prinsip demokrasi, kepercayaan publik bukan berdasarkan pada prinsip trust or blind trust (prinsip kepercayaan dalam hikmat dan kebijaksanaan). Tetapi kepercayaan berdasarkan pada transparency, oversight, checks and balances (keterbukaan, pengawasan, kontrol, verifikasi, validitas, audit dan akuntabilitas). This notion oleh President Ronald Reagan diperhalus, supaya tidak terkesan kasar, arogan dan konfrontasi dengan perkataan: \".....we trust, but we verify....\" (Kami percaya, tetapi kami ingin mengecheck dan mengkonfirmasi kepercayaan kami). Sebenarnya kalimat (we trust, but we want to verify), itu sama artinya dengan \"we don\'t trust you. Hanya kalimatnya diperhalus sedikit untuk tidak menyinggung perasaan orang lain terlalu obvious. F). Public Oversight and Public Scrutiny Hak untuk memilih calon pemimpin bangsa, wakil-wakil rakyat di pemerintahan dan melakukan \"public scrutiny\" terhadap pejabat publik, calon pemimpin bangsa dan wakil-wakil rakyat dipemerintahan, baik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ada yang lucu di Indonesia dengan UU ITE, khususnya tentang pencemaran nama baik seseorang. Lucunya di mana? Sesuai dengan hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam satu negara dan demi menjalankan tugas \"oversight\" dan \"public scrunity\" terhadap pejabat negara dan wakil-wakil rakyat di pemerintahan, maka UU ITE seharusnya tidak berlaku bagi: 1). Pejabat publik (Public Official). 2). Anggota MPR, DPR dan DPD. 3). Wartawan (Journalist). Karena apa? 1). Pejabat publik dipilih oleh rakyat, digaji dengan uang rakyat dan bertanggung-jawab terhadap rakyat. Karena itu, ketika rakyat melakukan public scfrunity terhadap pejabat publik (public official), maka pejabat publik itu tidak bisa mengunakan UU ITE untuk melakukan somasi terhadap anggota masyarakat (rakyat). 2). Anggota Legislatif (MPR, DPR, DPD, DPRD) adalah wakil-wakil rakyat ysng menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya mewakili kepentingan rakyat. Ketika mereka melakukan public scrunity adalah mewakili kepentingan rakyat, sehingga anggota legislatif tidak bisa disomasi dengan UU ITE. 3). Wartawan (Journalist) & Freedom of The Press. Ketika seorang wartawan  menulis artikel dan mempublikasikan ke publik berupa informasi atau hasil \"investigative journalism\", maka wartawan itu  tidak bisa disomasi atau dihukum dengan UU ITE dari artikel yang ditulis sebagai wartawan. Karena, pertama, mereka menjalankan tugas dan tanggung-jawab journalism, dimana di dalam tugas dan tanggung-jawab journalism itu juga termasuk melakukan public scrunity (watchdog), untuk menyelidiki wrong doings pejabat publik dan melaporkan kepada publik. Kedua, ada UU Pers dimana dalam UU tersebut, wartawan dan media yang menjadi platform journalism akan menyediakan waktu, tempat dan kesempatan bagi publik untuk melakukan sanggahan (counter argumentasi), guna meluruskan karya tulis journalism yg salah atau dianggap merugikan orang lain. Jadi wartawan tidak bisa dihukum sebagai akibat dari pelanggaran UU ITE. Secara umum, rakyat sebagai Pemegang Kedaulatan tertinggi dalam satu negara dan pemerintahan, memiliki hak untuk mengetahui dan diberitahu, memiliki hak untuk melakukan public scrutiny, mengkritik, menghujat dan memecat pejabat publik yang tidak becus bekerja mewakili kepentingan rakyat. Kalau ada orang yang tidak tahan dikritik, tidak tahan dihujat dan tidak tahan dipermalukan secara umum didepan publik, jangan pernah \"mencalonkan diri\" menjadi pejabat publik. Lucu sekali melihat Menteri Kabinet segala urusan yang memiliki banyak perusahaan, termasuk ngurusin investasi, dan kemudian mendapatkan kritik dari publik, kemudian melakukan somasi terhadap anggota masyarakat yang melakukan kritik dan publik scrutiny. Menteri Kabinet segala urusan ini juga pernah berdebat dengan Mahasiswa UI, dan dia argued bahwasanya dia boleh berbeda pendapat dengan mahasiswa dan tidak harus disclosing informasi kepada mahasiswa. Bagi yang memahami prinsip-prinsip demokrasi where the people have the right to know and to be informed, dan mengetahui bahwasanya dia itu seorang pejabat publik yang digaji oleh uang rakyat tiap bulan, kedengarannya lucu. Bukti dia itu tidak memahami demokrasi. Mahasiswa sebagai anggota masyarakat intelektual menjalankan tugas \"public scrunity\" terhadap seorang Menteri Kabinet dan meminta bukti big data yang menginginkan 3 periode, tetapi dia menolak dan tidak mau disclosing kepada publik karena tidak harus. Itu bukti, Menteri Kabinet itu tidak memahami prinsip-prinsip demokrasi dan tidak sadar, bahwa dia itu hanya seorang Menteri Kabinet, jabatan an appointed position, yang tidak mendapatkan mandate langsung dari rakyat. Mestinya tahu diri dan punya malu terhadap rakyat, sebagai Pemegang Kedaulatan tertinggi di Indonesia. Itu semua kedengarannya lucu bagi kita yang sudah biasa dengan sistem demokrasi di USA. Karena apa? Pertama, di USA itu tidak ada pejabat publik yang memiliki banyak perusahaan dan menjadi pejabat publik, ngurusin investasi lagi, karena jelas conflict of interest. Ketika seseorang terpilih menjadi pejabat publik di USA, maka orang ini harus mengundurkan diri dari perusahaan dan memisahkan diri dari perusahaan secara nyata, dan perpisahan itu di lakukan secara hukum, lewat trust dan dimonitor oleh U.S GAO (Government Accountability Office). Jadi lucu, ada menteri Kabinet yg memiliki banyak perusahan, kakak serta keluarganya memiliki banyak perusahaan malah diberi tugas dan tanggung-jawab menjadi Menteri Investasi dan Menteri BUMN. Itu jelas conflict of interest. Karena itu harus ada pemisahan secara hukum yang harus diawasi secara ketat selama menjabat di pemerintahan. Setelah orang ini tidak lagi menjadi pejabat publik, maka orang ini bisa kembali bekerja menjadi bagian dari perusahaan-perusahaan yg dimilikinya itu dengan revoking the trust. Kedua, sangat aneh bin lucu mendengar ada pejabat publik, menerima gaji uang rakyat tiap bulan, tetapi marah-marah bahkan melakukan somasi ketika ada anggota masyarakat (rakyat) melakukan kritik dan public scrutiny. Jadi sebenarnya, UU ITE itu hanya berlaku untuk umum, dan tidak berlaku kepada pejabat publik yang dipilih oleh rakyat, digaji uang rakyat tiap bulan dan bertanggung-jawab terhadap rakyat. G). Referendum dan Proposition. Rakyat (the people) memiliki hak untuk memutuskan \"perkara\" penting sendiri, tertutama perkara yg menyangkut kepentingan rakyat, kedaulatan rakyat dan kualitas hidup rakyat melalui referendum dan proposition, berupa ballot measure dan ballot initiative. Tidak ada satupun dalam 11 prinsip-prinsip demokrasi yang menyebutkan kedaulatan partai politik. Yang ada adalah \"kedaulatan rakyat\" yang menjadi prinsip demokrasi nomer #1 (Sovereignty of the People). Demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, itu wujudnya atau mekanismenya ada 2, yakni: 1). Pemilu (Election), adalah mekanisme bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya di pemerintahan, seperti di Parliament (MPR, DPR, DPD, DPRD) yang menyangkut Representative-Democracy. 2). Referendum & Proposition (Ballot Initiatives & Ballot Measures), adalah mekanisme bagi rakyat untuk memutuskan hal-hal penting yang akan mempengaruhi atau memiliki dampak langsung terhadap kepentingan rakyat, kedaulatan rakyat dan kualitas hidup rakyat. Referendum & Proposition adalah ballot question (kertas suara berupa pertanyaan), dimana electorate (rakyat) diberi pilihan untuk memutuskan \"perkara\" berupa pertanyaan, \"menerima\" atau \"menolak\" terhadap satu proposal atau rencana pemerintah, seperti: 1). Amandemen konstitusi. 2). Mengadopsi konstitusi baru. 3). Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). 4). Menaikkan pajak (property tax, sales tax dan income tax) yang membebani rakyat. 5). Mengeluarkan bonds atau ngutang 7 turunan yang membebani rakyat. 6). Melegalkan judi, prostitusi, aborsi, poligami, dan lainnya. 7). Impeachment (recall atau P.A.W)  terhadap pejabat publik di eksekutif selain Presiden (Gubernur, Bupati dan Wali Kota) dan wakil-wakil rakyat di legislative (parliament), impeachment terhadap Presiden dilakukan oleh Parliament. Jadi fungsi rakyat dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi itu implementationnya atau wujudnya ada 2 mekanisme: 1). Memilih wakil-wakil rakyat lewat Pemilu. 2). Memutuskan perkara penting lewat Referendum atau Proposition (ballot measure dan ballot initiative). Perkara penting bagi rakyat itu apa saja? Tentunya banyak sekali. Tetapi secara fundamental adalah semua perkara atau masalah yang akan mempengaruhi atau memiliki dampak langsung terhadap 3 hal di bawah ini: 1). Terhadap kepentingan rakyat, 2). Terhadap kedaulatan rakyat. 3). Terhadap kualitas hidup rakyat. Semua perkara yang menyangkut 3 hal di atas yang akan diambil oleh pemerintah pusat sebagai kebijakan pemerintah oleh Presiden, Menteri Kabinet dan DPR, harus minta ijin dulu kepada rakyat lewat Referendum atau Proposition (ballot measure dan ballot initiative). Mengapa harus begitu, karena itu adalah implementation dan mekanisme yg dituntut oleh prinsip demokrasi nomer#2, yg berbunyi: \".....Government based upon the consent of the governed / pemerintahan dijalankan atas persetujuan yang dipimpin.....\" The consent of the governed (meminta ijin dari yg di pimpin), dalam hal ini adalah rakyat adalah prinsip demokrasi nomer#2. Itulah implementation dan mekanisme yang dituntut dalam pemerintahan demokrasi, sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bahwa kedaulatan tertinggi itu ada di tangan rakyat, bukan di tangan pemerintah pusat, Presiden, Menteri Kabinet, MPR, DPR, DPD atau Mahkamah Konstitusi (MK), apalagi di tangan partai politik. Karena itu, ketika pemerintah pusat ingin membuat keputusan PERKARA PENTING yangg akan mempengaruhi atau memiliki dampak langsung terhadap kepentingan rakyat, kedaulatan rakyat dan kualitas hidup rakyat, pemerintah pusat harus minta \"ijin\" dulu kepada rakyat (asking for the consent of the people). Tidak seenak udele dewe. Semua perkara diputuskan oleh pemerintah pusat, dan rakyat hanya berfungsi sebagai electors dalam Pemilu untuk memilih pemimpin dan wakil-wakil rakyat dipemerintahan. Tetapi rakyat tidak ikut in the decision making process in the government affairs untuk memutuskan perkara penting yg akan mempengaruhi dan memiliki dampak langsung terhadap kepentingan rakyat, kedaulatan rakyat dan kualitas hidup rakyat. Sehingga setelah PEMILU selesai, rakyat hanya seperti kambing congek atau seperti penonton sepak bola di television, melihat para anggota Executive dan wakil-wakilnya di Legislative yg baru dipilih rebutan artist rondo ucul narcis, envelope, proyek, korupsi dan rata-rata menjadi bullshiters terhadap rakyat yg memilihnya. Partai-Krasi adalah bentuk kudeta terhadap ha-hak rakyat dan kedaulatan Rakyat. Demokrasi di Indonesia telah berubah dan bergeser menjadi PARTAI-KRASI. Ini juga akal-akalan dari politisi bullshiters, dimana partai politik di Indonesia memiliki kekuasaan yg jauh lebih besar dan lebih tinggi dari kedaulatan rakyat Indonesia. Kekuasaan besar partai politik itu dilakukan dan sengaja diberikan oleh anggota DPR secara legal lewat berbagai Undang-Undang (UU) untuk mengkudeta kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia. Anggota DPR di Indonesia adalah kader-kader partai politik bullshiters, pemimpin partai politik mayoritas juga bullshiters dan kerjanya juga bullshiting the people. Inilah yang disebut politisi bullshiters yang menghasilkan demokrasi lontong sayur. Dibawah inilah kekuasaan Partai Krasi, hasil karya politisi bullshiters: 1). Membuat UU MD3, yang memberi hak recall (hak PAW) kepada petinggi partai politik. 2). Membuat UU Pemilu, No.7 tahun 2017, khususnya pasal 222, yg dikenal dengan presidential threshold 20%, sehingga bursa Pilpres dimonopoli oleh partai politik dan gabungan partai politik. 3). Membuat amandemen Konstitusi UUD, yg memberikan monopoli kekuasaan bursa Capres dan Pilpres kepada partai politik, khususnya Pasal 6A, Ayat 2, UUD 1945 amandemen. (Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum dilakukan). Tidak hanya sampai di situ, bila politisi DPR pada ngaco dan bullshiters, Polisi Indonesia lebih parah lagi. Menempatkan Polri di bawah Presiden itu sama dengan membiarkan Presiden berpoligami, dengan memberikan 2 istri kekuasaan, yakni kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Dalam demokrasi dilarang keras, karena Presiden bisa menggunakan kekuasaan Kapolri, Polri, Bareskrim dan semua jajaran Polri (Polda, Polres, Polsek) di daerah untuk kepentingan pribadi, ambisi politik Presiden dan kepentingan keluarganya. Di situlah terjadi banyak perselingkuhan kekuasaan, bila Presiden dibiarkan berpoligami dengan Polri. Karena itu, Polisi harus dipisahkan dari lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif. Polisi dan TNI harus bisa bekerja secara independent, menjalankan tugas dan tanggung-jawab sebagai alat negara dan bukan sebagai alat penguasa. Apakah UU ITE itu berlaku untuk pejabat publik, anggota legislative dan wartawan yg menjalankan tugas dan tanggung-jawab journalism dan public scrutiny? Sudah tentu tidak, karena itu adalah bagian dari tugas public oversight dan tanggung-jawab public scrunity yang dilindungi oleh Undang-Undang (UU). (sws).

Membaca "Logika Rocky Gerung" (dalam tanda kutip)

Oleh: Ady Amar -  Kolumnis ROCKY Gerung acap berucap pada tataran logika. Karenanya, apa yang dituturkan kerap disalahpahami, itu jika tidak dicermati dengan logika akal sehat. Apa yang ia sampaikan sering bikin pendengarnya berpikir keras bisa mencernanya. Sering gak nyambung. Tidak cukup di situ, Rocky sering juga ucapkan hal tak biasa, yang luput sebelumnya dipikirkan orang kebanyakan. Lalu muncul perdebatan luas, salah tafsir, dan syak wasangka. Dan, itu bisa berhari-berbulan, bahkan terus dibicarakan dengan tetap meninggalkan kesan suka atau tidak suka. Juga tidak cukup sampai di situ untuk mampu memahami logika seorang Rocky. Perlu lagi memahami apa yang ada di baliknya. Atau dalam narasi lain, membaca logika yang dimunculkannya, mestinya dimaknai dalam tanda kutip. Dengan demikian, kita bisa menyikapi lebih wise tanpa memunculkan amarah karena ketersinggungan. Saat Rocky bicara tentang \"Kitab Suci Itu Fiksi\", tanpa ia menyebut kitab suci agama apa, syak wasangka pun muncul, itu karena tak mampu melihatnya dalam tanda kutip. Rocky menyebutnya dengan \"fiksi\" bukan fiktif. Apa itu fiksi? Khayalan pada sebuah kejadian yang belum pernah dialami, dan itu di antaranya tentang surga dan neraka. Muncul gelombang protes, khususnya dari kawan non-muslim, yang merasa terusik dengan apa yang dikatakan Rocky tentang kitab suci(nya) itu fiksi. Memilih melaporkan ke Kepolisian dengan sangkaan penistaan agama. Rocky sepertinya dipanggil sekali, dan closed case. Jika tidak \"fiksi\" lalu apa, kata Rocky. Tidak cukup di situ, karena itu hal sensitif, Rocky perlu memberi semacam panduan. Katanya, meski itu fiksi, tapi melihatnya dengan bekal iman untuk sampai mempercayainya. Rocky melempar hal itu dalam sebuah acara di ILC tvOne. Semua serasa dibuat tersengat, berpikir sejenak, atau bahkan sampai acara selesai pun tak mampu menangkap apa yang dimaksud dengan fiksi, tetap di benaknya itu sebagai fiktif. Membaca logika Rocky tanpa tanda kutip akan memunculkan syak wasangka yang tak henti. Dan, Rocky memang sepertinya terus mengajarkan logika plus tanda kutip untuk menafsir pada apa yang disampaikan, itu agar tak muncul salah tafsir. Logika yang dibangunnya memaksa orang lain untuk bisa menerima dan ikut dengannya. Rocky tak hendak menurunkan maqamnya untuk sedikit menurun agar bisa dipahami khalayak, tapi justru menarik memaksa orang kebanyakan ke maqamnya, diajaknya untuk naik kelas. Lalu, dimunculkan kata \"dungu\" yang disematkan pada Presiden Jokowi, itu bukan individu Jokowi. Tapi jabatan selaku presiden yang dilihatnya salah dalam mengambil kebijakan. Menurutnya, pantas disebut dengan dungu. Tak perduli protes muncul menghardiknya seolah melecehkan Jokowi. Teriaknya, tidak pada individu Jokowi, tapi \"dungu\" itu disematkan pada jabatan selaku presiden. Rocky tak menyerah pada penyadaran kapan kata \"dungu\" itu dipakai, dan kapan kata itu disimpannya. Kemudian lagi, hari-hari ini muncul riuh demo dari kelompok relawan Jokowi yang marah, melihat ujaran yang dilesakkan Rocky. Disebutnya Presiden Jokowi, bajingan tolol, sekaligus bajingan pengecut. Sampai muncul kata tak biasa, itu tentu ada sebab yang melatarbelakangi. Dan, itu tentang IKN. Ujaran Rocky itu disampaikan di hadapan buruh di Bekasi, yang akan berdemonstrasi tanggal 10 Agustus nanti, Rocky memberi semangat untuk kepung istana. Di tengah sambutan panjangnya muncul kata \"bajingan tolol, bajingan pengecut\". Jika saja melihat itu sebagai logika dengan tanda kutip, maka tak perlu ada relawan \"pembela\" Jokowi yang marah dan minta polisi menangkapnya segala. Apalagi Jokowi sendiri menganggap itu sesuatu yang remeh temeh. Katanya, \"Itu hal kecillah, dibanding tugasnya untuk memajukan bangsa\". Sikap Jokowi amatlah tepat, seolah ia beri isyarat bahwa yang disasar Rocky, itu jabatan presiden yang melekat padanya, bukan pribadinya. Tapi relawan pembelanya justru bersikap berkebalikan. Sikap Jokowi yang tidak ngefek ke relawan, itu seperti diorkestrasi entah oleh siapa, yang perlu sampai ramai-ramai menswiping aktivitas Rocky di beberapa kampus negeri. Hal yang tak sepantasnya dilakukan di alam demokrasi. \"Demo-demo relawan itu cuma cari muka,\" sahut politisi Partai Demokrat Benny K. Harman. Juga sikap tidak simpati ditampakkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko vulgar tampil dengan bahasa kekuasaan. Moeldoko pastilah tak mampu menangkap esensi logika yang dibangun Rocky, dan yang lalu memilih \"pasang badan\" untuk Presiden Jokowi. Sikap Moeldoko yang menantang seperti ngajak gelut ditanggapi Rocky santai, itu sebagai gaya preman. Rocky akan terus ngoceh dengan logikanya, jika ia temukan kebijakan salah. Ia tak akan berhenti. Tak ada kata jera untuk menyudahi kekritisan yang mengintegral di dirinya. Dan, Rocky akan makin asyik jika dinikmati menggunakan logika dengan tanda kutip, agar semuanya tampak benderang. Tak ada lagi salah tafsir dan syak wasangka, yang ada saling pengertian dan memetik maslahat darinya.**

Soal Moeldoko, Rocky Bilang: Kayak Preman Pasang Badan

Jakarta, FNN – Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung menanggapi pernyataan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang akan berdiri paling depan jika mengganggu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rocky menilai pernyataan Moeldoko itu seperti preman. “Moeldoko itu pejabat publik yang mustinya dengan dingin mengatakan, oke ada problem, panggil saya secara argumen atau secara hukum. Pasang badan itu bukan bahasa dasar dari seorang pejabat publik. Kayak preman, pasang badan,” katanya dalam konferensi pers di kantor KAMI, Jakarta Pusat, JUmat (04/08/2023). Rocky curiga, kasus dirinya ada yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi. “Kecurigaan saya, ada pengkondisian publik yang akhirnya secara metodologis saya hubungkan dengan pernyataan Moeldoko. Dia marah juga dengan mengatakan “saya akan pasang badan”. Tentu, tapi saya bertanya Pak Moeldoko ini relawan atau siapa, karena bahasanya sama “saya pasang badan”, papar Rocky. Rocky kembali menegaskan bahwa apa yang ia lakukan adalah bukan menyerang pribadi Jokowi, tetapi lembaga presiden sebagai lembaga publik, di mana di dalamnya ada Moeldoko.  “Pikiran saya yang saya kritik dengan sangat tajam dengan bahasa yang saya pilih, tajam, tetapi tidak  diarahkan kepada pribadi Jokowi tetapi kepada lembaga publik yakni kabinet yang di dalamnya ada Moeldoko,” paparnya. Rocky merasa dalam masyarakat saat ini tengah terjadi kegagalan dalam membawa masalah ke perdebatan intelektual.   “Kita gagal membawa bangsa ini dalam percakapan intelektual. Di kampus saya gunakan bahasa akademis, tetapi dalam mengkritik kebijakan, saya menggunakan yang bisa dimengerti oleh orang yang berkali-kali diterangkan tapi tidak paham-paham,” tegasnya. Rocky mencontohkan hal-hal yang ia sebut tak pernah dipahami oleh pemerintah, hingga akhirnya ia harus menggunakan bahasa yang sangat lugas. “Berkali-kali buruh minta UU Omnibulaw dicabut, berkali-kali masyarakat bilang IKN itu salah secara konstruksi hukum, karena mustinya minta izin dulu pada masyarakt adat. Pernah gak Jokowi minta izin ke masyarakat adat, yaitu amdal. Amdal itu hak masyarakat adat untuk mengiyakan atau tidak mengiyakan,” paparnya. Rocky Gerung juga mengatakan bahwa dirinya tidak mempunyai dendam terhadap Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) TNI Moeldoko dan Jokowi. \"Saya tidak ada dendam pada Pak Moeldoko, pada Pak Jokowi. Saya anggap kebijakan mereka harus dievaluasi karena partai politik enggak ada yang bersuara tentang itu. Padahal LSM bersuara, publik internasional bersuara (mengevaluasi Jokowi),\" paparnya. Sebelumnya, Kepala Staf Presiden, Moeldoko dengan tegas menekankan bahwa tidak boleh ada upaya untuk mengganggu Presiden Joko Widodo. Penegasan ini berkaitan dengan pernyataan viral di media sosial dari akademisi Rocky Gerung yang menyebutkan kata “bajingan tolol” terhadap Presiden Jokowi. \"Saya sebagai prajurit biasa mempertaruhkan nyawa di medan perang tanpa kalkulasi apalagi menghadapi situasi seperti ini biasa. Jadi jangan coba-coba mengganggu Presiden,\" kata Moeldoko di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Kamis (3/8/2023). Lebih jauh, Rocky akan menghadapi kasus hukum yang menjeratnya. Ia juga menyampaikan permohonan maaf karena pernyataannya membuat gaduh publik. \"Kasus ini akan berlanjut menjadi kasus hukum, saya terima. Jadi saya minta maaf karena peristiwa itu membuat perselisihan ini makin menjadi-jadi. Itu intinya,\" ucap Rocky. (sws).

Rocky Gerung Paham Presiden Jokowi Tidak Melaporkan Dirinya

Jakarta, FNN – Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi usai dirinya mengkritik keras Presiden Joko Widodo dengan diksi \'bajingan tolol\' di sebuah pertemuan dengan buruh di Bekasi beberapa waktu lalu. “Ini yang kemudian menimbulkan kehebohan. Kehebohan bisa ditafsirkan keonaran. Saya minta maaf terhadap keadaan hari ini yang  menyebabkan perselisihan berlanjut tanpa arah.  Kok saya merasa, kenapa ini kok tidak bisa diselesaikan secara hukum.  Jadi sekali  lagi, saya menyesalkan bahwa persoalan hukum yang dari awal saya katakan bahwa ini ada kritik saya terhadap Presiden Jokowi yang saya ucapkan dengan sangat tajam, dan itu biasa saya lakukan di mana-mana,” kata Rocky dalam jumpa pers di kantor KAMI, Jakarta Pusat, Jumat (04/08/2023). Rocky menegaskan bahwa ia tidak mengkritik atau menghina kepada pribadi Presiden Jokowi tetapi kepresidenan sebagai lembaga publik. Oleh karenanya Presiden Jokowi lebih paham sehingga tidak melaporkan dirinya ke kepolisian. “Saya tidak mengkritik atau menghina Jokowi sebagai individu, tidak, karena saya tidak ada urusan dengan Jokowi. Saya kira Pak Jokowi juga mengerti, dan itu yang menyebabkan Pak Jokowi tidak melaporkan saya. Kan Pak Jokowi mengerti bahwa yang saya ucapkan adalah kritik terhadap jabatan publik dia,” paparnya. Rocky menerangkan bahwa dampak ucapannya yang viral itu berefek pada kegiatannya di kampus sejumlah daerah. Dia menyesalkan perlakuan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pihak, sementara ada ruang untuk berdiskusi. Akhirnya banyak kampus yang batal bertemu dengan dirinya. “Selama kurang lebih 1 minggu ketika kasus ini mencuat, saya sedang ada di 10 kota antara Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lombok, diusung oleh para mahasiswa dengan maksud memberi kuliah umum. Tapi dari seluruh undangan ini, seluruhya dipersekusi.  Saya dilarang masuk kampus, saya tidak boleh bertemu akademisi. Jadi ini sebetulnya persoalan biasa, mau dibawa jalur hukum ya bawa saja, tetapi jangan halangi saya utuk berdiskusi dengan para mahasisawa,” paparnya. Rocky menyesalkan kejadian persekusi di Jogjakarta yang diyakini dilakukan oleh partai politik PDIP. “Yang menggemparkan kemarin adalah di Jogja. Saya diserang ketika akan bertemu dengan sekitar 1500-2000 mahasiswa di Jogja.  Itu dihalangi oleh PDIP. Buat apa menghalangi saya, toh kalian partai yang punya kekuatan untuk mengubah undang-undang, silahkan ubah di DPR, tapi janganlah intelektual, akademisi, kritikus, gak boleh bertemu mahasiswa,” tegasnya. Rocky menyayangkan sekali perilaku kader PDIP yang tidak mengutamakan demokrasi. Padahal, dia yang mengajari kader soal demokrasi dan pikiran bangsa di sekolah milik Ketua Umum PDIP. “Itu yang saya sayangkan. Padahal saya bertahun-tahun mengajar di Sekolah Megawati Insitute tentang pikiran bangsa. Jadi kalau saya terangkan tentang pikiran bangsa, kok dihalangi oleh partai di mana saya mengajar tentang pikiran bangsa,” katanya. Rocky melihat sekarang ada perselisihan tentang kasus saya di ranah publik. Mereka yang mengerti dan pro Rocky, menyatakan bahwa itu bukan penghinaan tetapi itu kritik. Oleh karena itu Rocky berterima kasih kepada mereka yang memahaminya. “Saya berterima kasih kepada mereka yang menganggap bahwa saya justru membuka pembicaraan untuk membuka diskursus tengang apa yang disebut kritik publik terhadap pejabat publik.  Diskursus publik itu tidak boleh dihalangi oleh dendam pribadi. Diketahui Rocky Gerung sudah dilaporkan oleh sejumlah pihak ke kepolisian atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo karena mengucapkan \'bajingan tolol\' dalam pertemuan dengan para buruh di Bekasi. Oleh Bareskrim Mabes Polri laporan terebut ditolak karena yang melaporkan relawan Jokowi, seharusnya Presiden Jokowi sendiri yang harus melaporkan. Di samping itu ada pula yang melaporkan ke Polda Metro Jaya. Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menerima tiga laporan terkait kasus ini. Laporan pertama dilayangkan Relawan Indonesia Bersatu dan teregister dengan nomor LP/B/4459/VII/2023/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 31 Juli 2023. Dalam laporan ini, Pasal yang dilaporkan yakni Pasal 286 ayat 2 Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Laporan kedua dibuat politikus PDIP Ferdinand Hutahaean yang terdaftar dengan LP/B/4465/VIII/2023/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 1 Agustus 2023. Ferdinand melaporkan dengan menggunakan Pasal 28 Jo Pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016 ITE, Pasal 156 dan Pasal 160 KUHP serta Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. Laporan ketiga dilayangkan oleh DPN Repdem PDI Perjuangan yang terdaftar dengan nomor LP/B/4505/VIII/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 2 Agustus 2023. Pasal yang dilaporkan yakni Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 2017 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Menanggapi pernyataan Rocky Gerung, Presiden Jokowi sendiri sudah angkat suara. Dia menganggap kritik keras dari Rocky Gerung sebatas hal yang sepele. \"Itu hal-hal kecil lah. Saya kerja saja,\" kata Jokowi di Senayan Park, Jakarta, Rabu (2/8). (sws)