ALL CATEGORY

Mengulik Langkah Catur Politik Surya Paloh (Visioner, Smart, Trengginas dan Mematikan)

Oleh Ibok Chrian - Pengamat Politik Kampoeng SEJAK tadi malam, hingga saat ini jagat maya perpolitikan Indonesia mengalami tremor. Berhembus kabar, bahwa \"melalui\" bang Bewok, Nasdem telah mengikat tunangan dengan PKB, dengan menyandingkan Anies - Muhaimin sebagai pasangan Capres dan Wapres untuk 2024.  So, kabar ini memantik kegundahan dan kekecewaan. Tidak saja bagi Partai Demokrat berikut turunannya, yang sudah sejak lama bersiap-siap memasang janur kuning untuk AHY sebagai Cawapres Anies, tetapi juga di berbagai simpul relawan Anies dengan segala  atributnya, ikut dilanda \"kebingungan\". Jetlag persis seperti orang baru turun dari pesawat, pasca terbang berjam-jam. Terus, bagaimana kita menyikapinya  kabar tersebut ? Mari kita elaborasi dari berbagai sisi. Tinjauan dari Sisi Partai Demokrat Tidak dipungkiri, di antara sekian Cawapres yang beredar, AHY mendapat \"tempat\" di hati sebagian masyarakat dan relawan. Selain muda, cerdas, lugas dan memiliki amunisi dari sisa-sisa kejayaan Cikeas, sosok AHY yang ganteng, cling dan glowing, merupakan magnet bagi sebagian kaum hawa dan para millenial. Namun, jika kita telisik lebih jauh, Partai Nasdem memainkan fatsun politik yang cenderung mengabaikan unsur egalitarian, yakni posisi dimana ketiga partai pendukung berada pada level yang \"sama dan sebanding\".  Melakukan bargaining politic yang terlalu dalam, Partai Demokrat hingga saat ini ogah-ogahan memasang dan mempromosikan Anies sebagai Capres yang mereka dukung. Jika pun ada, itu pun hanya ada di beberapa tempat saja. Belum meng-Indonesia.  Di sisi lain, partai dengan lambang Mercy  ini, bukan sekali dua melontarkan ancaman, bahwa \"keberadaan\"nya di Koalisi Perubahan sangat menentukan jaditidaknya Anies berlayar di 2024.  Masih segar dalam ingatan, betapa beberapa saat yang lalu, si biru ini mencoba \"menekan\" Anies dan Partai Nasdem melalui pertemuan AHY - Puan di sebuah taman. Pressure ini tentu membuat Nasdem sedikit  bergidik. Betapa tidak. Jika ancaman ini benar-benar dilakukan, maka koalisi KPP otomatis akan layu sebelum berkembang. Tentu kita hanya dapat mengucapkan sayonara buat Anies dan para relawan.  Lalu, jika pasangan Anies-Muhaimin benar-benar terwujud, bagaimana sikap Partai Demokrat bersama AHY menghadapi kenyataan ini? Jawabannya sederhana, tentu mereka menjadi salting dan bingung sendiri. Analisanya sebagai berikut: 1. Jika Partai Demokrat keluar dari KPP dan bergabung dengan koalisi PDIP + PPP, belumlah otomatis AHY menjadi Cawapres Ganjar Pranowo. Selain partai banteng tidak ingin sang Mercy menjadi besar melalui Jas coactail effect, keputusan siapa yang layak menjadi Cawapres Ganjar, masih menjadi hak prerogratif dan ditentukan langsung oleh sang \"Induk Banteng\" secara \"feodal\", dengan mengatasnamakan \"pemegang wewenang amanah partai\". Keadaan ini diperkuat oleh sisa-sisa hubungan Mega - SBY yang belum begitu cair dan cenderung hambar hingga saat ini. Praktis, jika Ganjar menjadi pemenang, maka Partai Demokrat hanya mendapat jatah menteri yang jumlahnya pun belum tentu sebanyak jika dia tetap bergabung di KPP.  2. Demikian pula halnya, jika partai dengan Centre of Cikeas ini hengkang dan bergabung dengan Prabowo. Sebagai pendatang baru yang tidak memiliki bargaining, tentu posisi AHY berikut PD-nya hanya dianggap sebagai \"anak bawang\" dan partai penggembira, jika tidak mau dianggap sebagai cheerleaders alias pemandu sorak. Apalagi secara kasat mata, Prabowo merasa lebih merasa nyaman bermesraan dengan dua sekondannya, yakni Golkar dan PAN, dibanding dengan partai Demokrat.  3. Sebaliknya, jika tetap bertahan dengan koalisi yang ada, yakni KPP, tentu ibarat makan berulam jantung, perasaan sedih dan kecewa tentu mendera karena harapan yang \"digadang-gadang\" telah sirna. Namun di sisi lain, ada kemungkinan partai ini akan menikmati insentif jatah menteri yang lumayan banyak dan signifikan, mengingat jasanya yang ikut membesarkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Tinjauan Partai PKS Diakui atau tidak, PKS adalah salah satu partai kader yang paling militan dan memiliki kesetiaan yang patut diacungi jempol.  Teruji di berbagai medan perjuangan, membuat partai ini memiliki dignity dan harga diri yang mumpuni serta tidak mudah terombang-ambing. \"Tawaran\" datang silih berganti, namun hingga saat ini PKS tetap kekeuh dengan pendirian dan komitmen yang telah dipatri bersama Koalisi Perubahan. Terlihat dari press release yang dilakukan Muzammil Yusuf, salah seorang petinggi PKS utusan di Tim-8 Anies. Partai ini tidak baperan dan hati-hati dalam menyikapi sinyalemen  \"Anies-Muhaimin\". Alih-alih melakukan protes, PKS malah mengingatkan anggota koalisi lainnya tentang kesepakatan awal, bahwa dalam pemilihan cawapres, Anies diberikan hak dan wewenang penuh, tanpa perlu dibangkangi.  Pasca \"terjatuh\" di kasus pengadaan sapi dulu dan beberapa kasus petinggi yang ikut \"membebani\" marwah partai, ditambah stigma negatif yang dilekatkan \"rezim\" kepada partai ini, praktis tidak ada tokoh yang populer dan \"layak jual\" untuk ditawarkan ke masyarakat dalam kontestasi pilpres 2024. Memang ada yang coba digadang-gadang dan disodorkan, yakni sang mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan dan Ketua Dewan Syuro, Salim Segaf Al-Jufri. Namun tak bisa dipungkiri, tanggapan masyarakat dan dunia perpolitikan cenderung dingin dan tidak \"dianggap\". Makanya, PKS lebih fokus kepada \"jumlah\" jatah menteri yang akan diperolehnya, tatkala pilihan untuk meraih kemenangan dilakukan secara cermat dan tepat dengan bergabung mengusung Anies. Keputusan PKS bergabung di KPP selain untuk menjaga kesolidan partai, pasca munculnya sempalan, Partai Gelora yang dimotori trio jangkar; Anis Matta, Fachri Hamzah dan Machfud Siddiq, juga untuk mengakomodir keinginan kader dan simpatisannya di akar rumput, yang menginginkan Anies sebagai capresnya. Untuk itulah, Koalisi Perubahan dan Persatuan  dipilih PKS sebagai tempat berlabuh. Siapa tahu, jika Anies menjadi Presiden, tentu akan banyak kader yang berpeluang untuk menjadi menteri karena PKS dianggap telah ikut andil dan berjasa serta berkeringat dalam mengantarkan Anies ke pucuk singgasana. Jadi, sampai hari ini, PKS bisa dianggap tidak akan berpindah koalisi dan tetap bergabung di KPP. Karena lebih menguntungkan dibanding bergabung ke kubuh lainnya. Analisanya sebagai berikut: 1. PKS tidak mungkin bergabung dengan PDIP, karena selain berbeda dalam hal fatsun dan ideologi partai. Sejak awal PKS telah \"dilecehkan\" dan ditolak PDIP melalui ucapan jumawa Sekjennya yang mengatakan \"... PDIP tidak akan mungkin bergabung dengan PKS\" Jadi, perbedaan visi, misi dan ideologi partai yang demikian tajam, tidak memungkinkan PKS bersatu dengan PDIP (Nasionalis Marhaenism Vs Nasionalis Religius). Selain itu, PKS adalah partai yang menjunjung tinggi prinsip kesamaan derajat (egalitarianism) dan tidak suka diatur-atur atau \"membebek\" seperti Partai PPP, yang saat ini serba salah karena laksana berada dalam kerangkeng. 2. Bergabung dengan koalisi yang dibangun Prabowo, Koalisi Indonesia Maju, yang terdiri dari Gerindra, PKB, Golkar dan PAN (tadinya Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, yakni Gerindra + PKB) lebih tidak memungkinkan, karena: a. Perasaan kecewa PKS berikut kader dan simpatisan masih membekas hingga saat ini, pasca Prabowo yang tadinya berjanji akan timbul dan tenggelam bersama rakyat, lebih memilih bergabung dengan rezim untuk sebuah jabatan Menhankam. Kekecewaan ini menjadikan keluarga besar PKS untuk memilih  Anies sebagai tempat menggantungkan harapan. b. Keberadaan sempalan PKS,  yakni Partai Gelora yang memutuskan bergabung dengan Prabowo, juga menjadi alasan kuat, mengapa PKS lebih adem tetap berada di Koalisi KPP, dibanding keinginan mengadu nasib  ke kubu sebelah. Untuk itulah, Nasdem merasa aman dengan keberadaan PKS di koalisi Perubahan. Permasalahan besar akan muncul, tatkala Demokrat benar-benar hengkang dan memilih bergabung dengan koalisi lainnya. Tentu KPP yang hanya berisi Nasdem dan PKS tidak akan mampu memenuhi syarat minimal 20% Electoral thresold (ET) untuk mengusung Anies di 2024. Makanya dibutuhkan 1 partai lagi yang mampu memenuhi syarat tsb, sehingga Anies bebas melenggang ke kontestasi 2024. Tinjauan Partai PKB Berkaitan dengan pemenuhan ET 20% untuk syarat mengusung Capres, pertanyaan untuk Nasdem dan PKS adalah... \"Siapa dan Partai apa yang cocok dan akan menjadi Dewi Fortuna bagi pencalonan Anies ?\" Pertanyaan itu terjawab, tatkala Surya Paloh sang \"Maestro Futuristik\" yang jago dalam melihat peluang dan momentum, mampu \"membaca dan menangkap\" kesedihan dan kekecewaan PKB atas \"Kawin 3\" yang dilakukan Partai Gerindra, pasca menjadi \"istri sirri\" hampir setahun, dengan iming-iming bahagia yang berakhir prank.  Lalu, pertanyaan lanjutan, mengapa harus PKB plus Muhaimin?  Analisanya adalah sebagai berikut: 1. PKB memiliki jumlah kursi yang signifikan untuk memenuhi ET bagi pencalonan Anies, jika Demokrat benar-benar nekad hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan  (KPP). Sehingga dengan bergabungnya PKB, maka Anies tetap berada di posisi aman untuk pencalonan di 2024. (Hal ini sangat tidak diinginkan rezim, buzzer dan para cebonger, yang siang malam \"berdoa\" agar Anies gagal dalam pencapresannya). 2. Secara kultural, PKB memiliki kader dan konstituen yang cukup solid dengan ceruk massa berada dilingkungan pesantren (nahdliyin), khususnya di sepanjang pantura dan tapal kuda Jawa Timur, dimana Anies masih perlu penguatan suara. 3. Meskipun tidak seluruhnya, jama\'ah nahdliyin berikut para kyai dan santrinya \"melabuhkan\" harapan dan suara NU melalui partai PKB sebagai saluran politiknya. Namun, PKB tetap memperoleh insentif electoral. Keuntungan ini diperoleh PKB, karena sampai saat ini hanya PKB lah satu-satunya saluran politik yang tampak dan cocok bagi warga NU, khususnya Jawa Timur, pasca PPP bergabung dengan PDIP. 4. Muhaimin adalah politikus muda yang berasal dari trah pesantren yang terkenal. Selain masih kerabat dengan Gus Dur, kedua orang tuanya adalah tokoh yang disegani dikalangan Nahdliiyin. Selain itu dia relatif kenyang dengan asam garam perpolitikan Indonesia. Baik sebagai Senato di Senayan untuk beberapa periode, menjadi Menteri, sampai menjadi Ketua Partai PKB untuk waktu yang relatif panjang pasca menang \"berseteru\" dengan klan Gus Dur.   5. Surya Paloh merasa perlu bergerak cepat dan tepat dalam melihat timing dan momentum serta membaca peluang untuk mengantisipasi \"rayuan\" PDIP bagi Muhaimin plus PKB nya, dengan \"janji\" sebagai wakil Ganjar.  Langkah kuda yang dimainkan Surya Paloh ini membuat rezim berikut kroninya terperangah dan tidak menyangka. Betapa niat mereka untuk memupuskan harapan perubahan yang dimotori Anies, mampu dipatahkan dan dihancurkan Bang Brewok, melalui langkah kuda yang zigzag dan membingungkan, di percaturan politik Indonesia. Bravo buat Bang Bewok. Memang, di sisi lain, Muhaimin memiliki pula potensi  kekhawatiran, menyangkut \"Kardus Gate\" yang masih membelitnya, yang hingga hari ini kasus tersebut masih menggantung dan sewaktu-waktu bisa dimainkan rezim untuk menghadang pencalonan Anies. Khususnya, di tikungan akhir pencalonan Capres Cawapres. Apabila posisi Muhaimin tetap \"aman\" sampai deadline masa pencalonan di bulan Oktober 2023, maka Anies berikut partai pengusungnya, kader, relawan dan simpatisan akan dapat tidur nyenyak, berusaha dan berdoa untuk kemenangan Anies. Jika tidak, maka selama itu pula  adrenalin berikut sport jantung akan terus dialami dalam menyongsong kontestasi Pemilu 2024. Mari kita ikuti gempa politik berikutnya, untuk menge-test \"kesehatan\" jantung melalui ritme adrenalin sembari memperkuat komitmen untuk perubahan. Wallahu\'alam bissawab Salam Perubahan. (*)

Menelusuri “Mesin Waktu” Hilirisasi Nikel Septian Hario “Faisal” Seto

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Tulisan Dahlan Iskan dengan judul “Faisal Seto” (13/08), mengundang kagum dan sekaligus bingung. Kagum atas kecepatan Seto menulis sanggahan terhadap pernyataan Faisal Basri mengenai manfaat hilirisasi nikel. Kagum atas kecepatan Seto memiliki data manfaat hilirisasi nikel yang sangat detil, sebagai bahan sanggahannya kepada Faisal Basri tersebut, padahal dia masih berada di luar negeri. Kagum, sekaligus bingung. Kecepatan Seto seakan-akan mampu menembus ruang dan waktu. 1. Faisal Basri mengatakan, 90 persen manfaat hilirisasi nikel dinikmati China. Pernyataan Faisal Basri dimuat di berbagai media pada 08/08, seusai menjadi pembicara di salah satu seminar.  https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230808140000-92-983397/faisal-basri-sebut-90-persen-untung-hilirisasi-nikel-dinikmati-china/amp 2. Pemerintah bereaksi. Jokowi langsung turun tangan membantah pernyataan Faisal Basri pada 10/08. https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/08/10/13334151/jokowi-jawab-kritik-faisal-basri-soal-hilirisasi 3. Faisal Basri menjawab bantahan Jokowi keesokan harinya (11/08). Faisal Basri sebut, hitungan Jokowi soal hilirisasi nikel salah. https://finance.detik.com/energi/d-6870498/faisal-basri-jawab-hitungan-jokowi-soal-hilirisasi-nikel-untungkan-ri/1 Sampai di sini, biasa saja. Bantah membantah merupakan hal biasa. Kemudian tiba-tiba muncul nama Septian Hario Seto, alias Faisal Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Sebelumnya Seto jarang atau tidak pernah terdengar bicara di ruang publik.  Seto ikut membantah pernyataan Faisal Basri yang sebut hitungan Jokowi salah. Seto mengatakan Faisal Basri tidak up to date dengan permasalahan hilirisasi nikel. Dengan kata lain, Faisal Basri asal bicara. 4. Sanggahan Seto terhadap pernyataan Faisal Basri dimuat banyak media pada 11/08. Ya, benar 11/08, yaitu di hari yang sama Faisal Basri mengatakan hitungan Jokowi soal hilirisasi nikel salah. Sanggahan Seto dimuat, antara lain, oleh cnnindonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230811180728-85-985044/deputi-luhut-bantu-jokowi-balas-kritik-hilirisasi-nikel-faisal-basri/amp Betapa cepat respons Seto menyanggah pernyataan Faisal Basri. Sungguh mengagumkan. Dan membingungkan. Membingungkan, bagaimana bisa, Seto memberi sanggahan terhadap pernyataan Faisal Basri dalam waktu sangat cepat, di hari yang sama, 11/08? 5. Padahal ketika itu Seto sedang berada di Washington DC, bersama Luhut Panjaitan dan rombongan, dalam perjalanan kembali dari Brazil menuju Jakarta. Luhut dan Seto sedang mengunjungi kantor IMF di Washington DC, bertemu Managing Director IMF, Kristalina Georgieva. 6. Menurut CNBC, dan cuitan Kristalina Georgieva, Luhut Panjaitan dan rombongan, termasuk Seto, mengunjungi kantor IMF pada Kamis, 10/08, waktu Washington DC. https://youtu.be/BPN_eKAS-ng https://x.com/kgeorgieva/status/1689629613733908480?s=46&t=czXtNmw0wnHx_F-329sjlw Selisih waktu antara Washington DC dengan Jakarta +11 jam. Artinya, ketika Seto berada di kantor IMF di Washington DC, lewat tengah hari, berarti Jakarta sudah masuk dini hari tanggal 11/08. 7. Sedangkan tulisan sanggahan Seto kepada Faisal Basri diterima dan dimuat media pada hari yang sama (11/08), jam 18:48 waktu Jakarta. Jadi, Seto hanya mempunyai time gap sekitar 15 jam saja, antara waktu kunjungan ke kantor IMF sampai berita tulisan sanggahan Seto diterima dan dimuat cnnindonesia. Artinya, Seto hanya perlu 15 jam, dari kantor IMF di Washington DC, menuju New York, terus terbang ke Jakarta, menyelesaikan tulisan sanggahan kepada Faisal Basri di atas pesawat, sampai tulisan tersebut diterima dan dimuat media. Semua itu dilakukan hanya dalam rentang waktu kurang lebih 15 jam saja. Super cepat! Hampir mustahil bisa dilakukan. 8. Karena, menurut Dahlan Iskan, Seto menulis artikel sanggahan untuk Faisal Basri di pesawat, dalam perjalanan dari New York ke Jakarta. Lama perjalanan setidak-tidaknya 18 jam. Itupun kalau Seto menggunakan pesawat pribadi. Kalau menggunakan pesawat komersial, waktu tempuh New York - Jakarta pasti jauh lebih lama dari 18 jam. Artinya, Seto dan rombongan Luhut Panjaitan menggunakan pesawat pribadi? Tetapi, kalau menggunakan pesawat pribadi, kenapa harus lewat New York? Kenapa tidak langsung dari Washington DC ke Jakarta?  Sungguh Janggal?! https://disway.id/amp/718902/faisal-seto 9. Kalau lama perjalanan dari New York ke Jakarta saja perlu waktu paling sedikit 18 jam, belum termasuk perjalanan Washington DC - New York, maka mustahil cnnindonesia bisa muat tulisan sanggahan Seto pada 11/08, jam 18:48. 10. Kecuali Seto bisa menembus ruang dan waktu. Kecuali Seto bisa mengendarai “mesin waktu”.  Atau Seto juga bisa mengendarai “mesin artikel”: alias disiapkan oleh staff di Jakarta, dan diatasnamakan Seto?   —- 000 —-

Prabowo dan Anies Capres dalam Ancaman Oligarki

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih  PUSAT kegaduhan politik di koalisi perubahan ada di Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atas kendali penguasa dan  remot oligarki. Munculnya rekayasa  menduetkan Anies Baswedan (ARB) dan Muhaimin Iskandar (MI) sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2024-2029, adalah rekayasa canggih untuk menghentikan kekuatan ARB yang makin tidak terbendung. Duet tersebut bisa jadi hanya kamonflase karena , pasangan tersebut bisa dihentikan ketika mendekati pendaftaran Capres dan cawapres ke KPU kasus Iskandar Muhaimin masuk ke pengadilan. Dan kembali aman setelah ARB gagal dalam pencapresan sebagai Presiden. Keluarnya PKB dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIK) , bukan karena terdesak P. Golkar dan PAN tetapi dugaan kuat ada penugasan khusus membayangi ARB agar bisa berhenti dan gagal menjadi Capres 2024. Pintu masuk kerja politiknya melalui Ketua Umum P. Nasdem  \"Surya Paloh\" yang belakangan ini bolak balik ke Istana bertemu Jokowi tidak akan lepas dari skenario besar Oligarki.. Resiko kemarahan P. Demokrat pasti sudah diperhitungkan, ketika P. Nasdem  bertindak sepihak tanpa melibatkan anggota Koalisi (Perubahan dan Perbaikan) lainnya, untuk menduetkan ARB sebagai Capres dan Muhaimin Iskandar (Ketum PKB) sebagai cawapresnya. Upaya bagaimana Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dilemahkan. Secara langsung ada keterlibatan  cawe-cawe Jokowi atas remote oligarki. Bahwa Pilpres 2024 harus tetap dalam genggaman, pengaruh, kekuatan dan kendali oligarki, apabila perpanjangan masa jabatan Presiden gagal dilaksanakan. Rekayasa politik lanjut Jokowi diduga menekan Golkar dan PAN untuk bergabung ke dalam KKIR. Tekanan terhadap Golkar terlihat jelas ketika Airlangga Hartaro (Ketua Umum Golkar), diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi kasus korupsi ekspor minyak goreng. Tidak lama berselang, Golkar dan PAN deklarasi bergabung dengan KKIR yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Kedua tokoh tersebut berada masih dalam kendali kekuasaan atas berbagai kasus yang masih melekat dalam dirinya masing. Sudah cukup lama informasi terekam sampai sekarang sesungguhnya taipan oligarki dengan sekutu kekuatan besar mereka belum percaya terhadap Prabowo Subianto (PS) adalah Capres yang akan memiliki loyalitas total terhadap oligarki. Rekayasa politik yang cukup canggih kerja sama dengan Jokowi, sesungguhnya tidak aman bahkan membahayakan. Ancaman bagaimana dikalahkan pada saat Pilpres adalah rekayasa yang pasti menjadi agenda oligarki. Semua basa basi politik pencapresan 2024, tetap dalam kendali  Oligarki dengan sekutu kekuatan yang lebih besar khususnya dari Cina. Capres Ganjar Pranowo adalah satu satunya capres yang bisa dipercaya menggantikan peran Jokowi sebagai boneka kekuatan asing dan yang akan bisa meneruskan semua program Jokowi saat ini. Sekalian Jokowi akan mencari aman paska menjabat kepada Capres Prabowo Subianto (PS) dan Ganjar Pranowo (GP) - peluang PS untuk bisa menang dalam hitungan politik oligargi sangat kecil. \"Jalan keluar kondisi saat ini satu  satunya jalan adalah  negara kembali ke UUD 45 dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui lembaga tertinggi MPR\". Kalau ini belum terwujud jangan harap ada Pilpres langsung umum bebas dan rahasia serta jujur dan adil di Indonesia . *****

Denny Indrayana: 𝗠𝗮𝗵𝗸𝗮𝗺𝗮𝗵 𝗞𝗼𝗻𝘀𝘁𝗶𝘁𝘂𝘀𝗶 𝗶𝘀 𝗡𝗢𝗧 "𝗦𝗮𝗽𝗶 𝗳𝗼𝗿 𝗦𝗮𝗹𝗲"

Jakarta, FNN - Mantan Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana kembali membocorkan dugaan permainan hukum di Mahkamah Konstitusi dalam rangka mengamankan Pilpres 2024. \"Pagi ini saya kembali mendapatkan informasi penting soal MK. Kali ini syarat umur menjadi Hakim Konstitusi yang menjadi objek jualan \"𝗱𝗮𝗴𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗽𝗶\" di antara politisi di \"Republik Konoha\", kata Denny yang tersebar luas di media sosial  Denny menegaskan bahwa syarat umur sekarang menjadi primadona pintu masuk 𝙥𝙤𝙡𝙞𝙩𝙞𝙘𝙠𝙞𝙣𝙜. \"𝗕𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗰𝗮𝗽𝗿𝗲𝘀-𝗰𝗮𝘄𝗮𝗽𝗿𝗲𝘀, 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗸𝗼𝗻𝘀𝘁𝗶𝘁𝘂𝘀𝗶 𝗽𝘂𝗻 𝗶𝗸𝘂𝘁 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘁𝘂𝗺𝗯𝗮𝗹 \"𝗱𝗮𝗴𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗽𝗶\", paparnya  Lagi-lagi kata Denny, hukum direndahkan hanya dijadikan alat, untuk strategi pemenangan Pemilu, khususnya Pilpres 2024. \"𝗨𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗴𝘂𝗮𝘀𝗮𝗶 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗼𝘀𝗶𝘀𝗶 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗺𝗶𝗻𝗶𝗺𝗮𝗹 𝟱 (𝗹𝗶𝗺𝗮) 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴, 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘁𝗼𝘁𝗮𝗹 𝟵 (𝘀𝗲𝗺𝗯𝗶𝗹𝗮𝗻) 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗸𝗼𝗻𝘀𝘁𝗶𝘁𝘂𝘀𝗶; maka kekuatan politik bergerilya mengocok ulang susunan hakim MK,\" tegasnya. \"Ingat, penentu akhir pemenang pemilihan presiden adalah Mahkamah Konstitusi, utamanya jika ada sengketa penghitungan suara. 𝗞𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝗶𝘁𝘂, 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗼𝘀𝗶𝘀𝗶 𝟱 (𝗹𝗶𝗺𝗮) 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗠𝗞 𝗽𝗲𝗿𝗹𝘂 𝗱𝗶𝗸𝘂𝗮𝘀𝗮𝗶, 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗺𝗶𝗻 𝗸𝗲𝗺𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻,\" papar Denny. Menurut Denny, rencananya, awal September nanti, UU Mahkamah Konstitusi kembali diubah. Bahwasanya 𝗽𝗲𝗿𝘂𝗯𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗨𝗨 𝗠𝗞 𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗽𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗿𝗮𝘁 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 \"𝗱𝗮𝗴𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗽𝗶\" 𝗸𝗲𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴𝗮𝗻, 𝘁𝗲𝗿𝗰𝗲𝗿𝗺𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗳𝗼𝗸𝘂𝘀𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝘀𝗮𝘁𝘂 𝗻𝗼𝗿𝗺𝗮, 𝘆𝗮𝗶𝘁𝘂 𝘁𝗲𝗿𝗸𝗮𝗶𝘁 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗠𝗞. \"Dalam Perubahan Ketiga UU MK Nomor 7 Tahun 2020, syarat umur menjadi hakim MK telah dinaikkan menjadi, \"𝗕𝗲𝗿𝘂𝘀𝗶𝗮 𝗽𝗮𝗹𝗶𝗻𝗴 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝟱𝟱 (𝗹𝗶𝗺𝗮 𝗽𝘂𝗹𝘂𝗵 𝗹𝗶𝗺𝗮) 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻\". 𝗞𝗲𝘁𝗲𝗻𝘁𝘂𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗶𝘂𝗯𝗮𝗵 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗺𝗶𝗻𝗶𝗺𝗮𝗹 𝟲𝟬 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻. Maka, bisa diduga \"𝘀𝗮𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗺𝗯𝗮𝗸𝗻𝘆𝗮\" adalah 𝙢𝙚𝙣𝙙𝙚𝙥𝙖𝙠 𝙝𝙖𝙠𝙞𝙢 𝙈𝙆 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙡𝙪𝙢 𝙗𝙚𝙧𝙪𝙨𝙞𝙖 60 𝙩𝙖𝙝𝙪𝙣, karena figurnya dianggap tidak sejalan dengan strategi pemenangan Pilpres,\" tegasnya. Saat ini kata Denny, sedang terjadi \"lobi dan negosiasi dagang antara sapi\", agar ada pasal transisi alias pasal peralihan, sehingga hakim MK yang belum berusia 60 (enam puluh) tahun tetap bisa tetap menjabat.  \"𝙏𝙚𝙣𝙩𝙪 𝙨𝙖𝙟𝙖, 𝙝𝙖𝙡 𝙙𝙚𝙢𝙞𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙙𝙞𝙝𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙙𝙞𝙡𝙖𝙬𝙖𝙣! 𝙈𝙚𝙣𝙜𝙪𝙧𝙪𝙨 𝙍𝙚𝙥𝙪𝙗𝙡𝙞𝙠 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙙𝙞𝙟𝙖𝙙𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙧𝙢𝙖𝙞𝙣𝙖𝙣. 𝘼𝙩𝙪𝙧𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙪𝙗𝙖𝙝-𝙪𝙗𝙖𝙝 𝙙𝙚𝙢𝙞 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙣𝙪𝙝𝙞 𝙨𝙮𝙖𝙝𝙬𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙡𝙖𝙣𝙜𝙜𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙠𝙪𝙖𝙨𝙖𝙖𝙣 𝙨𝙚𝙢𝙖𝙩𝙖!,\" paparnya  Menurut Denny, hal ini sebenarnya intervensi nyata yang merusak kemerdekaan kekuasaan kehakiman (baca: Mahkamah Konstitusi). Syarat umur akhirnya menjadi daya tawar kekuatan politik status quo untuk mengontrol arah putusan di Mahkamah Konstitusi. Ujungnya, syarat umur hakim disesuaikan dengan kepentingan politik, khususnya strategi pemenangan Pilpres. \"𝙆𝙚𝙨𝙞𝙢𝙥𝙪𝙡𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖: 𝙨𝙮𝙖𝙧𝙖𝙩 𝙪𝙢𝙪𝙧 𝙝𝙖𝙠𝙞𝙢 𝙠𝙤𝙣𝙨𝙩𝙞𝙩𝙪𝙨𝙞 = 𝙜𝙧𝙖𝙩𝙞𝙛𝙞𝙠𝙖𝙨𝙞 𝙟𝙖𝙗𝙖𝙩𝙖𝙣 = 𝙠𝙤𝙧𝙪𝙥𝙨𝙞, 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙧𝙪𝙨𝙖𝙠 𝙠𝙚𝙝𝙤𝙧𝙢𝙖𝙩𝙖𝙣, 𝙢𝙖𝙧𝙩𝙖𝙗𝙖𝙩 𝙙𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙢𝙚𝙧𝙙𝙚𝙠𝙖𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙠𝙪𝙖𝙨𝙖𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙝𝙖𝙠𝙞𝙢𝙖𝙣,\' tegasnya. \"𝗞𝗶𝘁𝗮 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗺𝗲𝗹𝗮𝘄𝗮𝗻! 𝗛𝘂𝗸𝘂𝗺 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗱𝗶𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗶𝗷𝗮𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗹𝗮𝘁 𝘀𝘁𝗿𝗮𝘁𝗲𝗴𝗶 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴𝗴𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗸𝘂𝗮𝘀𝗮𝗮𝗻, 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴𝗴𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗿𝗼𝗻𝗶, 𝗱𝗶𝗻𝗮𝘀𝘁𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗮𝗳𝗶𝗮 𝗼𝗹𝗶𝗴𝗮𝗿𝗸𝗶𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗿𝘂𝗽𝘁𝗶𝗳 𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗲𝘀𝘁𝗿𝘂𝗸𝘁𝗶𝗳, 𝗸𝗵𝘂𝘀𝘂𝘀𝗻𝘆𝗮 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗹𝗶𝗻𝗴𝗸𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻. 𝘒𝘦𝘦𝘱 𝘰𝘯 𝘧𝘪𝘨𝘩𝘵𝘪𝘯𝘨 𝘧𝘰𝘳 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘦𝘵𝘵𝘦𝘳 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢!,\" pungkasnya dalam Twitter, 28 Agustus 2023. (sof)

Memasangkan Anies – Cak Imin: Tidak Mungkin Anies Diloloskan Tanpa Pengendalian Istana

Jakarta, FNN - Kabar mengejutkan datang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Sesuatu  yang tidak terduga dan sulit dipercaya terjadi. Bacapres Anies Baswedan yang harusnya berpasangan dengan Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dibatalkan sepihak oleh Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS, Anies tiba-tiba dipasangkan dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Demokrat pun bereaksi, di antaranya dengan mencopot baliho Anies - AHY. Banyak yang sampai sekarang masih bingung dengan apa yang terjadi di dunia perpolitikan kita. Kita sampai pada situasi di mana betul-betul banyak orang tidak menduga, tapi itu terjadi. Menanggapi situasi tersebut, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Jumat (1/9/23) mengatakan, “Dari awal kita menganggap bahwa politik Indonesia itu nggak ada polanya, nggak ada dalam rumus comparative politic atau rumus politik ideologis itu, yang menunjukkan bahwa ada peradaban di politik kita. Dari awal kita tahu politik Indonesia itu tukar tambah, entah terbuka atau tertutup, isinya tukar tambah. Dan itu yang memungkinkan kita akhirnya menduga bahwa memang akan begitu. Karena dari awal kita tahu bahwa enggak mungkin Anies itu diloloskan tanpa pengendalian istana. Kalaupun diloloskan, itu dalam upaya untuk pengendalian.” Hal itu, lanjut Rocky, yang sepertinya juga diketahui oleh teman-teman di Demokrat dari awal. Oleh karena itu, Demokrat berupaya terus untuk memberitahu pada Anies. Tetapi, yang perlu diingat juga adalah bahwa menjagokan Anies itu bukan sekadar menjagokan seseorang yang di dalam upaya untuk melakukan perbandingan dengan Jokowi. Tetap Anies dikendalikan oleh komposisi yang tidak seimbang antara Surya Paloh dan Demokrat terutama. Kalau PKS mungkin itu faktor ketiga. Tetapi, kita tahu dari awal bahwa profil SBY makin lama makin menunjukkan sikap yang sangat beroposisi dan SBY terus menaikkan tone untuk mengkritik Jokowi. Sementara, Surya Paloh ada dalam posisi sebaliknya. Bahkan, dari sisi quality-nya makin lama makin rendah. Oleh karena itu, FNN sempat menyimpulkan bahwa Surya Paloh itu bukan cowboy, karena dia sekadar menguatkan pelatuk, tapi nggak mau memicu, tambah Rocky. Dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa di dalam pikiran SBY, AHY itu at all cost musti ada dalam peredaran politik. Jadi, SBY sebetulnya berpikir bahwa apa pun AHY mesti ada di dalam putaran politik, karena kalau dia tidak ada dalam putaran 2024 maka akan lenyap di 2029. Jadi, kita akan lihat dua paradigma nilai. Yang satu SBY mendalilkan bahwa Demokrat itu memang mempersiapkan kader, yaitu AHY, sementara Nasdem memang tidak ada kader maka diambil Anies. “Jadi, orang yang nggak punya kader, cara berjuangnya juga nggak maksimal. Lain kalau misalnya Anies  itu betul-betul kadernya Nasdem maka Nasdem akan at all cost supaya Anies  tentukan calon wakil presidennya sendiri. Jadi, tetap orang lihat bahwa ada kepicikan sebetulnya pada Surya Paloh,” ungkap Rocky. Kini orang menunggu apakah Anies tetap di dalam tema perubahan atau tidak, karena Cak Imin adalah bagian dari keberlanjutan. Menurut Rocky, untuk sementara kita anggap bahwa kemarahan SBY masuk akal dan itu didasarkan pada semacam perjanjian moral bahwa kita mau perubahan. Perubahan artinya jangan ada unsur yang di dalamnya adalah Jokowisme. Cak Imin pasti masih ada Jokowisme atau masih ada Jokowi di situ. Rocky juga mengatakan, mungkin publik melihat bahwa kalau Anies dipasangkan dengan Cak Imin maka dia akan dikendalikan oleh Jokowi dan itu panjang ceritanya. Bisa saja satu waktu Jokowi merasa sudah cukup, sudah mencalonkan Anies dengan Cak Imin, tapi nama Anies terlalu melambung dan itu berbahaya kalau Anies betul-betul jadi presiden. Tidak mungkin Anies akan dikendalikan Cak Imin. Lalu Jokowi berpikir lagi supaya Anies tidak jadi presiden. Sprindik Anies tidak ada, tapi ada sprindik Cak Imin. “Bayangkan misalnya dua hari sebelum pencoblosan tiba-tiba sprindik keluar pada Cak Imin karena soal kardus segala macam masih ada di KPK. Sudah, gagal lah Anies kan? Jadi kita mesti hitung sampai di situ kira-kira. Karena Jokowi tetap ingin bahwa pengendalian dia itu harus maksimal, entah pada Ganjar atau pada Prabowo,” ungkap Rocky. “Jadi, tetap di otak Jokowi atau Ganjar atau Prabowo, Anies itu nggak mungkin. Kalau Anies mulai mengejar Ganjar dan apalagi mengejar Prabowo maka musti dibatalkan. Jadi, sebetulnya Anies ditawan oleh Jokowi melalui Cak Imin,” ujar Rocky.(sof)

Cak Imin Paket Lengkap bagi Koalisi Perubahan

Jakarta, FNN - Pertarungan politik di Jawa Timur menjadi alasan kuat poros politik mengambil bakal calon wakil presiden (cawnya apres) berlatar Nahdlatul Ulama (NU). Muhaimin Iskandar (Cak Imin) merupakan paket lengkap, karena berlatar Jawa Timur, NU, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang basis massanya berasal dari NU.  “Fakta politiknya elektabilitas (keterpilihan) dan popularitas Cak Imin termasuk yang tinggi di Jawa Timur. Jelas lebih tinggi dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Itu alasan masuk akal Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh lebih memilih Cak Imin daripada AHY,” ungkap analis politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting di Jakarta, Jumat (1/9).  Menurut Selamat Ginting, Cak Imin menjadi paket lengkap koalisi partai, karena memegang kendali terhadap PKB dan dapat menambah prosentase untuk memenuhi ambang batas mengikuti pemilihan presiden. Mengingat kelemahan Koalisi Perubahan berada di suara pemilih Jawa Timur, khususnya kalangan Nahdliyin. “Itulah poin penting Cak Imin dibandingkan dengan tokoh NU lainnya, seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah, Menko Polhukam Mahfud MD, maupun putri dari mantan Presiden Abdurachman Wahuid, Yeni Wahid,” ujar Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu. Geopolitik Jawa Dikemukakan, geopolitik pemilu sekitar 60-65 persen masih berada di Pulau Jawa. Untuk Jawa Tengah kemungkinan besar masih akan dikuasai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Untuk Jawa Barat, Anies bersaing ketat dengan bakal capres Prabowo Subianto. Namun diperkirakan Anies akan lebih unggul daripada Prabowo. “Jadi Koalisi Perubahan ingin mendapatkan suara kaum Nahdliyin di Jawa Timur. Pintu masuknya melalui Cak Imin yang punya basis konstituen NU dan kultur Jawa Timur-an. Sehingga Koalisi Perubahan dapat mendapatkan ceruk suara di wilayah ini,” ujar Ginting. King Maker Menurut Ginting, tak bisa dimungkiri dalam pemilu 2024 ada tiga King/Queen Maker (seorang yang dapat menjadikan orang lain sebagai pemimpin) dalam pilpres, yakni Megawati Sukarnoputri di Poros Ganjar Pranowo, Jokowi di Poros Prabowo Subianto, dan Surya Paloh di Poros Anies Baswedan. Koalisi Perubahan terdiri dari Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung Anies Baswedan. “Sebagai king maker dari Koalisi Perubahan. Surya Paloh membutuhkan tambahan koalisi partai untuk mengantisipasi apabila salah satu partai koalisinya mengundurkan diri,” ungkap Ginting. Menurutnya, keinginan Demokrat untuk terus mendesak AHY sebagai bakal cawapres di koalisi tersebut, memaksa Surya Paloh membuat strategi baru, merangkul PKB. Konsekuensinya tentu saja Cak Imin yang akan menjadi bakal cawapresnya. Jadi, kata Ginting, mazab Demokrat dan PKB sesungguhnya sama saja, yakni menginginkan AHY dan Cak Imin sebagai cawapres di manapun koalisinya. Mereka tidak peduli koalisinya, yang penting mendapatkan posisi sebagai calon RI-2.  “Demokrat secara eksplisit menginginkan bakal cawapres koalisi itu adalah AHY. Sementara Nasdem lebih menginginkan bakal cawapres dari unsur NU. Manuver politik mendapatkan Cak Imin sekaligus menegaskan bagi Nasdem, NU jauh lebih penting daripada Demokrat untuk menghadapi pilpres 2024,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik. Kini, lanjut Ginting, dengan kehadiran PKB dan Cak Imin menjadi bakal cawapres, maka Demokrat tidak lagi bisa mengunci Koalisi Perubahan. Bahkan posisi tawar Demokrat justru yang terkunci, karena posisi tawarnya menjadi lemah. Kini publik menunggu apakah Demokrat akan tetap di Koalisi Perubahan atau akan hengkang dan bergabung ke koalisi lain.          “Sedangkan bagi PKS, mereka akan tetap berada di koalisi bersama bakal capres Anies Baswedan. Konstituen PKS itu hatinya berlabuh ke Anies. Jadi tidak begitu masalah siapa yang akan menjadi bakal cawapresnya,” pungkas Ginting. (sws)

Partai Gelora Siap Gelar Deklarasi Dukungan ke Prabowo sebagai Capres Besok

JAKARTA, FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyatakan siap menggelar deklarasi dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai calon presiden (Capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Sabtu (2/9/2023).  \"Insya Allah besok tanggal 2 September 2023, Partai Gelora sudah siap deklarasikan Pak Prabowo sebagai Capres 2024,\" kata Taslim Tamang, Wakil Sekretaris Jenderal Hubungan Masyarakat (Humas) DPN Partai Gelora di Jakarta, Jumat (1/9/2023). Menurut dia, deklarasi yang akan dihadiri oleh kader Partai Gelora tersebut, digelar di The Djakarta Theater, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. \"Masyarakat juga bisa ikut menyaksikan lewat media sosial yang kita siapkan secara live,\" kata Daeng Tata, sapaan akrab Taslim Tamang. Daeng Tata menegaskan, deklarasi ini adalah momentum yang  akan menentukan sejarah masa depan Indonesia. Prabowo  dianggap memiliki kesamaan ideologi dan narasi dengan Partai Gelora. \"Partai Gelora sudah memperhitungkan secara cermat dan akurat dalam mendukung pak Prabowo sebagai capres 2024,\" katanya. Dukungan Partai Gelora ke Prabowo, lanjut Daeng Tata, sangat mengakar di akar rumput di masyarakat di berbagai daerah, sehingga merupakan representasi suara rakyat dari daerah. \"Dukungan Partai Gelora kepada Pak Prabowo sangat mengakar, karena deklarasi ini dimulai dari deklarasi DPW se Indonesia sejak sebulan lalu. Jadi ini adalah representasi suara rakyat dari daerah juga,\" tegasnya. Ketua Panitia Deklarasi Dukungan Partai Gelora ke Prabowo  sebagai Capres 2024, Akhmad Yani mengatakan, deklarasi ini akan  dihadiri oleh seluruh pimpinan dan jajarannya Dewan Pimpinan Nasional (DPN), serta Pimpinan DPW se Indonesia. \"Hal ini menunjukan kebulatan tekad yang kuat dan utuh untuk mendukung Bapak H. Prabowo Subianto menjadi Calon Presiden RI 2024,\" kata Akhmad Yani. Dalam deklarasi ini, jelas Akhmad Yani, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta akan menyampaikan pidato politik. Usai memberikan pidato politik, Anis Matta akan menyerahkan Surat Keputusan (SK) Partai Gelora kepada Prabowo. \"Acara intinya tentu pidato politik dari Ketua Umum Partai Gelora Indonesia bapak Anis Matta dan diakhiri penyerahan SK dukungan secara resmi disaksikan oleh seluruh peserta yang hadir,\" katanya. Setelah menerima SK dukungan, lanjut Akhmad Yani, Prabowo dijadwalkan akan menyampaikan pidato politiknya dihadapan kader Partai Gelora, partai peserta Pemilu 2024 yang mendapat nomor urut 7. \"Jadi setelah SK diterima, kita akan sama-sama mendengarkan pidato politik dari Capres dukungan Partai Gelora Indonesia, Bapak H. Prabowo Subianto,\" jelasnya. Akhmad Yani menambahkan, secara umum konsep acara deklarasi dukungan Partai Gelora ke Prabowo sebagai Capres 2024 akan dikemas seperti menonton pertunjukan teater modern. \"Secara umum konsep acara yg kita buat seperti kita sedang menonton sebuah peretunjukan teater yg dikemas secara modern dan dinamis. Maka dari itulah kita memilih tempat di The Djakarta Theater,\" pungkasnya. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik mengatakan, dalam deklarasi dukungan ini, Partai Gelora juga akan mengundang pimpinan partai koalisi pendukung Prabowo Subianto.   \"Deklarasi akan dihadiri langsung oleh Pak Prabowo. Kami juga akan mengundang para pimpinan parpol koalisi,\" ujar Mahfuz, Selasa (28/8/2023). Keputusan Partai Gelora mendukung Prabowo, karena memiliki pemahaman yang sama terhadap situasi geopolitik dan perlunya Indonesia menjadi negara yang kuat. Selain itu, Partai Gelora juga memiliki misi bersama Prabowo Subianto untuk menggalang kekuatan tengah untuk menyukseskan Pemilu 2024 dan menguatkan demokrasi Indonesia. Di samping itu, Partai Gelora akan menjadi jembatan antara Prabowo dengan segmen keumatan. (Ida)

Anies, Paloh, dan Imin bukan Pengkhianat, Mereka Pemberani

Oleh Laksma Purn. Ir Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik 1. Anies Paloh Bukan Pengkhianat Dari kronologi singkat bagaimana Anies Rasyid Baswedan dicalonkan sebagai Presiden pada Pemilu tahun 2024, seakan terngiang kembali teriakan masa, Anies Presiden, Anies Presiden, Anies Presiden, atau narasi Anies gubernur rasa presiden. Pernyataan tersebut terjadi jauh sebelum Anies dideklarasi oleh partai Nasdem pada Senin 03 Oktober 2022. Hampir satu tahun yang lalu, ini menunjukkan adanya keinginan dari rakyat akan suatu perubahan yaitu Anies Rasyid Baswedan menjadi Presiden pada pemilu tahun 2024. Surya Paloh dengan NasDemnya, jalan sendiri dengan berani mendeklarasi Anies Rasyid Baswedan sebagai capres pada Pemilu tahun 2024. Setelah beberapa bulan berlalu baru PKS ikut mendeklarasikan Anies sebagai capresnya dan kemudian bulan berikutnya  Partai Demokrat ikut pula bergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan.  Dari kronologi singkat ini jelaslah KPP dibentuk bukan untuk mencari siapa calon wakil presiden pada pemilu tahun 2024, tapi mencari siapa calon presiden pada Pemilu tahun 2024. Calon wakil presiden hanya pelengkap, bukan tujuan walau jabatan itu amat strategis. Selama calon presidennya masih Anies Rasyid Bawedan dan masih dalam Koalisi Perubahan maka tidak satupun di antara mereka melakukan khianat. Kenyataannya oleh partai Koalisi, Anies diberi kewenangan untuk memilih sendiri siapa calon wakil presidennya. Tampaknya pilihan Anies akan jatuh ke AHY, apalagi dalam sebuah kesempatan Anies mengatakan AHY adalah pendampingnya di masa depan. Kita tentu masih ingat pada Pemilu tahun 2019, bagaimana Mahfud MD sudah mengenakan baju yang ditentukan untuk dideklarasi sebagai calon wakil presiden mendampingi Jokowi. Bahkan Mahfud MD, kabarnya sudah berada di ruang sebelah menunggu panggilan, tapi kita semua tahu bapak Ma’ruf Amin yang terpilih mendampingi Jokowi. Itulah politik yang memang tidak bersih tapi penuh intrik, taktik dan strategi.   Ketika itu semua bicara, tidak ada yang khianat, karena berorientasi pada tujuan, bukan siapa menjadi apa, tapi bagaimana memenangkan Pemilu. 2. Anies, Surya Paloh dan Muhaimi Para Pemberani Anies dibidik dijatuhkan dengan Formula E, Muhaimin atau cak Imin dibidik dijatuhkan dengan Kardus Durian, tapi keberanian Cak Imin menerima pinangan  Anies atau Surya Paloh adalah suatu keberanian untuk dikriminalkan. Keberanian untuk melawan. Kita masih ingat bagaimana adanya hubungan Anies dengan Airlangga Ketua Partai Golkar dan Airlangga memberikan isyarat akan bergabung kepada  Anies. Namun ketika diterpa isu kudeta ketua partai dan ditersangkakan kasus korupsi, Airlangga langsung balik badan, lintang pukang meninggalkan Anies. Cak Imin memang berbeda, Cak Imin pemberani. Dia begitu yakin dan bersih dari kasus kardus durian sehingga berani melawan ancaman dikriminalkan, ditersangkakan korupsi. Itulah, mengapa Cak Imin, dia pemberani yang menandakan Cak Imin bersih. Demikian pula dengan Anies dan Surya Paloh, terus begerak ke depan, berani melawan meski di bawah tekanan dan ancaman ditersangkakan serta difitnah dalam bebagai hal. 3. Mengapa Muhaimin Elektabilitas Cak Imin memang tidak bagus, tapi dia sebagai ketua umum  dan didukung partai PKB yang berbasis Nahdatul Ulama. Cak Imin didukung oleh Islam tradisionil yang menguasai perpolitikan di Indonesia, sedangkan Anies dituduh “Islam Indentitas”. Manuver Nasdem mempertemukan Anies dan Cak Imin dalam satu wadah koalisi yaitu Koalisi Perubahan adalah keberhasilan besar,  semakin memantapkan dukungan Islam terhadap Anies. Seperti halnya Surya Paloh, Cak Imin adalah bagian dari pemerintah, namum perlu diingat bahwa Paloh dan Cak Imin sama sama pro demokrasi di era Orde Baru. Berpindahnya Cak Imin meninggalkan Prabowo bukan pula pengkhianatan karena di koalisinya bersama Gerindra Cak Imin mulai ditinggalkan setelah lebih setahun bersabar. Jumlah kursi PKB di DPR gemuk, sehingga Paloh tidak perlu khawatir koalisinya digoyang ke manapun bila PKB ikut bergabung. Bergabungnya PKB dalam Koalisi Perubahan membuat langkah Anies terutama di Jawa Timur, di pesantren pesantren terbuka lebar karena secara kultur PKB dengan pesantren mempunyai hubungan yang kuat. 4. Perubahan adalah Goal dan Tidak Berubah Masuknya Cak Imin ke dalam koalisi Perubahan  dipastikan tidak tejadi pengkhianatan atas cita cita Koalisi Perubahan karena perubahan itu ada pada diri Anies sendiri sebagai calon presiden. Justru bila parpol yang semula mendukung Anies lalu pindah haluan mendukung capres lain itulah yang patut disebut pengkhianat. Dengan demikian masuknya Cak Imin dalam koalisi perubahan tidak akan mengubah cita cita perubahan, apalagi sejarah Muhaimin adalah aktifis gerakan pro demokrasi di era presiden Soeharto 5. Sikap PD dan PKS Seharusnya Partai Demokrat tidak perlu menanggapi dengan reaktif dipasangkannya Anies dengan Cak Imin, apalagi Surya Paloh di berbagai media mengatakan  pasangan “Anies Muhaimin belum diformalkan”. Ini artinya segala sesuatunya bisa berubah sesuai dinamikan yang terjadi. Kita tentu masih ingat ketika Puan Maharani melamar AHY sebagai cawapres mendampingi Ganjar, Nasdem dan PKS menanggapinya dengan dingin, tidak ada tanda reaktif, apalagi menuduh berkhianat. Demikian pula dengan sekarang, PKS dengan tenang menanggapi perkembangan pencapresan Anies. Tidak seperti PD yang menurunkan baliho Anies di berbagai tempat, tidak ada penurunan baliho Anies oleh PKS. Ada upaya untuk menarik PKS dalam pusaran gagalnya mencawapreskan AHY ditanggapi dingin oleh PKS dan tidak bergeming untuk tetap Bersama Anies Rasyid Baswedan. Sikap kritis reaktif Partai Demokrat atas disandingkannya Anies dengan Muhaimin menunjukkan ambisi yang besar untuk mencawapreskan AHY dan apabila kemudian keluar dari KPP, maka semakin kentallah bahwa yang dipentingkan adalah AHY, bukan keinginan rakyat untuk menjadikan Anies Rasyid Baswedan sebagai Presiden pada tahun 2024 sampai dengan 2029. Sikap reaktif ini dapat menjauhkan Partai Demokrat dari pendukungnya. Waspadalah, ini ibarat pedang bermata dua.  (*)

Gempa Pilpres 2024 dan Bumerang Presidential Threshold: Jokowi Semakin Melemah

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) GEMPA politik mengguncang Indonesia. Cukup dahsyat. Membuat porak poranda landasan koalisi, atau tepatnya dagang sapi, pencalonan presiden 2024. Dan sekaligus menghancurkan cawe-cawe Jokowi. Pusat gempa ada di Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keduanya sepakat menduetkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2024-2029. Partai Demokrat gusar dan merasa dikhianati. Nasdem dinilai bertindak sepihak tanpa melibatkan anggota Koalisi (Perubahan dan Perbaikan) lainnya yang selama ini sepakat mendukung calon presiden Anies Baswedan. Di lain sisi, keputusan PKB menerima duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar membuat Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) hancur, alias bubar. Penyebab utama bubarnya KKIR ini secara langsung akibat cawe-cawe Jokowi. Pertama, Jokowi diduga menekan Golkar dan PAN (Partai Amanat Nasional) untuk bergabung ke dalam KKIR. Tekanan terhadap Golkar terlihat jelas ketika Airlangga Hartaro, Ketua Umum Golkar, diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi kasus korupsi ekspor minyak goreng. Tidak lama berselang, Golkar dan PAN deklarasi bergabung dengan KKIR yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Kedua, Jokowi sepertinya tidak menghargai PKB, khususnya ketua umumnya Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, yang sejak awal menggagas KKIR dan mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden KKIR. Sejak Golkar dan PAN bergabung, PKB tidak dipandang lagi. Buktinya, nama Cak Imin semakin jauh dari calon wakil presiden KKIR. Sebaliknya, nama Airlangga Hartarto menguat sebagai pendamping Prabowo. Yang lebih mengagetkan, nama Gibran digadang-gadang akan menjadi wakil presiden Prabowo. Tidak heran, kalau semua ini membuat Cak Imin dan PKB menjadi tidak nyaman. Bahkan bisa dimaklumi kalau Cak Imin dan PKB menjadi sangat tersinggung: Apa hebatnya Gibran dibandingkan Cak Imin yang terbukti berhasil membesarkan PKB? Gibran masih “menyusu” sama Jokowi, sedangkan Cak Imin sudah malang melintang di dunia politik Indonesia yang penuh intrik dan muslihat. https://www.partaigolkar.com/2023/09/01/duet-prabowo-airlangga-pada-pilpres-2024-ketua-golkar-jatim-pasangan-yang-komplementer/ Ketiga, kekecewaan Cak Imin sebenarnya sudah dikemukan, meskipun sambil gurau. Sekitar tiga hari yang lalu (29/8), Cak Imin sempat melontarkan pernyataan: berarti KKIR bubar dong. Pernyataan ini sebagai respons pergantian nama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM), tanpa melibatkan PKB dan Cak Imin. Pernyataan sambil gurau tersebut menjadi kenyataan. https://jabar.tribunnews.com/2023/08/29/kata-cak-imin-setelah-kkir-berubah-jadi-koalisi-indonesia-maju-berarti-kkir-bubar-dong Hanya beberapa hari menjelang pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden, manuver politik Nasdem dan PKB membuat peta politik pemilihan presiden menjadi berantakan. Keduanya dituduh pengkhianat oleh anggota partai politik koalisi lainnya. Tetapi, yang sebenarnya terjadi bukan persoalan pengkhianatan, melainkan konsekuensi logis dari sistem Presidential Threshold (20 persen), yang membuat partai politik kehilangan kedaulatan. Partai politik tidak bisa mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden secara independen. Semuanya harus berdagang sapi, negosiasi, kadang kala sampai kehilangan harga diri. Ketika kemudian ada tawaran kerjasama atau koalisi yang lebih menguntungkan, maka setiap partai politik akan bermanuver untuk memaksimalkan kepentingannya. Misalnya, apakah salah kalau PKB menerima tawaran Nasdem untuk mendukung Cak Imin menjadi calon wakil presiden Anies Baswedan? Apakah salah kalau Cak Imin bersedia menjadi wakil presiden Anies Baswedan, mengingat nasibnya di KKIR masih terombang-ambing tidak jelas? Tentu saja, partai politik koalisi yang ditinggal bermanuver seperti Partai Demokrat menjadi sakit hati. Kemungkinan besar mereka akan saling membenci, dan memicu perpecahan bangsa. Artinya, Presidential Threshold (20 persen) secara langsung telah menjadi penyebab perpecahan bangsa. Tidak bisa tidak. Sebaliknya, kalau tidak ada Presidential Threshold, kalau setiap partai politik bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden secara independen dari kader masing-masing, maka yang akan terjadi adalah saling respek dan saling hormat. Partai politik yang merasa tidak mempunyai kader yang mumpuni akan suka rela bergabung dan mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden dari partai lain yang dinilai baik, tanpa syarat. Permasalahan Presidential Threshold kemudian diperparah dengan cawe-cawe Jokowi, untuk kepentingannya, yang bisa sangat beda dengan kepentingan partai politik. Salah satunya misalnya tidak menunjukkan respek terhadap PKB dan Cak Imin. Bahkan terkesan mengobok-obok KKIR. Termasuk “merestui” gugatan batas umur minimum calon presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi, yang menurut banyak pihak untuk kepentingan Gibran. Gugatan ini secara kasat mata melanggar konstitusi terkait wewenang DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang. Manuver Nasdem dan PKB jelas menunjukkan perlawanan terhadap cawe-cawe Jokowi. Semakin mendekati pendaftaran calon presiden dan wakil presiden, posisi dan cawe-cawe Jokowi yang sebentar lagi akan lengser semakin tidak efektif dan tidak penting, dan semakin banyak perlawanan, terutama kalau cawe-cawe tersebut merugikan. Dan cawe-cawe pasti merugikan bangsa dan negara. Manuver seperti yang dilakukan oleh Nasdem dan PKB mungkin bukan yang terakhir. Mungkin masih akan ada partai politik lainnya yang juga akan bermanuver membuat gempa politik baru. Posisi Jokowi akan semakin lemah. Jokowi tidak akan bisa mengendalikan partai politik. Pertanyaannya, bagaimana nasibnya ke depan? --- 000 ---

TNI-Polri Mengantisipasi Kerawanan Pengamanan KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta

Jakarta, FNN - Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan personel yang terlibat pengamanan KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta siap mengantisipasi kerawanan dengan kompleksitas yang ada di Ibu Kota.“Ya jadi semua ancaman, baik dari dalam maupun luar sudah kami antisipasi semua, termasuk ancaman siber ada BSSN dan seluruh siber TNI maupun Polri, semua kami siapkan, kami antisipasi, termasuk ancaman dari luar, ada kapal perang, ada pesawat tempur yang sudah kami siapkan,” kata Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono usai Apel Gelar Pasukan Pengamanan KTT Ke-43 ASEAN di Silang Monas, Jakarta, Jumat.Dalam pengamanan KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta, TNI membentuk Komando Tugas Gabungan Pengamanan (Kogasgab PAM) dengan kekuatan personel 13.158 orang. Sementara Polri menggelar operasi pengamanan dengan sandi Operasi Tri Brata Jaya 2023 melibatkan kekuatan 6.182 personel gabungan yang berasal dari Mabes Polri, Polda Metro Jaya, dibantu Polda Jawa Barat dan Polda Banten.Mantan Kepala Staf Angkatan Laut itu mengatakan selain personel, TNI menyiagakan alat sistem keamanan (alutsista)  di darat, laut maupun udara sehingga meski pelaksanaan pengamanan di tengah kota, namun untuk pengamanan lingkar luar baik dari keamanan laut maupun udara disiagakan.“Pengamanan yang secara fisik kami laksanakan pengamanan di kota ini, namun juga alutsista kami tetap siapkan, baik di Bandara Halim Perdanakusuma, kemudian udara di Halim Perdanakusuma bisa, di Makassar, kemudian di Utara Jawa ini sudah dilaksanakan pengamanan oleh angkatan laut, KRI berserta pasukan khusus di sana,” kata Yudo.Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menekankan kompleksitas Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi pusat perekonomian dan pusat pemerintah harus dipahami seluruh personel pengamanan yang terlibat agar penyelenggaraan KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta dapat berjalan berdampingan dengan aktivitas masyarakat.“Lakukan komunikasi publik yang baik sehingga masyarakat memahami bahwa keberhasilan KTT Ke-43 ASEAN akan memberikan multiplier effect terhadap stabilitas perdamaian dan kesejahteraan bagi Indonesia kawasan ASEAN dan dunia,” kata Sigit.Adapun kompleksitas kerawanan yang dihadapi dalam KTT Ke-43 ASEAN, seperti kemacetan, berbagai dinamika kegiatan masyarakat, situasi politik, ancaman siber, ancaman terorisme, hingga ancaman keselamatan para delegasi.TNI-Polri sudah memiliki pengalaman mumpuni dalam pengamanan kegiatan internasional seperti KTT G-20 di Bali dan KTT ASEAN di Labuan Bajo.Meski demikian, mantan Kabareskrim Polri itu mengingatkan seluruh personel yang terlibat untuk tetap waspada dan memiliki sense of crisis potensi ancaman sekecil apa pun, mulai dari unjuk rasa, gangguan lalu lintas, sampai dengan situasi kondisi terorisme dan bencana alam yang mungkin terjadi.“Pastikan setiap personel memahami tugas dan cara bertindak yang telah dipersiapkan, pimpinan harus turun langsung sebagai bentuk pengawasan dan pengendalian secara melekat,” kata Sigit.(ida/ANTARA)