ALL CATEGORY
Ketika Orang Terkuat Merasa Terzolimi
Khutbah panjang Presiden Jokowi pada 16 Agustus 2023 di gedung DPR tak memberikan gambaran dan harapan yang adil bagi rakyat Indonesia. Di awal khutbahnya ia lebih senang mengeksploitasi penderitaan dirinya ketimbang merasa bersalah terhadap keputusan, peraturan, dan kebijakan yang diambil seorang Presiden. Tampaknya ia tak suka dianalogikan sebagai lurah. Ia orang hebat, tak sekelas lurah. Sebagaimana tahun lalu ia mengundang seorang anak ke istana untuk menyanyikan lagu \"Ojo Dibanding-bandingke\". Ini menyiratkan bahwa seorang presiden di Indonesia tak bisa dibandingkan dengan siapa pun, termasuk dengan pemimpin sebelumnya, apalagi dengan seorang lurah. Ingat kan, \"Tak ada visi menteri, yang ada visi presiden\". Produk hebat ini jangan dilombakan, sebab sudah pasti menang. Ia juga ingin mengingatkan bahwa semua pekerjaan adalah hasil pemikiran dan keputusannya, maka tak elok kalau ia disalahkan, digoblog-goblogkan, ditolol-tololkan, serta difiraunkan. Sungguh tak punya adab jika ada orang yang menghina dan mencaci presidennya. Presiden merasa sedih bahwa budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia. Tampaknya presiden lupa, siapa yang memelihara buzzer yang setiap hari menggonggong dan menyalak terhadap yang berbeda. Lolongan buzzernya jauh dari pekerti yang baik. Setelah mengeluh, presiden lalu membacakan pidatonya. Ritual tahunan itu lebih banyak memaparkan hasil pekerjaan selama setahun terakhir yang semu. Capaian-capaian yang diklaim, semuanya kontradiksi dengan yang ada di lapangan. Busung lapar masih tinggi, pengangguran merajalela, kriminalitas meningkat, korupsi meroket, dan banjir tenaga kerja asing Cina masih mewabah. Presiden seharusnya menjelaskan soal IKN yang kontroversial. Ini menyangkut masalah kedaulatan dan masa depan anak bangsa. Presiden seharusnya menjelaskan soal Kereta Cepat Bandung dan proyek raksasa lainnya. Ini menyangkut soal kelangsungan bisnis dan masa depan ekonomi Indonesia. Presiden seharusnya menjelaskan soal karpet merah tenaga kerja asing Cina di Indonesia agar buruh Indonesia tidak merasa dibuang. Ini menyangkut pembelaan dan perlindungan terhadap anak bangsa sendiri. Presiden dengan kekuasaannya yang absolut seharusnya bisa menghentikan buzzer buzzer kebal hukum dan tak beradab, tak beretika, dan tak punya budi pekerti yang baik. Inilah bibit perang saudara yang terus tumbuh bersemi. Presiden seharusnya minta maaf telah membiarkan tuduhan radikal, intoleran, dan antiNKRI tetap berlangsung pada umat Islam. Apakah Saudara Presiden - pemegang kekuasaan tertinggi dan terkuat - tidak melihat ini? Semua tak berkutik di depan presiden, kecuali oposisi. Para ketua partai hanya bisa tunduk dan patuh. Airlangga Hartarto yang berbadan besar dan punya partai besar kalah terhadap presiden yang berbadan kecil dan tak punya partai. Prabowo yang \"Macan Asia\" harus bertekuk lutut pada \"Kucing Boyolali\", Habib Rizieq yang pekik takbirnya menggelegar, kini suaranya pelan menghilang. Kurang kuat apalagi wahai presiden. Akhirnya kita harus mengakui sebagaimana dikatakan Gus Mus bahwa tipikal bangsa ini hanya ada dua: majikan dan jongos. Selama 350 tahun bangsa ini telah diperjongos oleh majikan. Setelah majikan berhasil kita usir, maka jongos yang berubah menjadi majikan, kejahatannya melebihi majikan yang terdahulu. Pemimpin seharusnya memberikan motivasi dan optimisme, bukan mengeluhkan sesuatu yang tak semestinya, apalagi tentang pribadi. Itu playing victim namanya. (*)
Usut Tuntas Dugaan Pelecehan Seksual di Ajang Miss Universe Indonesia
Jakarta, FNN - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat turut bereaksi keras terkait dugaan adanya pelecehan seksual berupa body-checking yang terjadi di ajang Miss Universe Indonesia 2023. Mirah Sumirat mendukung langkah hukum yang ditempuh oleh sejumlah finalis Miss Universe Indonesia yang telah melaporkan dugaan pelecehan seksual di acara kontes kecantikan itu ke Polda Metro Jaya. Mirah Sumirat juga mendukung pihak kepolisian untuk segera memproses laporan tersebut dan menangkap para pelaku yang telah merendahkan harkat dan martabat wanita-wanita Indonesia. Demikian disampaikan Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (14/08). Mirah Sumirat yang juga merupakan Presiden Women Committee UNI Global Asia Pacific, menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh kepada para korban yang berani bicara dan mengungkapkan kasus pelecehan seksual yang telah mencoreng nama Indonesia di dunia internasional ini. Keberanian para finalis Miss Universe Indonesia untuk bicara mengungkap kasus ini menjadi sangat penting, tidak saja agar kasus ini terungkap secara tuntas, tapi juga untuk mewakili suara jutaan wanita Indonesia yang tidak berani bersuara ketika mendapatkan perlakuan pelecehan seksual. Seluruh pihak yang terlibat dan para pelaku body-checking yang terindikasi pelecehan seksual, wajib bertanggung jawab dan diberikan sanksi pidana yang berat, tegas Mirah Sumirat. Mirah Sumirat juga mengapresiasi langkah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, yang siap mengawal proses hukum yang sedang berlangsung dan memastikan para korban mendapatkan hak perlindungan. Mirah Sumirat juga meminta kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk mengevaluasi dan mengawasi semua kegiatan kontes kecantikan yang berpotensi mengeksploitasi dan merendahkan harkat dan martabat wanita Indonesia. Harus ada panduan khusus yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara kontes kecantikan, agar setiap peserta dapat terjaga kehormatan dan martabatnya. (sof)
Segeralah Kembali ke UUD 1945 dan Pancasila Zonder Kompromi
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila KERUSAKAN negeri ini semakin menjadi-njadi sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002. Jurang kemiskinan semakin melebar ditandai dengan maraknya stunting (busung lapar), korupsi sudah bukan puluhan milyar tetapi sudah ratusan bahkan ribuan triliun. Penggarongan kekayaan ibu pertiwi terus berlangsung atas nama investasi asing. Di dalam keputusasaan seakan negara sudah tidak memberikan harapan masa depan. Sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 yang mereka katakan Amandemen yang menurut Prof Kaelan 4 kali amandemen UUD 1945 menyebabkan terjadi inskonsistensi dan inkoherensi dengan Pancasila sebagai Norma Dasar Hukum dan kaidah fundamental NKRI. Peneliti PPHP Djokosutono Researach Center FH UI (2023) menyatakan \"UUD hasil amandemen adalah UUD yang berbeda dari UUD 1945 ditetapkan PPKI pada 18 /8/1945.\" Amandemen ini berimplikasi sangat serius, antara lain: UUD hasil amandemen telah membubarkan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Juga menghapus Pancasila sebagai grundnorm dan kaidah fundamentsl (Staatsfundamental norm ) atau Ruh UUD 1945. Hilangnya Pancasila sebagai kaidah berbangsa dan bernegara maka Indonesia menuju ketersesatannya semakin dalam menuju kehancurannya. Ini bisa kita lihat adanya pertentangan politik yang keras. Sekarang zaman di mana negara menjalankan Liberal Kapitalisme. Negara ditafsir ada yang merasa paling Pancasilais dan begitu mudah menstikma Islam sebagai Islam Radikal, Islam Khilafah musuh Pancasila. Keadaan seperti ini membuat Pusat Studi Rumah Pancasila prihatin sebab mereka tidak paham betul Pancasila itu apa? Kalau kita menyitir teori negara misalnya salah satu teori yang amat terkenal, ialah teori Karl Marx. Marx berkata bahwa negara adalah sekadar satu organisasi. Organisasi kekuasaan (macht organisatie) kata Marx. Sementara Lenin, komunis yang terkenal malahan lebih populer Iagi mengatakan “de staat is een knuppel” (negara adalah pentung). Di dalam cara berpikir kaum Marxist memang negara adalah satu pentung. Negara adalah macht organisatie kata Marx sendiri. (organisasi kekuasaan daripada satu kelas yang berkuasa). Organisasi kekuasaan ini bisa dipakai untuk mementung ke Iuar, dapat dipakai untuk mementung ke dalam. Bagaimana dengan Soekarno dan Indonesia tentang negara? Kata Soekarno untuk menyelamatkan kita punya Republik Indonesia ini, kami menggambarkan negara ini dengan cara yang populer, yaitu menggambarkan gambaran wadah, agar supaya bangsa Indonesia mengerti bahwa wadah inilah yang harus dijaga jangan sampai retak. Dan wadah ini hanyalah bisa selamat tidak retak, jikalau wadah ini didasarkan di atas dasar yang kunamakan Pancasila. Dan jikalau ini wadah dibuatnya daripada elemen-elemen yang tersusun daripada Pancasila. Misal gelas terbuat dari gelas, cangkir terbuat dari porselen, keranjang terbuat dari anyaman bambu, periuk terbuat daripada tanah, belanga terbuat daripada tanah atau tembaga. Wadah kita yang bernama negara ini, terbuatlah hendaknya daripada elemen-elemen yang tersusun dari Pancasila. Sebab hanya jikalau wadah ini terbuat dari elemen-elemen itu saja, dan hanya kalau wadah ini ditaruhkan di atas dasar Pancasila itu maka wadah ini tidak retak, tidak pecah. Oleh karena itu aku masih yakin baiknya Pancasila sebagai dasar negara. Ini wadah bisa diisi, dan memang wadah ini telah terisi masyarakat. Masyarakat ini yang harus diisi. Orang Islam isilah masyarakat ini dengan Islam. Orang Kristen, masukkanlah kekristenan di dalam masyarakat ini. PNI yang berdasar di atas marhaenisme, isilah masyarakat ini dengan marhaenisme, dengan satu masyarakat yang berdasar dengan marhaenisme. Masyarakatnya yang harus diisi. ………” PNI tetaplah kepada azas Marhaenisme. Dan PNI boleh berkata justru karena PNI berazas Marhaenisme, oleh karena itulah PNI mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. Tetapi jangan berkata PNI berdasarkan Pancasila. Sebab jikalau dikatakan Pancasila adalah ideologi satu partai, lalu partai-partai lain tidak mau……” ……..”Oleh karena itu aku ulangi lagi. Pancasila adalah dasar negara dan harus kita pertahankan sebagai dasar negara jika kita tidak mau mengalami bahaya besar terpecahnya negara ini. (Soekarno) Saudara-saudara, Tempo hari aku menggambarkan dengan tamzil lain, ini wadah diisi air, engkau mau apa, airnya diisi dengan warna apa, warna hijau, ya isilah dengan hijau air ini. Engkau senang warna merah, isilah dengan warna merah. Engkau senang dengan warna kuning, isilah air ini dengan warna kuning. Engkau senang kepada warna hitam, isilah air ini dengan warna hitam. Airnya yang harus diisi, bukan wadahnya. Wadahnya biar tetap dengan berdasarkan Pancasila, tetap terbuat daripada elemen-elemen Pancasila ini. Sebab bilamana tidak, maka wadahnya retak. Kalau retak, bocor. Bisakah kita mengisikan air di dalam beker yang retak? Tidak! Bisakah kita mengisikan susu di dalam beker yang retak? Tidak! Oleh karena itu kita harus jaga jangan sampai wadah ini retak…….” Rupanya pengusung RUU HIP – RUU BPIP tidak memahami apa itu Pancasila sehingga Pancasila ditarik ke ideologi , semua rakyat mau di ideologikan Pancasila , padahal Pancasila itu dasar dari wadah dan wadah itu bisa berisi syariah Islam bagi umat Islam , Syariah Hindu , Budah bagi umat Hindu Budah , Syariah Kristen , Katolik , bagi yang beragama Kristen Katolik, dll. Pemahaman yang salah dengan melahirkan RUU BPIP- RUU HIP yang ingin seluruh Masyarakat di Pancasilakan ini lebih parah dari jaman asas tunggal Pancasila jaman Orde Baru . sebab BPIP bisa menjadi alat pukul bagi siapa saja yang tidak berideologi Pancasila. Padahal Pancasila itu dasar Negara yang didalam wadah itu menampung semua elemen .BPIP rupa nya salah dalam memahami Pancasila dan sudah seharus nya di luruskan kalau tidak ingin negara ini pecah. Yang harus Pancasilais ya negara nya jangan seperti sekarang ini negara menggunakan sistem Liberal Kapitalisme terus mau membuat Pancasila sebagai alat pemukul bukan hanya kontradiksi justru telah berkianat terhadap pikiran Bung Karno soal Pancasila. Sebagai anak bangsa kita harus bersatu mengembalikan keharmonisan bangsa ini yang mengalami Islamophobia ,akibat salah kaprah dalam memahami Pancasila. Jika kita ingin menyelamatkan Negara yang di Proklamasikan 17 Agustus 1945 maka hari ini di ulang Negara Republik Indonesia ke 78 harus ada keberanian mengembalikan UUD 1945 dan Pancasila untuk mengembalikan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Berhentilah menjalankan demokrasi liiberal dengan menghentikan pilpres pilpresan yang serba demokrasi ksum borjois dan membeli demokrasi dengan sembako. Sudah saat nya kita berani merebut kebenaran dari kepalsuan dan penindasan atas nama demokrasi demokrasian yang tidak berakar pada kepentingan rakyat . Rakyat hanya diminta melegalkan keinginan ketua partai. Sudah saat nya mengembalikan kedaulatan rakyat mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara .Untuk membentuk GBHN dan memilih Presiden dan Wakil Presiden mengakhiri pilpres dengan model banyak banyakan suara pertarungan ,kalah menang ,kuat-kuatan, caci-maki, curang curangan, dan jelas membuat persatuan menghancurksn kerukunan dan keharmonisan. (*)
Dosen Politik UI Menilai Pidato Jokowi Mengandung Dua Isu Utama Politik
Depok, FNN - Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Aditya Perdana menilai pidato Presiden Joko Widodo menyatakan ada dua isu utama terkait dengan politik.\"Pertama, Pak Jokowi ingin menyampaikan bahwa ia tidak berwenang dalam pencalonan Pilpres 2024 mendatang karena ia bukan pimpinan partai politik,\" kata Aditya Perdana di Kampus UI Depok, Rabu.Kedua, Presiden Jokowi juga menyampaikan adanya harapan dan keinginan terhadap kepemimpinan politik yang akan datang.Menurut Aditya harapan ini dinyatakan dalam bentuk keinginannya untuk melihat landasan dan program kerja yang sudah dijalankannya dapat dilanjutkan oleh capres yang menang nanti dalam skenario \"lari marathon\" dan punya \"nafas panjang\" dalam melakukan berbagai perubahan dan perbaikan .Dua hal ini terlihat ada kaitannya dalam informal politics, bahwa tentu Pak Jokowi akan melakukan langkah-langkah yang dianggap penting untuk menempatkan harapannya dapat terwujud di kepemimpinan politik berikutnya.Sehingga bisa jadi dugaan adanya \'endorsement politics\' dari Pak Jokowi memiliki pengaruh yang kuat di elite dan di mata publik.Selain itu kata Aditya, Presiden Jokowi juga menyatakan perlu adanya \'public trust\' dan sinergi dalam menjalankan pemerintahan.\"Dugaan saya ini pesan Pak Jokowi kepada capres yang akan bertarung nanti bahwa kepercayaan publik perlu dijaga dengan baik seperti yang ia lakukan dalam masa pemerintahan 10 tahun ini,\" kata Aditya yang juga Direktur Eksekutif Algoritma.Selain itu untuk sinergi dan kolaborasi dengan multi pihak juga menjadi kunci agar dapat menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapi oleh setiap pemimpin.(sof/ANTARA)
Syahganda Nainggolan: Pidato Kenegaraan Jokowi di MPR Soal Sopan Santun Kurang Substansial
Jakarta, FNN - Pengamat politik Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, mengkritik keras isi pidato Jokowi terkait soal sopan santun. Menurutnya, persoalan utama bangsa ini, yang dipersoalkan kaum oposisi seperti oleh Rocky Gerung, Jumhur Hidayat dan Habib Rizieq adalah menurunnya spirit demokrasi, korupsi merajalela dan keadilan sosial semakin jauh. Jokowi yang mempersoalkan sopan santun terkait kata-kata Fir\'aun, bajingan tolol, dan lainnya yang ditujukan padanya bukanlah hal substansial. Yang substansial adalah memastikan pemilu jurdil dan aman, korupsi ditumpas keakar-akarnya serta memastikan pertumbuhan ekonomi memihak rakyat kecil. Syahganda mengutarakan bahwa saling serang terkait pemilu semakin berekskalasi. Hal ini terjadi karena Jokowi gagal mengisyaratkan netralitas dalam pilpres ke depan. Isu Gibran akan menjadi Cawapres Prabowo, misalnya, telah menciptakan ketegangan antara PDIP dan Prabowo Subianto. Padahal, seharusnya Jokowi, sebagai pemimpin negara dapat menahan diri agar anaknya tidak masuk dalam bursa cawapres, yang terkesan dipaksakan. Selain itu, dalam urusan pemberantasan korupsi, Syahganda meminta agar Jokowi lebih tegas dalam mengungkap berbagai kasus, khususnya ekspor nikel 5 juta ton illegal ke China, yang sudah diungkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Terakhir Syahganda mengharapkan agar fokus pembangunan ekonomi ke depan lebih pro rakyat. Misalnya, kenapa 3,3 juta Ha sawit illegal mau diputihkan pemerintah, diberikan kepada pengusaha nakal, bukannya diberikan kepada petani sawit. (*)
Sanad Keilmuan Anies, dari Pabelan hingga Tebuireng
Oleh M Chozin Amirullah - Alumnus Ponpes Tebuireng Jombang BULAN Agustus 2023, Anies melakukan silaturahmi ke beberapa pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Jawa Timur, Anies mengunjungi Pondok Pesantren Islam At-Tauhid Sidoresmo Pondok dan Pesantren Walisongo Situbondo. Sementara di Jawa Tengah, Anies mengunjungi Pondok Pesantren Pabelan di Magelang. Kunjungan ke Ponpes Pabelan, Magelang ini terasa istimewa bagi Anies Baswedan. Sebab, Anies pernah belajar di pondok pesantren ini saat duduk di bangku SMP. Saat acara ngobrol bareng santri di Ponpes Pabelan, Anies bernostalgia dan menceritakan pengalamannya belajar di pesantren tersebut. Selain itu, Anies juga menyampaikan materi dialog wawasan kebangsaan. Menjadi santri yang pintar agama sekaligus cinta tanah air adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Itulah salah satu ciri dari santri Ahlussunnah wal Jamaah. Ada beberapa alasan mengapa orang tuanya memilih Ponpes Pabelan sebagai tempat belajar agama bagi Anies Baswedan. Pertama, lokasi Ponpes Pabelan di Mungkid, Magelang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Anies Baswedan di Yogyakarta. Dari rumah Anies Baswedan di Yogyakarta ke ponpes jaraknya sekitar 30 kilometer yang bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam. Alasan berikutnya yang tak kalah penting adalah mengenai sanad atau jalur keilmuan Ponpes Pabelan yang bila dirunut akan sampai pada ponpes Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) ternama di Indonesia. Agar memahami sanad atau lacak galur keilmuan Ponpes Pabelan, maka kita harus memahami awal berdirinya ponpes ini. Ponpes Pabelan sebenarnya adalah salah satu yang tertua di Jawa Tengah. Hanya saja, pondok pesantren ini mengalami beberapa kali pasang surut. Cikal bakal Pondok Pesantren Pabelan dimulai pada tahun 1800-an, ditandai dengan kegiatan mengaji yang dirintis oleh Kiai Raden Muhammad Ali. Namun, ketika pecah Perang Diponegoro (1825-1830), ponpes ini berhenti dalam waktu panjang. Berhentinya ponpes waktu itu disebabkan Kiai Raden Muhammad Ali ikut berjuang bersama Pangeran Diponegoro. Beliau memang salah satu pengikut Pangeran Diponegoro dan Ponpes Pabelan menjadi salah satu markas utama pendukung pernjuangan Pangeran Diponegoro. Selesainya Perang Diponegoro membuat Ponpes Pabelan berhenti dalam waktu panjang. Pada tahun 1900-an, Ponpes Pabelan sempat bangkit di bawah asuhan Kiai Anwar dan dilanjutkan oleh Kiai Anshor. Namun kemudian Pondok Pabelan kembali mengalami kevakuman. Baru pada periode ketiga, yaitu pada 28 Agustus 1965 Ponpes Pabelan beroperasi lagi di bawah asuhan Kiai Hamam Dja\'far. Perjalanan Kiai Hamam Dja\'far dalam menghidupkan lagi ponpes di Pabelan ini terbilang menarik. Cerita menarik tersebut termasuk usaha Kiai Hamam dalam menuntut ilmu sebagai bekal untuk menghidupkan dan mengembangkan pondok pesantren. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Islam di Muntilan pada 1952, Hamam Dja’far muda melanjutkan ke Ponpes Tebuireng yang didirikan oleh KH Hasyim Asy\'ari, Pendiri Nahdlatul Ulama. Setelah belajar di Ponpes Tebuireng, Hamam Dja’far muda lalu melanjutkan kuliah di Pondok Modern Darussalam. Hamam muda belajar langsung di bawah asuhan “Trimurti” pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor: K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainudin Fananie, dan K.H. Imam Zarkasyi. Setelah menimba ilmu di Ponpes Tebuireng dan Ponpes Darussalam Gontor, Kiai Hamam kembali ke Muntilan lalu mendirikan Ponpes Pabelan pada tahun 1965. Bila melihat sanad keilmuan Kiai Hamam Dja’far sebagai pendiri Ponpes Pabelan, tak salah bila sanad Anies Baswedan terhubung langsung dengan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari, sang pendiri Nahdlatul Ulama. Sebab, guru dari Anies Baswedan pernah belajar langsung kepada KH Hasyim Asy’ari. Jadi tepat bila Anies Baswedan masuk sebagai seorang dengan amaliyah Ahlusunnah wal Jamaah atau aswaja. Anies adalah bagian tak terpisahkan dari Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah. Sebab, bila dirunut sanadnya, kakek gurunya adalah Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. (*)
Bareskrim Menemukan Bukti Pemulaan yang Cukup TPPU Panji Gumilang
Jakarta, FNN - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan penyelidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas nama Panji Gumilang ke tahap penyidikan.Peningkatan status penanganan kasus disepakati dalam hasil gelar perkara yang dilaksanakan oleh penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri pagi tadi.“Hasil gelar perkara itu disepakati bersama bahwa telah ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menentukan penyelidikan menjadi penyidikan atas perkara TPPU dengan tindak pidana asal yayasan dan tindak pidana penggelapan,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu.Proses gelar perkara tersebut dilaksanakan dari pukul 10.00 WIB sampai dengan 13.00 WIB, dihadiri penyidik, pihak eksternal Polri (Irwasum, Divhukum dan Divpropam) serta para ahli.Menurut Whisnu, pihaknya memasukkan keterangan ahli dalam proses gelar perkara tersebut, yakni ahli dari para akademisi, ahli yayasan dan ahli pidana.“Kami juga mengundang teman-teman dari PPATK untuk menyampaikan terkait transaksi dugaan TPPU tersebut. Kami juga dibantu dan didukung ada tim dari BPK RI,” kata dia.Pelibatan BPK RI ini, kata Whisnu dalam rangka menganalisis perhitungan kerugian negara (PKN) dari kasus TPPU Panji Gumilang tersebut.Selain itu, hasil gelar perkara penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri tidak hanya mengusut dugaan TPPU saja tapi korupsi dana bos atas nama Panji Gumilang.“Berkas perkara korupsi dana bos yang menjadi berkas kedua,” ujarnya.Tidak hanya itu, Whisnu juga mengatakan pihaknya sudah membuka sejumlah rekening milik Panji Gumilang dengan nilai mencapai miliaran. Rinciannya akan disampaikan setelah proses penyidikan berjalan.Dalam penyidikan ini, Panji Gumilang diduga melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman 20 tahun penjara. Kemudian, Pasal 70 juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.Selanjutnya, tindak pidana penggelapan Pasal 372 KUHP ancaman hukum empat tahun penjara dan tindak pidana korupsi Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.(sof/ANTARA)
"Pak Lurah" Mengisyaratkan Pemimpin Tak Berjarak
Jakarta, FNN - Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkapkan bahwa panggilan \"Pak Lurah\", yang kerap ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, merupakan sapaan khusus dari para relawan untuk memperlihatkan kedekatan dengan suasana yang jauh dari formalitas.\"Lurah itu sering dipakai oleh teman-teman relawan untuk mengidentikkan Pak Jokowi karena beliau pemimpin yang tidak berjarak,\" kata Tenaga Ahli Utama KSP Joanes di Jakarta, Rabu (16/8/23).Menurut Joko, Jokowi juga memiliki panggilan khusus lain, yakni \"Pakde\". Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pakde merupakan akronim dari bapak gede, yang dapat diartikan juga sebagai sapaan kakak laki-laki dari ibu atau ayah.\"Itu kode para relawan untuk memosisikan kedekatan Pak Jokowi dengan relawan,\" tambah Joko.Meskipun demikian, panggilan \"Pak Lurah\" saat ini dipakai oleh para pemimpin partai politik menjelang Pemilu 2024. Joko mengatakan panggilan tersebut seolah-olah digunakan untuk menjawab pertanyaan soal siapa bakal calon presiden (capres) atau bakal calon wakil presiden (cawapres) dari partai tertentu.\"Ketika sekarang istilah itu dipakai oleh para pemimpin parpol lainnya dan segala macam di percakapan-percakapan itu, kan Presiden (Jokowi) monitor. Itu seolah-olah semua itu harus restu dari \'Pak Lurah\',\" tambahnya.Oleh karena itu, menurut Joko, Jokowi ingin menegaskan bahwa dirinya bukan \"Pak Lurah\" dalam konteks cawe-cawe soal bakal capres dan cawapres Pemilu 2024.\"Ini kan kita sama-sama tafsir, ya, tapi kami melihat di KSP, kalau yang dipakai seperti itu, \'Saya bukan lurah, saya presiden yang lebih tinggi\',\" tegasnya.Joko pun menilai Jokowi adalah seorang presiden yang memimpin dan bertanggung jawab terhadap masyarakat Indonesia. Sehingga, dalam politik nasional, Jokowi harus berada pada posisi netral.\"Berpikirnya bukan masalah politik elektoral, tapi politik kebangsaan,\" ujar Joko.Dalam Pidato Kenegaraan Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu, Jokowi mengatakan dirinya mengetahui kerap disebut sebagai \"Pak Lurah\" dan dijadikan sebagai tameng oleh sejumlah pihak yang berkepentingan politik menjelang Pilpres 2024.\"Kita saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasananya sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren ini di kalangan politisi dan parpol. Setiap ditanya soal siapa capres, cawapresnya, jawabannya \'Belum ada arahan (dari) Pak Lurah\',\" kata Jokowi.Dia pun sempat berpikir siapa yang dimaksud dengan sebutan \"Pak Lurah\" tersebut. Jokowi lalu menegaskan bahwa dirinya bukan \"Pak Lurah\", melainkan presiden Republik Indonesia.Dia menegaskan pula bahwa dia bukanlah ketua umum suatu partai politik, sehingga penentuan capres dan cawapres bukan merupakan kewenangan darinya.(sof/ANTARA)
PDIP Jangan Hanya Menyerang Kebijakan Food Estate, Serang juga IKN, Agar Ada Konsistensi Dalam Berpikir Paradigmatik
Jakarta, FNN – Retaknya hubungan antara Presiden Jokowi dengan PDI Perjuangan semakin tampak jelas. Hal itu terlihat dari serangan PDIP kepada Jokowi mengenai kebijakan food estate atau kebijakan proyek lumbung pangan yang digagas Jokowi mulai periode kedua berkuasa. Melalui Sekretaris Jenderalnya Hasto Kristiyanto, PDIP tegas mengatakan bahwa proyek food estate yang saat ini dikerjakan oleh pemerintah adalah bagian dari kejahatan lingkungan. Hasto mengungkapkan hal ini ketika dimintai tanggapan soal dugaan aliran dana kejahatan lingkungan sekitar Rp 1 triliun yang masuk ke partai politik untuk pembiayaan Pemilu 2024, Selasa (15/8/23). Menanggapi hal tersebut Rocky Gerung dalam diskusi rutin di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Rabu (16/8/23) mengatakan bahwa dunia politik semakin menegangkan buat kehidupan berbangsa. Hal yang menegangkan itu adalah implikasi dari ketidakpastian politik, dan ketidakpastian itu adalah hasil kerjaan cawe-cawenya Jokowi. Tetapi, dari perspektif perubahan politik mengasyikkan karena akhirnya bisa kita lihat siapa yang masih bisa bertahan sebagai politisi yang otentik, dan siapa yang akhirnya ketahuan sekadar mencari-cari muka kepada kekuasaan. Yang murni tidak akan tersisih walaupun dia tersingkir. Ada yang mengatakan bahwa Rocky mengompori PDIP dalam soal itu, tetapi Rocky menjawabnya dengan mengatakan, “Saya justru tunjukkan, kalau PDIP mau regain the momentum, mengambil ulang momentum, itu cuma satu cara, yaitu ofensif, yaitu menyerang Jokowi, atau beroposisi secara maksimal pada Jokowi. Kan sudah terlihat bahwa Jokowi tidak lagi memerlukan PDIP, ngapain PDIP nunggu pulung, nunggu restu dari Jokowi. Jadi, fairness itu, supaya terlihat ada kompetisi. Dan jelas hari-hari ini memang terlihat PDIP ofensif. Itu bukan karena FNN komporin, tapi karena keadaan memang akan memaksa, situation call for decision.” Jadi, lanjut Rocky, kita lihat bagaimana PDIP menyerang kebijakan Jokowi yang paling strategis, yang di dalamnya ada Prabowo, yaitu food estate. Hal ini dilakukan oleh PDIP karena ada kepentingan yang tiba-tiba dia temukan, yaitu menggugat legacy-legacy yang hendak ditinggalkan oleh Jokowi. Memang food estate berbahaya secara ekologis, tetapi Prabowo punya keterangan, kalau anggarannya tidak cukup, pasti tidak akan selesai. Tetapi, itu dilihat dari perspektif Prabowo yang mendapat tugas untuk mengamankan pangan melalui strategi food estate. Sebetulnya, kalau mau lebih jauh lagi, PDIP serang juga IKN dan omnibuslaw. Semua itu kerjaan Jokowi yang di dalamnya PDIP menyetujui, ujar Rocky. “Jadi, kalau mau konsisten, saya terangkan logikanya pada temen-temen PDIP. Anda menyerang food estate sebagai bermasalah secara ekologis. IKN lebih-lebih lagi bermasalah secara ekologis. Mustinya Anda serang juga kebijakan itu supaya konsisten. Jangan dianggap sekadar menyerang Prabowo karena Prabowo yang pegang program food estate itu,” saran Rocky. “Jadi, saya menginginkan ada konfrontasi etik, konfrontasi paradigma bahkan, antara PDIP yang tadinya mendukung Jokowi dan sekarang disingkirkan oleh Jokowi, tetapi membalasnya itu tanggung. Nah, saya ingin PDIP beroposisi secara in optima forma di dalam tingkat yang paling tinggi, supaya terlihat ini partai sedang membangun kembali hak dari wong cilik untuk mengucapkan keadilan atau untuk menagih keadilan. Jadi jangan tanggung teman-teman di PDIP,” lanjutnya. Dengan melakukan hal tersebut, publik akan menjadi lebih jelas dan lebih mudah dalam menentukan pilihan. “Itu pentingnya PDIP kembalikan harkatmu itu, harkat partaimu, ke dalam wilayah yang pernah diperjuangkan oleh Presiden Soekarno, yaitu anti-kapitalisme,” tegas Rocky. Dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa kita bukan memprovokasi, tapi hanya mengingatkan bahwa PDIP harusnya konsisten dari awal bahwa dia pro wong cilik. Itu yang akan dijadikan dasar untuk membela PDIP, supaya dia menghidupkan kembali prinsip-prinsip marhaenisme. “Jadi, jangan tanggung temen-temen yang ada di situ. Uraikan secara sempurna bahwa PDIP punya momentum justru dalam keadaan sekarang ini, ketika Indonesia dijebakkan dalam dua idiologi, mau jadi sosialistis atau menjadi kapitalistis. Pancasila itu tidak mungkin kapitalistis. Itu intinya,” tegas Rocky. Rocky juga mengatakan bahwa dirinya punya kecenderungan untuk membela kepentingan individu dalam rangka kebebasan berpikir, bukan kepentingan individu dalam rangka mengakumulasi kapital. Idiologi tersebut dulu diajarkan di sekolah PDIP. Mereka harusnya mengerti bahwa pernah ada pengetahuan yang diterangkan di sekolah Megawati Institut, untuk membuat PDIP kukuh dalam paradigmanya. “Poin-poin semacam ini yang orang akan lihat dari PDIP. Milenial juga akan melihat PDIP kanan, kiri, tengah, atau tidak jelas. Kalau mau terang-terangan antikapitalisme, dia juga musti pro lingkungan dan lingkungan itu terletak di dalam kebijakan awal Jokowi, yaitu membangun IKN. Jadi saya menunggu lagi, sudah bagus PDIP menghajar food estate. Jadi, sekarang kita tunggu dia mau nggak menghajar IKN. Mau nggak dia membatalkan omnibuslaw yang menjadi dasar argument saya kenapa kemudian saya dipersekusi oleh PDIP,” tantang Rocky. Omnibuslaw itu adalah kejahatan lingkungan juga, karena dia mengakibatkan buruh terpaksa musti merusak hutan karena upahnya kurang dan karena daya belinya turun. Itu akibat dari omnibuslaw. “Jadi, musti ada satu konsistensi di dalam berpikir paradigmatik buat teman-teman di PDIP,” ujar Rocky. (sof)
Dampak Buruk Hasil Amandemen UUD 45
Oleh M.Hatta Taliwang - Aktivis MPR sebagai rantai terkuat dalam sistem ketatanegaraan kita yang dibuat pendiri bangsa kini lumpuh dan dampaknya luar biasa terhadap kedaulatan rakyat. MPR sesuai namanya adalah tempat tertinggi rakyat bermusyawarah melalui wakil / utusan yang dipilihnya. Musyawarah itu bisa berkaitan dg siapa yg akan memimpin rakyat (menjadi Presiden), bermusyawarah tentang ke arah mana bangsa mau dibawa dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai cita-cita kita bersama (GBHN). Sekaligus juga MPR menilai prestasi dan kinerja Presiden untuk diminta pertanggung jawabannya setiap akhir masa jabatan. Bahkan dalam kewenangan tertentu sesuai rumus manajemen reward and punishment, MPR RI bisa memberi apresiasi dan penghargaan bila Presiden berprestasi dan berkinerja baik. Sebaliknya bisa juga memberi punishment baik berupa peringatan maupun pemberhentian bila Presiden tidak menjalankan tugas dg semestinya, atau melakukan korupsi, melakukan perbuatan tercela dan pengkhianatan. Secara normatif hal-hal tersebut sudah diatur dalam UUD 45 18 Agustus 1945. Masalah MPR RI Pasca Amandemen Tidak menjadi Lembaga Tertinggi negara dengan dampaknya sebagai berikut : Semua Lembaga Tinggi Negara (LTN) seperti Lembaga Kepresidenan, MA, BPK, DPR, DPD, MK, dll jadi \"kerajaan\" masing-masing. Egocentrisme lembaga mengental. MPR yang biasanya menurut UUD 45 18 Agustus 45 sebagai tempat mempertanggung jawabkan tugas di akhir jabatan tidak diperlukan. Sementara rakyat banyak tidak tahu apa kerja mereka, tahu-tahu setelah 5 tahun bubar jalan. Presiden yang memimpin 270-an juta rakyat cukup di-SK-kan oleh KPU dan selesai tugasnya tidak merasa perlu mempertanggung jawabkan prestasi dan kinerjanya di forum terhormat Majelis Permusyawaratan. Sistem ini tidak membangun rasa tanggungjawab hemat, apakah berhasil atau gagal. Tidak ada reward and punishment, tidak ada yang perlu dirisaukan oleh Presiden yang berakhir masa jabatannya. (Sementara Kepala Desa saja ada forum pertanggungan jawab masa akhir jabatannya) Malahan bisa ikut Pilpres lagi kalau baru dalam masa jabatan pertama. Menyerahkan penilaian prestasi dan kinerja Presiden ke publik atau rakyat dalam konteks demokrasi liberal yang dikendalikan pemilik modal adalah tidak bijaksana. Karena dengan kekuatan uang, kekuatan media massa mereka bisa kendalikan opini. Sehingga yang hitam bisa jadi putih dan seterusnya seperti dalam kasus Pilpres yang kita saksikan di masa Pilpres maupun Presiden sekarang di era reformasi. MPR adalah tempat musyawarah tertinggi, tempat di mana Presiden, putra terbaik dan utama seharusnya dipilih berdasarkan perwakilan musyawarah dengan segala hikmah kebijksanaan dari para tokoh bangsa dari segala aliran, profesi, golongan, utusan daerah dll. Banyak yang mengkritik sistem perwakilan dan musyawarah ini , padahal ada partai yang mempraktekkan cara ini dan partainya sampai sekarang terus maju. Pergantian kepemimimpinannya tanpa gejolak, output partainya luar biasa. Sebuah ormas agama yang sudah mapan juga mempraktekkan cara perwakilan dan musyawarah mufakat dalam memilih pemimpinnya. Sampai sekarang ormas keagamaan tsb tetap stabil, maju dan outputnya luar biasa. Hampir semua organisasi masyarakat termasuk parpol melakukan pemilihan kepemimpinannya dengan sistem perwakilan dan musyawarah mufakat. Tak ada yang meminta seluruh anggota yang punya kartu datang ke bilik suara untuk memilih ketumnya. Mengapa saat harus memilih Presiden dengan sistem Perwakilan Permuysawaratan sesuai Sila ke 4 Pancasila malah dianggap kuno dan tak demokratis lalu dicampakkan begitu saja? MPR RI seharusnya menjadi tempat kata akhir segala keputusan penting dikeluarkan. Di negara negara yang katanya demokrasi seperti Inggeris, Jepang, Thailand dll sedemokrasi apapun mereka, sebebas apapun mereka, kalau ada krisis politik di negara mereka, mereka kembali meminta kata akhir dari Raja/ Ratu/Kaisar. Di Indonesia pasca reformasi, Presiden menabrak UU, melakukan kebohongan, keributan antar/internal Lembaga Negara (KPK vs Kepolisian, DPR vs KPK, Ribut di DPD RI dll) berlalu begitu saja tanpa kejelasan penyelesaian. Bahkan dalam kasus KPK berujung KPK dikuasai kepolisian. Saling menaklukkan, bahkan terjadi saling hujat, saling negasi di publik. Padahal masalah-masalah ini mestinya bisa diselesaikan di MPR jika MPR RI masih sebagai lembaga tertinggi negara yang bisa mengeluarkan \"Kata Akhir\" tanpa bisa diperdebatkan lagi secara politik. Sehingga dalam perspektif kami MPR RI bagaikan \"Raja\" dalam sistem ketatanegaraan kita. Karena memang dulu Nusantara yang bergabung ke dalam NKRI ini adalah terdiri dari raja dan sultan yang tentu saja punya pengalaman bernegara dan mengatur \"negara\" mereka masing masing, sehingga mempunyai pengalaman dan kearifan yang luhur. Negara sebesar, seluas dan memiliki tingkat heterogen yang tinggi tak mungkin stabil bila diatur dengan cara cara liberal. Ada pakar hukum tatanegara yang selalu membanggakan check and ballances dalam kekuasaan, sebagai argumen atas di turunkannya derajat MPR RI dari Lembaga Teringgi Negara menjadi Lembaga Tinggi Negara. Karena check and ballances itu berdasarkan hukum permintaan dan penawaran yang dalam ekonomi disebut persaingan bebas. Persaingan yang akan membentuk keseimbangan, padahal faktanya persaingan itu melahirkan dominasi, bukan keseimbangan. Kita saksikan bagaimana lembaga legislatif bisa dilumpuhkan oleh Presiden dengan mengeluarkan Perppu No 2/2020 yang menyunat hak budget DPR soal anggaran Covid. Juga dengan banyak Ketum Partai tersandera karena kasus korupsi dll maka anggota DPR ikut tersandera. Sehingga banyak kepentingan rakyat terabaikan.UU lahir sesuka Eksekutif. Lalu dimana check and balances yg dibanggakan olen pembela UUD 2002 itu? UUD Amandemen itu memang berdasar prinsip check and ballances. Atas dasar itulah membagi cabang cabang kekuasaan secara setara satu dengan lainnya. Masing masing cabang kekuasaan memperjuangkan kepentingan sendiri sendiri, berusaha memperbesar kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan agar tidak diambil yang lain. Terjadi pertarungan internal. Dalam rangka apa? Dalam rangka kekuasaan semata. Kekuasaan mengabdi pada siapa ? Ya pada pribadi, keluarga dan golongan semata (Salamuddin Daeng). Perhatikan prilaku kekuasaan dan aktor kekuasaan era reformasi . Ribut demi negara atau ribut demi diri dan kelompoknya? Jadi buat apa saling menyeimbangkan (ballances) sementara yang diperlukan bangsa ini meningkatkan produktivitas, perbaikan dan kemajuan bangsa dlm bidang sosial, budaya, ekonomi, politik, kehormatan bangsa (penghargaan internasional) dll. Sebagai akibat dari tidak berfungsinya MPR seperti sekarang maka peran musyawarah itu diambil alih oleh oligarki pemodal dan oligarki politik atau dalam bahasa sehari-hari mereka adalah beberapa ketum partai dan beberapa taipan. Mereka yang \"bermusyawarah\" menentukan siapa capres, kemana arah bangsa dan ke mana bisnis mau diarahkan. Rakyat cuma jadi penonton atau supporter tanpa tahu arah nasib mereka. Situasi di mana rakyat tak berdaulat begini akan merusak hari depan rakyat Indonesia. Sistem itu seperti mobil, kalau ada masalah direm atau kopling maka mobil itu bermasalah. Bisa berbahaya buat keselamatan penumpang. Sehebat apapun supir, bila mobilnya punya masalah sistemik, maka supir tak berdaya. Dalam perspektif kami, Indonesia bermasalah dengan sistem ketatanegaraannya. Masalah leadership itu masalah tersendiri. Dampak dari masalah sistem UUD kita antara lain membuat output bangsa/negara kita terus menurun. Hampir semua negara yang dulu sejajar di Asia Timur dan Tenggara telah meninggalkan kita dalam banyak hal. Bahkan Vietnam yang merdeka 30 tahun belakangan dari Indonesia, telah mengejar kita. Malaysia yang dulu banyak belajar dari Indonesia sudah jauh meninggalkan kita dalam banyak hal. Apakah situasi itu tak menyadarkan kita? Karena itu hemat kami menjadi sangat urgen kita menata UUD termasuk didalamnya menata MPR RI. (BERSAMBUNG)