ALL CATEGORY

Penangkapan Nelayan NTT Oleh Otoritas Australia Masih Terus Terjadi

Kupang, FNN - Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa kasus nelayan Nusa Tenggara Timur yang ditangkap oleh otoritas Australia masih terus terjadi.“Kesadaran nelayan NTT untuk menangkap ikan hingga ke perairan Australia masih minim walaupun sosialisasi terus dilakukan baik oleh KKP maupun oleh AFMA,” kata Koordinator Ketenagaan PPNS Perikanan dan Kerjasama Penegakan Hukum Ditjen Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan Sahono Budianto di Kupang, Rabu.Hal ini disampaikannya di sela-sela Kampanye Publik Pencegahan Penangkapan Ikan Secara Ilegal Lintas Negara di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tenau Kupang.Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTT jumlah nelayan NTT yang ditangkap di perairan Australia pada tahun 2023 selama satu semester jumlahnya sudah mencapai 42 orang dengan kapal yang dibakar mencapai dua unit kapal.Hal ini lanjut Sahono menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah baik Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun pemerintah daerah terkait.“Oleh karena itu di tingkat pusat kami sedang berkoordinasi untuk mencari strategi lain yakni alternatif pekerjaan lain bagi nelayan kita agar tidak hanya mencari ikan tetapi pekerjaan lain yang juga bisa menghasilkan,” tambah dia.Sejauh ini ujar dia, upaya-upaya pencegahan yang dilakukan KKP adalah menjalin kerja sama dengan AFMA untuk memberikan pembinaan seperti yang dilakukan dalam Kampanye Publik tersebut.Dia menambahkan bahwa proses penangkapan yang dilakukan oleh otoritas Australia sebelumnya sudah berkoordinasi dengan KKP sehingga mereka pun tahu jika ada penangkapan.“Tetapi sayangnya, saat melaut sejumlah nelayan itu tidak membawa identitas, sehingga saat ditangkap kami sulit untuk mengidentifikasi, bahkan jika hilang di lautan,” tambah dia.Manager International Compliance Operations Australian Fisheries Management Authority (AFMA) Lydia Woodhouse yang menyatakan penangkapan para nelayan asal NTT itu tidak beralasan.Menurut Lydia, kebanyakan nelayan NTT yang ditangkap karena melanggar batas wilayah serta menangkap ikan tidak dengan menggunakan kapal layar.\"Kami melarang kapal yang menggunakan mesin untuk menangkap ikan sesuai MoU Box yang sudah disepakati bersama antara pemerintah kami (Australia) dengan Indonesia,\" ujarnya.Selain itu, nelayan yang ditangkap itu juga mengambil teripang di wilayah MoU Box yang pada dasarnya dilarang sesuai kesepakatan bersama.(ida/ANTARA)

KPK "Zero Tolerance" Menangani Pelanggaran Internal

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak akan memberikan toleransi terhadap pegawainya yang terlibat dalam segala bentuk tindak pidana.\"KPK menerapkan zero tolerance, artinya tidak pernah ada toleransi terhadap pelaku-pelaku kriminal tindak pidana korupsi, khususnya yang terjadi di KPK ini,\" kata Plt. Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.Asep mengatakan untuk membersihkan lembaga antirasuah dari berbagai perilaku menyimpang tak cukup hanya dengan memenjarakan pelakunya. KPK juga harus memahami dan menutup celah-celah korupsi yang ada di internal agar kejadian yang sama tidak terulang dan mencoreng nama institusi.\"Kami ingin melihat seperti apa permainan mereka, seperti apa yang terjadi sebetulnya, baik yang pungli (pungutan liar) rutan maupun pengambilan uang perjalanan dinas dan sebagainya. Penyelewengan seperti apa, itu akan menjadi feedback bagi KPK, treatment ke depannya seperti apa,\" jelasnya.Perwira tinggi polisi berbintang satu itu mengungkapkan KPK akan menggandeng aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, untuk menangani kasus pelanggaran di internal lembaga antirasuah itu.Pasalnya, lanjutnya, perkara yang bisa ditangani KPK adalah perkara korupsi dengan tiga kriteria. Kriteria pertama, kata Asep, pelakunya adalah penyelenggara negara. Kriteria kedua, pelakunya adalah penegak hukum dan kriteria ketiga adalah nilai kerugiannya minimal Rp1 miliar.Sebelumnya, pegawai KPK yang terlibat pelanggaran kode etik perbuatan asusila terhadap istri tahanan telah dikenai sanksi kategori sedang oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.Berdasarkan Peraturan Dewas KPK tentang Penegakan Etik dan Pedoman Perilaku KPK, khususnya pada Pasal 10 ayat 3, dijelaskan bahwa sanksi yang diberikan bagi pelanggaran sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama enam bulan, pemotongan gaji pokok sebesar 15 persen selama enam bulan, serta pemotongan gaji pokok sebesar 20 persen selama enam bulan.KPK saat ini juga sedang memeriksa 15 pegawainya atas dugaan pungli di rumah tahanan KPK.Sementara itu, soal pegawai unit kerja administrasi yang terlibat pemotongan uang perjalanan dinas sesama pegawai, saat ini telah dicopot dari jabatannya. Pegawai itu saat ini menjalani pemeriksaan oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK untuk diproses dan dilaporkan ke Dewas KPK dan dilanjutkan ke sidang dugaan pelanggaran kode etik.(ida/ANTARA)

Korlantas Menyiapkan Rekayasa Antisipasi Kepadatan di Objek Wisata

Jakarta, FNN - Korlantas Polri menyiapkan rekayasa lalu lintas untuk mengantisipasi kepadatan arus atau volume kendaraan di sejumlah tempat wisata pada libur panjang cuti bersama Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah.Direktur Penegakan Hukum (Dirgakum) Korlantas Polri Brigjen Pol. Aan Suhana dalam keterangan video yang dibagikan kepada wartawan di Jakarta, Rabu, mengatakan pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dengan beberapa pemangku kepentingan terkait untuk mengantisipasi kepadatan arus di jalur-jalur wisata, baik di wilayah Jawa maupun di luar Jawa.“Sudah kami antisipasi semua. Kami sudah menyiapkan rekayasa lalu lintas yang akan diberlakukan saat terjadi kepadatan di jalur-jalur wisata,” kata Aan.Aan menyebut rekayasa lalu lintas yang mungkin dapat diberlakukan di jalur wisata, seperti lawan arus (\"contraflow\"), atau sistem satu arah (\"one way\") menuju tempat-tempat wisata.Menurut dia, Korlantas Polri bersama Jasamarga dan Kementerian Perhubungan memprediksi terjadi peningkatan arus lalu lintas di ruas jalan, baik mengarah ke barat (Sumatera), arah timur (Jawa) maupun selatan (Bogor dan Bandung).Berdasarkan pantauan CCTV dan Jasamarga terkait kondisi arus lalu lintas pada hari libur Idul Adha, kata dia, sudah mengalami peningkatan sejak pukul 06.00 WIB di Ruas Jalan Layang MBZ, namun masih dalam kategori lancar.“Artinya kami belum memberlakukan rekayasa lalu lintas terutama di Jakarta-Cikampek ini,” ujarnya.Selain rekayasa lalu lintas di jalur wisata, Korlantas Polri menyiapkan rekayasa lalu lintas di jalur tol dan arteri, termasuk membatasi kendaraan angkutan barang sumbu dua melintas pada tanggal 27-28 Juni dan 2 Juli 2023.“Mudah-mudahan apa yang sudah kami siapkan ini bisa melayani masyarakat memperlancar arus lalin, dengan lancar, selamat sampai tujuan, dan kembali ke tempat masing-masing-masing,” ujar Aan.(ida/ANTARA)

Marketing Politik Haji Anies dan Haji Ganjar Menyejukkan

Jakarta, FNN - Beredar foto viral pertemuan dua bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo tampil bersama menggunakan pakaian ihram di sela rangkaian ibadah haji di Tanah Suci Mekah, Arab Saudi, kemarin. Pertemuan itu memang tidak membahas masalah politik. Namun pertemuan dua bakal capres itu menjadi marketing politik yang menyejukkan bagi publik di Tanah Air. “Memang sama sekali tidak membahas masalah politik. Tapi pertemuan dua tokoh di Tanah Suci Mekah itu dalam perspektif komunikasi politik merupakan marketing politik yang menyejukkan bagi publik di Tanah Air,” kata analis komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (28/6).   Menyejukkan, kata Selamat Ginting, karena pertemuan itu dapat menurunkan tensi politik sekaligus meniadakan fragmentsi politik yang berpotensi menimbulkan gesekan di antara para pendukung fanatik para kandidat bakal capres tersebut. “Marketing politik terhadap dua tokoh itu bertujuan mengemas pencitraan dalam kontestasi pemilihan presiden kepada masyarakat luas yang akan memilihnya. Tujuan marketing dalam politik sangat membantu partai politik atau koalisi politik dalam mengenalkan tokohnya kepada masyarakat,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu. Ummat Islam Menurut Ginting, sasaran marketing politik dalam foto kedua tokoh yang viral itu, tidak lain adalah ummat Islam sebagai mayoritas di Indonesia. Ini menyejukkan sekaligus untuk menetralisasi agar tidak terjadi polarisasi yang dapat menimbulkan perpecahan menjadi sel-sel politik yang tidak sehat.  “Polarisasi yang tercipta selama ini, Si A dipersepsikan lebih nasionalis. Sedangkan Si B lebih religius. Bahkan ada dikotomi Islamis dan Nasionalis. Seolah-olah jika Islam maka tidak nasionalis. Sedangkan jika nasionalis, kurang ke-Islam-annya,” ujar Ginting. Isu politik yang ingin dikemas dalam marketing politik tersebut, lanjut Ginting, mereka dipersepsikan sebagai tokoh yang cukup religius, karena sedang menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni menunaikan ibadah haji. Sehingga bagi tim suksesnya peristiwa di Tanah Suci memiliki segmentasi, target, serta posisi dalam marketing politik.  Dalam teori mareting politik, kata Ginting, segmentasi yang disasar dalam foto yang viral itu, tentu saja pemilih pemeluk Islam. Segmentasi sangat diperlukan untuk menyusun program kerja tim pemenangan kandidat, terutama cara komunikasi politik dan membangun interaksi politik dengan masyarakat. “Tanpa segmentasi, partai politik akan kesulitan dalam penyusunan pesan politik, program kerja politik, kampanye politik, sosialisasi politik, dan produk politik,” ujar Ginting yang 30 tahun menjadi wartawan bidang politik. Ginting mengemukakan, targeting politik memiliki standar jumlah dan besaran pemilih, wilayah, penduduk atau populasi yang dapat menjadi penyumbang suara terbanyak pada pemilihan umum. Sehingga target politik memerlukan bantuan tokoh penting yang dapat membentuk opini publik. “Jadi dalam marketing politik, memerlukan aktor politik yang dapat menjadi opinion leader dalam membentuk opini publik,” kata analis yang mengenyam pendidikan sarjana politik, magister komunikasi politik, dan doktoral ilmu politik.  Sedangkan positioning politik dalam marketing politik, kata Ginting, dapat membentuk image (citra) yang ditanamkan kepada pemilih, bahwa kandidatnya mudah diingat para pemilih. Sehingga membentuk citra politik memerlukan waktu yang tidak sebentar.  “Image politiknya, Haji Anies atau Haji Ganjar layak dipilih sebagai presiden, karena dekat dengan kalangan Islam. Hal ini harus terus dibangun dalam jangka panjang.  Sebab kesan positif itu membutuhkan konsistensi dalam jangka waktu yang lama,” pungkas Ginting. (sws)

Negara Korup Bernama Indonesia

Oleh Dimas Huda, Wartawan Senior FNN KIAN mengapungnya kasus-kasus korupsi belakangan ini sungguh menjijikkan. Kasus korupsi Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate yang merugikan negara Rp8 triliun, hanyalah satu contoh saja, betapa bobroknya negeri ini.  Kini, korupsi seakan bukan hal yang memalukan. Seorang koruptor, begitu keluar dari penjara disambut bak pahlawan. Ada lagi bekas narapida korupsi yang kembali aktif berpolitik dan ber-cas-cis-cus tak tahu malu, dengan menunjukkan wajah tak berdosa.  Sungguh sangat berbahaya ketika korupsi berubah menjadi praktik yang diterima secara budaya. Berurusan dengan korupsi membutuhkan institusi yang efektif dan, yang terpenting, pemimpin yang kredibel.  Sementara, kesimpulan dari semua itu adalah kegagalan Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi. Padahal korupsi merupakan salah satu hambatan paling serius untuk memperdalam demokrasi dan pembangunan ekonomi. Transparency International Indonesia (TII) menyodorkan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2022 yang anjlok empat poin yaitu dari 38 menjadi 34. Tak cukup itu, peringkat Indonesia pun terjun bebas, dari 96 menjadi 110. Merujuk pada temuan TII, tak salah jika kemudian disimpulkan bahwa Indonesia layak dan pantas dikategorikan sebagai negara korup. Salah satu di antara sekian banyak variabel yang disorot oleh TII dalam paparan IPK adalah maraknya korupsi politik di Indonesia. Analisa tersebut tentu benar jika dikaitkan dengan realita saat ini.  Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sejak 2004 sampai 2022, pelaku yang berasal dari lingkup politik, baik anggota legislatif maupun kepala daerah, menempati posisi puncak dengan total 521 orang. Ini menandakan, program pencegahan maupun penindakan yang diusung pemangku kepentingan gagal total. Pada awalnya, kita berharap Jokowi yang tampak bersahaja itu akan berada di depan dalam pemberantasan korupsi. Nyatanya, tidak demikian. Profesor Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, menyebut Presiden Jokowi justru patut diduga melakukan tindak pidana korupsi.  Laporan Ubaedillah Badrun, 10 Januari 2022, kepada KPK memberi sinyal hal itu. Dalam laporan itu dijelaskan ada penyuntikan modal dari satu perusahaan Ventura di luar negeri ke perusahaan anak-anak presiden. Menurutnya, ini adalah upaya suap kepada Presiden melalui anak-anaknya. Konsepnya adalah trading influence, memperdagangkan pengaruh.  Di dalam United Nations Against Convention, Konvensi PBB antikorupsi, perdagangan pengaruh ini sudah dinyatakan secara tegas dan jelas. Anak-anak Jokowi tidaklah mungkin mendapatkan suntikan modal hingga ratusan miliar, jika mereka bukan anak presiden. Selain itu Presiden Jokowi justru melakukan pelanggaran pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi berupa obstruction of justice, menghalang-halangi penegakan hukum pemberantasan korupsi. Denny menyebut ada elit yang seharusnya diproses, tapi tidak, karena ada dalam barisan-barisan koalisi.  Presiden Jokowi mestinya berkaca pada teladan Ellen Johnson Sirleaf, Presiden Liberia dan kepala negara wanita pertama di Afrika. Bisa juga meniru Atifete Jahjaga, Presiden Kosovo dan kepala negara wanita pertama di Balkan.  Komitmen Presiden Sirleaf untuk memberantas korupsi bahkan sampai menskors putranya sendiri, bersama dengan 46 pejabat senior pemerintah lainnya, karena gagal mengungkapkan asetnya kepada pejabat antikorupsi Liberia.  Manuver politik ini menjadi cara yang sangat efektif untuk menunjukkan kepada warga dan pebisnis Liberia yang bekerja keras bahwa dia dan pemerintahannya menganggap serius pemberantasan korupsi. Sedangkan Presiden Jahjaga setelah beberapa bulan sebagai Presiden, pidato pertamanya di parlemen menunjukkan bahwa dia menyadari masalah ini dan berencana untuk menanganinya secara langsung. Dengan suara percaya diri, dia mengumumkan pembentukan dewan antikorupsi presiden. Dewan akan mengoordinasikan pekerjaan dan kegiatan para pemangku kepentingan utama yang memerangi korupsi. Orang yang skeptis cenderung percaya inisiatif semacam itu akan gagal sejak awal. Atau, lebih buruk lagi, institusi semacam itu akan dituduh melegitimasi pejabat korup dengan mempercayakan inisiatif korupsi yang dirancang untuk menyelidiki mereka. Akan tetapi, praktik negara menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi memerlukan pembentukan mekanisme pertukaran informasi yang efektif antara lembaga penegak hukum dan aktor lain yang terlibat. Bagi Presiden Jahjaga, membentuk Dewan yang digerakkan oleh hasil hanyalah permulaan. Dia dengan jelas mengakui bahwa korupsi juga merupakan masalah internasional dan pemberantasannya membutuhkan solusi bersama.  Dalam mengorganisir KTT perempuan internasional di Kosovo, yang menangani masalah korupsi publik secara dekat, Kosovo diubah dari pusat korupsi menjadi pusat internasional untuk mencari solusi melawan korupsi. Sementara di Indonesia, hal yang awalnya sudah dirintis pemerintah sebelumnya tak berlanjut. KPK yang selama ini gencar memberantas korupsi politik justru dilemahkan oleh Presiden Joko Widodo melalui perubahan Undang-Undang (UU) KPK. Tidak cukup itu, Presiden juga membiarkan figur-figur bermasalah memimpin lembaga antirasuah.  Kita juga tentu saja menyadari bahwa membangun institusi yang memerangi korupsi memang penting, tetapi tidak cukup. Memerangi korupsi publik membutuhkan kemauan politik, tanggung jawab bersama, dan kerja keras di antara para pemimpin partai politik dan terpilih secara demokratis, oposisi politik, masyarakat sipil, dan warga negara. Singkatnya, prakarsa antikorupsi lebih mungkin berhasil jika melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan.®

Pembatasan Kepemimpinan Ketua Umum Partai Politik

Oleh Sutrisno Pangaribuan -Presidium Kongres Rakyat Nasional BELUM lama berselang, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) membacakan putusan atas permohonan pengujian Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait sistem Pemilu yang semula terbuka, dimohonkan diubah menjadi tertutup. Dalam putusannya MKRI menolak seluruh permohonan para pemohon, sehingga Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Putusan tersebut sesuai harapan dan keinginan delapan (8) Fraksi DPR RI utusan 8 partai politik (Parpol) yang sempat menyampaikan ancaman evaluasi anggaran dan revisi UU tentang kewenangan, jika MKRI menerima permohonan penggugat.  Membatasi Masa Kepemimpinan Parpol  MKRI kembali menerima gugatan judicial review (JR) dari warga negara terkait kehidupan demokrasi dan politik di Indonesia. Kali ini, para pemohon mengajukan  permohonan pengujian UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik. Permohonan diajukan oleh dua orang warga negara bernama Eliadi Hulu warga Nias, Sumatera Utara dan Saiful Salim warga asal Mantrijeron, Yogyakarta. Gugatan itu diterima MKRI pada Rabu (21/6/2023), dan didaftarkan kuasa hukum Leonardo Siahaan.  Para pemohon menyebut akar masalah  dalam beleid gugatannya adalah karena UU tersebut tidak mewajibkan AD dan ART Parpol mengatur batasan masa jabatan pimpinan Parpol. Akibatnya  berimplikasi pada kekuasaan yang terpusat pada orang tertentu dan terciptanya dinasti dalam tubuh parpol. Rancang bangun UU Parpol menjadikan Parpol sebagai organisasi superior tanpa adanya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak internal partai, terutama publik. Dalam permohonannya, Eliadi dan Saiful menggugat agar Pasal 23 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang semula berbunyi: \"Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.\" Agar diubah menjadi: \"Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.\" Pro dan Kontra Masa Kepemimpinan Parpol  Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ikut buka suara soal gugatan terhadap aturan masa jabatan ketua umum partai dibatasi maksimal dua periode. Prabowo menilai hal itu merupakan ranah partai politik. Dia berkata batasan masa jabatan ketua umum partai diatur di internal partai politik. Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOPKK) DPP Partai Demokrat Herman Khaeron juga merespons gugatan pembatasan masa jabatan ketua umum. Herman menyebut persoalan itu merupakan urusan internal partai dan tak bisa diatur oleh negara. Ketua DPP PPP Achmad Baidowi berharap Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan gugatan UU Partai Politik terkait masa jabatan ketua umum partai. Sebab, tidak seharusnya MKRI mengurus aturan main di internal Parpol. Parpol diberikan kemandirian untuk mengatur dirinya dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira juga tidak sependapat dengan gugatan tersebut. Menurut Andreas, kalaupun masa jabatan ketua umum harus diatur, maka cukup di AD dan ART Parpol.  Andreas menyatakan jika seluruh pasal dalam semua UU bisa digugat ke MKRI, maka sistem perundang-undangan Indonesia bisa celaka. Jika gugatan dikabulkan, Andreas mengatakan agar kewenangan membuat UU diserahkan kepada MKRI.  Sementara Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menganggap masa jabatan Ketum Parpol digugat hal yang wajar. Dia menilai masyarakat ingin ada sirkulasi kepemimpinan dalam organisasi Parpol. Dan sirkulasi kepemimpinan adalah hal yang sehat. Adagium power tend to corrupt, bahwa kekuasaan (jika terlalu lama) cenderung menyimpang punya pembenaran dalam sejarah.  Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui Juru Bicara DPP PSI Dedek Prayudi, menyatakan setuju ada pembatasan masa jabatan ketua umum Parpol. Parpol adalah \'rahim\' kehidupan politik dalam sistem demokrasi. Jabatan presiden, gubernur, dan walikota yang lahir dari rahim partai politik saja dibatasi, maka wajar jika ketua umum Parpol juga dibatasi. Parpol Milik Publik, Bukan Milik Pribadi Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Maka sejatinya Parpol adalah lembaga milik publik yang inklusif dan memenuhi kaidah dan ketentuan hukum sesuai karakter negara demokrasi Pancasila. Sehingga kebutuhan dan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara harus menjadi yang pertama dan utama diperjuangkan oleh Parpol. Eksklusivitas orang, keluarga atau kelompok tertentu dalam Parpol bertentangan dengan Konstitusi Indonesia.  Penggunaan istilah adanya \"hak prerogatif\" dalam Parpol juga bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mensyaratkan representasi suara terbanyak. Maka seluruh keputusan Parpol harus melewati proses pengambilan keputusan secara berjenjang dan partisipatif. Pengambilan keputusan yang tanpa partisipasi orang banyak dalam Parpol pun tidak dibenarkan, sebab pasti subjektif dan kental nuansa \"like or dislike\" Segala Bentuk Kekuasaan Dibatasi  Penolakan pembatasan masa kepemimpinan dalam Parpol dengan alasan karena Parpol membiayai dirinya sendiri tidak benar. Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik wajib memberi bantuan keuangan kepada Parpol secara bertingkat dan berjenjang. Sehingga dalam APBN/ APBD Provinsi/ Kabupaten/ Kota wajib dialokasikan bantuan keuangan Parpol.  Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia mendukung sepenuhnya gugatan dari pemohon tentang pembatasan masa kepemimpinan (Ketum) Parpol. Alokasi anggaran untuk bantuan keuangan Parpol sebagai bukti bahwa negara terlibat dalam pengelolaan Parpol. Maka Parpol memiliki kewajiban mematuhi hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pembatasan masa kepemimpinan dalam Parpol, menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Praktik demokrasi harus dimulai di dalam Parpol sendiri, baru diperjuangkan dan diwujudkan dalam tata kelola pemerintahan. Fakta sejarah Indonesia menunjukkan bahwa kekuasaan yang tidak dibatasi berakhir tragis, dipaksa tumbang oleh \"people power\". Maka segala bentuk kekuasaan absolut, termasuk dalam Parpol harus diakhiri. Jika Parpol tidak bersedia melakukan perubahan dalam masa kepemimpinan, maka bantuan keuangan yang bersumber dari keuangan negara baik APBN maupun APBD harus dihentikan.  Kornas meminta kepada MKRI agar mengabulkan permohonan JR Eliadi dan Saiful sehingga kekuasaan eksklusif, absolut dalam Parpol berakhir. Sebagai pilar demokrasi, maka wujud praktik demokrasi paling nyata adalah pembatasan kekuasaan. (*)

Anis Matta: Partai Gelora Tetapkan Empat Kriteria Capres yang akan Didukung

JAKARTA, FNN  -  Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia akan segera mengumumkan secara terbuka calon presiden (capres) yang akan didukung di dalam Pemilihan Presiden 2024 mendatang.  Partai Gelora telah membuat empat kriteria yang menjadi panduan bagi umat untuk menentukan pilihan seorang pemimpin dalam Pilpres 2024. Dimana dalam memilih pemimpin itu, pada dasarnya tidak memilih yang sempurna, tetapi memilih orang yang tepat.  \"Kita pasti akan menetapkan capres kita. Insya Allah dalam waktu tidak terlalu lama, Partai Gelora akan menetapkan capres, dan siapa calon presiden, kita telah membuat empat kriteria cukup sederhana dalam menentukan seorang pemimpin.\" kata Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (27/6/2023). Hal itu disampaikan Anis Matta dalam Anis Matta Menjawab Episode #2 yang ditayangkan di YouTube Gelora TV setiap hari Senin sore pukul 16.30 WIB. Program Anis Matta Menjawab ini khusus dibuat untuk menjawab pertanyaan dari para netizen. Pada edisi perdana#1 lalu, Anis Matta Menjawab pertanyaan tentang \'Indonesia Emas dan Revolusi Pendidikan\'. Dalam menetapkan seorang capres , menurut Anis Matta, harus dijawab dan dijelaskan secara komprehensif dalam empat perspektif. Yakni perspektif agama, perpektif kepentingan nasional, perspektif geopolitik dan perspektif ancaman disintegrasi bangsa. \"Dalam perspektif agama, kita selalu menemukan masyarakat yang selalu menggunakan alasan agama dalam menentukan calon presiden\" katanya. Seorang pemimpin itu, pada dasarnya adalah seseorang yang kuat dan amanah, yang akan mengurus segala urusan orang, sehingga dia menerima gaji. \"Kalau di Islam, dipanggil Khalifah Amirul Mukminin. Dia mengurus segala urusan umat, tidak hanya urusan politik, tetapi urusan seluruh rakyat. Sehingga butuh kejujuran, integrasi, tidak ragu-ragu dan amanah. Urusannya sangat kompleks, semua urusan negara diurus,\" ujarnya. Sehingga untuk mengurus semua ini dibutuhkan pemimpin yang sabar,  berkarakter mampu mengurus rakyat, dan memiliki kelapangan dada, serta memiliki pengetahuan untuk mengambil kebijakan yang tepat. \"Tetapi kalau kita bicara manusia sempurna yang dibutuhkan, tentu akan banyak perdebatan. Namun di dalam literatur, cukup hanya dua syarat saja yang bisa dipenuhi,  tidak perlu keseluruhannya, yakni kuat dan amanah saja,\"  katanya. Di zaman Rasulullah SAW, kata Anis Matta, ada seorang sahabat yang meminta dikasih jabatan, namun Rasullah SAW menolak memberikan. Karena memilih pemimpin untuk jabatan publik itu, harus memilih orang kuat, karena kekuatannya berguna untuk menjaga amanahnya, sementara sahabat tersebut dilihat tidak begitu kuat. \"Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib itu memiliki karakter yang berbeda-beda, ada yang keras, dan lemah-lemah lembut. Tetapi semua karakternya kuat-kuat dan amanah,\" katanya. Artinya, memilih pemimpin itu dalam perspektif agama itu, orang tidak harus memilih yang sempurna pada dasarnya, tetapi memilih orang yang tepat.  \"Dan situasi sekarang juga berbeda di zaman Khulafaur Rasyidin. Yang tepat bisa jadi tidak sempurna, dan pada situasi sekarang, mencari kriteria sempurna itu, sudah susah ditemui sekarang,\" katanya. \"Jadi kalau dalam sejarah Islam itu nggak pernah ada yang kriterianya sesempurna pada masa Khulafaur Rasyidin. Kriteria ini tidak akan utuh sekarang, tidak bisa kita menggunakan dalil-dalil agama untuk menegaskan calon yang akan didukung, tapi siapa yang tepat untuk situasi sekarang,\" lanjutnya. Dalam perspektif nasional, itu pemimpin yang tepat diperlukan dalam situasi sekarang. Karena pemimpin sekarang itu, harus bisa mempertimbangkan situasi perspektif geopolitik global saat ini.  \"Pemimpin yang kita pilih sekarang harus bisa menghitung kepentingan geopolitik. Jangan pilih pemimpin yang akan menjadikan negara kita ini,  sebagai medan tempur negara lain. Ini penting saya tegaskan, karena kekuatan adidaya antara Amerika dan China ingin membawa konflik  ke kawasan Asia Pasifik,\" ujarnya. Jika perang terjadi di kawasan Asia Pasifik, maka yang paling terkena dampaknya adalah Indonesia. Karena Indonesia adalah menjadi daerah paling strategis untuk menjadi daerah konflik negara-negara lain.  \"Hari-hari sekarang, implikasi konflik kita sudah rasakan efeknya pada perekonomian. Karena konflik geopolitik mempengaruhi laju perputaran ekonomi dunia, inflasi luar biasa terjadi. Kalau situasi memburuk di tahun-tahun akan datang, maka akan membawa dampak serius bagi negara kita,\" katanya. Karena itu, kata Anis Matta, untuk mencari pemimpin di 2024  harus melihat dari sisi kepentingan nasional Indonesia, yakni mencegah terjadinya disintegrasi bangsa dan tidak menjadi medan tempur baru pasca perang Rusia-Ukraina.  \"Kita tidak ingin menakut-nakuti, tapi semua faktor yang membuat ancaman disintegrasi itu, apalagi kita memiliki populasi mencapai 200 juta dan dikenal sebagai negara kepulauan. Begitu tekanan ekonomi semakin berat, maka ancaman disintegrasi itu, akan semakin nyata,\" jelasnya.  Anis Matta menegaskan, ancaman terbesar dalam Pilpres 2024 mendatang adalah polarisasi politik yang mulai meningkat tajam, padahal kita sudah memiliki pengalaman di Pilpres 2019 lalu. \"Ancaman ini berbahaya bagi kita sekarang ini. Polarisasi politik di tengah situasi geopolitik global saat ini, bisa membuat ancaman disintegrasi bangsa. Indonesia bisa menjadi medan tempur negara-negara lain, kawasan Eropa, Afrika sudah, tinggal di kawasan Asia Pasifik. Jadi kita perlu kekuatan tengah yang kuat yang bisa menjadi faktor pemersatu,\" tegasnya. Dapat disimpulkan bahwa, Indonesia ke depan, lanjutnya, diperlukan capres yang kuat yang bisa mempersatukan semua kekuatan, bukan sebaliknya capres yang mempertahankan polarisasi dan membuat disintegrasi bangsa semakin nyata.  \"Jadi saya kira, saya telah menjelaskan kriteria ini cukup sederhana dalam empat perspektif ini. Seperti apa nanti capres Partai Gelora, Insyaallah tidak jauh-jauh dari referensi dan argumentasi kriteria tersebut. Siapa presidennya, ya kira-kira dari empat kriteria ini,\" pungkasnya. (*)

Sidang Johnny G. Plate: Bukan Hanya Gempa Bumi di Nasdem, tapi juga Partai-partai Penerima Aliran Dana

Jakarta, FNN - Hari ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) nonaktif, Johnny G. Plate dan dua terdakwa lain mulai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023). Johnny merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022. Meskipun ini sidang perkara korupsi, tetapi nuansa politiknya sangat kental. Sementara itu, ada perkembangan berita terbaru yang juga menarik, yaitu soal PPATK yang saat ini sudah membekukan rekening perusahaan milik Puan Maharani, yang direktur eksekutifnya sudah menjadi tersangka. Selain itu, juga ada kehebohan baru di mana Sugiono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, mendapat dana miliaran, namun Sugiono sudah membantahnya. Tetapi, publik tetap sulit menepis anggapan bahwa ada trading influence dalam hal itu. Menanggapi keadaan tersebut, Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selasa (27/6/23) mengatakan, “Kita coba lihat konstruksi dari peristiwa ini. Jelas itu di agenda pertama ini adalah agenda kekuasaan untuk membatalkan pencalonan Anies melalui kriminalisasi Johnny G. Plate. Tetapi, ada yang riil tentu, ada korupsi di dalamnya dan korupsi ini juga sudah kita dengar dari dua tiga tahun lalu.”   Pembuktian itu, lanjut Rocky, tentu pembuktian pidana. Tetapi, pikiran publik terbelah, apakah pembuktian pidana itu hanya akan menimbulkan gempa bumi di kalangan Nasdem, atau pembuktian itu nanti harus tuntas dengan melibatkan atau memeriksa mereka yang kena aliran 8 triliun itu. “Kan secara rasional nggak mungkin uang sebanyak itu beredar dalam satu dua orang. Pasti ada pembekalan-pembekalan, persiapan untuk menghalangi kasus itu dibuka. Dan satu persatu memang mulai diperlihatkan bahwa begitu banyak dana yang dikorupsi, begitu banyak dana juga yang dikumpulkan untuk menutupi kasus itu,” ujar Rocky. Menurut Rocky, kasus semacam ini menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia pasti melibatkan dimensi atau berlapis-lapis fasilitas kekuasaan. “Jadi, kita senang juga pada akhirnya ini bukan sekadar untuk membongkar skandal BTS ini melalui pentinggi Nasdem, tapi melibatkan paling  enggak dua partai yang disebut, yaitu Gerindra dan PDIP. Ini hal yang mungkin nggak diduga.  Bahkan Pak Jokowi juga mungkin tidak bisa memprediksi ke mana arah penyelesaian ini. Sementara publik menginginkan dibuka secara tuntas,” ungkap Rocky dalam diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu. Rocky juga mengatakan bahwa Prabowo tentu juga akan terganggu jika Sugiono sebagai Wakil Ketua Umum Gerindra klarifikasi dari awal. Demikian juga dengan suami Puan Maharani yang akhirnya dinyatakan bahwa rekeningnya dibekukan. “Dibekukan itu kan menunjukkan ada fraud di situ, ada kejahatan korporasi di situ, yang bisa terkait dengan pemeriksaan lebih awal, lebih jauh lagi tentang keterlibatan suami Puan,” kata Rocky. Pembekuan rekening perusahaan suami Puan Maharani, kata Rocky, artinya ada PDIP di situ. Suami Puan tidak mungkin mempunyai akses seperti yang diduga, kalau dia bukan suami Puan. Itu berarti bahwa di belakang itu ada PDIP. “Jadi, bagus kita buka saja ada tiga partai sekarang yang berkompetisi di dalam upaya untuk saling menyalahkan atau saling menyelamatkan muka. Tapi, di ujung semua pemberitaan ini, kita ingin supaya Pemilu tidak diganggu oleh tukar tambah politik atas kasus ini. Jangan sampai justru kasus ini jadi tukar tambah untuk mengatur hasil pemilu nanti,”ujar Rocky. Rocky juga mengatakan bahwa sebenarnya kasus ini sudah lama ada, tetapi baru dibuka setelah Nasdem mencalonkan Anies sebagai presiden. Kenapa tidak sibuka dari awal? “Karena kita tahu bahwa tidak mungkin uang sebanyak itu hanya ditelan sendiri oleh Johnny Plate. Pasti dia juga tabur-tabur di sana-sini. Atau hujannya pasti merata lah, bukan hujan lokal,”ujar Rocky. Dari pantauan Rocky  di banyak WA grup, terutama di kalangan aktivis, diketahui bahwa para aktivis ingin menjaga atau mengawal kasus ini supaya jangan dipetieskan. “Jadi ini kotak Pandora sudah dibuka dengan akibat yang macam-macam, karena nggak ada kekuasaan yang bisa mengendalikan lagi kalau isu ini masuk ke dalam wilayah publik di tahun politik,” ujar Rocky. Jadi, kata Rocky, keributan politik akan dimulai oleh kepastian pemeriksaan awal Johnny G. Plate dan ujungnya bisa kita pastikan bahwa hal ini akan dipakai oleh Pak Jokowi untuk memastikan bahwa seseorang yang disebut jangan dipilih memang tidak akan dilanjutkan pencalonannya. Tetapi, itu hanya ada dalam kepala Jokowi. Belum tentu publik mengiyakan skenario Jokowi untuk menghalangi seseorang. (ida)

Johnny G. Plate Diduga Menerima Rp17,8 Miliar dari Proyek BTS

Jakarta, FNN - Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny Gerard Plate diduga menerima uang sebesar Rp17.848.308.000 dalam perkara dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base tranceiver station (BTS) dan infrastruktur pendukung Kominfo periode 2020 hingga 2022.\"Terdakwa Johnny Gerard Plate sebesar Rp17.848.308.000,00,\" ujar Jaksa Penuntut Umum Sutikno dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.Jaksa merinci bahwa Johnny menerima uang sebesar Rp10 miliar dengan cara menerima sebesar Rp500 juta per bulan sebanyak 20 kali mulai bulan Maret 2021 sampai Oktober 2022 dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (IH) melalui Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama dengan cara memerintahkan Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif (AAL).Salam kurun waktu 2021 hingga 2022, jaksa mengatakan bahwa Johnny menerima fasilitas senilai Rp420 juta dari Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak (GMS) berupa pembayaran bermain golf sebanyak enam kali, masing-masing di Suvarna Halim Perdana Kusuma, Senayan Golf, Pondok Indah Golf, BSD, PIK II, dan Bali Pecatu sebelum acara G20.Jaksa juga mengungkapkan bahwa Johnny memerintahkan Anang Achmad Latif mengirimkan uang untuk kepentingan dirinya.Adapun rincian dari kepentingan Johnny, yakni pada April 2021 memberikan bantuan kepada korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, sebesar Rp200 juta.\"Pada Juni 2021 sebesar Rp250 juta kepada Gereja GMIT di Provinsi Nusa Tenggara Timur,\" ujar jaksa.Kemudian pada Maret 2022 sebesar Rp500 juta kepada Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus, serta sebesar Rp1 miliar kepada Keuskupan Dioses Kupang pada bulan yang sama.\"Sekitar tahun 2022 menerima uang sebanyak empat kali dengan total keseluruhan Rp4 miliar dari Irwan Hermawan,\" kata jaksa.Rincian masing-masing penerimaan, yakni sebesar Rp1 miliar yang dibungkus kardus diberikan melalui Windi Purnama kepada Welbertus Natalius Wisang atas perintah Anang.Kemudian Welbertus Natalius Wisang menyerahkan uang tersebut kepada Johnny sebanyak tiga kali di ruang tamu rumah pribadi Johnny di Jalan Bango 1, Cilandak, Jakarta Selatan, dan satu kali di ruang kerja Johnny di Kantor Kemenkominfo.\"Sekitar tahun 2022 menerima fasilitas dari Jemy Sutjiawan berupa sebagian pembayaran hotel bersama tim selama melakukan perjalanan dinas luar negeri ke Barcelona, Spanyol, sebesar Rp452.500.000,\" ucapnya.Selanjutnya sekitar tahun 2022 menerima fasilitas dari Irwan berupa sebagian pembayaran hotel bersama tim selama melakukan perjalanan dinas luar negeri ke Paris, Prancis, sebesar Rp.453.600.000, lalu ke London, Inggris, sebesar Rp167.600.000, dan Amerika Serikat sebesar Rp404.608.000.\"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerad Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama, dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51,\" ujar Sutikno.Perbuatan tersebut melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(ida/ANTARA)

Panji Gumilang Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Jakarta, FNN - Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan melaporkan pengasuh Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang ke Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.Berdasarkan pantauan ANTARA di lapangan, Ken tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, pukul 9.25 WIB, dengan mengenakan kemeja hijau dengan balutan jaket kulit cokelat. Ken melaporkan Panji terkait dugaan pidana ujaran kebencian bermuatan SARA dan penistaan agama sebagaimana diatur Pasal 156 a KUHP.\"Ini kami mau melaporkan, tujuan kami tidak hanya untuk menghentikan langkah Panji Gumilang,\" kata Ken kepada awak media di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.Melalui laporan itu, lanjutnya, dia ingin melihat bagaimana penegakan hukum berjalan di Indonesia. Tidak hanya itu, laporan itu juga menunjukkan bahwa tidak ada satu pun orang yang kebal hukum.\"Kami ingin melihat ada proses hukum, ingin ada keadilan bahwa tidak ada yang kebal hukum karena sudah jelas, ini penodaan agama dan telah membuat kegaduhan,\" katanya.Meski demikian, dia belum bersedia menjelaskan apa saja materi laporan dan barang bukti awal yang dibawa dalam laporannya itu.\"Ada, sudah kami siapkan,\" tambahnya.Sementara itu, Ken tidak mempersoalkan adanya rencana pelaporan balik dari pihak Ponpes Al-Zaytun kepada dirinya.\"Tidak apa-apa, ini kan dinamika,\" ujar Ken.Sebelumnya, Sabtu (24/6), Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebutkan ada tiga tindakan dalam penanganan polemik kegiatan Pondok Pesantren Al-Zaytun.Pertama, penanganan dugaan tindak pidana di Ponpes Al Zaytun diserahkan kepada pihak kepolisian. Kedua, pemberian sanksi administrasi kepada Ponpes Al-Zaytun dilakukan secara berjenjang sampai tingkat perguruan tinggi.Ketiga, menjaga ketertiban dan keamanan selama berlangsungnya penanganan terhadap polemik Al-Zaytun. Dalam hal itu, Kemenkopolhukam akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.Pondok Pesantren Al-Zaytun belakangan menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat karena kegiatannya dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Selain itu, Panji Gumilang selaku pimpinan ponpes juga diduga melakukan tindak pidana.(ida/ANTARA)