ALL CATEGORY

Dukung TNI, Copot Baliho Ganjar

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SIKAP sok kuasa pendukung Ganjar perlu mendapat pelajaran. Seenaknya memasang baliho yang bernuansa kampanye di lokasi instansi militer. Merasa bahwa Ganjar didukung PDIP jadi semaunya memasang baliho. Sikap Dandim 1013/MTW yang mencopot baliho itu menurut Kapuspen TNI Laksda Julius Widjojono adalah dalam rangka menjaga netralitas TNI.  Upaya menjaga netralitas sudah sangat tepat sebab betapa bahaya negara jika TNI, dan juga Polri, terlibat dalam kegiatan politik praktis. Apalagi ikut dalam dukung mendukung salah satu Calon Presiden. TNI harus menjaga jarak yang sama dengan semua kandidat dan semua partai politik. Menurut UU No 34 tahun 2004 Pasal 2 butir d ditegaskan bahwa sebagai tentara profesional TNI \"tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis\". Sikap tepat Dandim Muara Teweh Barito Utara yang dibela Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menjadi contoh bagi daerah lainnya. Kita teringat sikap Pangdam III Siliwangi Mayjen Kunto Arief Wibowo yang mewanti-wanti  pentingnya politik beretika. Memasang baliho Ganjar di lokasi Makodim adalah berpolitik tidak beretika. Cermin dari mendudukan politik sebagai panglima. Bukan hukum dan etika.  Yang menggelikan adalah ocehan Guntur Romli yang memprotes pencabutan baliho, gelinya karena katanya dengan pencabutan baliho Ganjar justru TNI tidak netral. Argumen terbalik-balik. Teriak lantang bahwa yang berhak mencabut baliho adalah Satpol PP. Ngerti tidak ya bahwa baliho itu dipasang di lahan Makodim bukan di area umum. Jadi Kodim berhak untuk mencabut.  Berbeda dengan kasus cawe-cawe Pangdam Jaya dulu yaitu Mayjen TNI Dudung Abdurrahman yang mencabut baliho Habib Rizieq Shihab yang terpasang di Petamburan, itu area Kantor FPI. Memang semestinya Satpol PP yang berhak mencabut, bukan Dudung. Hebatnya sang \"Satpol\" itu ternyata naik pangkat terus hingga menjadi Jenderal.  Nah, mas Guntur Romli seharusnya dulu teriak sekencengnya kepada Bapak Dudung, bukan sekarang dimana tindakan TNI yang mencabut baliho Ganjar Pranowo sudah sangat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ganjar bukan tokoh yang berhak mendapat perlakuan istimewa. Dia Gubernur yang sudah merasa jadi Presiden. Mimpi.  PDIP sendiri tidak mesti menekan TNI untuk pemasangan baliho Ganjar. Sebaliknya harus menyadari akan kesalahannya. Kekuasaan tidak boleh disalahgunakan.  PDIP punya catatan hitam teranyar dengan menggiring BRIN yang Ketua Dewan Pengarahnya adalah Megawati Ketum PDIP. Melakukan \"penelitian\" untuk menyukseskan Ganjar dalam kaitan dengan kaum milenial. Penuh puja-puji untuk Ganjar Pranowo. Dari sisi etika maka penggunaan badan penelitian negara untuk kepentingan politik seperti ini dapat dikualifikasi sebagai perbuatan yang tidak bermoral.  Kembali ke baliho, sikap Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang pasang badan untuk membela anak buahnya patut untuk mendapat acungan jempol. Berbeda dengan Panglima TNI terdahulu Jenderal Andika yang menyudutkan anak buah soal persyaratan keturunan PKI. Jenderal Andika malah membela keturunan PKI untuk dapat menjadi prajurit TNI. Sejarah kelam penghianatan PKI terhadap ideologi Pancasila diabaikan. PKI dianggap teman yang harus dikasihani dan disayangi.  Kini Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa bertugas untuk menjadi Tim Sukses Capres PDIP Ganjar Pranowo. Bahkan ia menyatakan siap untuk menjabat sebagai Ketua Tim Sukses.  Kisah TNI memang menarik. Dulu tahun 1965 TNI (ABRI) menjadi korban dari kejahatan PKI akan tetapi saat ini dengan Keppres No 17 tahun 2022 dan Inpres No 2 tahun 2023 serta Keppres No 4 tahun 2023 TNI yang justru disalahkan sebagai pelanggar HAM berat terhadap aktivis dan keluarga PKI.  Sungguh ironi rezim Jokowi. Adakah rezim ini memang PKI?  Bandung, 18 Juli 2023.

Doa Anies

Oleh Eep Saefulloh Fatah - Warga Negara Indonesia, tinggal di Tangerang Selatan, Banten Ia beranjak dari kursi. Melangkah menuju podium. Lewat layar televisi saya lihat sosoknya bergerak. Merayap di kepala saya kecemasan.  Saya khawatir ia terjebak menjadikan podium itu sebagai tempat melemparkan banyak kritik keras pada keadaan yang tak bersahabat. Saya khawatir, ia terpanggang dan terpancing massa berjumlah besar dan makin melantangkan kritiknya untuk banyak lubang besar yang (bakal) ditinggalkan pemerintahan Presiden Jokowi. Siapa saya hingga menyimpan cemas? Saya kawannya. Tak lebih dan tak kurang. Berbagi kecemasan antar-kawan adalah soal lumrah saja. Siapa dia dan bergerak ke podium apa? Ini cerita tentang Anies Baswedan dan podium di acara Apel Siaga Perubahan Partai NasDem di Gelora Bung Karno, Minggu sore, 16 Juli 2023. Saya mengenal Anies sebagai komunikator publik yang cakap. Salah satu yang tercakap. Tapi beberapa kali, belakangan ini, saya lihat Anies menghabiskan energi berlebihan untuk melontarkan banyak kritik terbuka untuk pemerintahan saat ini. Mengeritik pemerintah baik-baik saja. Bahkan perlu. Tapi, secara instingtif saya merasa, jauh lebih baik bagi Anies untuk fokus pada apa yang hendak ia kerjakan. Secara instingtif saya merasa peluangnya untuk memenangi Pilpres 2024 lebih terbuka dengan fokus memaknai “continuity and change” yang ia pidatokan saat menerima penunjukan Partai NasDem sebagai Calon Presiden, 3 Oktober 2022 lalu. Yang saya maksudkan fokus, bukanlah bicara soal kesinambungan dan perubahan itu pada tataran gagasan-gagasan besar. Yang saya maksudkan memaknai itu adalah menegaskan komitmen-komitmen kerjanya yang konkret untuk warga, untuk rakyat, dalam kerangka kesinambungan dan perubahan. Anies harus fokus pada yang ia tawarkan; bukan pada yang Presiden Jokowi abaikan. Anies boleh memberi pengantar berupa gagasan-gagasan besar, tapi daging utama komunikasinya harus berupa tawaran-tawaran konkret, jalan keluar bersahaja dari masalah-masalah warga sehari-hari. Dengan begitu, ia bergerak ke tengah. Bagi Anies, kanan itu “hanya” titik berangkat; bukan arena utama bermain. Arena utamanya ada di tengah. Sukses Anies di 2024 — dengan asumsi bahwa ia berhasil lolos menjadi kandidat resmi di akhir November kelak — ditentukan seberapa berhasil ia menggarap dan menggalang para pemilih di tengah. Dalam konteks itu, sibuk mengeritik pemerintahan Presiden Jokowi hanya menimbulkan dua masalah: Jalan di tempat di sisi Kanan (melayani hanya sekitar 30% persen atau kurang calon pemilih yang memang anti-Jokowi) dan tak membangun percakapan sehat untuk Pemilu 2024 (hanya menenggelamkan diri dalam hiruk pikuk debat warganet yang terpancing kritik-kritiknya). Karena itu sebagai kawannya saya cemas. Cemas bahwa Anies salah memanfaatkan panggung besar yang disediakan Surya Paloh dan Partai NasDem. Tapi kecemasan saya bertepuk sebelah tangan. Kekhawatiran saya tak terbukti. Alih-alih memaki, Anies berdoa. Sebuah pilihan yang menurut saya, matang, cerdas dan sehat. Berdoa adalah menghadapkan hamba tak berdaya dengan Tuhan Sang Maha Digdaya. Berdoa mewakili dua lapis fenomena sekaligus: Horizontal saat Sang Hamba menyapu lingkungan sekitarnya untuk menemukan bahan bagi doa-doanya, dan vertikal-transendental ketika Sang Hamba bersimpuh memohon pada Sang Maha Kuasa lagi Bijaksana. Sang Aziz dan Hakim. Maka format doa adalah sebuah pilihan cerdas Anies sore itu. Dengan berdoa ia tak menempatkan dirinya berhadapan dengan Presiden Jokowi dan barisan di belakangnya. Ia menengadah ke Atas, ke tempat jauh di atas singasana kekuasaan Presiden dan siapapun. Maka semua yang dilontarkannya — tentang semua keadaan yang tak bersahabat, tentang masalah-masalah sehari-hari yang dihadapi nyaris semua orang saat ini, tentang lubang-lubang besar yang (bakal) ditinggalkan pemerintahan saat ini — berhamburan ke udara. Semuanya tak memercik ke wajah Presiden dan siapapun yang sedang pasang kuda-kuda bertahan vis a vis kritisisme publik hari-hari ini. Doa yang dibacakan adalah percakapan privat Hamba dan Tuhannya yang di-publik-kan. Dan bagian pengunci dari doa itu adalah beberapa penggal kata Anies di ujung pidatonya. Ketika kurang lebih ia mengatakan: Hai masalah! Silakan kau ada di sana. Kami punya Tuhan yang bisa memberi kami kekuatan untuk mengatasimu! Berdoa juga pilihan yang cerdas dan dingin. Lewat doa setiap hamba bisa mengadu. Tentang apa saja. Tentang masalah seberat dan sesensitif apapun. Berdoa adalah pengakuan ketiadaan kekuasaan di hadapan Sang Pemilik Langit dan Bumi beserta segenap isinya. Walhasil, ketika Anies menyebutkan berbagai masalah yang dihadapi rakyat — ketika ia menegaskan perkelahian banyak warga melawan keburukan-keburukan yang masih mengungkung hidupnya — siapapun tak berhak merasa disindir atau dinyinyiri. Dengan doa, pengakuan atas banyak masalah itu tak terjebak menjadi peluru-peluru yang ditembakkan ke kompetitor politik. Doa membuatnya menjadi presentasi yang representatif — sebab ia mewakili suara-suara mereka yang mengamini. Doa juga pilihan yang sehat. Melalui rangkaian kata demi kata yang disusun Anies dalam doanya, diam-diam ia sedang menguraikan daftar komitmen-komitmen kerja yang ia tawarkan buat Indonesia hari ini dan esok. Doa menjadi semacam — meminjam istilah baku Komisi Pemilihan Umum — “Visi-Misi-Program Kerja” yang disampaikan secara sangat personal, persuasif dan bersahabat. Pendeknya, saya lega Anies tak menjadikan podiumnya untuk berteriak ke hadapan wajah kekuasaan. Saya lega, alih-alih, Anies melantunkan permohonan yang ia pantulkan ke Atas, ke Sang Maha Kuasa. Hal lain yang saya saksikan sore itu adalah optimisme yang ditebar Anies. Optimisme bahwa ujian, tantangan, tekanan atau apapun akan bisa dilewati oleh mereka yang percaya pada kekuatannya, berbaik sangka pada pertolongan Tuhannya, dan tak pernah berhenti berikhtiar. Hari-hari ini kita perlu tebaran optimisme itu dari siapapun — dari Anies, dari Ganjar Pranowo, dari Prabowo Subianto, dan dari siapa saja termasuk Anda yang sedang menuntaskan membaca ini. (Bintaro, 17 Juli 2023)

Anis Matta Ungkap Ada Empat Perspektif Upaya Saling Bongkar Kasus Jelang Pilpres 2024

JAKARTA, FNN  - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, akan ada fenomena saling bongkar kasus atau \'dirty job\' menjelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Fenomena bongkar kasus tersebut, akan mendominasi pemberitaan politik di semua media selama 6 bulan ke depan hingga Pilpres digelar pada 14 Februari 2024. \"Nanti akan kita lihat dalam sisa waktu 6 bulan ke depan sampai Pilpres, akan ada fenomena bongkas kasus yang terjadi terus menerus. Ini akan mendominasi semua berita politik, itu indikatornya sangat kuat,\" kata Anis Matta dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/7/2023). Pernyataan itu disampaikan Anis Matta dalam program \'Anis Matta Menjawab\' Episode #5 dengan tema \'Mengapa Saling Bongkar Kasus Jelang Pilpres 2024\' yang tayang di kanal YouTube Gelora TV, Senin (17/7/2023). Program \'Anis Matta Menjawab\' ini dipandu oleh Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi Organisasi DPN Partai Gelora Dedi Miing Gumelar yang bertindak sebagai host. Menurut Anis Matta, fenomena bongkar kasus jelang Pilpres 2024, karena bakal calon presiden (Bacapres) yang akan mengikuti kontestasi mengalami krisis ideologi, krisis narasi dan krisis kepemimpinan. \"Jadi kira-kira saya punya empat perspektif untuk membaca, mengapa ada fenomena saling bongkar kasus sekarang jelang Pilpres. Pertama itu, ada efek dosa, kedua ada konflik elite, ketiga sedang krisis narasi dan keempat teori Tumit Achilles,\" ujar Anis Matta. Perspektif efek dosa, kata Anis Matta, sebenarnya tidak terkait dengan proses politik atau Pilpres 2024. Sebab, Islam mengajarkan, bahwa seseorang yang melakukan dosa membuat cahaya dalam hatinya menjadi meredup, hatinya gelap dan mengeras, serta menjadi orang yang kasar, kesepian dan ketakutan. \"Sekarang coba bayangan kalau dosa itu dilakukan berjamaah. Ada satu titik dosa itu, tidak bisa ditutupi dan auratnya akan terbuka. Dan waktu Allah SWT ingin menghinakan seseorang, tidak ada yang bisa menghidarkan. Jadi kita lepaskan dulu dari proses politik, bahwa orang yang melakukan dosa pasti akan dihinakan, cepat atau lambat,\" katanya. Anis Matta lantas mengibaratkan hal itu dengan jenazah yang ingin ditutupi dengan kain kafan, ternyata tidak cukup atau tidak bisa ditutupi dengan kain kafan tersebut, karena telah dihinakan Allah SWT, akibat efek perbuatan dosa yang telah dilakukannya. \"Dalam konteks politik, itu maksudnya satu dosa yang ditutupi dengan perlindungan politik atau hukum itu, ada limit waktunya atau limit dosanya terakumulasi, pasti akan terbuka,\" katanya. Di dalam politik, lanjut Anis Matta, harusnya membawa kesadaran bahwa seseorang itu hendaknya takut kepada Allah SWT untuk melakukan perbuatan dosa, bukan takut dikejar aparat penegak hukum. \"Jadi kalau kita bicara soal efek dosa ini, dosa yang bukan diada-adakan, tapi dosanya sudah ada, tapi  dikapitalisasikan secara politik. Kalau takut dikejar hukum, ya jangan melakukan dosa dan kita harus lebih banyak takut kepada Allah SWT,\" katanya.   Anis Matta menambahkan, ada satu ulama yang menyatakan, bahwa para pendosa yang melakukan perbuatan dosa, hatinya akan dibutakan. Mereka dikategorikan dalam keadaan \'mabuk\', dan jika dibiarkan akan membuat kehancuran dan kebinasaan. \"Dan ada satu titik, nanti akan diwariskan satu kehinaan oleh Allah SWT.  Jadi apakah nanti ada proses politik atau tidak, ada pemilu atau ada pilpres atau tidak, siapa yang melakukan dosa akan dihinakan suatu saat nanti,\" katanya. Sedangkan perspektif terjadinya konflik antar elite ini, lanjut Anis Matta, biasanya terjadi karena tidak adanya kesepakatan antar elite, sehingga membuat mereka saling bertengkar dan membuka rahasia atau membongkar kasus masing-masing. \"Konflik antar elite ini, bukan konflik dengan rakyat seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu, yang menyebabkan konflik horizontal dan polarisasi ideologi, serta menyebabkan pembelahan, makanya banyak orang yang dipersekusi dan dikriminalisasi. Kalau ini, orangnya tidak saling berhadap-hadapan, jumlahnya tidak besar dan konfliknya senyap. Tapi tahu-tahu si fulan ditangkap, si fulan di penjara,\" ungkap Anis Matta. Ketua Umum Partai Gelora ini berpandangan, bahwa upaya saling bongkar kasus yang terjadi di Pilpres 2024, mirip dengan yang terjadi pada Pemilu 2014 lalu, dimana ketika tu muncul kasus skandal Bank Century dan beberapa kasus besar lainnya.  \"Jadi orang saling bongkar kasus ini sebagai instrumennya untuk melakukan pembunuhan karakter atau menghancurkan sumber daya lawan melalui kasus-kasus,\" katanya. Dalam konflik antar elite ini, menurut Anis Matta, tidak diketahui siapa pelaku sebenarnya, sehingga akan menjadi sekedar gosip belaka.  \"Kalau ada konflik di tingkat elite seperti itu, rakyat tidak tahu. Yang tahu elite-elite itu, sebab mereka saling pegang rahasia masing-masing,\"  katanya. Sementara perspektif ketiga yang mengindikasikan saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024, adalah indikator terjadinya krisis narasi atau ideologi.  \"Kalau kita tidak punya senjata ideologi, ya pakai senjata lain, namanya dosa. Karena itu, dalam Pemilu 2024 nanti kita tidak bisa membayangkan akan ada satu pesta demokrasi yang cantik, yang estetika dan kelihatan keindahannya. Tidak akan ada orang yang saling menyampaikan ide-ide atau narasinya dalam perdebatan,\" papar Anis Matta. Fenomena ini, tentu saja sangat menyedihkan, karena kita sedang berada di tengah situasi krisis dunia dan diambang Perang Dunia III antar kekuatan adidaya. Padahal situasi sekarang telah memaksa setiap negara untuk mencari peta jalan agar bisa bertahan, bahkan bisa melakukan lompatan besar yang akan mengubah tantangan menjadi peluang. \"Semua orang bingung menghadapi situasi seperti ini, karena itu tidak ada pemimpin yang hadir dengan tingkat keyakinan yang kuat. Semua orang gamang, karena orang gamang seperti itu biasanya menghindari perdebatan,\" katanya. Sehingga untuk memenangkan situasi sekarang ini, pilihan senjatanya daripada menggunakan ideologi akan lebih baik memillih dosa (dirty job).  Sebab, calon pemimpin itu tidak ada succes story yang bisa diceritakan, dan juga tidak punya mimpi besar yang bisa menyakinkan orang.  Terakhir, perspektif teori \'Tumit Achilles\' juga akan digunakan sebagai upaya untuk saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024. Teori \'Tumit Achilles\' ini maksudnya adalah mencari titik kelemahan lawan agar menang Pilpres. \"Achiles itu tidak dibunuh dalam duel, dibunuhnya karena tumitnya dipanah, karena itulah titik lemahnya. Anda  tidak bisa membunuh dalam duel, yang dicari itu titik lemahnya. Makanya dia memenangi peperangan, tapi dia mati. Matinya tumitnya dipanah,\" jelas Anis Matta. Jika melihat hasil survei yang dilakukan lembaga survei saat ini, ditemukan fakta bahwa ada emosi dalam setiap proses pemilihan, selain ada harapan. \"Emosi itu ada perasaan takut dan marah. Nah, dari survei-survei politik itu, bahwa di masyarakat itu, memang ketakukan lebih besar daripada harapan. Jadi maksudnya  lebih gampang menggunakan efek ketakutan daripada efek harapan,\" paparanya. Efek ketakutan ini, juga digunakan dalam Pilpres di Amerika Serikat (AS). Anis Matta mengatakan, terpilihnya Donald Trump dan Joe Biden sebagai Presiden AS karena menggunakan ketakutan orang dengan pendekatan teori \'Tumit Archiles\'. \"Donald Trump menang itu, menggunakan ketakukan orang, terutama ketakutan kulit putih yang semakin menyusut dan ekonominya semakin marjinal, menjadi kelompok kelas menengah. Biden juga melakukan hal serupa, makanya Donald Trump terus menerus ditimpa kasus. Hal-hal begini tidak pernah terjadi sebelumnya, makanya Pilpres AS sekarang dikenal brutal dan kacau, karena bukan narasi harapan yang ditawarkan seperti Obama (Barack Obama), tapi ketakutan orang,\" tegasnya. Menurutnya, apa yang terjadi di Pilpres AS beberapa waktu lalu, juga akan terjadi di Pilpres 2024 mendatang. Dimana setiap orang akan lebih mencari titik kelemahan lawan, daripada melihat kekuatan narasi yang ditawarkannya. \"Anda tidak akan melihat kesatria atau jagoan Anda berduel dipanggung tinju atau MMA. Yang efektif di sini justru para sniper yang tengah mencari dimana Tumit Achiles itu ada, letak kelemahan lawan. Orang tidak memunculkan kekuatannya, tetapi orang memburu kelemahan lawan,\" pungkas Anis Matta. (ida)

Said Aqil Menilai Al Zaytun Bisa Melahirkan Gerakan Radikal

Jakarta, FNN - Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Said Aqil Siradj menilai Pondok Pesantren Al Zaytun dapat melahirkan gerakan yang radikal, ekstrem, dan intoleran.\"Al Zaytun harus ditelisik sebagai komunitas dan ekosistem tertutup dan eksklusif yang memiliki tata cara hidup dan kehidupan yang terpisah dengan masyarakat pada umumnya,\" ucap Said Aqil dalam keterangannya di Jakarta, Senin.Sehingga, tuturnya, bukan tidak mungkin dengan ketertutupan melahirkan banyak kamuflase, dan eksklusivitas menggerakkan tata nilai yang radikal, ekstrem, dan intoleran.\"Yang pada saatnya bukan tidak mungkin menjadi embrio gerakan anti-NKRI, apalagi bila dilihat dari background dan behaviour pimpinan pesantren yang memiliki latar belakang NII (Negara Islam Indonesia) dan beberapa fakta gerakan, jejaring, dan alumninya,\" ucapnya.Menurutnya, fenomena Al Zaytun harusnya tidak saja dilihat sebagai lembaga pendidikan murni pada umumnya, tetapi harus dilihat secara mendalam.Bahwa proses indoktrinasinya, tutur Said, patut dicurigai sebagai fenomena proses ideologisasi, kaderisasi, dan gerakan anti-Pancasila dan/atau anti-NKRI.\"Jangan terkecoh oleh bungkus rapi pembelajaran berbasis pendidikan formal dengan kurikulum terstandar pemerintah dan pembelajaran agama yang ditanamkan karena bukan tidak mungkin itu hanya sebagai kamuflase belaka,\" ucapnya.Pernyataan tersebut berdasarkan pada banyaknya kesaksian tentang adanya \"sekolah dalam sekolah\", \"kaderisasi dalam kaderisasi\", bahkan layak dicurigai bahwa ekosistem, tata laksana, dan organ gerakan yang mereka ciptakan mengarah pada pembentukan \"negara dalam negara\".\"Negara tidak boleh kalah dengan sindikasi Al Zaytun,\" tambah Said Aqil menegaskan.Dia mendesak pemerintah untuk bertindak tegas melakukan penyelidikan komprehensif dan melakukan penyidikan atas kasus yang ada, serta membuka fenomena ini seterang-terangnya kepada masyarakat.\"Negara harus segera mengambil alih Al Zyatun, membenahi dan me-reinstall sistem pendidikan Al Zaytun agar tidak bertentangan dengan cita-cita NKRI dan menjaga secara ketat agar tidak menjadi tempat bersemainya benih-benih Negara Islam Indonesia (NII),\" ucap Said Aqil.(sof/ANTARA)

Polri Mengajak Peran Aktif Masyarakat Menindak Premanisme

Jakarta, FNN - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengajak peran serta masyarakat dalam memberantas premanisme, menciptakan kondisi lingkungan aman dan kondusif.\"Sinergitas antara polisi, masyarakat dan stakeholder (pemangku kepentingan) terkait sangat dibutuhkan untuk menjaga keamanan lingkungan sehingga tercipta kondisi sesuai yang diharapkan,\" kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabgpenum) DivHumas Polri Kombes Pol. Nurul Azizah di Jakarta, Senin.Nurul menyebutkan, Polri senantiasa melaksanakan kegiatan kepolisian dalam rangka menertibkan premanisme sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Polri.Penertiban premanisme tersebut tertuang dalam tugas pokok Polri yang termaktub dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002.\"Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 yaitu memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, penegakan hukum, melindungi dan mengayomi masyarakat,\" tutur Nurul.Tugas pokok Polri dalam Pasal 13 dijabarkan lagi dalam Pasal 14, di antaranya melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.Meski begitu, sinergitas antara polisi dan masyarakat serta pemangku kepentingan terkait diperlukan dalam menjaga keamanan lingkungan di masyarakat.\"Terkait premanisme, apabila ada masyarakat yang dirugikan atau diintimidasi oleh orang atau kelompok tertentu silakan melapor ke kantor polisi terdekat atau melalui Bhabinkabtimas,\" ujar Nurul.Sejumlah kepolisian daerah secara masif menindak premanisme, seperti di Poltabes Medan membentuk satgas penanganan premanisme dan begal, begitu pula dengan Polres Barito Selatan.(ida/ANTARA)

Terkait Kasus Migor, Kejagung Memeriksa Pejabat Kemendag

Jakarta, FNN - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI memeriksa Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan sebagai saksi dalam penyidikan perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumeda, dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menyebutkan saksi berinisial SH.Selain SH, kata dia, penyidik juga memeriksa seorang PNS di kementerian tersebut berinisial AS.\"Kedua orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam Januari 2022 sampai dengan April 2022,\" kata Ketut.Saksi SH merujuk pada keterangan Sri Haryati selaku Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan, sedangkan saksi AS merujuk pada keterangan Arif Sulistyo.Ketut menambahkan bahwa pemeriksaan saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut.Pemeriksaan pada hari Kamis (6/7), penyidik memeriksa Presiden Direktur PT Sari Agrotama Persana berinisial TM.Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI menetapkan tiga perusahaan minyak kelapa sawit sebagai tersangka korporasi dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, pada hari Kamis (15/6).Ketiga perusahaan tersebut, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup. Ketiganya terbukti dalam perkara ini berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun.Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat kasasi.Lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5—8 tahun. Kelima terpidana itu, yakni mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.Dalam putusan perkara ini, terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu majelis hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.Oleh karena itu, majelis hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat para terpidana bekerja). Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana tersebut.Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak signifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya terhadap komoditas minyak goreng.Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditas minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp6,19 triliun.(ida/ANTARA)

Jokowi Minta Relawan Tidak Grusa-Grusu Menentukan Dukungan pada Pilpres 2024, Tampaknya Jokowi Berada Dalam Ketidakpastian

Jakarta, FNN - Sabtu lalu, Presiden Jokowi menghadiri Rakernas relawan arus bawah Jokowi (ABJ) di Bogor, Jawa Barat. Dalam sambutannya, Jokowi mengaku senang dengan sikap relawan ABJ yang tidak terburu-buru atau grasa-grusu dalam menentukan dukungan pada Pilpres 2024. Jokowi juga mengingatkan agara para relawan tidak terseret dalam gelombang politik saat memasuki tahun pemilu, sebab, menurut Jokowi, kondisi perpolitikan di tanah air saat belum ada kejelasan. Menanggapi signal Jokowi ini, berbeda-beda penafsiran masyarakat, ada yang bingung, ada yang menganggap biasa saja, dan ada juga yang tidak peduli. Mengapa Jokowi akhirnya menyatakan seperti itu, padahal sangat jelas terlihat bahwa Jokowi sangat intens dengan Prabowo.   Menanggapi sinyal Jokowi tersebut, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Minggu malam (16/7/23) mengatakan, “Kelihatannya Jokowi mulai merasa bahwa sebetulnya dia ada di dalam ketidakpastian. Jadi yang dia mau pastikan justru yang tidak pasti. Kan tetap orang mengingat bahwa Jokowi pernah mengucapkan dan dengan tegas bahwa ojo kesusu dan semua itu juga akhirnya berantakan sekarang. Sekarang dia bilang sabar aja.” Jadi, lanjut Rocky, sebetulnya desain-desain yang pernah dia bayangkan itu berantakan karena fakta-fakta baru. Fakta-fakta ini yang bagi masyarakat sipil menganggap bahwa ternyata Jokowi memantau juga perkembangan Anies, perkembangan demokrasi, dan segala macam. Jadi, kalau Jokowi menganggap bahwa tidak ada perubahan , sudah stabil pada Prabowo, maka dia akan pastikan agar relawan pergi pada Prabowo.  Dengan demikian, Prabowo juga mendapat kepastian bahwa selama ini mendukung Jokowi et all cost. Tetapi, kalau akhirnya Jokowi bilang belum ada yang pasti, Prabowo tentu akan menyatakan bahwa dia akan mendukung dan meneruskan program-program Jokowi karena Prabowo akan menganggap bahwa dirinya pasti akan menjadi presiden. Demikian juga soal PDIP, pasti akan menyatakan bahwa Ganjar sudah pasti menjadi presiden. “Itu yang menyebabkan justru moral di dalam Gerindra dan PDIP juga lama-lama menyurut. Tetapi, yang lebih menyurut tentu adalah Gerindra. Kalau PDIP kan sudah menganggap bahwa Jokowi tidak akan mendukung, jadi dia melakukan konsolidasi dengan relawannya sendiri,” ujar Rocky. Jadi, kalau sinyal Jokowi mengatakan bahwa belum ada yang pasti maka yang harus bereaksi lebih strategis justru Prabowo, Gerindra, karena yang paling fasih justru poster-poster Gerindra - Prabowo dan Jokowi. “Jadi, jangan sampai Jokowi juga di ujung permainan ini jadi konyol lagi, itu soalnya. Dan itu akan memberantakkan oligarki juga. Kan oligarki sudah bersiap-siap untuk investasi ke mana. Kalau Jokowi masih ragu-ragu mungkin ditahan semua gerak investasi. Bisa-bisa oposisi yang justru dapat limpahan investasi dari oligarki. Jadi, itu konyolnya kalau Jokowi di dalam kesempatan yang strategis mengucapkan sesuatu yang tidak strategis,”  ungkap Rocky. Mustinya, dalam situasi politik yang seperti ini pesan Jokowi tidak boleh mendua, tetapi harus tegas. “Itu pentingnya. Jadi, kelihatannya memang kita nggak bisa andalkan apa yang diucapkan Jokowi, tetapi justru karena publik nggak bisa andalkan, impactnya bukan pada publik. Publik dari awal tahu bahwa apa yang musti kita andalkan dari Jokowi. Impactnya justru pada Gerindra, itu intinya,” ujar Rocky. Dalam diskusi Bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa  sebetulnya ini soal Jokowi mau bilang bahwa belum ada pasangan yang bisa direstui calon wakil presidennya. Kalau begitu, untuk apa orang kasak kusuk lagi. “Dan yang lebih gila lagi, orang menunggu restu Jokowi, ngapain? Sementara endorsement power Jokowi tinggal 19%. Jadikan saja itu sebagai parameter. Tentu Prabowo akan riset lagi dan menyusun siasat baru,” ujar Rocky. (ida)

Cawapres Muda Pilihan Anies Sinyal untuk AHY dan Yenny Wahid

Jakarta, FNN - Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan memberikan sinyal akan memilih bakal calon wakil presiden (bacawapres) berusia muda dan berjiwa muda. Figur tersebut mengarah kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Yenny Wahid alias Zannuba Ariffah Chafsoh.  “Tafsir isyarat tersebut bisa mengarah kepada AHY (44 tahun) dan Yenny Wahid (48 tahun),” ungkap analis komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Sabtu (15/7). Sebelumnya dalam acara hari ulang tahun ke 12 Garda Pemuda Nasional Demokrat (Nasdem), Anies Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan dan Persatuan, menjawab pertanyaan wartawan dengan balik bertanya. “Batas umurnya cawapres itu berapa ya? Pokoknya begini, yang penting semangatnya muda,” kata Anies di Jakarta, Jumat (14/7). Batas Usia Menurut Selamat Ginting, pertanyaan Anies kepada wartawan tersebut, mengindikasikan akan memilih pasangan bakal cawapres berusia muda. Dari kata batas umur, sudah jelas yang diinginkan Anies tidak jauh dari syarat usia minimal cawapres.  Syarat usia capres dan cawapres Pemilu 2024, minimal 40 tahun. Hal ini berdasarkan UU Pemilu tahun 2017.  Memang ada uji materi yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia ke Mahkamah Konstitusi agar syarat menjadi capres dan cawapres diturunkan menjadi paling rendah 35 tahun. Anies diusung menjadi bakal capres 2024 oleh tiga partai di parlemen, yakni Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat. Interaksi Simbolik “Berdasarkan teori interaksi simbolik, manusia menjadi makhluk hidup paling misterius di dunia. Dalamnya hati manusia tidak ada yang tahu. Ia serupa dengan lautan, dalam dan misterius,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.  Selamat Ginting mengutip teori interaksionisme simbolik dari George Herbert Mead. Interaksi sosial yang terjadi karena penggunaan simbol-simbol yang memiliki makna. Simbol-simbol tersebut dapat menciptakan makna yang dapat memicu adanya interaksi sosial antara individu satu dengan individu lainnya. Dikemukakan, interaksi simbolik terdiri dari tiga konsep penting, yakni: pikiran, diri, dan masyarakat. Kata muda yang dikemukakan Anies Baswedan bisa berarti simbol dari usia muda dan bisa juga berpikiran muda. Pikiran merupakan kemampuan untuk menggunakan simbol yang memiliki kesamaan makna sosial.  Sedangkan pengertian diri dalam interaksi simbolik, lanjut Ginting, merupakan kemampuan untuk merefleksikan diri dari setiap individu melalui penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain. Maka wajar jika ada analisis Anies akan memilih bakal cawapresnya berusia muda atau berpikiran muda. Perilaku yang Dipilih Selanjutnya mengenai sudut pandang masyarakat dari konsep penting interaksi simbolik masyarakat, kata Ginting, merupakan jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, serta dikonstruksikan oleh setiap individu di tengah masyarakat. Setiap individu terlibat aktif dalam perilaku yang dipilih.  “Mari kita lihat, siapa yang paling dominan terlibat aktif bertemu dengan Anies Baswedan dalam jejaring hubungan sosial dalam perilaku yang dipilih pada waktu terakhir ini? Jawabannya adalah AHY dan Yenny Wahid,” ungkap Ginting. Ginting membeberkan AHY turut mengantarkan dan menjemput Anies Baswedan berangkat dan pulang dari ibadah haji di Bandara Sukarno-Hatta. Pertemuan itu sebuah kode tinggi untuk bisa dipahami publik secara komunikasi politik. Begitu juga dengan Yenny Wahid yang diusulkan Partai Nasdem, lanjut Ginting, akan saling melengkapi sebagai orang muda yang akan menjadi pendamping Anies. Belum lagi baru-baru ini, Yenny juga menyiarkan fotonya bersama Anies Baswedan.  Interpretatif Menurut Selamat Ginting, dari interaksi simbolik itu memiliki asumsi penting, seperti manusia akan memperlakukan orang lain berdasarkan makna yang diberikan. Sedangkan makna diciptakan dalam interaksi antar-manusia. Kemudian makna dimodifikasi melalui proses interpretatif. Jadi, kata Ginting, individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku. Manusia dipengaruhi oleh budaya dan sosial. Struktur sosial diciptakan melalui interaksi sosial. Seperti diketahui, ada lima bakal kriteria cawapres ideal versi Anies Baswedan. Pertama; punya kontribusi di dalam kemenangan. Kedua; membantu menyolidkan koalisi. Ketiga; bisa membuat kerja sama di pemerintahaan lebih efektif.  Keempat; memiliki visi yang sama, sehingga dapat bekerja sama dengan arah dan agenda yang sama. Kelima; berpotensi menjadi dwi tunggal, punya chemistry yang baik. (sws)

Pidato Kebangsaan vs Doa Kebangsaan

Oleh Imam Shamsi Ali - Presiden Nusantara Foundation, Imam Besar Masjid News York, AS. Hari Minggu 16 Juli, Partai Nasdem melangsungkan perhelatan akbar Apel Siaga untuk perubahan dan persatuan di Jakarta. Acara yang sangat meriah. Konon kabarnya dihadiri sekitar 250 ribu kader dari berbagai penjuru tanah air. Selain pembesar-pembesar Partai Nasdem, termasuk Ketua Umum Surya Paloh, juga hadir Ketua Umum Partai Demokrat AYH dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu.  Tentu yang tidak kalah pentingnya untuk dicatat adalah kehadiran calon Presiden Koalisi tiga partai Nasdem, PKS dan Demokrat, Anies Rasyid Baswedan. Dan yang ingin juga saya catat kali ini adakah kehadiran Isteri Ketum Nasdem mendampingi dan mensupport perjuangan suami tercinta. Hampir belum  pernah saya lihat tampil di publik selama ini.  Saya sangat salut dengan berbagai acara yang ditampilkan. Acara yang dipersiapkan matang dan dihadiri massa yang besar itu berlangsung dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dibandingkan misalnya dengan apel siaga partai-parati lainnya yang pernah diadakan.  Hal lain yang terantisipasi secara baik adalah pemilihan waktu yang tepat. Ketepatan waktu yang saya maksud adalah karena nampak mempertimbangkan dua waktu Sholat; Asar dan Magrib. Dimulai setelah Asar dan selesai menjelang Magrib. Juga pada masa itu matahari tidak lagi terlalu terik. Sehingga lebih kondusif bagi peserta apel di tengah lapangan.  Pidato Politik dan Doa Anies Baswedan  Yang ingin saya komentari dari Apel Siaga itu sesungguhnya adalah Pidato Politik capres Anies Baswedan. Beliau adalah satu dari tiga pembicara di acara itu. Selain Waketum Nasdem Ahmad Ali selalu ketua pelaksana acara, Ketum Surya Paloh, dan Anies Baswedan sebagai calon Presiden Partai Koalisi. Lebih yang ingin saya komentari bukan pada substansi dan retorika pidato politik Anies Baswedan. Karena isi dan retorika pidatonya telah kita dengarkan berkali-kali. Yaitu komiitmen menghadirkan perubahan yang membawa kepada kemakmuran dan keadilan untuk semua.  Mungkin banyak yang terheran-heran dan bertanya. Kenapa dalam pidato politiknya Anies Baswedan justeru lebih banyak memanjaatkan doa kepada Yang Maha Kuasa? Kenapa tidak menyampaikan pidato politik dan orasi tinggi dengan ilmiah dan retorika yang tinggi? Apa relevansinya pidato dan acara apel Siaga dengan doa-doa itu?  Saya juga awalnya termasuk yang bertanya-tanya. Kenapa doa ya? Bukankah acara itu sudah dibuka dengan doa oleh seorang Ustadz? Apa doa Ustadz itu tidak cukup? Atau apakah doa sang Ustadz kurang mujarab dan mustajab?  Setelah merenungi lebih jauh saya bisa menangkap beberapa makna yang tersiratkan dari doa panjang yang dipanjatkan oleh Anies Baswedan.  Satu, Anies Baswedan ingin mengisyaratkan bahwa tantangan dan rintangan dalam proses-proses politik yang ada saat ini sedemikian beratnya. Sehingga perlu saling mengingatkan adanya power beyond power (kekuatan di atas kekuatan). Jangan pernah memandang enteng kekuatan doa. Dua, Anies baru saja kembali dari haji. Tentu salah satu pelajaran haji adalah napak tilas Ibrahim AS. Ibrahim adalah pemimpin dalam semua tingkatan kehidupan. Dia pemimpin pada dirinya sebagai umat (kaana ummatan qanita). Pemimpin bagi keluarga. Dan pemimpin bagi manusia (linnaas). Dalam prosesnya Ibrahim selalu mengekspresikan visi kepemimpinannya dengan doa-doa yang dipanjatkan. Visi tentang dirinya, keluarganya, umat dan negaranya semuanya terekspresi dengan doa-doa yang terabadikan dalam Al-Qur’an.  Tiga, Anies Baswedan seolah ingin menegaskan komitmen mengoneksi bumi dan langit dalam kepemimpinan. Bahwa kepemimpinan yang baik tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai samawi. Keinginan-keinginan untuk diri, keluarga, bangsa dan negara hendaknya diketuk melalui pintu-pintu samawi. Empat, Anies Baswedan sangat istiqamah dalam mengekspresikan dirinya. Tidak terbawa arus dan hanyut dalam situasi apapun. Dia pada dirinya dan prinsipnya, tegas dalam kesantunan, tanpa tendensi merendahkan dan meninggalkan orang lain. Doa adalah ekspresi komitmen iman dan Islam. Hal yang sama diekspresikan Anies dalam menyampaikan salam yang cukup dengan salamnya sendiri.  Lima, Anies kembali ingin menegaskan bahwa ekspresi beragama dalam perpolitikan bukan sesuatu yang tabu dan salah. Komitmen agama dalam perpolitikan justeru menjadi fondasi moral dalam menjaga integritàs dan batas-batas yang ada. Yang salah justeru ketika berekspresi agamis dengan penuh kepura-puraan, bahkan  penuh kemunafikan.  Demikain beberapa hasil perenungan dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak saya, setelah menonton dan mendengar pidato Politik Anies Baswedan sore tadi. Pidato politik yang terangkum dalam untaian doa kepada Allah, sang Pencipta langit dan bumi. Kita aminkan semoga diijabah oleh Allah SWT! Jamaica City, AS, 16 Juli 2023 atau Jakarta, 17 Juli 2023.

Perombakan Kabinet: Balas Budi dan Penertiban Pasukan Jokowi

Oleh Sutrisno Pangaribuan  - Presidium Kongres Rakyat Nasional BEREDAR kabar bahwa hari ini, Senin (17/7/2023), pukul 09.00 WIB, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melantik Menkominfo dan sejumlah wakil menteri. Nama Budi Arie Setiadi (Budi), Ketum Projo, naik kelas dari Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menjadi Menkominfo. Sebelumnya Budi pernah mengancam akan membubarkan Projo sebelum akhirnya diganjar wakil menteri.  Penanggung jawab musra yang lebih condong mendukung Prabowo di Pilpres 2024 tersebut adalah pimpinan relawan yang paling berani bermanuver tersebut akhirnya diberi tempat setara dengan sejumlah ketum parpol sebagai menteri. Salah satu manuver besar Budi adalah diundang secara khusus hadir dalam deklarasi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang kini terancam bubar.  Budi (Ketum Projo) akan setara dengan Prabowo (Ketum Gerindra), Zulkifli Hasan (Ketum PAN), Airlangga Hartarto (Ketum Golkar) dalam kabinet Indonesia Maju. Budi tercatat sebagai pimpinan relawan paling sukses dibanding pimpinan relawan Jokowi lainnya yang hanya diganjar posisi komisaris. Budi bahkan mengalahkan PSI, Perindo, yang hanya diberi posisi wakil menteri atau Hanura yang mendapat jabatan kepala badan.  Selamat Jalan Nasdem Perombakan kabinet hari ini sebagai tanda perpisahan dengan Nasdem yang baru saja menggelar apel siaga perubahan di GBK, pada Minggu (16/7/2023). Nasdem yang semula bersama Jokowi, kini memilih berpisah dengan mengusung tema perubahan. Jokowi hanya butuh waktu lama, kurang dari 24 jam membalas Nasdem. Jokowi menyambut sinyal \"perang\" dari Nasdem melalaui pergantian posisi menteri yang sebelumnya diisi sekjen Nasdem, Johnny Gerard Plate, yang saat ini sebagai terdakwa kasus korupsi program Bakti 4G Kemenkominfo.  Menjadikan Budi sebagai Menkominfo sebagai isyarat dari Jokowi, bahwa Nasdem kini sekelas dengan Projo. Jokowi juga sengaja tidak memilih pengganti Menkominfo dari pimpinan Parpol, sebab semua pimpinan Parpol akan sibuk menghadapi Pemilu 2024. Jokowi butuh dukungan dari orang-orang yang loyal, tegak lurus, sehingga Budi akhirnya dipilih. Selain karena alasan tersebut, Budi diyakini akan pasang badan terhadap berbagai serangan yang akan ditujukan kepada Jokowi jelang akhir periode.  Pesona Nezar Patria  Selain karena alasan tersebut, penunjukan Budi juga sebagai strategi penertiban dan penjinakan oleh Jokowi. Budi yang sekian lama leluasa melakukan manuver politik, saatnya ditertibkan, dan diberi kesibukan dengan posisi Menkominfo. Kementerian yang sedang mengalami tsunami mega korupsi dengan jumlah fantastis melebihi kasus E-KTP. Jokowi sengaja menaikkan posisi Budi agar tidak terlalu liar melakukan manuver politik yang dapat mengganggu kepentingan kelompok Parpol pendukung Jokowi.  Meski diangkat lebih tinggi, Jokowi ternyata tidak sepenuhnya memberi kebebasan kepada Budi. Budi akan dilantik bersama Nezar Patria, aktivis yang pernah diculik masa orde baru, jurnalis beraliran sastra, sebagai wakil menteri. Nezar disiapkan Jokowi untuk memastikan Budi tetap dalam jalur menjalankan program kegiatan Kemenkominfo.  Kementerian tersebut memiliki peran strategis dalam melakukan komunikasi publik yang baik dan pengendalian berbagai informasi publik yang tidak benar. Peran Kemenkominfo sangat vital menjelang Pemilu 2024 dan masa transisi kepemimpinan nasional. Maka penunjukan Nezar Patria sebagai wakil menteri sebagai salah satu langkah catur politik cerdas Jokowi. Nezar aktivis, jurnalis, sastrawan dan orang Aceh. Jika Budi mewakili aktivis politik non Parpol, Nezar mewakili banyak aspek yang menjadikannya kaya dan lengkap sebagai wamen.  Transisi Kepemimpinan Nasional Kongres Rakyat Nasional sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa anggota menteri dan wakil menteri yang diberi kepercayaan oleh Jokowi sejatinya fokus membantu Presiden dalam menyelesaikan tugas- tugas yang sudah disusun dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).  Kedua, bahwa Kornas meminta Presiden Jokowi untuk mengganti seluruh menteri atau wakil menteri, kepala badan yang akan maju dalam Pemilu 2024. Pergantian tersebut dimaksudkan untuk menghindari konflik kepentingan.  Ketiga, bahwa seluruh anggota kabinet, termasuk wakil menteri dan kepala badan harus fokus pada tugas masing-masing. Maka jika Presiden Jokowi tidak melakukan perombakan, sebaiknya para pembantu presiden mengundurkan diri.  Keempat, bahwa pemerintah harus membantu penyelenggara pemilu dalam melaksanakan seluruh jadwal dan tahapan Pemilu 2024. Sehingga proses transisi kepemimpinan nasional berjalan dengan baik.  Kornas sebagai saluran aspirasi rakyat akan terus mengawasi pergerakan pemerintah dalam mewujudkan harapan dan kebutuhan rakyat Indonesia. (*)