ALL CATEGORY
KKN Salah Satu Alasan Pemakzulan Jokowi dan People Power
Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B DALAM bulan Juni ini viral pernyataan tentang people power dan permintaan pemakzulan Jokowi d ttengah masyarakat. Awal bulan Juni beberapa tokoh nasional, ulama, purnawirawan dan para aktivis berkumpul dalam helat 26 tahun Mega Bintang yang diadakan oleh tokoh tua yang dikenal sejak lama Mudrick Sangidu. Beliau tokoh senior termasuk orang yang juga pernah dekat dengan Megawati. Apa pasalnya? Kupasan secara fakta oleh para nara sumber tentang kegagalan dan pelanggaran konstitusi serta penyimpangan ideologi dari rezim Jokowi sudah sangat banyak terjadi. Sementara MPR, DPR dan MK “dikuasai” sepenuhnya oleh oligarki politik dan ekonomi, sehingga saluran secara linear sudah kadung tidak bisa diharapkan. Oleh karena itu gerakan rakyat yang dikenal dengan istilah people power sebagai saluran nonlinear yang menjadi pilihan. Juga konstitusional. Pernah terjadi di Indonesia. Pada tulisan ini penulis tidak mengupas tentang banyaknya aspek yang telah dilanggar. Sudah banyak tulisan dan podcast secara rinci yang mengabarkannya. Point yang dipilih adalah tentang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dari Jokowi dan keluarganya. Tentang hal tersebut sebenarnya data dan fakta oleh seorang dosen yang juga aktivis 98 Dr. Ubedillah Badrun (Ubed). Pada tahun lalu telah disampaikan “pelaporan” kepada KPK. Belum ada kelanjutan prosesnya oleh KPK. Sepertinya “diendapkan” dan diproses setelah Presiden berganti. Hanya dalam waktu sekitar tujuh tahun jadi presiden, anak-mantu Jokowi langsung menguasai bisnis dan politik. Enak hidup sebagai anak Presiden, tidak perlu meniti dari bawah. Lansung loncat pada undakan tertinggi. Gibran sang anak jadi Walikota Solo. Sedangkan Bobby sang menantu Walikota Medan. Belakangan muncul pula wacana memproyeksikan Gibran jadi Gubernur Jakarta atau Gubernur Jawa Tengah. Bahkan konon Prabowo “ingin menyunting” Gibran jadi Cawapresnya. Sedangkan Kaesang sangat berambisi menjadi walikota Depok – Jawa Barat, katanya sudah direstui keluarga (Jokowi) untuk menempati posisi tersebut. Enak tenan. Maklum anak Presiden. Dalam bisnis pun tak tanggung-tanggung, aset bisnis kedua anak lelaki Jokowi ini langsung meroket pula. Capaian ratusan miliar tidak perlu susah-susah. Kekayaan mereka tajir melintir, istilah gen Z. CNBC Indonesia online, menyebut bisnis tersebut bergerak di sektor makanan dan minuman hingga fashion. Tidak jelas benar apakah produk-produk ini laku dan disukai oleh masyarakat. Namun supply dana ratusan milyar dengan mudah mereka dapatkan dari “partner” oligarki. Kasus ini salah satu sangkaan terjadinya money laundering yang disampaikan oleh Ubed ke KPK. Dalam tulisannya Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah, wartawan senior bahwa pada esensinya praktik KKN dinasti Jokowi ternyata lebih ganas dan merusak dibandingkan dengan dinasti Soeharto. Ini “merupakan salah satu” alasan kenapa Jokowi harus cawe-cawe supaya selamat sekeluarga. Jika demikian sebenarnya bukan demi menyelamatkan bangsa, tapi kepanikan. Sejatinya Jokowi lupa dengan petitih Jawa Kuno \"Yen urip mung isine isih nuruti nepsu, sing jenenge mulya mesti soyo angel ketemu\". Jika hidup masih dipenuhi dengan nafsu, kemulyaan hidup akan semakin sulit ditemukan. Namun tentu sudah terlambat karena petitih berikutnya “Becik ketitik, ala ketara.” Perbuatan baik akan selalu dikenali, dan perbuatan buruk nantinya juga akan diketahui juga. Ambisi pribadi Jokowi memanfaatkan jabatan sebagai Presiden cawe-cawe pada pemilu dan pilpres memenangkan pilihannya. Agar Jokowi dan keluarganya selamat. Harus mendapatkan perlawanan yang luas dari masyarakat. Saluran non- linear berupa people power sangat mungkin terjadi. Ingat sejarah Soeharto jatuhnya karena KKN anak-anaknya. Bandung, 1 Juli 2023.
Haji dan Politik Identitas Global
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Ada perasaan gelisah dan takut terhadap narasi politik identitas di sebagian kalangan umat Islam. Padahal itu menjadi framing dan stereotif kekuasaan beserta cecunguk buzzer dan infuencer bayaran untuk melemahkan umat Islam. Sejatinya umat Islam harus bangga dan menjadikan politik identitas sebagai instrumen kekuatan sosial, politik dan ekonomi dalam membangun rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Islam memang luar biasa. Begitu mengagumkan, menjelajah ke kedalaman ruang batin dan menembus jiwa pada setiap yang bernyawa. Menjadi agama yang melampau batas-batas alam semesta dan makhluk hidup di dalamnya. Islam menjadi tuntunan dan jalan keselamatan umat manusia di dunia dan kelak dalam kehidupan berikutnya (akherat). Islam telah sempurna dan mencukupkan, mengusung keimanan dan akal, ia memanjakan setiap jasad dan ruh yang melekat pada setiap identitas dan eksistensi manusia yang menganutnya. Dengan hakikat penghambaan menuju capaian keselamatan kebahagiaan. Islam menjadi sebuah ajaran yang integral komprehensif dan kepatutan konsep kafah bagi pemeluknya. Sebagai sebuah keyakinan trasedental, agama Islam yang mengedepankan wawasan Tauhid dalam Berketuhanan, menjadi agama yang bersandar pada keharmonisan keimanan (ghoib) dan rasionalitas (akal). Tak ada yang tak bisa dijelaskan dalam Islam, baik terkait materil dan non materil serta spiritual maupun scientifis. Berkiblat pada Allah yang Azza wa jalla serta mengikuti jejak langkah Nabi mulia Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, Islam juga senantiasa menyajikan utamanya tema peribadatan dan masalah-masalah keumatan. Islam telah nyata dan tegas mengatur tata cara berkehidupan yang diikuti dengan larangan dan kebebasan, tentang surga dan neraka, tentang \"punish and reward\", termasuk tentang kepemimpinan dan soal-soal kerakyatan. Semua tentang nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan dan semesta alam, dalam setiap tarikan napas dan interaksi, dari soal-soal politik, ekonomi hukum dlsb. Islam juga tak luput mengatur tata cara dan gaya hidup seseorang mulai saat bangun tidur hingga beraktifitas dan tidur kembali, dari hidup menuju kematian hingga dibangkitkan kembali. Menjadi populasi muslim terbesar di dunia, Islam di Indonesia memiliki potensi dan tantangan tersendiri. Terlebih saat mayoritas umat Islam secara empiris dan historis menjadi entitas sosial politik yang signifikan melahirkan NKRI. Konstruksi republik yang terbentuk dari bangunan Pancasila sebagai falsafah negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi yang menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Tak bisa dibantah dan dinafikan sebagai sebuah toleransi terbesar dan pemakluman tak ternilai dari umat Islam sepanjang sejarah kelahiran dan tumbuh-kembangnya negara dan bangsa Indonesia. Jiwa besar dan karakter legowo pemimpin dan ulama terlihat salah satunya seperti yang tertuang dalam piagam Jakarta 1945. Pekik merdeka dan takbir Allahuakbar, menjadi ornamen paling fundamental dan kekuatan revolusioner yang mengiringi struktur sosial dan politik rakyat dalam masa perjuangan pergerakan dan capaian kemerdekaan Indonesia. Peran pemimpin, ulama dan habaib yang menorehkan tinta emas dalam masa pergerakan kemerdekaan Indonesia, tak akan bisa dihapus dalam sejarah sampai kapanpun. Ada basis material dan spiritual yang melekat pada rakyat yang terjajah, yang mampu membebaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing yang menjadi anasir kolonialisme dan imperialisme saat itu. Pekik merdeka dan takbir Allahuakbar itu menjadi simbol kesadaran sekaligus menyatukan perlawanan rakyat Indonesia terhadap dominasi dan hegemoni kekuatan kapitslistik yang ekspansionis dan superior di bumi Nusantara. Boleh jadi pekik merdeka dan takbir Allahuakbar itu menjadi kesadaran dan perlawanan yang kekal yang menjadi senjata pamungkas melawan penjajahan modern dari kapitalisme dan komunisme yang membonceng pada kolonialisme dan imperialisme yang tak pernah mati juga di dunia, selama keserakahan ada pada manusia. Momentum Haji dan Meluruskan Politik Identitas Warga dunia khususnya umat Islam baru saja menjalani ibadah Haji di tanah suci Mekah. Ibadah menunaikan salah satu kewajiban rukun Islam itu yang bertepatan dengan pelaksanaan hari raya Idul Adha. Masyarakat muslim menyebut lebaran Idul Quŕban sebagai lebaran haji karena waktunya yang bersamaan. Ibadah haji dan qurban, hakikat keduanya menjadi upaya umat Islam dalam memenuhi panggilan Allah untuk sabar dan ikhlas dalam berkorban demi ketaqwaannya pada Allah semata. Selain aspek spiritual dalam kedua ibadah itu juga dipenuhi nilai-nilai sosial. Tak cukup pengabdian dan ketaatan kepada Tuhan dalam hubungan vertikal, Haji dan berqurban juga kental dengan aspek ukhuwah atau ubudiyah, solideritas dan kesolehan sosial. Pada Ibadah qurban ada kepedulian dan berbagi pada sesamanya yang tak mampu dan membutuhkan. Begitupun pada ibadah haji ada pertemuan dan persatuan umat Islam di dunia yang tidak mengenal batasan suku bangsa. Semuanya sama di hadapan Allah, tidak dibedakan asal usul, suasana familier dan egaliter. Momen Haji menjadi semacam pertemuan sekaligus konsolisadi umat Islam sedunia terbesar yang dilakukan secara berkala tiap tahunnya dengan terstruktur, sistematik dan masif. Selain esensi dan substansi nilai ibadah yang bersifat syar\'i. Ibadah haji menjadi peristiwa yang kolosal, monumental, membuncah kebanggaan dan menjadi politik identitas global umat Islam di dunia. Berkumpulnya muslim dari banyak belahan bumi dari pelbagai strata sosial di satu titik di Baitullah itu, tak bisa dipungkiri dapat dimaknai juga sebagai gerakan sosial dan gerakan politik identitas umat Islam secara internasional. Menarik mengulas ibadah haji dan korelasinya dengan politik kontemporer di Indonesia. Istilah politik identitas oleh kelompok dan orang-orang tertentu kerap dijadikan isu, intrik dan fitnah terhadap personal maupun institusi tertentu. Politik identitas yang selalu diframing negatif dan jahat sering dipakai sebagai tunggangan untuk kepentingan politik kekuasaan oleh yang melontarkannya, terutama oleh rezim kekuasaan dan sub ordinatnya seperti para buzzer dan influencer bayaran. Sebagaimana ibadah haji yang begitu luar biasa ditempuh umat Islam mulai dari niat, proses, pelaksanaan dan memelihara makna haji sesudahnya. Selayaknya sebagai muslim tak perlu risau, ciut dan takut apalagi sampai gentar terhadap serangan narasi politik identitas yang dilekatkan ke umat, tokoh dan pemimpin-pemimpin Islam. Stereotif politik identitas termasuk berupa stempel intoleransi, radikalisme, fundamentalisme dan bahkan terorisme yang mengarah dan menghujam umat Islam selama ini, merupakan gerakan dan operasi terselubung sekaligus terbuka mereduksi Islam dan umatnya. Lebih ekstrim lagi bisa dibilang sebagai tindakan pendangkalan aqidah umat dan marginalisasi Islam dalam peradaban manusia. Skenario dan konspirasi kapitalisme dan komunisme global menjadi aktor utama di belakang ambisi dan syahwat menghancurkan umat Islam termasuk di Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia dan sebagai potensi pasar yang menggiurkan. Umat Islam di negeri yang kemerdekaannya susah payah diperjuangkan dan dipertahankan selalama ini, identik dengan menjadi sapi perahan kepentingan orang, kelompok dan lingkaran kekuasaan. Pemerintahan yang cenderung sekuler dan liberal bersekongkol dengan oligarki pemodal besar, menempatkan umat Islam tetap terpinggirkan secara ekonomi dan politik. Sektor usaha dan bisnis, pengaruh disertai intervensi terhadap aparat dan pengambil kebijakan, serta akses penguasaan sektor-sektor kepentingan publik yang dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang dan kelompok dalam birokrasi maupun korporasi. Umat Islam yang mayoritas terus dieksploitasi secara manusia dan bangsa. Ditindas, dirampok dan dimiskinkan sembari digerus iman Islamnya oleh sistem materialisme yang dikuasai minoritas yang hanya segelintir kalangan. Sungguh miris dan begitu memprihatinkan keadaan umat Islam, pemilik dan selaku tuan rumah republik, harus terpojok dan terasing. Kemerdekaan Indonesia dari buah tangannya, kini digenggam bangsa asing dan kacung-kacung komparador berkedok elit politik. Oleh karena itu, sepantasnya kebangkitan umat Islam sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi dan tak bisa ditunda-tunda lagi. Ia menjadi satu keharusan yang sesegera mungkin harus dilakukan, betapapun resiko yang akan dihadapi, betapapun ongkos sosial dan politik yang harus dibayar umat Islam demi keselamatan dan keberlangsungan NKRI, Panca Sila dan UUD 1945. Seperti saat melawan nekolim masa silam, sudah saatnya pekik merdeka dan takbir Allahuakbar tanpa takut stigma politik identitas dikumandangkan kembali melawan penjajahan gaya baru di era modern. Sama halnya dengan ibadah haji di Mekah Arab Saudi, ibadah dan ukhuwah Islamiyah dibumi nusantara boleh belajar dari sana, guna meraih ketaqwaan pada Allah Azza wa jalla dan kesolehan sosial pada sesama manusia, sembari memerdekakan kembali Indonesia dari oligarki korporasi dan partai politik. Saatnya, umat Islam percaya diri dan bangga dengan ibadah haji yang menyembur tersirat politik identitas global. Saatnya politik identitas global Islam melawan konspirasi kapitalisme dan kominisme global. Jangan takut mengumandangkan pekik merdeka dan takbir Allahuakbar. Jangan takut pada stigma politik identitas. Karena sejatinya Islam adalah universal dan politik identitas global berisi tentang Tauhid dan peradaban manusia. Politik identitas juga bisa dilihat sebagai kekhasan dan keunikan Islam sebagai agama wahyu. Saatnya umat Islam bersuara lantang kami bangga dengan politik identitas. Merdeka, Allahuakbar! *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran peralawanan. Bekasi Kota Patriot, 12 Dzulhijjah 1444 H/1 Juli 2023.
Stop Cari Muka, Gibran Tidak Perlu Dibela
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional Aksi cari muka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya masih terus berlanjut. Kali ini, giliran elit politik amatir lokal maupun nasional, baik pengurus Parpol maupun relawan Jokowi tiba- tiba seperti paduan suara membela Gibran Rakabuming Raka (Gibran), putra sulung Jokowi, Walikota Solo. Reaksi cepat tersebut dipicu dan dipacu oleh pernyataan Panda Nababan (Panda), politisi senior PDIP dalam diskusi terkait putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) tentang kemungkinan perubahan batas usia presiden di bawah 40 tahun. Dalam diskusi tersebut, Panda menyebut Gibran belum pantas maju di Pilpres 2024. Gibran masih harus banyak belajar di dunia politik. \"Gibran anak ingusan kok, gimana? Nanti anak itu besar kepala, masih belajar dulu lah,\" kata Panda. Panda menjelaskan proses yang dijalani Gibran seharusnya mengikuti ayahnya, Jokowi, saat mencalonkan diri sebagai capres 2014. Panda juga tidak setuju jika Gibran maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo. Ide tersebut sengaja diusulkan agar Prabowo mendapat dukungan Jokowi. \"Dia butuh proses seperti bapaknya, panjang. Nggak langsung ujug-ujug kayak gitu, kayak dinasti saja,\" tutur Panda. Gibran disarankan agar mendekatkan diri ke rakyat seperti ayahnya. \"Dia juga mesti tunjukkan bagaimana kedekatan dia ke rakyat, bagaimana dia memperjuangkan rakyat, seperti yang dilakukan bapaknya. Tiba-tiba anak presiden langsung jadi ya nggak lah,\" kata Panda mengakhiri. Gibran Mengaku Anak Kecil Belum lama berselang Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan RI singgah di Solo menghadap Gibran sebelum menemui SBY di Pacitan. Gibran menyuguhkan wedang plus deklarasi dukungan relawan Jokowi dan Gibran untuk Prabowo sebagai Capres. Buntutnya, Gibran dipanggil DPP PDIP. Pasca pemanggilannya, Gibran mengatakan, ”Saya itu hanya anak kecil. Jangan pada panik begitu lho. Saya cuman anak kecil, tidak tahu apa-apa, jangan pada panik begitu lho,” kata Gibran saat ditemui di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (23/5/2023). Gibran mengaku hanya sebagai kader partai biasa, tidak masuk dalam struktur PDIP dan tidak mempunyai pasukan. Kemudian Gibran menyatakan sedang tidak bermanuver politik meski berada pada lokasi dimana para relawannya menyatakan dukungan kepada Prabowo. Lalu Gibran juga tidak merasa bersalah atas peristiwa tersebut, sebab dirinya mengaku sebagai Walikota Solo. Menjamu Menhan RI, Prabowo adalah kewajibannya sebagai kepala daerah. Paduan Suara Membela Gibran Sebagai bangsa yang menganut sistem demokrasi, Indonesia pernah mengalami masa gelap dibungkam orde baru selama 32 tahun. Kemudian kegelapan berakhir saat mahasiswa dan rakyat bersatu menumbangkan orde baru. Namun 25 tahun pasca refornasi, kita justru mendapati fenomena politik yang berjalan mundur. Elit politik baperan, reaksioner dan suka mengurus hal remeh- temeh. Pernyataan \"Gibran anak ingusan\" oleh Panda ditanggapi para elit politik amatir dari tingkat pusat hingga lokal. Mulai dari elit Parpol, elit Ormas, elit OKP, elit relawan Jokowi ramai- ramai membela Gibran. Semua mengarahkan telunjuk kepada Panda, seakan \"mendapat mandat marah\" mewakili Gibran. Selain membela Gibran, para kelompok \"suka baperan\" tersebut menjadi ahli tafsir dari pernyataan Panda. Sehingga Panda yang lebih layak menjadi \"kakek\" mereka \"dibully\" ramai- ramai. Panda sebagai politisi sekaligus wartawan senior, yang telah merekam berbagai peristiwa bangsa ini sejak zaman orde lama seperti divonis bersalah. Panda menjadi saksi, sekaligus korban dari rezim orde baru. Sebagai wartawan yang berusaha menuliskan suara rakyat yang terbungkam. Namun Panda diserang dari segala penjuru oleh anak- anak ingusan, politisi junior dan amatir para pembela dan pemuja Gibran. Mereka tidak tahu malu menyerang Panda agar dianggap loyal dan setia, berjasa kepada Gibran. Gibran Tidak Perlu Dibela Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa Gibran sendiri mengaku dirinya sebagai \"anak kecil\" dalam politik. Maka pernyataan \"anak ingusan\" Panda sama dengan pengakuan Gibran. Panda tidak bermaksud melecehkan kehormatan Gibran sebagai Walikota Solo. Panda menguraikan bagaimana proses menjadi pemimpin yang dialami dan dilalui Jokowi. Pengalaman terbentur, terbentuk hingga menjadi presiden Indonesia paling berhasil, termasuk mempersiapkan anak-anaknya mengikuti jejaknya. Kedua, bahwa setiap orang yang sedang berada pada jabatan publik memiliki konsekuensi siap dikritik oleh siapapun. Maka Gibran tidak seharusnya dibela dan dipuja berlebihan. Para politisi amatir tidak perlu cari muka berlebihan kepada Gibran hanya karena disebut Panda anak ingusan. Panda dan Gibran itu memiliki hubungan politik sebagai sesama \"warga banteng\". Relasinya senior dan junior atau bahkan antara orangtua dan anak. Maka keduanya pasti memiliki cara untuk membahas dan mendalami makna istilah \"anak ingusan\" dalam rumah mereka bersama, PDIP. Ketiga, bahwa para politisi amatir lebih baik belajar lebih giat lagi agar tidak hanya mampu menjadi pembela dan pemuja Gibran. Pembelaan dan pemujaan berlebihan tidak baik bagi Gibran. Benar kata Panda, bahwa pemimpin yang dibela dan dipuja berlebihan akan membuat pemimpin tersebut besar kepala. Pemimpin justru harus lebih banyak dikritik agar lebih matang dan lebih siap menghadapi berbagai tantangan. Pembelaan dan pemujaan membabi buta justru akan menjerumuskan Gibran. Seperti para pemuja yang hendak menjerumuskan Jokowi saat mengusulkan jabatan presiden tiga periode. Keempat, bahwa Gibran ternyata tidak ambil pusing dengan pernyataan seniornya, Panda. Gibran justru mengakui masih perlu banyak belajar di kancah politik. \"Ya terima kasih untuk masukannya dari para senior partai ( PDIP). Saya memang perlu banyak belajar seperti yang dikatakan Pak Panda selaku senior partai,\" kata Gibran di Balai Kota Solo, Kamis (29/6/2023). Kelima, bahwa kecenderungan elit politik miskin ide, gagasan, dan program politik ternyata tidak hanya menyasar para politisi profesional dan senior saja. Politisi junior dan amatir juga sudah terjangkit virus \"baper, reaktif, hinga suka asbun\". Hampir semua elit politik mempertontonkan akrobat politik kosong, kering dari hal- hal strategis. Semua hanya sekedar aksi dan reaksi. Jika politisi senior terprovokasi rumor Denny Indrayana, maka politisi junior dan amatir bereaksi pada guyonan anak ingusan Panda. Kornas mengajak seluruh elit politik untuk membangun tradisi intelektual dalam kontestasi politik menjelang Pemilu 2024. Mengutamakan pertengkaran ide, gagasan, dan program politik sesuai kebutuhan dan kepentingan rakyat.(*)
Politik Patung Sukarno Ridwan Kamil
Oleh Dimas Huda, Wartawan Senior FNN PATUNG Sukarno ada di mana-mana. Di Kantor Kemenhan ada patung Sukarno. Patung Sukarno juga ada di Lemhannas, di Akademi Militer Magelang, di Stadion Gelora Bung Karno, di Semarang, di Blitar, di Solo, di Gerbang Bandara Soekarno-Hatta, di Palu, di Bandung, Polder Tawang, di Bandar Lampung dan banyak lagi. Begitu Joko Wododo berkuasa, Megawati menggeber pembangunan patung Sukarno. Ketua Umum PDI Perjuangan ini bertekad membangun patung di semua daerah. Sudah ada 33 patung Sukarno sejak tahun 1980. Peresmian patung saban tahun terjadi. Pada tahun 2021 ada 7 patung. Pada saat itu, sepanjang 2017-2021, pembangunan patung Sukarno naik 120%. Kini, lebih banyak lagi. Patung-patung itu dibangun dengan duit negara. Mega bilang Sukarno adalah proklamator, bapak bangsa, dan pahlawan nasional yang bisa ditiru oleh generasi muda. “Bikinlah di setiap daerah patung beliau,” titah Mega. Kala itu, tanggal 28 Oktober 2021, Mega bicara dalam acara virtual Peresmian dan Penandatanganan Prasasti Taman UMKM Bung Karno. Ucapan Mega idu geni, sakti. Maklum Presiden Joko Wododo adalah petugas partai, PDIP. Dan seluruh kepala daerah di negeri ini adalah anak buah presiden. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mempersembahkan keinginan Mega tersebut dalam momentum yang terukur. Emil merencakan pembangunan patung Sukarno setinggi 22,3 meter. Ini bakal menjadi patung Sukarno paling menjulang di Indonesia. Biayanya sekitar Rp15 miliar. Jangan tanya duit dari mana. Jelas duit negara. Groundbreaking patung itu sudah dilakukan saat sebagian umat Islam merayakan Iduladha, 28 Juni lalu. Emil hadir bersama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Langkah gesit Emil patut diduga sebagai langkah politik mendekati pemilihan umum (2024). Ini kesempatan. Mumpung para bakal capres belum memiliki pasangan. Bisa diduga Emil bernafsu ingin berpasangan dengan Capres PDIP Ganjar Pranowo. Jika bukan itu, tentu publik bisa membaca Emil sedang main zig-zag. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih cocok dekat dengan PDIP. Ketimbang, misalnya, Partai Nasdem. Harap diingat Partai Nasdem adalah partai pertama pengusung Emil, sebelum 3 partai lain, untuk duduk di kursi empuk Jabar-1. Membangun patung dan tugu peringatan seharusnya memang bukan hal yang perlu dipersoalkan. Kita menyadari patung sebagai monumen adalah penghargaan kolektif untuk mengenang individu, peristiwa, dan aktivitas unik. Dan, untuk tujuan ini, patung dan tugu peringatan berdampak besar pada masyarakat dan budaya. Sukarno pantas diabadikan dengan cara itu. Patung politisi dan monumen politik juga merupakan bagian penting dari sejarah dan budaya suatu negara. Hanya saja, hal yang mengkhawatirkan adalah ketika tugu peringatan semakin banyak dibangun dengan tujuan semata-mata untuk ekspansi politik. Lebih mengkhawatirkan lagi, pembuat kebijakan terus menikmati monopoli virtual dalam membangun monumen dan mendirikan patung di ruang publik. Jika ini terjadi, sudah sepantasnya kita belajar peristiwa di negara lain. Tengok saja peristiwa ketika patung Thomas Edison, memegang bola lampu pijar, menggantikan patung William Allen, seorang Demokrat Ohio yang menjabat dua periode di Senat AS dan terpilih sebagai gubernur. Bukan hanya Ohio di mana patung seorang politisi telah digantikan oleh seorang non-politisi; itu terjadi di negara bagian lain seperti Alabama, Iowa, dan Carolina Utara. Sudah saatnya negeri ini punya aturan dalam masalah pembangunan tugu peringatan/patung, penggantian nama gedung, dan penggantian nama jalan, dll sehingga tidak diboncengi kepentingan politik, seperti kasus Ridwan Kamil. Patung Sukarno sudah ada di Bandung dan tidak perlu diternak terus menerus. Emil tentu juga sudah tahu bahwa sang proklamator adalah Sukarno-Hatta. Bukan Sukarno seorang. Lebih jauh lagi, Sukarno adalah tokoh dan pendiri PNI yang partainya kurang diminati di Jawa Barat. Orang Jawa Barat lebih memilih Masyumi. Jadilah Jawa Barat dengan benar. Toh, Emil boleh jadi lebih memperhatikan kata-kata Jean Sibelius: “Jangan perhatikan apa yang dikatakan para kritikus. Sebuah patung tidak pernah didirikan untuk menghormati seorang kritikus.”®
Politisasi Ibadah Haji
Catatan Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta BAKAL capres usungan PDI Perjuangan Ganjar Pranowo melakukan ibadah haji bersama keluarganya ke tanah suci Makkah, Arab Saudi. Ganjar Pranowo dijamu Kerajaan Arab Saudi Ganjar bersama keluarga setiba di Bandara Internasional King Abdulaziz, Kota Jeddah. Ganjar pun disambut oleh protokol Kerajaan Saudi Arabia. Ganjar dan keluarga dijemput mobil khusus Arab Saudi saat menuju Kota Makkah, dan diantar dengan menggunakan mobil khusus. Anies Baswedan juga berangkat menunaikan ibadah haji bersama keluarganya mendahului Ganjar Pranowo. Anies Baswedan bersama keluarganya juga dijamu Kerajaan Arab Saudi setiba di Bandara Internasional King Abdulaziz, Kota Jeddah. Anies pun pun disambut oleh protokol Kerajaan Saudi Arabia. Mereka dijemput mobil khusus Arab Saudi dan diantar dengan menggunakan mobil khusus menuju Kota Makkah. Akun Twitter PDIP mengunggah foto Ganjar Pranowo di Makkah unggahan Suharso Monoarfa yang memuat Ganjar dan Anies dalam satu frame. Demikian, laporan Republika, Rabu 28 Juni 2023 06.27. WIB. Red: Erik Purnama Putra. Foto yang viral tersebut pertama kali diunggah oleh eks ketua umum PPP itu di akun media sosialnya. Suharso yang sedang menunaikan ibadah haji di Makkah Arab Saudi mengajak Ganjar dan istri serta bacapres Koalisi Perubahan Anies Rasyid Baswedan dan istri untuk berfoto bersama. Foto itu viral hingga mendapatkan respons positif di medsos. Dua kandidat yang akan maju sebagai RI 1 pada 2024 berdampingan dan berfoto bersama. Kini, foto tersebut diunggah ulang oleh akun Twitter @PDI_Perjuangan. Hanya saja, foto yang ditampilkan cuma memuat wajah Ganjar dan istri serta Suharso dan istri. Bagian Anies dan istri yang berada di sisi kanan, dihapus. Hal itu sontak membuat geger warganet, yang memenuhi kolom repply dan komentar di akun partai moncong putih tersebut. \"Ganjar Pranowo laksanakan ibadah haji bersama keluarga di Tanah Suci Makkah,\" demikian keterangan di foto yang diunggah akun PDIP dikutip Republika.co.id di Jakarta, Rabu (28/6/2023). Akun PDIP juga memuat caption yang menjelaskan Ganjar sedang berada di Tanah Suci. Akun tersebut juga menjelaskan jika Ganjar sedang pergi haji atas undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Ditampilkan pula saat Ganjar sedang berada di mobil jemputan sebagai tamu undangan VIP. \"Bakal capres usungan PDIP Ganjar Pranowo melakukan ibadah haji bersama keluarganya ke tanah suci Makkah, Arab Saudi. Ganjar Pranowo dijamu Kerajaan Arab Saudi. Ganjar bersama keluarga tiba di Bandara Internasional King Abdulaziz, Kota Jeddah,\" demikian keterangan PDIP. Hanya saja, status tersebut mendapatkan respons negatif dari warganet. Mereka mempertanyakan mengapa admin akun Twitter PDIP sampai tega mengedit foto asli yang memuat kebersamaan dua bacapres yang bersaing menjadi hanya memajang foto Ganjar. Adapun foto Anies dihilangkan. \"Yang ngedit ngecrop hatinya busuk banget,\" kata pemilik akun @CakKhum. Akun @QuartyRudiq memajang dua foto asli yang menampilkan Ganjar, Suharso, dan Anies dalam satu frame. Dia mempertanyakan niatan akun PDIP yang mengedit foto tersebut dengan mengabaikan etika. Ini politisasi ibadah haji! Apa pun yang telah terjadi, semoga ibadah haji Anies Baswedan beserta keluarga, dan Ganjar Pranowo beserta keluarga menjadi haji mabrur, amin. (*)
Motif Politik RK dalam Pembangunan Patung Sukarno
Jakarta, FNN - Rencana pembangunan patung tertinggi Bung Karno di Indonesia yang digagas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK), tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa politik dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sekaligus ekspresi simbolis terhadap sang tokoh proklamator. “Tidak ada yang kebetulan dalam politik, pasti ada relasi kuasa yang dilakukan RK dalam pembangunan patung seorang tokoh, sekaligus ada kuasa simbolik politik,” kata analis komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Jumat (30/6). Seperti diketahui, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menghadiri groundbreaking pembangunan Monumen Plaza Dr (HC) Sukarno di kompleks GOR Saparua Bandung, Rabu (28/6). Patung tersebut diklaim menjadi patung Sukarno paling tinggi di Indonesia. Tingginya 22,3 meter dan biayanya sekitar Rp15 miliar. Menurut Selamat Ginting, pembangunan patung di ruang publik merupakan wujud ekspresi simbolis untuk menokohkan seseorang. Ini merupakan bagian dari upaya meneguhkan kekuasaan personal maupun kelompok mengatasnamakan kepentingan publik. “Keberadaan patung Sukarno, misalnya menjadi bukti bagaimana sistem simbolik dilakukan untuk melegitimasi kekuasaan oleh otoritas penguasa,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. Dikemukakan, dalam suasana tahapan pemilihan umum yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2022, wajar saja jika peristiwa itu dikaitkan motif politik dengan relasi kuasa politik yang sedang dibangun RK. Apalagi selama ini PDIP belum bisa memenangkan pemilu di Jawa Barat. PDIP kalah dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). PDIP unggul tipis dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). “Apakah ini upaya RK untuk mendekat kepada PDIP jelang pilpres, walau dia kini sudah menjadi kader Partai Golongan Karya (Golkar)? Jawabannya bisa iya bisa juga tidak. Tapi ini bukan sebuah kebetulan, melainkan sudah dirancang,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik. Apalagi, lanjut Ginting, nama RK selalu masuk radar survei urutan lima besar sebagai bakal calon wakil presiden. RK bersaing ketat dengan nama-nama seperti Sandiaga Uno, Erick Thohir, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Khofifah Indar Parawansa. “Bakal calon presiden dari PDIP Ganjar Pranowo belum punya pasangan wakil presiden, jadi wajar saja pembangunan patung Bung Karno dikaitkan dengan motif politik,” ujar Ginting yang mengenyam pendidikan sarjana ilmu politik, magister komunikasi politik, dan doktoral ilmu politik. Ginting mengemukakan, praktik kuasa simbolik melalui pembuatan patung seorang tokoh melalui sistem bahasa visual dan simbolisasi, menunjukkan bagaimana kekuasaan menyelinap di bawah ruang sadar publik. Masyarakat, lanjut Ginting, bisa saja tidak menyadari bagaimana sistem kekuasan bersembunyi di balik karya-karya patung di ruang publik. Dalihnya bisa bermacam-macam, seperti pewarisan nasionalisme, penghormatan kepada pahlawan, maupun peneguhan ideologisasi. “Bukankah Bandung juga punya nilai sejarah bagi Sukarno, karena ia mengenyam pendidikan di Insitut Teknologi Bandung dan pernah ditahan pemerintah colonial Belanda di kota kembang ini,” ungkap Ginting. Ginting mencatat dalam kurun waktu pemerintahan Presiden Jokowi, terjadi pembangunan patung-patung Sukarno di sejumlah tempat atau instansi pemerintah maupun negara. Misalnya di Akademi Militer Magelang yang digagas Wakil Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Muhammad Herindra dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman, saat masih menjadi Gubernur Akmil. Kemudian di Kementerian Pertahanan dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). “Maka ada pihak-pihak yang menghubungkan pembangunan patung itu turut melambungkan nama Herindra dan Dudung Abdurachman menjadi petinggi militer. Itu sah-sah saja, meskipun bukan satu faktor itu saja yang melambungkan nama mereka,” ungkap Ginting. Termasuk, lanjut Ginting, posisi Menhan Prabowo Subianto yang aman tanpa gangguan serta Letjen (Purn) Agus Wijoyo yang enam tahun menjadi Gubernur Lemhannas pada 2016-2022. “Semoga publik tidak disuguhi simbol tanpa makna dan semoga pula pembangunan patung-patung itu sesuai dengan kebutuhan publik, bukan sekadar niatan politik praktis seseorang untuk meraih kedudukan,” pungkas Ginting. (*)
Karena Watak Megawati dan Ambisi Jokowi, Ganjar Kehilangan Wataknya Sebagai Calon Presiden
Jakarta, FNN - Seperti sudah kita bersama bahwa sudah sejak beberapa waktu terakhir hubungan Presiden Jokowi dengan Megawati Soekarno Putri, ketua Umum PDIP, sudah retak dan tidak harmonis lagi. Keretakan itu tampak di berbagai kesempatan dan tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Publik melihat gelagat keduanya dan memaknainya sebagai perceraian politik. Persoalannya antara lain soal dukung mendukung figur yang akan diusung sebagai capres 2024. Dan kini, semakin jelas perseteruan keduanya karena watak Megawati yang ingin mendominasi dan ambisi Presiden Jokowi yang tak mungkin berhenti untuk ikut cawe-cawe. Menanggapi keadaan tersebut, Rocky Gerung dalam diskusi di Kanal You Tube Rocky Gerung Official edis Jumat (30/6/23) mengatakan, “Saya kira memang itu akhirnya, rumus terakhir adalah relasi antara PDIP dan Jokowi, atau lebih khusus lagi antara watak Ibu Mega dan ambisi Pak Jokowi. Ambisi Pak Jokowi tidak tertahankan karena dia nggak mungkin lagi berhenti untuk cawe-cawe. Sebaliknya, watak Ibu Mega adalah memastikan bahwa apa yang sudah dia pilih itu nggak bisa diganggu gugat.” Di dalam persamaan itu atau dalam equation itu, lanjut Rocky, kita coba melihat derivat-derivatnya. Yang pertama adalah kecemasan Ganjar sendiri sebagai personal, bukan PDIP yang cemas. Ganjar cemas karena dia diberi semacam keleluasaan untuk mondar-mandir ke daerah dan sebagainya, tetapi tidak pernah mendapat sambutan yang otentik. “Jadi, sebagai pribadi tentu Saudara Ganjar ini menganggap bahwa dia akhirnya menjadi mainan. Kan itu merusak mental Ganjar dan relawannya. Di mana-mana kita lihat dinaikin poster tentang Ganjar, di belakangnya ada foto Megawati segala macam, tapi nggak ada gairah yang menganggap bahwa ini serius. Jadi, walaupun di seluruh Indonesia ada poster Bapak Ganjar, tapi di belakang poster itu tidak ada semacam energi. Jadi, kelihatan itu poster sebagai poster aja, sebagai baliho aja,” ujar Rocky. Padahal, lanjut Rocky, yang kita inginkan adalah Ganjar sendiri turun dari poster itu, lalu menyapa rakyat. Yang kita inginkan adalah Ganjar datang dari segala arah ke seluruh Indonesia, lalu mengatakan bahwa dia memang pantas untuk menentukan sendiri sikap politiknya, bukan tergantung pada relasi tadi, pada ketegangan antara watak Megawati dan ambisi Presiden Jokowi. Meski saat ini elektabilitas Ganjar didongkrak habis-habisan oleh lembaga survei, tetapi publik tahu bahwa ada kekhawatiran luar biasa karena watak Megawati yang terus ingin mendominasi atau bahkan mengendalikan Ganjar. Hal ini bisa membuat partai-partai lain berpikir ulang untuk mendukung Ganjar. Keadaan seperti ini tentu merugikan Ganjar. “Tetapi, katakanlah elektabilitas Ganjar naik, tidak ada soal sebetulnya. Kan itu gampang diturunkan lagi atau dinaikkan bahkan berkali kali dengan menambahkan margin of error. Tetapi, publik politik paham kalaupun Ganjar terpilih dia bukan sebagai presiden, tapi sebagai orang yang disuruh Megawati,” ungkap Rocky dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Hal itulah yang menyebabkan orang mempertanyakan apa gunanya ada debat presiden tentang komposisi kabinet, tentang siapa yang mau duduk di kabinet, toh akhirnya Megawati sendiri yang akan menentukan komposisi kabinet. “Jadi Ganjar dipilih oleh rakyat, tapi yang menentukan kabinetnya adalah Megawati. Padahal, PDIP itu nggak sampai 20% suaranya. Bagaimana kalau seseorang terpilih sama seperti Pak Jokowi, terpilih tapi kemudian dijadikan petugas partai oleh PDIP. Padahal, Pak Jokowi dipilih oleh 51% orang Indonesia, sedangkan PDIP cuma 19%. Hal yang sama akan diberlakukan pada Ganjar. Kasus Pak Jokowi sudah terjadi, sedangkan kasus Ganjar kini sedang berlangsung,” ungkap Rocky. Rocky bukan sedang mengkritik Megawati, tetapi model semacam itu tidak akan membesarkan demokrasi, karena calon presiden dikerangkeng oleh partai, oleh ketua partai. Padahal Indonesia menganut sistem presidensial. Lain halnya kalau menganut sistem parlementer, misalnya, sehingga perdana menteri menentukan kabinetnya. Indonesia menganut sistem presidensial dan pemilihan langsung. Itu artinya, presiden mesti mendapat legitimasi dari rakyat Indonesia, bukan sekadar kemenangannya itu diabdikan buat partai. Rocky mengingatkan bahwa dalam sistem presidensial dan pemilihan langsung, presiden adalah milik seluruh rakyat yang memilihnya, bukan sekadar milik partai yang mengusungnya. Partai-partai yang mengusungnya tetap terkendali oleh 20%. “Jadi, sekali lagi kita mau terangkan kepada publik, Ganjar akhirnya kehilangan watak dia sebagai calon presiden. Dia sekadar calon dari Megawati untuk kepentingan PDIP, bukan untuk kepentingan pemilu dan demokrasi,” ujar Rocky.(ida)
Polda Sulteng Mendalami Perdagangan Bayi Lewat Media Sosial
Palu, FNN - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah hingga saat ini masih mendalami kasus perdagangan bayi yang dilakukan melalui media sosial dengan modus adopsi. \"Masih kami dalami sejauh mana jaringan perdagangan bayi tersebut terjadi di Sulawesi Tengah, bagaimana modus, dan penggunaan media sosialnya,\" kata Direktur Resersekrimum Polda Sulteng Kombes Pol. Parajohan Simanjuntak di Palu, Jumat. Parajohan mengatakan kasus perdagangan bayi di Sulawesi Tengah merupakan kasus lintas provinsi sehingga perlu dilakukan pengembangan kepolisian di daerah bersangkutan. \"Bukan hanya di wilayah Sulteng, tetapi bayinya dibawa ke provinsi lain sehingga pengembangannya melibatkan kepolisian di beberapa daerah,\" kata Parajohan. Dari hasil penyidikan dan pemeriksaan sementara, katanya, tersangka mengaku sudah sembilan kali melakukan perdagangan bayi sehingga polisi masih mendalami jaringan tersebut. \"Kami terus dalami apakah ada tersangka lain dan di daerah mana saja, yang jelas bayi tersebut mereka jual kepada orang yang membutuhkan anak,\" katanya. Sebelumnya, jajaran Polda Sulteng membongkar jaringan perdagangan bayi lintas provinsi berdasarkan adanya laporan penculikan anak pada 31 Mei 2023. Polda Sulteng kemudian menetapkan enam orang tersangka hasil pengembangan di daerah Bekasi, Jawa Barat, dan Bangka Belitung. Enam orang tersangka, yakni M alias CM (41), KL alias L (35), YN (45), A alias Y (35), RS alias R (39), SS alias S (29), dan F masih dalam pencarian. \"Kasus itu masuk tahap penyidikan.Kami menyita barang bukti beberapa unit handphone, buku, dokumen, tiket keberangkatan, dan akta kelahiran yang dipalsukan tangan terakhir yang memegang bayi,\" ujarnya.(ida/ANTARA)
Yayasan Arnoldus Siap Mengembalikan Rp500 Juta Pemberian Johnny G. Plate
Kupang, FNN - Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus Kupang menyatakan siap mengembalikan sumbangan dana senilai Rp500 juta dari mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) nonaktif Johnny G. Plate apabila terbukti dari aliran dana korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo.\"Apabila terbukti dana tersebut bersumber dari dana korupsi maka Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus siap untuk mengembalikan dana secara utuh,\" kata Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus Kupang Pater Yulius Yasinto, SVD dalam keterangan tertulis yang diterima di Kupang, NTT, Jumat.Yulius Yasinto mengatakan hal itu terkait adanya aliran dana kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo RI yang diungkap dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Selasa (27/6).Yulius menjelaskan Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus menerima dana bantuan sebesar Rp500 juta dari Johnny G. Plate pada Maret 2022 sesuai pernyataan yang bersangkutan saat menghadiri undangan Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus Kupang pada 23 Februari 2022.Dia menjelaskan konteks pemberian sumbangan itu terjadi saat Johnny G. Plate diundang oleh Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus Kupang untuk meresmikan Gedung Rektorat dan Aula St Maria Immaculata Universitas Katolik Widya Mandira di Kampus Penfui Kupang, NTT, pada 23 Februari 2022.\"Dana sumbangan itu disampaikan sebagai sumbangan pribadi dan spontan oleh Johnny G. Plate pada akhir sambutan peresmian gedung-gedung tersebut, sebagai kontribusi untuk pengembangan peralatan dan sistem teknologi informasi di Universitas Katolik Widya Mandira,\" kata Yulius Yasinto.Mantan rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang itu mengaku prihatin ketika mengetahui informasi tentang kemungkinan dana tersebut bukan bersumber dari dana pribadi Johnny G. Plate, seperti disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tipikor itu.\"Kami bersedia memberikan keterangan apabila diperlukan,\" ujar Yulius Yasinto.Dia menegaskan apabila terbukti dana sumbangan Rp500 juta itu diberikan Johnny G. Plate bersumber dari dana korupsi maka Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus siap mengembalikan dana itu secara utuh.(ida/ANTARA)
Putin: Menodai Al-Quran sebagai Kejahatan di Rusia
London, FNN- Presiden Rusia, Vladimir Putin, menegaskan penodaan Al-Qur\'an adalah kejahatan dan akan dihukum di Rusia. \"Meskipun negara lain gagal menghormati kesucian Al-Qur\'an, Al-Qur\'an akan selalu dihormati di Rusia,\" ujarnya sebagaimana dilansir Arab News, Rabu. Pernyataan Putin ini disampaikan tatkala ia berkunjung ke Derbent di Republik Otonomi Dagestan yang mayoritas Muslim. “Di negara kami, ini adalah kejahatan baik menurut Konstitusi maupun hukum pidana,” katanya saat menerima salinan kitab suci saat berkunjung ke masjid bersejarah Derbent, di mana ia bertemu dengan perwakilan Muslim dari Dagestan. “Al-Qur’an suci bagi umat Islam dan harus suci bagi orang lain,” katanya sambil mengucapkan terima kasih kepada perwakilan atas hadiah tersebut. “Kami akan selalu mematuhi aturan ini.” Putin mengatakan hal tersebut menyusul insiden di Swedia yang membiarkan seorang lelaki merobek dan membakar salinan Al-Quran di luar masjid pusat Stockholm pada hari Rabu. Sejumlah negara Islam telah mengutuk aksi tersebut. “Tindakan penuh kebencian dan berulang ini tidak dapat diterima dengan pembenaran apa pun, dan tindakan tersebut jelas-jelas menghasut kebencian, pengucilan dan rasisme, dan secara langsung bertentangan dengan upaya internasional yang berupaya menyebarkan nilai-nilai toleransi, moderasi, dan penolakan terhadap ekstremisme, serta merusak rasa saling menghormati yang diperlukan untuk hubungan antara masyarakat dan negara,” kata pernyataan kementerian luar negeri Saudi. (AN/DH)