ALL CATEGORY
Mimpi SBY: Upaya Menuntun Kembali Ide Persahabatan di Antara Pemimpin-pemimpin Indonesia
Jakarta, FNN – Saat ini, Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sedang menjadi sorotan publik karena kemarin membagikan isi mimpinya kepada netizen di akun Twitter miliknya. Dalam postingannya tersebut, SBY menceritakan bahwa dalam mimpinya beliau bersama Presiden Jokowi dan Megawati bertemu dengan sosok presiden RI ke-8. Tetapi, SBY tidak menyebut nama presiden RI yang ke-8 yang dimaksud. “Saya bermimpi, di suatu hari Pak Jokowi datang ke rumah saya di Cikeas untuk kemudian bersama-sama menjemput Ibu Megawati di kediamannya. Selanjutnya kami bertiga menuju Stasiun Gambir. Di Stasiun Gambir, sudah menunggu Presiden Indonesia Ke-8 & beliau telah membelikan karcis kereta api Gajayana ke arah Jawa Tengah & Jawa Timur. Karena masih ada waktu, sejenak kami berempat minum kopi sambil berbincang-bincang santai.” Demikian dua paragraf pertama mimpi SBY yang dibagikan ke netizen. Sepertinya, ini mimpi seseorang yang dalam bahasa Jawa kita sebut Madep Pandito, ingin meninggalkan sesuatu karena sudah bukan waktunya lagi ikut cawe-cawe dalam dunia politik. Tetapi, masalahnya mimpi SBY berbeda sekali dengan mimpi Presiden Jokowi. Menanggapi mimpi SBY, Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selasa (20/6/23) mengatakan, “Ya betul, jadi ada semacam kontemplasi atau pengendapan yang luar biasa dari Pak SBY yang berupaya untuk menuntun kembali ide persahabatan di antara pemimpin-pemimpin Indonesia.” Menurut Rocky, ini satu rekonsiliasi yang dibayangkan oleh SBY dan dia ucapkan dalam model bawah sadar atau mimpi. Jadi, bawah sadar SBY adalah keadaan sekarang yang tidak aman dan tidak damai. SBY merasa ada yang tidak nyaman, ada yang tidak aman, ada perpecahan, dan ada konflik sehingga dia upayakan untuk menyelesaikan secara sublimatif. “Jadi, SBY menyublimasikan keadaan di dalam mimpi, lalu dia ubah itu menjadi semacam harapan dan kenikmatan. Kita selalu tahu bahwa SBY itu punya kemampuan untuk membayangkan masa depan, karena dia bertahun-tahun melihat Indonesia ditinggalkan di fora internasional, lalu dia pulihkan kembali profil Indonesia di fora internasional,” ungkap Rocky. Sedangkan Presiden Jokowi, kata Rocky, gagal dalam soal itu. SBY tahu bahwa ketegangan rasial masih ada di sudut-sudut kota dan berpotensi membelah bangsa ini. Jadi, semua hal yang mencemaskan Indonesia diatasi secara sublimatif oleh SBY dalam bentuk mimpi. “Ini sebetulnya ide yang bagus. Kita tinggal berupaya untuk panggil kembali para tokoh untuk bersama-sama mimpi kembali tentang Indonesia yang bermutu. Itu kira-kira. Ide yang didorong oleh keinginan mengembalikan marwah bangsa ini dalam segi keadilan terutama,” tambah Rocky. Pertemuan Puan dan AHY mengisyaratkan mimpi SBY dengan Megawati mendekat, meskipun divisualisasikan dengan pertemuan putra putri mereka. Kalau dibuat pengkubuan maka setidaknya sekarang kubu antara Megawati dengan SBY mendekat (meskipun belum belum final), sementara kubu Jokowi menjauh. “Ini yang dinamakan mimpi segi tiga. Secara deskriptif, SBY menginginkan dia dijemput oleh Jokowi untuk bersama-sama pergi pada Ibu Megawati. Tetapi, dasar dari mimpi SBY itu adalah keinginan membangun persahabatan. Itu pentingnya dan itu inline dengan pertemuan AHY dan Mbak Puan kemarin,” kata Rocky dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu. Jadi, kata Rocky, kira-kira SBY mau menenangkan Jokowi agar menjemputnya, daripada menyuruh Moeldoko menjemputnya. Sementara itu, kegelisahan SBY adalah tentang bangsa, sedangkan kegelisahan Jokowi adalah tentang dinastinya. Jadi, di situ beda ontologi dari mimpi itu. (ida)
Orde Gombal
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih NAMA kabinet awal Jokowi sebagai presiden bernama kabinet kerja. Nama itu nyaris menghilang tanpa bekas, tanpa artefak yang menunjukkan kecakapan kerja yang monumental. Selain rentetan masalah yang yang tidak berkesudahan. Dalam pengumuman yang digelar di teras depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019) pagi, dengan cara duduk bersama Presiden, Wakil Presiden, dan seluruh menteri itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan nama kabinetnya adalah Kabinet Indonesia Maju. Dampaknya kerja maju mundur tanpa tilas yang membekas sebagai kemajuan bahkan arah negara semakin menanggung beban kerusakan yang sangat parah. Ketika semua ahli sejarah seperti bingung, nama apa yang tepat untuk kabinet Jokow di akhir masa jabatannya. Sebagian pengamat dalam kelakarnya memberi nama kabinet boneka, dramaturgi, jongos dan sederet nama lain yang sangat tidak sedap diucapkan dan tidak enak didengar. Tokoh nasional Dr. Rizal Ramli melalui akun Twitter-nya @RamliRizal belum lama ini mengintrodusir sebuah istilah yang cukup menggelitik berkaitan dengan orde. Ia menyebut rezim saat ini sebagai Orde Gombal. Kalau nama itu dicari pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan gombal sama dengan bohong, omong kosong - atau rayuan, ucapan yang tidak benar, tidak sesuai kenyataan, atau omong kosong - atau tidak berarti. Fakta yang membuntuti sebagai bukti dari definisi yang dimiliki KBBI, sepertinya sangat sulit di bantah sebagai sebuah realita. Kejadian yang paling fulgar bisa di amati dan dirasakan sangat dekat dengan ucapan \"Erving Goffman\" : Jokowi selalu menggunakan mekanisme panggung ini, ada panggung depan (front stage), ada panggung belakang (back stage). Panggung depan sering berbeda 180 derajat dengan panggung belakang. Ucapan dan kenyataan kadang jaraknya sangat dekat dan dipertontonkan dengan tanpa canggung dengan vulgar tanpa beban dan rasa berdosa. Wajar dengan nada kesal Bung Rizal Ramli melontarkan kritikannya bahwa “Penipuan ala Drama Esemka, ngasih harapan palsu bahwa ekonomi akan melesat. Itu semua koplak, dan ciri-ciri Orde Gombal,”. Istilah orde \"Pemimpin Boneka\" seringkali diasosiasikan untuk pemimpin yang ucapan, peran, dan sikapnya dikendalikan orang lain. Saat manggung, dikendalikan peran panggungnya oleh sutradara. Pemimpin boneka politik, selalu bermain watak, seperti pelawak bisa ketawa, sekalipun situasinya sedang gawat. Ini biasa terjadi. Inilah yang oleh Goffman disebut dengan dramaturgi. Terasa tipuannya menyentuh semua aspek relung kehidupan Ipoleksosbud hankam, semua terkena imbas pencitraan dan kebijakan yang aneh aneh di luar standar normal sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Tanpa menutup kemungkinan dan menjadi hak semua rakyat akan memberikan stempel sebagai \"Orde Satrio Piningit\", sekalipun terasa pahit, nyengit dan sulit untuk pembuktiannya. Apapun gelar orde dari tapak kekuasaan yang akan mengakhiri kekuasaan, apapun bisa muncul dan terjadi. Karena semua itu hak rakyat bebas memberikan status , gelar dan stempel nama orde yang akan menempel dan disandangnya. ***
Anies Ditanya Apakah Akan Meneruskan Proyek IKN, Jawaban Saya Tidak
Oleh Laksma TNI Purn. Ir Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik Pemilu tahun 2024 ini terasa lain dari pemilu sebelumnya. Presiden Jokowi bahkan menyatakan tidak akan netral dan akan cawe-cawe dalam pemilu walau sedikit dikoreksi bila ada riak-riak yang membahayakan negara. Seharusnya kita bisa membedakan mana yang menjadi kewajiban kita sebagai penyelenggara negara sesuai undang undang dengan cawe-cawe, apalagi sebagai aparat negara sampai bentindak tidak akan netral. Lainnya lagi adalah, pada pemilu 2024 adanya istilah antitesis Jokowi. Anies dianggap antitesis Jokowi sehingga disamakan dengan pompa bensin yang selalu dimulai dari nol. Sesungguhnya pernyataan bahwa pergantian pemimpin dimulai dari nol adalah pernyataan yang tidak ada faktanya di dunia ini. Siapapun dalam proses penggantian kepemimpinan tidak mungkin semuanya dikembalikan ke nol. Program yang baik tentu akan diteruskan dan dikembangkan oleh pemimpin yang baru. Ada anggapan bahwa Anies adalah antitesis Jokowi, sehingga sering ditanyakan apakah akan meneruskan atau tidak program proyek pembangunan pindah IKN (Ibu Kota Negara) dan lain sebagainya adalah pertanyaan yang sungguh mengherankan. Atas pertanyaan ini pantas Anies malah balik bertanya kenapa selalu atau berulang ditanyakan kepadanya? Berulangnya pertanyaan ini justru akan menimbulkan pertanyaan balik yang sifatnya mencurigakan, ada masalah apa dengan keberlanjutan pembangun IKN sehingga terus dipertanyaan? Bahwa pembangunan IKN sudah diputuskan dan sudah ada undang- undangnya, jadi seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi diteruskan atau tidaknya. Siapapun yang terpilih menjadi Presiden sebagai penyelenggara negara harus menjalankan amanat UU. Permasalahannya, pertanyaan diteruskan atau tidaknya pembangunan IKN oleh presiden yang baru, justru datangnya dari dari politisi dan datang dari pemerintah serta datang dari presiden. Ini jadi aneh, mengapa pemerintah menjadi tidak percaya diri mega proyek IKN akan diteruskan atau tidak oleh presiden baru nantinya. Kalau mulai dari pencetusan ide atau gagasan, berlanjut ke perencanan sampai kepelaksanaan sudah sesuai dengan undang undang dan peraturan yang berlaku seharusnya tidak galau akan nasib proyek IKN nantinya. Bunuh diri namanya presiden baru bila menghentikan proyek yang baik, sesuai undang undang yang berlaku, dan tersedia dalam jumlah yang cukup pula dalam pendanaanya. Timbulnya kegelisahan diteruskan atau tidaknya pembangunan IKN, adalah sinyal dari adanya permasalahan dan ketidakyakinan akan kebenaran atas keputusan yang telah diambil. Pengambilan keputusan pindah Ibu Kota Negara (IKN) harus mampu mengatasi masalah masalah yang diindentifikasi sebagai pertimbangan penyebab pindahnya Ibu Kota Negara. Bila kekhawatiran atau kegelisahan IKN akan diteruskan atau tidak, datangnya dari pemerintahan sekarang dan dari Presiden, maka dapat dikatakan politisi, pemerintah atau Presiden tidak yakin bahwa pemindahan IKN akan mampu menyelesaikan permasalahan yang telah diindentifikasi, padahal proyek pembangunanya telah diundang undangkan. Hal ini berarti ada masalah besar yang beresiko tinggi pada pengambilan keputusan pindah IKN. Beberapa masalah yang muncul ke permukaan tentang rasionalisasi permasalahan yang diindentifikasi sebagai alasan pindah IKN adalah Jakarta akan tenggelam akibat pemanasan global dan menurunnya permukaan tanah di Jakarta. Kalau hal itu alasanya maka jelas penyelesaianya tidak rasional. Kalau Jakarta akan tenggelam mengapa IKNnya saja yang pindah? Bagaimana dengan penduduknya dan aset-aset negara lainnya termasuk aset-aset bersejarah yang tidak ternilai harganya? Banyak hal yang sebenarnya perlu menjadi perhatian tentang penting atau tidaknya IKN pindah, termasuk di antaranya adalah sumber pembiayaanya. Proyek IKN di Penajam sudah ada undang-undangnya, sehingga seharusnyalah tidak perlu dipertanyakan lagi, namun bila dipertanyakan kepada calon presiden pada pemilu 2024, maka apakah ada masalah pada IKN sehingga harus diperlukan kekuatan politik agar IKN dapat terlaksana? Sesungguhnya sesuatu yang sudah baik, tidak perlu kekuatan politik apapun, semuanya pasti akan jalan dan menjalankannya. Namun dalam pandangan saya, proyek IKN tidak perlu diteruskan, apalagi bila pembiayaanya menjadi utang negara yang pembayarannya tentu akan membebani APBN sehingga membebani rakyat pula. Pindah ibu kota tidak rasional bila alasannya Jakarta akan tenggelam karena, bila itu terjadi rakyatnya dulu yang harus diselamatkan. Bila alasannya mengurangi beban di Pulau Jawa dan pemerataan pada pulau lainnya, solusinya adalah transmigrasi penduduk ke berbagai pulau di Indonesia. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh Presiden baru adalah audit proyek IKN dan Kereta Api Cepat China dan usut tuntas transaksi mencurigakan 349 Triliun. Transaksi mencurigakan itu besar sekali dan jangan hanya diviralkan saja. Buka kerjasama eksplotasi sumber daya alam berkerjasama dengan pihak asing, mengapa tenaga kerja asing asal China berbondong-bondong ke Indonesia di tengah kelangkaan lapangan pekerjaan bagi warga negara Indonesia. Masih banyak pekerjaan rumah atau PR yang harus lebih didahulukan ketimbang pindah IKN, salah satunya adalah kemandirian Indonesia dalam hal pangan yang hanya jadi janji-janji saja bagi rakyat Indonesia. Bila negara lain seperti Thailand dan Vietnam bisa mandiri dalam pangan bahkan mengekspornya, mengapa Indonesia tidak? Perlu keseriusan bukan hanya mengumbar janji, itulah Perubahan untuk Persatuan. (*)
PPID BNPT Melaksanakan Uji Konsekuensi Menjaga Keamanan Informasi
Jakarta, FNN - Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia melaksanakan uji konsekuensi untuk menjaga keamanan informasi dengan menetapkan apakah suatu informasi termasuk yang dikecualikan atau tidak.\"PPID berkomitmen menjaga keamanan informasi yang dihasilkan oleh BNPT RI melalui uji konsekuensi terhadap informasi-informasi yang dikecualikan,\" kata PPID BNPT RI sekaligus Kepala Biro Perencanaan Hukum dan Hubungan Masyarakat BNPT RI Brigjen TNI Roedy Widodo dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.PPID BNPT memiliki peran yang strategis dalam pelayanan informasi publik. Akan tetapi, terdapat sejumlah informasi yang memiliki konsekuensi apabila dibuka kepada publik.Dengan demikian, PPID BNPT memiliki hak untuk menjaga informasi dengan dasar hukum dan argumentasi yang rasional. Adapun proses untuk menetapkan apakah suatu informasi tersebut dikecualikan atau tidak adalah melalui uji konsekuensi.Roedy mengatakan dalam sesi pembahasan daftar informasi yang dikecualikan di lingkungan BNPT RI, satu per satu usulan informasi dari seluruh unit kerja diperiksa dan dibahas mulai dari dasar hukum.Pembahasan tersebut meliputi alasan mengapa informasi tersebut ditutup, jangka waktunya, hingga kemudian ditetapkan kategorinya.Pembahasan tersebut kemudian ditutup dengan penandatanganan lembar uji konsekuensi oleh perwakilan masing-masing petugas pelayanan informasi publik unit kerja.Keputusan rapat yang berlangsung pada Senin (19/6) tersebut selanjutnya dijadikan surat keputusan Daftar Informasi Dikecualikan (DIK) di lingkungan BNPT RI, sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam peraturan Komisi Informasi Pusat (KIP) Nomor 1 tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik.\"Kita telah sama-sama saksikan uji konsekuensi hari ini, ini menjadi pedoman untuk selanjutnya menjadi surat keputusan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) yang akan ditandatangani oleh atasan PPID,\" ujar Roedy.(ida/ANTARA)
Dirjen Imigrasi Minta Jajarannya Preventif, Protektif, dan Aktif Mencegah TPPO
Jakarta, FNN - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Silmy Karim memerintahkan jajaran Imigrasi di seluruh Indonesia untuk bersikap preventif, protektif, dan aktif dalam kaitannya menghadapi maraknya fenomena tindak pidana perdagangan orang (TPPO).“Imigrasi harus lakukan upaya preventif dan protektif dalam pencegahan perdagangan orang. Sosialisasi dan edukasi harus aktif,” ujar Silmy, dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Selasa.Silmy juga meminta kepada jajaran Imigrasi untuk secara aktif memberikan sosialisasi dan edukasi tentang hak kepemilikan paspor bagi WNIDalam mencegah perdagangan orang, Silmy menjelaskan Imigrasi memegang peran vital dalam pembuatan paspor, serta pemeriksaan keimigrasian di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI).Dalam permohonan paspor, pemohon yang terindikasi memberikan keterangan tidak benar dapat ditangguhkan permohonan paspornya hingga dua tahun. Bahkan, untuk menimbulkan efek jera, Direktorat Jenderal Imigrasi akan mengambil langkah agar penundaan permohonan paspor tersebut bisa diperpanjang hingga 3 tahun.Silmy mengingatkan kepada seluruh UPT agar tidak melakukan permainan dalam permohonan paspor pekerja migran. Ia menegaskan seluruh penerbitan paspor harus mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.Lebih lanjut, pemeriksaan keimigrasian di TPI juga menjadi filter kedua dalam mencegah perdagangan orang. Penundaan keberangkatan dapat dilakukan jika ditemukan indikasi akan menjadi pekerja migran.Ia mengimbau kepada UPT agar membina hubungan baik dengan aparat penegak hukum lainnya. Terlebih, pemberantasan perdagangan orang senantiasa membutuhkan kerja sama dengan instansi terkait.“Yang mudah dieksploitasi itu wanita. Petugas harus memberikan perhatian khusus, baik dalam penerbitan paspor maupun pada saat keberangkatan,” kata Silmy.Silmy juga berpesan agar seluruh jajaran mengantisipasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke negara Malaysia, Vietnam, dan Kamboja dengan melakukan profiling mendalam terhadap pemohon paspor, terutama kepada pemohon wanita dan juga pada daerah-daerah yang menjadi kantong-kantong pekerja migran.“Jika ada potensi kita bisa lakukan projustitia terhadap oknum pelaku TPPO, maka lakukan. Koordinasikan dengan instansi terkait,” kata Silmy.(ida/ANTARA)
Pelaku Usaha Didorong untuk Mengatasi Perubahan Iklim
Jakarta, FNN - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mendorong peningkatan kesadaran sektor swasta dalam mengatasi perubahan iklim yang ikut mengancam HAM melalui Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.\"Pelaku usaha juga berperan penting dalam mengatasi perubahan iklim. Sektor swasta harus mengambil tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui upaya konkret,\" ujar Yasonna dalam Lokakarya \"Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dalam Adaptasi Perubahan Iklim dan Manajemen Bencana\" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.Menurut dia, pelaku usaha dapat mengurangi emisi karbon dan menghormati hak-hak masyarakat lokal untuk area operasional mereka. Untuk memastikan upaya tersebut, sambung Yasonna, Kementerian Hukum dan HAM membuat Aplikasi Prisma dalam memberikan penilaian risiko bisnis dan HAM.\"Aplikasi mandiri berbasis laman web ini untuk membantu pelaku usaha dalam menganalisis risiko dugaan pelanggaran HAM yang disebabkan kegiatan bisnisnya,\" jelasnya.Yasonna mengatakan bahwa Aplikasi Prisma dapat melakukan penilaian sendiri untuk meninjau suatu produk sudah sesuai dengan kebijakan yang berkaitan dengan HAM.Sementara itu, Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra menjelaskan bahwa Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM menjadi suatu prioritas bagi pemerintah. Pasalnya, program ini merupakan wujud keseimbangan antara hak dan kewajiban.Ia mengatakan dalam program tersebut ada tiga pilar, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Ketiga pilar ini bersama-sama untuk melaksanakan Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.\"Jadi, pelaku usaha tidak hanya orientasi kepada uang, tetapi terkait sosial, lingkungan maupun HAM,\" tambah Dhahana.Dhahana memberikan contoh Pertamina, di mana perusahaan ini setiap tahun diuji oleh suatu lembaga internasional. Adapun yang diuji berkaitan dengan ekonomi, sosial maupun lingkungan.\"Ternyata Pertamina sekarang ini range kedua terkait yang punya kapasitas HAM,\" ucapnya.Dia mengaku pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Pertamina dalam upaya bisnis dan HAM. Tidak hanya itu, menurut Dhahana, akan ada banyak perusahaan yang ikut dalam Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.\"Ke depan akan banyak sekali, karena apa? Uni Eropa sudah mendeklarasikan bahwa produk yang masuk ke negaranya harus ramah HAM, salah satunya Jepang,\" kata dia.Uni Eropa hingga Jepang sudah mendeklarasikan bahwa produk yang diperbolehkan masuk ke negara mereka harus ramah HAM. Sementara itu, posisi Indonesia sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menyusun peraturan terkait Strategi Nasional Bisnis dan HAM.\"Hal ini membuktikan Indonesia punya kepedulian terkait bisnis dan HAM,\" pungkas Dhahana.(ida/ANTARA)
Latar Belakang Aturan Pembuatan SIM Wajib Menyertakan Sertifikat Mengemudi
Jakarta, FNN - Korlantas Polri menjelaskan latar belakang aturan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) untuk kendaraan bermotor perseorangan dan angkutan umum wajib menyertakan sertifikat mengemudi. Kasubdit SIM Ditregident Korlantas Polri Kombes Pol. Tri Julianto Djatiutomo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, menjelaskan kemampuan mengemudikan kendaraan bermotor, pengetahuan, wawasan berlalu lintas, dan etika berkendara merupakan faktor penting bagi keamanan, keselamatan, ketertiban maupun kelancaran lalu lintas. \"Kemampuan, pengetahuan, wawasan, dan etika tersebut dapat dikembangkan melalui sebuah proses pelatihan kepada masyarakat calon pemohon penerbitan SIM,\" ujarnya. Ia menyebut, hasil analisa dan evaluasi (Anev) keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang besar antara pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas dengan kemampuan berkendara, wawasan, pengetahuan, serta etika berlalu lintas individu yang terlibat.Atas dasar hasil Anev tersebut, lanjut dia, Korlantas Polri sebagai pemangku tugas dan kewenangan dalam hal lalu lintas jalan raya merasa perlu agar setiap individu masyarakat pemohon penerbitan SIM harus memenuhi syarat dan kriteria teknis, pengetahuan, perilaku sebagai pengemudi yang baik, taat, dan bertanggung jawab. \"Setiap individu masyarakat pemohon penerbitan SIM harus memenuhi syarat, kriteria teknis, pengetahuan, perilaku sebagai pengemudi yang baik, taat, dan bertanggung jawab,\" ujarnya. Menurut Djati, aturan wajib sertifikat mengemudi bagi pemohon SIM ada sejak Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 yang menetapkan bahwa bagi pemohon SIM baru dan/atau peningkatan golongan (khusus SIM Umum) wajib menyerahkan tanda bukti sertifikat lulus pendidikan dan pelatihan mengemudi. Ketentuan ini, kata dia, tetap diberlakukan dalam Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi serta dalam Peraturan Kepolisian Nomor 2 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi. \"Bahkan diperluas sasarannya bukan hanya bagi pemohon SIM umum, akan tetapi juga bagi pemohon SIM perseorangan,\" ujar Djati. Djati menambahkan ketentuan tentang kewajiban untuk menyerahkan sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan mengemudi bagi pemohon penerbitan SIM baru dan peningkatan golongan ini dimaksudkan sebagai upaya nyata Korlantas Polri untuk meningkatkan kualitas pengemudi di Indonesia, sekaligus sebagai salah satu upaya menurunkan tingkat pelanggaran, kecelakaan lalu lintas, dan menghadirkan kamseltibcarlantas.(ida/ANTARA)
PDIP Korban Survei Elektabilitas Abal-abal
Oleh Indra Adil - Eksponen PKM IPB 77/78 SAMPAI saat ini baik melalui survei elektabilitas Kompas, Twitter, Google ataupun yang sejenisnya, yang bisa dipastikan jauh lebih objektif katimbang lembaga-lembaga survei abal-abal yang ada, yang memang didirikan untuk mencari cuan, elektabilitas Ganjar selalu berada di bawah 10%. Sungguh menyesakkan! PDIP yang partai besar tetapi miskin kader berkualitas, ternyata terjebak oleh skenario taipan konglo yang mengusung calon bonekanya dengan cara menyewa lembaga-lembaga survei abal-abal untuk meninggikan eektabilitas bonekanya itu ke tingkat yang tak masuk akal sehat. Bagaimana bisa masuk akal sehat, bila track record bonekanya tersebut berada seperti di bawah ini: 1. Ganjar adalah capres kader partai yang pernah mendapat teguran keras dari partainya sendiri akibat pembangkangan terhadap perintah partai untuk tidak cawe-cawe mencalonkan diri menjadi capres sebelum ada pengumuman resmi capres dari PDIP. 2. Secara moral dan etika sebagai calon Presiden RI dengan kebanggaan tak tersembunyikan, memamerkan pengakuan hobi memonton film-film porno melalui media podcast ternama Dedy Corbuzier tanpa ada rasa risih sedikit pun. Sebuah pameran kebobrokan moral yang dipertontonkan kepada jutaan rakyat Indonesia oleh seorang calon Presiden Republik Indonesia. 3. Saat menjabat Gubernur Jawa Tengah membela investor tambang yang jelas-jelas merusak lingkungan hidup daerahnya sendiri dalam kasus Wadas yang fenomenal itu. Bahkan mengancam rakyatnya sendiri dengan menggunakan kekuatan aparat kepolisian. Bagaimana mungkin masyarakat Indonesia akan memilih capres yang mempunyai track record mengancam rakyatnya sendiri yang notabene wajib dilindunginya? 4. Setelah dipimpin Ganjar Pranowo, kemiskinan di Jawa Tengah justru naik ke peringkat lebih tinggi. Meskipun Kementerian Dalam Negeri mencoba meningkatkan kredibilitas Ganjar Pranowo dengan memberikan penghargaan sebagai Gubernur Terbaik Indonesia tahun 2022, masyarakat terbatas pun tidak ada yang merespons pemberian penghargaan tersebut, bahkan media nyaris tak memberitakannya sama sekali sehingga hampir tak terdengar gemanya. 5. Buruh-buruh di Jawa Tengah tidak berminat mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres RI karena tingkat upah minimum regional (UMR) Jawa Tengah termasuk UMR terendah di provinsi-provinsi di Indonesia, menunjukkan bahwa Ganjar lebih berpihak kepada pengusaha ketimbang kepada buruhnya yang notabene adalah eakyat yang wajib dibela kesejahteraannya. 6. Ganjar juga dikenal sebagai pegiat medsos mania, yang rajin berkomunikasi dengan masyarakat secara tulisan dan rasan, sehingga lupa berhubungan langsung dengan rakyatnya sendiri secara lisan dan perasaan. Sungguh menyedihkan. Oleh karena itulah Ganjar banyak tidak mengetahui kondisi rakyatnya sendiri baik kondisi kesejahteraan maupun kondisi jalan-jalan raya di wilayahnya. Tidak heran bila datang musim hujan, wilayah-wilayah di Jawa Tengah menjadi langganan kebanjiran, bahkan di ibukota provinsinya sendiri, Semarang. 7. Banyak orang dan bahkan mantan relawan pendukungnya di GP Mania, Emmanuel Ebenezer, memberi kesaksian bahwa Ganjar sombong dan arogan. Penampilan di medsos yang dikesan-kesankan ramah dan familiar jauh berbeda dengan penampilan sesungguhnya sehari-hari. Pemimpin itu wajib dekat dan akrab dengan rakyat tentunya. 8. Kasus lama yang tak reda-reda, Ganjar selalu dan selalu dikaitkan dengan kasus korupsi E-KTP yang melibatkan dana Trilyunan Rupiah saat ia menjadi anggota DPR dari PDIP. Ditegaskan di dalam persidangan bahwa Ganjar menerima dana suap sebesar $ 520 ribu US. Bagaimana mungkin rakyat akan memilih capres yang ditengarai menerima uang suap ratusan ribu Dollar? 9. Posisi Ganjar jelas lebih buruk ketimbang Jokowi saat digadang-gadang menjadi Capres. Bila Jokowi diklaim Megawati sebagai petugas partai, maka kini Ganjar Pranowo diklaim masyarakat luas sebagai petugasnya dari petugas partai. Dengan track record seperti di atas, sungguh tak masuk akal sehat bila melalui proses pemilihan Presiden yang wajar dan fair Ganjar Pranowo bisa terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia. Beberapa faktor di bawah ini menambah berat beban untuk meningkatkan elektabilitas Ganjar Pranowo: 1. Di dalam tubuh PDIP sendiri Ganjar mendapat resistensi yang kuat dari para pendukung Puan yang selama hampir sepuluh tahun ini bersemangat menyiapkan Puan untuk RI 1 dan secara tiba-tiba direnggut harapan mereka begitu saja dalam waktu yang sangat singkat. Secara psikologis mereka merasa sangat tidak siap untuk menghadapi perubahan tujuan yang harus mereka jalani. 2. Para Caleg PDIP yang telah mempersiapkan diri untuk kampanye pemilihan anggota legislatif, harus bekerja keras untuk diri mereka sendiri dan sebagian sangat besar tidak peduli pada Pilpres karena capres yang disodorkan partainya adalah rekan mereka sendiri yang mereka sudah sangat tahu \"track record\", karakter dan kualitas moral rekannya tersebut. Mereka tidak berminat menggolkan rekan tersebut untuk menjadi presiden, karena \"chemistry\" mereka selama ini adalah menggolkan Puan untuk menjadi presiden atau setidaknya menjadi Wakil Presiden RI. 3. Kondisi psikologis ini sama sekali tidak dipahami oleh Ketua Umum PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri yang menentukan sendiri calon presiden dari PDIP tanpa meminta masukan dari pembantu-pembantunya yang notabene akan membantunya dalam mensukseskan kerja besar Pemilu dan Pilpres mendatang. Kini Megawati harus menghadapi kenyataan pahit, perintahnya tidak didukung penuh oleh para pembantunya bahkan sampai ke daerah-daerah. Pembelahan di dalam tubuh PDIP tidak akan bisa dikendalikan oleh siapa pun saat ini karena perjuangan PDIP sudah keluar dari roh dan jiwa Soekarnoisme yang berlandaskan Marhaenisme. Wallahualam.
Tanda Crash Landing Jokowi
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MENDARAT adalah momen penting dari perjalanan udara. Jika mulus tanpa gangguan dan benturan maka pilot mendaratkan pesawat dengan baik \"soft landing\". Pilot patut mendapat ucapan \"good landing, captain\". Sebaliknya jika pendaratan itu buruk maka guncangan pesawat dapat mengguncangkan hati para penumpang. Apalagi jika terjadi insiden saat pendaratan. Ini yang disebut \"hard landing\" atau \"crash landing\". Dalam ekonomi \"soft landing\" dikenal sebagai sebuah penurunan siklus yang menghindari resesi. Sementara \"hard landing\" adalah kondisi perekonomian dimana periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi kemudian diikuti penurunan, parah, bahkan mungkin resesi. Sedangkan \"crash landing\" atau pendaratan darurat ditandai pemimpin korup, korupsi tinggi lalu bailout dimulai, banyak uang palsu yang beredar, inflasi dan memperparah ekonomi yang sakit. Dalam politik, \"crash landing\" adalah akhir jabatan dengan guncangan bahkan guncangan hebat. Mengancam keselamatan dan biasa ada korban. Presiden yang akan mengakhiri masa Jabatannya bagaikan pilot yang sedang menyiapkan pendaratan. Bagus atau buruk. Kemungkinan terbesarnya adalah akan terjadi \"crash landing\". Akibat profesionalitas pilot yang diragukan. Tidak mahir belajar dari pengalaman. Adapun tanda-tanda \"crash landing\" antara lain: Pertama, buram melihat landasan. Landasan Konstitusi dilihat secara bias. Masa jabatan Presiden itu maksimal 2 kali 5 tahun, namun ada gejala keinginan menambah periode atau memperpanjang tahun. Upaya untuk mencari celah belum padam. Kedua, cawe-cawe dalam menentukan dan memperjuangkan capres kepanjangan tangan. Nekad bermain di lapangan rekayasa atau ketidakadilan. Hal ini akan menimbulkan kritikan bahkan perlawanan keras. Desakan kuat untuk mundur atau dimundurkan. Ketiga, tidak mampu mengontrol beban sehingga mendarat dengan menabrak pembatas. Beban hutang Luar Negeri, beban pelanggaran HAM, beban memperalat hukum, beban membuat stigma buruk pada umat Islam, beban tekanan global akibat dekat RRC serta beban kepribadian ganda yakni suka dusta atau janji yang tak ditepati. Keempat, petugas navigator telah meninggalkan Jokowi sendirian. Koalisi pendukung Pemerintah bubar akibat koalisi pencapresan. Megawati dan PDIP sudah tidak sejalan, KIB dan KKIR belum jelas akan bersama. KPP sudah pasti berhadapan. Jokowi panik dalam keterasingan. Kelima, menutupi korupsi dan kolusi. Di ujung periode kasus 349 Trilyun TPPU dan 8 Trilyun BTS disembunyikan. Bom waktu yang mudah meledak. Sementara nepotisme yang terang-terangan memicu benturan politik yang menyakitkan. KKN rezim Jokowi sangat luar biasa. Sulit rasanya sebagai pilot yang diduga bersertifikat palsu dengan kemahiran mengendalikan yang diragukan akan mampu mendaratkan pesawat dengan \"soft landing\". Kecelakaan pesawat itu dapat menimbulkan korban jiwa para penumpang. Atas kelalaian dan kebodohan sang pilot maka sanksi hukum menghadang di depan. Kegagalan pendaratan menyebabkan pilot harus \"grounded\" di penjara. Bukan di Surakarta. (*)
Rezim Bermain Api untuk Kepentingan Siapa?
Oleh Dr. Anton Permana - Aktivis KAMI dan Pemerhati Sosial Politik Pemerintahan YANG paling berbahaya dari sebuah negara itu adalah ketika negara itu kehilangan arah (orientasi) dan navigasi serta motivasi geopolitik geostrategi negaranya menatap masa depan. Karena negara yang besar (strong state) itu, terbentuk setelah tangga sebagai negara (walfare state) pemberi kesejahteraan bagi kehidupan rakyatnya tercapai. Dan untuk mencapai tahapan itu butuh sebuah strategi bernegara dan system kepemimpinan yang mampu menjawab semua tantangan, hambatan, ancaman, dan gangguan menjadi sebuah kekuatan dan peluang untuk kelangsungan kehidupan bernegaranya. Berbeda dengan tipe negara yang masih berada dalam fase berkembang dan terjajah. Yaitu negara yang setiap arah kebijakan bernegaranya, berada di bawah kontrol kekuasaan suatu kelompok kekuatan politik. Sehingga kehidupan sosial politik bernegaranya selalu berada dalam kegaduhan-kegaduhan yang diciptakan. Kondisi tipe bernegara seperti ini lazim terjadi saat ini. Karena negara yang besar dan maju, akan selalu “memakan” negara yang labil, lemah ketahanan sosial politiknya, namun mempunyai sumber kekayaan alam yang besar. Dan itu sudah hukum alam. Dengan hanya strategi infiltrasi, dan menajemen proxy, negara besar dan maju dengan mudah menciptakan para pemimpin boneka mereka di negara yang diinginkan. Apabila negara itu berbentuk absolut power berupa monarki ataupun otoriter sekalipun, selagi patuh dan ikut maka pemerintahan di negara itu akan dipertahankan. Begitu juga dengan negara yang sedang berkembang, maka pintu demokrasi akan menjadi pintu masuk infiltrasi kekuasaanya melalui mekanisme elektoral sekalipun yang sudah mereka atur dan tata kelola sedemikian rupa. Semua tergantung karakter pemerintahannya masing-masing. Selagi kepemimpinan pemerintahannya ikut dan bisa di atur, baik itu absolut dan demokrasi, maka pemerintahannya akan dipertahankan. Kalau tidak ikut dan susah diatur? Maka segala macam bentuk alibi akan mereka lakukan. Pemerintah yang absolut kalau bandel akan mereka jatuhkan atas nama demokrasi? Pemerintahan yang sudah demokratis tapi sulit diatur? Maka mereka ciptakan pemerintahan yang otoriter untuk mengendalikannya. Dan itulah bentuk standar ganda yang selalu dimainkan oleh kelompok negara maju tersebut hari ini. Ketika negara-negara di Timur Tengah yang berbentuk kerajaan (monarki absolut) itu patuh dan ikut mereka (barat), maka pemerintahannya akan dijaga dan dipertahankan seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, dan lainnya. Namun ketika pemerintahannya tidak patuh dan membangkang, maka akan dijatuhkan atas nama demokrasi seperti Saddam Hussein di Irak. Moammar Khadafi di Libya dan Tunisia. Begitu juga sebaliknya untuk negara demokrasi. Ketika pemerintahannya meskipun sudah demokratis tapi pemimpinnya sulit diatur maka akan dijatuhkan melalui kudeta, people power, seperti Mesir, Pakistan, termasuk Indonesia di “era reformasi” 1998. Khusus Indonesia, kejatuhan Soeharto atas nama demokrasi dan HAM adalah pengaruh kuat desain kekuatan global, yang takut dan marah kepada Indonesia yang saat itu tumbuh besar, tapi susah diatur. Maka lahirlah era reformasi sampai saat ini. Mulai dari masa transisi era Gus Dur, Megawati, SBY, dan Joko Widodo. Mari jujur kita cermati, apakah semangat reformasi yang menjanjikan sebuah tata kelola kehidupan bernegara kita menjadi lebih baik atau tidak? KKN, kebebasan berpendapat, dan pengelolaan sumber kekayaan alam kita hari ini apa lebih baik atau tidak? Harmonisasi kehidupan sosial, kesejahteraan, permasalahan ekonomi, keadilan hukum, dan kewibawaan pemerintahan kita lebih baik atau tidak? Silahkan jawab sendiri dengan jujur. Era Orde Baru kita cap dulu otoriter, tidak demokrasi, terlalu sentralistik, namun output-nya yang kita rasakan adalah adanya stabilisasi pemerintahan, rakyat hidup tenang, ekonomi kerakyatan tumbuh berjalan, pranata sosial masyarakat terbentuk dengan baik. Dan wibawa pemerintahan begitu kuat dan disegani rakyatnya. Begitu juga di era SBY yang kita anggap super liberal dan pro kapitalisme. Namun, kehidupan berdemokrasi kita tumbuh. Tak ada yang dipenjara hanya gara-gara berbeda pendapat. SBY yang notabone pemerintahannya juga Presidensial, tak juga semena-mena menggunakan tangan kekuasaannya untuk membungkam menghabisi musuh politiknya. Image seorang “demokrat” sejati sangat esensial dijaga oleh seorang SBY. Begitu juga dalam tata kelola pemerintahan, masih ada norma, etika dan penegakan hukum yang “fair” tidak diskriminatif antara pro dan kontra pada pemerintah. Pengelolaan sumber kekayaan alampun masih “moderat” dan berkonstribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Faktanya hutang negara pada IMF lunas di era SBY. Pertumbuhan ekonomi rata-rata masih di atas 6 persen. Utang negara pun masih sehat terkendali. Sangat jauh berbeda dengan rezim hari ini. Semua penuh dengan kepura-puraan. Pura-pura jadi negara demokrasi dan bebas, padahal ribuan orang dipenjara hanya karena perbedaan pendapat. Negara seolah jadi fasis. Siapa yang ikut aman, siapa yang bertentangan dianggap jadi musuh negara. Begitu juga dalam hal korupsi, KKN, penegakan hukum dan pengelolaan pemerintahan. Banyak pengamat yang menyatakan kerusakan rezim hari ini jauh lebih parah dari pada Orde Baru dan era SBY. Yang paling parah itu adalah dalam hal korupsi dan penegakan hukum. Boleh dikatakan hampir tidak ada satupun instansi pemerintahan yang bebas dari korupsi. Korupsi di negara kita sudah sangat sistemik. Melibatkan individual, lintas instansi dan pemimpinnya. Lebih parah lagi juga menimpa para penegak hukumnya. Begitu juga dalam hal keadilan hukum. Penguasa terlalu dalam dan semena-mena menggunakan tangan kekuasaannya untuk kepentingan politiknya, dimana hal ini dahulu masih sangat terbatas disalahgunakan karena masih ada batas norma, etika, kontrol sosial dari berbagai pihak. Tak pernah dalam sejarah bangsa ini, seorang presiden begitu berani menabrak batas-batas aturan, norma, etika, bahkan konstitusi secara semena-mena. Seolah tak ada rasa malu dan jiwa kenegarawanan layaknya seorang pemimpin negara. Belum satu dasawarsa memimpin sudah menjadikan anak menantunya kepala daerah, menjadikan adik ipar sebagai ketua MK. Dan begitu agresif melakukan campur tangan “cawe-cawe” politik menggunakan fasilitas kekuasaannya. Berbagai macam aturan yang selama ini menjadi alat “pengekangan kekuasaan” agar tidak terjadi “abuse of power” sudah dilabrak begitu saja. Subsidi BBM dicabut perlahan, sehingga bahan sembako mahal. Membangun infrastruktur dengan utang fantastis padahal juga mangkrak dan membebani APBN yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Hampir Rp1.000 trilyun hanya untuk bayar utang dan bunganya. Sedangkan semakin banyak masyarakat yang miskin tidak punya rumah, pupuk petani mahal, solar nelayan mahal, biaya sekolah tinggi sehingga banyak yang putus sekolah. Permodalan bagi pelaku UMKM sangat rumit dan sulit mendapatkannya. Lapangan kerja pun tak tumbuh karena industrialisasi dan UMKM semakin hilang dan mati. Kebijakan impor serampangan telah membunuh segalanya. Rezim hari ini terlalu berani bermain api. Terlau percaya diri karena merasa di atas angin dapat mengendalikan kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingannya. Sungguh tak dipedulikan lagi amanah konstitusi, norma dan etika bernegara hari ini. Politik kekuasaan sudah jadi Panglima. Penguasa malah beroposisi terhadap rakyatnya sendiri. Punya orientasi bernegara sendiri, jauh panggang dari pada api. Negara kita hari ini sudah kehilangan arah dan motivasi. Demokrasi pun dikebiri, demi keberlangsungan kekuasaan kelompok oligarki. Sungguh rezim hari ini, terlalu berani bermain api? Tapi sayangnya bukan untuk kepentingan amanat konstitusi, tetapi lebih cenderung untuk kepentingan kelompok oligarki. Ini yang akan berbahaya sekali karena telah mengganggu kenyamanan kehidupan civil society, yang konsekuensinya adalah; akan munculnya gelombang perlawanan, lambat atau cepat. Karena rezim hari ini seolah sengaja menciptakan kebuntuan-kebuntuan, dimana justru kebuntuan ini yang akan melahirkan sebuah ledakan besar perlawanan rakyat. Betul atau tidaknya hipotesa ini? Biar waktu yang menjawabnya. Karena kita semua pasti yakin, yang abadi itu adalah perubahan. Jangan melawan hukum alam. Karena secerah apapun matahari pasti juga akan tenggelam. Wallahu’alam.