ALL CATEGORY

Umat Islam: Saatnya Keluarkan Mosi Tidak Percaya

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  RENCANA konser grup musik asal Inggris yang bernama Coldplay di Indonesia bukan hanya menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, tetapi kembali menyerang  perasaan dan keyakinan umat Islam.  Umat Islam jelas menolak kehadiran grup musik Coldplay untuk menggelar konser di tanah air (15 Nopember 2023).  Pemerintah mengabaikan bahkan memberi sinyal akan melakukan pengamanan terhadap grup musik Coldplay jika telah tiba di tanah air. Mengko Polhukam sok merasa paling tahu tentang agama bahwa  menyatakan kalau LGBT itu merupakan kodrat yang tidak dapat dipidana melalui KUHP di Indonesia.  Kalau itu alasannya dialog Iblis yang menentang penciptaan manusia yang hanya akan saling membunuh itu kodrat maka biarkan saja manusia saling membunuh tidak usah ada UU yang melarang atau menghukumnya. Iblis paham betul, dari , kelakuan manusia sebelum Adam  diciptakan. Toh ahirnya Iblis terkena laknat dari Allah SWT  Riwayat bagaimana Allah SWT menurunkan azab karena wabah seks menyimpang sebagaimana sejarah di zaman Nah Luth adalah firman Nya, untuk menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia, \"diabaikan\"?. Sebagaian besar penduduk negeri ini muslim (86,19%), dan Islam jelas mengharamkan  LGBT (fatwa MUI 2014). Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945, Indonesia adalah negara religious nation state. Wajar jika muslim di Indonesia menolak konser Grup Musik Coldplay yang terindikasi mempropagandakan LBGT. Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2014 telah mengeluarkan fatwa haram pasangan sesama jenis atau perilaku Lesbian dan Gay sebagai perilaku yang harus diluruskan. Fatwa tersebut bernomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan. Dalam fatwa tersebut, MUI menjelaskan bahwa perilaku menyukai sesama jenis adalah perilaku menyimpang yang harus diluruskan. Prof. Suteki, dengan nada sedikit mengatakan :  \"seharusnya Presiden itu tanggap dan melindungi umat Islam sebagai mayoritas. Jika hingga sekarang belum ada UU dan pasal KUHP yang melarang LGBT, maka Presiden dalam keadaan genting dan kekosongan hukum harus segera mengeluarkan PERPPU larangan LGBT\". Padahal pada tanggal 6 Desember 2022, DPR telah menyetujui RKUHP menjadi UU. LGBT telah ditetapkan sebagai tindak pidana pencabulan sebagai mana diatur dalam Pasal 414. Indonesia sudah berubah menjadi negara sekuler, liar dan lepas dari nilai nilai Pancasila. Akibat pelaksanaan UUD 2002, dengan segala dampaknya. Pernyataan seperti \"orang LGBT itu diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu tidak boleh dilarang. Tuhan yang menyebabkan dia (orang) hidupnya menjadi homo, lesbi\". Persis seperti pernyataan kaum PKI: \"itu semua salah Tuhan yang menciptakan LGBT\" Negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh mayoritas umat Islam. Berulang ulang umat Islam menjadi mainan rezim sekuler saat ini, bebas menyerang umat Islam seenaknya.  Khususnya umat Islam tidak ada yang tersisa untuk menjaga diri aqidahnya dari serangan kaum sekuler, kasus LGBT harus di lawan. Kalau rezim tetap bandel tidak ada salahnya umat Islam segera mengeluarkan sikap \"mosi tidak percaya kepada rezim saat ini\" (*)

Nampol Ketus Netizen, tapi Lucu Menghibur

Oleh: Ady Amar - Kolumnis Di negeri yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja ini, kita akan terus disuguhi sentilan kritis dari mereka yang memilih berdiri di tempat semestinya dengan terus menyuarakan ketidaksukaan pada kebijakan yang diucapkan pejabat atau politisi yang acap bicara sekenanya tanpa nurani, dan itu pastilah di luar kepatutan. Netizen Indonesia memang kreatif. Celotehannya mampu buat senyum simpul, bahkan bisa buat tawa terbahak. Aktif bermain di medsos, utamanya lewat Twitter. Tidak semua orang mampu bisa secepat kilat merespons dengan menghantam balik omongan siapa saja yang layak direspons. Bisa itu pejabat, bisa pula kelompok yang berseberangan pilihan politik dengannya. Para netizen itu tidak terbatas kelompok intelektual tertentu, atau punya batasan umur. Mereka beragam status sosial, dari aktivis biasa sampai mantan pejabat. Lebih pada mereka yang memilih diposisi oposisi, atau berseberangan dengan rezim yang tengah berkuasa. Mereka tentu bukanlah buzzer berbayar, yang cuma bermodal dusta dan fitnah. Mereka kelompok kritis yang merespons dengan data, yang disuguhkan lewat penyampaian kritis tapi menghibur. Jawaban skakmat para netizen itu acap mematikan. Tersaji dari yang ringan sampai keras, namun disuguhkan dengan kelucuan tingkat tinggi. Meski kerap buat telinga mereka yang tersenggol memerah dan nafas jadi terengah. Tak tanggung-tanggung pejabat yang dijadikan obyek garapan. Dari mulai menterinya Jokowi, sampai Jokowi-nya menteri, semua dibuat kalang kabut jadi bahan candaan. Jika tidak punya sense of humour yang tinggi dan pengetahuan politik dan sosial memadai, mustahil bisa hadirkan canda nampol kritis tapi menghibur. Tidak cukup di situ, juga dituntut kelincahan bertutur dengan pilihan diksi yang pas. Meski disampaikan dengan narasi tidak panjang, karena space terbatas, tapi mampu menguak sisi lain yang menempel pada pejabat yang sedang jadi bahan candaan. Obyeknya lebih banyak publik figur pada semua lapisan yang masuk radar untuk digarap, utamanya para pejabat atau politisi. Netizen kritis itu memilih tempatnya di situ. Memilih untuk tidak merasa jengah apalagi takut menulis apa yang diyakininya itu benar. Jadi tidak asal melucu, tapi tetap menjauh dari delik hukum yang bisa menjeratnya. Karenanya, meski kritis dan nampol keras, yang bersangkutan aman-aman saja, bebas-bebas saja untuk terus bersikap kritis.  Ucapan Presiden Jokowi yang memang miskin narasi, itu pun jadi bahan candaan saban waktu sekenanya. Bagian dari kebebasan berekspresi, boleh juga jika mau disebut demikian. Tapi bukan berarti itu serta-merta bisa disebut demokrasi di negeri ini sudah ditegakkan dengan semestinya. Tidak demikian. Indeks demokrasi melorot tajam di era Jokowi. Bahkan akhir-akhir ini Jokowi memperlihatkan sikap seolah dirinya raja, yang bisa semaunya menentukan siapa yang dikehendaki untuk menggantikannya. Langkahnya itu offside seolah tak ada yang bisa menghentikan.  Sepertinya baru Jokowi Presiden Indonesia yang menunjukkan sikap cemas menjelang jabatannya  berakhir. Sedang pembiaran pada para netizen kritis, yang tampak menyerang, itu lebih didasarkan pada kesulitan menentukan jika harus melototi satu persatu celotehan produktif, seperti pabrik candaan tanpa pernah jeda. Bisa pula pembiaran itu agar dilihat sebagai negara penganut demokrasi dengan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi. Celotehan para netizen itu memang bukanlah hal berbahaya yang sampai bisa menggerakkan massa, atau apalagi bisa menggoyang rezim hingga menumbangkannya. Para netizen itu sekadar merespons pejabat atau politisi yang berkoar sekenanya di ruang publik, terkadang tanpa nurani. Maka, para netizen itu bergerak dengan caranya. Teranyar, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman pun tak luput jadi bahan gojegan netizen. Itu saat diwawancara majalah TEMPO, ia menyebut \"KKB Papua itu hanyalah kriminal yang cari makan dengan memeras\". Maka, ia diberondong netizen dengan sikap masa lalunya yang tetap nancap dibenak publik. Ramai-ramai netizen pun lalu menggeruduknya dengan celotehan beragam. \"Kalau masang baliho, barulah itu pantas disebut teroris dan gerakan separatis,\" sentil Mbah @UyokBack. Baliho seolah menjadi identik dengan Dudung Abduracman, saat itu sebagai Pangdam Jaya yang masih bintang dua. Ia saat itu memerintahkan perang terhadap baliho Habib Rizieq Shihab (HRS) dengan mencabuti menurunkannya. Ia lalu populer disebut sebagai \"jenderal baliho\". Perang lawan baliho HRS itu justru jadi berkah buatnya. Karir militernya jadi melesat bak meteor. Tidak lama kemudian ia diangkat sebagai Pangkostrad, dan lalu Kastaf AD. Ada pula netizen @Rudi58985524, yang menyentilnya demikian: \"Benar kata Almarhum Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Yang garang di kota, di hutan jadi kucing.\" Jenderal Pramono Edhie Wibowo adalah mantan Kastaf AD, ia adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Netizen menyentil Dudung Abdurachman yang dianggap sebagai jenderal yang garang melawan baliho, tapi tidak dalam melawan gerakan separatis KKB Papua. Muhammad Said Didu, mantan Sekretaris BUMN (2005-2010), dianggap sebagai netizen kritis. Ia aktif di Twitter dengan sentilan-sentilan cerdasnya. Meski hanya sentilan singkat, tapi jadi favorit dipilih khususnya media online jadi berita. Terbaru sentilannya pada Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, yang menanggapi kritikan Anies Baswedan, bahwa jalan tol yang dibangun Jokowi cuma untuk orang kaya saja. Moeldoko membantahnya, \"Saya orang kecil bisa menikmati tol\". Lewat Twitter-nya Muhammad Said Didu @msaid_didu, menyentil dengan sentilan berkelas. \"Indonesia memang hebat orang kecilnya pengusaha mobil listrik.\" Semua lalu dibuat menjadi tahu olehnya, bahwa di balik motor dan mobil listrik itu ada Moeldoko sebagai salah satu pemilik sahamnya. Ada pula netizen lain @Godam062, yang menyentil Moeldoko dengan sentilan menohok, \"Orang kecil mana berani ambil partai orang lain?\" Mengambil partai orang lain, itu merujuk pada Moeldoko yang berupaya mengambil alih Partai Demokrat dengan cara di luar kepatutan. Muncul untuknya julukan jenderal begal. Julukan tidak mengenakkan yang melekat disandangnya sampai kapan pun. Di negeri yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja ini, kita akan terus disuguhi sentilan kritis dari mereka yang memilih berdiri di tempat semestinya dengan terus menyuarakan ketidaksukaan pada kebijakan yang diucapkan pejabat atau politisi yang acap bicara sekenanya tanpa nurani, dan itu pastilah diluar kepatutan.**

12 Tokoh Jawa Barat Silaturahmi dengan Pangdam III Siliwangi

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  PARA tokoh Jawa Barat sengaja menemui Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo Pangdam III Siliwangi pada hari Selasa 23 Mei 2023 di Makodam III Siliwangi Jl Aceh 69 Bandung. Kunjungan silaturahmi itu dimaksudkan untuk mendiskusikan berbagai permasalahan bangsa yang menjadi perhatian masyarakat Jawa Barat.  Dalam pertemuan bersuasana akrab tersebut Panglima menjelaskan berbagai program yang dijalankan oleh Kodam III Siliwangi di berbagai daerah dalam rangka keikutsertaan TNI dalam mengatasi masalah kemasyarakatan khususnya upaya meningkatkan kesejahteraan baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.  Kebersamaan TNI bersama rakyat adalah misi utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan keamanan yang harus terjamin. Siliwangi adalah Jawa Barat dan rakyat Jawa Barat adalah Siliwangi. Para tokoh dan Panglima nampak sangat menggarisbawahi moto tersebut. TNI di samping sebagai tentara nasional dan profesional juga sebagai tentara rakyat dan tentara pejuang.  Kedua belas tokoh yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah H. Dindin S Maolani, SH, KH Athian Ali Da\'i Lc, MA, Prof. DR. dr Herman Susanto, SpOG (K), Mayjen TNI Purn Deddy S Budiman, Prof. DR. KH Sanusi Uwes, MPd, DR. Ir H. Memet Hakim, H. Memet Hamdhan, SH, MSc, Ir. H. Tito Rusbandi, HM Rizal Fadillah, SH, Ir. Syafril Sjofyan, Bk. Teks.,MM., Radhar Tribaskoro, SE, MSi, dan BrigjenTNI  Purn. Koen Priyambodo.  Ada tiga substansi yang difahami sama dalam rangka kebaikan bangsa ke depan, yaitu  : Pertama, TNI dan rakyat harus tetap bersatu dan tidak boleh diadu domba oleh kepentingan pragmatik manapun. Ideologi dan Konstitusi menjadi perekat dari kebersamaan. Sebagai tentara pejuang TNI berjuang untuk menjaga kedaulatan negara dan kedaulatan rakyat.  Kedua, mewaspadai dan mengantisipasi cara berpolitik menghalalkan segala cara demi tujuan tercapai. Mengabaikan etika dalam kehidupan berbangsa terutama menghadapi Pemilu 2024. Pengawasan dan konsistensi penegakan hukum adalah keniscayaan.  Ketiga, para tokoh Jawa Barat siap mendukung dan menindak lanjuti komitmen Pangdam III Siliwangi dalam membangun early warning system bagi pelaksanaan proses politik yang adil, jujur, transparan. Siap bersama-sama melawan berbagai kecurangan.  Silaturahmi berkelanjutan dinilai konstruktif bagi upaya membangun masyarakat maju dan sejahtera dengan iklim politik yang lebih baik ke depan. Tentu berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang bukan semantik atau sloganistik.  Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo menyoroti hasil riset tentang kekuasaan kini yang semakin oligarkis dan para tokoh masyarakat setuju perlu adanya perubahan ke arah kehidupan yang lebih demokratis.  Mayjen Kunto dan para tokoh sepakat bahwa oligarki telah menyengsarakan dan menindas rakyat.  TNI kini dituntut untuk melangkah lebih cepat dan berani mengambil posisi strategis sebagai pembela kepentingan rakyat. Tegak lurus pada negara bukan pada kekuasaan.  Bandung, 24 Mei 2023.

Jika Pemilu Gagal, Raja Raja Nusantara Siap Ambilalih

Oleh Dr.Rahman Sabon Nama -  Ketum PDKN Analisis senentara bahwa ada  agenda khusus dari rezim lewat operasi intelijen  mengkondisikan agar Pilpres hanya diikuti oleh dua pasangan capres/cawapres yaitu pasangan Ganjar Pranowo dan pasangan  Prabowo Subianto tanpa mengikuti capres dari Koalisi Perubahan ysitu pasangan Capres Anies  Rasyid Baswedan. Apabila Pemilu 2024 gagal dikaksanakan maka  antisipasi penyelamatan bangsa dan negara  dari pengaruh hegemoni asing China dan Barat dengan menjadikan Indonesia sebagai negara konflik sehingga mereka dapat menguasai sumber ekonomi dan pertahanan dan keamanan  Indonesia. Oleh karena itu atas insiatif cucu Paku Buwono X dari Keraton Solo Surakarta Hadiningrat yaitu YM Kanjeng Senopati mengumpulkan  para raja Sultan Nusantara dan pimpinan Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) , tanggal 15 Mei 2023 mengadakan pertemuan silaturahmi kebangsaan di Wisma Haji Cempaka Putih Jakarta . Hasil pertemuan tersebut sepakat membentuk Tim PPKI (Persiapan Penyelamatan Kedaulatan Indonesia), beranggotakan 17 orang. Menyadari bahwa para raja Sultan Nusantara adalah pemilik awal negara ini merasa dilupakan/dikhianiti oleh penerintahan Relublik Indonesia  dengan alasan janji republik yg tertuang  dalam teks proklamasi RI yang berbunyi penyerahan kekuasaan diselenggarakan secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Yaitu penyerahan kekuasaan dari Kerajaan Kesultanan kelpada Republik Indonesia (Soekarno)  terkait pembagian kekuasaan  belum dilaksanakan dari hari pembacaan Proklamasi Kemerfekaan RI hingga saat ini tahun 2023. Terkait dengan hal tersebut Tim PPKI menjalin komunikasi dengan para ulama/tokoh masyarakat  pemuda/mahasiswa  dan purnawirawan TNI/Polri untuk menyiapkan konsep kenegaraan untuk penyelamatan bangsa , negara dan rakyat . Bahwa apabila negara dalam keadaan chaos maka  pemerintahan Jokowi dalam status fakum sehingga Triunvirat sebagai pemegang sementara tidak berlaku  maka PPKI menunjuk seorang tokoh bangsa dari kerajaan menjadi presiden pemerintahan  peralihan  diberi kewenangan dengan jabatan 6 bulan hingga 1 tahun dengan tugas  sbb : 1.Bubarkan DPR/MPR dan DPD serta bubarkan  semua parpol 2.Bentuk  DPRS/MPRS beranggotakan 780 org direkruit dari unsur Purn.TNI/Polri Pepabri, raja/sultan Nusantara/tokoh adat (PKDN, dan Ormas/Paguyuban raja/sultan), pemuda/mahasiwa (KNPI) dan Ormas-ormas besar ,(NU,Muhamadyah dan PGI,)  Ormas profesi,  (KADIN  IDI  HKTI,APT2PHI  HSNI, Buruh)  3.Mengeluarkan Dekrit kembali ke UU45 asli dan Pancasila 18 Agustus 45 dengan melakukan perubahan dalam bentuk adendum yaitu pemisahan kekuasaan Kepala negara dijabat oleh owner pemegang collateral aset terbesar dijabat  secara bergilir yaitu dari  Keraton Yogja ,Keraton Solo, Kesultanan Siak Sri Indrapura Riau Kesultanan Banten Kerajaan Sunda Kecil/Adonara dan  Kerajaan Sunda Besar Pajajaran Siluwangi , Kerajaan Luwu dan Goa.  Jabatan Keoala Negara  disebut Yang Dipertuang Agung Kepala Negara. Jabatan Kepala  Pemerintahan dijabat oleh Presiden/Wapres dilipih lewat Pemilu  dan ditentukan lewat  SU MPR.  4.Dikakukan seleksi ulang parpol dan bentuk komisioner KPU baru yang independen dari kalangan akademisi  5. Selenggarakan Pemilu dipercepat paling lambat dalam waktu 6 bulan hingfa satu tahun. Demikian sebagai informasi untuk para raja sutan Nusantara dan  jajaran pengurus PDKN di seluruh Indonesia. (*)

Indonesia Bangsa Multi Minoritas

Oleh Natalius Pigai - Mantan Komisioner HAM (Tulisan Ini membunuh politik identitas (suku) PDIP dan menusuk panggung sandiwara Pemain Dawai Tua Yang Membosankan) Setelah Hasto Kristyanto Sekjen dan oang PDIP tidak menjawab pertanyaan saya di Twitter bahwa “ Kalau Hasto bilang Anies politik identitas karena agama Islam maka saya mau  bertanya dan menguji kecerdasan Hasto dan orang PDIP. PDIP selalu mendukung capres dari Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah, apakah itu bukan politik identitas? Silakan Jawab!” Menarik ada komen di Twitter PDIP memilih capres berdasarkan perilaku dan kinerja. Perilaku seperti apa capres PDIP menyatakan suka nonton bokep tanpa punya perasaan termasuk oerasaan Istrinya. Perilaku seperti apa orang jika di persidangan terungkap nama capres dalam kasus EKTP juga kinerja seperti apa ketika Jawa Tengah jadi provinisi termiskin di Indonesia.  Lebih tepat jika partai pendorong politik identitas itu PDIP padahal “ ketika orang Papua di Jawa dia minoritas, seorang Jawa di Bali dia minoritas. Persilangan minoritas”.  Saya ingin membonsai cakrawala berpikir PDIP agar lebih dewasa dalam berpolitik kekinian bangsa. Bangsa Indonesia di ambang nadir, titik di mana akal dan naluri penyelenggara negara tersandera. Negara Indonesia secara faktual telah dibonsai, Presiden sebagai simbol negara ikut merendahkan wibawa negara, turun dari Bizantium hanya sekadar memenuhi keinginan kelompok sipil intoleran, kelompok radikal, ekstrimis dan eksklusif yang naif dan partikelir suku.  Para penegak hukum mengikuti kemauan elit, hukum tidak menyertai opini publik mengabaikan asas keadilan (fair trail dan due proces of law).  Tindak tanduk pemimpin negeri ini sangat kontras dengan selama ini berkoar-koar tentang adagium Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu tiang penyangga (pilar) berdirinya negara bangsa Indonesia.  Ironi memang, Pancasila sebagai landas pijak bangsa (norma dasar) mulai terusik, Tuhan mulai dipertentangkan antara sentrum utama kekuasaan dan sumber moral, kemanusiaan terasa tidak adab dan tidak adil, persatuan terkungkung dalam polarisasi SARA, permusyawaratan dimonopoli komunitas mayoritas berlindung didalil dan jargon \"one men, one vote, and one value\" di negeri yang penduduknya tidak seimbang, keadilan yang kontradiktif tanpa disertai distribusi kekuasaan yang merata, (no distribution of justice without distribution of power).  Pertanyaannya, di mana posisi dan keberadaan bagi komunitas minoritas di negeri ini? Apakah harus menjadi budak belian dan babu? Sungguh disayangkan, ketika sekelompok elit memimpin dengan defile dan berparade menampilkan dengan simbol dan panji-panji kekuatan muncul sebagai monster leviathan ibarat novel Mangunwijaya \"ikan ikan hiu, ido oma\" novel tri logi perjuangan di perairan Ambon dan Laut Bandanaira, budak belian di kekuasaan imperium Belanda.  Negara memiliki kewajiban untuk memastikan adanya jaminan kehidupan dan perlindungan semua warga negara, negara memilik daya paksa untuk taat dan tunduk pada simbol-simbol negara bangsa, negara memiliki kewajiban untuk memastikan hukum Berjalan tanpa diskriminasi, juga negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan kepastian hidup seluruh rakyat secara adil dan merata. Namun Jokowi dan PDIP gagal melaksanakannya.  PDIP mesti tahu bawah bangsa  ini tidak pernah diperjuangkan oleh satu suku, satu agama. Laksamana Malahyati berjuang di Aceh, Sisingamangaraja di tanah Batak, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Hasannudin di Makassar, Pattimura di Ambon.  Demikian pula ada 7 pahlawan keturunan China, ada Baswedan dari keturunan Arab, pahlawan beragama Katolik dari Jawa Tengah, Slamet Riyadi, Adi Sutjipto, Adi Sumarmo, Yos Sudarso, I.J. Kasimo dll, yang merintis kemerdekaan ini semua suku bangsa dan agama.  Mereka ini keturunan rakyat jelata, bukan darah biru, raja-raja di Nusantara juga tidak pernah berjuang kemerdekaan Indonesia, mereka hanya sebagai pemungut cukai, kaki tangan dan anak emas kolonial, dalam sejarah kolonial hanya 1 orang raja yg diesksekusi mati oleh Belanda, yaitu Raja Ende Lio di Flores, Wangge dieksekusi di Kupang, namun hari ini kesultanan Yogya, dan Kesunanan Solo dan Darah Biru di Jawa mengklaim negeri ini milik mereka, omong kosong!. Indonesia 77 tahun bagi sebuah negara seharusnya sudah cukup untuk bisa membangun negara bangsa (character and nation buillding).  Kalau pemimpin negeri ini, Presiden, MPR, DPR dan pengelola negara tidak mampu memastikan adanya jaminan kehidupan dan eksistensi politik komunitas minoritas dengan berpedoman pada simbol-simbol negara bangsa yang ada saat ini, maka saya mengusulkan PDIP dibubarkan.  Saya mengusulkan bangunan dasar negara disesuaikan kondisi kekinian bangsa:  1. Pancasila tidak mesti dijadikan sebagai asas  tunggal karena semua komunitas bangsa ini memiliki asas yang berbedah bedah, ada yang berasas agama, ada yang berasas budaya, ada yang berasas kepribadian suku dan bangsa di Nusantara.  Sudah saatnya membuka wacana (diskursus) Tuhan sebagai sumber kekuasaan atau sumber moral adalah hal yang mudah diperbincangkan agar termasuk tuntutan akan adanya Piagam Jakarta dan juga Piagam Madinah.  Kemanusiaan  yang adil dan beradap, istilah \"adil dan beradap\" itu kata kerja bukan kata sifat sehingga tidak tepat dimasukan sebagai falsafah hidup (filosofiche groundslack).  Persatuan Indonesia tercerai berai dalam sektarianime dan etnisistas, adalah fakta sosial yang tidak bisa ditutupi atau disembunyikan bahwa ada Islamo phobia, Kristen phobia, Papua phobia, Jawa phobia, Bali phobia sudah mulai tumbuh kembang dan menjamur di mana-mana.  Persoalan permusyawaratan, sistem pemilu sekarang promosional terbuka adalah sistem winers takes all, pemenang ambil semua, tidak tepat karena adanya fakta bangsa kita persebaran penduduk yang tidak seimbang, Jawa masih dominan dari suku lain maka bukan tidak mungkin Presiden melalui pemilihan dan juga legislatif pasti didominasi oleh mayoritas di negeri ini, ini yang namanya kekuasaan berpusat pada satu suku yang cenderung didrive oleh PDIP. Problem saat ini kurangnya distribusi kekuasaan (disturibution of power) yang berdampak pada distribusi keadilan (distribution of justice) maka ada benarnya jika keadilan hanya berpusat pada sekelompok oligarki politik juga ekonomi pada PDIP dan kelompok pemenangnya. 2. NKRI itu hanya sebuah bentuk bangunan negara bangsa, bentuk negara ini sama dan ibarat nomenklatur yang termasuk bangunan sosial, bangunan sosial bersifat dinamis bukan statis dan kaku, sebagaimana sistem sosial yang selalu berubah, NKRI itu juga bisa berubah, sangat ironis seluruh dunia negara kesatuan itu dibentuk jika; luas wilayahnya kecil, negara kontinental (daratan), penduduknya homogen, kekuasaan terpusat.  Kalau bangsa kita jelas bahwa wilayah negara ini terlalu luas, negara maritim, penduduk heterogen, dan pemerintahan demokratis, inilah yang namanya contradictio in terminus. Sudah saatnya kita harus formulasi ulang tentang NKRI dengan bentuk negara federasi atau serikat. Bangsa Aceh bisa mengatur dan mengurus diri sendiri, Sumatera Utara, Kalimantan, Sulawesi dan Bali, NTT dll.  3. UUD 1945 sebagai landasan konstitusional tidak dapat diterapkan dan tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian bangsa Indonesia. Kalau kita cermati sebagai landasan konstitusional tidak mampu menjadi pijakan para pembuat undang undang, berbagai pasal di batang tubuh yang bertentangan dengan berbagai peraturan perundangan yang dihasilkan saat ini.  Selain adanya gugatan sekelompok orang yang dituduh makar yang ingin agar kata \"asli\" dihidupkan kembali juga adanya undang-undang yang bertentangan misalnya hukuman mati, sesuai dengan pasal 28 huruf i UUD 1945 menyatakan pengakuan hak hidup namun dalam UU KUHP masih menerapkan hukuman mati, demikian pula UUD juga tidak statis, kita memilik pengalaman amandemen UUD 1945.  Sudah saatnya UUD 1945 dilakukan perubahan secara radikal untuk mengakomodir agar adanya kepastian kepentingan golongan minoritas dalam eksistensi Republik ini. Seperti Presiden bergilir atau Wapres 2 orang. 4. Bhinneka Tunggal Ika, ini hanya dimaknai secara simbolik tetapi tidak substansial, pengakuan keanekaan secara simbolik tidak disertai dengan kebijakan yang berbhinneka, ketika Presiden menunjuk menteri 28 orang dari 34 di antara berasal dari 1 suku yaitu Jawa maka sejatihnya tidak melaksanakan atau mewujudkan bangsa pelangi atau bhinneka.  Bhinneka adalah bangsa pelangi karena itu tidak tepat kalau disebut Ika atau tunggal, pengakuan secara faktual bahwa kita berbangsa multy etnik dan multi minoritas adalah sesuatu ada (being). Kenyataan hari ini menyaksikan bangunan kebhinnekaan bangsa rapuh bahkan nyaris tuntuh, saatnya mesti belajar mengakui adanya fakta bangsa ini memang berbeda-beda.  Semua riuh rendah dan riak-riak di bangsa ini tidak jatuh dari langit, ada akar historisnya dan ironisnya  persoalan-persoalan ini muncul ketika bangsa ini memilih seorang kepala negara yang orang baik dan lemah namun disuruh mengelola negara besar yang diliputi kompleksitas persoalan. Ini juga buah dari sistem pemilih berbasis penduduk yang tidak relevan, one men, one vote dan one value, yang menempatkan seorang tukang bisa saja bisa menjadi presiden karena suara mereka mayoritas.  Jangan heran juga jika kita telah lihat seorang Wali Kota muncul bak meteor bisa menjadi presiden karena suara dari mayoritas. Kita juga akan menyaksikan terus panggung sandiwara politik identitas suku PDIP. (*)

Mengapa LGBT Dibela?

Oleh Chandra Purna Irawan.,S.H.,M.H. - Ketua LBH PELITA UMAT MENGURIP informasi dari kantor berita yang memberitakan tentang pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan tentang isu LGBT yang tengah ramai dibahas setelah pemberitaan konser Coldplay.  Berkaitan dengan hal tersebut di atas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut: Pertama, bahwa sepatutnya pejabat negara untuk berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan di hadapan publik karena akan membuat gaduh masyarakat terlebih lagi mengeluarkan pernyataan yang berada di luar kompetensinya. Misalnya jika ada yang mengeluarkan pernyataan seperti ini \"....Orang LGBT itu diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu tidak boleh dilarang. Tuhan yang menyebabkan dia (orang) hidupnya menjadi homo, lesbi, ....\" Pernyataan tersebut khawatir seolah-olah \"menuduh Tuhan yang menciptakan LGBT\"; Kedua, bahwa betul tidak ada norma yang secara jelas melarang LGBT dalam UU, tetapi bukan berarti tidak bisa dilarang. Jika pemerintah konsisten terhadap Pancasila yang selalu diagung-agungkan mestinya LGBT dilarang karena lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) tidak sesuai dengan norma Sila Pertama dan tidak sesuai dengan tataran nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia, . dimana masyarakat Indonesia dengan kultur timur yang menjunjung religiusitas, sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT. Ketiga, bahwa semestinya negara hadir agar berbagai tontonan yang dapat dinilai mempromosikan pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan/atau melegitimasi perilaku LGBT harus dievaluasi kembali. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas. Dan aparat penegak hukum sebaiknya untuk melakukan penyelidikan untuk melihat adakah unsur pidananya. Demikian IG @chandrapurnairawan

Momentum Perjuangan Nyaris Kandas dan Tenggelam di Media Sosial

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  \"Seberapa pun terpojok nya , jangan putus asa. Ketika segalanya perlu ditaklukkan, jangan takut. Ketika di kepung oleh bahaya jangan takut bahaya . Ketika tidak mempunyai sumber daya, andalkan akal. Ketika terkejut, kejutkan musuh itu sendiri\" (Sun-tzu). Kita saat ini di kepung orang licik, agresif bertekad mendapatkan apa yang mereka inginkan, bukan hanya sumber daya alam telah mereka kuasai kekuasaan pun total ingin mereka kendalikan dan kuasai. Kekuasaan dan kekuatan Taipan dan Oligargi terasa makin kokoh dan mematikan. Makin banyak penjilat, budak budak dan boneka yang menjijikkan, dengan bermacam macam dalih dan tingkahnya tidak peduli bahwa ini akan hancur, mencari dan mengiba sebagai budak mengais mencari makan kepada penjajah gaya baru saat ini. Tidak mungkin bisa  mengendalikan mereka dengan memberi  yang mereka ingin kuasai, menyenangkan atau menenangkan mereka itu  \"bencana\". Sudah berkali kali di coba  menyerang mereka secara frontal, penguasa dan alat keamanan yang telah menjadi boneka dengan brutal balik menyerang kita. Keadaan tiba tiba berubah : \"Dengan menjadikan sesuatu lebih penting dari pada yang sesungguhnya dan melewatkan kesempatan, suatu urusan menjadi tidak tuntas dan tidak ada penyelesaian sama sekal\". (Tsunetomo, 1659-1720). Perlawanan melalui sarana media sosial bukan tidak penting, mutlak harusnya sejalan dengan perjuangan fisik tetapi momentum perlawanan sering justru kandas di media sosial. Bahkan sesuatu yang tidak penting mengandaskan kesempatan yang seharusnya menjadi titik momentum perlawanan. Ini sama saja menunjukkan dan mempertontonkan kelemahan, kondisi seperti ini akan mengundang banyak bencana . Sepenuhnya mengalah, menyerah, tanpa perlawanan fisik sama saja dengan menyerahkan diri dan bunuh diri. Mereka akan terus menguasai mengintimidasi, mereka tahu sisi kelemahan dan  kerentanan kita, mereka terus mengenali tanda tanda yang sadar atau tidak  kita pertontonkan kepada mereka. Kita hanya cuap cuap marah dan mengancam tanpa perlawanan yang memadai. Mereka  dengan mudah akan memangsa yang rentan dan lemah. Prof Rizal Ramli dalam berbagai kesempatan sangat sering mengingatkan para pejuang perubahan \"hentikan omdo\", berjuanglah dengan arah dan sasaran yang jelas. Menghadapi kondisi seperti ini , sesungguhnya diperlukan sikap berani, harus ada perlawanan sekalipun tidak seberapa bahwa kita serius, siap melakukan perlawanan dengan segala resikonya. \"Tindakan riik lebih layak dipercaya dari pada perkataan hanya berkoar koar akan mengancam\" Rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan atas negara ini, harus bisa membangun reputasi sebagai pejuang yang tangguh, layak di hormati dan disegani. Ketika mereka mengira kita tentan, kita harus berani manuver menyerang tanpa mengenal takut dan penuh keyakinan. Membalikan ancaman dengan kemampuan menimpakan  kepedihan, dengan pesan ancaman bahwa kita sanggup mendatangkan kepedihan yang lebih parah, adalah mutlak harus kita ciptakan. Berpenampilan lebih sulit diduga dan tidak rasional, menciptakan reputasi menakutkan , siap berkonfrontasi sampai mati bahkan dalam situasi ekstrim apapun , semangat jihad harus dihidupkan. Kalau mereka meyakini kita  kuat, sulit diduga dan riil ada perlawanan secara fisik dengan semangat jihad, memiliki sumber daya tersembunyi mereka akan melemah dan bisa dihancurkan. Fenomena yang berbahaya dalam kondisi tidak menentu saat ini di bawah kendali Taipan dan Oligargi yang sudah menerkam kita, nyaris tidak ada perlawanan fisik . Sebagian para oposisi sudah merasa sebagai pahlawan ketika sudah bisa cuap-cuap di media sosial tanpa perlawanan fisik yang di perlukan. Perjuangan nyaris kandas dan tenggelam media sosial. Kalau kita tidak pernah melawan, gerak gerik mengancam sekeras apapun yang dilakukan tidak akan digubris dan sia sia . Kita harus sanggup membuang sikap ramah, menjadi keras  dan kejam membela dan menegakkan keadilan untuk menghancurkan kezaliman dan penjajahan gaya baru saat ini. \"Adalah lebih bermakna dan lebih mulia kita ditakuti dari pada dikasihani dan menjadi budak Oligarki\" (*)

Meski Akunnya Diretas, Politik Indonesia Tidak Mungkin Lepas dari Gerakan Mahasiswa

Jakarta, FNN – Politik Indonesia tidak mungkin lepas dari gerakan mahasiswa. Meski sempat dianggap sudah lemah, tetapi gerakan mahasiswa tidak akan pernah mati, karena tetap ada tradisi mewariskan sejarah gerakan itu. Mereka hanya butuh tahu momentum. Mereka juga lebih pintar untuk membaca situasi. Dalam hal ini, BEM Universitas Indonesia masih tetap menjadi rujukan dalam gerakan-gerakan mahasiswa. Gerakan BEM UI biasanya akan diikuti dengan gerakan-gerakan mahasiswa lain dan di antara mereka tampaknya ada saling koordinasi. Namun, reaksi penguasa terhadap gerakan mahasiswa ini tetap dengan cara represif, seperti yang terjadi di kampus UI. Setelah mereka melakukan kritik terhadap pemerintah, akunnya di-hack. Berkaitan dengan hal tersebut, Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selasa (23/5/23) mengatakan, “Mahasiswa selalu akan kembali ke jalan, pasti itu, ketika momentum itu tiba. Nah, ini yang sebetulnya menjadi faktor bahwa politik Indonesia tidak mungkin lepas dari gerakan mahasiswa.” Dalam gerakan mahasiswa, kata Rocky, koordinasi antar-BEM juga akan menjadi faktor. Di situlah pentingnya kita mengetahui bahwa mahasiswa tidak mungkin dihentikan oleh sekadar perintah rektor. Memang ada konsep Kampus Merdeka, tetapi rektornya dirantai. Soal-soal ini membangkitkan optimisme bahwa ada gerakan anak muda melalui senat-senat mahasiswa atau BEM yang berupaya untuk memanfaatkan momentum. Meskipun gerakan mahasiswa di kampus-kampus negeri sudah dilarang, tetapi mahasiswa tidak kehabisan akal. Mereka biasanya akan menggunakan gedung pertemuan lain untuk melakukan gerakannya. Mereka berharap ada pikiran yang memungkinkan mereka merasa berguna dalam politik hari ini. Bukan berguna bagi dirinya, tapi berguna untuk menyumbang perubahan. Mahasiswa menganggap bahwa kalau kritik pada Jokowi gampang, tetapi mereka ingin menitipkan atau menguji gagasan mereka itu pada capres-capres yang sedang beredar sekarang. Masalahnya, reaksi penguasa masih tetapsama. Mereka tetap menggunakan pendekatan represif untuk menghadapi gerakan mahasiswa ini, seperti yang terjadi di kampus UI. Setelah mereka melakukan kritik terhadap pemerintah, kemudian akunnya di-hack. \"Iya, jadi reaksi kekuasan masih sama, berupaya untuk menghalangi. Padahal, buat apa menghalangi Twitter atau sosial media mereka, karena setiap saat mereka bisa ubah strateginya. Dan itu akan terhubung lagi dengan mahasiswa lain yang ada di daerah lain,” ujar Rocky. Dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief , wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa UI selalu ada di depan untuk mengacak-acak kekuasaan, tetapi UI juga berpikir bahwa cara dia mengacak-acak itu akan diikuti oleh teman-teman mereka di daerah. Demikian juga teman-teman di daerah, merasa kalau UI di depan maka mereka merasa tersaingi, karena itu mereka ingin di depan. Jadi, ini semacam tiktok di antara mereka sehingga membuat eskalasi politik justru makin menarik, karena ada gerakan ketiga yang bukan gerakan koalisi, bukan gerakan partai politik, tapi ini gerakan kampus. \"Jadi, kampus bergairah lagi justru karena ketidakpastian politik yang disebabkan oleh Presiden Jokowi yang selalu ingin ikut campur dalam penentuan capres masa depan,” tegas Rocky. Dulu, gerakan mahasiswa memobilisasi massa sangat sulit, tetapi sekarang dengan media sosial mahasiswa bisa dengan mudah berhubungan antara satu kampus dengan kampus lain. Mereka bisa saling berkoordinasi dan menentukan momentum yang tepat.   \"Iya kalau saya baca polanya, isu di Makassar sama dengan isu di Tangerang, isu di Tangerang sama dengan itu di Lampung, isu di Lampung sama dengan isu di Gorontalo. Jadi terjadi kompilasi pikiran di antara teman-teman BEM ini,” ujar Rocky. Mereka juga tidak ingin diatur oleh seniornya, tetapi mereka tahu bahwa senior penting sebagai narasumber. Tetapi, seringkali ada semacam keangkuhan dari senior-senior mereka untuk mengarahkan mahasiswa. \"Jadi kita mesti anggap bahwa mahasiswa itu tahu momentum, mereka lebih pintar untuk membaca situasi, dan mereka sudah lebih peka. Karena itu, senior-seniornya mestinya di belakang layar aja, jangan diatur-atur,” ujar Rocky. (sof)

Tujuh Korban Penipuan Tiket Konser Coldplay Diperiksa Bareskrim

Jakarta, FNN - Penyidik Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan kepada tujuh orang korban dugaan penipuan penjualan daring tiket daring konser grup band Coldplay, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.Kuasa hukum korban, Muhammad Zainul Arifin, mengatakan pemeriksaan hari ini untuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait laporan yang dilayangkan pihaknya pada Jumat (19/5) lalu.\"Untuk saat ini yang melakukan ataupun yang memberi advokasi kepada kami yang awalnya 14 orang kemudian bertambah menjadi 60 orang, dengan nilai kerugian awalnya Rp32 juta menjadi Rp183 juta,\" ungkap Zainul.Menurut Zainul, langkah pihaknya melaporkan dugaan penipuan tersebut karena ada dampak yang begitu masif, mengingat jumlah korban penipuan mengalami penambahan.Adapun agenda pemeriksaan hari ini untuk menyampaikan beberapa barang bukti dan memberikan keterangan klarifikasi dari beberapa korban.\"Korban yang hadir hari ini baru lima orang, nanti dijadwalkan ada tujuh orang,\" ucap dia.Arif, salah satu korban menceritakan kronologis dirinya membeli tiket konser Coldplay secara daring lewat sebuah akun media sosial senilai Rp4 juta untuk dua tiket yang dijanjikan.Ia tertarik membeli dari akun media sosial itu karena gagal mendapatkan tiket secara resmi. Sehingga mencoba alternatif lain yakni lewat jasa penitipan (jastip) via Twitter.\"Saat itu pelaku sangat meyakinkan buat dia menjual tiket. Tapi nyatanya dia itu penipuan. Dalam waktu dua hari dikabari udah enggak bisa, langsung diblok nomor-nya,\" ujar Arif.Pertamanya itu saya kan nggak dapat tiket dari resminya, dari resminya nggak dapat tiket. Jadi saya coba jastip di twitter, trus saat itu pelaku sangat meyakinkan buat dia menjual tiket, tapi nyatanya dia itu penipuan. Dalam waktu dua hari dikabari udah nggak bisa, langsung di blok nomor-nyaDirektorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri tengah mendalami kasus dugaan penipuan penjualan daring tiket konser Coldplay.Polri telah menerima satu laporan polisi di Bareskrim Polri, dan tiga aduan masyarakat di Polda Metro Jaya, Polda Kepulauan Riau dan Polda Jawa Tengah.Konser Coldplay pada 15 November nanti akan menjadi penampilan perdana band asal Inggris Raya itu di Jakarta.(ida/ANTARA)

Kejagung Menetapkan Tersangka Ketujuh Korupsi BTS Kominfo

Jakarta, FNN - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Ri kembali menetapkan satu tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur Base Tranceiver Station (BTS) dan infrastruktur pendukung Kominfo periode 2020-2022.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana, Selasa, mengatakan tersangka ketujuh yang ditetapkan berinisial WP, selaku orang kepercayaan dari tersangka Irwan Hermawan (IH), selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy.Tersangka inisial WP merujuk pada keterangan Windi Purnama.Ketut menjelaskan, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik melakukan penangkapan terhadap WP di Keimigrasian Bandara Adisutjipto Yogyakarta, saat itu berstatus saksi.“Tim Jaksa Penyidik Jampidsus bersama Tim Kejaksaan D.i Yogyakarta dan kejaksaan Negeri Kulon Progo, telah melakukan pengamanan terhadap saksi WP,” kata Ketut.Setelah berhasil diamankan, WP dibawa ke Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan secara intensif. Tim Penyidik menetapkan WP sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-05/F.2/Fd.2/05/2023 tanggal 23 Mei.Usai ditetapkan tersangka, penyidik melakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak 23 Mei sampai dengan 11 Juni di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.Dalam perkara ini, WP berperan sebagai orang kepercayaan tersangka IH menjadi penghubung dengan pihak-pihak tertentu dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo.“Akibat perbuatannya, tersangka WP disangka melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Ketut.Dengan ditetapkannya WP sebagai tersangka, jumlah tersangka dalam perkara korupsi proyek BTS Kominfo bertambah dari enam orang menjadi tujuh.Enam tersangka lain yang sudah ditetapkan dan ditahan, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment dan Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy.Satu tersangka yang baru saja ditetapkan, Rabu (17/5), yakni Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) Jhonny G Plate.Sebelumnya, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI mencatat nilai kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar Rp8,3 triliun.(ida/ANTARA)