ALL CATEGORY

Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma'ruf Mengajukan Kasasi

Jakarta, FNN - Tiga orang terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma’ruf, mengajukan kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.\"Permohonan kasasi tersebut diajukan oleh penasehat hukum masing-masing ke kepaniteraan pidana PN Jaksel,\" kata Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin.Djuyamto memaparkan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 9 Mei 2023. Kemudian, Ferdy Sambo, yang merupakan mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 12 Mei 2023.Asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma’ruf, menyusul mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 15 Mei 2023.\"Dan sesuai ketentuan hukum acara, maka dalam tenggang waktu 14 hari sejak permohonan kasasi diajukan, pemohon kasasi wajib menyerahkan memori kasasi masing-masing,\" kata Djuyamto.Sebelumnya, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ricky Rizal, juga telah mengajukan kasasi atas putusan banding PT DKI Jakarta pada Selasa (2/5).Selain itu, Jumat (28/4), pihak jaksa penuntut umum (JPU) juga telah mengajukan kasasi atas putusan banding PT DKI Jakarta yang memperkuat putusan PN Jakarta Selatan.Kasasi diajukan oleh pihak Kejaksaan terhadap putusan banding atas nama terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal.PT DKI Jakarta memperkuat putusan PN Jakarta Selatan terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati, Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara, Kuat Ma’ruf dengan hukuman 15 tahun, dan Ricky Rizal dengan hukuman 13 tahun.\"Pada akhirnya, disimpulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (DKI Jakarta) bahwa putusan atau pidana yang dijatuhkan sudah memenuhi rasa keadilan yang dipandang oleh pengadilan tinggi, rasa keadilan sebagaimana yang diharapkan masyarakat,\" kata Pejabat Humas PT DKI Jakarta Binsar Pamopo Pakpahan di Gedung PT DKI Jakarta, Rabu (12/4).(ida/ANTARA)

Gibran: Saya Tegak Lurus Sesuai Arahan Megawati

Jakarta, FNN - Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka memenuhi panggilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di Jakarta, Senin, untuk memberikan klarifikasi soal pertemuannya dengan Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Gibran menegaskan dirinya sebagai kader akan tegak lurus sesuai arahan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.  \"Saya sebagai kader PDIP sebagai kader muda, saya akan tetap tegak lurus sesuai arahan ibu ketua umum,\" ujar Gibran di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin.  Ia mengaku sudah menjelaskan kronologi saat dirinya bertemu Prabowo Subianto di Angkringan Omah Semar, Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada Jumat malam (19/5).  \"Saya sudah menjelaskan kronologi dari a-z terkait pertemuan kemarin dan alhamdulillah beliau-beliau dapat memahami itu,\" katanya.  Gibran juga mengucapkan terima kasih karena sudah diterima di Kantor DPP PDIP. Ia mengungkapkan banyak menerima saran dan nasihat.  \"Hari ini saya sudah mendapat banyak sekali masukan dan nasihat,\" tambah Gibran.  Tidak hanya itu, di sela-sela pemanggilan Gibran ke Kantor DPP PDIP, Hasto yang didampingi Ketua Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun menyerahkan buku tentang geopolitik Soekarno berjudul \"Progressive Geopolitical Coexistence\" ke Gibran.  Buku Hasto itu memuat hasil disertasinya di Universitas Pertahanan yang diluncurkan pada Sabtu (20/5) lalu.  Setelah itu, Hasto juga menyerahkan buku \"Merawat Pertiwi, Jalan Megawati Soekarnoputri Melestarikan Alam\". Buku ini mengulas perjalanan Presiden RI ke-5 itu, tentang kecintaannya terhadap lingkungan dan kegemarannya pada tanam-tanaman.  Sebelumnya, Gibran memenuhi panggilan Hasto Kristiyanto di Jakarta, Senin, untuk memberikan klarifikasi soal pertemuannya dengan Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Senin, Gibran tiba di Kantor DPP PDI Perjuangan di Jakarta Pusat, pukul 10.28 WIB, dengan didampingi seorang ajudan bernama Yusuf. Ia datang menaiki Kijang Innova Hitam dengan nomor polisi B 1072 ZF. \"Iya, benar (Gibran datang) sendiri dengan satu orang ajudan,\" kata Yusuf.(ida/ANTARA)

Gibran Memenuhi Panggilan PDI Perjuangan

Jakarta, FNN - Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka memenuhi panggilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Jakarta, Senin, untuk memberikan klarifikasi soal pertemuannya dengan Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.Berdasarkan pantauan di Jakarta, Senin, Gibran tiba di Kantor DPP PDI Perjuangan di Jakarta Pusat, pukul 10.28 WIB, dengan didampingi seorang ajudan bernama Yusuf.\"Iya, benar (Gibran datang) sendiri dengan satu orang ajudan,\" kata Yusuf.Gibran bertemu Prabowo di Angkringan Omah Semar, Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada Jumat malam (19/5). Dalam pertemuan tersebut, hadir pula relawan Joko Widodo yang juga mendeklarasikan dukungan mereka untuk Prabowo pada Pilpres 2024.Terkait hal itu, Gibran mengatakan dia siap jika mendapatkan sanksi dari PDI Perjuangan.\"Saya tidak pernah menghindar lho, ya. Saya di sana cuma anak kecil, kader baru. Ditegur, ya, monggo,\" kata Gibran di Surakarta, Sabtu (20/5).Putra pertama Presiden Jokowi itu pun mengaku mendapat telepon dari Hasto Kristiyanto sehari setelah bertemu Prabowo.Meski demikian, Gibran memastikan pertemuan tersebut dilakukan dengan kapasitasnya sebagai Wali Kota Surakarta dan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan. Selain itu, kata dia, agenda pada Jumat malam tersebut hanya makan malam biasa.\"Kemarin itu hanya makan malam saja. Enggak ikut ketika beliau orasi, kan saya minggir, enggak ikut-ikut,\" katanya.Dari awal, Gibran belum pernah menyatakan dukungannya terhadap salah satu bakal capres tertentu. Terkait dengan keberadaan sukarelawan, menurut dia, relawan Jokowi dan relawan Gibran mengerucut pada dua nama, yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.\"Yang namanya relawan tidak bisa dipaksa, harus ke sini, ke situ, enggak bisa. Relawan orang yang kritis, objektif. Selain Pak Prabowo, kalau saya disuruh mengumpulkan, yang dukung Pak Ganjar lebih banyak lagi,\" ujar Gibran.(ida/ANTARA)

Negara Sakit, Anies Hadir Membawa Perubahan

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa JANGAN takut, jangan gentar dan jangan mundur menghadapi segala tantangan. Begitu pesan Anies Baswedan kepada para relawan di Gedung Tenis Indoor Senayan Jakarta (21/5). Baliho kita dirobek, spanduk kita dicopot, jangan hanya difoto, tapi laporkan kepada pihak kepolisian. Supaya kita tahu siapa dan dari pihak mana yang merobek baliho dan mencopot spanduk itu. Tapi, kita terbuka untuk siapapun. Jangan halangi mereka menawarkan gagasan. Kita siap disandingkan, kita siap ditandingkan. Kalau lomba lari, kita nyerah. Kalau adu gagasan, kita siap. Kata Anies melanjutkan. Betul juga. Bangsa ini didirikan dan dibangun dengan gagasan, bukan dengan jogging dan bagi sembako. Di sini, kualitas calon pemimpin bisa dinilai. Pemilu bukan ajang hiburan, pemilu bukan sekedar pesta demokrasi, dan pemilu bukan hanya soal elektoral. Tapi pemilu adalah bagaimana mengembalikan rute perjalanan bangsa ini sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Dan cita-cita kemerdekaan itu adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sinilah spirit pencapresan Anies terbaca: semangat meluruskan rute perjalanan bangsa menuju cita-cita keadilan sebagaimana yang diamanahkan oleh founding fathers. Amanah yang dititipkan di pundak pemimpin adalah bagaimana memastikan kesetaraan dan keadilan itu hadir dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bukan oleh elit dan kelompok terbatas, tapi oleh seluruh rakyat Indonesia dimanapun mereka tinggal. Anies bercerita, ketika dalam perjalanan di Purwodadi Jawa Tengah, ia dicegat oleh seorang petani. Sang petani berkata:  Pak Anies, masalah kita adalah mafia. Kami sulit mendapatkan pupuk dan tidak memiliki kepastian harga jual produk pertanian. Ini semua gara-gara adanya mafia yang dibiarkan. Kelak jika jadi presiden, Pak Anies harus singkirkan para mafia itu, pesan si petani kepada Anies dalam bahasa Jawa. Bangsa ini dirusak oleh banyak mafia. Di hampir semua lini kehidupan berbangsa ada mafia. Ada mafia tanah, ada mafia parkir, ada mafia kesehatan, ada mafia proyek, kata Anies. Mafia impor, mafia tambang, mafia mobil listrik, dan masih banyak lagi mafia-mafia lainnya. Mungkin tidak cukup 100 halaman untuk membuat list para mafia itu . Semua kita sadar bahwa negara ini menjadi sarang mafia. Butuh pemimpin yang tegas dan berani. Bukan asal berani, tapi berani karena benar, lanjut Anies. Berani tapi gak benar, \" yo akeh tunggale\".  Anies pun menyinggung soal hukum. Kata Anies: hukum tidak boleh hanya tegak ke bawah, tapi harus juga tegak ke atas. Tidak boleh hanya tegak ke lawan, tapi juga harus tegak ke kawan. Seperti juga diungkap oleh Prof Denny Indrayana dalam puisinya yang viral di medsos: hukum selama ini berkawan dengan koalisi, tetapi tidak dengan oposisi. Anies menyinggung kasus BTS 4G. Sepakat dengan ketum Nasdem Surya Paloh. Kasus BTS 4G harus dituntaskan. Usut secara transparan, dan bongkar kepada semua yang terlibat, tanpa pandang bulu. Siapa yang terlibat ya? Nah, ini tantangan buat Jaksa Agung. Dia aparat hukum atau petugas politik. Ini perlu dibuktikan dengan pengusutan kasus BTS 4G Kominfo. Baru kali ini pidato Anies sangat vulgar dan menggelegar. Mengingatkan pada Ir. Soekarno ketika menyuarakan kemerdekaan. Tidak seperti biasanya. Halus dan kelewat santun. Lebih didominasi oleh bahasa sindiran. Wajar, Anies dibesarkan di pulau Jawa, tepatnya di Jogja. Masyarakat Jogja sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Jawa yang sangat halus dan santun. Selalu menjaga rasa, agar tidak ada yang tersinggung. Pesan sampai, tapi hati tidak terluka, meski Anies terus menerus dilukai. Bukan hanya dilukai, diganggu haknya tanpa henti sebagai gubernur DKI dalam bekerja, dan diganggu hak demokrasinya sebagai warga negara yang ingin mengabdi untuk menimpin negeri. Sulit menemukan seorang tokoh yang setabah Anies. Ia kuat untuk menahan semua kedzaliman yang bertubi dialamatkan kepadanya. Pidato Anies kali ini, lain. Sangat berbeda dari sebelumnya. Anies memilih jalur berhadapan. Momentumnya sudah tepat untuk menunjukkan posisioning dirinya. Seolah Anies ingin katakan: saatnya kami hadapi.  Pidato Anies dari menit awal hingga detik terakhir, semua ungkapan yang disampaikan olehnya begitu jelas dan tegas. Semua berisi tentang koreksi bangsa yang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bangsa yang semakin jauh rutenya dari cita-cita kemerdekaan. Anies hadir sebagai calon presiden yang siap mengembalikan rute itu. Negara sedang-sedang ridak baik-baik saja. Anies siap tampil untuk memperbaikinya. Anies membawa semangat perubahan yang jelas tawaran konsepnya. Anies telah menyampaikan tahap demi tahap konsep kenegarawanannya. Anies telah mengawali gagagasan perubahannya. Masuk ke titik-titik yang kedepan perlu secara niscaya dilakukan perubahan. Anies telah menunjukkan mana yang yang harus dilanjutkan, mana yang harus diubah. Begitu banyak yang harus diubah, karena terbukti banyak kebijakan yang menurutnya telah menelantarkan dan menyengsarakan rakyat. Semua program yang selama ini menjauhkan rakyat dari rasa aman, nyaman dan sejahtera, harus diubah dan diganti dengan progam kesejahteraan dan keadilan. Kata Anies, negara ini didirikan bukan untuk sekelompok elit penguasa, tetapi negara ini didedikasikan untuk seluruh rakyat Indonesia.  Ribuan relawan yang hadir dari berbagai wilayah dengan ongkos kantong sendiri pun pulang dengan semangat membara. Mereka puas mendengar pidato Anies. Inilah yang mereka tunggu. Sosok Anies yang berbeda dari pendahulunya, dan berbeda pula dari calon lainnya. Anies memang beda. Untuk apa berjuang kalau itu sama. Mereka tidak menyesal hadir membawa pulang kesadaran untuk berjuang dan lebih bersemangat lagi. Bukan untuk Anies Baswedan. Tapi untuk menyongsong keadilan bagi srluruh rakyat Indonesia. Untuk menyongsong kesetaraan yang bisa dirasakan bersama. Anies hanya menjadi penerima amanah untuk memimpin mewujudkan cita-cita keadilan dam kesetaraan itu. Jakarta, 22 Mei 2023.

PEMILU 2024, antara Harapan dan Beban Masalah

Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B BERBEDA dengan Pemilu 2019, dipastikan  beban yang akan dihadapi  Pemilu 2024 semakin rumit. Karena Pemilu secara serentak Pilpres, Pileg dan Pilkada, serta masih menggunakan sistim pemungutan dan penghitungan serta rekapitulasi suara dengan cara yang sama  dengan cara Pemilu 2019.  Masih secara manual, coblos dengan paku, dan kotak kardus yang digembok, rekapitulasi suara secara  bertingkat TPS, Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kab, dan Provinsi terakhir KPU Pusat, dengan puluhan model isian form rekap di setiap tingkat.  Beban tugas KPPS, pendistribusian logistik, berkaitan dengan lembaran kertas surat, form isian rekap suara caleg dan Pilpres yang semakin banyak,  menjadi beban yang luar biasa bagi petugas penyelenggara Pemilu 2024. Patut dicatat tahun 2019 sekitar 800 orang lebih petugas meninggal dunia, penyebabnya sampai sekarang tidak jelas. Beban berlebih pada Pemilu 2024 pasti juga akan dihadapi bagi petugas penyelenggara, walaupun Pilkada dilaksanakan dengan bulan berbeda. Terkait tingginya beban kerja penyelenggara Pemilu, khususnya penyelenggara di tingkat TPS, bisa jadi akan berimbas pada keengganan masyarakat untuk berpartisipasi menjadi petugas penyelenggara. Ataupun jika “dipaksakan” secara manusiawi faktor kelelahan yang amat sangat. Kemungkinan kesalahan, kekeliruan, perkeliruan di setiap tingkat juga dipastikan akan terjadi. Pemilu 2024 dengan cara-cara yang tidak berubah tersebut, juga berbiaya luar biasa besar, lebih 100 triliun rupiah. Dua pertiga untuk anggaran KPU, sepertiganya anggaran Bawaslu.  Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh partai dan caleg, calon kepala daerah (Gubernur,  Bupati, Walkot) serta calon presiden untuk membiayai dan menyediakan saksi. Luar biasa edan. Pertanyaannya adakah cara lain yang lebih murah dan efesien, efektif serta hasil rekapnya bisa dipercaya. Jawaban untuk pertanyaan tersebut sangat pasti: ada. Dunia teknologi modern sistem digital sudah sangat maju, termasuk Indonesia sebagai negara yang era digitalnya juga sudah sangat maju. Buktinya semua bank/lembaga keuangan dalam setiap kegiatannya sudah menggunakan sistim digitalisasi. Pemerintah juga demikian,  E- Ktp sudah berfungsi. Begitu juga sistem digitalisasi berbasis e-government. Hampir merata di setiap daerah. Jaringan internet juga sudah merata ke setiap desa. Seluruh program dan kinerja tingkat provinsi, kabupaten/kota, bisa terintegrasi secara baik dan terkontrol. Sehingga tidak membuat hambatan yang lebih besar dalam pelayanan kepada masyarakat.  Patut juga dicatat dalam penanganan Covid, melalui digitalisasi Peduli Lindung sangat dibanggakan oleh pemerintah Indonesia kepada dunia, sebagai sistim digital yang terbaik. Pertanyaan lanjut kenapa dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 KPU masih mengunakan sistim ortodok? Pakai paku dan kotak kardus, dengan ratusan juta kertas suara, ratusan juta formulir rekapitulasis, mengunakan tenaga yang jumlahnya luar biasa banyak,  dengan bertambahnya TPS, dan jumlah pemilih yang meningkat setelah lima tahun ini. Penghitungan dan rekapitulasi suara masih dilakukan secara bertingkat TPS, Desa/Kelurahan, Kota/Kabupaten, Provinsi, dan terakhir di tingkat pusat. Dalam proses penghitungan di setiap tingkat kemungkinan kesalahan dipastikan akan terjadi.  Dalam satu kesempatan bertemu dengan beberapa caleg yang penulis kenal, beberapa di antaranya menyampaikan bahwa mereka tidak akan jor-joran kampanye, tapi jor-joran “lobby” petugas tingkat kelurahan dan tingkat kecamatan, untuk “membeli” suara. Sepertinya mereka sudah punya pengalaman sebelumnya. Mereka bukan pemula, mungkin saja petahana, dalam perkeliruan. Padahal dengan sistim digital semua hal tersebut dapat diatasi,  hemat tenaga kerja, hemat waktu, begitu juga jumlah TPS, karena dengan sistim digital satu TPS bisa 1000 orang pemilih. Lobby tidak akan terjadi, karena sistem yang bekerja. Semua itu penulis dapatkan penjelasan akurat dari beberapa ahli sistim digital yang penulis kenal.  Mereka  tenaga ahli lulusan perguruan tinggi terkenal di Indonesia, mereka juga sudah membuat sistem penghiitungan elektronik Pemilu. Sistem tersebut juga sudah mereka jadikan Jurnal Ilmiah tingkat dunia.  Menurut presentasi mereka mengenai Pemilu 2024 di Indonesia cukup dengan biaya 30 Triliun. Waktu Rekapitulasi Hasil Pemilu juga singkat, satu minggu. Melalui kontrol sistem, hasilnya dipastikan sangat bisa dipercaya. Pengaduan kasus sengketa Pemilu MK akan sangat berkurang. Sayang semua elit hanya sibuk dengan “menu” yang diatur tentang penentuan pasangan Calon Presiden dengan PT 20%. Serta “mainan” sistim pemilu tertutup dan terbuka, yang sengaja ditimbulkan. Sehingga modernisasi sistim perhitungan suara terabaikan. Akhirnya hanya menggunakan sistem pemungutan suara dan rekapitulasi perhitungan suara secara ortodok tidak modern. Sebenarnya memalukan sekali, 5 tahun sejak Pemilu 2019 dimana era digitar luar biasa maju, seakan kemajuan digital di Indonesia sama sekali tidak ada. Pertanyaan akhir. kenapa masih pemungutan suara dan penghitungan hasil Pemilu 2024 dengan cara ortodok dipilih oleh KPU didukung oleh DPR dan Pemerintah?. Jawabannya terserah kepada pembaca. Namun di Indonesia memang dikenal dengan istilah sarkasme. Jika bisa diperumit kenapa harus dipermudah. Karena di sana ada cuan dan kekuasaan. Melalui kerumitan bisa berbuat kekeliruan. Pertanyaan penutup, bisakah ada harapan perubahan sistem. Bisa. Jika terjadi people power. Semua sistim bisa dirubah. Melalui Daulat  Rakyat. Bandung, 21 Mei 2023 (*)

Refleksi Imajiner Surya Paloh, Don''t Cry for Me Indonesia

Oleh Smith Alhadar – Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)  TIDAK ada yang lebih hina daripada dianiaya orang tolol. Dalam kehinaan ini, aku membuka kembali lembar demi lembar perjalanan hidupku di bawah langit hitam dan badai yang menyapu dari utara. Ternyata hidup tak selalu mudah. Sering tak terduga. Banyak yang telah berhasil aku capai. Tapi tak sedikit juga yang gagal. Semuanya aku terima dengan jiwa besar dan rasa syukur. Aku pernah cukup lama menikmati puji-pujian, dihormati, dan hamparan rezeki yang melimpah, di saat banyak orang di kolong langit ini menanggung kehinaan dan terbuang.  Kini, di ujung senjakala hidupku, yang mungkin akan melumat habis seluruh prestasi dan harga diriku, harus aku hadapi dengan kepala tegak. Pada akhirnya, mungkin saja aku akan menemukan diri lebih hina daripada raja yang jatuh dari singgasana.  Tak kusangka teman seperjuangan yang dulu bukan siapa-siapa, lalu kubantu dia mencapai posisi puncak negeri besar ini, sekarang berbalik menghantamku. Dengan cara yang kejam pula untuk alasan yang sulit dimengerti.  Mengapa aku tak bisa mengusung seorang muda yang cakap untuk menjadi calon pengganti temanku itu ketika mandatnya segera berakhir? Mengapa calon pemimpin yang kompeten, yang aku yakini dapat mengurai benang kusut negeri ini, harus disingkirkan dari cara-cara biadab? Aku kira Orba telah berakhir. Ternyata ia berinkarnasi menjadi kingkong yang aku turut memeliharanya. Aku kecewa pada temanku itu. Tapi lebih kecewa lagi pada diriku sendiri. Mengapa orang seperti ini, yang gagal memakmurkan rakyat dan merusak negara, aku bantu sepenuh hati meskipun untuk itu aku menyengsarakan sebagian besar orang?  Aku menyesal. Tapi akan kuhadapi tragedi ini sekalipun sendirian. Aku terluka, tapi sisa martabatku pemberian Tuhan akan aku jaga hingga di ujung hayatku. Manusia hanya berharga kalau dia menghargai harga dirinya. Harta bisa lenyap, gengsi bisa hilang, tapi harga diri harus terus menyala untuk membuatku terlihat bermartabat sebagai manusia. Setidaknya untuk diriku sendiri. Siapa tahu rakyat juga menghargai sikap yang kuambil sehingga menjadi satu-satunya legacy-ku untuk rakyat, bangsa, dan negara yang aku cintai ini.  Tak aku pungkiri karut-marut negeri saat ini tak bisa dilepaskan dari kepicikan, ambisi buruk, dan syahwat kekuasaan pemimpin yang dulu kudukung habis-habisan. Dan aku menikmati keuntungan materi dan non-materi dari pemerintahannya. Media-media yang kumiliki secara sengaja dan bersemangat menutupi semua kelemahan dan kesalahan yang dibuat temanku itu. Jelas aku berdosa. Mengapa bukan aku sendiri yang harus memikul akibatnya, melainkan menyeret juga rakyat ke dalam kehidupan yang durjana ini?  Orang menuduh — dengan mengusung temanku yang nirprestasi dan nirintegritas itu — bertolak dari karakter oportunistikku. Bahwa aku tak peduli pada kemaslahatan rakyat dan bangsa. Yang aku kejar hanyalah keuntungan pribadi dari pemerintahannya. Anggapan itu tak sepenuhnya benar. Aku tidak sedang membela diri. Sumpah, ketika itu aku juga punya mimpi besar untuk kejayaan negeri ini. Temanku yang tampak lugu, jujur, bersih, konon pintar pula, dan tak terkait dengan Orba, aku yakin dapat menjadi variabel penting untuk menyelesaikan sebagian masalah, terutama terkait KKN. Ternyata aku salah besar. Tapi semua sudah terlambat. Korupsi, kolusi, dan nepotisme justru merajalela selama 9 tahun periode pemerintahannya. Untuk semua itu, dan syahwat kekuasaannya, ia lebih durjana daripada penguasa Orba. Wallahi, aku terkejut. Tapi aku membiarkannya karena kerajaan bisnisku aman dan lancar. Meskipun terkadang aku terbangun dari tidur ketika wajahnya yang aneh muncul dalam tidurku.  Sekarang aku heran sendiri, mengapa sikap resistensiku kepada kezaliman yang aku jaga sejak dulu berubah? Padahal, dulu, ketika Soeharto sedang kuat-kuatnya, aku mendirikan koran “Prioritas” yang kritis pada pemerintah. Pada saat bersamaan, bisnisku berkembang. Namaku melejit di panggung nasional. Bravo, Surya Paloh! Dus, sejak awal aku meyakini bisnis tetapi bisa tumbuh tanpa perlu menjilat pada kekuasaan. Sekali lagi pasti orang mengira aku oportunistik. Aku membangun “Prioritas” yang kritis pada rezim tak lebih daripada siasat bisnisku doang.  Toh, pada waktu itu, media yang kritis terhadap rezim pasti laku keras. Dan memang dalam waktu singkat, oplah “Prioritas” terjual hingga 100 ribu eksemplar. Yang dilupakan orang adalah resiko yang mungkin aku pikul jauh lebih besar ketimbang keuntungan yang akan aku peroleh.  Aku adalah kader Golkar dan sedang membangun bisnisku sendiri. Karier politikku pun sedang menanjak. Aku menyadari sepenuhnya bahwa rezim dengan mudah dapat menggulung karier politik dan bisnisku kapan saja ia kehendaki. Terbukti, tak sampai dua tahun “Prioritas” dibreidel. Aku menyesal, tapi menyadari tak semua yang kita inginkan di dunia ini dapat terpenuhi.  Tak lama, aku mendirikan koran “Media Indonesia” yang sangat vokal pada Menteri Penerangan Harmoko, yang ketika itu menjadi common enemy bagi pers nasional. Dengan mempertimbangkan resiko besar yang mungkin kuhadapi, mestinya menggugurkan imajinasi orang bahwa tak ada hal lain yang kukejar kecuali keuntungan materi.  Dan ketika kader partaiku baru-baru ini digelandang sebagai koruptor ada orang yang mengaitkannya dengan aku dan kader-kader partaiku. Aku tantang: silakan periksa kami seluruhnya. Tapi jangan juga membatasi hanya pada aku, partaiku, dan orang-orang aku. Periksa semua orang terkait dari ujung kanan sampai ujung kiri, dari ujung barat hingga ujung timur. Biar semua jelas dan tak ada dusta di antara kita.  Kendati aku berkepentingan memelihara kerajaan bisnisku, sungguh aku berkomitmen memajukan bangsa ini melalui mediaku. Media berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga kewarasan publik, mengawasi pemerintah, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Kalau aku hanya mengejar keuntungan pribadi, mestinya bukan bisnis media yang aku geluti, yang beresiko secara politik maupun kelangsungan bisnisku.  Cap oportunistik pada diriku muncul ketika — menurut musuh rezim — partai dan mediaku menopang secara tidak kritis terhadap rezim saat ini. Aku menganggap hal itu wajar karena, sebagai pendukung rezim, tidak logis kalau aku mengambil sikap berbeda secara diametral dengan pemerintah.  Biar begitu, mediaku kadang menolak secara arif kebijakan rezim yang aku pandang berdampak luas pada kemaslahatan bangsa secara keseluruhan. Kendati terkejut atas aniaya rezim atas bisnisku saat ini — mungkin juga dilanjutkan dgn aniaya atas partai dan bakal capres yang kudukung — aku tak menyesal. Tidak bakal!  Malah, semakin kuat tekatku melawan rezim jorok, picik, dan khianat terhadap cita-cita bangsa. Karena aku yang bertanggung jawab terhadap kehadiran rezim durhaka ini, aku tak meminta rakyat untuk membantuku melawannya. Boleh jadi aku kalah. Tapi aku ingin kalah secara terhormat. Ingat, wahai penguasa! Ojo dumeh. Jangan mentang-mentang. Sejarah banyak mencatat tumbangnya pemimpin besar dan pemimpin kuat karena pemimpin yang berusaha memperkuat dirinya dengan cara-cara bedebah justru akan berbalik menghantam dirinya sendiri dari dalam maupun dari luar. Tak perlu membaca sejarah negara lain untuk bercermin diri. Tengoklah sejarah kita sendiri.  Siapa sangka great man Soekarno dan strong man Soeharto terhempas dari Istana secara tak terduga dan meninggal dalam kesunyian yang getir. Pemimpin kita yang sekarang bukan oang besar ataupun oang kuat. Dia juga bukan orang yang cerdas. Banyak orang dengan berbagai kepentingan menjemput dia dari kampung halamannya untuk menjadi proksi bagi kepentingan mereka. Aku ikut-ikutan karena termakan propaganda bahwa dia walikota terbaik dunia, pembuat mobil Esemka. Pasti orang ini luar biasa! Sebenarnya aku cukup heran pemimpin dengan kapasitas sangat terbatas ini bertahan hingga dua periode. Tapi aku sadari bahwa kekuasaannya awet karena pencitraan manipulatif yang menipu rakyat, menipu kita semua. Aku ingin mengungkap siapa dia sebenarnya. Tapi dia telah bertransformasi menjadi penguasa yang berbahaya bagi negara,bagi diriku sendiri. Ia menciptakan kerusakan yang hampir menyeluruh. Ia memanjakan oligarki, melayani kepentingan Cina, membangun politik dinasti, menimbun utang yang harus dibayar rakyat, memarakkan korupsi, meninggalkan legacy IKN dan proyek infrastruktur lain yang mangkrak. Astaghafirullahul azim! Aku belum pernah merasa bersalah seperti ini. Untuk semua ini, ditambah kebijakan-kebijakan yang melanggar banyak aturan bernegara, semestinya rezim ini telah kehilangan legitimasi. Namun, karena kebodohan, ketakutan, dan dikendalikan kekuatan lain, bukannya memperbaiki kesalahan di ujung pemerintahannya, ia justru bertindak ngawur, ceroboh, dan mengekspos keluarganya ke hadapan bahaya.  Ia tak mau belajar pada nasib keluarga Soekarno yang harus hidup terkucil dan dibatasi akses politik dan ekonomi mereka dalam waktu lama. Ia juga lupa pada nasib keluarga Soeharto yang dimaki dan dikucilkan masyarakat. Putera bungsu Soeharto bahkan harus mendekan dalam penjara.  Aku menyesal harus mengungkap hal-hal buruk tentang pemerintahan yang kelahirannya turut aku bidani. Silakan Anda tak percaya, tapi sesungguhnya dengan mengusung tokoh muda cemerlang untuk menjadi presiden berikut, aku berikhtiar untuk menebus dosaku kepada rakyat. Tak kuduga begitu bengis reaksinya. Ia terus berupaya menghancurkan seluruh napas hidupku. Tak apa. Aku dididik orang tuaku, kebudayaanku, dan agamaku, untuk senantiasa melawan kemungkaran. Mendiamkannya berarti aku lebih zalim daripada penzalim itu sendiri. Mungkin banyak orang menertawaiku karena dipecundangi orang yang bukan dari kelasku. Aku terima kalau ditertawai rakyat yang dulu pernah memperingatkan aku tentang watak asli temanku ini. Ketika itu aku malah balik menertawai mereka. Aku menyesal, tapi tak usah memaafkan aku.  Memang pahit di puncak kesuksesanku sebagai politisi dan pengusaha aku dipecundangi lelaki dungu, tak tahu balas budi, dan tak tahu hukum-hukum kehidupan. Tapi akan kuhadapi semua ini dengan dada yang membusung. Percuma kau menindas Surya Paloh! Aku berdiri di sini, telanjang dalam ruang terang, tanpa siapa-siapa.  Aneh kalau kau yang powerful berani menghadapi orang seperti ini, orang yang terzalimi dan yang kau khianati.  Biarlah aku kalah. Dan dilupakan. Kalaupun ada yang peduli pada diriku, aku ingin Surya Paloh dikenang sebagai orang yang kalah dalam perjuangan. Itu saja! Tangsel, 21 Mei 2024

Era Jokowi Sudah Padam

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  \"Di atas puing-puing pondasi pikiran dari  rekam jejak hidupnya sudah tercatat dalam sejarah,  menorehkan catatan sejarah hidupnya  yang kelam, tetapi masih memimpikan jadi hero atau pahlawan.\" Masih juga menyimpan memori sukses masa lalu menyewa/rentalan survei untuk membius dan cuci otak rakyat, ingin  mencetak kesan dalam pikiran rakyat bahwa akulah pemenang, akulah pahlawan.  Survei Litbang Kompas yang diselenggarakan pada 24 September-7 Oktober 2022 secara tatap muka. Tentang seberapa berdampaknya pengaruh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mendukung sosok calon presiden (capres) untuk maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hasilnya, hanya 15,1 persen warga yang yakin memilih sosok capres yang didukung Jokowi. Sekiranya survei ini benar dan bisa dipercaya. Bagi rakyat yang berakal sehat pasti sadar bahwa kepemimpinan  Jokowi,  telah merosot. Masyarakatpun  mulai sadar bahwa Jokowi bukan pemimpin yang orisinil yang aman membawa kebaikan. Pikiran, pendirian, sikap, kepribadian dan kebijakannya selama ini terbuka dan terbongkar dari persembunyian,  itu semua imitasi hanya produk  remote dan panduan dari luar dirinya.  Diperparah akibat hubungan patron - klien selama ini, presiden dianggap dewa, penyelamat. Presiden dianggap tahu segalanya, hubungan telah bertransformasi dalam berbagai macam bentuk dengan berbagi variasi jenis eksploitasi dan penekanan terhadap pihak klien yang tentu selalu menjadi pihak yang bisa ditekan dan tidak punya banyak pilihan. Lahirlah koalisi terpimpin beberapa partai besar, terbius sampai menjual diri kehormatan dan eksistensinya sebagai hamba presiden. Sangat aneh jika ada yang berlomba lomba minta restu, petuah, saran, petunjuk , yang akan muncul hanya petaka dan kegelapan. Fakta fakta ahirnya menunjukan Ia telah membawa malapetaka dan kehancuran bagi negara dan bangsa Indonesia di semua aspek kehidupan. Munculah kezaliman akibat, semua tenggelam dalam mental perbudakan. Menjadi ingat ucapan Ibnu Khaldun :  \"Andaikan mereka memberikan pilihan kepadaku antara memilih  lenyapnya manusia yang bermental budak, pasti aku akan memilih tanpa ragu sedikitpun lenyapnya manusia bermental budak. Karena manusia manusia bermental budak itulah yang membuat langgeng adanya pemimpin zalim\"l Ada parpol mengendap endap, merunduk, meratap, seperti mengemis meminta restu,  setiap waktu dan saat, tergambar wajah parpol sudah kehilangan akal sehatnya. Prof. Amien Rais, mengatakan -masih ada partai   menganggap \"tuah\" Jokowi itu akan membawa kebaikan, hal itu sangat keliru. Jika mereka saat ini tidak bisa melepaskan diri dari keterikatannya dengan rezim Jokowi, hampir dipastikan para pendukungnya akan eksodus ke partai-partai antitesa dari Jokowi\". \"Era Jokowi sudah habis,  pamornya sudah pudar, kewibawaannya di hadapan rakyat terasa sudah hilang. Hanya para penjahat, koruptor, penjilat, buzzer bayaran, haters kebenaran, dan orang-orang yang dungu yang masih \"menyembah - nyembah\". Kalau masih ada lembaga survei yang tetap mengunggulkan Jokowi mereka adalah lembaga survey rentalan atau sewaan. Saat ini rakyat tidak bisa ditipu lagi, tidak bisa dibodohi lagi, dan tidak bisa dibohongi lagi. Rakyat Indonesia harus bisa keluar dari stigma sebagai bangsa yang tidak punya keinginan untuk membebaskan diri dari penindasan ibarat “a sheet of loose sand”. Bagaikan pasir yang meluruk dan rapuh. Tiada keteguhan, sehingga mudah ditiup ke mana-mana. Anehnya saat ini mental menindas justru muncul dari penguasa berwajah oligarki yang sedang berkuasa saat ini Era Jokowi sudah padam, matahari sudah temaram, ihtiar Jokowi untuk mencari selamat di ahir masa jabatannya, biarlah itu urusannya. Tugas kita kedepan \"selamatkan Indonesia\" (Ida)

Peringati 25 Tahun Reformasi Mahasiswa Jabar-Banten Ancam Kerahkan Massa Lebih Banyak

Jakarta, FNN - Aliansi Mahasiswa Jawa Barat – Banten melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI Senayan Jakarta, Ahad (21/05/2023). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap reformasi yang gagal membawa perubahan bagi Indonesia untuk menjadi lebih baik. \"Kami, mahasiswa Jawa Barat -Banten  menilai bahwa cita-cita reformasi untuk memberantas korupsi dan pengkonsolidasian demokrasi yang substansial, tidak diwujudkan dengan sungguh-sungguh. Hal ini terbukti dari kohabitasi antara konglomerasi dan politisi di era Orde Baru yang masih bertahan dalam kekuasaan hingga hari ini, pemilu yang sarat politik klientelisme, kegagalan partai politik menjalankan fungsinya di tengah masyarakat hingga upaya-upaya pelemahan terhadap civil society,\" kata Bisma Ridho Pambudi, salah satu peserta aksi dalam orasinya. Bisma menegaskan bahwa permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan banyaknya pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi, mulai dari level daerah hingga tingkat pusat. Selain itu juga menghasilkan produk-produk kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. \"Produk-produk kebijakan seperti UU KPK, UU Minerba, UU Ibukota Negara, UU Cipta Kerja, UU KUHP, wacana penundaaan Pemilu dan masih banyak lainnya yang mendapatkan penolakan keras dari banyak masyarakat, tetapi tetap disahkan,\" kata mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut. Bagian paling penting reformasi kata Bisma gagal melahirkan civil society yang mapan. \"Berbagai upaya dilakukan oleh penguasa untuk melemahkan civil society, baik yang dilakukan secara langsung dengan kriminalisasi terhadap kaum kritis, hingga yang dilakukan secara tidak langsung dengan menghadirkan influencer yang menyesatkan publik, membelah masyarakat dengan membentuk buzzer dan mengkoptasi kampus sehingga dengan mudah mendapatkan legitimasi dari kaum intelektual,\" papar Bisma. Permasalahan-permasalahan yang muncul karena kegagalan reformasi tersebut lantas mendorong para mahasiswa Jawa Barat -Banten yang berasal dari berbagai kampus dari Jawa Barat dan Banten meliputi ITB, Politeknik Negeri Bandung, FISIP Universitas Pasundan Bandung Universitas Nurtanio Bandung, STHB Bandung, Poltekessos Bandung, Universitas Siliwangi, UGJ Cirebon, UI Depok, dan  Yuppentek Tangerang  untuk berkonsolidasi dan bergerak bersama supaya cita-cita reformasi benar-benar dapat diwujudkan. Kami juga menuntut penguasa seperti Presiden, DPR hingga pemerintah daerah untuk tunduk pada konstitusi, sehingga wacana-wacana yang bertentangan dengan semangat reformasi seperti penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden hingga agenda tiga periode tidak terjadi. \"Kami mahasiswa Jawa Barat – Banten bersumpah demi Tuhan, Bangsa dan Almamater, akan melawan segala bentuk upaya penguasa yang tidak sejalan dengan konstitusi, cita-cita reformasi, dan nilai-nilai demokrasi. Jika protes kami tidak didengar, maka kami akan terus berkonsolidasi dan bergerak dalam jumlah dan skala wilayah yang lebih besar,\" tegas Bisma disambut pekik hidup mahasiswa, hidup mahasiswa. Adapun tuntutan aksi tersebut dirumuskan oleh perwakilan dari berbagai kampus di Jawa Barat - Banten antara lain: Bisma Ridho Pambudi ITB Bandung, Rachmat Fadhillah Unsil Tasikmalaya, Agia Adha Yuppentek Tengerang, Anggito MP UGJ, Cirebon, dan Akbar Taufik Ramadhan Hasibuan, UI Depok, (sof).

Ganjar dan PDIP Akan Kesepian

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SETELAH Ganjar Pranowo dideklarasikan oleh PDIP ternyata sambutan dari partai koalisi yang bersama PDIP dingin-dingin saja. Kehadiran Jokowi di acara deklarasi atau tepatnya pengumuman Ganjar sebagai Capres tidak berpengaruh secara signifikan. Jokowi tidak sepenuh hati membantu. Akibatnya partai koalisi di bawah kendali Jokowi tidak bergerak untuk mendukung Ganjar.  Musra Projo di Istora tidak menolong Ganjar Pranowo. Pidato Jokowi tidak jelas. Jika bersandar pada kriteria pemimpin yang \"dirumuskan\" Jokowi maka yang paling pas justru Anies Baswedan, tetapi arah Jokowi tentu Prabowo. Ganjar semakin jauh karena ternyata hilang kriteria penting rambut putih.  Relawan Gibran jokowi Jateng dan Jatim bertemu Prabowo di angkringan Omah Semar Solo. Para relawan menyatakan dukungan kepada Prabowo. Berbuntut Gibran dipanggil Sekjen PDIP Hasto. Tapi bagi Gibran mudah menepis dengan menyatakan bahwa dukungan tersebut adalah sikap relawan. Bukan dirinya.  PPP salah hitung dengan bergegas bergabung. Di samping konstituen dan kader PPP cenderung kepada Anies Baswedan juga permainan PPP dinilai gagal. Pengajuan Sandiaga untuk Cawapres Ganjar batal karena Sandiaga belum berada di PPP. Konon \"deal\" nya belum kelar. Ternyata Sandiaga juga kemudian urung bergabung. PDIP bermitra dengan gerbong kosong PPP sementara Golkar dan PAN nampak masih mencari posisi. Enggan juga bersama PDIP. PKB berharap tetap digandeng Gerindra dalam paket Prabowo-Imin. Koalisi Nasdem, PKS dan Demokrat utuh meski Nasdem diguncang Plate dan Demokrat diganggu Moeldoko. Surya Paloh dan SBY mulai melawan. Bertahap menuju perang terbuka.  Ganjar bermain tik tok sendiri dan berjoget bersama bayang-bayang. Membingkai pencitraan dengan aroma bunga bangkai. Berlari pagi tanpa mendapat sinar matahari. Hiruk pikuk warga yang mengelu-elukan di luar prediksi dan tidak sesuai kalkulasi. Megawati mungkin sedang bermurung hati. Adakah PDIP dapat solid dengan fenomena kader yang pada awal didorong pro Puan anti Ganjar ?  PDIP dan Ganjar bergerak sendiri, relawan yang dibentuk di berbagai daerah terpaksa menempel pada PDIP. Baliho yang tersebar dimana-mana membuktikan hal ini. Artinya Ganjar Pranowo hanya didukung oleh PDIP sendiri. Sementara PPP hanya asesori. PDIP memang sedang berjalan sendiri.  PDIP dan Ganjar Pranowo akan kesepian dalam masa depan yang tidak pasti. Hiburannya hanya survey buatan. Contohnya adalah hasil survey SMRC bahwa Ganjar lebih pintar dan taat beribadah dibanding Anies dan Prabowo. Apa iya? Ketika ada yang tertawa maka itulah hiburan untuk memecah kesunyian dan kesepian.  Ganjar Pranowo memang belum pantas menjadi Presiden. Terlalu banyak kelemahan. Dalam proses perjalanan menuju pencapaian tujuan moga Ganjar dan PDIP tidak terus berada dalam ruang yang sepi.  Bandung, 21 Mei 2023

Separatis Papua, Ubah KKB Menjadi GPL atau GPK

Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD  Tahun 1974 -- 1976 saya sebagai PA UTERPRA (DAN RAMIL) Pyramid, Wamena, Jaya Wijaya Irian Jaya, 1982 / 1983 sebagai Kasi OPS Sat Pur Yonif 726 mengendalikan 33 Pos di perbatasan, pantai, pegunungan, kota dan pedalaman Irian Jaya/ Papua Barat. Pola Operasi saat itu menggunakan Operasi Teritorial, dibantu Operasi Inteljen dan Operasi Tempur disiapkan. Panglima Operasi melarang tentara menyebut gerombolan atau pemberontak dengan sebutan OPM ( Operasi Papua Merdeka ) karena bisa dimaknakan sebagai dukungan politik terhadap mereka yang berhak mendapatkan suaka politik dari negara lain jika pemberontak menghendaki. Maka kita publikasikan dengan sebutan GPL (Gerombolan Pengacau Liar) atau GPK (Gerombolan Pengacau Keamanan). Kini sebutan itu menjadi KKB atau Kelompok Kriminal Bersenjata. Dalam kontek kenegaraan kita harus pahami makna hakiki terkait kepentingan dan peran dalam negeri, luar negeri, Undang Undang dan hukum positif. Dalam makna KKB tersirat dan terkandung maksud kata KRIMINAL, artinya bisa lebih sempit dari makna KEAMANAN seperti yang dimaksud dari HANKAM atau KAMNAS atau KAMTIBMAS. Sedangkan fakta di lapangan sudah berkembang lebih dari makna kriminal yang bisa dikonotasikan dengan kriminal dalam arti sempit yang menjadi domainya kepolisian. Apalagi ada kata kata bersenjata yang menurut Undang Undang no 34 th 2004 ( meskipun sebagian sudah diubah dengan Undang Undang yang baru ) yang bisa membuat rancu atas peransi TNI dan Polri yang memang seharusnya tegas antara landasan Militer sebagai Combatan dan Polisi sebagai Non Combatan atau sipil. Dengan kata lain secara Komulasi KKB bisa dimaknakan minimal Banci maksimal menjadi domainya Polisi. Oleh karenanya istilah KKB perlu di ubah dan diefektifkan lagi menjadi GPK dengan pengertian K = Keamanan terhadap AGHT ( ancaman, gangguan, hambatan, tantangan ) negara dan bukan keamanan pada tingkat pribadi atau perorangan sebagai bagian dari peransi kepolisian. Antara KKB dan GPK sama sama menjadi domainya NKRI atau memperkecil dan mempersempit peran Luar Negara, tapi GPK lebih tegas bahwa permasalahan yang ada sepantasnya ditangani oleh militer secara penuh dan menjatuhkan derajat kelompok lawan sebagai layaknya gerombolan atau penjahat negara ( kenapa Menlu, Mendagri, Menhan, Menkopolhukam, Menko Kum Ham diam? Dengan demikian sebutan GPK menjadi lebih tepat dibanding KKB baik dikaitkan dengan urusan, peran dan kepentingan dalam negeri, luar negeri, politik, hukum maupun keamanan negara. (Bandung, 20 Mei 2023)