ALL CATEGORY

Kalau Presiden Akhirnya Bilang Dia Cawe-cawe, Artinya Dia Mau Main Kasar

Jakarta, FNN – Setelah sebelumnya menolak dinggap ikut cawe-cawe dalam politik, Presiden Jokowi akhirnya mengakui sendiri jika dirinya ikut cawe-cawe dalam urusan politik menjelang Pemilu 2024. Pengakuan tersebut disampaikan Jokowi pada Senin (29/5/23), di depan para pemimpin redaksi dan content creator di Istana Negara. Jokowi mengatakan bahwa cawe-cawe, tidak netral, itu lebih untuk urusan kepentingan nasional, untuk menjaga momentum 13 tahun, dan menjaga bonus demografi. Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi tersebut, dengan geram Rocky Gerung mengatakan, “Kalau presiden akhirnya bilang dia cawe-cawe dan tidak netral, artinya dia mau main kasar. Kelihatannya begitu. Artinya, mau main curang. Kan nggak mungkin seseorang yang punya etika politik itu ikut campur dan langsung mengatakan oke saya mau bermain,” ujar Rocky di Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selas (30/5/23) dalam diskusi rutin bersama HersubenoArief, wartawan senior FNN. Rocky juga mengatakan bahwa tidak netral maksudnya jelas bahwa Jokowi ingin mempertahankan dinastinya, jelas Jokowi ingin mempertahankan oligarkinya. Oleh karena itu, dia mesti turun untuk bermain. “Kan dia bukan pemain di dalam politik ke depan, kan sudah selesai politik dia, tapi dia ingin ikut main. Jadi, ini pemain gadungan. Ini adalah satu peristiwa yang akan orang ingat ada seorang presiden yang tidak puas selama 8 tahun, lalu berupaya untuk cawe-cawe supaya sangat mungkin dia diperpanjang lagi 3 tahun atau diperpanjang 5 tahun,” ungkap Rocky. Pengakuan Jokwi membuat  kecurigaan publik selama ini terbukti. Sekarang Jokowi sendiri mengakui bahwa dia tidak akan netral. Itu artinya, menurut Rocky, dia akan memihak, dia akan memakai semua peralatan kekuasaannya untuk memenangkan seseorang yang dia pihaki. “Maksud buruknya langsung beliu ucapkan dan hanya itu tafsirnya. Kan enggak mungkin kita anggap dengan maksud baik menjaga bangsa. Bangsa ini dijaga oleh rakyat, bukan dijaga oleh Presiden,” ujar Rocky. Menurut Rocky, bangsa dijaga oleh konstitusi dan bangsa dijaga oleh etika politik. Oleh karena itu, kalau Presiden sebagai pemain politik ikut campur dalam upaya untuk memastikan bahwa calon presiden berikut adalah bagian dari dinasti dia atau bagian dari  oligarki dia, itu artinya dia tidak paham tentang political etic.   Yang mengherankan,  Jokowi tidak malu-malu mengakui bahwa dirinya ikut cawe-cawe politik setelah sebelumnya membantah. Padahal, jelas-jelas yang dilakukannya merupakan pelanggaran konstitusi. “Ya, jelas itu. Sebagai akibatnya, orang akhirnya panik siapa yang diincar oleh Presiden untuk disingkirkan. Kan bukan siapa yang akan dia pilih, tapi siapa yang akan dia singkirkan. Jadi, penyingkiran itu yang harus dipersoalkan oleh partai politik, oleh masyarakat terutama, bahwa presiden ingin menyingkirkan penantang-penantang dia. Padahal, sebetulnya Pemilu itu bukan urusan singkir menyingkirkan, tapi kompetisi sehat,” ujar Rocky. Pengaukan Jokowi bahwa dia tidak akan netral, kata Rocky, bukan sekadar urusan moral, tetapi urusan konstitusi, yaitu presiden ikut campur, bahkan ingin menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Itu bahayanya.  Jelas-jelas diterangkan bahwa Pemilu adalah urusan partai politik, bukan urusan presiden. “Nah, presiden mau ikut campur untuk mengarahkan hasil akhir dari Pemilu. Artinya, presiden ingin berbuat curang. Hanya itu tafsirnya, enggak ada tafsir lain kalau presiden mengatakan saya tidak akan netral. Jadi, dasar kita menganalisis adalah ketidakmampuan presiden untuk bersikap adil. Tidak netral artinya dia tidak akan bersikap adil. Jadi buat apa ada Pemilu kalau dari awal Pemilu prinsipnya jurdil, presiden sendiri nggak mau jurdil,” ungkap Rocky. Rocky sangat menyayangkan sikap Jokowi yang di ujung pemerintahannya menunjukkan sikap yang bengis. “Sayang sekali bahwa presiden Jokowi di ujung masa pemerintahannya menunjukkan taring kekuasaannya yang bengis. Itu soalnya. Jadi, tetap kita masih anggap bahwa presiden memang belum puas berkuasa, jadi dia ingin tambah kekuasaan itu dengan ikut campur yang dia sebut tidak netral alias cawe-cawe,” ujar Rocky.(sof) 

Pendaftaran Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM di MA Diperpanjang

Jakarta, FNN - Komisi Yudisial memperpanjang masa pendaftaran calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA), yang semula berakhir Senin (29/5), menjadi Rabu (7/6).“Komisi Yudisial memperpanjang batas waktu penerimaan usulan calon hakim agung dan pendaftaran calon hakim ad hoc HAM di MA yang semula berakhir pada 29 Mei 2023 menjadi 7 Juni 2023,\" kata Anggota KY selaku Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurdjanah, dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Selasa.Nurdjanah mengungkapkan bahwa perpanjangan pendaftaran ini dalam rangka memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk mendaftarkan diri.Sejak pendaftaran seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA dibuka, tercatat hingga 29 Mei 2023 (pukul 16.00 WIB), KY telah menerima 57 calon hakim agung dan 22 calon hakim ad hoc HAM di MA yang telah melengkapi datanya secara online.\"Tercatat memang ada 168 orang yang telah mendaftar secara online untuk calon hakim agung. Namun, KY baru menerima 57 orang pendaftar konfirmasi untuk calon hakim agung,\" ujar Nurdjanah.Ia merinci bahwa calon hakim agung berdasarkan jenis kamar yang dipilih, sebanyak 42 orang memilih kamar Pidana, 9 orang memilih kamar Perdata, dan 6 orang memilih kamar Tata Usaha Negara khusus Pajak.Berdasarkan jenis kelamin, didominasi laki-laki sebanyak 51 orang dan perempuan sebanyak 6 orang. Sementara, berdasarkan jenis pendidikan, Nurdjanah menyebut ada 20 orang bergelar magister dan 37 orang bergelar doktor.\"Berdasarkan profesi, ada 34 orang hakim, 9 orang akademisi, 2 orang pengacara, 1 orang notaris, dan 11 orang berprofesi lainnya,\" kata Nurdjanah.Sementara calon hakim ad hoc HAM di MA didominasi laki-laki sejumlah 21 orang dan perempuan sejumlah 1 orang. Berdasarkan jenis pendidikan terdiri dari 4 orang sarjana, 9 orang magister, dan 9 orang doktor.\"Pendaftar calon hakim ad hoc HAM di MA berprofesi akademisi sebanyak 7 orang, pengacara sebanyak 7 orang, dan 8 orang berprofesi lainnya,\" kata Nurdjanah.(ida/ANTARA)

Majelis Hakim dan Ketua PN Jakpus Tidak Menghadiri Panggilan

Jakarta, FNN - Juru Bicara Komisi Yudisial RI Miko Ginting mengatakan bahwa ketua dan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tidak menghadiri pemanggilan Komisi Yudisial pada waktu yang telah dijadwalkan.“Baik ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun majelis hakim tidak menghadiri pemanggilan sesuai dengan waktu yang dijadwalkan,” kata Miko Ginting.Ia menjelaskan bahwa Komisi Yudisial sudah melakukan pemanggilan secara sah dan patut terhadap ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melawan Komisi Pemilihan Umum (KPU).Atas ketidakhadiran ketua PN Jakarta Pusat dan majelis hakim, Miko mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemanggilan ulang terhadap para pihak terkait.Komisi Yudisial berharap agar para pihak dapat memenuhi pemanggilan karena forum etik di Komisi Yudisial berguna bagi para pihak untuk memberikan penjelasan yang utuh terhadap laporan masyarakat ini.“Sekali lagi, pemanggilan ini dilakukan berdasarkan adanya laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, di mana Komisi Yudisial berwenang terkait dengan hal itu,” ujarnya.Sebelumnya, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari.\"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari,\" kata Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, seperti dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, saat diakses di Jakarta, Kamis (2/3).Pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut ialah untuk memulihkan dan menciptakan keadaan adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian lain akibat kesalahan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan oleh tergugat, dalam hal ini KPU.Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bahwa fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana.(ida/ANTARA)

Vonis Delapan Tahun Penjara untuk Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Bandung, FNN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, menjatuhkan hukuman pidana delapan tahun penjara kepada Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati yang menjadi terdakwa kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.Hakim Ketua Yoserizal mengatakan Sudrajad terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.Menurut hakim, Sudrajad menerima suap sebesar 80 ribu dolar Singapura dalam kasus itu.\"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sejumlah Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan,\" kata Yoserizal di PN Bandung.Hakim menyebut Sudrajad terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.Dalam putusannya, hakim menyebut hal yang memberatkan hukuman bagi Sudrajad adalah tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi Mahkamah Agung. Kemudian hakim juga yakin Sudrajad menikmati hasil suap tersebut.Sedangkan hal yang meringankan, kata hakim, Sudrajad bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya.Hakim meyakini Sudrajad telah menerima uang suap itu dari Elly Tri Pangestuti selaku ASN di Mahkamah Agung.Elly merupakan salah satu perantara aliran suap itu yang berasal dari Heryanto Tanaka yang menginginkan agar Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 874 KPdt.Sus-Pailit/2022 agar perkaranya dikabulkan.Sementara itu, Hakim anggota Benny Eko menyebut Sudrajad dan Elly tidak memiliki hubungan yang tidak harmonis sehingga hakim yakin pemberian uang itu bukan untuk menjerumuskan Sudrajad.\"Majelis hakim berkeyakinan terdakwa telah menerima 80 ribu dolar Singapura,\" kata Benny.Vonis majelis hakim itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut Sudrajad Dimyati divonis 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.Selain itu, jaksa juga menuntut agar Sudrajad membayar uang pengganti sebesar 80 ribu dolar Singapura sesuai dengan suap yang diterima.(ida/ANTARA)

Polri Diminta Menindak Indikasi Dana Politik Jaringan Narkoba

Jakarta, FNN - Anggota Komisi III DPR RI Andi Rio Idris Padjalangi meminta Polri bertindak cepat dalam mengusut dugaan indikasi aliran dana politik yang bersumber dari bandar jaringan narkoba untuk kontestasi Pemilu 2024.\"Kepolisian harus mengusut tuntas hal ini sampai ke akarnya dan tidak boleh ada tebang pilih dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, Polri harus transparan dan akuntabel,\" kata Andi Rio dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.Dia mendorong Bareskrim Polri dapat segera bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mendalami temuan aliran dana yang terindikasi dari hasil peredaran narkoba.\"Polri harus melihat sumber dana berasal dari mana dan ditujukan ke siapa, apakah jaringan narkoba internasional atau domestik. Hasil PPATK juga harus dibuka agar tidak terjadi kegaduhan di tengah masyarakat,\" ujarnya.Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu pun mengharapkan penyelenggara serta pemangku kepentingan Pemilu 2024 duduk bersama dalam membahas permasalahan dana politik yang diduga berasal dari jaringan narkoba.\"Jangan sampai pesta demokrasi diciderai dan diatur oleh para jaringan bandar narkoba. Kita tidak ingin generasi bangsa kita dirusak oleh barang haram tersebut,\" tuturnya.Hal tersebut, menurutnya penting agar partisipasi publik terhadap pemilu tidak menurun dan masyarakat menjadi apatis.\"Jangan sampai ada calon anggota dewan yang maju dibiayai oleh jaringan narkoba. Dampaknya sangat bahaya jika anggota tersebut terpilih. Hal ini tidak dapat ditolerir dan dibenarkan,\" kata dia.Sebelumnya, Jumat (26/5), Kabareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto memerintahkan Direktorat Tindak Pidana Narkoba dan jajarannya untuk mewaspadai serta mengantisipasi fenomena narkopolitik, yakni politis terlibat narkoba atau dana politik dari jaringan narkoba.“Saya minta seluruh jajaran reserse narkoba Polri sudah mulai memetakan dan mengantisipasi permasalahan terkait narkoba yang dapat menghambat perhelatan Pemilu 2024,” kata Agus dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.Sementara pada Senin (29/5), Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) dan jajaran melakukan pemetaan dan antisipasi dana-dana ilegal dari peredaran gelap narkoba mengalir dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.Wakil Direktur Tindak Pidana Narkotika Kombes Pol. Jayadi di Jakarta mengatakan dari hasil pemetaan sementara yang dilakukan belum ada indikasi tersebut ditemukan.\"Makanya saya bilang tadi untuk antisipasi lakukan pemetaan terhadap rencana kontestasi di 2024. (Hasilnya) belum ada,” kata Jayadi.(ida/ANTARA)

HNW Mengingatkan Agar Isu Kebocoran Putusan MK Tidak Menggeser Wacana Sistem Pemilu

Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan isu dugaan kebocoran informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi sistem pemilu legislatif tidak menggeser wacana penerapan kembali sistem proporsional tertutup.\"Jadi jangan isunya diubah jadi kebocoran, akan tetapi tetap fokus ke MK yang diingatkan agar betul-betul jadi garda pelaksana konstitusi. Jangan diubah jadi seolah-olah ada permasalahan kebocoran atau tidak. Permasalahan terkait putusan MK harus dikoreksi diingatkan dan dikritisi,\" kata HNW di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.Menurut dia, inti permasalahan bukan terletak pada bocornya informasi melainkan penerapan kembali sistem proporsional tertutup.\"Kalaupun tidak bocor, kemudian putusannya seperti yang tadi bocor (sistem proporsional tertutup), kan tetap bermasalah. Jadi permasalahannya jangan jadi kebocoran informasi,\" ujarnya.Sebab, kata dia, sistem proporsional terbuka lebih dekat dengan konstitusi ketimbang sistem proporsional tertutup.\"Konstitusi lebih dekat dengan sistem terbuka daripada tertutup karena kalau tertutup kita akan ditarik kepada \'side back\' era prareformasi Orde Baru, saat itu kan kita nyoblos gambar. Masa demokrasi mau di bawa ke sana?\" imbuhnya.Selain itu, lanjut dia, apabila MK memutuskan menerapkan kembali sistem proporsional tertutup maka hal tersebut bertentangan dengan konstitusi.\"Bila akan diubah maka dia justru bertentangan dengan konstitusi yang harus dikawal MK, Pasal 22e Ayat (2) Pemilu itu untuk memilih anggota, bukan parpol,\" ucapnya.MK, ujarnya, akan menunjukkan inkonsistensi dengan putusan yang diambilnya pada 2009 yang mengarahkan sistem pemilu proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka.Dia menyebut bahwa putusan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bersifat final dan mengikat.\"Kalau kemudian MK mengubah keputusannya itu sendiri yang final dan mengikat, itu harusnya ada pasal konstitusional yang benar bisa dinilai keputusan MK yang dulu itu salah sehingga MK buat keputusan yang baru,\" tuturnya.Namun, HNW berserah apabila nantinya MK memutuskan untuk menerapkan kembali sistem proporsional tertutup, maka diharapkan pemberlakuannya baru akan dilakukan pada pemilu periode berikutnya. \"Kalau dipaksakan sekali lagi tidak setuju. Kalau dipaksakan mudah-mudahan pemberlakuannya bukan 2024, akan tetapi 2029 karena sekarang sudah terlalu mepet, sudah semua proses berjalan,\" kata dia.Pada Minggu (28/5), Denny Indrayana melalui akun twitternya @dennyindranaya mengatakan \"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja.\"Dalam cuitannya Denny sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi, namun Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.Dari informasi yang ia terima, Denny Indrayana menyebut komposisi hakim MK yang akan memutus gugatan tersebut adalah 6:3. Artinya, 6 hakim MK menyatakan akan memutus Pemilu kembali ke proporsional tertutup. Sementara 3 hakim lainnya tetap terbuka sehingga Denny menyebut Indonesia akan kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif.(ida/ANTARA)

Demi Mengokohkan Semangat Membela Rakyat, PKS Menggelar Konsolidasi Nasional

Jakarta, FNN - Fraksi PKS menggelar acara konsolidasi Ketua Fraksi PKS dan Pimpinan DPRD se-Indonesia untuk mengokohkan semangat PKS dalam membela dan melayani rakyat.  Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan Fraksi PKS merupakan salah satu pilar penting perjuangan dan kemenangan PKS pada pemilu 2024. Untuk itu, seluruh anggota Fraksi PKS harus all out dalam membela dan melayani rakyat serta dalam menjaga NKRI.  “Fraksi PKS dari pusat hingga provinsi dan kabupaten/kota harus solid, satu barisan, dan satu irama dalam memperjuangkan dan melayani rakyat. Harus menjadi yang terdepan dalam menjaga NKRI dan mengokohkan nasionalisme Indonesia,” ujar Jazuli dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa.  Ia meminta agar seluruh Ketua Fraksi PKS terus mengingatkan anggotanya supaya semakin aspiratif.“Perluas hari aspirasi rakyat di setiap kantor fraksi. Turun ke daerah pemilihan, sapa dan advokasi rakyat tanpa menunggu waktu reses. Buktikan bahwa aleg PKS bukan politisi yang datang ketika pemilu saja, lalu hilang setelahnya,” katanya.  Sementara itu, Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Aljufri berpesan agar seluruh anggota Fraksi PKS memperbaiki niat dan orientasi tugas yang diberikan partai untuk memberikan yang terbaik bagi Indonesia.  “Prinsip dasar PKS dalam berpolitik adalah pelayanan terbaik. Kalau Allah berikan kita uang, kita membantu mereka yang membutuhkan. Allah berikan kita kekuatan fisik, kita membantu mereka yang lemah. Kalau kita punya jabatan dan kedudukan, menjadi anggota dewan, buktikan dengan kita melayani masyarakat. Berikan pelayanan terbaik, terus berbuat baik, itulah kunci kemenangan PKS,” tutur Salim.  Salim Segaf juga mengingatkan slogan PKS \'Menang Bersama Rakyat\' yang wujudnya adalah kebersamaan PKS dengan seluruh rakyat dalam memajukan Indonesia.  “Indonesia maju jika kita semua bersatu dan tidak berpecah belah. Anggota Fraksi PKS harus menjadi perekat persatuan, bangun komunikasi, lakukan kolaborasi, cari titik temu dengan seluruh anak bangsa,” ucapnya.  Menteri Sosial RI 2009-2014 ini mengatakan Indonesia bangsa yang luar biasa besar dan majemuk. Realitas ini bukan kelemahan, tapi justru menjadi kekuatan dan keberkahan karena kita terus optimis dalam menyatukan bangsa ini.  “Indonesia sangat potensial menjadi negara besar dan menjadi pemimpin di pentas global. Hanya ada saja oknum-oknum yang ingin memecah belah bangsa ini dan tidak ingin kita maju. Ini harus kita waspadai dan PKS harus menjadi bagian yang menyatukan potensi Indonesia menjadi pemimpin di pentas global,” pungkas Salim.  Konsolidasi Ketua Fraksi PKS dan Pimpinan DPRD se-Indonesia dilaksanakan pada 29-31 Mei 2024 di Jakarta. Hadir dalam acara tersebut, Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Aljufri, Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid, Ketua MPP PKS Suswono, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Anggota DPR RI Fraksi RI, serta Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia.(ida/ANTARA)

Anies Dijegal People Power Sebuah Keniscayaan

Oleh Sholihin MS - Pemerhati Sosial dan Politik REZIM Jokowi sangat panik menghadapi Anies. Anies menjadi sosok yang sangat menakutkan bagi rezim Jokowi dan oligarki taipan. Buktinya,  selama ini sudah puluhan skenario dilakukan untuk menjegal Anies tapi gagal, bahkan kadang  malah menyerang balik kepada penjegalnya. Yang mereka lakukan sudah tidak mengindahkan kaidah kebenaran, kejujujuran, dan keadilan. Hukum telah dijadikan alat dan tameng untuk membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. Lembaga negara yang dulunya sangat terhormat seperti KPK, MK, .MA dan Kejagung sekarang tak lebih diisi para badut politik yang tunduk pada kezhaliman penguasa dan tega menzhalimi rakyat. Jika saja semua lembaga itu sudah tidak waras dan semuanya berupaya untuk menjegal Anies sehingga Anies gagal nyapres, tidak tertutup kemungkinan akan terjadinya  people power yang mengerikan. Satu persatu penjegal Anies saat ini muncul ke permukaan dan mereka terang-terangan mengakui tindakannya itu. Mereka inilah yang akan jadi sasaran utama jika terjadi people power: Ini dia deretan para penjegal Anies: 1. Jokowi dan istana Jokowi secara struktur pemerintahan adalah orag yang paling bertanggung jawab terhadap penjegalan Anies, sehingga kemungkinan Jokowi menjadi target utama rakyat. 2. Para jenderal di sekitar Jokowi Para jenderal di sekitar Jokowi adalah inisiator dan eksekutor jika Anies benar-benar gagal nyapres, sehingga mereka pantas untuk menjadi sasaran amuk rakyat. 3. Direktur CSIS Sofyan Wanandi Ini salah satu otak segala kerusakan di Indonesia. Dia inilah otak penjegalan Anies dan hanya menginginkan capres hanya 2 calon. 4. Megawati dan PDIP Megawati sebagai pengendali orang-orang di Kejaksaan Agung, Kepolisian, KPK, dan DPR adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap kekacauan hukum di Indonesia saat ini.  5. Partai Solidaritas Indonesia  Sebagai partai penjilat rezim adalah partai  (yang selalu) memusuhi Anies Baswedan. Jika Anies jadi maju nyapres, PSI dipastikan akan rontok di 2024, jika Anies gagal nyapres maka PSI punya andil besar dalam penjegalan Anies. 6. Antek-antek komunisme Mereka ini para keturunan PKI yang terus merongrong dilaksanakannya Pancasila secara benar. Mereka berpaham komunis tapi seolah pengamal Pancasila yang berlindung di balik kekuasaan rezim Jokowi dan PDIP. Mereka adalah bagian dari penjegal Anies. 7. Oligarki Taipan Oligarki taipan dengan kekuatan dana yang tidak terbatas telah \"membeli\" kedaulatan negara dan bangsa Indonesia sehingga Indonesia menjadi negara terjajah.  8. Para pimpinan Lembaga Negara Para pimpinan lembaga negara yang secara berjamaah telah berkhianat kepada negara dan bangsa Indonesia baik dari KPU, Bawaslu, MK, KPK, MA, Kejagung, KEPOLISIAN, dan DPR. Mereka penyebab utama terjadinya kekacauan di negeri ini selama era Jokowi. 9. Para Influencer Mereka para  rektor, professor, akademisi, dan para pejabat yang menjadi penjilat rezim dan ikut bertanggung jawab dalam penjegalan Anies. 10. Para BuzzerRp  Yaitu orang-orang pendukung rezim Jokowi yang sengaja men- down grade Anies karena dibayar rezim.  Tindakan mereka sudah ke arah fitnah dan pembunuhan karakter terhadap Anies Baswedan. Kesepuluh pihak inilah yang harus berhadapan dengan rakyat jika terjadi people power jika Anies benar-benar dijegal. Rakyat bersatu tidak bisa dikalahkan. Bandung, 9 Dzulqa\'dah 1444

Denny Indrayana Buka Suara Soal Pembocoran Rahasia Negara

Jakarta, FNN - Ramainya pemberitaan soal adanya informasi yang disampaikan oleh Denny Indrayana, berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang perubahan sistem Pemilu, berujung pada ancaman terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era Soesilo Bambang Yudhoyono tersebut. Menyikapi hal tersebut Denny Indrayana langsung memberikan klarifikasi yang salinannya diterima oleh redaksi FNN, Selasa (30/06/2023). Berikut petikan lengkapnya: Bismillah, soal informasi yang saya sampaikan, bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup, viral dan ramai diperbincangkan. Terkait hal itu, ada beberapa hal yang perlu saya tegaskan. Sebagai akademisi sekaligus praktisi – Guru Besar Hukum Tata Negara dan advokat yang berpraktik tidak hanya di Jakarta (Indonesia) tapi juga Melbourne (Australia), insya Allah saya paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika. Kantor hukum kami sengaja bernama INTEGRITY, dimaksudkan sebagai pengingat kepada kami, untuk terus menjaga integritas dan moralitas. Karena itu, saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik.  Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang saya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK. Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK. Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, “... mendapatkan informasi”, bukan “... mendapatkan bocoran”. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, “ ... MK akan memutuskan”. Masih akan, belum diputuskan. Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah “informasi dari A1” sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD. Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari “Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya”. Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.  Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah. Meskipun informasi saya kredibel, saya justru berharap pada ujungnya putusan MK tidaklah mengembalikan sistem proporsional tertutup. Kita mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda. Karena soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di parlemen (open legal policy).  Supaya juga putusan yang berpotensi mengubah sistem pemilu di tengah jalan itu, tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu, karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi. Dalam pesan yang saya kirim itu, saya juga khawatir soal hukum yang dijadikan alat pemenangan pemilu 2024, bukan hanya di MK, tetapi juga di Mahkamah Agung. Secara spesifik saya mengajak publik untuk juga mengawal proses Peninjauan Kembali yang diajukan Kepala Staf Presiden Moeldoko atas Partai Demokrat. Proses PK tersebut lebih tertutup dan tidak ada persidangan terbukanya untuk umum, maka lebih rentan diselewengkan. Jangan sampai kedaulatan partai dirusak oleh tangan-tangan kekuasaan, bagian dari istana Presiden Jokowi, lagi-lagi karena kepentingan cawe-cawe dalam kontestasi Pilpres 2024.  Kita mengerti, jika PK Kepala Staf Presiden Moeldoko sampai dikabulkan MA, Partai Demokrat nyata-nyata dibajak, dan pencapresan Anies Baswedan dijegal kekuasaan. Seharusnya Presiden Jokowi membiarkan rakyat bebas memilih langsung presidennya. Mari kita ingatkan bunyi Pasal 6A UUD 1945: Presiden dan  Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Melbourne, 30 Mei 2023 Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. (sws).

MK Alat Kepentingan Politik

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SETELAH MK diisukan mengambil keputusan bahwa pemilu digunakan sistem proporsional tertutup sesuai kemauan PDIP lalu muncul pula Putusan MK yang memperpanjang masa jabatan KPK dan mengubah batasan usia, maka semakin nyata bahwa MK telah memperluas kewenangan dengan semaunya sendiri.  Dahulu juga MK membuat Putusan aneh dan tak lazim dengan melakukan pembatalan bersyarat UU cipta Kerja. Semestinya jika sebuah UU bertentangan dengan UUD maka MK cukup membatalkan UU tersebut, tanpa embel embel perbaikan selama 2 (dua) tahun segala. Akhirnya UU Cipta Kerja berlaku melalui Perppu.  Putusan MK yang memperpanjang masa jabatan Pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun menjadi pembenar bahwa memang MK dapat membantu kerja eksekutif untuk memenuhi agenda politiknya. Tidak ada urgensi untuk menambah masa jabatan selain menyesuaikan dengan keinginan agar Pimpinan KPK masih dapat bermain hingga 2024. MK tidak memiliki kewenangan untuk menambah masa jabatan. MK hanya berhak menguji apakah UU bertentangan dengan Konstitusi dan jika bertentangan maka MK membatalkan. Lanjutannya dilakukan oleh pembuat UU. Termasuk menambah masa jabatan yang menjadi kewenangan DPR dan Pemerintah.  Lagi pula masa berlaku suatu Putusan itu ke depan untuk periode yang akan datang dan secara utuh. Bukan \"menempelkan\" satu tahun pada empat tahun yang sedang berjalan. Keputusan hukum itu tidak berlaku surut apalagi menjadi \"sisipan\". MK ternyata membuat aturan \"tambal sulam\" yang tidak dikenal dalam hukum.  Demikian pula dengan \"instruksi\"Mahfud MD yang minta Kepolisian memeriksa mantan Wamenhukham Prof Denny Indrayana soal bocornya Putusan MK yang katanya menetapkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup. Terlepas benar atau tidaknya bocoran itu maka MK sesungguhnya tidak berwenang untuk memutuskan sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup. Itu kewenangan pembuat undang-undang.  Kewenangan MK adalah menguji apakah UU yang diajukan gugatannya itu bertentangan atau tidak dengan Konstitusi. Jika tidak bertentangan gugatan ditolak dan UU tetap berlaku. Sebaliknya jika bertentangan, maka UU atau pasal-pasal dalam UU dinyatakan batal. MK tidak boleh membuat aturan pengganti dengan formulasi sendiri.  MK saat ini yang masa jabatan Hakim dapat sampai 15 tahun, berbau nepotisme dan menjadi sangat superbodi harus ditinjau ulang keberadaannya. Bila hanya berfungsi sebagai pengacak-acak hukum maka sebaiknya MK dibubarkan saja. Keberadaan MK yang tujuannya bagus menurut UUD ternyata disimpangkan menjadi alat kepentingan politik.  MK telah berubah fungsi menjadi Mahkamah Kolaborasi atau Mahkamah Kepentingan bahkan Mahkamah Keluarga. Mahkamah Kacau.  Bandung, 30 Mei 2023