ALL CATEGORY

Pesan Prof. DR. Kaelan Lewat Mimpi 

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Pada malam Senin 23/12 pagi menjelang waktu subuh antara tidur dan terjaga  menjelang bangun tidur , dalam bunga mimpi saya benar benar melihat Prof Dr Kaelan datang memberi pesan singkat bahwa \"Negara Proklamasi Sudah Bubar\" Bersamaan suara tahrim subuh sudah terdengar otomatis harus bangun. Sekedar bunga mimpi hanya lewat, tidak terpikirkan menjadi perhatian khusus sama sekali. Pagi itu (Senin, 23/12) harus berangkat ke Yogyakarta karena ada undangan rutin pertemuan Maklumat Yogyakarta di Kafe Timoho Yogyakarta.  Pada forum diskusi saat itu posisi Prof. Kaelan yang masih dirawat di RS. Sardjito, di gantikan oleh Prof. Dr. Sudjito Armorejo di perkuat dengan kehadiran Letjen TNI Purn Setyo Sularso. Dalam diskusi di bahas judul yang sama seperti mimpi tadi pagi (menjelang subuh), bahkan Jenderal TNI Purn Tyasno Sudarto membahas bahwa pelaku amandemen adalah penghianat negara.  Materi ini belum boleh di publikasikan (sementara) karena pembahasan sampai pada kesimpulan bahwa negara ini ilegal dengan segala produk hukum yang dilahirkan. Materi ini menyentak bathin saya apa mimpi tadi ini perintah untuk di publikasikan terus merambat dalam pikiran dan perasaan sampai kembali ke Semarang sekitar jam 24.00. Setelah mandi kegelisahan tersebut saya coba ambil bukunya Prof Dr Kaelan \"Wacana Amandemen Undang - Undang Negara RI 1945 Hasil Amandemen 2002\" otomatis jari bergerak nutul di hp dan sekitar jam 02.46 sudah tertulis artikel Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 - Sudah Bubar. Saat itu juga (Selasa, 23/12) tulisan saya lepas ke wartawan teman teman seperjuangan di beberapa portal untuk melepas rasa gelisah jangan jangan ini pesan dari Prof Dr Kaelan. Pikiran dan perasaan sedikit reda, lega, tersisa pikiran harus kembali ke Yogyakarta untuk tengok kesehatan beliau di RS. Sardjito. Ternyata Allah SWT berkehendak lain pada hari ini Rabu (25/12 ) sekitar jam 08.00 \"Inalillahi wa innailaihi raajiuun\" beliau sudah di panggil kembali ke hadirat-Nya.  Sedih rasanya, selamat jalan guru kami, pencerah ilmu dengan ikhlas, keteguhan, keyakinan membela Bangsa dan Negara. Sepuluh tahun meneliti Pancasila dan UUD 45 yang sergap kekuatan asing menjadi UUD 2002, nyata telah membubarkan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Tuan guru sesuai kehendak - Nya harus mendahului kami pulang ke kehadirat Allah SWT. Pesan Tuan Guru telah saya laksanakan dan insyaAllah kami  khususnya dari \"Maklumat Yogyakarta\" tidak akan pernah padam untuk meneruskan perjuangannya, sampai cita cita beliau terwujud Negara kembali pada Pancasila dan UUD 45 asli. ( * )

Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 Sudah Bubar

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Aktor penting Madeleine Albright mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan  Ketua National Democratic Institute (NDI) dengan  dana 4 triliun intervensi ke Indonesia (adalah klaim dari  berbagai sumber) telah mengubah / mengganti   UUD 1945 menjadi UUD 2002. Mantan Presiden Obama dan Prof Jeffrey Sach menyatakan bahwa demokrasi yang dipaksakan ke bangsa Indonesia via Amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002 adalah bukan demokrasi yang diinginkan dan diterima oleh publik Amerika. Sebagai Ketua NDI,  sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 (amandemen ke 4),  terlibat aktif  memberikan bantuan teknis, pendidikan, dan menyiapkan pra kondisi  amandemen UUD 45 , rekayasa merekrut ilmuwan (diposisikan sebagai tenaga ahli) dan anggota legislatif  di MPR sebagai eksekutor dilakukan dengan rapi dan terukur waktunya. Bantuan teknis berupa seperti seminar, lokakarya, pelatihan bagi anggota parlemen, dan penyebaran informasi kepada publik. Sekelompok tenaga ahli berperan mempersiapkan pasal dari UUD 45 yang akan di eksekusi selama 4 kali amandemen, hasilnya sangat gemilang : - Nilai-nilai Pancasila berhasil dipadamkan bahkan dicampakkan tidak lagi sebagai pedoman hidup (way of life) Bangsa Indonesia. - Secara yuridis-formal dan yuridis-filosofis, pada Pasal 2 UU No.12/2011, Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara. Dan  Pasal 1 (3) TAP MPR No.III/2020, ditegaskan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila (sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945), negara hukum Pancasila hanya formalitas belaka.  - Nilai nilai Pancasila serta asas-asas \"staatsfundamentalnorm\" telah dimarjinalkan dan di gantikan dengan \"filosofi liberalisme, individualisme dan pragmatisme\". - Tujuan negara  untuk melindungi seluruh tumpah darah dan seluruh rakyat, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, digilas / dimandulkan. - Dalam proses amandemen UUD 2002, 95 % pasal pasal UUD 45 yang diubah/ diganti. Maka amandemen UUD 45 hakikatnya mengganti konstitusi  (Prof. Dr. H. Kaelan, M. S. - 2022) - UUD 2002, otomatis telah mengubah jalannya sistem ketatanegaraan secara politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum serta pertahanan dan keamanan telah bergeser menjauh dari tujuan negara sesuai pembukaan UUD 45 . Berdasarkan kajian hukum normatif UUD 2002  tidak konsisten dan tidak koheren lagi dengan Pancasila dan tertib hukum Indonesia tidak ada hubungannya lagi dengan Revolusi perjuangan bangsa 17 Agustus 1945 (Prof. Dr. H. Kaelan, M. S. - 2022) Tidak ada lagi lembaga negara (termasuk MPR ) yang bisa mengesahkan dan melantik Presiden dan Wakil Presiden dan dalam sumpah jabatannya tidak ada lagi yang berbunyi \"Taat dan Setia kepada Pancasila dan UUD 45\". Pemberlakuan UUD 2002 merupakan  penggantian norma fundamental negara, sama halnya dengan pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Adalah perbuatan makar para penghianatan  negara dengan kendali National Democratic Institute ( NDI ) telah membubarkan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. ( * )

Ungkap Mitos Fakta Kelapa Sawit, Jatmiko: Sawit adalah Anugerah

Jakarta | FNN - Sub Holding PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo berkolaborasi bersama Gadjah Mada Agro Expo Fakultas Budidaya Pertanian UGM mengadakan talk show yang mengupas tuntas sawit dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari hingga kontribusinya bagi Indonesia. Dengan tajuk “Unveiling Palm Oil: Indonesia\'s Green Gold,” lebih dari 500 mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum berpartisipasi dalam seminar yang digelar di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas dari kampus tertua di Indonesia tersebut, beberapa waktu lalu  Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko K. Santosa dalam paparannya menyebutkan bahwa peran tanaman yang berasal dari Afrika Barat dan Tengah ini, sangat besar bagi ketahanan pangan dan energi nasional. “Sawit adalah anugerah. Tidak hanya bagi pelaku sawit seperti kami, tapi bagi seluruh Indonesia. Sawit adalah salah satu penopang ekonomi bangsa. Bahkan saat perekonomian dunia terganggu akibat covid 19 lalu, Indonesia mampu bertahan diantaranya karena (didukung) sawit. Tapi malah di negara kita sendiri banyak sekali yang berpandangan buruk terhadap komoditas ini,” buka Jatmiko.  Padahal menurut pria 53 tahun tersebut, mitos yang beredar tentang sawit tersebut terbantahkan dengan fakta-fakta yang ada. “Disadari atau tidak, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, barang-barang yang kita pergunakan hampir dalam seluruh aktivitas kita memiliki unsur sawit di dalamnya. Sawit bukan hanya minyak goreng atau pangan, tapi juga telah berkembang hingga ke bidang energi,” katanya. Salah satu mitos yang terbantahkan dengan fakta yang ada diantaranya terkait isu sawit sebagai penyebab deforestasi Indonesia, sumber penipisan ozon dunia, hingga sawit boros air dan penyebab kekeringan. “Jika kita melihat data, pertumbuhan areal perkebunan sawit itu dari tahun 1985 sampai dengan 2023, porsinya hanya 17% dari total kawasan non hutan Indonesia secara keseluruhan. Kemudian angka Global Forest Watch juga memperlihatkan deforestasi Indonesia periode 2015 - 2022 merupakan yang terkecil di dunia,” terang Jatmiko. “Lalu penelitian PASPI 2016 menunjukkan, dalam 1 hektar yang sama, kebun sawit melepaskan kurang lebih 18 ton oksigen dan menyerap 64 ton karbon dioksida. Sedangkan kemampuan hutan premier sendiri melepas 7 ton O2 dan menyerap sekitar 42 ton CO2. Sehingga fakta-fakta ini jelas bertentangan dengan mitos yang ada,” sebutnya lagi. Untuk sawit yang dikatakan tanaman boros air, dirinya menampik hal tersebut dengan menyajikan informasi volume air yang dikonsumsi komoditas pertanian dalam menghasilkan energi dan perbandingan transpirasinya. “Kebutuhan air dalam satuan yang sama yakni meter kubik per giga joule energi, sawit itu adalah tanaman peringkat kedua yang paling hemat menggunakan air setelah tebu, yaitu rata-rata 75 m3/GJ. Bunga matahari, kedelai, jagung, sampai rapeseed itu semua konsumsi airnya jauh lebih besar. Bahkan Rapeseed yang ditanam di Eropa dan memproduksi minyak kanola itu rata-rata membutuhkan air 184 m3/GJ,” beber Jatmiko. Lebih jauh memang dirinya mengakui, jika membahas budidaya berkelanjutan yang memperhatikan aspek people dan planet, masih terdapat pelaku perkebunan sawit yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah sawit berkelanjutan. “Namun kita juga tidak menutup mata, masih ada pelaku sawit yang belum sustainable dalam menjalankan usahanya. Tidak memperhatikan nilai konservasi tinggi atau berkonflik dengan fauna. Untuk itu ini menjadi pekerjaan rumah kita seluruh pemangku kepentingan agar penerapan budidaya sawit yang lestari melalui kepatuhan atas aturan dan  standar yang ada, dapat diterapkan lebih massive,” ujar Jatmiko. Mitos vs Fakta Sawit bidang kesehatan dan ekonomi Selain isu lingkungan, mitos lain yang sering ditujukan kepada sawit mengandung kolesterol yang berbahaya bagi tubuh. Untuk itu Jatmiko mengungkapkan bahwa sejauh ini tidak ada bukti dari ahli gizi yang menyatakan minyak sawit mengandung kolesterol. Kolesterol hanya dihasilkan oleh hewan dan manusia. “Bahkan saat ini minyak sawit yang diolah menjadi minyak makan merah, itu kandungan provitamin A karotennya 15 kali lipat dibanding wortel, 44 kali lipat dibanding sayuran hijau, dan 300 kali lebih tinggi dari tomat,” tukasnya. Di bidang ekonomi, untuk isu bahwa sawit bersifat ekslusif dan hanya dinikmati segelintir orang, mantan Direktur Utama PTPN V sebelum restrukturisasi ini menyatakan sawit memiliki dampak luar biasa bagi perekenomian Indonesia. Dimana perubahan dalam pengeluaran sektor sawit menghasilkan perubahan yang lebih besar lagi dalam pendapatan nasional secara keseluruhan. “Indeks multiplier output perkebunan sawit itu mencapai 1,71. Indeks multiplier pendapatannya,  1,79, kemudian indeks nilai tambah 1,59 dan indeks tenaga kerja sebesar 2,64. Bandingkan dengan indeks sektor ekonomi nasional lain rata-rata dibawah satu!” imbuh Jatmiko. Indeks dampak multiplier tersebut tercermin dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang terlibat di perkebunan sawit, dari 2,1 juta orang ditahun 2021 meningkat drastis hingga lebih dari 16 juta orang tenaga kerja ditahun 2023. Jumlah yang tinggi tersebut berbanding lurus pula dengan rata-rata pendapatan petani sawit yang jauh lebih besar dibanding rata-rata komoditas pertanian/perkebunan lainnya. Dan terkait sawit rakyat, PalmCo yang pernah terpilih sebagai perusahaan perkebunan dengan pola kemitraan terbaik antara korporasi dengan petani, menaruh konsentrasi tinggi untuk membantu peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas. “Bagi kami PTPN, tumbuh berkembang bersama petani sawit merupakan khittah kami sebagai perusahaan negara,” ucapnya. Dan hal tersebut diwujudkan melalui inisiatif nyata dalam berbagai program sawit rakyat mulai dari peremajaan, penyediaan bibit unggul, hingga program tumpang sari padi di lahan PSR. “Fokus kita untuk mendorong produktivitas petani dilaksanakan melalui berbagai program. Ada peremajaan sawit rakyat berbagai pola seperti single management dan pola offtaker. Perusahaan juga telah mendistribusikan lebih dari 5,6 juta bibit bersertifikat bagi petani. Yang terbaru sudah diluncurkan project penanaman padi gogo intercropping di lahan tanam ulang sawit rakyat,” jelas Jatmiko. Baginya, seluruh upaya itu merupakan hasil kolaborasi banyak pihak demi tujuan besar untuk menjadikan sawit sebagai kebanggaan di negerinya sendiri dan terus menebar banyak manfaat bagi Indonesia. “Pastinya banyak sekali mitos yang harus sama-sama kita cross check kebenarannya. Tapi yang jelas, sawit menjadi anugerah bagi kita semua. Kalau bukan kita, siapa lagi yang menjaga dan mendukung perkebunan sawit Indonesia yang sustainable ini?” tanya Jatmiko retoris. “Dengan partisipasi aktif dan keterlibatan berbagai pihak, kegiatan seperti ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang konstruktif dalam membangun kesadaran dan dukungan terhadap keberlanjutan industri kelapa sawit sebagai aset strategis Indonesia,” tutupnya. Gadjah Mada Agro Expo diselenggarakan bersamaan dengan momen dies natalis UGM. Menyertakan beberapa pembicara dalam talkshownya dan menampilkan berbagai pertunjukan seni hingga pameran nitilaku atau napak tilas dari salah satu fakultas terbaik di Indonesia tersebut.

Berantas Korupsi? Bohong!

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Membaca berita tentang vonis pelaku korupsi membuat geram dan bergumam bahwa telah hancur rasa keadilan di negeri ini. Bagaimana tidak, dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga 300 trilyun dan menguntungkan diri sendiri 420 milyar hanya dihukum penjara 6,5 tahun denda 1 milyar. Tidak perlu berprasangka Hakim kena suap, tetapi vonis seperti ini menggambarkan bahwa  gembar-gembor atau tekad untuk  memberantas korupsi adalah bohong ! Merugikan negara 300 trilyun  dan menguntungkan diri sendiri 420 milysr itu dalam konsepsi pemberantasan korupsi layaknya hukuman mati atau seumur hidup sekurangnya 20 tahun. Ada efek jera bagi pelaku korupsi. Dengan hanya 6,5 tahun penjara justru menciptakan kondisi yang merangsang banyak pihak  untuk korupsi. Berisiko ringan dan jangan tanggung-tanggung jika ingin merampok uang negara.  Adalah Harvey Moeis yang divonis 6,5 tahun oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Eko Aryanto dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang dilakukan IUP PT Timah Tbk bagian perusahaan PT Refined Bangka Tin. Harvey melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 3 UU pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Vonis ringan dan nikmat seperti ini menunjukkan betapa parah penegakan hukum di negeri ini. Fenomena koruptor menjadi ATM aparat, jual beli pasal, bahkan ujungnya negosiasi hukuman nampaknya bukan isapan jempol. Belum lagi pembelian fasilitas di LP oleh napi berduit. Prabowo yang hebat bertekad memberantas korupsi juga membuat lawakan. Bagi koruptor yang sadar akan kesalahannya lalu  mengembalikan uang hasil korupsinya maka akan dimaafkan. Prabowo seperti tidak mengerti hukum bahwa mengembalikan hasil kejahatan itu tidak dapat menghapuskan pidana. Bagaimana Pak Presiden ini.  Belum lagi proyek abolisi dan amnesti bagi 44.000 narapidana di dalamnya ada napi narkotika dan korupsi. Dari sisi HAM mungkin dapat difahami tetapi dari sisi pencegahan dan pemberantasa sangat menjauhkan. Apa yang dibanggakan dalam pemberantasan korupsi jika mampu menangkap 10 koruptor lalu membebaskan 1000 lainnya ? Tidaklah perlu hukum dijadikan alat pencitraan oleh rezim siapapun apalagi di tengah situasi bangsa yang sedang mengalami krisis multi-dimensional khususnya penegakan hukum. Hukum yang tumpul ke atas tajam ke bawah masih sangat dirasakan. Maling batang kayu bisa dihukum lebih berat daripada merampok sambil main kayu. Pemimpin boneka kayu cukup dijewer tetapi pencuri kayu bakar dapat tahunan mendekam di penjara.  Dalam kasus judi online 11 tersangka kelas bawah pegawai Kemenkomdigi sedang menuju ke meja hijau sementara sang mantan Menteri baru diperiksa bahkan status ke depan tidak jelas mungkin bisa bebas. Kita mencoba melupakan bahwa atasan yang membiarkan bawahan berbuat jahat itu sesungguhnya ikut menjadi penjahat. Atasan seperti itu terancam sanksi pidana.  Korupsi selalu dilakukan bersama-sama karenanya sulit dilepaskan dari keterlibatan atasan. Jika banyak Menteri korupsi maka Presiden harus ikut diperiksa. Korupsi itu kejahatan extra ordinary karenanya pemberantasan harus dilakukan dengan  penggunaan tangan besi. Jangan memberi buah tangan kepada koruptor. Jika itu yang terjadi maka semangat untuk memberantas sesungguhnya baru sebatas omon-omon. (*)

Dampak PPN 12 Persen, Bom Waktu dan Bumerang Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Oleh Jon A. Masli | Corporate Advisor & Diaspora USA Gelombang besar  penolakan  kenaikan pajak PPN 12% terus bergulir. Bukan saja dari masyarakat biasa, tapi hampir semua civil society termasuk para eks pejabat pemerintahan, lembaga negara dan cendekiawan serta  para pelaku UMKM. Klimaksnya belum terjadi tapi Risyad Azhari, anak muda - inisiator Petisi tolak PPN12% menggalang petisi yang sudah seratusan ribu orang.  Sementara kita masih segar mendengar janji janji politik melalui pidato pidato lantang Prabowo sewaktu kampanye pilpres, bahwa Prabowo tidak akan menaikkan pajak. Prabowo juga tegas mencanangkan ekonomi Pancasila, kerakyatan dan kekeluargaan. Termasuk pada saat pidato dahsyat pelantikan beliau sebagai presiden, mengatakan akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas segala kepentingan. Bahkan dari bukunya Presiden Prabowo \"Paradoks Indonesia dan solusinya\"; beliau menjanjikan dua pemikiran, yaitu mengatasi kebocoran APBN 30% dan mengentaskan korupsi serta kesenjangan sosial sehingga menghilangkan kemiskinan di Indonesia. Miris Menteri Keuangan Sri Mulyani konon berkata, Kalau tidak suka dengan kebijakan pajak, silahkan pindah keluar negeri. Sementara Vietnam barusan  memberlakukan penurunan PPN dari 10% ke 8% untuk memicu pertumbuhan ekonominya. Rakyat sadar bahwa kenaikan PPN 1% dari 11% ke 12% itu memang berat. Kenaikan 1% itu adalah 1/11x100% atau kira kira 9% efektif. Inilah biang psychologis matematik  DOMINO EFFECT yang akan memicu kenaikan kebanyakkan barang barang industri dan konsumen, walau kata Bu Sri Mulyani PPN 12% itu diberlakukan hanya kepada barang barang mewah. Dan juga berdalih keadilan  bantuan  perlindungan keberpihakan kepada masyrakat bawah dan  UMKM dengan berbagai insentif. Banyak yang menganggap ini hanya pengaburan fakta belaka. Ini debatable karena de fakto di lapangan, harga bawang merah, bawang putih, telur, ayam,ikan dan daging lainnya sudah mulai naik akibat dampak matematika psychologis domino effect tadi yang para pedagang besar ataupun kecil termasuk UMKM terdampak. Tidak dapat dibayangkan nanti bila PPN 12% diberlakukan dibulan Januari 2025. Jelas barang barang akan naik. Consumer Price Index akan naik dan menyulut inflasi. Purchasing power atau daya beli rakyat pun akan terus merosot ditengah kesulitan ekonomi dan deflasi yang lagi berlanjut. PHK dimana mana disusul dengan perusahaan  perusahaan pada tutup. Sulit mencari pekerjaan sekarang ini. Industri manufaktur kita juga lagi kontraksi negatif. Para pengusaha sektor riel bakal banyak yang gulung tikar. Demikian juga ekspor kita kalah dengan kinerja growth rate negara negara tetangga kita. Ujung ujungnya kenaikan PPN 12% akan membuat disrupsi pertumbuhan ekonomi 8% yang presiden Prabowo targetkan. Lalu apa yang harus dilakukan sebagai solusi?  Menurut info dari Kemenkeu, target PPN 12%, adalah menggapai pendapatan Rp 75 triliunan untuk menyehatkan atau menambal defisit APBN 2025 yang memang berat. Untuk bayar hutang yang sudah berkisar di Rp9000 triliunan dengan bunga berjalan saja sudah perlu Rp 800 triliunan. Memang benar piring kotor atau masalah ekonomi yang ditinggalkan rezim Jokowi itu memang masif karena salah kelola pemerintahan Jokowi yang tidak patuh dengan code of conduct, public maupun corporate corporate governance. Pembangunan infrastruktur yang masif tapi non produktif, kualitas dibawah standar dan menghandalkan hutang terus menerus telah membebani pertumbuhan ekonomi. Ironisnya sekarang di pemerintah Prabowo untuk mendongkerak pertumbuhan ekonomi 8% memang  perlu punya APBN yang sehat dan progresif. Tapi sayang sekali menaikkan pajak bukanlah solusi strategi dan momentum yang tepat. Seperti pendapat Pak Luhut Panjaitan yang menyarankan menunda PPN 12% dan perlu adanya kebijakan kebijakan stimulus, bukan hanya bisa menaikkan pajak saja. Apalagi mengingat sektor sektor riil industri kita yang lagi parah dan  belum pulih sampai hari ini. Silahkan cek dengan pak Menko Ekuin Airlangga Hartarto dan menteri menteri ekonomi lainnya seperti Menteri Perindustri Agus Gumiwang Kartasasmita, dan menteri menteri ekonomi lainnya. Mereka  sudah menjabat posisi posisi kunci ini sejak zaman Jokowi dan berlanjut sekarang dipemerintahan Prabowo. Mereka dulu belum optimal membuat terobosan kebijakan kebijakan stimulus yang berarti untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Dalam keadaan begini, mengapa tim ekonomi dengan komando Airlangga dan  terutama  Kemenkeu tidak  mempertimbangkan membuat langkah- langkah solusi alternatif sebagai berikut : 1.      Memastikan kebocoran 30% APBN itu ditekan dan ditutup semaksimalnya! Bukan saja World Bank, Pak Prabowopun sudah mengakui adanya 30 % kebocoran APBN. Mengapatidak berupaya mencegah 1/4 saja atau 25%  saja dari kebocoran 30% APBN 2025 yang dipatok di Rp 3.621 triliun itu dapat dicegah atau ditutup kebocorannya. Kalau betul kebocoran APBN itu 30%x Rp.3621 triliun=Rp 1086 Triliun. Semoga Menkeu mengupayakan langkah menutup kebocoran minimal 25% kebocoran APBN dari yang 30%. Maka menhasilkan  25%x Rp 1.086 triliunan = Rp 271.5 triliun% penghematan APBN pun terjadi. Ini sudah lebih dari cukup untuk menutup potensi target penerimaan PPN 12% yang  Rp 75 triliun tersebut. Why don\'t you consider this approach Mrs.Sri Mulyani?Masakan kita tega melihat 30% kebocoran APBN kita dirampok para koruptor jahanam itu setiap tahun? Dan sekarang Kemenkeu mengambil langkah pintas menaikan PPN 12 yang akan mengguncang ekonomi kita yang lagi sulit ini? 2.      Membuat terobosan kebijakan-kebijakan pajak yang menstimulasikan pertumbuhan industri-industri yang dapat meningkatkan produktivitas konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Sehingga dapat menaikka n pendapatan pajak. Lebih efektif lagi kalau ada terobosan dari Kementerian Perindustrian yang Ahok kritik sektor ini sudah  collapsed tidak berprestasi. Para pemain bidang industripun berharap ada upaya pak Agus Gumiwang Kartasasmita berinovasi merestorasi Kementerian Industri untuk berperan  mengejar ketinggalan manufaktur di Vietnam, Thailand dan Malaysia.   Dengan adanya kebijakan kebijakan yang ber stimulus, niscaya akan meningkatkan ratio pajak dan otomatis juga revenue pendapatan pajak yang  memperkuat pondasi pertumbuhan ekonomi 8%. Netizen juga banyak mengkritik Menteri Keuangan  dengan kesan kurang berinovasi membuat kebijakan kebijakan stimulus yang merangsang pertumbuhan ekonomi. Padahal beliau pernah didaulat menjadi the best finance minister dengan kebijakan Amnesty. Beliau juga terkesan mudah menurutin pembiayaan APBN yang gemuk tapi kurang mengendalikan eksekusi penggunaan anggaran.  Termasukkiat melakukan pengetatan APBN  budget cut dan upaya menutup kebocoran APBN. Sehingga  pertumbuhan ekonomi kita terkesan pasif selama 10 tahun ini yang puas berkisar di 5% an.   Seharusnya Tim Kabinet ekonomi mengakui kelemahan ini dan gaspol memperbaikinya. Banyak pengamat yang menilai mereka hanya berauto pilot menjalankan amanahnya. Fokus mereka bekerja pun pecah karena merangkap jabatan jabatan partai politik yang dibiarkan Jokowi.  Mirisnya Menteri-menteri ekonomi di Kabinet Koalisi Merah Putih Prabowo masih banyak yang dijabat oleh orang orang eks rezim Jokowi. Mereka tidak mengintrospeksi diri bahwa kinerja mereka selama ini tidaklah optimal menurut penilaian para pelaku dan pengamat ekonomi. Tapi tetap saja mau menjabat tanpa ada rasa risih atau malu. Kalau didunia korporasi bila CEO atau CFO atau Board of Directors dan Commissioners tidak berprestasi, biasanya mereka resign atau diganti oleh pemegang saham. Mungkin Pak Prabowo lagi mempertimbangkan langkah reshuffle  dikabinet nya mengingat beliau pernah punya perusahaan sebagai pengusaha.  Sebagai konklusi adalah bijak bila PPN 12% ditunda dulu ketimbang ujung ujungnya berbumerang dan men disrupsi pertumbuhan ekonomi. Dan juga kepercayaan rakyat kepada  presiden  mungkin akan turun drastis seiring dengan naiknya harga barang yang memicu inflasi. (*)

Prabowo - Yusril: Jalan Pintas Menuju Surga Korupsi Indonesia 

Oleh Faisal S Sallatalohy | Pemerhati Kebijakan Publik Pernyataan Prabowo terkait pengampunan kepada koruptor asal mengembalikan kerugian negara, didukung penuh Anak Buahnya, Yuzril Ihza Mahendra.  Yuzril mengatakan, UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Prabowo selaku presiden memberi pengampunan melalui kebijakan amnesti dan abolisi.  Yuzril bahkan menegaskan, prabowo memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi untuk tindak pidana apapun, termasuk tindakan pidana korupsi.  Yuzril menambahkan, kebijakan pengampunan perlu diterapkan dalam upaya penegakan hukum tipikor untuk mempertimbangkan perolehan manfaat dalam rangka perbaikan ekonomi. Bukan hanya menekankan penghukuman kepada para pelaku.  \"Kalau para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat,\"   Sementara itu, Ketua komisi hukum DPR RI yg juga petinggi Partai Gerindra, Habiburokhman, meminta publik tidak menarasikan rencana pengampunan koruptor yg diutrakan Prabowo sebagai sesuatu yg jahat.  Menurutnya, kalau orang melakukan pidana, lalu dia kooperatif mengakui kesalahan, mengembalikan hasil kejahatan, tentu itu akan menjadi hal yg akan meringankan.  Wacana pengampunan koruptor, sekilas memang terdengar positif. Namun digali lebih dalam, wacana ini nyatanya kontraproduktif, melanggar prinsip keadilan, bertentangan dengan aturan hukum nasional, Menciderai perasaan hukum masyarakat, mengkerdilkan upaya penegakan hukum tipikor, termasuk usaha keras masyarakat sipil yg selama ini getol berjuang melawan korupsi.  Berdasarkan pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor dengan tegas menyatakan: pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan pidana.  Artinya, pelaku tetap harus menjalani hukuman meski telah mengembalikan uang yg dirampok. Hal ini sejalan dengan filosofi hukum pidana yg tujuannya bukan hanya memulihkan kerugian, tetapi juga menegakkan keadilan dan memberikan efek jera.  Filosofi hukum pidana ini sejalan dengan teori GONE Jack Bologna yg menyebutkan, korupsi disebabkan empat faktor utama yakni Greedy (Keserakahan), Opportunity (Kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (Pengungkapan).  Ketika keempat faktor ini bertemu, risiko terjadinya korupsi semakin besar. Risiko tersebut semakin memuncak dan makin tidak terkendali, jika proses penegakan hukum lemah serta tidak mampu memberi efek jerah.  Berdasarkan sudut pandamg teori GONE tersebut, maka gagasan pengampunan pidana yg diusulkan Prabowo, justru bertentangan dengan prinsip keadilan, melemahkan proses penegakan hukum, menghilangkan efek jera yg justru berpotensi membuat tindak pidana korupsi makin tak terkendali.  Terkait pendapat Yuzril yg mengatakan, Prabowo sebagai presiden memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi untuk tindak pidana apapun, termasuk tupikor sangat tidak tepat.  Kalimat Yuzril ini terkesan manipulatif, pembohongan publik lantaran tidak sejalan dengan konsep amnesti dan abolisi yg tertuang dalam pasal 14 UUD 1945 dan UU No.11 Tahun 1954. Kedua aturan hukum tersebut, tidak pernah menyebut atau merinci jenis tindak pidana korupsi sebagai kejahatan yg dapat diampuni presiden.  Jelas terlihat, sistem hukum nasional, termasuk UUD 1945, tidak mengatur secara mutlak pengampunan terhadap koruptor.  Artinya, tindak pidana korupsi tidak tepat mendapatkan amnesti dan abolisi lewat kewenangan presiden (nantinya lewat Perpres) karena tidak ada regulasi yg mengaturnya sehingga pelaksanaannya tidak bisa diukur secara konstitusional.  Sebaliknya, amnesti dan abolisi hanya dapat diberikan untuk kepentingan yg jelas dan terukur secara konstitusional. Bukan sebagai alat diskresi politik sepihak yg ditetapkan sesuai selera presiden.  Siapa yg bisa menjamin, tanpa ada rujukan pasti dan terukur secara konstitusional, Prabowo tidak akan menyelewengkan Kebijakan Amnesti dan Abolisi untuk kepentingan politik kekuasaan dengan tujuan selain kepentingan negara ?  Dalam hal ini saya lebih sepakat, jika Prabowo mendorong, mendesak DPR sepakati RUU Perampasan aset bagi para koruptor lalu dipidanakan, dibanding memberi ampunan kepada koruptor dengan syarat mengembalikan kerugian negara.  Pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor lalu dipidana, secara efektif dapat menguatkan efek jerah. Sementara, kebijakan pengampunan justru melemahkan efek jerah dan berpotensi menyuburkan budaya korupsi ke level yg tak terkendali.  Dalam kaitan ini efek jerah sangat penting. Namun menurut Yuzril, efek jera adalah konsep era kolonial yg sudah tidak relevan dengan sistem hukum Indonesia, termasuk dalam pemidanaan kasus korupsi.  Membenarkan pernyataannya, Yuzril mengatakan, sistem Pidana modern tidak lagi banyak bicara efek jera. Yusril membuat klaim, awalnya, pemidanaan kasus korupsi dirancang agar koruptor menyadari perbuatannya. Dalam konteks itulah, kata Yusril seperti halnya Prabowo, pemerintah memberi pengampunan sebagai bentuk rehabilitasi untuk koruptor.  Pendapatan yg irasional. Apakah dengan memberi pengampunan pidana yg praktis melenyapkan efek jerah, Yuzril bisa menjamin pelaku korupsi akan kapok dan tidak mengulangi merampok uang negara ?  Dengan ganjaran pidana yg diatur dalam pasal 4 UU tipikor saja, koruptor tidak ada kapok-kapoknya, masih saja tinggi tingkat korupsi Indonesia, apalagi jika dihilangkan efek jerah ?  Saya sama sekali tidak sepakat dengan klaim Yuzril yg mengatakan efek jerah adalah konsep pidana era kolonial. Tidak relevan lagi di era saat ini.  Pendapat ini menyelisihi teori GONE Jack Bologna, bahwa faktor utama pelaku melakukan korupsi adalah keserakahan. Faktor ini membuat korupsi makin tak terkendali karena upaya penegakan hukum dengan efek jerah yg lemah.  Dengannya, maka efek jerah adalah elemen penting yg sangat relevan, harus dikuatkan dalam sistem pidana modern, termasuk dalam sistem pidana tipikor.  Faktanya, pelaku korupsi dominannya adalah para elit yg terkatgeori orang kaya. Dengan adanya pengampunan yg melemahkan efek jerah, memberi kesempatan bagi para koruptor yg serakah untuk memperkirakan risiko. Misalnya korupsi Rp 5 triliun, yg dikembalikan hanya Rp 1 triliun. Mereka tetap akan untung.  Terlebih lagi menjadi sinyal bagi para koruptor, bahwa tindakan ilegal perampokan uang negara dapat ditoleransi selama ada upaya mengembalikan uang yg dicuri.  Para koruptor akan semakin tidak terkendali merampok uang negara karena tidak adanya ganjaran hukuman serius. Selama korupsi tidak ketahuan, berarti aman. Jika ketahuan, maka tinggal dikembalikan dengan jumlah yg tetap menguntungkan mereka. Selesai urusan.  Dengannya, layak disebut, wacana pengampunan koruptor adalah langkah pragmatis yg jelas menciptakan preseden buruk. Berpotensi menyuburkan budaya korupsi dan menyemai peningkatan penyimpangan perampokan uang negara.  Sangat kontraproduktif. Menciderai keadilan hukum, bertentangan dengan sistem hukum nasional, menciderai perasaan hukum masyarakat.  Kebijakan yg tidak mendidik. Menjungkirbalikan akal sehat. Menjembatani indonesia menuju jalan pintas sebagai negara surga korupsi. Siapapun boleh saja korupsi tanpa takut diganjar hukuman serius. Jika tidak ketahuan, maka aman. Jika ketahuan, kembalikan kerugian negara dengan jumlah yg tetap bisa menguntungkan mereka. Selesai urusan. (*).

Sultan Perjuangkan Daerah Istimewa Banten dan Tolak Keras PIK 2

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Sultan Banten Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja, MBA hadir dalam acara Musyawarah dan Mudzakarah Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) Wilayah Banten, Jakarta dan Jawa Barat di Islamic Center Komplek Kesultanan Surosowan, Banten Lama, Serang tanggal 14 Desember 2024.  Didampingi Imam AHWA Dunia KH Tb Fahul Adhim Chotib, Sultan berjuang bersama Ulama, Cendekiawan Muslim,Tokoh, Ormas, Jawara, dan masyarakat Banten agar Provinsi Banten ditetapkan sebagai Daerah Istimewa. Nara Sumber dan seluruh peserta Musyawarah dan Mudzakarah juga dengan tegas bersepakat untuk menolak PSN PIK 2. Dua pakar Otonomi Daerah Prof. DR. Khasan Effendi, M.Pd dan Prof. DR. Ir. Triyuni Soemartono, MM menjelaskan peluang besar Banten untuk  menjadi Daerah Istimewa seperti Yogyakarta dan Aceh. Ada alasan historis, ekonomi, budaya dan agama yang mendasarinya. Kini 5 Daerah yang telah berstatus Desentralisasi Asymetris yakni Yogya, Jakarta, Papua, Papua Barat, dan Aceh. Banten dapat menyusul.  Pembicara atau nara sumber di samping Sultan Ratu Bagus Wisanggeni dan Imam AHWA KH Tb Fathul Adhim, juga pakar Ekonomi Syari\'ah dari Malaysia DR Dato Abu Ubaidillah, Prof. T. Roesbandi, DR. Ir. Memet Hakim, KH Albani Palimbani, KH Zaki, Mayjen Purn Deddy S Budiman, M Rizal Fadillah, SH, dan lainnya.  Para pembicara sefaham mengenai potensi dan perlunya Banten menjadi Daerah Istimewa dan penolakan atas PIK 2 milik Aguan. Juga indikasi PIK 1 dan PIK 2 terkait dengan program OBOR China yang membahayakan dan menggerus kedaulatan Negara Republik Indonesia. Khusus PIK 2 yang berada di Wilayah Banten telah sangat meresahkan masyarakat. Perampasan tanah dengan berbagai modus untuk memberi keuntungan segelintir orang dan etnis tertentu jelas-jelas melanggar HAM dan Perundang-undangan. Apalagi pembentengan darat dan laut menciptakan Negara dalam Negara. Negara Naga di dalam Negara Garuda.  Taujihat MUI yang meminta agar pemerintah mencabut PSN PIK 2 sangat layak untuk didukung. Suara peserta Musyawarah dan Mudzakarah AHWA Dunia di Serang ini mendukung taujihat MUI Pusat yang tidak lepas dari pandangan dan masukan MUI Propinsi Banten. Musyawirin mengajak masyarakat untuk memahami kemudharatan dan pelanggaran hukum dari PSN PIK 2.  Menolak PIK 2 merupakan sikap keagamaan yang diwajibkan oleh syari\'at. Mereka yang tidak mempersoalkan proyek PIK 2 apalagi mendukung sesungguhnya tidak menghormati Keputusan MUI, Ulama dan Tokoh Banten yang sadar akan bahaya kerusakan lingkungan, pemaksaan, penyembunyian informasi, suap serta  penipuan sistematis. PSN PIK 2 merupakan kejahatan sistematis.  PSN PIK 2 adalah kepalsuan dari program pemerintah, sangat menindas, serta rentan terjadinya konflik etnis, agama, maupun budayaKehadiran Prof. Dr. Suhary (Ketum DPP Bakomubin), KH. Ahmad Rasim (Ketua DPW  Bakomubin Banten), Ir. H. Buyung Ishak  (UI Watch) serta Jawara Banten dan barisan APP TNI Banten di arena Mudzakarah menambah maraknya acara. Kesultanan Banten menjadi sentral dari perlawanan.  Kesultananan Banten bersiap untuk Haul 500 tahun 1525-2025. Dua canangan perjuangan strategis Kesultanan yakni Banten Daerah Istimewa dan Tolak PIK 2 akan terus diperjuangkan oleh Sultan bersama rakyat dan masyarakat Banten. Kesultanan, Ulama, Cendekiawan, Tokoh, Jawara serta Ormas adalah kekuatan dalam membangun dan memajukan Provinsi Banten.  Tidak perlu Banten Merdeka cukup Daerah Istimewa. (*)

PPn 12%, PDIP Mendadak Amnesia Dan Soekarno Gadungan

Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN AMBISI Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) 12% pada 1 Januari 2025 nanti mebuat atmospir politik nasional gaduh dan heboh. Protes dan penolakan masyarakat sipil (civil society) muncul seperti banjir air bah. Ponalakan yang tidak kalah keras dan deras datang dari para politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).   Soal pengenaan PPn 12% ini, PDIP menempatkan diri tampil di barisan paling depan yang menolak. Manuver PDIP kelihatannya seperti yang paling pembela kepentingan rakyat. Rakyat tidak boleh susuh atau menderita akibat berkakunya PPn 12%. Seakan-akan rakyat Indonesia sebentar lagi terancam miskin ekstrim. Rakyat mungkin tidak bisa makan dan minum kalau PPn 12 diberlakukan. Anak-anak Indonesia mungkin bakal terancam tidak bisa sekolah dan melanjutkan ke perguruan tinggi.   Untuk itu, para politisi PDIP ramai-ramai keluar kandang dan menolak pembelakuan PPn 12% Januari 2025 nanti. Tidak kurang Ketua DPR Puan Maharani angkat bicara. Pua Maharani yang juga Ketua DPP PDIP menyatakan setuju pengenaan PNN 12% pada 1 Januari 2025 ditunda. Alasan yang dipakai Puan adalah dapat memicu inflasi dan menekan daya beli masyarakat.  “Dampak menaikkan PPn 12% itu bisa terjadi kepada masyarakat. Terutama ketika produsen dan pelaku usaha menaikkan harga satuan produk yang dijual. Bisa berakibat memicu inflasi naik semakin tinggi. Untuk itu, kemungkinan naiknya inflasi yang harus daintisipasi pemerintah, “himbau Puan seperti dukitip media massa nasional. Tidak hanya Puan Maharani yang keluar bicara menolak. Mantan calon Presiden Ganjar Pranowo juga ikut-ikutan bicara menolak kebijakan kenaikan PPn 12%. Selain itu, ada politisi PDIP lainnya seperti Rieke Diah Pitaloka, Dedi Sitorus dan Adian Naputupulu ikut bersuara menolak rencana menaikkan PPn dari 11% menjadi 12% nanti.  Para poltisi PDIP diduga mendadak terjangkit penyakit lupa ingatan yang serius atau amnesia. Penyakit amnesia itu bisa saja terjadi karena lupa ingatan.Bisas juga hanya sebagian maupun seluruhnya. Amnesia merupakan gangguan yang menyebabkan tidak bisa mengingat fakta, informasi maupun pengelaman yang pernah dialami. Pengidap amnesia itu umumnya masih mengingat identitas diri. Namun sulit untuk mengingat kembali apa saja yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.  Para polisi PDIP menjadi amnesia kalau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) itu digagas dan disulkan oleh Fraksi PDIP di DPR. Komposisi di DPR ketika itu PDIP sebagai partai penguasa (the rulling party). Kader terbaik dan terhebat PDIP Joko Widodo adalah Presiden. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani diduga sebagai simpatisan terbaik PDIP. Kalau ditarik ke belakang, sebenarnya yang paling benarfsu besar dengan pengenaan PPn 12% kepada rakyat ini adalah PDIP. Pihak yang bernafsu untuk peras rakyat itu PDIP. Bukan itu saja, namun PDIP juga diduga bernafsu kuras harta rakyat. Semua rencana besar itu dilakukan PDIP untuk mengantisipasi kader terbaik PDIP yang akan tampil menjadi Presiden pada 2024. Sayangnya, Pak Prabowo Subianto yang menjadi Presiden. Bukan Pak Ganjar Parnowo. Gagasan dan rencana besar PDIP merealisasikan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP ini telah berhasil menempakan PDIP sebagai pelanjut pemikiran Soekarno gadungan. PDIP itu kayaknya Soekarno kawe 3 dan 4. Berbeda banget antara dengan bumi dari gagasan dan pemikiran besar Bang Karno tentang keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pasti tidak terbesit sedikitpun ada keinginan Bung Karno untuk memeras rakyat yang sangat dicintainya. Tragisnya, PDIP punya keinginan mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang RUU HPP) ke DPR. Padahal RUU HPP itu jelas-jelas bentuk lain dari liberalisme, kolonialime dan imperialime model baru yang sangat ditentang dan dibenci oleh Bung Karno selama hidupnya.      Tahun 2021 itu masih ada sisa-sisa Covid-19 yang diberlakkan secara terbatas. Kondisi ekonomi nasional saat itu masih jatuh terjerambab. Ekonomi belum pulih, karena terkena sakit parah. Namun DPIP tega-teganya mendorong RUU HPP ke DPR untuk dibahas dan disahkan DPR menjadi undang-undang. Padahal watak dan karekter dasar dari RUU HPP itu jelas sangat jahat, licik, picik. Pasti bakal memeras kantong rakyat, karena 25% anak Indonesia masih miskin. Sangat jauh dari ciri dan karakter “Partai Wong Cilik”.  PDIP menjadi aktor utama dibalik lahirnya UU Nomor 7 Tahun 2021 tantang HPP. PDIP juga yang paling getol mendorong RUU HPP menjadi undang-undang. PDIP yang mengajak fraksi-fraksi lain untuk menyetujui RUU HPP menjadi undang-undang, kacuali Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sejak awal menyatakan menolak. Ketua Pansus RUU HPP adalah Dolfie Othniel Palit dari Fraksi PDIP. Hebat kan PDIP?  Hari ini, tanpa merasa bersalah sedikitpun para politis PDIP ramia-ramai berteriak minta penundaan pemberlakuan PPn 12% pada 1 Januari 2025 nanti. PDIP juga tidak merasa bersalah kalau telah mempelopori RUU HPP menjadi undang-undang. Tidak berdsedia juga juga minta maaf kepada rakyat seperti PDIP menyatakan bersalah dan minta maaf karena telah mengajukan kader PDIP Joko Widodo menjadi calon Presiden pada tahun 2014 lalu. PDIP sekarang tampil seperti pihak yang paling benar benar dan benar. Melempar limbah dan kotoran dari UU Nomor 7 Tahun 2021 dan pembelakuan PPn 12% kepada pemerintah Presiden Prabowo Sobianto untuk dibersihkan. Seolah-olah Presiden Prabowo dan pemerintahnya adalah yang layak dipersalahkan kalau PPn 12% sampai diberlakukan 1 Januri 2025.  Padahal jejek digital PDIP terkait proses pembuatan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP itu masih ada. Masih sangat lengkap dan sempurna untuk dibaca-baca kembali. Semoga saja ke depan, PDIP tidak menjadi antek-antek liberalisme, imperialisme dan kolonialisme gaya baru yang berkedok “Partai Wong Cilik”. Tidak lagi gampang dan mudah untuk terjangkit penyakit amnesia. Amin amin amin wallaahu alam bishawab.

GEOPOLITIK TIMUR TENGAH, Resonansi Turki Cemaskan Teluk

Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior        \"Zaghareet!\". Teriakan melengking para wanita, disertai pelukan penduduk Kota Homs (Suriah), kepada para pejuang Hayat Tahrir Al-Sham (HTS).      Penduduk begitu antusias.\"Kami tahu, senjata itu tidak diarahkan kepada Kami\". \"Zaghareet\" dalam bahasa \"slank\"  Suriah, kira-kira  bermakna \"kebebasan telah datang\".     Hari itu. Hanya sekitar 163 kilometer lagi, HTS sampai di Ibukota Damaskus. Melewati Aleppo-Damaskus Highway (tol), pejuang dukungan rakyat Suriah ini,  berhasil mengusir rezim \"berdarah\". Bashar Al-Assad.      Telah lahir \"broker\", telah lahir pialang, dan telah datang \"Purnama\" baru bagi rezim, dan rakyat Suriah. Turki yang sejak \"Arab Spring\" (2011), mempersiapkan pemberontakan rakyat Suriah. Tiga belas tahun kemudian terwujud.      Keberhasilan Pasukan HTS pimpinan Ahmed Al-Sharaa,  memperlicin terciptanya poros baru Turki. Kemudian memutus koridor darat Iran ke Lebanon. Sekaligus menancapkan kuku \"proxy\"nya, dari Afrika Utara hingga Kaukasus.     Turki akan mengembalikan kisah sukses Turki Ustmani beberapa abad lalu lewat Suriah. Peran Iran di Suriah, pun  juga \"gradually\" Lebanon, bakal beralih ke tangan Turki.     Saya memperkirakan, Turki di bawah Tayyip Erdogan akan menjadi pemain penting di masa datang. Stabilitas Suriah, atas \"back up\"nya Turki, memunculkan rasa segan pada AS dan Israel. Walau diyakini, masalah Dataran Tinggi Golan (milik Suriah), akan dikesampingkan terlebih dahulu.     Bagi Suriah saat ini, terbentuk Pemerintahan baru dulu. Lalu atas garansi Turki, Pemerintahan Ahmed Al-Sharaa bisa diakui oleh AS dan dunia Internasional. Yang hampir \"fixed\", saya bisa memastikan. Peran Iran di Suriah, telah berakhir. Bahkan, juga perannya di Lebanon.      Sebagai \"pialang\" kekuasaan di Afrika Utara (tetangga Suriah), Turki sebelum ini telah menancapkan pengaruhnya di Libya. Negeri yang sempat bergolak pasca-Arab Spring, perlahan stabil.      Turki berhasil mengamankan pengaruhnya dengan dukungan pengakuan terhadap Pemerintahan baru Libya. Turki yang pragmatis terhadap aliansi NATO, di mana bersama-sama AS-Uni Eropa, Turki menjadi anggotanya. Bagai \"buah simalakama\" bagi AS-Israel.     Bukan hanya sebatas itu. Lewat pengaruhnya di Afghanistan (perbatasan Timur Iran). Rezim Taliban yang dimusuhi AS, telah dirangkul  oleh Turki. AS yang merasakan getirnya mempertahankan rezim dukungannya Presiden Ashraf Ghani, harus \"menyerah\" dan terlempar kalah dari Afghanistan.      Poros baru yang dibentuk Turki terhadap peta geopolitik milik: AS (Afghanistan), Suriah dan Libya (Rusia dan Iran), telah mengubah \"roadmap\" pola \"patron-client\". Rusia dan Iran berada di posisi kalah.     Tidak sampai di situ. Turki juga telah melebarkan peta geopolitiknya lewat cara natural di Kaukasus.      Membantu Azerbaijan (perbatasan Utara Iran) dalam peperangan memperebutkan koridor Nagorno-Karabakh, melawan Armenia. Turki yang mendukung Azerbaijan secara militer dan diplomasi.  Tidak mendapat hambatan, baik oleh AS, maupun Rusia.      Keuntungan bagi Ahmed Al-Sharaa (Pemerintahan baru Suriah), juga Hebatullah Akhundzada (Afghanistan), Mohammed Al-Menfi (Libya) yang merapat kepada Turki.  Menjadi jembatan yang mudah  (berdialog), dengan dunia Barat. Terutama AS.        Kebangkitan Turki, mengisi \"ruang hampa\" Timur Tengah. Dianggap telah memperumit dinamika kekuatan regional. Khususnya terhadap Arab Saudi dan sekutunya di negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC).        Bagi Arab Saudi, keberadaan Iran sebagai pemain kunci di Suriah, Lebanon, dan Yaman, hanya riak. Sektarian Syiah Iran, tidak terlalu mengganggu Arab Saudi dari sisi \"leadership\". Namun Turki dan Arab Saudi sama-sama Sunni.      Wibawa Sunni Turki, pengaruhnya pasti lebih luas dan ekspansif ketimbang Arab Saudi. Bahkan sejarah kepemimpinan Turki,  sangat inklusif dan disegani melalui Turki Ustmani di masa lalu.        Arab Saudi tentu tergetar, dan melihat pengaruh Turki bisa membangkitkan kebebasan di sejumlah negara GCC (Gulf Cooperation Council) yang berbentuk ke-emiran.       Jatuhnya Bashar Al-Assad, memiliki implikasi dan plus-minus bagi: Arab Saudi, GCC, Iran, Lebanon, Rusia, Israel, dan Hezbollah. Terlebih HTS menumbangkan rezim Assad, atas dukungan kuat Turki .       Resonansi Turki yang berwarna, Islam Sunni dan Islamis politik. Akan \"mengipas\" dan memberi pilihan pada rakyat di negara-negara Teluk. Dari sistem yang berlaku sekarang, ke sistem monarki yang lebih demokratis dan dinamis.      Turki, langsung atau tidak. Akan mempengaruhi stagnasi sistem yang ada saat ini. Timur Tengah akan lebih dinamis dengan keberadaan Turki. (*).

Kebiadaban Sebuah Republik

 Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI Ketakutan berjuang dengan segala resikonya, itu yang membuat kedzoliman semakin digdaya. Sikap kritis akan terkikis, perlawanan akan menimbulkan korban. Begitulah cara penguasa dan pengusaha durjana, membentuk mental dan pikiran rakyat, sehingga mewujud keabadian penjajahan. Masih ada sedikit yang memiliki nurani, eling pada moralitas dan bersandar pada nilai-nilai Ketuhanan.   Namun jauh lebih banyak yang berperilaku barbar, primitif dan brutal. Kemanusiaan diinjak-injak, rakyat jelata begitu rendah dan tak berharga. Betapa harta, jabatan dan kekuasaan begitu dihormati dan dimuliakan meski keringat, darah dan nyawa orang-orang tak berdosa menjadi alat tukar untuk meraihnya. Sebuah negara bangsa yang penuh kepalsuan, manipulasi dan kriminalisasi. Kekayaan menjadi cita-cita bersama, namun hanya segelintir yang berhak mendapatkannya. Amanah kepemimpinan telah mewujud alat penjajahan, menindas rakyatnya sendiri. Semakin berkuasa semakin kuat, semakin banyak yang teraniaya dan menderita. Minoritas itu telah menjadi tirani atas mayoritas, tampil seolah-olah terdzolimi menjual identitas suku, ras, agama dan golongan. Padahal yang sedikit itulah faktanya imperium dan kolonialis yang mengelabui republik dengan penguasaan demokrasi dan konstitusi. Tangis, jeritan dan histeria masyarakat marginal terus menjadi lagu pengantar perjuangan hidup. Tergusur, terampas dan tersiksa demi sekedar menjemput kelayakan hidup. Fitnah, penjara dan pembunuhan kerap menjadi menu sehari-hari orang-orang tak berpunya. Tak ada lagi yang mereka punya, tak ada lagi tempat mereka mengadu,  tak ada lagi tempat berlindung. Kemiskinan dan kebodohan telah menjadi penjara dunia paling aman sekaligus paling mengerikan dari serbuan manusia-manusia buas yang berseragam sembari menyandang keagungan sosial. Tak ada lagi pemimpin, aparat dan institusi negara. Sulit sekali mencari pemerintah dan ulama yang sebenarnya. yang mudah ditemui hanya Tuan dan Budak. Hanya ada hamba sahaya penurut dan loyal yang hidup mesra melayani majikan yang kesetanan.  NKRI, Pancasila dan UUD 1945 perlahan dan sayup-sayup merintih menjemput kematiannya. Slogan dan simbol-simbolnya beranjak punah tergantikan oleh berhala kapitalisme dan komunisme yang membonceng materialisme. Masyarakat religuis mulai beradaptasi dengan gaya hidup dan modernisme. Ahlak semakin rusak, perilaku bejat dianggap hebat. Kini, negara bangsa ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah sebuah wadah yang tak ada ruang bagi kemakmuran dan keadilan. Kebenaran tersingkir dan kejahatan telah memimpin. Kebiadaban sebuah republik, begitulah yang pantas melukiskannya. (*).