ALL CATEGORY

Cawapres Produk Putusan Tanpa Etika

Oleh Djony Edward | Wartawan Senior Forum Keadilan Nasib Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang akan dipasangkan dengan calon presiden Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 sudah terang benderang. Statusnya secara legal diakui Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai calon resmi karena MKMK tak berwenang membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua MK Anwar Usman sebelumnya mengabulkan permohonan persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun dengan tambahan frasa pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie berharap, putusan MKMK dapat memberi kepastian atas polemik dugaan pelanggaran etik dalam uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Adapun putusan uji materi tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) ini terbukti terjadi adanya pelanggaran etik. Hal ini mengakibatkan Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK.  \"Mudah-mudahan putusan yang kita bacakan sore hari ini memberi kepastian. Jadi, prinsipnya yang salah, kita katakan salah. Yang benar, kita bilang benar, gitu saja,\" kata Jimly Asshiddiqie dalam konferensi pers di Gedung MK, Selasa (11/7) malam.  Jimly Asshiddiqie berpandangan, jika timbul dinamika politik pascaputusan MKMK itu merupakan soal berbeda. Namun, ia mengatakan, dugaan pelanggaran etik terhadap putusan yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat telah terselesaikan.  \"Yang kita urus ini tentang keputusan yang diambil, karena itu menyangkut soal perilaku etik para hakim. Tentang politiknya siapa yang mau jadi capres, itu soal lain, soal politik,\" kata Jimly. Namun demikian, ia menegaskan bahwa putusan MK yang telah dijatuhkan tidak berubah dengan adanya putusan MKMK. \"Diatur di Konstitusi demikian dan juga di Undang-Undang sebagaimana juga sudah dipraktikkan, bahkan sudah beberapa kali ada putusan MK soal mengikatnya itu, itu sudah menjadi doktrin, putusan mahkamah konstitusi sudah bersifat final dan mengikat,\" ujar Jimly Asshiddiqie. Tanpa Etika Ahli Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana menyatakan dapat memahami, menghormati, tetapi pada saat yang sama menyesalkan putusan MKMK. Salah satunya yakni soal memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK terkait putusan gugatan usia capres cawapres. \"Memahami, karena Majelis Kehormatan punya keterbatasan kewenangan, tetapi menyesalkan karena Profesor Jimly Asshiddiqie melepaskan kesempatan mengukir sejarah membuat putusan monumental (landmark decision) yang menegakkan kembali hukum Indonesia yang seharusnya bermoral dan berkeadilan,\" kata Denny dalam keterangannya, Rabu (8/11). Jika ada orang yang mempunyai kompetensi untuk menghadirkan keadilan konstitusional, maka sosok itu adalah Profesor Jimly Asshiddiqie—tentu bersama-sama dengan Profesor Bintan R. Saragih dan Yang Mulia Doktor Wahiddudin Adams.  Karena itu, Denny bersyukur dan menaruh harapan besar ketika mengetahui Profesor Jimly diberi amanah sebagai Ketua MKMK. Ia menilai kapasitas-intelektual Profesor Jimly jelas mumpuni. Integritas-moralnya nyata tidak terbeli. Sayangnya, kata dia, putusan MKMK masih terjebak hanya menghadirkan keadilan normatif, tetapi gagal melahirkan keadilan substantif.  Sebenarnya hanya dibutuhkan inovasi hukum, dan sedikit bumbu keberanian, untuk menghadirkan solusi yang lebih efektif dan konstruktif. \"Hukum kita sudah sakit parah-sekarat. Menyembuhkannya tidak bisa dengan pengobatan biasa-biasa saja, tetapi perlu operasi besar yang memang meniti di antara jurang kehidupan dan kematian. Saat jantung keadilan tersumbat total lemak kolesterol \"akal bulus dan akal fulus\", maka harus ada tindakan akal sehat yang membelah dada, dan mem-bypass aliran darah, agar kembali lancar normal,\" jelas Denny. Sayangnya, lanjutnya, MKMK masih melakukan tindakan pengobatan biasa, dan membiarkan penyakit kanker hukum yang koruptif, kolutif, dan nepotis, tetap hidup dan tumbuh subur-menjalar, merusak sendi-nadi Pemilihan Presiden 2024 kita. MKMK memilih menjatuhkan sanksi pemberhentian jabatan sebagai Ketua MK, padahal seharusnya pemecatan sebagai negarawan hakim konstitusi. Ia menambahkan arena alasan menghindari banding, MKMK memilih hanya memberhentikan Anwar Usman dari posisi sebagai Ketua MK. Padahal aturannya dengan jelas-tegas mengatakan, pelanggaran etika berat sanksinya hanyalah pemberhentian dengan tidak hormat.  Lagipula ada konsep hukum acara, uitvoerbaar bij voorraad, putusan bisa tetap dijalankan lebih dulu meskipun ada upaya hukum banding. Putusan MKMK yang demikian adalah setengah jalan, separuhnya lagi tergantung kesadaran Anwar Usman. Setelah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat, yaitu melanggar Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, masih adakah sisa harga diri dan rasa malunya untuk bertahan.  \"Akan lebih pas jika Anwar Usman tahu diri dan mundur sebagai hakim konstitusi. Meskipun, terus terang saya tidak yakin, tindakan yang terhormat demikian akan dilakukan,\" katanya. MKMK tidak tegas mendorong Mahkamah Konstitusi Secara Cepat Memeriksa Kembali Syarat Umur Capres-Cawapres Ia menjelaskan, dengan berlindung pada asas final and binding, MKMK membiarkan Putusan 90 yang dinyatakan lahir dari berbagai pelanggaran etika hakim konstitusi Anwar Usman tetap berlaku dan tidak mempengaruhi proses pendaftaran Pilpres 2024.  Sambil secara tidak tegas, MKMK mengisyaratkan akan ada putusan atas permohonan baru terkait syarat umur capres-cawapres yang akan disidangkan lagi oleh Mahkamah Konstitusi. \"Padahal, setiap asas hukum bukan kitab suci yang harus diberhalakan, apalagi dipertuhankan. Hukum selalu membuka ruang pengecualian, \"exceptio probat regulam in casibus non exceptis\", the exception confirms the rule in cases not excepted. There is an exception to every rule. Selalu ada pengecualian atas setiap prinsip hukum,\" jelasnya. Maka, jikapun tidak bisa menyatakan Putusan 90 tidak sah, paling tidak MKMK menyatakan dengan tegas dalam amarnya, agar Mahkamah Konstitusi memeriksa kembali perkara 90 dengan komposisi hakim yang berbeda, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sebelum berakhir masa penetapan paslon Pilpres 2024 oleh KPU.  \"Hal itu penting, justru untuk membuat pencawapresan Gibran Rakabuming Raka tidak terus dipersoalkan karena hadir dari hasil putusan MK yang telah dinyatakan melanggar etika,\" katanya. Menyatakan pertandingan Pilpres 2024 sudah dimulai dan aturan syarat tidak boleh lagi diubah, adalah tidak fair. Karena Putusan 90 sengaja dilakukan jauh terlambat, menjelang masa pendaftaran paslon. Maka, hanya menjadi fair, jika politisasi kelambatan waktu putusan 90 itu diseimbangkan dengan percepatan Putusan 90 tanpa hakim Anwar Usman yang melanggar etika. \"Saya dan (pakar hukum) Zainal Arifin Mochtar sudah memasukkan uji formil atas Putusan 90, jika saja ada niat, maka tidak sulit untuk MK memeriksa cepat formalitas uji syarat umur capres- cawapres, dan memutuskan sebelum batas penetapan paslon capres-cawapres oleh KPU di tanggal 13 November 2023.\" \"Hanya dengan demikian maka legitimasi konstitusional dan soal keabsahan pencawapresan Gibran Rakabuming Raka bisa dituntaskan,\" sambungnya. Denny menyatakan, membiarkan Putusan 90 tetap berlaku, tanpa membuka ruang pemeriksaan kembali yang cepat, padahal ada Putusan MKMK yang mengatakan putusan itu dilahirkan dengan pelanggaran etika Anwar Usman, akan menyebabkan legitimasi pencawapresan Gibran akan terus-menerus dipersoalkan, bahkan membuka ruang impeachment, jikapun terpilih pada Pilpres 2024 yang akan datang. Karena, putusan hukum yang hadir dengan pelanggaran etika, seharusnya batal moralitas hukumnya. \"Leges sine moribus vanae\", laws without morals (are in) vain. Laws without morality are meaningless. Tegasnya, hukum tanpa moralitas, tidak ada artinya, dan karenanya batal demi hukum. \"Jadi, Putusan MKMK belum tuntas menyelesaikan masalah. Masih menimbulkan komplikasi, akibat operasi dan solusi hukum yang setengah hati,\" tegas Denny. Sebagai satu-satunya pelapor yang mengajukan laporan jauh sebelum Putusan 90 dibacakan, dan Teradu dalam dugaan pelanggaran etika advokat yang dilaporkan oleh sembilan hakim konstitusi—yang kesembilannya kemarin dijatuhkan sanksi etika oleh MKMK, Denny mengaku akan terus bersuara kritis atas pemanfaatan hukum oleh tangan-tangan kuasa dinasti yang terus cawe-cawe dalam Pilpres 2024.  \"Karena, jika sedari awal proses pencalonan tidak dipastikan berjalan dengan benar, maka saya sangat tidak yakin proses selanjutnya dan hasil Pilpres 2024 juga akan berjalan dengan jujur dan adil,\" katanya. \"Karena itu, setelah putusan MKMK ini, setelah bersama-sama Zainal Arifin Mochtar, mengajukan uji formil Putusan 90 ke MK, saya mempertimbangkan untuk menggugat pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif, ini ke sengketa proses di Badan Pengawas Pemilu RI,\" tutup dia. Mengecewakan Sementara Ketua Relawan Mahfud Md (Relawan MMD), Mohammad Supriyadi mengaku kecewa atas keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang hanya memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Menurutnya, Anwar Usman disanksi dengan pemberhentian tidak hormat (PDTH). \"Sanksi pemberhentian Anwar Usman hanya sebagai ketua MK rasanya mencederai kepuasan publik. Anwar terbukti melakukan pelanggaran etik berat sehingga mestinya disanksi dengan pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) sebagai hakim MK,\" terang Supriyadi dalam keterangan tertulis, Rabu (8/11). Supriyadi menilai pelanggaran etik berat tidak bisa hanya diganjar sanksi administratif, tetapi mesti mengedepankan prinsip etik. Sebab menurutnya, etik itu melekat pada karakter, mental, dan moral hakim. Karena itu, Supriyadi mengatakan jika ada pelanggaran etik berat sebagaimana diatur dalam Peraturan PMK Pasal 41, sudah seharusnya dipecat tidak hormat sebagai hakim. \"Problem etik memang harusnya berdiri di atas prosedur hukum. Ada nurani berjuta orang di Republik ini yang melihat bahwa ada kesemrawutan moral putusan yang dilakukan oleh Anwar Usman dan mencederai moral bangsa. Tentu ini pelanggaran berat yang tak bisa ditolerir,\" terang Supriyadi. \"Anwar Usman terbukti melanggar etik berat buntut keputusannya tentang putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres. Putusan itu lalu meloloskan keponakannya sebagai cawapres. Selain cacat etik, putusan itu juga sarat nepotisme, dosa demokrasi yang tak terampuni,\" lanjutnya. Supriyadi menyatakan putusan tentang batas usia capres-cawapres terlihat menunjukkan adanya kepentingan. Banyak orang lalu menyebut Mahkamah Konstitusi sebagai Mahkamah Keluarga. Marwah lembaga sebagai pilar konstitusi tampak buruk buntut putusan Anwar Usman itu. \"Publik menilai ada kepentingan elektoral di balik diloloskannya cawapres Prabowo. Sebagian lain menyebut ada kuasa kuat oligarki yang \'cawe-cawe\' dalam rangka meloloskannnya. Tentu semua persepsi itu buruk terhadap reputasi dan marwah MK sebagai gawang utama konstitusi,\" kata Supriyadi. \"Publik marah dan kecewa karena memang ini menyangkut keberlangsungan bangsa yang potensial dipimpin oleh orang yang sejak awal dipilih secara tidak jujur melalui keputusan sepihak yang cacat secara etik. Itu problemnya,\" lanjutnya. Menurut Supriyadi, publik Indonesia kini cerdas menilai putusan MK soal batas usia capres-cawapres itu cacat secara etik. Masyarakat akan melihat itu sebagai usaha elektoral yang tak sehat, tak jujur, dan tak etik. \"Hari ini publik melihat putusan MK itu bukan lagi pada prosedur hukum, tetapi berpindah pada prinsip etik. Mereka bukan lagi menguji legal atau tidak, tetapi legitimate atau tidak,\" jelasnya. Bagi Supriyadi, meski banyak orang kecewa atas sanksi MKMK kepada Anwar Usman, tetapi hal ini berpengaruh pada penurunan elektabilitas Prabowo-Gibran. \"Orang akan mengingat bahwa dia lolos sebagai cawapres melalui prosedur yang cacat secara etik,\" pungkasnya.  

MKMK Putuskan Anwar Usman Hakim Tanpa Palu

Oleh Djonny Edward | Wartawan Senior Forum Keadilan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan memberhentikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman karena dianggap melakukan pelanggaran etika konstitusi. Anwar didakwa melanggar prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi dan prinsip kepantasan dan kesopanan.   “Karena itu MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi,” tegas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dengan didampingi Anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih, dalam Pengucapan Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK pada Selasa (7/11). Dalam amar putusan tersebut, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK dalam waktu 2x24 jam sejak putusan itu selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  Kemudian, Anwar Usman tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir. Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan. Dalam Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 tersebut, Anggota MKMK Bintan R. Saragih memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Bintan menyatakan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi. Sebab dalam pandangan akademisi yang telah menjadi dosen sejak 1971 ini, Anwar telah terbukti melakukan pelanggaran berat. Hanya pemberhentian tidak dengan hormat yang seharusnya dijatuhkan terhadap pelanggaran berat. “Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu “pemberhentian tidak dengan hormat” kepada Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi, in casu Anwar Usman, karena Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi terhadap “pelanggaran berat” hanya “pemberhentian tidak dengan hormat” dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi,” kata Bintan R. Saragih. Sebelumnya, MKMK telah menerima 21 laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Atas laporan tersebut, MKMK menggelar sidang pemeriksaan. Hingga akhirnya lahirlah putusan.  Ketua MKMK membagi 21 laporan tersebut dalam empat klasifikasi putusan, yakni pertama, Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi atas Terlapor Ketua MK Anwar Usman yang dilaporkan oleh Denny Indrayana dkk. Kedua, Putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023 terhadap Terlapor Wakil Ketua MK Saldi Isra yang dilaporkan oleh Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), dkk. Ketiga, Putusan MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023 terhadap Terlapor Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang dilaporkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Cipta Karya Keadilan, dkk.  Keempat, Putusan MKMK Nomor 05/MKMK/L/11/2023 terhadap Terlapor Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah (Para Hakim Konstitusi) yang dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dkk. RPH Bocor MKMK juga menjatuhkan putusan terhadap Terlapor Wakil Ketua MK Saldi Isra. Dalam Putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023, MKMK menyatakan Saldi Isra tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion).  Saldi bersama para hakim lainnya terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang menyangkut kebocoran informasi Rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan pembiaran praktik benturan kepentingan para Hakim Konstitusi dalam penanganan perkara. “Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor dan Hakim Konstitusi lainnya,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Pertimbangan MKMK yang dibacakan Wahiduddin Adams menyatakan, dissenting opinion dari Saldi Isra tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Namun terhadap masalah kebocoran informasi rahasia RPH dan kebiasaan praktik benturan kepentingan dalam penanganan perkara di MK, Saldi secara bersama-sama terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam RPH yang bersifat tertutup, sehingga melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, Penerapan angka 9. Sementara amar Putusan MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023 menyatakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion). “Hakim Terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan amar putusan. Jimly dalam amar putusan juga menyatakan Arief secara bersama-sama dengan para hakim lainnya terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang menyangkut kebocoran informasi rahasia RPH dan pembiaran praktik benturan kepentingan para Hakim Konstitusi dalam penanganan perkara dan menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor dan Hakim Konstitusi lainnya. Bintan R. Saragih membacakan pertimbangan MKMK mengatakan, ceramah yang disampaikan Arief Hidayat dalam Konferensi Hukum Nasional pada Rabu, 25 Oktober 2023 dan di beberapa media merupakan sebuah upaya untuk turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.  Meskipun materi muatan dalam ceramah Arief menunjukkan sisi keprihatinannya pada situasi perkembangan dan penegakan hukum di negara Indonesia, sikap dan perilaku Arief dengan menggunakan “baju hitam” merupakan suatu perilaku dan citra yang tidak pantas. Semestinya Arief sebelum menyampaikan ceramah maupun sebagai narasumber harus membangun persepsi publik terhadap Mahkamah agar tidak makin terpuruk. Sebab, sikap dan ujaran demikian dapat saja berpotensi mengikis tingkat kepercayaan publik terhadap institusi MK secara kelembagaan. Benturan Kepentingan Sementara Putusan MKMK Nomor 05/MKMK/L/11/2023 dengan Terlapor enam Hakim Konstitusi, yaitu Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah (Para Hakim Konstitusi).  Dalam amar putusan, MKMK menyatakan Para Hakim Terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Indonesia Berduka: Majelis Kehormatan MK Menjadi Penjaga Kehormatan Anwar Usman

Oleh: Anthony Budiawan | Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MAJELIS Kehormatan Mahkamah Konstitusi (Majelis Kehormatan MK) menyatakan Anwar Usman, hakim konstitusi terlapor dugaan pelanggaran kode etik, terbukti bersalah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama. Dengan hanya menyebut “melanggar kode etik Sapta Karsa Hutama”, Majelis Kehormatan MK terkesan mendegradasi kesalahan Anwar Usman dari pelanggaran berat menjadi “tidak berat”. Karena Sapta Karsa Hutama hanya dokumen berisi deklarasi yang mengatur butir-butir kode etik dan perilaku hakim konstitusi, dimuat di dalam lampiran Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PMK/2006. Peraturan ini sendiri tidak mengatur sanksi atas pelanggaran kode etik dimaksud. Seharusnya, Majelis Kehormatan MK menyatakan secara jelas dan spesifik, Anwar Usman melanggar pasal apa, di peraturan yang mana, atau undang-undang yang mana. Tanpa menyebut itu semua, masyarakat tidak bisa mengukur bobot dari pelanggaran berat Anwar Usman, dan sanksi yang pantas diberikan kepadanya. Upaya mendegradasi atau meringankan pelanggaran berat Anwar Usman ini juga terlihat dari pengenaan sanksi kepadanya. Anwar Usman hanya dikenakan sanksi “diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi”. Tetapi tidak diberhentikan sebagai hakim konstitusi. Pemberian sanksi “ringan” ini melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No 1/2023, pasal 47 butir b, yang menyatakan secara eksplisit bahwa hakim konstitusi yang terbukti melakukan pelanggaran berat wajib “diberhentikan dengan tidak hormat”. Pasal 47 PMK 1/2023: “Dalam hal Hakim Terlapor atau Hakim Terduga, menurut Majelis Kehormatan, terbukti melakukan pelanggaran berat, Majelis Kehormatan menyatakan: a. Hakim Terlapor Terbukti melakukan pelanggaran berat; b. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Selain itu, sanksi yang diberikan Majelis Kehormatan kepada Anwar Usman juga melanggar Pasal 23 ayat (1) huruf h UU No 7/2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang berbunyi: “Hakim konstitusi diberhentikan tidak dengan hormat apabila, melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi.” Anggota Majelis Kehormatan, Bintan Saragih, juga berpendapat sama. Bintan Saragih menyampaikan dissenting opinion atas pemberian sanksi yang tidak sesuai peraturan dan undang-undang. Bintan Saragih: Sanksi terhadap “pelanggaran berat” hanya “pemberhentian tidak dengan hormat”, dan tidak ada sanksi lain, sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Jimly Asshiddiqie dan Wahiduddin Adams, dua anggota Majelis Kehormatan  MK lainnya, yang masing-masing merangkap sebagai Ketua dan Sekretaris Majelis Kehormatan, tentu saja mengerti sepenuhnya. Jimmy Asshiddiqie memberi dua alasan pembenaran atas pemberian sanksi yang melanggar peraturan dan UU tersebut. Pertama, Jimly Asshiddiqie berpendapat, pemberian sanksi harus mempertimbangkan ukuran proporsionalitas, seperti pada kasus pidana. Jimly Asshiddiqie memberi perbandingan, pada kasus pidana, majelis hakim wajib memperhatikan alasan-alasan yang dapat dipergunakan untuk meringankan atau justru memperberat sanksi yang akan dijatuhkan. Alasan yang dikemukakan Jimly Asshiddiqie tidak tepat dan tidak relevan untuk kasus pelanggaran berat kode etik hakim. Karena, “jumlah” sanksi pada kasus pidana tidak diatur di dalam UU. Yang diatur hanya batas sanksi “maksimum”, sehingga majelis hakim mempunyai hak subyektif dalam menjatuhkan sanksi hukuman kepada terpidana, sepanjang tidak bertentangan dengan UU. Sepanjang sanksi tidak lebih dari batas “maksimum” setinggi-tingginya, maka putusan majelis hakim tidak melanggar UU.  Tetapi, sanksi pelanggaran berat hakim konstitusi hanya satu, seperti diatur sangat jelas di dalam PMK dan UU. Yaitu, pemberhentian tidak dengan hormat. Kalau memang mau mempertimbangkan hal yang meringankan, seharusnya dilakukan sewaktu menentukan bobot pelanggaran, apakah Anwar Usman melakukan pelanggaran berat atau tidak. “Vonis” bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat harus dimaknai sudah melalui semua pertimbangan, dan tidak ada hal yang bisa meringankan lagi. Alasan kedua, Jimly Asshiddiqie mengatakan, hakim konstitusi yang “diberhentikan tidak dengan hormat” dapat mengajukan banding, sehingga sanksi tersebut bisa membuat penyelesaian perkara menjadi berlarut-larut dan tidak pasti. Terutama mengingat agenda pilpres sudah sangat dekat. Alasan kedua ini juga tidak masuk akal. Sanksi kepada Anwar Usman tidak pengaruh pada agenda dan jadwal pilpres, karena Majelis Kehormatan tidak mengubah putusan MK No 90 terkait syarat batas usia calon wakil presiden. Sehingga, upaya banding Anwar Usman, seandainya ada, tidak mempunyai dampak sama sekali terhadap agenda pilpres. Sebaliknya, sanksi Majelis Kehormatan yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku akan memberi dampak sangat negatif. Sanksi ini membuat reputasi MK terpuruk, dan kepercayaan masyarakat hilang. Hakim konstitusi yang melakukan pelanggaran berat dianggap masih layak menjadi hakim konstitusi. Ini contoh (yuris prudensi) yang sangat buruk. Bagaimana masyarakat bisa percaya MK? Dengan masih menjabat hakim konstitusi, Anwar Usman masih menyandang “yang mulia, yang terhormat”, padahal tidak. Karena seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat. Oleh karena itu, tidak salah kalau masyarakat beranggapan, sanksi yang diberikan Majelis Kehormatan MK kepada Anwar Usman, yang hanya memberhentikannya dari jabatan Ketua MK, sejatinya untuk mempertahankan dan menyelamatkan kehormatan Anwar Usman. Dengan cara melanggar undang-undang. —- 000 —-

Dinasti Politik Mengancam Demokrasi

DINASTI politik dan politik dinasti adalah dua hal yang berbeda. Dinasti politik adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya beberapa orang. Politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu (contohnya keluarga elite) yang bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.  Dinasti politik merupakan musuh demokrasi karena dalam demokrasi, rakyatlah yang memilih para pemimpinnya. Marcus Mietzner dalam paper yang berjudul Indonesia’s 2009 Elections: Populisme, Dynasties and the Consolidation of the Party System, menilai bahwa kecenderungan politik dinasti cukup menguat dalam politik kontemporer Indonesia.  Praktik politik dinasti menurutnya tidak sehat bagi demokrasi, antara lain karena kontrol terhadap pemerintah yang diperlukan dalam demokrasi, misalnya checks and balances, menjadi lemah.  Dinasti politik dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarkhi politik.  Dalam konteks Indonesia, kelompok elit adalah kelompok yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Sehingga mereka relatif mudah menjangkau kekuasaan atau bertarung memperebutkan kekuasaan. Menguatnya jaringan politik yang dibangun oleh dinasti politik berdasarkan kedekatan politik keluarga menyebabkan tertutupnya rekrutmen politik bagi orang-orang di luar dinasti. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Turner bahwa suatu jaringan mempunyai pengaruh penting terhadap dinamika transisi kekuasaan politik yang bisa berdampak terhadap tertutupnya rekrutmen politik. Politik oligarki harus dihindari, karena bisa mengancam demokrasi Indonesia. Partai yang seharusnya mampu mengakomodir suara rakyat, bisa saja pada akhirnya hanya digunakan oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu. ©

Mahasiswa UNUSIA Menggugat Syarat Batas Usia Capres-Cawapres

Jakarta, FNN - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Brahma Aryana menggugat Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu yang telah dimaknai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).Pemohon dalam petitumnya meminta frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” pada pasal digugat diubah menjadi “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.“Sehingga bunyi selengkapnya “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi,” kata Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum Brahma Aryana, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK RI, Jakarta, Rabu.Viktor menjelaskan, alasan pemohon mengajukan gugatan uji materi itu adalah karena melihat komposisi hakim konstitusi yang mengabulkan permohonan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Menurut pemohon, komposisi hakim yang mengabulkan permohonan itu tidak bulat.Diketahui, terdapat lima hakim konstitusi yang sepakat untuk mengabulkan permohonan. Di antara lima hakim konstitusi itu, ada tiga hakim yang setuju bahwa anggota legislatif dan kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang berusia di bawah 40 tahun dapat mendaftar sebagai capres/cawapres.Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya sepakat bahwa hanya kepala daerah pada tingkat provinsi yang berumur di bawah 40 tahun diperbolehkan mendaftar kontestasi pilpres. Dua hakim tersebut adalah Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.Atas dasar pertimbangan tersebut, pemohon meyakini bahwa hanya pengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi, dalam hal ini gubernur, yang bulat disepakati oleh kelima hakim.“Artinya apabila diakumulasikan pilihan dari lima hakim konstitusi yang setuju permohonan 90/PUU-XXI/2023 dikabulkan, hanyalah pada syarat ‘berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi sebagai gubernur’. Karena terhadap syarat tersebut, tiga hakim konstitusi (Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan M.P. Sitompul), tidak menolaknya,” kata Viktor.Selain itu, Viktor juga mengatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang telah dimaknai dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat mempertaruhkan nasib Indonesia sebagai negara luas dengan penduduk yang banyak. Pemohon menilai, capres dan cawapres seharusnya memiliki pengalaman, kemapanan, dan kedewasaan memimpin.“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Viktor membacakan petitum.Sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 itu dipimpin oleh hakim konstitusi Suhartoyo, didampingi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. Dari sidang hari ini, pemohon diminta memperbaiki permohonannya.(sof/ANTARA)

KPK Bantarkan Syahrul Yasin Limpo ke Rumah Sakit

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantarkan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto pada Selasa malam (7/11).  \"Setelah kami cek, benar, dirawat atas rujukan dokter Rutan KPK,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.  Ali menerangkan bahwa Syahrul Yasin Limpo awalnya dibawa ke rumah sakit untuk berobat pada Selasa siang dan dibantarkan pada Selasa malam.  \"Kemarin (7/11) siang berobat ke RS dan malamnya dibantarkan,\" kata Ali. Meski demikian Ali belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai masalah kesehatan SYL yang membuat mantan menteri pertanian itu harus dirawat di rumah sakit.  KPK pada Jumat, 13 Oktober 2023, resmi menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.  Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019 sampai 2024.  Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.  Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.  SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan Muhammad Hatta (MH) untuk melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.  Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.  Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I.  Dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS.  Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan-nya dengan menggunakan pecahan mata uang asing.  KPK mengatakan bahwa uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.  SYL, KS, dan MH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan (Rutan) KPK untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.  Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(sof/ANTARA)

KY Menandatangani MoU Dengan KPU Mendukung Kelancaran Pemilu

Jakarta, FNN - Komisi Yudisial (KY) menandatangani nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bersama-sama mendukung penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) yang baik dengan menjaga dan menegakkan integritas hakim.  Ketua KY Amzulian Rifai mengatakan bahwa penandatanganan nota kesepahaman ini penting karena sebagai lembaga negara, KY harus turut dalam menyukseskan pemilu.  \"Melalui nota kesepahaman ini, KY juga ingin bekerja sama dengan KPU untuk memberikan pendidikan bagi para hakim, terutama di tengah aturan pemilu yang berkembang dinamis,\" kata Amzulian dalam sambutan saat penandatanganan nota di Kantor KY, Jakarta, Kamis.  Setiap tahun, kata dia, 600 hakim diberi pelatihan di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan negara, seperti di bidang pajak, tipikor, dan pemilu.  \"Ke depan, KY bisa memberikan pelatihan seputar kepemiluan. Hakim akan sulit mengadili bila tidak paham aspek-aspek yang spesifik terkait dengan pemilu,\" kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya itu.  Nota kesepahaman yang berlaku 5 tahun ini mengatur enam ruang lingkup, yakni: pertama, pertukaran informasi; kedua, koordinasi penyelesaian permohonan pemantauan dan pengaduan perkara pemilu; ketiga, peningkatan kapasitas hakim terkait dengan penyelenggaraan pemilu; keempat, sosialisasi pemilu; kelima, pemanfaatan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; keenam, pemanfaatan sarana dan prasarana.  Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy\'ari menekankan bahwa nota kesepahaman ini penting agar KY dan KPU dapat bertukar informasi dan data dengan lebih mudah.  Diungkapkan pula bahwa berbagai permasalahan yang sedang dihadapi KPU, mulai pelaporan ke Bawaslu, gugatan di PTUN, hingga sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk gugatan Partai Prima kepada KPU yang dinilai salah sasaran.  \"Apakah mungkin KY memberikan semacam pendekatan preventif kepada para hakim? Misalnya, seharusnya keputusan KPU merupakan keputusan tata usaha negara (TUN) sehingga pengujiannya di peradilan TUN. Apabila diputus di luar kewenangan, tentu akan menjadi problem,\" ungkapnya.(sof/ANTARA)

Anwar Usman Merasa Difitnah, Arsjad: Biar Rakyat yang Menilai

Jakarta, FNN - Ketua TPN Ganjar-Mahfud Arsjad Rasjid mempersilakan rakyat menilai sendiri pernyataan mantan Ketua MK Anwar Usman yang merasa difitnah secara keji terkait dengan penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).\"Rakyat Indonesia sudah menyaksikan, sudah melihat dan sudah ada yang namanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sudah jelas sekali. Jadi, biarlah rakyat yang menilai tersebut,\" ujar Arsjad usai bertemu dengan ketua umum partai politik pengusung Ganjar-Mahfud di Gedung High End, Jakarta, Rabu.Arsjad mengatakan bahwa semua orang memiliki hak asasi manusia (HAM) untuk mengutarakan pendapatnya.Untuk itu, Arsjad tak mempersoalkan apabila Anwar merasa dirinya difitnah.\"Setiap manusia itu mempunyai hak asasi manusia. Itu adalah keputusan Pak Anwar,\" tegasnya.Menurut Arsjad, masyarakat Indonesia tak dapat dibohongi dengan adanya intervensi Anwar dalam memutuskan batas usia capres/cawapres. Namun, dia melihat hal itu sebagai bagian dari proses demokrasi.\"Hak harus ada, tetapi rakyat mengerti, rakyat melihat, dan rakyat mendengar,\" jelas Arsjad.Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman merasa difitnah secara keji terkait dengan penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat usia minimal capres dan cawapres.\"Fitnah yang dialamatkan kepada saya terkait dengan penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah fitnah yang amat keji,\" kata Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK RI, Jakarta, Rabu.Dikatakan oleh Anwar bahwa fitnah yang dilayangkan kepada dirinya tidak berdasar hukum.Ia mengaku tidak akan mengorbankan diri, martabat, dan kehormatannya di ujung masa pengabdiannya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu.Menurut Anwar, pengambilan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dilakukan secara kolektif kolegial oleh sembilan hakim konstitusi.Di sisi lain, Anwar menyadari bahwa perkara batas usia capres/cawapres tersebut sangat kuat muatan politik.Namun, sebagai hakim konstitusi yang berasal dari hakim karier, Anwar menyebut dirinya tetap patuh terhadap asas-asas dan ketentuan hukum yang berlaku karena tidak ingin membohongi hati nurani.Majelis Kehormatan MK menyimpulkan bahwa Anwar Usman terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal dan terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam pengambilan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.Oleh sebab itu, Anwar dinyatakan melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Anwar dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua MK.\"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,\" kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11).(sof/ANTARA)

Hasto Menunggu Pengembalian KTA Bobby Hingga Kamis Besok

Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku masih menunggu Bobby Nasution untuk mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) partai hingga batas waktu yang diberikan yakni, Kamis (9/11) besok.Pasalnya, pada Senin (6/11), Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan Komarudin Watubun memberikan waktu dua sampai tiga hari kepada Bobby Nasution untuk KTA partai berlambang banteng bermoncong putih itu.\"Ya, semua melalui proses klarifikasi, karena kami bukan partai tirani. Kami Partai Demokrasi Indonesia yang memegang kultur demokrasi, sehingga melalui klarifikasi Pak Komarudin sudah melakukan itu dan kami tunggu dari batas waktu yang ada,\" ujar Hasto di Gedung High End, Jakarta, Rabu.Menurut dia, ketika kader PDIP mendukung pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden lainnya, maka mereka harus mengundurkan diri. Adapun PDIP bersama Hanura, Perindo, dan PPP telah mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud Md.di Pilpres 2024.Pria asal Yogyakarta itu juga masih belum bisa memastikan apakah Bobby sudah mengembalikan KTA PDIP pada hari ini. Sebab, dirinya tengah melakukan rapat bersama TPN Ganjar-Mahfud.\"Ini seharian kami rapat di TKN, di Tim Pemenangan Nasional, sehingga kami akan melakukan pengecekan kepada Pak Komarudin Watubun,\" jelasnya.Sebelumnya, Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan Komarudin Watubun memberikan waktu dua sampai tiga hari kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution untuk mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) partainya.\"Kami kasih tadi dua tiga hari ini, nanti dia (Bobby) akan sampaikan,\" ujar Komar, sapaan akrabnya usai bertemu Bobby di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (6/11).Menurutnya, Bobby harus mengembalikan KTA PDIP bila memilih bergabung untuk mendukung pasangan bakal calon presiden Gibran Rakabuming Raka. Kendati demikian, Bobby juga masih ingin menjadi kader PDIP.Untuk itu, ia meminta menantu Presiden Jokowi itu segera memutuskan pilihannya. Sebab, partai berlambang banteng moncong putih itu tidak bermain \"dua kaki\" dalam Pilpres 2024.\"Apalagi kan pemimpin itu harus menentukan pilihan, tidak bisa mau ambil semua kan?\" katanya.\"Ya, silakan kau pergi beberapa hari ini, ya. Lalu kembalikan KTA, PDI Perjuangan, sebagai tanda pengunduran diri dari PDI Perjuangan,\" sambung Komar.Bobby Nasution memenuhi panggilan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto untuk dimintai klarifikasi terkait dukungannya kepada pasangan Prabowo-Gibran.Bobby tiba di Kantor DPP PDIP pukul 15.48 WIB. Usai bertemu selama satu jam, dia enggan mengungkapkan materi pertemuan dengan Komarudin.Bobby mengatakan akan menemui Komarudin lagi dalam waktu dekat. \"Nanti dalam beberapa hari lagi saya sampaikan lagi,\" ucap Bobby.(sof/ANTARA)

Anies Ingin Kesadaran Kolektif Warga Indonesia sebagai Warga Dunia

Jakarta, FNN - Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan ingin mengembalikan paradigma kesadaran kolektif warga Indonesia sebagai warga dunia,\"Yang paling fundamental dikembalikan dalam bangsa ini dan negara ini adalah kesadaran kolektif, bahwa warga Indonesia, warga Indonesia adalah warga dunia,\" katanya dalam pidato sebagai bacapres di Jakarta, Rabu.Kegiatan yang digagas oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), bertajuk gagasan tentang arah dan strategi politik luar negeri. Kegiatan itu turut dihadiri sejumlah perwakilan duta besar negara-negara dunia untuk Indonesia.Selain itu, Anies menjelaskan kepemimpinan selalu berbicara tentang dunia, berpartisipasi, tidak absen, tidak menjadi penonton dan tidak memandang dunia semata-mata sebagai tempat lain.\"Tetapi kita anggota dari sebuah kemasyarakatan, kemanusiaan yang selalu harus terlibat. Paradigma ini yang ingin kita kembalikan, di dalam perjalanan ke depan republik ini,\" katanya menegaskan.Lanjut dia, kesadaran warga Indonesia sebagai warga dunia sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa, khususnya dalam Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 di Bandung.\"Soekarno dan generasinya, menempatkan Indonesia sebagai warga dunia, bukan sekedar sebuah entitas terlepas dari dunia, bagian dari komunitas dunia,\" jelasnya.Lanjut dia, inspirasi dari konferensi di Bandung itu juga menjadi penelitian berbagai warga dunia. Hal itu menunjukkan, ketika Indonesia hadir, Indonesia aktif dan tidak transaksional, ikut hadir memikirkan dunia. Maka dunia mengingat, dunia menjadikan Indonesia sebagai referensi.Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima pendaftaran tiga pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa kampanye pemilu yang akan berlangsung mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, sementara pemungutan suara dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.(sof/ANTARA)