ALL CATEGORY
FHUI, Selamat Dies Natalis 100 Tahun: Pendidikan Hukum di Indonesia
Oleh: Joko Sumpeno, Pemerhati masalah Hukum dan Sejarah SELAMAT Merajut Kembali Kenangan dalam rangka Dies Natalis 100 tahun Pendidikan Hukum di Indonesia ( 28 Oktober 1924-2024 ). Diawali Sekolah Hukum ( Recht School ) pada Juli 1909 yang kemudian ditutup pada 2028, berdirilah Sekolah Tinggi Hukum ( Recht Hoge School ) 4 tahun sebelum Recht School ( RS ) itu ditutup. Menghasilkan 189 lulusan yang lulusannya antara lain Mr. ( Meester in de Rechten - Sarjana Hukum ) Besar Martokusumo ( advokat pertama pribumi sejak zaman kolonial Hindia Belanda, pun pernah menjadi Residen di Karesidenan Pekalongan semasa Pemerintahan Bala Tentara Jepang 1942-1945 ). Juga R.Suprapto, pernah menjadi Hakim di Pengadilan Negeri Pekalongan yang mengadili Kutil tokoh lokal dalam Revolusi Sosial di Tiga Daerah ( Tegal, Brebes dan Pemalang ), kemudian menjadi Jaksa Agung R.I terlama ( 195-1959 ), serta mengundurkan diri dan tak mau serah terima jabatan di depan Presiden Soekarno. R.Suprapto tidak bergelar Mr. hanya lulus RS karena tidak melanjutkan ke RHS ataupun Universitas Leiden. Kemudian menjadi Jaksa Agung yang fenomenal dan dijadikan Bapak Kejaksaan R I yang patungnya dipajang di depang Gedung Kejagung R.I Lulusan RS, kemudian RHS adalah Moh Yamin pernah menjadi Menteri Kehakiman dan Ketua Dewan Perancang Nssional- kini Bappenas ; Amir Syarifudin mantan Perdana Menteri 1947.. Sedangkan Ketua Mahkamah Agung R.I pertama ( Mr. Kusmah Atmaja ), juga Prof Dr Mr Soepomo pernah Menteri Kehakiman R.I pertama..adalah lulusan Universitas Leiden setelah tamat R.S. Empat tahun RHS berjalan sejak 1924, kemudian RS ditutup pada 1928.... yang pada 28 Oktober 1928 itu Sumpah Pemuda dicetuskan dengan tokohnya mahasiswa Mr Moh Yamin yang sekolah lanjutannya diselesaikan di AMS Surakarta setelah meninggalkan Landbouw School ( Sekolah Pertanian dan Kehewanan di Bogor, cikal bakal Fakultas Pertanian dan Kehewanan Universitas Indonesia kemudian pada 1958 memisahkan diri menjadi Institut Pertanian Bogor. Nama Indonesia pada Universitas Indonesia kini itu berawal dari nama himpunan menghimpun Sekolah Tinggi Teknik Bandung ( Technische Hoge School ), Sekolah Tinggi Ekonomi di Makassar, Sekolah Tinggi Farmasi Surabaya, dan Sekolah Tinggi Hukum serta Kedokteran di Batavia atau sejak 1942 menjadi Jakarta. Awalnya bernama U van I diprakarsai oleh Pemerintah Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia ( NICA - Pemerintahan Sipil Hindia Belanda ).Sejumlah dosen dan gurubesar yang pro republik hijrah ke Jogja, mendirikan Balai Perguruan Tinggi R.I di Jogja pada Desember 1949 ,antara lain Prof Mr.Djoko Soetono .Sebagian lagi tetap di Jakarta mendirikan Universitas Nasional yang diprakarsai Prof Sutan Takdir Alisyahbana dan Adam Bachtiar ( ayahanda Prof Harsya W Bachtiar ). Bahkan Prof Djoko Soetono menjadi Dekan bukan saja FH, karena Fakultasnya dirangkap menjadi Fakultas Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik yang kampusnya berada di Surakarta. Hanya beberapa bulan FHESP berkampus di Surakarta, karena rumornya Sunan Pakubuwono XII tidak begitu berkenan terkait dengan hengkangnya status Istimewa pada Surakarta itu. Dua bulan kemudian, pasca kesepakatan KMB 27 Desember 1949, yakni Februari 1950 lahirlah UI tanpa \'van\' di tengah dua huruf U dan I itu. Dan, Dekan FHESP dijabat oleh Prof Mr . Djoko Soetono. Sejak 1950-1959 iklim politik parlementer yang liberal, memanggil keprihstinan kaum militer yang sejalan dengan kehendak Bung Karno untuk memberikan ruang politik kepada tentara, maka lahirlah jalan tengah konsep Prof Mr.Djoko Soetono - pendiri Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian - yang menjadi narasumber intelektualnya tentara menghadapi situasi politik desa itu. Kemudian konsep itu bergulir dan bermetamorhosa menjadi Dwifungsi yang dirasa represif dan ditinggalkan sejak reformasi 1998 menguncangnya. Sumbangan Fakultas Hukum UI kepada tumbuh-kembangnya hukum dan politik di Indonesia tak bisa dipisahkan dari langgam realitas politik Indonesia. Hampir saja impian tiga periode rezim Jokowi 3 terpenuhi, dan dimanakah prof hukum UI berdiri. Anda bisa lihat kembali pada sepanjang 2023, siapa yang siap menjadi \"tukang\" sekaligus teoritikusnya. Dan, ingat lah siapa saja profesor FHUi yang lantang berani mengingatkannya. Itulah FHUI kita..!! Jsp, pernah menjadi wartawan Forum Keadilan 1989-1991. Kini masih suka menulis apa saja.
Post Power Syndrome Sungguh Menyakitkan
Oleh Miftah H. Yusufpati Jurnalis Senior INI kisah Pak Karyo, sebut saja namanya begitu. Dia adalah pejabat tinggi. Lebih tinggi dari wakil gubernur. Kala masih menjabat, wajahnya selalu berseri, penuh dengan semangat dan vitalitas. Ia sangat dihormati anak buah dan koleganya. Saban hari ia selalu bertabur pujian, sanjungan dari tetanga dan masyarakat sekitar . Setiap pagi, sopir mengantar ia berdinas ke kantor dengan dua pengawal yang selalu menjaganya. Pak Karyo selalu tampil gagah dengan seragam kebesarannya. Ia sungguh menikmati status kepejabatannya. Anak istrinya pun terlihat berpenampilan “wah”. Kenyamanan, kehormatan, pujian, diterima olehnya dengan senang hati dan mungkin dia merasa ini abadi. Pak Karyo kini sudah pensiun. Tapi Pak Karyo belum siap kehilangan jabatannya. Saban pagi ia masih mengenakan pakaian kebesarannya, dan meminta sang sopir mengantar berdinas ke kantornya. Awalnya, sang sopir bingung, hanya saja, lama-lama terbiasa. Pagi-pagi ia mengantar Pak Karyo ke kantor gubernuran, lalu berputar-putar, pulang. Pak Karyo masih menggaji dua orang pengawal dan seorang sopir. Tugas mereka sama persis laiknya ketika Pak Kayo masih menjabat. Pada saat menghadiri undangan dari LSM atau organisasi massa, dua pengawal itu dibawa serta. Tugasnya, membuka pintu mobil, memberi hormat saat akan turun dari mobil maupun saat akan naik ke mobil. Secara materi, Pak Karyo berkecukupan dan di atas rata-rata rakyat negeri ini. Tapi bila dilihat dari hakikat kekayaan, ia masih miskin. Ia masih berharap pemberian dari negara. Ia belum bisa lepas dari tunjangan dan fasilitas yang rutin diterimanya. Lebih dari itu ia masih butuh puja-puji dari tetangga dan anak-buahnya. Kadang susah, kadang senang. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang memimpin, kali lain dipimpin. Hari ini menjabat, besok kehilangan jabatan. Bagitulah hidup. Tapi Pak Karyo tak siap jatuh, ketika tengah menikmati kejayaan itu. Apa yang dialami Pak Karyo dalam dunia psikologi dikenal dengan post power syndrom . Ada tiga aspek kehidupan kita yang mesti terpenuhi, yaitu aspek fisik, aspek rohani dan aspek akal. Untuk benar-benar kaya, ketiga aspek tersebut harus terpenuhi. Dan sebaliknya, agar ketiganya terpenuhi, seseorang harus kaya. Namun dalam kasus Pak Karyo, fisiknya sudah pasti kaya. Begitu pula akal, intelejensinya tentu bagus, karena dia jadi pejabat. Hanya saja, rohani, jiwanya masih miskin. Hidupnya menjadi pincang karena melupakan aspek rohani. Boleh jadi ia termasuk orang yang rajin beribadah, cuma tidak benar-benar memenuhi kebutuhan rohaninya. Soalnya, rohani atau mental atau keyakinannya menolak untuk tak menjabat lagi. Presiden Jokowi dan para menterinya sebentar lagi akan meninggalkan kursinya. Tengoklah mereka, adakah di antaranya mengalami nasib seperti Pak Karyo? Post power syndrome sungguh menyakitkan
Kampus Trisakti Berstatus PTNBH Akan Lebih Bagus, Anak Agung: Omong Kosong
Jakarta | FNN - Ketua Pembina Yayasan Trisakti, Prof Dr Anak Agung Gde Agung tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dengan suara yang berat mantan Menteri Sosial dalam Kabinet Abdurahman Wahid itu mengungkapkan isi hatinya bahwa sebagai warga negara yang baik ia sudah menempuh seluruh jalur pengadilan untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum. Namun apa yang didapat justru sebaliknya, ia merasa dilecehkan dan diremehkan oleh anak muda bernama Nadiem Makarim yang saat ini kebetulan sedang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. \"Saya sudah lelah, letih, capek, dan tak tahu harus berbuat apa lagi. Saya sudah menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah Yayasan Trisakti. Dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat tertinggi Mahkamah Agung, Yayasan Trisakti selalu menang. Sudah tiga kali kemenangan putusan pengadilan, sama sekali tidak diindahkan oleh Nadiem Makarim. Perilakunya mirip preman,\" kata Anak Agung kepada wartawan di halaman Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta, Kamis (26/09/2024). Anak Agung didampingi pengacara dan para anggota Yayasan Trisakti lainnya mendatangi kantor Nadiem untuk mempertanyakan surat yang dikirim beberapa hari lalu perihal pelaksanaan putusan kasasi Mahkamah Agung. Maklum, sudah hampir dua bulan sejak Mahkamah Agung memenangkan Yayasan Trisakti, Mendikbudristek tidak menunjukkan itikad baik untuk keluar dari kantor yayasan yang diserobotnya. Bahkan surat yang dikirim dari pihak Anak Agung ke Mendikbudristek, tidak direspons dengan baik, malah dipingpong ke sana ke mari. \"Katanya suruh nanya ke Dirjen Dikti. Sungguh cara bernegara yang mirip preman,\" tegasnya dengan nada kesal. Anak Agung menegaskan bahwa sejak Agustus 2024, begitu terima putusan Mahkamah Agung, pihaknya langsung bersurat kepada Mendikbudristek, tetapi tidak direspons. \"Kita malah ditendang kiri kanan. Masyarakat bisa tahu bagaiman seorang menteri pendidikan bisa bertindak sewenang-wenang di luar hukum mengambil alih yayasan swasta,\" paparnya. \"Pengambilalihan yayasan atas nama meningkatkan kualitas pendidikan itu menurut saya omong kosong,\" tegasnya. Sebab, lanjut Anak Agung, dari 22 PTN yang diubah status menjadi PTNBH, biaya kuliahnya lebih tinggi dan memberatkan mahasiswa. Universitas Trisakti lanjut Anak Agung adalah kampus swasta, sudah berdiri tegak sejak tahun 1966 menghasilkan lulusan hebat dan berbakti kepada nusa dan bangsa.Tidak ada alasan untuk diambilalih dengan alasan apapun karena pihaknya tidak membutuhkan bantuan pemerintah. Mereka berdalih ingin meningkatkan mutu pendidikan dengan cara berubah status menjadi PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), namun Anak Agung tidak mempercayainya. \"Yang bisa diubah menjadi PTNBH adalah perguruan tinggi negeri, bukan PTS. Sekarang mereka mencari cara, merekayasa menggunakan kekuasaan untuk tetap bisa menguasai kampus Trisakti setelah mereka gagal merekayasa yayasan melalui Keputusan Mendikbudristek. Mereka sekarang melakukan rekayasa berikutnya yaitu sedang menyiapkan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) agar perguruan tinggi swasta bisa langsung menjadi PTNBH. Ini contoh nyata mereka mengutak-atik undang undang untuk kepentingan segelintir orang,\" tegasnya. Sementara penasihat hukum Yayasan Trisakti, Nugraha Bratakusumah menyarankan agar Nadiem Makarim untuk segera mematuhi putusan pengadilan dan mengembalikan nama baik Yayasan Trisakti. Kalau Nadiem Makarim tidak segera melakukan eksekusi sendiri, Yayasan Trisakti akan melakukan eksekusi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. \"Saya percaya Nadiem Makarim punya reputasi untuk melaksanakan putusan pengadilan tanpa harus didesak-desak,\" pungkasnya. Pada kesempatan itu sempat terjadi keributan yang ditimbulkan oleh aparat keamanan. Setelah Anak Agung, lawyer dan rombongan lainnya keluar dari gedung Kemendikbudristek, puluhan wartawan melakukan wawancara doorstop di halaman kantor milik rakyat Indonesia itu. Tiba tiba staf Kemendikbudristek yang didampingi petugas security hendak mengusirnya. Sempat terjadi adu mulut antara staf kementerian dan wartawan. Anak buah Nadiem melarang wartawan melakukan wawancara. Tetapi oleh wartawan, mereka disemprot bahwa siapapun tidak boleh menghalangi kerja wartawan. \"Anda melanggar Undang undang Pers kalau masih melarang kami wawancara di sini. Anda menghalang- halangi kerja pers. Ini di area publik, apa salah kami,\" hardik salah satu wartawan. Para staf dan security pun terdiam dan membiarkan wawancara berlangsung hingga selesai. (ant/Ida).
Ibu Negara dalam Stres Berat
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih STRES berat adalah kondisi saat seseorang mengalami stres yang lebih intens dan sering daripada stres biasa. Stres berat dapat berdampak negatif pada kesehatan, emosi, perilaku, dan cara berpikir seseorang Menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Presiden Indonesia, serangan demi serangan menghujam Jokowi dan keluarganya. Sindiran, kritik pedas hingga ancaman seret ke pengadilan, tuduhan politik disnasti Joko Widodo dan macam macam serangan negatif bermunculan dari berbagai arah. Posisi Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) di gungang keras untuk dibatalkan pelantikannya, bukan hanya karena stigma anak haram konstitusi, tiba tiba muncul kaskus fufu fafa yang sangat tidak layak di miliki seorang Cawapres. Muncul fenomena Jokowi harus benturan dengan Megawati, hanya sebagian masyarakat tetap mengambil jarak apapun alasanya selama sepuluh tahunn Jokowi berkuasa adalah sebagai petugas partai PDIP dan sama sama sebagai andi dalem Taipan Oligargi. Hanya harus di akui jasa Megawati berhasil mencegat ambisi Jokowi untuk perpanjangan masa jabatannya dan atau nafsu jabatan presiden tiga periode. Dosa dan kesalahan Jokowi terbesar dan sangat fatal adalah pelanggaran konstitusi, dan memproduksi macam macam UU dan peraturan lainnya tampak sangat jelas merupakan orderan dari Taipan Oligarki dan program OBOR RRC. Indonesia akhirnya terjebak macam macam masalah dalam kelola penyelenggaraan negara mempertaruhkan kedaulatan negara dalam bahaya kehancurannya. Lebih celaka hampir semua pejabat negara dari pusat sampa bawah semua menjadi piaraan Taipan Oligarki. Menjelang peralihan kekuasaan kepada Prabowo Subinto keadaan belum ada titik terang karena setelah bergabung dengan penguasa oligarki dan terseret masuk dalam radar dan janji janji akan meneruskan jejak kepemimpinan Jokowi, bahkan Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan selalu menyatakan bahwa Jokowi guru politiknya. Terlalu dini saat ini mempertaruhkan harapan kepada Prabowo untuk mampu menyelamatkan Indonesia. Prabowo Subianto sama posisinya dalam pantauan, pengawalan dan pengawasan rakyat. Prof. Ihsanudin Nursi mengatakan : beban Prabowo Subianto amat sangat besar, karena musuh dalam selimutnya teridentifikasi melampui kapasitas dirinya. Kemarahan rakyat kepada Jokowi sudah sampai di ubun ubun kepalanya, menerjang dan akan menerkam Jokowi dan keluarganya. Tercium informasi Ibu Negata \"Iriana\" dalam kondisi stres berat karena harus menerima cacian, hujatan dan ancaman dari masyarakat yang sangat berat dan besar. Harus mendapatkan pendampingan psikiater dari salah satu perguruan tinggi dari Solo untuk menenangkan dirinya (check re chek kebenarannya ).(*)
Tak Mau Patuhi Putusan MA Kasus Yayasan Trisakti, Nadiem Makarim Mirip Preman
Jakarta | FNN - Ketua Pembina Yayasan Trisakti, Prof Dr Anak Agung Gde Agung tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dengan suara yang berat mantan Menteri Sosial dalam Kabinet Abdurahman Wahid itu mengungkapkan isi hatinya bahwa sebagai warga negara yang baik ia sudah menempuh seluruh jalur hukum untuk menegakkan keadilan. Namun apa yang didapat justru sebaliknya, ia merasa dilecehkan dan diremehkan oleh anak muda bernama Nadiem Makarim yang saat ini sedang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. \"Saya sudah lelah, capek, dan tak tahu harus berbuat apa lagi. Saya sudah menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah Yayasan Trisakti. Dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat tertinggi Mahkamah Agung, Yayasan Trisakti kami menang. Sudah tiga kali kemenangan putusan pengadilan, sama sekali tidak diindahkan Nadiem Makarim. Perilakunya mirip preman,\" kata Anak Agung kepada wartawan di halaman Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta, Kamis (26/09/2024). Anak Agung didampingi pengacara dan para anggota Yayasan Trisakti lainnya mendatangi kantor Nadiem untuk mempertanyakan surat yang dikirim beberapa hari lalu perihal pelaksanaan putusan kasasi Mahkamah Agung. Maklum, sudah hampir dua bulan sejak Mahkamah Agung memenangkan Yayasan Trisakti, Mendikbudristek tidak menunjukkan itikad baik untuk keluar dari kantor yayasan yang diserobotnya. Bahkan surat yang dikirim dari pihak Anak Agung ke Mendikbudristek, tidak direspons dengan baik, malah dipingpong ke sana ke mari. Saat bertemu staf Kemendikbudristek, dikatakan malah disuruh bertanya ke Dirjen Dikti, seperti dipingpong ke sana ke mari. \"Kita malah ditendang kiri kanan. Kita lelah dan letih melihat tindakan-tindakan seperti ini.Sungguh cara bernegara yang mirip preman,\" tegasnya dengan nada kesal. Anak Agung menegaskan bahwa sejak Agustus 2024, begitu terima putusan Mahkamah Agung, pihaknya langsung bersurat kepada Mendikbudristek, tetapi tidak direspons. Dengan peristiwa ini kata Anak Agung, masyarakat bisa tahu bagaimana seorang menteri pendidikan bisa bertindak sewenang-wenang di luar hukum mengambil alih yayasan swasta. \"Pengambilalihan yayasan atas nama meningkatkan kualitas pendidikan itu menurut saya omong kosong,\" tegasnya. Universitas Trisakti lanjut Anak Agung sudah berdiri tegak sejak tahun 1966 menghasilkan lulusan hebat dan berbakti kepada nusa dan bangsa.Tidak ada alasan untuk diambilalih dengan alasan apapun karena pihaknya tidak membutuhkan bantuan pemerintah. Mereka berdalih ingin meningkatkan mutu pendidikan dengan cara berubah status menjadi PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), namun Anak Agung tidak percaya. \"Yang bisa diubah menjadi PTNBH adalah perguruan tinggi negeri, sekarang mereka mencari cara, merekayasa menggunakan kekuasaan untuk tetap bisa menguasai kampus Trisakti setelah mereka gagal merekayasa yayasan melalui Keputusan Mendikbudristek. Mereka sekarang melakukan rekayasa berikutnya yaitu sedang menyiapkan RPP (rancangan peraturan pemerintah) agar perguruan tinggi swasta bisa langsung menjadi PTNBH. Ini contoh nyata mereka mengutak-atik undang undang untuk kepentingan segelintir orang,\" tegasnya. Sementara penasihat hukum Yayasan Trisakti, Nugraha Bratakusumah menyarankan agar Nadiem Makarim untuk segera mematuhi putusan pengadilan dan mengembalikan nama baik Yayasan Trisakti. Kalau Nadiem Makarim tidak segera melakukan eksekusi sendiri, Yayasan Trisakti akan melakukan eksekusi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. \"Saya percaya Nadiem Makarim punya reputasi untuk melaksanakan putusan pengadilan tanpa harus didesak-desak,\" pungkasnya. Pada kesempatan itu sempat terjadi keributan yang ditimbulkan oleh aparat keamanan. Setelah Anak Agung, lawyer dan rombongan lainya keluar dari gedung Kemendikbudristek, puluhan wartawan melakukan wawancara doorstop di halaman kantor milik rakyat Indonesia itu. Tiba tiba staf Kemendikbudristek yang didampingi petugas security hendak mengusirnya. Sempat terjadi adu mulut antara staf kementerian dan wartawan. Anak buah Nadiem melarang wartawan melakukan wawancara. Tetapi oleh wartawan, mereka disemprot bahwa siapapun tidak boleh menghalangi kerja wartawan. \"Anda melanggar Undang undang Pers kalau masih melarang kami wawancara di sini. Anda menghalang halangi kerja pers. Ini di area publik, apa salah kami,\" hardik salah satu wartawan. Para staf dan security pun terdiam dan membiarkan wawancara berlangsung hingga selesai. (sws).
Menunggu MK Kabulkan Kotak Kosong
Oleh | Juju Purwantoro - Advokat, Presidium Forum AKSI (Alumni Kampus seluruh Indonesia) Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan kembali dapat memberikan keputusan angin segar demokrasi dalam Pilkada 2024. Hal itu dikarenakan tengah berlangsung permohonan uji materi UU Pilkada (5/9/2024), yang meminta MK mengabulkan atau mensahkan adanya kolom suara kosong dalam kertas suara pemilukada. Sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Setiap orang Warga Negara Indonesia terjamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat di setiap tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga, ke daerah. Permohonan tersebut tidak hanya terkait konstitusionalitas surat suara kosong atau \"blank vote\" bagi calon tunggal saja. Pilkada dengan lebih 2 (dua) orang calon pasangpun atau lebih harus dilindungi eksistensi konstitusionalitasnya dengan surat suara kosong atau \'blank vote\', sehingga dikategorikan sebagai suara sah. Permohonan para Pemohon adalah untuk mengubah pasal-pasal terkait UU Pilkada, yakni Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 85 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang \'Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU\'. Selain itu, Pasal 94 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang \'Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU\'. Termasuk juga, Pasal 107 ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang \'Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU\' Guna mengakomodir adanya kecenderungan warga yang pergi ke tempat pemungutan suara (TPS), tetapi tidak ingin memilih pasangan calon yang sesuai aspirasinya. Bisa saja pemilih mencoblos semua pasangan calon atau di luar kolom para calon Sesuai aturan yang ada, hal itu dikategorikan sebagai suara tidak sah. Apakah coblos semua calon atau coblos di luar calon, maka itu menjadi suara tidak sah. Guna menghindari pilihan suara yang tidak sah (terbuang sia-sia), maka permohonan tersebut agar menjadi suara sah adalah sangat rasional. Bisa saja kandidat kepala daerah yang ada tidak sesuai dengan aspirasi masyarakatnya, karena ada kandidat yang tidak dipilih oleh parpol memiliki elektabilitas yang tinggi. Seharusnya mereka tetap bisa mencoblos surat suara kosong (secara sah) yang berbeda dengan suara tidak sah. Dengan demikian seandainya ada bentuk protes terhadap kandidat, rakyat tetap bisa memilih atau menyalurkan hak suaranya. Masyarakat pemilih, meskipun mereka yang mencoblos kotak kosong (blank vote), tapi tetap dihitung sebagai suara sah. Jadi akan lebih \'fair dan demokratis\', manakakala suara pemenang (calon terpilih) Pilkada adalah berapapun suara terbanyak yang bisa mengalahkan \'blank vote\'. Selama ini kedaulatan rakyat dalam menentukan calon pemimpin daerahnya, seperti pilkada Jakarta, hanya dapat diusung dan dikuasai (diciderai) oleh para pemimpin partai politik. Parpol lebih suka menentukan dan memilih kader-kadernya sesuai kehendak dan kepentingannya. (*)
Klarifikasi Kaesang “Nebeng Teman” Menjadi Bukti Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PADA 22 Agustus 2024, di tengah demo besar masyarakat melawan Baleg (Badan Legislasi) DPR untuk membatalkan Putusan MK No 60 dan 70, yang juga terkait dengan kepentingan dirinya dalam pencalonan pilkada, Kaesang bersama istrinya, Erina Gudono, malah melancong ke Amerika Serikat, menggunakan jet pribadi. Indonesia geram. Indonesia marah. Kaesang, anak penyelenggara negara, anak presiden, mempertontonkan gaya hidup mewah. Pertanyaannya, dari mana Kaesang membiayai perjalanan dengan jet pribadi tersebut? Yang pasti, Kaesang tidak mungkin membiayai perjalanan dengan jet pribadi tersebut dari penghasilannya. Artinya, ada pihak lain yang membiayai perjalanan jet pribadi ini. Artinya, Kaesang telah menerima gratifikasi, yang masuk kategori tindak pidana korupsi. Karena itu, Kaesang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah gonjang-ganjing hampir sebulan, Kaesang akhirnya mendatangi kantor KPK pada 17 September 2024. Di hadapan KPK, Kaesang mengatakan “nebeng teman”. Yang menarik, bagi Kaesang, bagi anak penyelenggara negara, dalam hal ini Presiden, “nebeng teman” ke Amerika Serikat, menggunakan pesawat jet pribadi, termasuk kategori gratifikasi, yaitu menerima hadiah atau imbalan yang tidak mungkin diperoleh apabila yang bersangkutan bukan anak penyelenggara negara. Kasus gratifikasi dapat diilustrasikan sebagai berikut. Misalnya, ada anak penyelenggara negara bertempat tinggal di rumah yang sangat mewah, dengan nilai wajar biaya sewa diperkirakan Rp10 miliar, selama periode tertentu. Anak penyelenggaran negara tersebut kemudian mengaku, bahwa dia tidak menyewa rumah mewah tersebut, tetapi dikasih pinjam oleh temannya, alias nebeng. Tentu saja alasan konyol ini tidak bisa diterima oleh aparat penegak hukum yang jujur dan berpikiran normal. Untuk itu perlu diselidiki lebih mendalam. Dampak dari pengakuan “nebeng teman” ini, tanpa bayar uang sewa, merupakan pengakuan secara eksplisit, bahwa anak penyelenggara negara tersebut telah menerima hadiah atau kenikmatan yang dinamakan gratifikasi, dalam bentuk sewa tempat tinggal gratis. Dampak lainnya yang lebih serius, rumah tinggal mewah yang ditempati anak penyelenggara negara tersebut bisa saja rumah milik sendiri, milik penyelenggara negara bersangkutan, tetapi diatasnamakan orang lain, untuk menyamarkan asal-usul kepemilikan hartanya. Penyamaran asal-usul kepemilikan harta seperti properti, mobil, kapal pesiar, bahkan private jet, masuk kategori tindak pidana pencucian uang (ilegal), atau TPPU, termasuk uang yang berasal dari korupsi. Kasus gratifikasi biasanya bersamaan dengan kasus tindak pidana pencucian uang. KPK sudah berpuluh-puluh kali mengungkap kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang, karena kepemilikan harta penyelenggara negara yang bersangkutan disamarkan atas nama orang lain. Tahun ini KPK berhasil menyeret dan mengadili dua kasus gratifikasi, dan sekaligus tindak pidana pencucian uang, yang dilakukan oleh eks kepala bea cukai Yogyakarta Eko Darmanto dan eks kepala bea cukai Makassar Adhi Pramono. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240515211515-12-1098170/jaksa-ungkap-deret-harta-eks-kepala-bea-cukai-yogya-yang-disembunyikan/amp https://news.detik.com/berita/d-6812156/andhi-pramono-beli-rumah-rp-20-m-padahal-harta-yang-dilaporkan-rp-14-m/amp Rafael Alun, pegawai direktorat pajak, juga dinyatakan bersalah telah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang, setelah gaya hidup mewah keluarganya dibongkar netizen, dan kemudian beredar luas di berbagai media sosial dan media online. https://www.detik.com/sumut/berita/d-7130546/terbukti-terima-gratifikasi-tppu-rafael-alun-divonis-14-tahun-penjara/amp Pengakuan Kaesang “nebeng teman” dalam perjalanan ke Amerika Serikat dengan menggunakan pesawat jet pribadi secara eksplisit merupakan pengakuan bahwa yang bersangkutan telah menerima gratifikasi, telah menerima kenikmatan dalam bentuk perjalanan gratis ke Amerika Serikat dengan jet pribadi. Maksud hati memberi klarifikasi “nebeng teman” agar terhindar dari kasus gratifikasi. Apa daya, pengakuan “nebeng teman” malah menegaskan, Kaesang telah menerima gratifikasi, dan kemungkinan besar juga akan kena tindak pidana pencucian uang. Karena itu, KPK tidak bisa mengelak lagi untuk segera mengusut kasus dugaan gratifikasi Kaesang yang sudah begitu terang-benderang. KPK sebaiknya jangan memancing amarah publik yang sudah memuncak, dengan membiarkan kasus ini menguap. (*)
Jokowi Malas Baca, Lahirlah Kekuasaan Memaksa
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih PEMIMPIN bodoh akan menganggap rakyatnya semua bodoh sedangkan pemimpin cerdas dan bijak akan mengajak rakyatnya untuk belajar (membaca) agar tidak bodoh dan bersama-sama mengambil kebijaksanaan yang tepat demi kebaikan bersama. Mengingatkan kita pesan mendalam dari Tuan Aristoteles orang bodoh, dalam konteks ini, merujuk pada mereka yg tidak memiliki kemampuan untuk melihat, menghayati atau memahami kebijakan yang telah diambilnya Terasa semua sudah terlambat ketika kita mengetahui info dari Gibran (saat wawancara dengan Najwa Shihab) bahwa dalam kelurganya tidak ada tradisi membaca. Semua terkesima membayangkan keluarga Presiden tidak ada tradisi membaca. Melintas dalam benak kita seorang Presiden tidak boleh salah setiap mengambil kebijakan. Menjadi benar sangkaan atau dugaan masyarakat presiden Jokowi yang tidak memiliki tradisi membaca pantas sebagai presiden boneka. Karena tidak memiliki wawasan, pemahaman, pengetahuan, yang memadai apalagi mendalam urusan negara dampaknya kerusakan yang sangat besar. Dipastikan rezim akan menjadi tiran, otoriter dan bengis karena setiap kebijakan bukan lahir dari kecerdasan dan kearifan akal sehatnya, tetapi hanya okol dan dengkul yang di pakai atas remote dari luar dirinya. Di sisi lain, seorang presiden yang memiliki kecerdasan, pemahaman lebih luas dan mendalam akan menyadari bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan itu tidak boleh dilakukan asal asalan. Presiden Jokowi yang tidak punya tradisi membaca. Semua yang dilihat, dikendalikan dan dikelola dalam penyelenggaraan negara hanya akan ada satu pilihan semua harus sesuai kehendaknya. Tidak peduli salah atau benar, melanggar konstitusi atau tidak. Presiden yang cerdas dan bijak akan rendah hati dan dengan cepat dan tepat membaca, mendengar, memetakan aspirasi rakyatnya dan senantiasa taat konstitisi. Pernyataan Gibran bahwa keluarganya tidak ada tradisi membaca dengan wajah dan mimik menyampaikan into yang sesungguhnya terjadi dalam keluarga menjadi petunjuk dan arah yang jelas awal dan sebab kerusakan negara saat ini. Dan petunjuk yang pasti bahwa Jokowi selama ini mengelola dan mengendalikan negara hanyalah sebagai budak dan boneka dari dari luar dirinya. Dan yang terjadi akibat malas membaca lahirlah kekuasaan memaksa tiran, bengis dan kejam. (*)
Presiden Joko Widodo Wajib Berhenti Dalam Masa Jabatan, Ini Alasannya (Bagian 1)
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) JOKO Widodo, alias Jokowi, menjabat presiden dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024. Selama menjabat, Jokowi melakukan banyak pelanggaran peraturan perundang-undangan, termasuk pelanggaran konstitusi. Pelanggaran peraturan perundang-undangan ini terlihat jelas dilakukan secara sadar, dan terencana. Oleh karena itu, sesuai konstitusi, Jokowi tidak pantas dan tidak layak lagi menjabat sebagai Presiden. Artinya, Jokowi seharusnya diberhentikan dalam masa jabatannya: alias dimakzulkan, seperti diatur di Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945. Pelanggaran peraturan perundang-undangan Jokowi dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama, penetapan dan materi muatan Peraturan Presiden melanggar sejumlah Undang-Undang dan Konstitusi. Kedua, penetapan dan muatan mateti Undang-Undang melanggar Konstitusi. Ketiga, pelaksanaan pemerintahan melanggar Undang-Undang yang berlaku dan atau Konstitusi. Berbagai pelanggaran ini mengakibatkan kerugian keuangan negara, dan atau menguntungkan pihak lain atau korporasi, dan masuk kategori tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, Jokowi wajib diberhentikan dalam masa jabatannya. Beberapa contoh Peraturan Presiden yang melanggar Peraturan Perundang-undangan, antara lain: 1. Peraturan Presiden No 36 Tahun 2020 (Perpres 36/2020) tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Menurut UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Presiden hanya dapat diterbitkan atas perintah UU (atau Peraturan Pemerintah). Sedangkan Perpres 36/2020 dibuat tanpa ada dasar hukum, tanpa ada rujukan perintah UU atau Peraturan Pemerintah, sehingga melanggar UU No 12/2011 tersebut di atas. Perpres 36/2020 ditetapkan dengan hanya merujuk Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Jokowi “memanipulasi” dan menerjemahkan arti Pasal 4 ayat (1) ini seakan-akan Presiden dapat membuat hukum sendiri, seakan-akan Presiden dapat membuat Peraturan Presiden tanpa melibatkan DPR, seakan-akan Presiden mempunyai kekuasaan tanpa batas untuk menetapkan hukum sendiri, alias tirani. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UUD yang berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.” Oleh karena itu, “menurut UUD” pada kalimat “Presiden … memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD” wajib dimaknai, kekuasaan Presiden dibatasi oleh UUD, sesuai pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, seperti diatur di dalam UUD, di mana DPR mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang, seperti diatur Pasal 20 ayat (1) UUD. Artinya, kekuasaan Presiden “menurut UUD” bukan berarti kekuasaan tanpa terbatas, dan bisa menetapkan Peraturan Presiden secara sepihak dan sewenang-wenang. Sedangkan menurut Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Presiden hanya merupakan penjabaran teknis untuk menjalankan perintah UU yang sudah ditetapkan oleh DPR. Oleh karena itu, Peraturan Presiden tentang program Kartu Prakerja, yang ditetapkan tanpa rujukan untuk melaksanakan UU, secara jelas melanggar UU No 12/2011 dan melanggar konstitusi Pasal 20 ayat (1) UUD. Sebagai konsekuensi, semua belanja negara terkait program Kartu Prakerja menjadi tidak sah, melanggar UU Keuangan Negara, melanggar UU APBN, dan karena itu merugikan keuangan negara, dengan menguntungkan pihak lain dan korporasi Platform Digital sebagai penyelenggara pelatihan program Kartu Prakerja. Kerugian keuangan negara terkait Program Kartu Prakerja yang tidak sah dan ilegal tersebut mencapai Rp18,25 triliun untuk tahun anggaran 2020 saja. 2. Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016 (Perpres 3/2016) tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Sama seperti Perpres No 36/2020, Perpres No 3/2016 tentang PSN juga melanggar UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan melanggar Konstitusi Pasal 20 ayat (1) UUD, karena Perpres tersebut ditetapkan hanya berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD. Selain itu, Perpres No 3/2016 tentang PSN ini juga melanggar Konstitusi tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28H ayat (4) UUD, terkait hak milik pribadi yang tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun. Karena status PSN justru digunakan untuk mengusir penduduk setempat, dan mengambil alih tempat tinggal mereka secara paksa, sehingga merugikan dan memiskinkan masyarakat daerah terkena dampak PSN, dengan menguntungkan korporasi yang melaksanakan proyek strategis nasional. Di samping itu, pemberian judul Perpres No 3/2016 ini beraroma manipulatif. Kata “Pelaksanaan” di kalimat “Percepatan Pelaksanaan PSN” seolah-olah Perpres dibuat dalam rangka pelaksanaan sebuah undang-undang. Padahal, Perpres No 3/2016 dibuat tanpa ada rujukan atau perintah UU, tetapi hanya mengacu Pasal 4 ayat (1) UUD. 3. Peraturan Presiden tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penetapan APBN melalui Peraturan Presiden, bukan dengan UU, melanggar UU tentang Keuangan Negara dan Konstitusi. Pasal 23 ayat (1) UUD mengatur, APBN wajib ditetapkan dengan UU: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, APBN tidak boleh ditetapkan dengan Peraturan presiden. Selain melanggar Konstitusi Pasal 23 ayat (1), penetapan APBN dengan Perpres juga melanggar UU tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (2) UU yang berbunyi: “APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang”, dan Pasal 11 ayat (1) yang berhunyi: “APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang”. Sebagai konsekuensi, APBN dan Perubahan APBN yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden menjadi tidak sah alias ilegal. Antara lain:• Perpres No 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020,• Perpres No 72/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020,• Perpres No 98 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 104 Tahun 2021 tentang Rinciqn Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,• Perpres No 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peratyran Presiden No 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebagai konsekuensi, semua Belanja Negara berdasarkan Perpres yang tidak sah tersebut, juga menjadi tidak sah. Untuk itu, Presiden Jokowi sudah layak, dan wajib, diberhentikan dalam masa jabatan, selain juga harus mempertanggungjawabkan kerugian negara akibat penetapan Perpres tentang APBN yang tidak sah tersebut. (Bersambung).
40 Pengusaha UKM Indonesia Ikut Partisipasi Pameran House of Handicraft Indonesia di Tokyo
Tokyo | FNN - Sebuah terobosan baru para pengusaha UKM Indonesia mampu memamerkan produknya Jepang yang selama ini sulit untuk ditembus. Pameran program House of Handicraft Indonesia di Tokyo Jepang (HHT) telah meningkatkan semangat juang para UKM Indonesia meningkatkan kualitas dan produksi Handicraft Indonesia untuk pasar Internasional lewat Tokyo. “Saya jadi semangat berbisnis saat ini untuk pasar internasional setelah ikut serta ke dalam HHT tersebut,” papar Maria Caecillia Nurcahya, Direktur Canela Home Decorative / Furniture and Home decor khusus kepada pers Rabu (25/9/2024), seraya menambahkan, keuntungan yang di peroleh para peserta lumayan, karena transaksi yang diperoleh ada yang lebih dari Rp50 juta. Menurut Maria, yang jadi salah satu peserta HHT dari 40 UKM yang ada, upaya HHT untuk memasyarakatkan UKM Indonesia lewat jalur based di Tokyo Jepang sangatlah penting dan berarti sekali. Selama ini Tokyo atau Jepang mempunyai standar produk yang setara dengan kawasan Eropa Barat, sehingga para pejuang UKM Indonesia tidak mudah. Lewat kerjasama dengan NGO dan pemerintah semua dapat dilalui degan lancar. “Bagi kami merupakan satu kepercayaan tinggi melalui Jepang, kita bisa lebih mulus lagi berbisnis ke berbagai penjuru dunia,” tekannya. Tidak ada rasanya masyarakat di dunia di mana pun berada yang tidak mengenal Jepang saat ini. “Bagi kita semua pun bukan hanya dapat menjadikan Jepang sebagai based pemasaran internasional tetapi juga bisa mengangkat nama Indonesia lewat Jepang berkat Made in Indonesia yang diperdagangkan di Jepang dan semakin meluas pemasarannya di Jepang.” Rasanya kalau diteliti, tambahnya lagi, tidak ada yang negatif apa pun dengan memasarkan produk Indonesia lewat Jepang. “Oleh karena itu saya yakin sepenuhnya dan baru-baru ini menjadi anggota HHT karena percaya melalui saluran showcase inilah kita semua para UKM Indonesia bisa lebih maju dari saat ini dengan kaki kita sendiri. Bahkan tentu saja nama brand usaha kita akan semakin berkibar lebih luas lagi di berbagai penjuru dunia nantinya,” harapnya lebih lanjut. Penyelenggara HHT sebuah perusahaan Jepang, Office Promosi Ltd., tersebut juga berharap para UKM Indonesia dapat lebih sukses lagi dalam upayanya memasarkan produk Made Indonesia di Jepang nantinya. “Kita memang rencanakan dengan baik dan teliti serta menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan bisnis yang ada di Jepang sehingga produk Indonesia dapat diterima di masyarakat Jepang,” ungkap Richard Susilo, CEO Office Promosi Ltd., Tokyo Japan, Rabu. HHT merupakan kantor bersama para UKM Indonesia di Tokyo Jepang yang mendapatkan dukungan penuh dari pihak KBRI Tokyo dan semakin banyak diminati oleh para UKM Indonesia saat ini guna bergabung bersama di HHT. Dengan menyewa di HHT para UKM Indonesia dapat memperoleh alamat dan nomor telepon Jepang sehingga dapat dicantumkan ke dalam kartu namanya sebagai Kantor Perwakilan perusahaan atau UKM Indonesia itu di Tokyo. Apabila memiliki kantor cabang di Tokyo, akan semakin mudah mendapatkan kepercayaan bagi transaksi bisnis dalam negeri di Jepang. Di kantor HHT tersebut juga dapat melakukan transaksi dagang, lokakarya, seminar, penataran peningkatan kualitas UKM Indonesia dan berbagai hal layaknya sebuah kantor sehingga kualitas UKM Indonesia dapat meningkat dengan terukur di masa mendatang guna lebih mudah mencapai pemasaran dunia, kata Richard.