ALL CATEGORY
Jokowi: Kaduk Wani Kurang Duga
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Kaduk artinya berlebihan, \"Wani\" (berani), keberanianya \"Kurang Duga\" (kurang bahkan tidak pakai perhitungan). Tindakan atau kebijakan yang keladuk dimaknai tindakannya terlalu berlebihan, sehingga kalimatnya menjadi \"Keladuk Wani Kurang Duga\", dengan arti yang sama yaitu bertindak asal asalan, diluar batas kemampuanya. Ada yang menyamakan Kaduk Wani Kurang Duga dengan \"hantam krama, hantam dulu urusan belakang\" meskipun pada keduanya sebenarnya ada perbedaan. Hantam dulu urusan belakang, mungkin dilakukan dengan perhitungan. Persamaannya adalah sama-sama tidak peduli terhadap kerugian dan penderitaan orang yang menjadi korban. Pitutur (petunjuk) ini mengajari kita bahwa perilaku demikian adalah perilaku buruk. Sifat ini sangat berbahaya untuk seorang yang memiliki jabatan strategis apalagi menyandang sebagai kepala negara, dengan kemampuan minimalis, tidak memiliki cipta, rasa dan karsa berbasis keilmuan bahkan kosong kognitif dan afektifnya tentang nilai nilai sejarah liku liku perjuangan yang mendirikan negara, karena Jokowi memang bukan seorang pejuang. Pikiran, ucapan dan prilakunya hanya akan mengandalkan kekuatan dari luar dirinnya sebagai boneka, hanya akan berbuat, berjalan dan bertindak sesuai remot yang mengendalikannya. Dengan bekal asal berani dengan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman minimalis harus mengelola negara di pastikan, akan mendatangkan kerusakan, kehancuran dan rakyat akan menjadi korbannya. Telah kita saksikan kerusakan kehidupan bernegara telah sampai, menyentuh dan membahayakan kehidupan rakyat, Jokowi mengaku diri sebagai pahlawan seperti katak dalam tempurung. Betapa banyak kejadian mulai membusuk akibat dosa dosa Jokowi dalam mengelola dan mengendalikan negara akibat perilaku \"kaduk wani kurang duga\" Perbuatan itu tidak hanya merugikan korbannya, tetapi Jokowi di pastikan akan memanggung akibatnya harus menyandang Presiden terburuk dan brutal. Presiden paling menjijikkan karena memiliki sifat khianat, munafik dan selingkuh yang dilakukan terhadap negara dan warganegaranya. Tiga kelakuan ini diartikan sebagai penghianat terhadap konstitusi negara. Maka, pelakunya disebut penjahat negara, makar dan musuh abadi kenegaraan (enemy of the state).***
Meski Tak Lolos Senayan, Partai Gelora Tetap akan Perjuangkan Program Kuliah Gratis
Jakarta | FNN - Anggota Komisi X DPR Periode 2009-2014 Dr. Raihan Iskandar mengatakan, polemik uang kuliah tunggal (UKT) tidak akan terjadi apabila anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN seluruhnya dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). \"Anggaran pendidikan harus dikembalikan ke pendidikan murni di perguruan tinggi, bukan pendidikan kedinasan atau pendidikan yang dikelola kementerian atau lembaga,\" kata Raihan Iskandar dalam Gelora Talks dengan tema \'Polemik UKT: Suara Kampus & Mimpi Indonesia Masa Depan\', Rabu (29/5/2024) sore. Menurut Raihan, pendidikan kedinasan atau lembaga yang mengelola pendidikan sebaiknya tidak mendapatkan alokasi anggaran dari anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Sebab, kementerian dan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan kedinasan atau pendidikan lainnya telah mendapatkan anggaran tersendiri dari APBN. \"Sekarang ini faktanya dari 20 persen, yang diterima hanya sekitar 15 persen. Jadi kementerian keuangan mengalokasikan 5 persennya untuk pendidikan kedinasan,\" katanya. Dalam diskusi yang dipandu Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gelora Dedi Miing Gumelar ini, Raihan menyoroti kurangnya peran Kemendikbudristek dalam melakukan lobi-lobi kepada Bappenas saat perencanaan pembangunan nasional, termasuk soal alokasi anggaran pendidikan. \"Tapi anggaran perguruan tinggi kedinasan itu, faktanya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sehingga sekolahnya bisa gratis. Ini karena Kementerian Pendidikan kurang lobi-lobi ke Bappenas untuk peningkatan alokasinya,\" katanya. Akibatnya, perguruan tinggi negeri, terutama yang berstatus badan hukum atau PTN-BH mencari sumber pembiayaan dana pendidikan dari lainnya, seperti melalui penerimaan seleksi jalur mandiri dengan cara memainkan UKT, karena diberikan keleluasaan. \"Seleksi jalur mandiri ini yang coba dimainkan oleh kampus-kampus. Padahal mereka sebenarnya tidak siap untuk pembiayaan mandiri,\" kata Ketua Bidang Keumatan DPN Partai Gelora ini. Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berharap agar alokasi anggaran 20 persen pendidikan di APBN seluruhnya dikelola oleh pendidikan tinggi dibawah Kemendikbudristek, tidak perlu dibagi ke pendidikan lain yang dikelola kementerian atau lembaga lainnya. \"Jadi nomenklatur anggaran pendidikan 20 persen dari APBN itu, harus total untuk pendidikan nasional dari jenjang SD sampai perguruan tinggi, bukan untuk sekolah agama atau kedinasan dan lain-lain,\" katanya. Raihan meminta agar pemerintah dalam menjalankan politik anggaran yang lebih berpihak pada pendidikan, bukan sekedar formalitas saja, sehigga sumber daya manusia bisa disiapkan secara maksimal. \"Anggaran pendidikan 2024 Rp 660,8 triliun atau 20 persen dari APBN itu, seandainya 50 persen saja dimaksimalkan, itu luar biasa dan sudah bisa menolong anak-anak kita di perguruan tinggi.Polemik soal UKT ini tidak ada,\" tegasnya. Raihan menegaskan, Partai Gelora tetap akan memperjuangkan program kuliah gratis sesuai janji kampanyenya dalam bentuk rekomendasi ke pemerintah, meskipun belum lolos ke parlemen atau Senayan dalam Pemilu 2024 ini. \"Pada prinsipnya kalau ditanya tentang kuliah gratis, itu sudah kita jelaskan disaat kampanye. Kita sudah hitung-hitungan dengan kemampuan negara sekarang. Itu dilakukan dari pengelolaan dana pendidikan, didana 20 persen itu,\"ujarnya. Caranya, pemerintah harus fokus dalam pengelolaan 20 persen dana pendidikan melalui program Wajib Belajar 16 Tahun.Dari jenjang pendidikan dasar (SD) dan menengah (SMP dan SMA), bakat anak didik sudah di pantau sejak awal, apakah vokasi (profesional) atau akademik. \"Jadi ada seleksi dari negara, mana anak-anak yang bakatnya vokasi atau akademik. Kalau vokasi misalnya cukup sampai SI, karena dia akan menjadi profesional, kalau yang akademik bisa sampai Doktor (S3), tapi yang vokasi juga bisa menjadi Doktor Terapan,\"katanya. Namun sekarang,menurut pandangan pakar pendidikan ini, ada salah kaprah dalam pengelolaan program pendidikan vokasi di Indonesia. \"Yang vokasi ini kurang dibimbing oleh negara, sehingga anak-anak vokasi memaksakan diri ke akademik, padahal dia tidak punya bakat akademik, dia profesional. Akibatnya, pendidikan vokasi sekarang tidak efektif, karena tidak adanya pencarian bakat anak-anak dari pendidikan dasar dan menengah,\" katanya. Karena itu, ketika berbicara masalah kuliah gratis perlu dilakukan pemetaan sejak awal antara program pendidikan vokasi dan akademik agar lebih terarah dalam pemanfaatan dana pendidikan secara maksimal. \"Ketika berbicara kuliah gratis, ini bagian yang harus dipetahkan antara vokasi dan akademik, ketika kita bicara kuliah gratis,\" tegas Raihan Iskandar. Tidak Naikkan UKT Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar Prof Subehan SSi, PhD yang juga menjadi narsumber dalam diskusi ini mengatakan, pada prinsipnya beberapa perguruan tinggi negeri memang menginginkan ada kenaikan UKT untuk pengelolaan anggaran di kampus masing-masing. \"Kami di Universitas Hasanudin tahun ini tidak ada kenaikan, tapi kalau ada penambahan satu tingkat, kami tetap prioritaskan bagi mereka yang layak latar belakang ekonomi cukup saja,\" kata Subehan. Unhas, katanya, sudah bersepakat untuk mencari sumber pendapatan lain dalam menutupi biaya operasional yang tinggi seperti melalui bisnis atau memanfaatkan aset, bukan memungut sumber pendapatan dari UKT mahasiswa. \'Pemanfaatan aset-aset ini yang kita gunakan untuk mendapatkan sumber pendanaan, selain dari UKT seperti penelitian-penelitian atau usaha-usaha yang bisa dikembangkan di perguruan tinggi kita,\" katanya. Subehan mendukung usulan Partai Gelora agar anggaran 20 persen pendidikan yang dialokasikan di APBN diserahkan sepenuhnya ke Kemendikbudristek untuk dikelola. \"Jadi anggaran 20 persen sebaiknya jangan diganggu yang lain, sehingga pemerintah bisa fokus untuk menciptakan sumber daya yang unggul demi menyongsong Indonesia Emas 2045,\" pungkasnya. (*)
Mafia Skandal Timah Kerja Keras Perlebar Episentrum
Oleh Kisman Latumakulita | Wartawan Senior FNN SETELAH Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan mengenai sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres), perhatian publik kini tertuju ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung, kantornya Jaksa Agung Muda Tinda Pidana Khusus (Jampusus) yang menangani korupsi di PT Timah Tbk. Dugaan nilai kerugiannya terbesar sejak Indonesia merdeka 79 tahun lalu, sejak 17 Agustus 1945. Awalnya Jampidsus Febrie Adriansyah mengumumkan duagaan kerugian negara hanya Rp 271 saja. Namun hari ini (Rabu, 29 Mei 2024) Jaksa Agung ST Burhanuddin mengoreksi angka kerugian yang pernah diumumkan Jampidus Febrie. Burhanuddin menduga nilai yang malah lebih besar lagi, yaitu Rp 300 triliun. Para sindikat melakukan dugaan korupsi terkait tata niaga timah. Lokasinya di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk. selama 7 tahun, dari tahun 2015 sampai 2022. Angka kerugian bertambah Rp 29 triliun, dari yang semula hanya Rp 271 triliun menjadi Rp 300. Untuk mendapatkan hitungan Rp 300 triliun itu, Kejaksaan Agung dibantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Publik terkaget-kaget antara percaya dan tidak percaya. Yang kaget dan terperangah bukan saja di dalam negeri, namun juga yang di manca negara. Publik bertanya-tanya, siapa sih pelakunya itu? Berani amat mereka. Hebat amat mereka. Sudah berani, rakus pula. Nilai korupsinya Rp 300 triliun itu kan 10% lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia 2023 senilai Rp 2.463 triliun. Sampai hari ini pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sebanyak 22 orang. Para tersangka tersebut umumnya hanya pelaksana di lapangan saja. Penyidik Gedung Bundar belum sentuh pelaku kakap seperti yang dibilang wartawan senior Bang Dahlan Iskan RBT atau RB. Ada juga jenderal purnawirawan bintang empat yang berinisial B. Pelaku yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka adalah mantan Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Dia menjabat Dirjen Minerba dari 2015 - 2020. Saat Bambang menjabat Dirjen Minerba itulah aksi korupsi mafia timah di wilayah IUP PT Timah Tbk dimulai. Aksi pencurian mereka berlangsung sampai tahun 2022. Pelaku kakap tampaknya panik berat. Aksinya sudah diketahui Gedung Bundar. Untuk meyakinkan dugaannya, Gedung Bundar mengajak ahli yang mampu menghitung kerugian negara dari aspek kerusakan lingkungan. Akibatnya pelaku kakap melancarkan aksi teror ke Kejaksaan Agung. Awalnya pelaku kakap berusaha melobi dan ajak berdamai Gedung Bundar. Biasa disebut “delapan enam\" (86), pasal perdamaiaan KUHP. Namun rupanya ajakan lobi dan berdamai tidak ampuh menghentikan gerak Gedung Bundar. Langkah selanjutnya melancarkan teror ke Kejaksaan Agung. Pelaku mengirim rombongan motor gede (moge) dengan sirine yang berputar-putar di sekitar Gadung Kejaksaan Agung. Sempat juga pelaku kakap mengirim drone ke Gedung Bundar. Tujuannya memantau kegiatan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penyelidik dan penyidik kasus timah di Gedung Bundar. Jajaran kejaksaan sigap dengan senjata untuk menembak drone yang dikirim para mafian timah. Teror terakhir adalah mengirim anggota Densus 88 Polri untuk mengintai Jampidus Febrie Adriansyah yang akan makan malam di sebuah restoran. Untung saja pengawal Jampidsus yang anggota TNI itu sigap, sehingga bisa membekuk anggota Densus. Tim pengintai Jampidsus lain, yang berada di luar dan sekitaran restoran juga buru-buru kabur. Prosedur tetap yang berlaku di polisi, hanya dua orang yang punya kewenangan untuk menggerakkan Densus 88 Polri, yaitu Kapolri dan Kabareskrim. Namun Kabareskrim Komjen Wahyu Widada sudah menyatakan kepada Jampidsus Febrie Adriansyah bahwa dirinya tidak tahu-menahi dengan kegiatan pengintaian tersebut. Sampai sekarang Kapolri Jenderal Sigit masih diam. Kapolri belum bersuara. Mungkin Kapolri lagi memerintahkan Kadiv Provam Irjen Polisi Suhardiyanto melakukan penyelidikan di internal dulu, untuk mengetahui duduk masalah yang sebenanrnya seperti apa? Publik tentu menunggu penjelasan resmi dari Kapolri, Kadiv Provam atau Kadiv Hmas Irjen Polisi Sandhi Nugraha. Namun publik juga mungkin perlu bersabar menunggu penjelasan resmi dari Mabes Polri. Jangan terburu-buru. Khawatir salah atau keliru, bisa berakibat menambah masalah baru. Bisa tambah runyam kalau ada masalah baru akibat salah bicara. Langkah Jampidsus Febrie yang semakin mendekat ke pelaku besar RBT atau RB dan Jendral bintang empat inisial B membuat mereka resah. Mereka lalu bekerja keras memperlebar wilayah pertempuran ke samping. Misalnya, kasus rekening gendut yang sudah basi dan tutup buku 15 tahun lalu, dicoba untuk dibuka-buka lagi. Padahal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan di tahun 2014 menyatakan kasus rekening gendut sah tidak terbukti secara hukum. Hanya hoax saja. (*)
Selamat Ginting: Usia Pensiun TNI Idealnya 60-65 Tahun Setara Polri, PNS, dan Terkait Usia Harapan Hidup
Jakarta | FNN - Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengusulkan usia pensiun TNI idealnya 60-65 tahun, setara dengan Aparat Sipil Negara (ASN) lainnya, seperti Polri, Kejaksaan, dan PNS (Pegawai Negeri Sipil) lainnya. Selain itu mesti disesuaikan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia. “Usia pensiun TNI tergolong terlalu cepat dibandingkan dengan Polri, dan PNS lainnya. Apalagi jika dikaitkan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia sekitar 74 tahun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik akhir Desember 2023 lalu,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP Unas, Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (29/5/2024). Ia menanggapi Rapat Paripurna DPR ke-18 Masa Sidang V Tahun 2023-2024 yang mengesahkan empat RUU menjadi usul inisiatif DPR, Selasa (28/5).Empat RUU itu yakni RUU perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, RUU perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri, RUU perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan RUU Perubahan ketiga UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. RUU TNI akan mengakomodasi tiga materi pokok usulan usulan revisi. Masing-masing terkait status TNI, masa pensiun dinas, dan mengenai hubungan TNI dengan Kementerian Pertahanan. Termuda di Dunia Menurut Selamat Ginting, jika dibandingkan dengan usia pensiun militer di Asia dan dunia, maka usia pensiun TNI maksimal 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama, tergolong paling muda di dunia. Umumnya negara-negara di Asia dan dunia rata-rata sekitar 60-65 tahun, hal ini terkait dengan usia harapan hidup penduduk di negara-negara tersebut. “Jika dikaitkan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia pada akhir 2023 lalu, usianya sekiar 74 tahun. Artinya wajar apabila usia pensiun TNI ditingkatkan menjadi 60-65 tahun. Usia seperti itu masih tergolong usia produktif dengan semakin baiknya tingkat Kesehatan, dan kesejahteraan penduduk,” kata Ginting. Sama seperti PNS, lanjut Ginting, usia pensiun bagi eselon dua dan eselon satu maksimal 60 tahun. Sedangkan eselon tiga ke bawah, usia pensiunnya 58 tahun. Sementara yang menduduki posisi fungsional seperti dosen atau tenaga pengajar bisa sampai 65 tahun. Maka wajar pula apabila perwira tinggi TNI yang menduduki jabatan strategis seperti Panglima TNI maupun Kepala Staf Angkatan, serta prajurit yang menjadi dosen atau guru militer, dan memiliki keahlian khusus dapat diberikan kesempatan berdinas hingga maksimal 65 tahun. “Prajurit yang mempunyai tugas fungsional serta keahlian, tidak bisa begitu saja dipensiunkan, karena untuk mencetak sumberdaya manusia seperti itu tidak mudah dan mahal. Misalnya ahli penjinak bom Zeni, ahli nubika (nuklir, biologi, kimia) Zeni, ahli tank dan panser Kavaleri, ahli Meriam Artileri, teknisi pesawat tempur, teknisi kapal perang, dan lain-lain. Semakin tua akan semakin ahli dan matang. Mereka justru umumnya golongan bintara. Apa harus pensiun 53 tahun? Jadi wajar juga jika mereka pensiun usia 58-60 tahun, karena negara membutuhkan keahlian mereka,” ungkap Ginting. Oleh karena itu, kata dia, UU TNI Pasal 53 tentang usia pensiun Prajurit TNI bisa disesuaikan dengan Polri. Prajurit TNI melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 tahun. Sedangkan khusus untuk jabatan fungsional, prajurit TNI dapat melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 65 tahun, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. “Bagi perwira tinggi TNI, masa dinas keprajuritan dapat diperpanjang secara selektif oleh Presiden. Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan masa dinas keprajuritan cukup bisa diatur dengan Peraturan Panglima TNI saja, karena pimpinan TNI mengetahui urusan internalnya,” ujar Ginting. Apabila perubahan usia pensiun TNI dapat disetujui DPR, kata Ginting, maka otomatis Pasal 71 tentang pemberlakuan usia pensiun prajurit TNI, bagi perwira yang tepat berusia atau belum genap berusia 58 tahun, diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 60 tahun dan bagi bintara/ tamtama yang tepat berusia atau belum genap berusia 53 tahun, diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 60 tahun. “Selama ini didengungkan soliditas TNI dan Polri. Tapi begitu lihat usia pensiun bintara/tamtama TNI dan Polri berbeda jauh. Bintara/tamtama TNI pensiun usia 53 tahun, sedangkan Polri 58 tahun. Perbedaan tersebut bisa menimbulkan kecemburuan di antara prajurit TNI dengan Polri. DPR harus memperhatikan psikologis prajurit di lapangan. Misalnya antara babinsa (bintara pembina desa) TNI dengan bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) Polri,” ungkapnya. Prajurit TNI Satu Persen dari Jumlah Penduduk Selamat Ginting beralasan, jumlah personel TNI saat ini terlampau minim jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta jiwa. Prajurit TNI hanya sekitar 500 ribu orang. Jika mengambil satu persen saja dari jumlah penduduk Indonesia, setidaknya jumlah prajurit aktif TNI sekitar 2,7 juta personel. Begitu juga dengan polisi, jumlahnya mesti 2,7 juta personel aktif. “Namun melihat kondisi keuangan negara, maka yang paling memungkinkan saat ini menjadikan jumlah prajurit TNI sekitar satu juta personel, begitu juga dengan prajurit aktif Polri sekitar satu juta personel. Dengan jumlah personel gabungan TNI dan Polri sekitar dua juta personel, maka kita bisa leluasa menjalankan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) menghadapi ancaman perang berlarut,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik dan militer. Oleh karena itulah, menurut Ginting, dengan memperlambat usia pensiun TNI dan Polri hingga 60-65 tahun dapat memenuhi jumlah personel untuk mengisi organisasi TNI dan Polri dari Sabang Sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote. Termasuk untuk mengisi organisasi-organisasi baru yang disesuaikan dengan hakikat ancaman bagi NKRI. “Misalnya untuk bintara yang usianya sekitar 50 tahunan dapat mengisi posisi babinsa. Sehingga satu pos babinsa idelanya akan mengisi satu desa. Bukan seperti saat ini, satu babinsa bisa bertugas di 3-5 kecamatan. Bintara dengan usia 50 tahunan diharapkan akan lebih bijak dan bisa dituakan seperti tokoh masyarakat,” pungkas Ginting. (sws)
Peraturan Pemaksaan TAPERA Kepada Pekerja Melanggar Konstitusi: Wajib Batal
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PEMERINTAH lagi-lagi membuat ulah. Kali ini melalui pemaksaan penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Masyarakat pekerja dipaksa untuk menabung, untuk membiayai proyek perumahan rakyat. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 (tentang perubahan atas peraturan pemerintah no 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat), pemerintah mewajibkan, alias memaksa, Pekerja harus menabung sebesar 3 persen dari gaji, upah atau pendapatannya: Pemberi Kerja menanggung 0,5 persen, dan Pekerja menanggung 2,5 persen. Bukan saja sewenang-wenang, Peraturan Pemerintah tentang Tapera ini, dan dasar hukum yang digunakan, yaitu UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, secara transparan melanggar Konstitusi, sehingga bukan saja wajib ditolak, tetapi wajib batal demi hukum. Dasar hukum UU Tapera mau meniru UU tentang Jaminan Sosial (Ketenagakerjaan) yang bersifat memaksa. Dalam UU Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, setiap Pekerja wajib mengikuti program Jaminan Sosial (ketenagakerjaan) dengan iuran (premi) sebagian ditanggung Perusahaan (Pemberi Kerja) dan sebagian ditanggung Pekerja. Tetapi, program Tabungan Perumahan Rakyat tidak bisa disamakan dengan program Jaminan Sosial. Pemerintah tidak bisa memaksa Pekerja untuk menabung, dengan alasan apapun, termasuk untuk perumahan rakyat, karena melanggar konstitusi. Sedangkan program Jaminan Sosial merupakan perintah konstitusi, Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) tentang Kesejahteraan Sosial berbunyi: (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, dan(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pasal ini diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, sesuai perintah Konstitusi, terbitlah undang-undang UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang sebagian sudah diubah dengan UU Cipta Kerja (yang juga bermasalah Konstitusi). Sesuai perintah konstitusi Pasal 34 ayat (1), maka iuran Jaminan Sosial bagi masyarakat tidak mampu ditanggung pemerintah. Sebaliknya, dasar hukum UU Tapera bertentangan dengan Konstitusi. Pertimbangan hukum UU Tapera merujuk Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H, dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Seolah-olah, pembentukan UU Tapera ini sudah memenuhi perintah konstitusi. Tetapi, faktanya, tidak ada pasal-pasal konstitusi tersebut yang memberi wewenang kepada pemerintah (dan DPR) untuk membentuk UU yang mewajibkan masyarakat untuk menabung. Pasal 20 dan Pasal 21 UUD hanya menyatakan wewenang DPR dalam membuat undang-undang.Pasal 28 terkait Hak Asasi Manusia. Sekali lagi Hak. Bukan kewajiban. Pasal 28C ayat (1) menyatakan setiap orang mempunyai hak mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Sedangkan Pasal 28H menyatakan setiap orang mempunyai hak antara lain untuk hidup sejahtera, mempunyai tempat tinggal, …, memperoleh pelayanan kesehatan, memperoleh kesempatan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan, mendapat Jaminan Sosial, dan perlindungan hak pribadi. Pasal 28H menyatakan secara tegas bahwa mempunyai tempat tinggal adalah hak, bukan kewajiban, apalagi kewajiban untuk menabung. Untuk memenuhi hak masyarakat ini, pemerintah berkewajiban menyediakan tempat tinggal bagi rakyatnya. Kalau tidak bisa, berarti pemerintah gagal dan tidak mampu. Maka, pilihan terbaiknya adalah mundur. Bukan malah mewajibkan masyarakat untuk menabung, yang melanggar hak asasi manusia. Sedangkan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) adalah tentang sistem Jaminan Sosial yang sudah melahirkan dua UU tentang sistem Jaminan Sosial seperti disebut di atas. Sekali lagi, perlu dipertegas, Pasal 34 UUD adalah perintah pengembangan sistem Jaminan Sosial, bukan untuk mewajibkan masyarakat untuk menabung. Jadi, tidak ada satu pasal di dalam konstitusi yang menyatakan pemerintah bisa mewajibkan masyarakat untuk menabung. Di samping itu, pemaksaan menabung melanggar konstitusi Pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, UU Tapera wajib batal karena menyimpang dari UUD, artinya tidak ada dasar hukumnya berdasarkan UUD, bahkan melanggar konstitusi Hak Asasi Manusia, yang pada prinsipnya, masyarakat mempunyai hak bebas memilih untuk menabung atau konsumsi: tidak bisa dipaksa. Kenapa pemerintah terus nekat membuat UU bermasalah dan melanggar konstitusi? Apakah demi pengembangan dan pembiayaan proyek perumahan swasta yang baru-baru ini mendapat status Proyek Strategis Nasional? Nampaknya, UU yang dibuat pemerintah selalu diwarnai dengan motif rente ekonomi terselubung yang merugikan masyarakat umum. Padahal, BPJS ketenagakerjaan sudah dapat membiayai program kepemilikan rumah bagi peserta BPJS ketenagakerjaan. Jadi, untuk apalagi Tapera yang pesertanya sama dengan BPJS Ketenagakerjaan? https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/perumahan.html https://www.hukumonline.com/klinik/a/peserta-bpjs-ketenagakerjaan-bisa-dapat-kpr-simak-syaratnya-lt5ab31638bde4f/ Atau, pemerintah sudah kehabisan sumber pembiayaan utang untuk membiayai defisit APBN yang terus membengkak? Apakah karena sebagian besar uang Haji dan uang BPJS ketenagakerjaan sudah menipis digunakan untuk membeli surat utang negara, dan sekarang perlu Tapera, yang diplesetkan menjadi TAbungan atas PEnderitaan RAkyat? Oleh karena itu, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Tabungan Perumahan Rakyat wajib batal karena sewenang-wenang dan melanggar konstitusi. Kalau saja DPR berdaulat, mungkin Presiden Jokowi sudah berkali-kali kena impeachment, karena (terindikasi kuat) berkali-kali melanggar konstitusi. Seperti UU KPK, UU Cipta Kerja, UU IKN, atau upaya-upaya lain seperti Perpres Iuran Pariwisata, atau wacana pemberian subsidi untuk kereta cepat yang sebagian dimiliki asing. (*)
Kedubes RI Gelar Acara Budaya yang Meriah di Museum Seni Riga, Latvia
Jakarta, FNN | Nuansa budaya Indonesia mewarnai Museum Seni Riga Bourse (Art Museum Riga Bourse) di Riga, ibukota Latvia, pada Ahad 26 Mei 2024 lalu. Maklum saja, pada hari itu KBRI Stockholm menggelar acara Bincang Budaya (Cultural Talk) dan Pelatihan Tari Tradisional Indonesia (Indonesian Traditional Dance Workshop) di museum yang menyimpan koleksi benda warisan budaya Indonesia yang terbesar di Kawasan Baltik tersebut. Acara dimulai dengan Indonesian Cultural Talk, mengajak para pengunjung museum untuk mengeksplorasi koleksi Indonesia di Museum Seni Riga Bourse secara mendalam. Museum seni tersebut memiliki 76 benda budaya Indonesia yang juga merupakan jumlah terbesar di antara benda-benda budaya negara-negara Asia Tenggara lainnya yang ada di museum ini. Koleksi benda budaya Indonesia terdiri dari berbagai kain tradisional Indonesia, termasuk berbagai jenis Songket, Ulos, dan Batik di mana setiap kain memiliki makna budaya yang unik dan desain yang rumit, mencerminkan kekayaan tradisi tekstil di Indonesia. Selain itu, museum ini juga menampilkan koleksi budaya lainnya seperti wayang kulit, keris, barbagai patung dan ukiran dari Kalimantan dan Papua, patung Garuda Kencana, hingga lukisan terkenal seniman Indonesia Raden Saleh yang berjudul “Berburu Singa”. Acara ini menarik perhatian baik warga Latvia yang tinggal di wilayah Riga dan sekitarnya terutama mereka yang berkecimpung di bidang seni dan budaya. Salah satu peserta bernama Sarah, mengungkapkan kekagumannya terhadap kegiatan bincang budaya tersebut. \"Saya berpikir bahwa Indonesia adalah negara eksotis dengan kekayaan budaya yang melimpah, yang tercermin dari varian tekstil yang memiliki berbagai macam motif yang bermakna. Saya membawa dua putra saya yang sangat menyukai seni, dan mereka sangat menikmati pembicaraan budaya tersebut. Saya belum pernah mengunjungi Indonesia, tetapi setelah acara ini, saya ingin pergi ke sana bersama keluarga saya,\" ujarnya. Setelah Bincang Budaya, acara dilanjutkan dengan serangkaian workshop/pelatihan tari tradisional yang dipandu oleh penari profesional dari Asosiasi Pantcha Indra, Ni Kadek Yulia Puspasari dan Wahyu Rumiyati. Lokakarya ini memberikan peserta pengalaman langsung mengenai bentuk tari Indonesia, memungkinkan mereka untuk merasakan ritme dan gerakan dinamis yang menjadi ciri khas tari Indonesia. Sesi pertama berfokus pada Tari Pendet dari Bali, tarian penyambutan yang secara tradisional dilakukan untuk menyambut tamu pada upacara dan festival. Dikenal dengan gerakannya yang anggun dan ekspresif, Tari Pendet memikat para peserta dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang budaya Bali. Sesi kedua memperkenalkan Tari Yapong dari Jakarta, yang dikenal dengan gerakannya yang lincah dan energik. Tarian ini, yang sering dipertunjukkan selama perayaan, mencerminkan semangat dan keragaman ibu kota Indonesia. Kedua sesi tersebut diikuti dengan antusias, dengan sekitar 35 orang di setiap sesi, termasuk warga Latvia lokal dan warga Indonesia yang tinggal di Latvia. Nina, seorang pemandu wisata dan penari yang ikut serta dalam kedua sesi tersebut, memberikan komentar tentang pengalamannya. \"Tarian-tarian tersebut sangat mengesankan. Saya bahkan mendapatkan kesempatan untuk mencoba kostum Tari Pendet, dan saya menyukai warna-warnanya yang cerah, yang memancarkan aura positif,\" katanya. Acara budaya ini bertujuan untuk mempromosikan budaya Indonesia dan menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang warisan seni Indonesia di kalangan masyarakat Latvia. Dengan menawarkan kombinasi yang menarik antara pembicaraan edukatif dan pelatihan tari interaktif, Kedutaan Besar Indonesia berhasil menyoroti keindahan dan keragaman tradisi Indonesia. KBRI Stockholm memiliki wilayah kerja di Swedia dan Latvia. Promosi budaya di Latvia bertujuan tidak hanya memperkenalkan seni budaya Indonesia dan memperat people-to-people contact namun juga untuk mendorong kunjungan wisata warga Latvia ke Indonesia yang tahun lalu hampir mencapai angka 6000 wisatawan Latvia ke Indonesia. Demikian ditekankan Kamapradipta Isnomo, Duta Besar RI di Stockholm. Acara-acara seperti ini memainkan peran penting dalam diplomasi budaya, memperkuat ikatan antar negara melalui apresiasi dan pemahaman bersama tentang warisan budaya masing-masing. Keberhasilan acara ini di Riga menjadi bukti daya tarik abadi budaya Indonesia dan kemampuannya untuk memikat penonton di seluruh dunia, tambah Dubes yang akrab dipanggil Kama tersebut. Latvia merupakan salah satu negara yang terletak di Kawasan Baltik dengan jumlah penduduk 1.9 juta orang. Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Latvia pada tahun 1993.
Kabinet Gembrot Menggusur Rakyat
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan RENCANA untuk menambah kementerian hingga lebih dari 40 pada Kabinet Prabowo kelak setelah pelantikan sungguh memprihatinkan. Nuansanya adalah \"bagi-bagi kue\" meskipun kue itu harus dibungkus dengan narasi kebutuhan. Kebutuhan akan perluasan bidang tugas. Gibran menyebut contoh bidang tugas itu adalah makan siang gratis. Tampaknya ada dua hal mendasari perlunya penggembrotan kementerian \"Kabinet Prabowo Gibran\" yaitu : Pertama, untuk mewadahi pusing dan jlimetnya program kerja \"Makan Siang Gratis\". Prabowo terjebak oleh janji kampanye \"asbun\" (asal bunyi) dan \"asrik\" (asal menarik) yang akhirnya menjadi \"aspu\" (asal tipu-tipu). Makan siang diubah menjadi \"sarapan\" dengan penghalusan menjadi \"makan bergizi gratis\". Kedua, untuk mewadahi koalisi pendukung dan koalisi rangkulan. Diperlukan wadah yang lebih besar. Akibatnya Prabowo harus melakukan penggemukan sapi eh politik dagang sapi. Kabinet adalah tempat makan-makan bersama para pendukung dan kelompok rangkulan. Bergembira \"cengengesan\" menikmati kekuasaan. Tugas dan amanat hanya sekunder bahkan tersier. Sebutan Kabinet Kebersamaan, Kabinet Gotong Royong, Kabinet Kekeluargaan, Kabinet Gemuk Kabinet Gembul ataupun Kabinet Gemoy merupakan Kabinet yang menghimpun sebanyak-banyak kelompok politik untuk berkumpul dalam Istana. Ditambah dengan kue Komisaris, kue Duta Besar, kue Staf Khusus. Pokoknya obral jabatan agar semua menikmati kue kekuasaan. Buka pintu korupsi berjama\'ah. Bagaimana dengan oposisi? Gampang, tinggal teriak dan minta fatwa dari Dukun Tata Negara bahwa dalam sistem Presidensial tak mengenal oposisi. Selesai. Ketika semua Pimpinan Partai berada dalam Kabinet, maka Parlemen pasti akan menghamba dalam barisan Daulat Tuanku. Yang penting adalah \"cash and carry\". Prabowo Gibran menjadi pengendali dari sistem Demokrasi Terpimpin. Rakyat tetap menjadi obyek kepentingan Oligarki. Oposan terancam hukuman mati. Inilah bahaya ke depan jika penguasa dinasti dan kroni tidak cepat diganti. Jokowi itu sumber kerusakan dan Prabowo Gibran bibit bagi pembusukan negeri. Prabowo bukan solusi, Gibran \'toxic\' demokrasi. Kabinet Gembrot merupakan penguat dari pemborosan finansial, pembodohan politik dan pelecehan moral. Hanya efektif sebagai sarana penggerusan kedaulatan rakyat. Kabinet gemuk paradoks dengan rakyat yang semakin kurus. Artinya membenarkan bahwa memang Prabowo Gibran adalah tokoh paradoksal. Paradoks dan membawa sial. Kabinet Gemoy sungguh menggemaskan, mencemaskan dan mengenaskan. Maklum diproduksi dari proses yang tidak jujur, tidak adil dan tidak benar. Jika dahulu slogan heroik adalah \"Sekali merdeka, tetap merdeka\" maka kini slogan itu telah berubah menjadi \"Sekali curang, tetap curang\"---Sekali Jokowi, tetap Prabowo. (*)
Kasus di Kejagung Akan Berbelok Arah
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih RAKYAT akan disuguhi cerita ketoprak sekadar hiburan sekalian mengecoh rakyat dengan skenario yang dimainkan para koruptor. Kasusnyapun akhirnya bisa menghilang ditelan bumi dengan aman tanpa bekas. Rangkaian kasus korupsi di PT Timah yang merugikan negara Rp 271 Triliun itu, telah dipertontonlan dengan terjadinya teror di Kejaksaan Agung. Ini adalah kejadian jadi-jadian yang tidak masuk akal, awal cerita ketoprak dimulai. Masyarakat luas meyakini skema korupsi 271 triliun hanya kecil dari keadaan korupsi di Indonesia yang sesungguhnya, terjadi di semua lini penyelenggara negara, tidak akan bisa di bongkar. Korupsi yang sedang ditangani Kejagung pelakunya akan diubah dengan peran pengganti untuk dikorbankan demi keselamatan para pejabat pelaku koruptor kakap yang sesungguhnya. Pelaku yang sesungguhnya terlibat tidak akan tinnggal diam. Fragmen awal dipanggillah Kepala Kejagung dan Kapolri oleh Presiden dan Memkopolhukam, patut diduga bukan untuk back up Kejagung menjalankan tugasnya, tetapu tidak lebih hanya nego agar kasusnya jangan melebar ke mana mana. Inilah yang ditakuti Presiden. Hampir dipastikan ceritanya akan berbelok arah. Hampir tidak mungkin Kejagung berani melawan Presiden. Kalau Kejagung berani menelusur pelaku yang sesunghuhnya siapa saja yang terlibat terutama para pelaku utama koruptornya, drama teror, tekanan dan ancaman akan membesar. Skenario belok arah akan dipaksakan dan pendahuluan sudah mulai muncul. Teror dan tekanan diduga diambilalih oleh Presiden dibantu Menkopolhukam. Kejagung diminta untuk tidak meneruskan penyidikan. Publik cukuplah dipuaskan dengan penangkapan pemeran lainnya. Cerita ketoprak mulai mengolah skenarionya bahwa kasus ini hahya terkait dengan \"upeti rutin\" yang \"wajib\" disetorkan oleh PT Timah ke kantong jenderal B (kepala BIN) lewat perusahaan anaknya yang bernama Herviana Widyatama yang juga menjabat sebagai ketua BMI organ sayap PDIP (PDIP diseret ke dalam). Mainkan Robert Bonosusatya sebagai pemain utama aliran korupsi tambang timah inilah sebenarnya yang diduga yang mengatur aliran dana berapa yang dipegang dan harus dipamerkan oleh HM, SD, HL sebagai aktor flexing agar disangka sebagai penerima paling banyak 271 T. Dimunculkannya dokumen hasil penyelidikan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri terhadap dugaan transaksi tak wajar milik Budi, disebutkan Herviano mengucurkan dana Rp 10 miliar itu pada 23 Mei 2007 dan 18 Desember 2007 melalui perusahaannya PT Mitra Abadi Berkatindo. Disebutkan dana Rp 10 miliar yang disetor Herviano ke PT Sumber Jaya Indah itu bagian dari pinjaman Rp 57 miliar, yang diperoleh Herviano dari PT Pacific Blue International Limited saat ia berusia 19 tahun. Saat diperiksa Tim Bareskrim pada 7 Juni 2010, Stefanus mengakui penyertaan modal oleh Herviano di PT Mitra Abadi berasal dari kredit Pacific Blue. Sebagai staf keuangan PT Sumber Jaya, pun menyebut dia pernah menerima setoran modal dari Herviano, karena saat itu ada kerja sama dengan PT Mitra Abadi. Muncul cerita lain KPK sudah mencurigai adanya transaksi tak wajar selama 2006 itu. Transaksi tersebut, menurut KPK, tidak sesuai dengan profil Budi sebagai anggota Polri. KPK kepada Budi sehingga ia ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 13 Januari 2015. Penetapan ini hanya sehari sebelum Budi mengikuti uji kelayakan sebagai calon tunggal Kepala Polri di DPR. Angka ecek-ecek mulai muncul bahwa dana Rp 57 miliar yang diperoleh Herviano dari Pacific Blue. Rencananya dipakai Herviano untuk mengembangkan bisnis perhotelan dan pertambangan timah. Saat penyelidikan rekening milik Budi. \"Dia (Herviano) belum sempurna menjadi pebisnis, belum matang. Semua transaksi saat itu dibantu oleh BG (Budi Gunawan). Lantaran masih 19 tahun dan menjadi direksi, maka Herviano dikawal dan dibantu oleh BG. Semua cerita pengadilan korupsi akan berubah. Korupsi di Indonesia hanya bisa diatasi munculnya Presiden benar negarawan, jujur dan berani menghukum mati para koruptor. (*)
Prof Kumba Digdowiseiso Diberhentikan dari Unas
Jakarta | FNN - Tim Pencari Fakta (TPF) Universitas Nasional (Unas) merekomendasikan dua poin terkait dugaan pencatutan nama dalam publikasi jurnal internasional yang dilakukan Prof Kumba Digdowiseiso. Pertama; memberhentikan Kumba Digdowiseiso dari jabatan sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FE) Universitas Nasional. Kedua; memberhentikan sementara Kumba Digdowiseiso dalam jabatan akademik/fungsional sebagai dosen dalam kurun waktu maksimal tiga tahun. “Keputusan tersebut berdasarkan kesimpulan dan mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan serta merujuk para peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan peraturan Rektor Unas dan ketentuan lainnya,” kata Staf Khusus bidang Komunikasi dan Media Massa Rektor Unas, Selamat Ginting, di Kampus Unas, Jakarta, Senin (27/5/2024). Menurut Selamat Ginting, hasil rekomendasi dari TPF ditindaklanjuti dengan dua Surat Keputusan (SK) Rektor Unas. SK Nomor 116 Tahun 2024 tentang pemberhentian sementara Prof Kumba Digdowiseiso sebagai dosen tetap Unas selama dua tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan pada 21 Mei 2024. SK Nomor 117 Tahun 2024 tentang pemberhentian Prof Kumba Digdowiseiso sebagai Dekan FEB tertanggal 21 Mei 2024. “Apabila Kumba Digdowiseiso telah menunjukkan etika akademik dengan baik, maka sanksi sebagaimana laporan hasil TPF pada 6 Mei 2024, akan ditinjau kembali,” ujar Selamat Ginting mengutip Keputusan Rektor Unas, El Amry Bermawi Putera. Temuan Fakta Dikemukakan, berdasarkan temuan fakta dan analisis atau data informasi yang diperoleh, maka TPF menyimpulkan, Kumba Digdowiseiso telah melakukan tindakan pelanggaran (misconduct) atas etika dan kepatutan ilmiah, serta integritas sebagai dosen. “Kajian dan rekomendasi tersebut dibuat oleh 10 anggota TPF yang dipimpin Wakil Rekor Unas bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Kerjasama. Prof Ernawati Sinaga yang juga sebagai Ketua TPF,” ujar Selamat Ginting. TPF terdiri dari Prof Ernawati Sinaga, anggota Senat Unas; Prof Sutikno, akademisi Universitas Negeri Semarang (UNNES); Prof Syarief Hidayat, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Prof Eddi Sugiono, anggota senat Unas; Prof Rumainur, anggota senat Unas; Dr Mustakim, anggota Komisi Disiplin Unas; Prof Suherman, akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ); Prof Retno Widowati, anggota senat Unas; Prof Aris Munandar, anggota senat Unas; dan Dr Fachruddin M Mangunjaya, anggota senat Unas. TPF dibentuk berdasarkan Keputusan Rektor Unas Nomor 95/R/IV/2024 tertanggal 19 April 2024. “TPF telah melakukan proses pencarian data-data, pemeriksaan klarifikasi dari berbagai pihak terkait, penyusunan kronologis, kajian dan rekomendasi,” kata Selamat Ginting. Dijelaskan, ada pun faktor-faktor yang memberatkan Kumba Digdowiseiso merupakan dekan sekaligus guru besar FEB Unas. Sedangkan faktor yang meringankan yang bersangkutan tidak pernah melakukan pelanggaran akademik dan pelanggaran lainnya. Selain itu masih sangat muda dan mempunyai semangat tinggi dan potensial untuk memajukan institusi. Tidak Ada Kaitan Proses Guru Besar Diungkapkan, dugaan penggunaan artikel ilmiah yang diproses dengan cara tidak etis dalam pengajuan gelar guru besar, dari pemeriksaan ditemukan fakta publikasi ilmiah internasional pada tahun 2023 dan 2024 tidak digunakan dalam proses pengajuan guru besar Kumba Digdowiseiso. Melainkan mengunakan publikasi ilmiah pada tahun 2021 dan 2022 dan perolehan jabatan profesor pada 1 Oktober 2023 mendasrkan pada Keputusan Menristek RI. “Jadi dari fakta-fakta tersebut dapat dinyatakan tidak ada korelasi pengajuan guru besar Kumba Digdowiseiso, dengan publikasi-publikasi yang berkaitan dengan nama-nama dosen UMT (Universiti Malaysia Terengganu),” kata Selamat Ginting. Ditambahkan, Rektor Unas juga meminta Kumba Digdowiseiso melakukan dua hal terkait dengan Universiti Malaysia Terengganu. Pertama; permintaan maaf kepada semua dosen Universiti Malaysia Terengganu yang namanya tercantum dalam artikel jurnal yang diterbutkan tanpa persetujuan atau sepengetahuan dosen tersebut. Kedua; me-remove (menghapus) nama dosen Universiti Malaysia Terengganu yang tercantum dalam artikel jurnal Kumba Digdowiseiso. Koordinasi dengan LLDikti III Rektor Unas dan Ketua TPF telah menemui pimpinan UMT pada 5 Mei 2024 untuk mendapatkan informasi sekaligus membahas kasus Kumba Digdowiseiso. “Permintaan Rektor Unas kepada Kumba menindaklanjuti surat Rektor UMT Prof Dato Mazlan bin Abd Ghaffar perihal permintaan perbaikan daftar penulis yang tidak sah,” ujar Selamat Ginting. Staf Khusus Rektor Unas juga menjelaskan, Rektor Unas dan Ketua TPF juga telah melakukan pertemuan dengan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III pada 20 Mei 2024. Termasuk Rapat Rektor Unas dengan para wakil rektor, Ketua Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK), serta Penasihat Manajemen Unas terkait hasil tinjauan TPF pada 21 Mei 2024. “Rektor dan Warek PPMK rapat kembali dengan LLDikti III pada 22 Mei 2024 dan rapat Rektor, para wakil rektor dan ketua YMIK melaporkan hasil rapat dengan LLDikti III pada 22 Mei 2024. Jadi semua Keputusan TPF dan Rektor Unas telah dilaporkan kepada LLDikti III sebagai bagian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” pungkas Ginting.
TNI Bisa Menjaga Kejaksaan dan Tangkap Oknum Polisi untuk Kepentingan Negara
Jakarta | FNN - Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengatakan tidak ada yang salah Polisi Militer TNI menjaga keamanan Kejaksaan Agung dan menangkap oknum polisi untuk kepentingan negara. \"Penugasan prajurit aktif TNI di luar struktur TNI mengacu kepada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. TNI punya tugas pokok menegakan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,\" kata Selamat Ginting di Jakarta, Senin (27/5/2024). Objek Vital Nasional Tugas tersebut, lanjut Selamat Ginting, dilaksanakan melalui Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam OMSP terdapat satu klausul mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis. \"Kejaksaan Agung merupakan objek vital nasional strategis bidang hukum. Untuk kepentingan negara, maka sah TNI menjaga Kejaksaan Agung,\" ujar Ginting. Apalagi, kata dia, permintaan untuk menjaga Kejaksaan Agung juga berkorelasi dengan adanya posisi Jampidmil (Jaksa Agung Muda bidang Pidana Militer) yang ditempati Pati TNI bintang dua. Sehingga, lanjutnya, keberadaan Polisi Militer TNI yang terdiri dari tiga matra untuk menjaga Kejaksaan Agung otomatis menjaga dari gangguan yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu kasus hukum tertentu. Dikemukakan, jika gangguan keamanan itu datangnya dari oknum kepolisian, tidak ada masalah bagi POM TNI untuk memeriksa personel kepolisian. Setelah itu dikembalikan kepada institusinya. \"Jadi tindakan POM TNI sudah betul menangkap personel kepolisian yang diduga dapat mengganggu proses hukum yang diduga terkait kasus korupsi di PT Timah senilai sekitar Rp271 Triliun,\" pungkasnya. (ida)