ALL CATEGORY

Strategi Kontraproduktif BNPT dan Budi Gunawan Tidak Sejalan dengan Asta Cita Prabowo

Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Hukum Trisakti Poin pertama Asta Cita rezim Prabowo-Gibran, memuat ketentuan memperkokoh ajaran Pancasila.   Dalam merealisasikan ketentuan tersebut, Prabowo mengedepankan strategi dan langkah-langkah produktif. Intinya, mengokohkan ajaran Pancasila dengan meningkatkan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam rangka memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat.  Asta Cita dijadikan sebagai platform untuk mengintgrasikan Pancasila ke dalam kebijakan publik Prabowo. Dimulai dengan desain kebijakan untuk menguatkan sistem pertahanan keamanan, mendorong kemandirian dan pemerataan pembangunan ekonomi, industrialisasi, penyerapan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, reformasi politik, hukum dan birokrasi serta toleransi umat beragama (poin 2 sampai 8 Asta Cita).  Hal itu menunjukkan, upaya memperkokoh ajaran Pancasila sebagai dasar negara yang ditempuh Prabowo sangat produktif, sangat kompeherensif. Dilakukan dengan strategi menjamin peningkatan penerapan nilai-nilai pancasila untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat.  ­Strategi ini didasarkan pada keyakinan, bahwa semakin kuat pemerintah menjalankan komitmennya menerapkan ajaran Pancasila untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka akan memicu peningkatan simpati, dukungan dan kepatuhan masyarakat terhadap pemerintah dan ajaran Pancasila.  Namun di balik strategi profuktif yang digagas Prabowo, ada sejumlah pihak yang berusaha menyusun narasi, mengkampanyekan kajian akademik dan sosialosasi politik terselubung untuk menyempitkan makna \"pengokohan ajaran Pancasila\" ke dalam perspektif yang cenderung kontraproduktif.  Bahwa dalam upaya mengokohkan ajaran Pancasila, semata-mata dilakukan melalui pendekatan penindakan secara pidana kelompok atau orang-orang yang mengemban, meyakini, menerapkan, menyebarkan dan memprovokasi masyarakat luas untuk meyakini dan turut menyebarkan ajaran dan paham yang bertentangan dengan Pancasila.  Salah satunya adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bahwa penindakan terhadap paham dan kelompok yang bertentangan dengan ajaran Pancasila, perlu diarusutamakan dalam upaya penguatan ajaran Pancasila.  Hal tersbut dimuat dalam dokumen BNPT yang turut dirilis Menkopolkam, Budi Gunawan pada 4 Desember kemarin dengan judul \"Outlook Indonesia Knowledge Hub on Counter Terrorism and Violent Extremism (I-KHub CT/VE) 2024 dan Peta Jalan Komunikasi Strategis Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (Komstra PE) 2024\".  Riset ini menggarisbawahi masifnya pergeseran aksi terorisme dari ruang kehidupan nyata ke jaringan siber. Bahwa selama 5 tahun terakhir, ruang siber digital menjadi wadah atau tempat bagi jaringan teror melakukan rekruitmen, propaganda hingga pendanaan terorisme secara masif.  Hasil riset turut mengukur tingginya risiko penyalahgunaan ruang siber untuk aktivitas ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, meskipun pada faktanya tidak terjadi aksi terorisme secara nyata.  Salah satu strategi utama kelompok radikal-ekstrim-teror adalah menyebarkan paham dan ajaran yg memprovokasi masyarakat luas untuk anti terhadap Pancasila dan NKRI. Hal ini didukung penyebaran informasi dengan tujuan menciptakan kekacauan politik dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadapat pemerintah Indonesia.  Narasi yang dipandang sangat menonjol selama setahun belakangan yakni soal disinformasi tentang pemilihan umum, krisis kemanusiaan Palestina dan narasi anti pemerintah.  Dalam konteks pemilu, kelompok (radikal-ekstrim-teror) menyebarkan narasi: Daulah Islam atau Khilafah melawan Demokrasi, larangan memilih pemimpin kafir, syubhat demokrasi dan pentingnya memilih pemimpin sesuai syariat Islam.  Terkait konflik Palestina, narasi yg disebarkan adalah ajakan persatuan ummah. Bahwa umat Islam harus bersatu di bawah Khilafah untuk mengakhiri penderitaan Palestina.  Selain itu, turut disebarkan narasi, bahwa semua persoalan negara muncul sebagai bentuk azab karena Indonesia tidak menganut syariah Islam atau menggunaka dasar negara yg sekuler. Bahwa pemilu demi pemilu tidak akan menjawab keadaan. Siapapun yang terpilih lewat pemilu demokrasi hakikatnya hanya menggantikan toghut lama dengan toghut baru.  Semua narasi provokasi tersebut disebar secara konsisten oleh beberapa kelompok ekstrim-teror. Misalnya HTI dan FPI. HTI konsisten dengan kampanye ajaran Khilafah yang menegaskan perjuangan menggantikan sistem kenegaraan dari Pancasila dan NKRI menjadi negara yang berasaskan ajaran Islam.  Sepanjang eksistensinya, kelompok HTI memang belum pernah terlibat aksi kekerasan kriminal dan tindak teror apapun. Hanya saja, vokalnya kampanye ajaran khilafah dipandang sebagai upaya provokasi masyarakat luas anti terhadap NKRI dan Pancasila dinilai sebagai kejahatan terhadap ideologi Pancasila.  Bagi BNPT, temuan ini menjadi penguatan konsistensi dalam melakukan pencegahan secara komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mengintensifkan kontra narasi dan kontra propaganda hingga mengimplementasikan peta jalan komstra penanggulangan terorisme secara menyeluruh.  Menurut hemat kami, riset dan penilaian BNPT terkait perkembangan paham radikalisme, ekstrimisme dan aksi terorisme sangat premature serta lemah landasan akademik.  BNPT dan Menkopolkam terlalu jauh melakukan penilaian terhadap ajaran dan tindakan kekerasan yang dikategorikan ke dalam makna radikalisme, ekstrimisme dan aksi terorisme. Tapi di satu sisi, tidak ada satupun landasan akademik serta aturan perundang-undangan di Indonesia yang sejauh ini mampu mendifinisikan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.  Lalu apa yang menjadi landasan akademik dan regulasi tertulis yang dijadikan dasar BNPT menyusun riset dengan hasil mendapuk ajaran Islam, misalnya khilafah dan kelompok Islam, misalnya HTI sebagai ajaran dan kelompok radikal, ekstrim dan teror?  Dalam outloknya, BNPT masih konsisten mengulang kesalahannya. Menyasar ajaran Islam dan kelompok Islam ke dalam makna radikalisme, ekstrimisme dan terorisme tanpa didasarkan pada landasan akademik dan undang-undang tertulis dapat dikatakan sebagai bentuk kejahatan, represifitas, dan pembatasan hak asasi manusia yang dijaminkan dalam pasal 28e ayat (2) UUD 1945.  Merujuk pada UU No. 1 Tahun 2023, dalam Buku Kedua Tindak Pidana, BAB I (Tindak Pidana Terhadap Kemanan Negara), Bagian Kesatu dengan judul \"Tindak Pidana Terhadap Ideologi Negara\", Paragraf I meliputi pasal 188, pasal 189 dan pasal 190, tidak ada satupun ketentuan yang mengatur tentang ajaran Islam, termasuk khilafah sebagai ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.  Secara khusus pasal 188, hanya menyebutkan Sosialisme, Marxisme, Leninisme dan ajaran lainnya yg bertentangan dengan Pancasila. Ketentuan dalam BAB I ini juga tidak mendefinksikan apa yg dimaksud dengan Radikalisme, Ekstrimisme dan Terorisme.  Selain UU Ini, UU No 5 Tahun 2018 dan  PP No 77 Tahun 2019 tidak memuat definisi tentang radikalisme, ekstrimsime dan terorisme.  Artinya, proses penilaian ajaran dan kelompok-kelompok Islam yg didapuk radikal, ekstrim dan teror oleh BNPT dalam Outloknya, menggunakan model penafsiran, pemaknaan dan penilaian dengan rujukan di luar landasan akademik dan norma regulasi resmi negara.  Inilah celah kekosongan asas ilmiah dan hukum yg perlu diatensi dengan serius. Jika tidak, maka selamanya BNPT akan terus memaksakan motif politik untuk menilai dan menetapkan ajaran dan kelompok Islam ke dalam makna radikal dan ekstrim yang tidak profesional.  Semua orang di dunia tau. Radikalimse, ekstrimisme dan Terorisme: No global consensus. Hal ini menunjukan, sejatinya radikalisme terorisme adalah fenomena komplek yg lahir dari beragam faktor yang juga komplek.  Ada faktor domestik, seperti kesenjangan ekonomi (kemiskinan), ketidak-adilan, marginalisasi, kondisi politik dan pemerintahan, sikap represif rezim berkuasa, kondisi sosial yg sakit, dan faktor lain yang melekat dalam karakter kelompok dan budaya.  Ada pula faktor internasional seperti ketidak-adilan global, politik luar negeri yang arogan dari negera-negara kapitalis (AS), imperialisme fisik dan non fisik dari negara adidaya di negara jajahan, standar ganda negara superpower sehingga mengakibatkan tata hubungan dunia yg tidak berkembang sebagaimana mestinya (unipolar).  Selain itu, ada pula realitas kultural terkait substansi atau simbolik dengan teks-teks ajaran bUdaya dan agama yang dalam interpretasinya cukup variatif.  Ketiga faktor tersebut (lokal, global dan kultural) kemudian bertemu dengan faktor-faktor situasional yg sering tidak dapat dikontrol dan diprediksi, akhirnya menjadi titik stimulan lahirnya radikalisme dan ekstrimisme yg mengarah pada aksi kekerasan ataupun terorisme.  Oleh sebab itu, menjadi sangat gegabah, premature dan tidak profesional, jika BNPT langsung menilai, menghubungkan dan menetapkan ajaran Islam dan kelompok Islam tertentu dengan sebutan radikalisme, ekstrimisme yg mengarah pada aksi terorisme.  Oleh karena itu, untuk menjelaskan fenomena teror di Indonesia, setidaknya dibutuhkan framework analisis (analytical framework) yang tepat. Sehingga bisa ditemukan pemahaman tentang radikalisme dan terorisme serta solusinya (A.C. Manullang, 2006).  Harits Abu Ulya (CIIA), mengklasifikasikan Framework analisa ke dalam dua kategori, yakni Frame Work Kultural dan rasional.  Frame Work Kultural, membedah perilaku, sikap dan perbuatan sebagai penjelmaan nilai, sistem kepercayaan atau ideologi.  Metodologi ini fokus membaca korelasi antara nilai atau ideologi dengan teroris, intinya adalah interpretasi nilai terhadap aksi. Framework kultural berasumsi nilai menghasikan tindakan, tindakan sangat tergantung persepsi dan pemahaman (ideologi) yang dimiliki teroris.  Dengan framework ini semata akan berdampak parsial memahami terorisme dan menyeret publik kepada profil teroris dan tindakan terornya saja. sementara sasaran teror diabaikan. Dampak turunannya adalah solusi yang dilahirkan bersifat temporer dan parsial.  Dari framework inilah Islam dan umatnya seringkali menjadi fokus perhatian (seperti yang konsisten dilakukan BPNT). Bahkan sering kali lahir simplifikasi tentang ideologi radikal atau kelompok radikal sebagai akar terorisme. Radikalisme seolah menjadi inheren dengan Islam dan umatnya.  Jika terlalu terjebak pada framework ini, sebenarnya akan makin sulit menjelaskan secara tuntas, lengkap dan obyektif tentang sebab terjadinya teror. Karena pendekatan ini, hanya memfokuskan perhatian pada pelaku teror dan mengabaikan sasaran teror.  Dengannya, Framework Kultural ini akan sangat bermanfaat dalam menjelaskan modus teror. Sangat mudah untuk menjustifikasi ajaran Islam sebagai paham radikal yang dapat mengarah pada aksi teror. Tapi tidak akan mampu menjawab mengapa sekelompok orang memilih melakulan teror? Dan mengapa pihak tertentu harus menjadi sasaran terornya?  Pendekatan ini juga tidak akan mampu menjawab, kenapa sekelompok orang memilih melakulan teror di waktu-waktu tertentu. Padahal variabel kultural (menyangkut doktrin nilai, ideologi atau agama seperti jihad dan semisalnya) sudah eksis berabad-abad yg lalu?  Di sinilah pentingnya menggunakan framework rasional. Metodologi ini mengkaji korelasi antara ajaran yang dinilai radikal, ekstrim yang dapat mengarah pada tindak teroris dan sasaran dalam aspek kesamaan kepentingan, konflik kepentingan dan pola interaksi di antara keduanya. Asumsinya, kalkulasi strategis antar aktor menghasilkan teror. Dalam Framework ini teroris dan sasaran terornya diletakkan sebagai aktor rasional dan strategis. Rasional dalam arti, tindakan mereka konsisten dengan kepentingan dan tujuannya. Sementara strategis dalam artian, pilihan tindakan mereka dipengaruhi oleh langkah aktor lainnya (lawan) dan dibatasi oleh kendala (constrain) yang dimilikinya.  Frame ini mengharuskan evaluasi terhadap langkah, kebijakan, strategi yang digunakan oleh kedua belah pihak, yakni teroris dan sasaran teror. Penggunaan metodologi ini akan melahirkan hasil analisis yang obyektif. Tapi di satu sisi, siapapun yang menggunakan metode ini, akan dinilai atau dituduh sebagai simpatisan teroris karena manganalisa secara kritis sasaran teror, di saat “sasaran” sedang menjadi “korban”.  Namun bagaimanapun juga, penggunaan framework rasional sangat penting karena mampu menjawab dua hal penting: kondisi yang dapat memunculkan dan kondisi yang dapat meredam terjadinya teror.  Belajar paska penyerangan WTC di AS yang disusul dengan kampanye Global War on Terrorism, membuat dunia berfokus menuduh \'the evil ediology\' sebagai penyebab terorisme namun abai pada faktor penyebab lain.  Akhirnya solusi yang digelar justru malahirkan spiral kekerasan yg tidak berujung. “Teroris” dengan aksi terornya konfrontatif dengan teror oleh kekuatan negara (state terrorism).  Dalam wajah yang hampir sama, di Indonesia menempuh dua strategi kontra terorisme. Tapi keduanya terjebak dalam framework kultural (paradigm entrapment), mengidentifikasi kekerasan dan teror inheren dalam Islam dan kelompok-kelompok yang dicap radikal.  Akibatnya baik strategi hard power maupun soft power yang diemban pemerintah, BNPT dan Densus 88 seperti menjadi pemantik kekerasan demi kekerasan. Karena menempatkan kelompok-kelompok yang dicap radikal secara tidsk rasional sebagai ancaman aktual dan potensial.  Sementara pendekatan soft power-nya, justru melahirkan kontraksi pemikiran dan membuat kutub radikal-liberal makin kontradiksi diametrikal.  Sejauh ini, baik BNPT dan Densus 88, konsisten menggunakan framework kultural dalam menilai dan menetapkan secara premature ajaran Islam dan kelompok Islam ke dalam mankna radikal-teror.  Hasil penilaian itu kemudian diterjemahkan ke dalam kerangka solusi basis program Hard-power dan Soft Power yang disusun dan dijalankan dengan mengesampingkan landasan akademik dan kaidah-kaidah hukum yg justru makin membuat antipati dan distrush terhadap nilai keadilan.  Eksesnya, ajaran dan kelompok Islam yg tidak mampu terjelaskan secara akademik dan hukum sebagai kejahatan terhadap ajaran Pancasila, terus dipaksakan untuk ditindak, dikriminalkan secara tidak profesional dan tidak adil.  Selain itu, belajar dari kasus-kasus teror yg muncul di Indonesia sejauh ini, sejatinya lebih dominan sebagai bentuk respon dan interaksi antara pelaku teror terhadap pemerintah dalam hal ini institusi kepolisian RI dikarenakan penindakan hard power secara arogan lebih diutamakan dalam menindak terduga teror. Kebanyakan mati tanpa diberikan hak dan kesempatan melakukan pembelaan secara hukum.   Dalam konteks ini, dendam dari para simpatisan, terutama keluarga menjadi stimulan lahirnya aksi teror tanpa ujung meski “doktrin” agama tetap menjadi bumbu pelengkap dari pilihan aksi teror yg dilakukan oleh individu atau sekelompok orang.  Kesalahan BNPT dalam Outlok 2024 berikutnya adalah ajaran Islam dan kelompok Islam yg dicap radikal, dinilai sebagai kontributor bahkan menjadi inspirator utama lahirnya tindakan terorisme.  Ini adalah kesimpulan yang sangat premature. Irasional !!!  Kelompok radikal sendiri dinamika perjuangannya dalam dua arus besar, radikal pemikiran dan ada yang radikal fisik atau aksi. Tidak pasti sebangun dan korelatif bahwasanya individu dan atau kelompok yang radikal pada aspek pemikiran kemudian menjadi radikal dalam aksi atau tindakan.  Dalam konteks kelompok yang radikal secara pemikiran, faktanya merupakan respon atas serangan sekularisme dan modernitas yang agresif. Serangan ini, sangat jauh meminggirkan agama, memutus kesempatan dan hak mereka menjalankan ajaran agama. Dalam kaitan ini, kelompok radikal secara pemikiran, lahir dan bergerak untuk memelihara agama dari pemusnahan oleh sekularisme dan modernitas (Karen Amstrong, 2001).  Maka tumbuhnya individu-individu dan kelompok-kelompok yg dicap radikal secara pemikiran dengan ideologi yang dikembangkan, maupun sikap bias dalam merespons perkembangan yang dianggap menyimpang dari agama hanyalah satu faktor disamping faktor-faktor struktural, kultural, dan situasional yg memicu lahirnya tindakan kekerasan terorisme.  Jika BNPT memaksa memposisikan kelompok yang dinilai radikal secara pemikiran sebagai akar terjadinya terorisme itu sama artinya terlalu over simplikasi dan generalisasi tanpa verifikasi secara rigid. Dalam keadaan represif seperti ini, tidak salah juga jika kemudian kelompok yang dicap radikal merasakan suasana psikologis terdzalimi secara sistemik baik dalam skala domestik maupun global.  Maka dapat dikatakan, fenomena terorisme tetap dengan kompleksitasnya, tidak ada faktor tunggal yang menjadi pemicunya. Sekalipun di Indonesia tumbuh kelompok radikal yg mengambil metode “fisik”  (seperti JM/JI) sebagai “manhaj” perjuangannya, tetap saja variabel pelengkapnya harus ada untuk bisa memunculkan aksi teror.  Maka riset BNPT yang menuduh ajaran Islam dan kelompok Islam tertentu dengan cap radikal yg dapat mengarah pada aksi terorisme adalah kesalahan yang terus diulang.  Maka saya sangat sepakat dengan cara berifkir Prabowo dalam Asta Cita. Bahwa langkah bijak untuk mereduksi bahkan mangaborsi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme yang dapat mengancam Pancasila, dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran dan upaya serius pemerintah untuk bekerja menjawab faktor-faktor penyebabnya secara komprehensif.  Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kekayaan, penyerapan lapangan kerja, industrialisasi, infrastruktur, pengembangan ekonomi desa, ekonomi kreatif, UMKM, pengentasan kemiskinan, lenyapkan korupsi, politkk dan hukum yang adil, birokrasi yg melayani masyarakat dengan baik, tingkatkan kualitas SDM, kerukunan umat beragama.  Inilah langkah kompeherensif sebagai wujud penerapan nilai Pancasila dalam mereduksi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.  BNPT berhentilah menyempitkan makan penguatan pancasila dengan cara menilai, menuduh dan memaksa menindak ajaran dan kelompok Islam secara tidak profesional. Hal ini justru dapat memantik ketidakstabilan politik dan menjatuhkan simpati, membangkitkan perlawanan kelompok yg merasa terdzalimi terhadap pemerintahan Prabowo.   BNPT hentikanlah kampanye terselebung lewat Menkopolkam Budi Gunawan untuk memberi rekomendasi dan mempengaruhi Prabowo sepakati aksi penangangan dan penanggulangan radikalisme, ekstrimisme dan teror yg kontraproduktif.  Meminjam sindiran cerdas Kurzman, di tengah hiruk-pikuk besarnya kampanye dan perhatian terhadap radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, dunia aslinya telah jauh lebih aman. Dalam tulisan bersama Neil Englehart: “Welcome to World Peace,” (Social Forces, Volume 84, Number 4, June 2006), menyindir: Boleh jadi respon terbaik terhadap radikalisme, ekstrimisme dan terorisme adalah membiarkannya !!  BNPT sebagaiknya berhenti membuat gerakan tambahan dan fokus mengikuti strategi Prabowo. Bahwa mengokohkan ajaran Pancasila bukan dengan melawan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. Tapi mulailah memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, menerapkan nilai-nilai Pancasila, terutama pada bidang ekonomi, hukum, politik, sosial kebudayaan, agama, pendidikan. Dengan sendirinya radikalisme, ekstrimise, terorisme akan lenyap. (*).

Kelabuhi Masyarakat,Jualan Properti PIK-2 Berkedok Proyek Strategis Nasional

Jakarta | FNN - Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dilekatkan pada proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK-2), rupanya hanya upaya \'menipu publik\' (kamuflase) belaka. Pihak pengembang PT Agung Sedayu grup dan kroni-kroninya, yaitu pihak Ketua Apdesi Kabupaten Tangerang yang juga Kepala desa Belimbing, Maskota, aparatur Pemda seperti Camat, Lurah termasuk para preman bayaran adalah gerombolan penipu. Mereka terlibat dalam aktivitas premanisme (pemaksaan) agar warga menjual lahannya dengan harga yang sangat murah (30rb - 50ribu/m) secara sepihak. Mereka (warga) dipaksa dengan upaya tipu daya supaya melepas hak jual lahannya secara sepihak kepada PT Agung Sedayu grup.  Demikian rilis yang diterima FNN dari kuasa hukum penggugat proyek PIK-2, Juju Purwantoro, Ahad (8/11/2024). Juju menegaskan bahwa walaupun ada surat dari Kemenko Perekonomian No. 6 Tahun 2024, tgl 15 Mei  2024 dan Surat Komite Percepatan Penyedia Infrastruktur (KPPIP) No PK.KPPIP/55/D.IV.M.EKON.KPPIP/06/2024, tgl 4 Juni 2024. Demikian juga adanya penegasan melalui Surat Keterangan dari PT Mutiara Intan Permai sebagai Badan Usaha Pengelola dan Pengembang PSN PIK-2 Tropical Coastland, bahwa yang masuk bagian PSN PIK-2 adalah seluas 1.755 Ha, yang terdiri dari; Taman Bhinneka/ 54 Ha, Safari Zoo/126 Ha, Golf Course/ 135 Ha, Wisata Mangrove/ 302 Ha, Sirkuit Internasional/ 217 Ha, dan Ecotourism/687 Ha, tidak tercantum sama sekali peruntukannya untuk perumahan swasta dan sarana prasarana pendukungnya. Demikian juga ditegaskan oleh pernyataan Menteri ATR/Kepala BPN, dan Wakil Ketua DPD RI, bahwa PSN PIK-2 bermasalah, karena lokasinya berada di hutan lindung. Jadi ada pelanggaran hukum, karena faktanya- ada PSN di lokasi lahan yang justru milik rakyat. Tampak adanya \'penyelundupan hukum\' bahwa lokasi PIK-2 seharusnya tidak termasuk lokasi PSN. Sekira  bulan November 2024 baru terkuak bahwa PSN PIK-2 yang sudah ditetapkan bulan Maret 2024, tapi selama ini ada pihak yang sengaja menutupi (mengaburkan) peta lokasi PSN yang sebenarnya. Rencana jahat (unlawfull) pengembang telah terang benderang, mereka didukung APDESI kabupaten Tangerang telah berusaha menggusur dan membebaskan paksa lahan milik rakyat. Bahkan mereka lakukan dengan ancaman dan paksaan atas nama PSN membeli lahan rakyat dengan harga yang sangat murah (irrasional). Pengembang secara manipulatif telah telah mengubah PSN menjadi PIK-2. Mereka telah memasang plang nama proyek di semua wilayah pembebasandi 9 Kecamatan (1 Kecamatan di Serang) menjadi PIK-2. Klaim pengembang sebelumnya yaitu PIK-2 hanya di Wilayah Kecamatan Kosambi, sementara mereka juga memanipulasi  merambah ke wilayah lain dinamakan PIK-3 sampai PIK-11. Sesungguhnya tidak ada aturan (norma) atau istilah status PSN dalam Proyek PIK-2 Bahwa pengumuman pemerintah tentang peta PSN PIK-2 pada Juni 2024 dan baru diketahui secara luas oleh publik sekira November 2024. Itupun setelah derasnya kritikan publik atas upaya penggusuran lahan milik rakyat secara paksa dan tidak manusiawi. Tampak sekali pengembang PIK- 2, berusaha memanipulasi dan berlindung dibalik nama PSN.Termasuk pengembang terlibat korupsi dan kolusi dengan pihak oknum Pemda Banten dan para preman.  Kenyataannya bahwa area PIK-2 berada di luar lokasi PSN, jadi semua lahan milik rakyat di Banten tidak termasuk area yang menjadi PSN (sekira 1.755Ha) tetap sebagai lahan milik atau kedaulatan rakyat. Tidak boleh ada pihak manapun, yang secara sepihak dan arogan membeli paksa lahan rakyat seperti di era penjajahan (kapitalis) mengusir rakyat pemilik lahan dengan semena-mena. Selama ini telah terjadi over kesewenangan (abuse of power) dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap masyarakat terdampak pembebasan di Kecamatan Banten. Oleh karenanya pengembang PIK-2 harus diusut dan diproses secara hukum (legal action). Tidak adanya alas hukum  formal dari pengembang PIK-2 dalam melaksanakan proyeknya, sehingga mereka memanipulasi area PSN tersebut.  Lakukan audit investigasi atas aset PIK-2, termasuk kegiatan pelanggaran hukumnya dan aparat hukum berwenang harus segera bertindak dan mengusut tuntas dengan tegas terhadap para oknum yang terlibat. Mereka harus mengembalikan aset-aset (lahan) masyarakat, yang telah di serobot (beli) secara paksa secara melanggar hukum. Proyek PIK-2 adalah murni swasta, bukan wilayah PSN yang merupakan proyek negara. Laut dan sungai merupakan milik negara dan rakyat, faktanya secara sepihak telah mereka timbun (uruk), dan laut alam dihalangi/dipagari bambu harus segera dibebaskan. Presiden Prabowo Subianto harus segera \'mencabut dan menghentikan\' proyek PIK-2, karena aparat dan oknum terkait telah bertindak secara bar bar. Perbuatan mereka telah melanggar hukum (illegal), termasuk AMDAL dan berakibat menyengsarakan kehidupan rakyat. (Ida/

Prabowo Segera Umumkan dan Nyatakah Perang Melawan State Corporate Crime

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  RRC menganeksasi Indonesia bukan hanya ingin menguasai Sumber Daya Alam (SDA), tetapi akan  memperluas  wilayah (merebut tanah) untuk hunian rakyat RRC yang sudah sangat padat, pada Februari 2024, jumlah penduduk Tiongkok sejumlah 1.425.391.810 jiwa. Harus di pindah ke negara lain termasuk akan di giring masuk ke Indonesia.  Tidak mungkin memindahkan rakyat  Cina ke negara lain dengan cara normal, Xi Jinping melalui Proxy Agent menggunakan korporasi 9 Naga harus bisa merebut dan menguasai dengan paksa tanah rakyat  untuk pemukiman  etnis Cina.  Mengusir penduduk asli (kaum pribumi) dengan kekerasan dan memaksa harus keluar dari tanah huniannya bertahun di tempati. Bahkan tanah adat dan tanah negara di rampas dengan cara yang sama. Munculah Proyek Srategis Nasional (PSN) adalah malapetaka datangnya rakyat RRC  merambah  di berbagai wilayah baik di wilayah dalam, pulau yang masih kosong, menetap di pantai dengan membangun reklamasi pantai termasuk petaka PIK 1, 2 dan akan sampai PIK 11. Taipan membuat ternak para pejabat (penguasa)  dari pusat sampai daerah sebagai piaraan, budak, boneka dungu, tolol, biadab sebagai penghianat negara RRC akan caplok / kuasai dulu simpul simpul transportasi baik laut, darat  maupun udara. Selanjutnya merambah kuasai semua pelabuhan sebagai titik episentrumnya, selanjutnya membangun pangkalan mililiter untuk melindungi warganya. Cukup mengejutkan dan berani Mayjen (purn) Suripto, mantan Ka BAIS (06.12.1024) di salah satu media sosial  mengatakan :  \"Sudah saatnya sekarang Prabowo mengumumkan perang  melawan State Corporate Crime yang telah menjelma jadi Negara di dalam Negara.  Siapa kah SCC itu, mereka adalah pengusaha jahat yang bersekongkol dengan pejabat publik yang terdiri dari unsur - insur Legislatip, Eksekutip, Yudikatip, Polri dan TNI. Merekalah itu musuh negara bukan sebatas koruptor semata-mata\".  Kekuatan State Corporate Crime, bersamaan dengan Angkatan ke 5 telah dibangkitkan :  - TKS Tentara Komunis Cina berkolaborasi dengan keatuan elit keamanan di Indonesia. Anak cucu PKI sejak 1999 terdata mayoritas masuk di dalamnya - Pembentukan Satuan Pembantai, muncul dari proposal komunis tahun 2001 kepada sang \"The Hand\" James Ryadi agar dibentuk \"satuan pembantai Umat Islam\" berjalan mulus, dengan mudah dibentuklah kekuatan dengan mempergunakan issue terorisme global. - Terbongkarnya latihan tempur dengan senjata berat menyaingi TNI Tahun 2015 - 2019 beredar belasan video latihan dengan senjata berat termasuk uji coba roket, senjata anti pesawat, senjata anti tank. - Impor senjata, terbongkar oleh BAIS TNI. Sepanjang 2016 - 2019, beberapa kali impor ratusan ribu senjata berat. - Tewas Koordinator / Komandan TKC tentara merah November 2018, di sebuah apartemen  di Jakarta, ditemukan belasan senjata senjata tempur berat. - TNI telah di kebiri dan di mutilasi tanpa dukungan luar akan sulit bergerak. Wajarlah jika para pengamat militer mengatakan bahwa TNI akan banglot dan solid kembali dengan dukungan dari Militer luar yakni dari tentara Amerika dan negara sekutunya. Inilah momentum Prabowo Subianto berdiri tegak sebagai seorang Jenderal umumkan segera perang melawan State Corporate Crime dan pulihkan kembali tentara sebagai \"Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional Indonesia :  tanpa kompromi dan negosiasi dalam menjaga kedaulatan negara,  mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. (*)

Anggito Abimanyu Mimpi Buruk Nasib Indonesia (Bagian-1)

Oleh Joharuddin Firdus | Pemerhati Sosial-Budaya. KETIKA Presiden Prabowo Subianto mengumumkan dan melantik Profesor Anggito Abimanyu Ph.D sebagai Wakil Menteri Keuangan, publik tidak banyak yang bereaksi. Publik menganggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Toh, jabatan Wakil Menteri itu pada umumnya hanya sebagai jabatan pelengkap saja di suatu kementerian. Wakil Menteri tidak mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan. Tugas Wakil Menteri hanya sebatas melakukan pengawasan, mengusulkan pendapat dan monitorng saja. Masih lebih besar kewenangan yang dipunyai pejabat eselon satu seperti Direktur Jenderal. Begitu juga para pejabat eselon dua, seperti Direktur atau Kepala Biro.  Publik menjadi terperangah dan bertanya-tanya ketika Plt Ketua Umum Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengumumkan bahwa Anggito Abimanyu bakal menjadi Menteri Penerimaan Negara (CNBC Indonesia Senin 02/12). Bermunculan perasaan antara percaya dan tidak percaya. Terutama mereka yang tahu banyak tentang sepak terjang, catatan buruk dan perilaku Anggito Abimanyu. Apalagi mereka yang pernah satu kantor di entitas publik dengan Anggito Abimanyu. Diduga hampir semua entitas publik dimana Anggito Abimanyu pernah berkantor pasti ada masalah. Anggito Abimanyu itu indentik dengan tokoh spesialis produsen masalah. Anggito punya hobi memproduksi masalah. Ambil contoh di Universitas Gajah Mada (UGM) Anggito adalah dosen yang bermasalah besar. Namun Anggito mendapat gelar dan predikat tertinggi dan terhormat sebagai “PLAGIAT”.  Peristiwa itu terjadi saat Anggito menulis artikel di Harian KOMPAS tanggal 10 Februari 2014. Judul artikel tersebut adalah “Gagasan Asuransi Bencana”. Skandal PLAGIAT ini dibongkar di rubrik “Kompasiana” pada laman Kompas.com (Antara, Senin 17/02/2014). Penyebabnya, sebagian besar kalimat yang dipakai Anggito dalam tulisan dengan judul “Gagasan Asuransi Bencana” itu adalah hasil jiplakan atau copy paste. Anggito menjiplak atau mengcopy paste tulisan karya “Hotbanar Sinaga dan Munawar Kasan”. Tampak kalau Anggito sangat culas, licik, dan picik. Tidak bersikap ksatria untuk mengakui karya orang lain. Anggito tidak berbesar hati untuk menyebutkan kalau sebagian besar kalimat yang dipakai dalam tulisan “Gagasan Asuransi Bencana” tersebut adalah karya Hotbanar Sinaga dan Munawar Kasan.    Sebagai dosen UGM, Profesor Anggito Abimanyu Ph.D telah nyata-nyata berperilaku sebagai PLAGIAT intelektual? Waduh, apa kata dunia kalau di kampus sekelas UGM ada PLAGIAT? Musibah menerjang dunia pendidikan Indonesia. Standar moral seperti apa yang mau diajarkan kepada para mahasiswa UGM dan mahasiswa Indonesia umumnya kalau orang hebat sehebat Profesor Anggito Abimanyu Ph.D adalah PLAGIATOR? PLAGIAT yang dilakukan oleh seorang dosen dengan gelar tertinggi akademik Profesor Ph.D itu perilaku moral yang buruk dan sangat menjijikkan. Lebih buruk dan menjijikkan dari melakukan korupsi uang negara. Kalau ilmu pengetahuan yang menjadi salah satu standar tertinggi moral saja bisa tergoda untuk dikorupsi, lantas bagaimana dengan yang bukan ilmu pengetahuan? Setelah diketahui publik melakukan PLAGIAT, Anggito Abimanyu menyatakan mundur sebagai dosen UGM. Anggota menyampaikan sejumlah asalan saat menyampaikan mundur sebagai dosen UGM. Di antaranya demi mempertahankan kredibilitas UGM, menjaga nilai-nilai kejujuran, integritas dan tanggungjawab akademik. Hampir semua alasan mundur yang disampaikan oleh Anggito itu sarat dengan nilai-nilai moral. Sayangnya perilaku Anggito saja yang tidak bermoral. Anggota lebih jumawa untuk mengejar popularitas daripada menjaga nilai-nilai moral sebagai sebagai civitas akademika UGM. Akibatnya, UGM jadi babak belur dan tercoreng.  Anggito menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh civitas akademika UMG, karena telah melakukan PLAGIAT. Sayangnya, Anggito telah telanjur mencoreng muka UGM dengan kotoran. Selain itu, Anggito juga menyampaikan permintaan maaf kepada Hotbanar Sinaga dan Munawar Kasan. Selama ini, baik publik di dalam negeri maupun internasional mengenal tiga kampus ternama Indonedia, yaitu UGM, Universitas Indonenesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai kampus dengan integritas moral tertinggi. Sekarang bertambah satu lagi Institut Pertanian Bogor (IPB). Tragisnya, UGM dirusak oleh Profesor Anggito Abimanyu PhD yang puluhan tahun menjadi dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. (bersambung)       

Tujuh Musuh Prabowo Subianto

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Gus Dur bisa menebak Prabowo akan jadi Presiden di masa tuanya bahkan memberitahu lawan atau penghalangnya yang akan menggangu saat menjabat sebagai presiden. Sangat mungkin itu terjadi dan benar karena karomah yang ada pada Gus Dur (sering disebut wali kasyaf /ahlussir). Gus Dur memprediksi musuh dan tantangan utama yang akan dihadapi Prabowo dalam pemerintahannya, bukan hanya datang dari luar, tetapi juga berasal dari orang-orang terdekat yang memiliki agenda sendiri dan bisa berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan serta menghambat kinerja Prabowo sebagai pemimpin. Tujuh tantangan yang akan dihadapi Prabowo Subianto  : 1. Orang terdekat dari kalangan keluarga yang berbeda prinsip. Tantangan pertama yang mungkin dihadapi Prabowo adalah perbedaan prinsip di dalam lingkaran keluarganya sendiri. Berbeda dalam hal politik atau kepemimpinan, yang bisa menjadi tantangan tersendiri. 2. Tokoh-tokoh kuat yang menyimpan agenda pribadi. Mungkin akan ada tokoh-tokoh berpengaruh yang di permukaan terlihat mendukung, namun sebenarnya menyimpan agenda tersendiri.  3. Mantan rekan yang kini menjadi musuh dalam selimut. Mungkin bersikap mendua dan dapat berpotensi menggerogoti wibawa Prabowo dengan berbagai manuver politik, yang kini menjadi lawan tersembunyi. Mencoba melemahkan atau menghalangi Prabowo di belakang layar. 4. Penyebar kebohongan dan fitnah. Tantangan ini datang dari pihak yang menyebarkan hoaks dan fitnah. Pihak-pihak ini sangat mungkin menyerang Prabowo secara tidak langsung dengan menyebarkan kebohongan yang merusak reputasi serta kredibilitasnya. 5. Pejabat korup yang mencoba menyalahgunakan jabatan. Prediksi ini adalah pejabat atau bawahan yang korup. Pejabat-pejabat ini akan menyalahgunakan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi, yang bukan hanya merugikan negara, tetapi juga melemahkan wibawa pemerintahan Prabowo. 6. Perusak hubungan keluarga Prabowo. Musuh yang ini  akan berusaha memecah hubungan antara Prabowo dengan keluarganya, khususnya dengan anak-anaknya.  Dengan cara provokasi atau fitnah, pihak ini akan mencoba menciptakan konflik internal keluarga untuk menghancurkan hubungan kekeluargaan Prabowo, yang bisa berujung pada merosotnya kehormatan dan wibawanya di mata publik (perhatikan kasis Fufufafa). 7. Para pemecah belah Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Musuh terakhir yang diprediksi adalah orang yang memiliki kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan bangsa. Mereka mungkin datang dari  kalangan dengan agenda yang bertolak belakang (perhatikan peran Jokowi). Seperti kelompok yang ingin mempertahankan atau merebut kekuasaan, serta kelompok dengan tujuan merusak kerukunan bangsa.  Keberadaan mereka merupakan ancaman serius karena berpotensi menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa (perhatikan peran Taipan Oligarki). Saran Gus Dur agar Prabowo bisa menjaga integritas, bersikap tegas, dan tidak terpengaruh oleh pihak-pihak yang berusaha menghancurkan persatuan bangsa. Menjaga pondasi pemerintahan agar tetap kokoh.  Menurut Gus Dur, dengan hati yang ikhlas dan niat tulus dalam membangun bangsa, Prabowo akan mampu menghadapi segala cobaan yang datang, baik dari luar maupun dari dalam lingkungannya sendiri. Untuk tetap fokus pada kepentingan bangsa dan negara di tengah ancaman dari berbagai pihak.  Pemimpin yang tegas adalah kunci untuk mengatasi tantangan-tantangan ini serta membangun Indonesia yang lebih kuat dan bersatu. Bisa jadi analisa diatas bukan semata ramalan, tetapi karena kecerdasan dan pengalaman politik Gus Dur sebagai negarawan, berupa nasehat agar Prabowo waspada dan hati hati dalam memegang amanah sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. (*)

Miftah Bersyukur Yati Pesek Jelek sehingga Tidak Jadi Londe

Jakarta | FNN - Buzer berkedok penceramah Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah baru saja menggegerkan rakyat  se-Indonesia lantaran pernyataannya yang tidak beradab pada seorang penjual es teh.  Sebelumnya Miftah juga banyak melakukan narasi yang amoral. Jejak digital bersaksi bahwa Miftah memang sering mengeluarkan kalimat tak pantas dalam kotbah-kotbah massalnya.  Diunggah dalam akun TikTok @feedgramindo3 Miftah juga pernah merendahkan komedian Yati Pesek  dengan kalimat yang tak pantas dan menghina. \"Kulo niku bersyukur Bu Dhe Yati elek, milo dadi sinden. La nek ayu dadi lonte,\" (Saya bersyukur Bu Dhe Yati jelek, maka jadi sinden. Kalau cantik jadi lonte). Demikian pernyataan Miftah yang arogan dalam potongan video TikTok yang beredar luas. Viralnya video-video Miftah masa lalu turut mempercepat masyarakat mendesak Presiden Prabowo memecatnya dari jabatan khusus kepresidenan. Miftah sebelum dipecat, diminta untuk segera mengundurkan diri dari jabatan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Agar marwah Miftah masih tetap terjaga, jika seandainya keputusan akhir dari Istana Kepresidenan harus mengakhiri kontrak kerja sebagai buntut dari umpatan yang dilontarkan kepada pedagang es teh dalam sebuah acara di Magelang, Jawa Tengah, itu. Apalagi, menurut Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid, polemik Gus Miftah yang menghina pedagang es teh hingga memunculkan desakan agar mundur dari jabatannya sangat besar. Bahkan sudah menjadi bahan gunjingan se-Indonesia.  “Untuk itu sebaiknya Miftah legowo melepas jabatan itu. Agar beliau tetap bisa menjaga marwahnya sebagai pendakwah, sebagai pengayom umat,” kata Habib Syakur, melalui keterangan tertulis, Kamis, 5 Desember 2024. Ulama asal Malang Raya tersebut menilai apa yang dilakukan Miftah memang tidak sepenuhnya salah. Sebab, jemaahnya pun memang menghendaki hadir ke majelis tersebut. Walaupun dalam konteks guyon, namun ucapan Miftah tentu akan menjadi konsumsi pihak yang tidak menyukainya. “Ya itu mungkin qodarullah, tidak mungkin semua itu tanpa kehendak-Nya. Jadi saya kira pemerintahan Prabowo akan sering digoyang isu ini, kalau Miftah masih menjadi Utusan Khusus,” jelasnya. Sejauh ini sudah banyak tokoh dan netizen yang menyuarakan pemecatan Miftah dari jabatan Utusan Khusus Presiden. Hal ini sebagai buntut dari kata-kata Miftah kepada Sunhaji, penjual es teh yang saat itu sedang berdagang di majelis Magelang Bershalawat pada Rabu malam, 20 November 2024. Setelah umpatan tersebut viral di media sosial, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya pun sampai menegur langsung Gus Miftah dan meminta agar mendatangi Sunhaji untuk meminta maaf secara langsung. “Presiden sudah memberikan teguran kepada yang bersangkutan melalui Sekretaris Kabinet untuk segera meminta maaf kepada Bapak Sunhaji, yang mungkin saja dan sangat mungkin terluka perasaannya karena kejadian kemarin,” terang Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, Rabu 4 Desember 2024.  Miftahpun akhirnya cepat - cepat minta maaf kepada penjual es tersebut. Namun desakan mundur tetap menggema. Bahkan sosok orang yang duduk di samping Miftah saat berceramah juga menjadi sasaran netizen untuk segera berrobat. \"Tak hanya itu, pendamping Miftah yang duduk di sebelahnya juga terpingkal pingkal melahap guyonan Miftah yang menghina dan merendahkan. Dia juga harus bertanggungjawab \" kata warganet dalam kolom komen. Buat Miftah dan gerombolannya bisa jadi hal itu bersifat menghibur, tetapi buat penjual es dan penonton video tersebut merupakan penghinaan yang sangat menyakitkan. (abd).

Prabowo Perlu Lakukan Pemetaan Distribusi Alokasi Anggaran Pendidikan 20 Persen

JAKARTA | FNN -  Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki \'political will\' atau kemauan politik untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, termasuk di dalamnya soal kompetensi dan peningkatan kesejahteraan guru. \"Jadi apa yang disampaikan Pak Prabowo soal kenaikan gaji guru itu adalah sebagai bentuk political will atau kemauan politik dari pemerintah,\" kata Sarah Handayani, Ketua Bidang Pendidikan DPN Partai Gelora dalam Gelora Talks bertajuk \'Guru, Kesejahteraan, Profesionalitas dan Masa Depan Indonesia Emas 2045, Rabu (4/12/2024) sore. Seperti diketahui, pada peringatan Hari Guru Nasional 2024 yang digelar di Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, pada Kamis (28/11/2024) lalu, Presiden Prabowo Subianto berjanji akan meningkatkan anggaran untuk kesejahteraan guru-guru ASN dan PPPK, serta guru-guru non-ASN. Namun, Sarah mengatakan, bahwa pernyataan Presiden Prabowo itu, harus dilihat secara menyeluruh, sebab tidak sekedar bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan gaji guru saja, tetapi juga peningkatkan tunjangan sertifikasi dan kompetensi guru dalam mengajar. \"Pak Prabowo ingin melakukan revolusi pendidikan, seperti juga yang dicita-citakan Partai Gelora. Nah, untuk meningkatkan kualitas SDM kita, maka bagian terkecil dari tulang punggung suatu bangsa itu, adalah kualitas manusianya. Maka pemerintah perlu membuka akses pendidikan untuk semua warga negara,\" ujarnya. Artinya, dalam melakukan revolusi pendidikan itu, Presiden Prabowo akan meningkatkan sarana dan fasilitas pendidikan. Lalu, profesionalitas, kualitas, kompetensi dan peningkatan kesejahteraan guru-guru, karena guru adalah  kunci untuk kebangkitan dan tonggak bagi berdirinya sebuah negara. Apalagi pemerintah juga telah menyusun visi Indonesia Emas 2045. \"Mudah-mudahan dengan adanya political will, keinginan politik dari pemimpin kita, maka semuanya bisa terjadi. Partai Gelora akan mengawal revolusi pendidikan ini,\" kata Sarah yang juga Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka ini. Menyambut Baik Sementara itu,  Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PB PGRI) Dudung Abdul Qodir menyambut baik kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme guru. \"Sebab, kemajuan suatu bangsa tergantung dari pendidikannya. Bangsa tersebut akan maju jika memperhatikan, memuliakan, memartabatkan, mensejahterakan, memprofesionalkan dan melindungi para guru,\" kata Dudung. Karena itu, kata Dudung, pentingnya pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup untuk kesejahteraan guru. Selain itu, perlu ada transformasi tata kelola yang membuat profesi mengajar menjadi profesi paling bergengsi di Indonesia. Sebab, selama ini profesi guru kurang diminati, selalu dinomor -duakan. Hal itu akibat gaji masih rendah, sehingga membuat profesi guru kurang diminati masyarakat. \"Jadi inisiatif Presiden Prabowo untuk menaikkan gaji guru adalah  langkah untuk mengenali dan menghargai tenaga pendidik,\" ujar Sekjen PB PGRI ini. PGRI menilai perlunya reformasi kebijakan dan peraturan yang terkait guru saat ini, tidak hanya soal kesejahteraan, tetapi juga peningkatan kapasitas dan kompetensi guru, melalui program sertifikasi. \"Semua guru sekarang dituntut memiliki sertifikasi kompentensi,  sehingga bagaimana negara bisa menyiapkan guru-guru yang profesional, tidak hanya kesejateraannya yang meningkat, tetapi juga harus memiliki kompetensi. Jadi saya kira apa yang sudah disampaikan Pak Prabowo, menjadi sebuah apresiasi kepada para guru,\" tegasnya. Belum Ada Dampaknya Sedangkan Pengamat Pendidikan Universitas Indonesia Prof Ibnu Hamad mengatakan, besarnya alokasi anggaran pendidikan yang telah dialokasikan pemerintah di APBN sebesar 20 persen sejak 2010 lalu, hingga sekarang belum membawa dampak secara signifkan pada peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. \"Sampai sekarang tidak ada impact-nya bagi pendidikan kita, baru pada output saja. Anggaran 20 persen yang diatur di ruang fiskal kita, belum membawa kemajuan dan peningkatan terhadap kualitas pendidikan kita. Mohon maaf IQ kita katanya masih diangka 70,\" kata Ibnu Hamad. Menurut dia, guru harusnya bisa menyeimbangkan antara peningkatan kesejahteraan dengan profesionalitasnya. Guru dituntut untuk memiliki kapasitas dan kompetensi mengajar, sehingga tidak muncul istilah guru profesional dan guru amatir. \"Faktanya banyak guru yang tidak sejahtera, tetap mengajar secara profesional, sementara yang sudah sejahtera justru tidak profesional dalam mengajar, karena berpikirnya hanya soal kesejahteraan saja, standarnya gaji,\" ujarnya. Mantan Kepala Pusat Informasi dan Humas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan era-Mendikbud Muhammad Nuh ini mengaku tidak masalah apabila gaji guru terus ditingkatkan, karena ruang fiskal memungkinkan hal itu, tetapi juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas, kompetensi dan profionalitas guru. Ibnu Hamad berharap pemerintah melakukan pemetaan distribusi alokasi anggaran pendidikan 20 persen yang tersebar di kementerian/lembaga baik di pusat dan daerah.  \"Tahun 2025 ini anggaran pendidikan yang dialokasikan sebesar Rp 777 triliun. Dimana dana tersebut akan ditransfer ke pusat sebesar 40 persen dan 60 persen untuk daerah. Ini minim pengawasan, selama ini hanya dilakukan inspektorat-inspektorat,\" katanya. Seharusnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan pengawasan secara langsung distribusi alokasi anggaran pendidikan 20 persen agar dapat memberikan dampak pada peningkatan kualitas pendidikan. \"Sejak saya menjadi Kepala Humas Kemendikbud masanya Pak M Nuh, dari dulu sampai sekarang pengawasan baru dilakukan inspektorat di kementerian/lembaga, bukan oleh Kementerian Keuangan secara langsung,\" ujarnya. Ketua Lembaga Kajian Kurikukum dan Kebijakan Pendidikan Universitas Indonesia (LK3P UI) ini menilai akibat tidak adanya pengawasan secara langsung dari Kemenkeu mengenai distribusi anggaran pendidikan 20 persen, menyebabkan banyak kebocoran-kebocoran dan tidak berdampak terhadap peningkatan kualitas pendidikan. \"Saya tidak ingin mengatakan ada kebocoran-kebocoran, tapi memang ada masalah dalam distribusinya. Karena itu, Presiden Prabowo perlu melakukan pemetaan terhadap distribusi anggaran pendidikan. Ini penting agar ruang fiskal kita yang telah mengalokasikan 20 persen, yang akan naik dari tahun ke tahun dapat membawa impact terhadap kualitas pendidikan secara langsung,\" pungkasnya. (*)

Konflik PWI: IJW Kritik Campur-tangan Wamen Nezar Patria

JAKARTA, FNN | Indonesian Journalist Watch atau IJW mengkritik campur-tangan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria, atas konflik yang terjadi dalam tubuh interal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).  \"Ini urusan internal. Apa Wamen tidak tahu konstitusi?\" sergah Ketua Umum IJW, HM Jusuf Rizal, kepada FNN di Jakarta, Rabu (4/12). Nezar Patria turun tangan mendamaikan (islah) Ketua Umum PWI Pusat hasil Munaslub 2023, Zulmansyah Sekedang, dengan mantan Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch. Bangun, yang telah dipecat oleh Dewan Kehormatan PWI.   “Kasus PWI Gate Hendry Bangun Cs jangan diintervensi sesukanya. Jangan mentang-mentang menjabat Wamen, lalu bebas cawe-cawe urusan internal organisasi PWI,” ujar Jusuf Rizal. Menurut Jusuf Rizal, persoalan di PWI sudah selesai melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang menetapkan Zulmansyah Sekedang sebagai Ketua Umum PWI Pusat periode 2023–2028. Hendry Ch. Bangun, yang diberhentikan keanggotaanya dari PWI karena pelanggaran kode etik organisasi, tidak lagi memiliki hubungan dengan PWI.    Jusuf Rizal kembali mengungkit dugaan penyalahgunaan dana sponsorship dari Forum Humas BUMN untuk kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Total dana sebesar Rp6 miliar, dengan Rp1,7 miliar di antaranya diduga diselewengkan.  Jusuf Rizal mengungkap bahwa dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung program UKW PWI, tetapi ada indikasi rekayasa keuangan, termasuk dana cashback sebesar Rp1 miliar lebih dan fee marketing Rp690 juta.  (DH)

Hukuman Mati untuk Jokowi

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Info dari Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat menyidangkan gugatan Rizieq Shihab Cs terhadap mantan Presiden Joko Widodo pada siang ini, Selasa, 19 November 2024., majelis hakim membuka sidang dengan merekomendasikan sebuah mediasi, sesuai  (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 2016. Ikhtiar membawa dugaan kasus Jokowi ke pengadilan tentu disambut gembira sebagian besar rakyat Indonesia, apapun hasilnya. Dalam sidangnya yang singkat PN Jakarta Pusat menunjuk seorang hakim menjadi mediator antara kubu Rizieq Shihab dengan Jokowi. Selanjutnya Suparman mempersilakan penasihat hukum Rizieq dan kawan-kawan serta pihak Jokowi untuk menandatangi persetujuan agenda mediasi.  Dalam waktu 30 hari PN Jakarta Pusat menunggu laporan dari mediator, mudah - mudahan bisa berdamailah,” kata Suparman seraya mengetok palu menutup persidangan. Sidang itu berlangsung singkat, dengan durasi kurang dari 10 menit. Selanjutnya tersiar luas bahwa dari Pihak Penggugat Rizieq Shihab Bersama penggugat lainnya, melalui gugatan itu, di samping meminta Jokowi minta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas didugaan melakukaan rangkaian kebohongan selama periode 2012-2024, yaitu sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta dan dua periode sebagai presiden. Juga menuntut agar Jokowi  membayar ganti rugi materiil sebesar nilai utang luar negeri Indonesia sejak 2014-2024 yakni Rp 5.246 triliun, hingga tidak memberikan rumah maupun uang pensiun kepada Jokowi. Apabila gugatan ganti rugi apabila di kabulkan, dalam rincian  terbaca dengan jelas :  - 40% dari Rp 5.246 triliun ganti rugi akan disumbangkan untuk makan siang gratis Prabowo, dengan nilai  Rp2.098 triliun - 30% sejumlah Rp1.574 triliun akan diberikan kepada 73 juta rakyat miskin dan menengah bawah (masing² warga akan memperoleh Rp21,5 ).- Sedangkan 30% sisanya diserahkan ke kas negara. Menyimak tulisan \"Eggi Sudjana dan Damai Hari Lubis\" dalam artikelnya \"Pragmatisme Golongan  Rezim Baru Wacanakan  Faktor Pemaaf - Berdasarkan Voting Adalah Kejahatan yang Berkelanjutan\"_, tersirat dan tersurat antara lain : - Upaya rekonsiliasi Jokowi minta maaf dan ganti rugi apapun alasannya akan melupakan korban yang sudah merasakan teraniaya dan tercabik-cabik jiwa dan raganya - Imbalan ganti rugi dengan sejumlah materi dari hasil kejahatan akan melegalkan kejahatan terus berjalan  dan tidak akan bisa memberi efek jera, sebagai salah satu manfaat dari fungsi hukum. - Sekadar ganti rugi, hukum akan rongsokan tak berharga dan behavior/ penguasa sudah menzalimi para pemilik hak. - Hukum akan selalu dapat dibeli, dan transaksi (jual - beli). Maaf pun niscaya juga dari hasil kejahatan, setidaknya obscur (tidak jelas) alias tak berkepastian. - Memberikan maaf kepada penguasa yang diduga sudah menjadi penghianat negara adalah sama saja melawan keadilan. - Akan melahirkan  kecemburuan terhadap unsur maaf dari banyak orang yang tidak harus ditampilkan bahkan kesulitan untuk menampung membuat daftar siapa dan apa bentuk korban dari kejahatan rezim Jokowi - Meminta maaf dan ganti rugi kepada Jokowi yang dampak kejahatannya masih berlangsung seperti Program PNS, penjarahan tanah ( PIK ) dan ambil paksa kedaulatan negara, itu \"Nalar Nungging\' yang salah. Sampai di sini agar disadari bahwa sebagian rakyat sudah pada kesimpulan bahwa kesalahan Jokowi diseret ke pengadilan agar sampai pada status _\"Jokowi Sebagai Pengkhianat Negara\"_ . Kalau itu sudah terpenuhi maka hukuman yang setimpal untuk Jokowi adalah \"Hukuman Mati\". (*)

Ghost Riders di Km 50

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Dalam acara reuni 212 di Monas kemarin butir penting ceramah Habib Rizieq Shihab (HRS) antara lain menyinggung bau anyir Km 50 di Kabinet Prabowo. Artinya pelaku atau mereka yang terlibat dalam pembantaian 6 pengawal HRS yang dikenal dengan peristiwa Km 50 itu masih berkeliaran bahkan nyaman berada dalam barisan Prabowo. HRS mendesak agar Prabowo melakukan pembersihan. Proses hukum Km 50 belum tuntas meski sudah ada dua anggota Polisi yang diproses. Lucunya vonis hakim membuat keduanya lepas merdeka. Peradilan dinilai hanya dagelan atau sandiwara. Para pembantai yang  sesungguhnya masih berkeliaran dan bersiul-siul di udara bebas. Mereka mendapat perlindungan dari banyak pihak. Maklum kejahatan terencana ini adalah pembunuhan politik.  Penuntasan kasus menjadi tuntutan umat sebagaimana taushiyah HRS. Pembantaian bukan mainan, tetapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan secara sistematis. Pelanggaran HAM berat namanya. Ini menjadi kompetensi Pengadilan HAM untuk proses hukumnya sebagaimana diamanatkan oleh UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Di samping novum yang sudah ada, upaya politik lewat hak angket, Komnas HAM baru bergerak, serta pengaduan Internasional, maka kerja Komnas HAM lama meskipun \"belepotan\" namun rekomendasinya belum dijalankan semua oleh Penyidik. Di antaranya soal penumpang \"hantu\" dalam mobil \"misterius\". Narasi rekomendasi Komnas HAM  mengenai hal itu adalah : \"Mendalami dan melakukan penegakan hukum orang-orang yang terdapat dalam mobil Avanza hitam B 1739 PWQ dan Avanza silver B 1278 KJD\". Jelas sekali bahwa Komnas HAM menilai bahwa orang-orang ini menjadi bagian penting  dari pelaku pembunuhan atau pembantaian tersebut. Mereka tidak tersentuh padahal semestinya Penyidik \"Mendalami dan melakukan penegakan hukum\". Orang-orang dalam mobil Avanza tersebut menurut Komnas HAM adalah personal \"instansi lain\" bukan dari Kepolisian.  Mengingat rekomendasi belum dilaksanakan, maka Kapolri memiliki hutang yang belum dilunasi hingga kini. Saatnya membuka kasus Km 50 kembali dengan memulai \"mendalami\" para penumpang pada dua mobil yang membuntuti dan menembak pengawal HRS di jalur interchange Karawang Barat. Mulai menembak di depan Masjid Al Ghamar, Kantor Muhammadiyah Karawang. Komnas HAM menemukan selongsong peluru di jalan depan Masjid tersebut. Para penumpang \"Ghost Riders\" mobil Avanza  bernomor B 1739 PWQ dan B 1278 KJD diduga kuat menjadi pembunuh dan penganiaya para syuhada. Kedua mobil ini yang terus membuntuti mobil Chevrolet B 2152 TBN yang ditumpangi 6 pengawal HRS sejak awal di Sentul hingga keluar Gerbang Tol Karawang Timur lalu di dalam kota Karawang hingga kembali masuk Tol Jakarta Cikampek melalui Gerbang Tol Karawang Barat. Pengejaran terhenti di Km 50. Keenamnya ditemukan terbunuh dengan luka penyiksaan. Diduga dibunuh dan disiksa bukan di Km 50 tetapi di suatu tempat dimana keenamnya dibawa. Namun seorang wartawan yang menginvestigasi menyebut ada saksi yang menyatakan 2 orang ditembak di rest area Km 50 dan jenazahnya  dimasukkan  ke dalam ambulans sedangkan 4 orang lagi masih hidup lalu dibawa entah kemana.  \"Ghost Riders\" mobil pembuntut nampaknya dilindungi dan disembunyikan hingga tidak disentuh. Personal yang  dikorbankan justru dua orang Polisi yaitu Fikri Ramadhani dan Yusmin Ohorella, yang kemungkinan oleh operasi \"Pasukan Sambo\" berhasil divonis Pengadilan \"dilepas dari segala tuntutan hukum\" (onslag van recht vervolging). \"Ghost Riders\" satu lagi adalah penumpang Land Cruiser hitam yang diduga menjadi \"Komandan Operasi\". Land Cruiser itu diakui milik Kepolisian. Enam pengawal HRS berpindah mobil setelah Land Cruiser hitam itu datang di Km 50. CCTV tidak merekamnya, belakangan diketahui CCTV di Km 50 dirusak oleh AKBP Ary Cahya Nugraha (Acay) sebagaimana pengakuan di Pengadilan dalam kasus Ferdy Sambo. Jika kasus Km 50 dibuka kembali, maka pengusutan dapat dimulai dari mengungkap siapa \"Ghost Riders\" dari mobil Avanza hitam B  1739 PWQ, Avanza silver B 1278 KJD, dan Land Cruiser hitam. Pengungkapan seperti ini bukan hal yang sulit bagi seorang Penyidik. (*)