ALL CATEGORY

IKN Gagal, Lalu Bagaimana?

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan PROYEK kebanggaan Jokowi IKN Penajam, Kalimantan Timur diprediksi gagal dengan banyak faktor penyebabnya. Ada aspek geografis, geologis, geostrategis, maupun potensi bisnis dan kecukupan finansial. Pilihan Penajam tidak berbasis pengujian yang memadai. Naskah akademik yang mendasari terbitnya Undang-Undang dinilai tidak berkualitas dan tidak komprehensif. Untuk urgensi pemindahan saja tidak terungkap alasan yang kuat.  Investor asing yang ada kabur, sementara yang ditunggu tidak datang. Dana APBN terus tergerus, terbilang lebih dari 70 trilyun telah digunakan dengan tampilan Kota, apalagi Ibu Kota, yang minim. Sejak awal tidak terekspos konsep Ibu Kota Negara minimalis. Ngawurnya Jokowi ini seperti Kaisar Nero yang  mendahulukan pembangunan Istana. Dan seperti Kaisar pula ia menyiapkan upacara HUT Kemerdekaan RI di lokasi yang bakal menjadi kota mangkrak atau kota hantu tersebut.  Ketika memang pembangunan IKN ini gagal, lalu bagaimana konsekuensinya ? Sekurangnya lima konsekuensi yang terjadi, yaitu : Pertama, 71,2 Trilyun dana APBN yang telah dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan oleh Jokowi karena ia telah melakukan pemaksaan proyek. Audit atas dana APBN dan KPK mulai mulai memeriksa indikasi korupsi.  Kedua, penawaran ke RRC saat bertemu Xi Jinping di Chengdu untuk investasi dalam paket membuat perencanaan ulang adalah wujud dari  pengkhianatan negara. Jokowi telah membahayakan dan mempermalukan bangsa.  Ketiga, bentuk Pansus Hak Angket dugaan  \"pemaksaan\" Jokowi atas DPR sehingga UU diproduk dengan melanggar syarat UU yang baik secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Hasil penyelidikan dapat menyeret Jokowi ke proses hukum. Keempat, segera cabut UU IKN dan UU DKJ. Dengan kembalinya Ibu Kota Negara ke Jakarta maka pembangunan yang sudah dilakukan di Penajam dirapikan dan dijadikan saja sebagai museum keajaiban \"Ambisi Seorang Presiden\". Lumayan dapat menjadi salah satu destinasi wisata. Kelima, kembalikan lahan yang sejak awal dikuasai rakyat atau pemangku adat, bantu proses setifikasi, serta jalankan program penghutanan kembali lokasi. Beri sanksi mereka yang telah melakukan penguasaan paksa dan pengusiran atas penduduk. IKN yang diduga kuat bakal gagal baik itu mangkrak maupun menjadi kota hantu harus segera disikapi cepat dengan pembatalan proyek. Daripada kerugian berlanjut lebih baik alihkan dana APBN yang dicanangkan untuk IKN kepada keperluan yang lebih bermanfaat apakah pendidikan, kesehatan atau lainnya. Asal bukan untuk proyek \"makan siang gratis\". Pertaruhan IKN untuk Jokowi sangatlah berat. Meski ia telah usai dari menjabat. Sukses IKN berarti ia membuat legacy berharga dan bersejarah bagi rakyat dan babgsa Indonesia. Sebaliknya, jika gagal maka risiko penghukuman harus diterima. Jokowi tidak dapat mengeles dengan \"tanya saja ke DPR\" atau \"itu tanggung jawab Menteri saya\". Ia harus penuh bertanggung jawab. Negara tidak dapat dijadikan sebagai obyek mainan atau hanya bunga dari mimpi. Apalagi sekedar mengikuti kemauan paranormal. Rakyat harus menjadi acuan dari segala kerja seorang Presiden. Tanpa aspirasi dan dukungan rakyat semua menjadi sia-sia. Dan IKN Penajam akan menjadi pelajaran berharga dari sebuah kegagalan.  Jeruji besi Jokowi harus menjadi monumen akhir dari sebuah ilusi. Menjadi literasi untuk bahan kaji abadi dari generasi ke generasi. (*)

Quo Vadis Mega dan KPK?

Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  TERLEPAS dari distorsi kekuasaan rezim Jokowi termasuk dalam masalah hukum, Megawati tetap dituntut bersikap obyektif dan proposional terhadap KPK. Mega yang membidani kelahiran KPK, berhak menentukan sikap untuk konsisten menegakkan supremasi hukum atau hanya sekadar menyelamatkan anggota dan kader korup yang menjadi benalu PDIP selama ini. Sikap oposisi PDIP yang dimotori Megawati terhadap pemerintahan Jokowi semakin meruncing. Polarisasi perseteruan dua kekuatan politik  yang sebelumnya seiring-sejalan itu, kini mulai terbuka dan saling menjatuhkan. Menjadi perhatian publik dan berpotensi menguras energi bangsa, pertarungan kedua figur berpengaruh itu terus berlanjut memainkan politik  kekuasaan. Adu kekuatan dan adu ketahanan menggunakan instrumen politik,  tak terkecuali aparat dan institusi pemerintahan yang bisa dikendalikan  baik oleh Jokowi maupun Megawati. Menarik dan tentu sangat seksi ketika lembaga anti rasuah yang bernama KPK ikut terseret-seret sebagai alat pertarungan dan pengendalian dari konfrontasi seorang presiden di ujung masa jabatan dan satu lagi seorang mantan presiden. Jokowi menjadi presiden berkuasa di akhir pemerintahannya  dan berperan penting menggunakan kPK untuk melemahkan lawan politiknya termasuk Megawati dan PDIP. Di lain sisi Mega terus ditarget  akibat bertentangan  dengan kebijakan Jokowi dan diperburuk oleh skandal korupsi beberapa anak buahnya di PDIP.  Paling menyedot perhatian publik sekaligus berlarut-larut penangansnnya adalah  kecenderungan  korupsi yang menimpa sekjend PDIP Hasto Kristianto yang terlilit kasus suap Harun Masiku. Rakyat sudah pada tahap pendapat umum bahwasanya meyakini sekjend PDIP itu terlibat korupsi. Mega seperti sedang mengalami pergulatan pemikiran dan konflik batin yang melelahkan saat berhadapan dengan KPK. Antara menjunjung tinggi supremasi hukum atau membela mati-matian anggota dan kader PDIP  yang memang terindikasi kuat terlibat korupsi. Mega dalam tekanan ysng hebat karena menghadapi politik sandera dari Jokowi yang dianggap menggunakan KPK.   Sementara KPK dalam perkara Hasto Kristianto tegas menyatakan bukan soal politis melainkan proses hukum yang sudah lama dan terjadi saat Jokowi dan Mega masih bergandengsn tangan dan harmonis dalam kubu pemerintahan. Ada upaya eksplisit dari KPK menjelaskan penegakkan hukum juga punya aturan main yang baku, tidak selalu dalam pengaruh dan intervensi kekuasaan. Mega yang saat menjabat presiden melahirkan KPK melalui Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002, akankah siap dan mampu mewujudkan sikap kenegarawanannya dengan mendukung penegakan hukum di Indonesia terutama melalui KPK. Mungkinkah Mega tetap komitmen dan konsisten menguatkan konstitusi dan demokrasi sebagaimana yang pernah ia tuntut dan perjuangkan pada ORBA, orde reformasi hingga sikap kritis dan perlawanannya sebagai kekuatan oposisi terhadap rezim Jokowi yang sekarang ini. Ataukah Mega akan menghancurkan kredibilitas dan integritasnya sendiri demi menyelamatkan anggota dan kadernya yang nyata-nyata bermasalah dan merugikan baik PDIP sendiri maupun seluruh rakyat Indonesia. Baik Mega dan KPK, publik  akan terus menunggu kejujuran, keadilan dan kehormatan bagi upaya menghidupan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang tengah mengalami kemerosotan dan degradasi pengejawentahannya. Mega dan KPK terlepas dari anasir kekuasaan Jokowi, diharapkan menyatu sebagaimana asprk historis  keduanya tak terpisah memelopori kebijakan  pemberantasan KKN di Indonesia. Rakyat berhak bertanya, rakyat patut    gelisah, cemas dan khawatir pada praktek-praktek hukum terlebih masalah penanganan korupsi selama ini. Bagaimana selanjutnya Mega dan  KPK membuat sejarahnya masing-masing untuk anak-cucunya dan masa depan bangsa Indonesia  kelak. Atau publik tetap  termangu sambil membatin,  quo vadis Mega dan KPK?. Jikalau Soekarnoisme  itu hidup dalam tubuh PDIP, maka sejatinya tidak  ada anggota dan kader yang gemar dan berleha-leha dalam korupsi. (*)

Bung Hatta, Maafkan Kami!

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan | Sabang Merauke Circle Hari ini 7/7/24 saya menerima tiga pesan mengharukan. Pertama dari tokoh gerakan petani, Agusdin Pulungan sbb: \"Afgelopen dinsdag ben ik naar de lezing over M. Hatta geweest in de bibliotheek van het Bezuidenhout. De reden dat hij in de jaren 20 in het Bezuidenhout woonde, was dat in deze wijk veel Indonesische studenten woonden vanwege de daar gevestigde Indonesische studentenvereniging. Van het station Laan van Nieuw Oost-Indie hadden zij een goede verbinding naar de universiteiten in Rotterdam en Leiden.Hatta heeft in Den Haag ook in de gevangenis gezeten vanwege opruiing. Ten onrechte, want hij werd vrijgesproken.\"  Kedua dari Ferry Joko Juliantono, sekretaris Dewan Pembina Induk Koperasi INKUD, di mana dia bersama pimpinan INKUD, Dekopin, diantaranya Prof. Jimly Assidiqie, sedang bersimpuh di makam proklamator Bung Hatta. Ketiga adalah WA dari Dr. Said Didu berisi video penggusuran paksa tanah-tanah rakyat disepanjang pantai utara Banten oleh PIK2  pengembang tertentu  yang diberikan monopoli oleh Jokowi atas nama PSN (Program Strategis Nasional) untuk menguasai seratusan ribu tanah-tanah dipinggir pantai utara Banten. Said menggugat monopoli swasta menggusur rakyat kecil.  Dua WA pertama di atas tentang Bung Hatta. Pesan dalam Bahasa Belanda itu tentang ceramah sejarah  bagaimana Bung Hatta, yang sekolah di Rotterdam tapi memilih tinggal di Denhaag untuk dekat dengan pelajar Indonesia dan organisasi mahasiswa Indonesia di sana. Selain Denhaag terkoneksi kereta api ke Leiden dan Rotterdam. Tahun 1920 an itu Bung Hatta di penjarakan pemerintah Belanda karena ingin membebaskan Indonesia dari penjajahan.  Wa kedua tentang renungan perjuangan Bung Hatta. Ketika saya tanyakan Ferry kenapa bukan tanggal 12/7, Hari Koperasi? Jawabnya dipercepat karena disesuaikan dengan beberapa  agenda besar Hari Koperasi. Memang pada bulan Juli biasanya renungan tentang Bung Hatta banyak dilakukan. Meski istilah banyak menjadi relatif. Jika dibandingkan di masa lalu, ketika Koperasi dinyatakan sebagai Soko Guru Perekonomian kita, pastinya renungan tentang Bung Hatta lebih banyak lagi. Koperasi sebagai Soko Guru terakhir kalinya digerakkan Suharto di akhir era pemerintahan dia. Suharto memanggil 300 oligarki alias cukong-cukong terbesar di Indonesia untuk membagikan saham mereka kepada Koperasi. Menurut Suharto, saat itu, sudah saatnya pengusaha kaya, yang dibesarkan Suharto melalui KKN dan monopoli melakukan \"trickle down\" kesejahteraan kepada rakyat bawah. Sejak Pelita Ke V, Suharto menunjuk Ginanjar Kartasasmita menjadi Menko Perekonomian dan ketua Bappenas untuk memutar sejarah Indonesia, dari perekonomian \"State Based Capitalism\" ke arah ekonomi kerakyatan. Namun, semuanya gagal, karena Suharto terguling atau digulingkan dari kekuasaannya. Setelah kekuasaan Suharto berakhir, Indonesia memasuki era Neo Liberalisme, khususnya ketika UUD 1945 yang asli dirubah pasal 33 tentang kekuasaan ekonomi ditangan negara, menjadi bebas. Dengan istilah pasal 33 ayat 4, tentang demokrasi ekonomi, kekuatan swasta mempunyai peran dalam mengatur arah perekonomian. Bahkan, akhirnya saat ini, swasta seringkali mengatur negara atau negara hanya dijadikan stempel. Ketika Bung Hatta bersama Bung Karno merencanakan Indonesia merdeka, diotak mereka pembangunan ekonomi Indonesia harus dibangun berdasarkan usaha bersama. Pembangunan model itu dikatagorikan bercorak sosialistik. Perbedaan antara mereka terletak bahwa Bung Karno memilih ekstrem sosialis dengan negara mengatur semuanya dalam apa yang dikenal sebagai Strategi Pembangunan Ekonomi Semesta, sedangkan Bung Hatta memilih corak sosial demokratis, di mana model Koperasi sebagai sandarannya. Negara-negara Skandinavia pada saat dulu itu sangat berhasil membangun dengan model Koperasi. Barulah kemudian Indonesia berubah ditangan Suharto. Suharto terpikat dengan model/teori \"trickle down effect\" (Efek menetes ke bawah) , di mana pertumbuhan ekonomi harus utama dan peranan swasta diutamakan. Setelah ekonomi makmur maka nantinya kesejahteraan akan menetes ke masyarakat kecil. Teori ini berbarengan dengan teori Rostow tentang tahapan pembangun ekonomi model Non Komunis, sehingga teori \"trickle down effect\" selalu dikaitkan dengan Rostow. Setelah segelintir orang menguasai ekonomi Indonesia dan Suharto gagal memaksa mereka membagi kekayaannya, yang terjadi saat ini malah situasi rakyat kita hancur berantakan. Setengah rakyat kita menjadi penerima belas kasihan, seperti 81 juta yang akan terima program makan siang gratis dan berbagai program untuk kemiskinan lainnya. Sementara Oxfam, sebuah LSM terbesar di dunia, melaporkan hasil risetnya, ada 4 orang kaya Indonesia yang hartanya sama dengan 100 juta rakyat lapisan terbawah. ironis.  WA Said Didu tentang PIK2, di mana Jokowi memberikan hak monopoli kepada pengusaha properti \"mengambil\" tanah-tanah rakyat dan tanah lainnya seluas seratus ribu hektare lebih di disepanjang pantai utara Banten, yang menggusur juga lahan-lahan pertanian, untuk dijadikan kota-kota baru, bukan untuk petani dan buruh, maka kesimpulan kita saat ini kondisi jaman kolonial sudah kita alami lagi. Suharto saja yang begitu kuat gagal melakukan pemerataan kemakmuran, karena mengadopsi kapitalisme, apalagi presiden setelahnya. Maka tentu saja kita harus berpikir ulang tentang bangsa ini, apakah pikiran Bung Hatta masih relevan? Apakah Koperasi sebagai upaya kolektif membangun perekonomian secara bersama-sama, maju bersama dan bagi untung yang sama masih dibutuhkan? Baru-baru ini di Berlin, 29/5/24, ratusan ekonom sosialis berkumpul melakukan \"Berlin Declaration\" yang isinya meminta dunia kembali pada ekonomi berkeadilan. Jalan kapitalisme dan neoliberalisme telah gagal mengurus kemakmuran bersama dan menjaga sustainablitas bumi. Jika kita melanjutkan model-model pembangunan ala kapitalisme seperti selama ini, maka kerusakan bumi akan terus terjadi. Selain itu, kesombongan dan keangkuhan oligarki hanya menjadi tontonan rakyat miskin. Pidato Kemenangan Ketua Partai Buruh Inggris Keir Starmer, calon Perdana Menteri baru, dua hari lalu, menegaskan dengan kaum sosialis berkuasa, maka negara akan difungsikan untuk mengatur. Dia menyebutkan tidak ada lagi \"kerakusan oligarki\" jadi tontonan rakyat. Bagaimana Indonesia di era Prabowo nanti? Jalan sosialistik adalah satu-satunya jalan untuk merubah arah pembangunan Indonesia yang pro cukong selama ini. Selain perlunya pemimpin tangan besi, seperti Erdogan dan Lula Da Silva misalnya, jalan sosialistik itu adalah terjemahan Pancasila Sukarno dan Hatta. Islam juga mengajarkan jalan Sosialistik, bukan kapitalisme dan neoliberal. Jika jalan ini dipilih Prabowo, maka Koperasi akan berkibar. Usaha bersama akan berkibar. Ditambah jika negara mengatur adil pengelolaan aset untuk berfungsi sosialistik, baik aset tambang-tambang maupun finansial, maka rakyat tidak perlu lagi dikasih makan siang gratis. Mereka akan tumbuh produktif. Upaya Said Didu mengingatkan Prabowo untuk menghentikan PSN2 harus terjadi. Semua tanah-tanah diatur ulang bukan untuk cukong-cukong melainkan untuk petani dan buruh. Cukong-cukong cukup bermain di sektor hilir dan industri. Jalan sosialistik merujuk Bung Karno ataupun model Koperasi Bung Hatta  adalah jalan keluar bangsa kita untuk tidak hancur lebur. Saatnya kita merenung Bung Hatta di masa-masa keterpurukan ekonomi dan kemiskinan massal saat ini. Namun, jika kita tetap Goblok dan Dungu ataupun bermental budak, marilah kita minta cukong-cukong itu megurus negara. Dan elit negara-negara santai saja ngopi-ngopi dan bagi sembako. Kaum pejuang harus memohon maaf kepada Bung Hatta, karena kita gagal meneruskan perjuangan beliau. (*)

Semua Komisioner KPU dan Semua Anggota DKPP Wajib Mundur

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior KEPUTUSAN Dewan Kehormatan Penyeleggara Pemilu (DKPP) memecat Hasyim Asy’ari dari jabatan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah sangat tepat. Sayangnya, tindakan itu terlambat. Dan pantas dipertanyakan. DKPP seharusnya sudah bisa menyidang Hasyim sejak terbongkar skandal seks dia dengan Hasnaeni “Wanita Emas” (WE). Kalau DKPP mau, tentu si Hasyim bisa dicegah. Sehingga dia tidak sampai pergi ke Den Haag untuk melakukan skandal seks berikutnya dengan wanita anggota PPLN Belanda itu. Hasyim tidak lagi menjadi beban negara. Tidak pula menjadi salah satu perusak demokrasi. Tapi, anehnya, DKPP baru bertindak setelah si Hasyim merampungkan lakonnya sebagai salah satu aktor keributan pilpres 2024. Artinya, DKPP sendiri perlu diaudit. Agar bisa dijelaskan semua tentang kejorokan ketua KPU. Apa pun hasil audit terhadap DKPP, semua anggotanya wajib mundur. Begitu juga dengan semua komisioner KPU yang masih ada saat ini. Mereka pun wajib mundur. Mari kita jelaskan satu per satu mengapa semua mereka di dua lembaga itu wajib meletakkan jabatan. Semua komisioner di KPU dan DKPP ikut melanggar asas moralitas akibat perbuatan asusila si Hasyim. Semua mereka ikut bersalah. Memang lumayan DKPP akhirnya bertindak meskipun sangat terlambat. Tapi, tindakan mereka memecat si Hasyim tidak bisa menebus kesalahan mereka menangguhkan pemecatan itu. Boleh jadi kekacauan dalam proses penghitungan suara di KPU tidak akan terjadi kalau lembaga itu tidak dipimpin oleh si Hasyim. Ini bisa saja disebut berandai-andai, tetapi bisa juga tidak. Sudahlah. Sekarang publik tidak ingin melihat para anggota DKPP masih berada di kursi mereka. Segeralah mundur. Anda sendiri pun ikut menjadi bagian dari skandal seks si Hasyim. Kenapa? Karena kembali lagi bahwa DKPP sudah punya banyak catatan buruk tentang si Hasyim. Tapi diam saja. Mereka memecat si Hasyim memang wajib. Itu sudah mereka lakukan. Hari ini, publik tidak ingin mendengarkan alasan apa pun dari para anggota DKPP. Kemudian, para komisioner KPU yang masih tetap menduduki posisi mereka. Ini imbauan langsung kepada Anda semua: segeralah cabut. Anda pun pantas disebut sebagai bagian dari skandal si Hasyim. Kepada Plt Ketua KPU Mochammad Afifuddin dan lima komisinoer lainnya, yaitu Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, Idham Holid, serta August Mellas, cepat-cepatlah Anda hengkang dari KPU. Anda ikut memfasilitasi skandal seks si Hasyim. Sebab, Anda semua seharusnya bisa mencegah si Penjahat Kelamin (Penkel) itu melakukan rangkaian perbuatan amoralnya jika Anda waktu itu “berteriak”. Tapi, Anda tidak lakukan itu. Anda biarkan saja si Hasyim sesuka hatinya. Mau disebut apa lagi Anda semua kalau bukan bagian dari perbuatan tak bermoral itu? Celakanya, Mochammad Afifuddin membuat pernyataan bahwa KPU tidak akan meminta maaf kepada publik sehubungan dengan perilaku si Hasyim. Alasan dia adalah bahwa perbuatan si Hasyim merupakan masalah pribadi. Anda, Mochammad Afifuddin, bikin blunder besar. Si Hasyim “menikmati” si Wanita Emas itu karena terkait dengan janji-janji si Ketua kepada WE tentang peluang parpolnya untuk ikut pemilu 2024. Jadi, jelas sekali si Penkel membawa nama KPU ke dalam skandal seks itu. Begitu juga “desak tidur” si Hasyim di Den Haag terhadap petugas PPLN Belanda. Si Hasyim juga menyandang nama KPU. Jadi, ketika si Hasyim melakukan pencoblosan di dua TPS (tempat pelampiasan seks) itu, yaitu satu TPS luar negeri dan satu TPS dalam negeri, si Penkel jelas sedang bertugas sebagai ketua KPU. Kenapa Anda, wahai Plt Ketua, mengatakan kanalisasi hasrat banseristik itu adalah masalah pribadi si Hasyim? Jadi, semua komisioner KPU wajib meletakkan jabatan. Anda tidak pantas lagi duduk di posisi yang terhormat di situ. Anda juga menjadi beban negara ini, beban rakyat. Anda semua tidak lagi punya pijakan moral untuk terus duduk di KPU.[]

Kampus Harus Berontak

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  BERITA mengejutkan dari Universitas Airlangga Surabaya yaitu pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran UNAIR Prof. Dr. Budi Santoso, dr. Sp.OG oleh Rektor UNAIR tanpa alasan yang jelas. Faktanya adalah bahwa Prof Budi Santoso gigih menolak kebijakan Pemerintah untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Menurutnya 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia mampu menghasilkan dokter-dokter berkualitas yang tidak kalah dengan dokter asing. Sebagaimana diketahui Pemerintah terus mendengungkan kebijakan untuk \"mengimpor\" dokter asing. Atas Keputusan Pimpinan UNAIR tersebut para Dosen dan Civitas Academica di lingkungan FK UNAIR bertekad untuk melakukan mogok sebagai bentuk perlawanan. Dugaan pemecatan adalah politis, karena pihak Civitas Academica tidak melihat Prof Budi Santoso melakukan pelanggaran apapun. Menentang kebijakan Pemerintah yang salah semestinya dihormati. Menkes Budi Gunadi Sadikin cuci tangan mengelak ikut intervensi atas kebijakan kampus.  Fenomena yang terjadi pada Perguruan Tinggi Negeri, dan juga PT swasta, adalah dominannya Pemerintah mengintervensi kebijakan kampus. Para Rektor menjadi kepanjangan tangan kepentingan Istana. Dosen  dan mahasiswa menjadi sulit untuk bebas  berpendapat dan bergerak. Berbagai ancaman bertaburan. Rezim Jokowi menguasai dan menjajah Perguruan Tinggi secara sistematis.  Slogan \"kampus merdeka\" memiliki makna \"merdeka jika patuh\". Jika tidak, maka predikat radikal, pembangkang, atau tidak tahu diri dapat  disematkan. Berkonsekuensi pada anggaran atau jabatan. Memang di samping dunia usaha, hukum, budaya dan agama, maka dunia akademik termasuk yang dihancurkan oleh Jokowi.  Kebebasan akademik harus digaungkan kembali. Kemandirian kampus harus dipulihkan. Kepemimpinan masa depan bangsa yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi dipastikan tidak cerah jika kondisi seperti saat ini dibiarkan. Apa arti Tridharma Perguruan Tinggi jika semua dharma tergerus oleh kepentingan pragmatis. Kampus dengan pimpinan para penjilat adalah kebodohan dan pengkhianatan akademik yang nyata.  Rezim Jokowi telah menciptakan iklim kampus yang gelap. Memiliki Menteri Pendidikan dan Menteri Kesehatan yang tidak kompeten. Nadiem Makarim tidak memiliki \"track record\"  bidang pendidikan, sementara Budi Gunadi bukan seorang dokter. Sungguh Jokowi telah menistakan profesi. Pantas jika dirinya dipertanyakan keaslian ijazah nya. Jika benar ijazah Jokowi palsu maka sangat pas jika para Menteri nya pun berkategori \"palsu\". Kampus harus berontak melawan penistaan akademik oleh kekuasaan politik. Merdekakan dari segala bentuk penjajahan. Rektor, Dekan, Dosen dan Civitas Academica lainnya adalah para  pejuang kemandirian dan kemajuan bangsa. Bukan budak-budak yang selalu takut untuk berpendapat dan berbuat. Perubahan ditentukan oleh mental bebas para akademisi. Rakyat berani karena akademisi berani. Akademisi pengecut membuat rakyat semakin kalut dan takut.  Dekan Fakultas Kedokteran UNAIR telah berbuat untuk kebaikan bangsanya. Ia dipecat sebagai risiko. Bagi dirinya tentu tidak masalah, akan tetapi bagi para akademisi lain ini menjadi persoalan yang serius. Solidaritas harus dibangun, bukan hanya untuk kepentingan UNAIR tetapi ini demi kepentingan seluruh kampus di Indonesia. Kooptasi kekuasaan politik harus segera diakhiri.  Kampus harus berontak. Tidak ada kata menyerah pada keadaan. Para mahasiswa jangan dididik untuk memiliki mental budak. Mereka adalah masa depan bangsa. Para dosen dan akademisi mesti menjadi teladan dari sikap berani, cerdas dan gigih dalam memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan.  \"The history of liberty is a history of resistance\" (Sejarah kebebasan adalah sejarah tentang perlawanan) -- Woodrow Wilson. Para pejuang kampus tidak perlu menunggu-nunggu yang penting adalah mulai untuk berontak. Saat ini adalah momennya.  \"Don\'t wait for the perfect moment, take the moment and make it perfect\"--Jangan tunggu momen sempurna, ambil momen itu dan jadikanlah sempurna!. (*)

Data Nasional Jebol, Menteri Kominfo dan Jokowi Melanggar UU Pelindungan Data Pribadi Serta Konstitusi Perlindungan Diri

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) kebobolan secara massif, ugal-ugalan, dan tidak bisa diterima menurut ukuran apapun. Belakangan terungkap, kemungkinan besar, Pusat Data Nasional Sementara bukan kebobolan, tetapi sengaja dijebol, melalui orang dalam. Berita di Kompas mengatakan, password akses salah satu server yang menyimpan data sensitif tersebut, antara lain data pribadi penduduk Indonesia, tergolong sangat sederhana: Admin#1234. https://tekno.kompas.com/read/2024/07/05/09480037/terungkap-akses-ke-server-pdn-pakai-password-admin1234 Password sangat sederhana ini dapat dianggap sebagai bentuk “kelalaian” (dan kesengajaan) yang menyebabkan Pusat Data Nasional Sementara dapat dijebol dengan mudah, sehingga membahayakan kepentingan nasional. Oleh karena itu, Pemerintah wajib bertanggung jawab atas jebolnya data nasional tersebut. Dalam hal ini, pihak yang harus bertanggung jawab bukan saja Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) yang menangani Pusat Data Nasional Sementara. Tetapi, Presiden Jokowi juga harus bertanggung jawab penuh atas skandal penjebolan data nasional ini.  Karena, sengaja atau tidak, jebolnya data nasional ini menunjukkan pemerintah telah gagal melindungi data pribadi penduduk Indonesia. Sebagai konsekuensi, pemerintah secara nyata telah melanggar UU Pelindungan Data Pribadi, yang juga berarti melanggar Konstitusi Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 28J, tentang HAM. Secara spesifik, pemerintah melanggar Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU Pelindungan Data Pribadi (UU No 27 Tahun 2022), yang berbunyi:(1) Pengendali Data Pribadi wajib mencegah Data Pribadi diakses secara tidak sah. (2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan sistem keamanan terhadap Data Pribadi yang diproses dan/atau memproses Data Pribadi menggunakan sistem elektronik secara andal, aman, dan bertanggung jawab. Sedangkan UU Pelindungan Data Pribadi merupakan bagian dari perintah konstitusi untuk perlindungan diri penduduk Indonesia, sebagai bagian dari perlindungan Hak Asasi Manusia. Pasal 28G ayat (1) UUD berbunyi: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, ……., serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Oleh karena itu, jebolnya Pusat Data Nasional Sementara merupakan kegagalan pemerintah, dalam hal ini Menkominfo dan Presiden Jokowi, dalam melindungi data dan diri pribadi penduduk Indonesia, yang merupakan perintah langsung konstitusi. Oleh karena itu, Menteri kominfo dan Presiden harus bertanggung jawab penuh atas kegagalan dan pelanggaran konstitusi ini. Artinya, tuntutan mundur bukan hanya ditujukan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi, tetapi juga kepada Presiden Jokowi atas pelanggaran konstitusi ini. Yang lebih parah, menurut informasi, pemerintah tidak mempunyai backup data nasional yang dijebol tersebut. Dalam hal ini, pemerintah, yaitu Menteri kominfo dan Presiden Jokowi, dapat disangkakan telah dengan sengaja membahayakan keamanan nasional dan diri pribadi penduduk Indonesia, dan karena itu bisa dikenakan sanksi pidana seperti diatur dalam UU PDP, Bab XIV, Pasal 67 sampai dengan Pasal 73, mengenai Ketentuan Pidana. https://www.inilah.com/pemerintah-tak-ada-back-up-data-pdn-komisi-i-dpr-kebodohan-yang-konyol —- 000 —-

Prabowo dalam Ancaman Pembunuhan

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  DALAM sejarah modern, pembunuhan politik mengambil dua motif utama : \"pertama\", persaingan politik antar elit dan \"kedua\", penyingkiran pemimpin politik yang tak dikehendaki imperium besar. China memiliki pengalaman terjadinya tragedi pembunuhan berdarah bahkan sebagai mentor Aidit pada tragedi  G 30 S / PKI. Dialog dramatis  Aidit dan Mao Tse Tung tanggal 5 Agustus 1965 di Zhongnanhai - Peking, menjelang Kudeta G 30 S / PKI : Mao : Kamu harus bertindak cepat.Aidit : Saya khawatir AD akan menjadi penghalangMao : Baiklah, lakukan apa yang saya nasehatkan kepadamu. Habisi semua Jenderal dan para perwira reaksioner itu dalam sekali pukul. Angkatan Darat lalu akan menjadi seekor naga yang tidak berkepala dan akan mengikutimu.Aidit : Itu berarti membunuh beberapa ratus perwira.Mao : Di Shensei utara saya membunuh 20.000 orang kader dalam sekali pukul saja. Di China sendiri Pembantaian Tiananmen pada 4 Juni 1989 adalah salah satu tragedi berdarah terbesar di China. Beberapa sumber menyebut bahwa korban tewas akibat pembantaian Tianemen mencapai 1.000 orang. Tanggal 1 April 2024  Xi Jinping memanggil Prabowo Subianto ( PS ) ( Ketika sidang sengketa Pilpres masih berlangsung ) memberikan mandat kepada PS untuk meneruskan dan berkomitmen melanjutkan kebijakan Jokowi. Saat itu Prabowo berjanji akan komitmen melanjutkan program - program troubel makernya Jokowi . Xi Jinping sudah lama menyiapkan pengganti Jokowi harus tetap berhaluan komunis untuk menguasai Indonesia tanpa perang fisik.  Resiko politik yang harus di tanggung dan di hadapi Prabowo ada pada dua posisi : taat dan patuh dengan Xi Jinping dipastikan akan dapat perlindungan dan sebaliknya apabila melawan akan di habisi sesuai watak komunis \"melawan di bunuh\".. Sesuai renstra politik China Komunis untuk kuasai Indonesia,  Prabowo akan di kontrol dan remot oleh Xi Jinping. Diprediksi Prabowo menjabat presiden bisa tidak akan sampai 5 tahun. Kalau ditengah perjalanan Prabowo akan \"memberontak\" kepada Xi Jinping. Kalau itu terjadi \"Prabowo akan \"diselesaikan oleh Cina. Bisa jadi Prabowo di buat sakit permanen bahkan  di racun dengan bantuan para begundalnya yang saat ini sangat dekat dengan Prabowo Siboanto. Cara licik pembunuhan dengan media racun sebagai alternatif yang cukup efektif, dengan teknis yang senyap, rapi hingga menentukan waktu sasarannya akan mati. Posisisi Prabowo Subianto dalam kancah politik China (Xi Jinping) tidak boleh di pandang sebelah mata, dari segala ancaman pembunuhan. Bisa terjadi dengan sarana racun sebagai medianya yang saat ini marak sedang tejadi, agar Wapresnya  lebih cepat naik tahta sebagai Presiden. Dalam sejarah dunia pembunuhan politik dengan cara di tembak mati antara lain : Pada 14 April 1865, Lincoln  saat sedang menyaksikan pertunjukan teater, ditembak oleh oleh seorang pemain teater, John Wilkes Booth. Pada 30 Januari 1948,  Gandhi tak lama setelah kemerdekaan  India dibunuh oleh seorang nasionalis Hindu bernama, Nathuram Vinayak Godse. Pada 22 November 1963, JF. Kennedy saat sedang melakukan lawatan ke negara bagian Texas, ditembak mati. Pada 8 Juli 2022 Shinzo Abe, mantan PM Jepang yang salah satu tokoh politik aktif paling berpengaruh di Jepang saat itu, ditembak mati dari belakang oleh Tetsuya Yamagami. Pada 6 Oktober 1981, Anwar Sadat saat menghadiri parade militer yang digelar di Kota Kairo, sekelompok militer memberondongnya. Pembunuhan politik di Indonesia tidak boleh terjadi lagi apapun alasannya. Upaya preventif apapun kekurangan dan kelebihannya Prabowo Subianto harus di lindungi dari strategi licik komunis . ***

Tersenyum di Ujung Sakaratul Maut

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  SESEORANG yang sedang sakaratul maut terlihat tersenyum, orang di sekelilingnya spontan menyambut gembira bahwa ia telah melihat surga jaminan khusnul khatimah. Sementara sebagian ulama menafsirkan lain bisa jadi saat tersenyum sedang  di ajak ketawa bersama setan dengan janji janjinya hidup yang bahagia pindah di alamnya, setelah sekian lama menjadi budak piaraannya. Dugaan berat Jokowi keserang gejalaAmnesia yang akut dan sangat parah, mendekati kebenaran. Hilang ingatan dan munculnya  gangguan yang menyebabkan  tidak bisa mengingat apapun yang sedang terjadi dengan segala resikonya Gejalanya terus membabi buta dengan kebijakan  aneh aneh terus bermunculan di ahir sakaratul mautnya (di akhir masa jabatanya). Tidak tanggung tanggung lembaga sumber keilmuan, kebajikan, kearifan yang akan menuntun ke arah jalan kebenaran yaitu Perguruan Tinggi ditabrak dan diobrak abrik dengan bermacam macam dalih kedunguan dan ketololannya. Bigotri (menggambarkan seseorang yang memiliki pandangan sempit, dogmatis, dan tidak toleran terhadap pendapat orang lain), diskriminasi, kebencian, ancaman, kekerasan, terjadi di mana mana. Contoh sederhana pemecatan seorang Dekan dan Guru Besar dokter ahli saraf, akibat perbedaan pendapat yang sah dialam demokrasi.  Pemberhentian Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.O.G., Subsp.F.E.R. dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga karena pendapat terkait impor dokter dan kasus pemberhentian Prof. DR. dr Zainal Muttaqin (ahli besah saraf) dari RSUP Kariadi  diberhentikan lantaran kerap mengkritik kebijakan pemerintah terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan dan kasus lainnya. Sumber penyakitnya tetap dari istana yang sedang sakaratul maut. Kehendak, kemauan dan kebijakan ororitas apapun tidak boleh berbeda dengan bos istana.  Bersamaan  dengan virus Delirium Jokowi diduga makin parah (kondisi penurunan kesadaran yang bersifat akut dan fluktuatif). Pengidap mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap tugasnya sebagai pengendali dan pengelala negara. Dampaknya  Jokowi  dengan modus  bermacam macam alasannya represi makin menggila. Jokowi sudah tidak ingat kewajiban konstitusinya yaitu menjaga penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak sipil dan politik kepada rakyatnya. Agenda otoritarian Jokowi yang eksploitatif  oportunistik, sekalipun di ujung sakaratur maut harus dilawan dan dihentikan.  Kita semua sesungguhnya mengerti , menyadari dan memahami skenario ororitarian yang terjadi bukan murni datang dari Jokowi tetapi melibatan kekuatan yang lebih besar dari luar dirinya.  Ini wakttnya semua kekuatan rakyat untuk bersatu, bergandeng tangan, menghentikan dan melawan setiap represi tidak lagi boleh seorang yang sedang akaratul maut melenggang seenaknya.***

Muka Tembok Ala Budi Arie

Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  Budi Arie dan Jokowi, saling melindungi  dalam menutupi kebobrokannya. Budi Arie dan Jokowi seperti dua sejoli dalam rezim tirani. Budi Arie sembunyi di Ketiak Jokowi, sampai kapanpun bau busuknya menyengat,  itu menjadi tempat yang aman. Budi Arie bukan sekedar tidak kompeten memimpin kemenkominfo, perilakunya sebagai pejabat juga membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Pusat Data Nasional Sementara (PDSN) yang menjadi tanggungjawabya, mengalami serangan siber dalam bentuk ransomware. Tidak hanya  melumpuhkan pelayanan publik, data penting dan strategis baik milik instansi pemerintahan seperti imigrasi, dukcapil dll., maupun data seluruh rakyat  rentan bocor dan berpotensi disalahgunakan.  Hingga saat ini Budi Arie tidak  menunjukkan pertangungjawabannya secara moral, etika dan hukum. Padahal publik sudah mendesaknya untuk setidaknya mundur dari jabatan menteri kominfo yang diembannya. Jokowi sebagai presiden yang mengangkat Budi Arie menjadi pembantunya juga tidak memberikan sangsi tegas. Ini memberikan Kesan Jokowi melindungi Budi Arie, atau sebaliknya Budi Arie loyalis dan “die hard” nya Jokowi yang banyak memegang  “kartu turf” Jokowi sehingga harus terus dipelihara dan dijaga. Budi Arie telah menjadi simbol terbaik dan representasi paling akurat dari rezim Jokowi yang tak tebilang lagi amburadulnya.  Baik Jokowi maupun Budi Arie seperti buah pinang dibelah dua, sama-sama saling bekerjasama dalam penyimpangan dan saling menyimpannya. Budi Arie dalam kasus bocornya PDSN bukanlah yang pertama kali soal performs dalam dunia politik dan birokrasi. Sejak menjadi ketua umum Projo, ia menjadi sosok orang dekat Jokowi yang jorok dan urakan. Sering overlap dan intervensi pada yang menjadi batasannya, baik secara kewenangan dan kepantasannya. Muni panggilan si Budi Arie ini juga terkenal sebagai orang dalam lingkar kekuasaan yang bocor mulutnya, alias mulut ember. Publik  ingat ketika Projo yang hanya  sebatas relawan yang dipimpinnya, ikut mengatur partai politik dan pemerintahan jelang pilpres 2024. Begitupun saat diskusinya yang viral soal orang-orang  irisan Jokowi akan dipenjara jika kalah dalam pilpres 2024.  Begitulah sosok Budi Arie, bukan sekedar ditempatkan sebagai  “anjing pengongong” bagi kekuasaan. Ia juga seperti seekor  Badak yang terus membuka jalan berduri bagi langkah-langkah politik rezim.  Tak peduli seberapa bobroknya, tak peduli seberapa busuknya, bagi Jokowi, Budi Arie memang orang orang yang cocok  menjadi kuda tunggangannya. Sementara itu, Budi Arie tak peduli dengan hukum moral, hukum sosial dan hukum pidana, selama masih nyaman bersembunyi di ketiak Jokowi. Selama masih aman  dan kekuasaan rezim Jokowi bertahan, Budi Arie akan terus memajang muka temboknya yang kuat dan kokoh. Muka Tembok yang tak tahu malu ala Budi Arie alias Muni. (*)

Kasus Pembakaran Wartawan Rico, IJW: Diduga Ada Keterlibatan Aparat

Hasil investigasi jaringan Indonesian Journalist Watch (IJW) di Kabupaten, Karo, Sumatera Utara, diduga ada keterlibatan oknum aparat dalam kasus pembakaran Wartawan Rico Sempurna Pasaribu (47) bersama Isteri, Anak dan Cucu di daerah tersebut .  Berdasarkan  informasi yang diperoleh Tim Investigasi IJW di Kabupaten Karo, saat ini memang marak pelanggaran hukum, antara lain Peredaran Narkoba, Judi Togel, Joker Karo (Judi Leng) dan Ikan-Ikan. Kemudian Penebangan kayu hutan lindung deleng Sibuaten dekat Hutan Siosar Wilayah Tanah Karo. Disebutkan IJW menduga pembakaran rumah Wartawan Rico terkait dengan pemberitaan tentang Narkoba, Judi Togel dan Penebangan Kayu illegal itu. Karena sebelum pembakaran rumahnya yang ikut menewaskan tiga orang keluarganya, Rico disebut sempat memperoleh ancaman lewat telpon sebanyak empat kali. “IJW menduga ada keterlibatan oknum aparat, baik TNI dan Polri. Para oknum tersebut disebut membekingi praktik judi, narkoba dan penebangan kayu illegal. Itu ada upeti (setoran) mingguan yang turut mengalir ke berbagai pihak antara Rp70-100 juta per minggu. Ini sudah mafia. Gangster,” tegas Ketua Umum IJW, HM. Jusuf Rizal,SH kepada FNN, Jumat. Karena itu, hasil investigasi IJW akan disampaikan ke Presiden, Menkopolhukam, Kapolri, Panglima TNI, Kapolda Sumut, Pangdam Bukit Barisan, Kompolnas dan Komnas Hak Asasi Manusia guna dapat ditindaklanjuti untuk penyelidikan lebih lanjut guna diproses hukum sesuai pelanggaran hukumnya. “Kasus pembunuhan wartawan Rico dengan membakar rumahnya, merupakan yang paling sadis. Sebelumnya, ada juga wartawan yang kritis, tapi paling dihajar hingga babak belur. Dan aparat Kepolisian setempat tidak banyak bertindak,” tambah Jusuf Rizal. IJW juga meragukan kasus ini tidak akan tuntas jika hanya ditangani di Polres Karo. Kasus ini harus ditarik dan ditangani oleh Polda Sumut mengingat diduga melibatkan oknum TNI dan Polisi setempat. Karena tidak mungkin  sapu yang kotor membersihkan yang kotor. “IJW bersama insan pers lain akan terus mengawal kasus ini. Siapapun pelakunya harus dihukum mati. Tindakan pembakaran itu diadab, sadis dan tidak berperikemanusiaan. Semestinya jika tulisan dianggap tidak benar ada hak jawab. Bukan membunuh wartawan,” tegas Jusuf Rizal Ketua LBH LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu