ALL CATEGORY

Banyak Pihak yang Tidak Siap Indonesia Dipimpin Anak Muda

Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut banyak pihak yang tidak menyukai pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka karena tidak siap jika Indonesia dipimpin oleh anak muda.\"Itu sebabnya banyak orang yang tidak suka terhadap pasangan Prabowo-Gibran. Banyak orang yang tidak siap dengan situasi Pemilu 2024 nanti. Disepakatinya Mas Gibran sebagai cawapres dari Koalisi Indonesia Maju sebagai bagian dari cara kita menyambut dan mempersiapkan Indonesia Emas 2045,\" ucap Muzani sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.Muzani mengatakan, ada pihak tertentu yang tidak siap dengan adanya sosok cawapres muda karena peran pemuda akan lebih signifikan, mengingat hampir 60 persen pemilih di Pilpres 2024 adalah kaum muda. Padahal, kata dia, Gibran didapuk sebagai cawapres untuk menyambut Indonesia Emas.\"Agar di usia negara Indonesia yang ke 100 tahun nanti akan menjadi siap, maka Gibran adalah perwakilan anak muda yang dipersiapkan untuk Indonesia Emas bahwa generasi muda harus disiapkan (menjadi pemimpin) di 2024, maka kita harus rela untuk itu,\" katanya saat menghadiri konsolidasi kader di Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, Jawa Tengah, Kamis (9/11).Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran itu juga menyinggung soal adanya upaya sistematis untuk mendegradasi dukungan kepada Prabowo-Gibran yang menurutnya semakin menguat.\"Tapi hari-hari ini upaya itu dicurigai, upaya itu disalahpahami, disalah mengerti. Ada yang menuduh menghidupkan Orde Baru. Ada yang menuduh sedang menghidupkan nepotisme atau KKN. Bahkan meminta pasangan (Prabowo-Gibran) ini mundur saja,\" katanya.Ia mengklaim bahwa kehadiran Wali Kota Surakarta dalam kontestasi pemilu tahun depan menjadi ancaman bagi pihak lawan karena lebih dari 56 persen jumlah pemilih adalah anak muda.\"Padahal, lebih dari 55 persen pemilih di Pemilu 2024 adalah anak muda. Masa kita ajukan cawapres anak muda malah dituduh ini itu. Kami merasa kemenangan Prabowo-Girban sudah di depan mata, sehingga upaya itu dihalangi,\" ucap Muzani.Muzani mengaku upaya degradasi itu justru akan memperkuat semangat kader, simpatisan, Partai Gerindra, dan partai koalisi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.\"Kami yakin seluruh kader Gerindra, masyarakat dan simpatisan Prabowo-Gibran, bahkan partai-partai Koalisi Indonesia Maju tidak akan gentar menghadapi tuduhan itu karena kita yakin Prabowo-Gibran akan menang di 2024,\" ucap dia.Muzani menambahkan, apabila Prabowo-Gibran mendapat kepercayaan rakyat dan terpilih menjadi presiden, maka kekuasaan itu akan digunakan untuk membantu masyarakat miskin, termasuk mengatasi persoalan kelangkaan pupuk subsidi, menghilangkan kartu tani, hingga memberikan makanan dan susu gratis di sekolah dan pesantren.(ida/ANTARA)

Cak Imin Ziarah Makam Pahlawan Nasional Kiai As'ad di Situbondo

Situbondo, FNN - Pada momentum Hari Pahlawan Nasional 2023, bakal calon wakil presiden Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin didampingi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Menteri PDTT) Abdul Halim Iskandar ziarah ke makam Pahlawan Nasional K.H.R As\'ad Syamsul Arifin di kawasan Ponpes Salafiyah syafi\'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Jumat.Sebelum ziarah ke makam Kiai As\'ad, bakal cawapres Cak Imin bersama dengan Menteri Desa PDTT Abdul Halim beserta rombongan terlebih dahulu Shalat Jumat di masjid di Ponpes Salafiyah Syafi\'iyah Sukorejo, Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih.\"Saya ziarah ke makam K.H.R As\'ad Syamsul Arifin karena beliau adalah pahlawan nasional yang bukan saja meletakkan dasar-dasar keagamaan, kemasyarakatan, keumatan, beliau juga mendidik generasi dari jauh sebelum kemerdekaan, bahkan ketika mengalami penjajahan kala itu yang memimpin masyarakat untuk terus menjadi bagian dari kekuatan bangsa pada satu titik tertentu berjuang mengusir penjajah,\" kata Cak Imin kepada wartawan usai ziarah.  Menurut dia, kepahlawanan menjadi momentum ketika 10 November menjadi hari puncak dari resolusi jihad yang mewajibkan seluruh umat Islam untuk angkat senjata. \"Resolusi jihad telah memberikan makna bahwa kita harus merdeka terus, kita memiliki kekuatan, kita memiliki kekayaan bangsa, yang bisa menjadi bangsa yang kuat, mandiri, berdaulat sekaligus memakmurkan dan mensejahterakan bangsa sendiri,\" kata Cak Imin.  Dari pantauan, usai Shalat Jumat, pendamping bakal calon presiden Anies Baswedan ini ziarah ke makam pahlawan nasional Kiai As\'ad juga didampingi oleh Pengasuh Ponpes Salafiyah syafi\'iyah Sukorejo K.H.R Achmad Azaim Ibrahimy. Setelah mendoakan Pahlawan Nasional K.H.R As\'ad Syamsul, Cak Imin juga menabur bunga di makam Kiai As\'ad beserta makam pendiri dan pengasuh pesantren sebelumnya.Selanjutnya, Cak Imin dan juga didampingi Menteri Desa PDTT silaturahim ke kediaman Pengasuh Ponpes Salafiyah syafi\'iyah Sukorejo Kiai Azaim.(ida/ANTARA)

Surat Terbuka Kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) TUGAS Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi sungguh maha berat. Bukan karena materinya berat, tetapi karena dikejar waktu. Salah satu dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan adalah hubungan kerabat, atau benturan kepentingan, antara pihak yang berperkara, yaitu ketua hakim konstitusi Anwar Usman, yang berstatus sebagai adik ipar Presiden Jokowi, sekaligus paman dari Gibran yang patut diduga sebagai pihak yang akan menerima manfaat dari uji perkara dimaksud di atas. Mahasiswa yang mengajukan permohonan uji materi secara jelas menyatakan kagum atas prestasi Gibran di dalam permohonannya, oleh karena itu memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar kepala daerah juga bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden meskipun belum cukup umur seperti diatur di dalam UU. Berdasarkan pasal 17 ayat (5) UU kekuasaan Kehakiman No 48 Tahun 2008, ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dilarang ikut menangani perkara ini karena ada benturan kepentingan. Kekhawatiran UU dan kekhawatiran masyarakat terbukti. Benturan kepentingan ini menghasilkan putusan kontroversial. Mahkamah Konstitusi diduga memutus perkara melampaui wewenang yang diberikan Konstitusi (UUD).  Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengabaikan pasal 17 ayat (5) tersebut. Anwar Usman diduga keras mempunyai niat tidak baik dalam menangani perkara ini, sehingga menghasilkan putusan tidak berdasarkan pertimbangan hukum secara murni dan adil. Anwar Usman mengabaikan azas iktikad baik (good faith) yang menjadi pedoman dan tuntutan dalam menjalankan hukum secara adil. Karena itu, para pelapor dugaan pelanggaran kode etik memohon kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi agar menyatakan Anwar Usman bersalah melanggar pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman. Sebagai konsekuensi, putusan hakim tersebut dinyatakan tidak sah, atau batal demi hukum, sesuai bunyi pasal 17 ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman. Pada kesempatan konferensi pers yang digelar oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (31/10), wartawan bertanya apakah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie tidak menjawab secara jelas. Jimly Asshiddiqie ragu apakah mempunyai wewenang membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi, dengan alasan pasal 24C ayat (1) UUD menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Sedangkan hierarki UU Kekuasaan Kehakiman berada di bawah UUD sehingga tidak bisa bertentangan atau membatalkan pasal di dalam UUD. Jimly Asshiddiqie kemudian minta kepada masyarakat untuk memberi alasan yang bisa meyakinkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, bahwa putusan    Mahkamah Konstitusi tersebut dapat dibatalkan. Dalam kesempatan ini, saya ingin memberi sumbang saran bahwa putusan Mahkamah Konstitusi terkait perkara ini wajib dinyatakan tidak sah, sesuai konstitusi. Artinya, tidak melanggar pasal 24C ayat (1) UUD dimaksud. Alasan pertama, UUD dibuat berdasarkan norma dalam kondisi normal atau kondisi ideal, di mana semua pihak taat hukum, dan mematuhi semua peraturan perundangan-undangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Tetapi, kalau satu kondisi tercipta akibat ada penyimpangan atau pelanggaran hukum, maka secara otomatis UUD tidak bisa dan tidak boleh melindungi pelanggaran hukum tersebut. Karena UUD dibuat berdasarkan azas good faith atau iktikad baik.  Artinya, dalam hal putusan Mahkamah Konstitusi diambil dalam kondisi normal dan tidak ada pelanggaran hukum, maka benar, putusan Mahkamah Konstitusi tidak bisa diganggu gugat atau dibatalkan. Final. Tetapi, kalau putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pelanggaran hukum, apalagi kalau ada tindak pidana, maka putusan tersebut menjadi cacat hukum dan tidak sah, harus batal demi hukum.  Dalam hal ini, putusan tidak sah tersebut tidak ada kaitannya dengan pasal 24C ayat (1) UUD. Putusan tidak sah tersebut harus dimaknai bukan membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga artinya tidak melanggar pasal 24C ayat (1) UUD. Selain itu, putusan final Mahkamah Konstitusi di pasal 24C ayat (1) UUD tidak boleh digunakan untuk melindungi putusan Mahkamah Konstitusi yang melanggar hukum. Majelis Kehormatan Mahkamah konstitusi bahkan harus memaknai sebaliknya. Kalau terbukti terjadi pelanggaran pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman dalam menangani perkara ini, maka  putusan hakim menjadi tidak sah, dan “putusan tidak sah” tersebut bersifat final dan mengikat, sesuai pasal 24C ayat (1) UUD. Perlu ditegaskan, secara prinsip, konstitusi tidak boleh melindungi kejahatan. Prinsip ini wajib ditaati oleh semua pihak. Oleh karena itu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak boleh membiarkan pasal 24C ayat (1) dijadikan tameng untuk melindungi kejahatan, kalau terbukti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berdasarkan pelanggaran kode etik dan mufakat jahat. Bagi pihak yang secara sadar melindungi kejahatan termasuk ikut berbuat jahat. Kedua, pasal 24C ayat (5) menyatakan: “Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi ……” Kalau terbukti Anwar Usman melanggar kode etik dan pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman, maka Anwar Usman melanggar pasal 24C ayat (5) UUD ini: Anwar Usman tidak mempunyai integritas, kepribadiannya tercela, tidak adil, bukan negarawan meskipun memahami konstitusi, tapi tidak menjalankan kekuasaannya sesuai konstitusi. Selain itu, ketiga, pasal 24C ayat (6) UUD memerintahkan, agar ketentuan lainnya diatur dengan undang-undang. Pasal 24C ayat (6) berbunyi: “Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, …. serta ketentuan lainnya …. diatur dengan undang-undang.” UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman harus dilihat sebagai perintah langsung pasal 24C ayat (6) UUD, untuk memastikan pasal 24C ayat (5) tentang hakim yang berintegritas dan adil dapat terwujud. Dalam butir menimbang UU Kekuasaan Kehakiman No 48 Tahun 2009 disebutkan secara eksplisit, untuk mewujudkan kekuasaan hakim yang merdeka, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai perintah UUD, maka diperlukan UU tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam butir Mengingat bahkan disebutkan lebih eksplisit lagi, bahwa UU tentang Kekuasaan Kehakiman bagian dari penjabaran UUD, antara lain Pasal 24C. “Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;” Dengan demikian, UU Kekuasaan Kehakiman harus dilihat sebagai wujud nyata untuk melindungi konstitusi dari potensi kejahatan, yang sekarang ternyata terbukti, dan sedang berlangsung.  Pasal 17 ayat (5) khususnya untuk melindungi konstitusi dari kejahatan hakim, sesuai kriteria pada pasal 24C ayat (5) UUD. Dengan demikian, semoga Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dapat melihat permasalahan ini secara jernih, bahwa pelanggaran terhadap pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman pada hakekatnya adalah pelanggaran terhadap Pasal 24C ayat (5) UUD, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pelanggaran hukum atau kejahatan, wajib batal. (*)

Catatan Hari Pahlawan: Negara yang Tunduk pada Oligarki

NEGARA ini kuat hanya di hadapan rakyatnya. Karena hanya pada negara, pemaksaan dan kekerasan dibolehkan. Aparat negara sebagai kekuatan utamanya dilengkapi dengan peraturan, sarana dan prasarana.  Suka menciptakan massa yang diorganisasikan, digerakkan. Seakan kekuatan dari bawah, padahal mereka hanyalah perpanjangan tangan para aparat  yang bermotifkan melestarikan kekuasaan, menjamin setoran dari kelas recehan sampai tak terhingga. Selama mungkin menegakkan penindasan atas nama negara. Kaum bersenjata, agamawan dan bangsawan (birokrat ) yang dalam Revolusi Perancis diabad XVIII bersatu menahan serbuan kelas menengah (Borjuis ) yang didukung rakyat; kini justru membungkukkan badan di hadapan kaum hartawan (oligarkh) yang dirawat dalam sistem kapitalisme habis-habisan dan fasisme sekaligus atas nama nilai-nilai utama bangsa yang telah terkikis nyaris habis. Apa itu negara dengan nilai-nilainya  yang berpedoman pada Kedaulatan rakyat Kemanusiaan, Persatuan untuk pencapaian Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia  yang berbasis pada Ke Tuhanan Yang Maha Esa hanyalah jargon kosong: Tak sesuainya harapan itu dengan kenyataan yang ada. Kosmetika, terutama gincu atas nilai kini bersaing dengan penjualan Minyak Kayu Putih dan Minyak Telon. Negara ini kuat hanya di hadapan rakyatnya karena punya senjata, aparat bertopi baja dan penjara. Tapi amat lemah dan memalukan di depan para tetangga  dan dunia Barat maupun Utara. Produksi citra bin kebohongan lebih diminati dan ditaburi punya -puji bukan saja oleh rakyat yang lapar dan tak cukup pendidikannya, justru digerakkan oleh kaum terpelajar, utamanya para doktor dan profesor  tertentu dan merata  yang agaknya masih lapar sekaligus nista budi pekertinya. Ukuran kebendaan di tuhankan dan menjadi gaya hidup. Jika perlu dipamerkan dengan dibungkus baju karikatif seperti menyumbang, wisata religi berkali-kali. Agama hanyalah dijadikan ageman ( pakaian ) dalam berinteraksi dan berinteraksi, dan lebih agar lebih eksis dan mendesis faham fatalistik yang berporoskan pada Asy\'ariyah yang Jabariah  digelar untuk mematikan akal budi dalam memahami agama itu sendiri. Banyak manusia berubah seolah menjadi tuhan-tuhan dengan dogma-dogma demi dan untuk tahta, harta dan wanita. Keagungan kekuasaan jika perlu melikuidasi undang-undang dan menghalau undang-undang dasar baik tertulis maupun konvensi tak tertulis itu. Setiap zaman yang berabad, berwarna dan terus berjalan detik demi detik selalu mengalami pasang naik dan turun, jaya dan nista....dan seterusnya silih berganti. Sunatullah memang demikian, namun bukan seenaknya berdalih demikianlah adanya....sambil membalikkan badan mencari perlindungan kekuasaan. Lalu..... Bukankah dewasa ini martabat negara tampak telah sunyi. Sekarang kesepian memenjarakan waktu dan gerak kita. Kenapa. ? Karena peraturan perundang-undangan rusak dalam penegakannya. Karena ketiadaan teladan. Kaum cendekiawan, Agamawan, budayawan hanya bisa menangis. Tangisan itupun hanyalah penyesalan, namun sudahlah...lumayan masih bersedia bertobat. Ini semua kehinaan kehidupan, suka atau tidak suka kita terlibat di sana, baik sengaja maupun kealfaan, langsung atau tidak langsung. Kesengsaraan dan kehinaan yang nyata ini, masihkah dibela dengan angka dan puja-puja sandiwara dan hanya menyalahkan sekitar Kepala Negara. Padahal kebusukan itu dimulai dari Kepala, maka jangan memuja sang Kepala Negara tapi menyalahkan pembisik, ajudan dan menterinya saja.  Wahai, Kepala Negara masihkah kau punya Kepala dan dimana hatimu kau simpan. Joko Sumpeno 10 November 2023. Selamat Hari Pahlawan......Beri, dan berikan segalanya.

Kerusakan Konstitusi Semakin Akut dan Tidak Terkendali: UUD 1945 Asli Jalan Tunggal Selamatkan Indonesia

Oleh: Anthony Budiawan |  Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) KONSTITUSI Indonesia, UUD 2002, yang telah mengalami empat kali amandemen selama periode 1999-2002, semakin rusak, dan semakin mudah dirusak. Jokowi telah menunjukkan betapa mudahnya mengatur konstitusi sesuai untuk kepentingannya, tanpa perlu menguasai MPR.  Mereka hanya perlu menguasai Mahkamah Konstitusi. Menguasai hakim konstitusi, setidak-tidaknya 5 hakim konstitusi, dan yang terpenting menguasai Ketua Hakim Konstitusi. Setelah menguasai Mahkamah Konstitusi, pemerintah bisa menerbitkan undang-undang yang sesuai untuk kepentingannya, meskipun melanggar konstitusi. Melanggar konstitusi? Tidak masalah. Masyarakat silakan gugat ke Mahkamah Konstitusi. Di sana aman. Ada yang mengamankan. Misalnya, presidential threshold yang terus dipertahankan 20 persen. Banyak pihak menggugat. Tapi tidak bisa tembus. Mereka digagalkan dengan alasan tidak ada legal standing. UU Cipta Kerja, ditetapkan tahun 2020, terindikasi melanggar konstitusi. Rakyat kemudian menggugat. Rakyat menang. Gugatan dikabulkan. UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional, tapi bersyarat selama dua tahun. Lagi-lagi, putusan Mahkamah Konstitusi seenaknya saja. Seharusnya, bertentangan dengan konstitusi tidak ada bersyarat. Kemudian, setelah masa bersyarat berakhir, Jokowi mengeluarkan Perrpu Cipta Kerja. Isinya kurang lebih sama dengan UU Cipta Kerja yang inkonstitusional sebelumnya. Perppu ini pada intinya adalah pembangkangan terhadap perintah Mahkamah Konstitusi. Alasan Perppu juga sangat mengada-ada, yaitu akan ada potensi krisis ekonomi global. DPR mengesahkan.  Rakyat kembali menggugat. Tapi kali ini digagalkan. Ditolak. Aneh? Dulu inkonstitusional, sekarang konstitusional. Tidak masalah, rakyat bisa apa? Pindah ibu kota. Pengusaha sangat suka. Banyak proyek. Semula bilang dana pembangunan tidak pakai APBN. Ternyata bohong. Ternyata, iming-iming banyak investor, semua bohong belaka. Ujung-ujungnya, APBN dipakai. Undang-undang Ibu Kota Negara (IKN) ditetapkan. Konsepnya lain dari pada yang lain. Bentuk Daerah yang membawahi IKN adalah Badan Otorita. Tentu saja melanggar konstitusi. Karena Daerah di dalam konstitusi hanya terdiri dari tiga kategori, yaitu Provinsi, Kabupaten atau kota. Jadi, Badan Otorita sebagai Daerah jelas melanggar konstitusi. Tapi aman. Sampai sekarang UU IKN tidak ada yang berhasil gugat. Meskipun melanggar konstitusi. Berkat “pengamanan” di Mahkamah Konstitusi yang super ketat.   Ada beberapa undang-undang lainnya yang juga terindikasi melanggar konstitusi. Tapi tetap aman. Semua gugatan digugurkan. Puncaknya, Gibran Gate. Gibran tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai wakil presiden. Belum cukup umur menurut undang-undang pemilu yang berlaku. Oleh karena itu, undang-undang tersebut harus diubah. Kalau harus melalui DPR, prosesnya panjang. Tidak ada waktu. Belum tentu juga DPR setuju. Karena itu, yang paling mudah mengubah undang-undang terkait batas usia calon wakil presiden tersebut, di Mahkamah Konstitusi. Melalui uji materi, bahwa undang-undang batas usia tersebut melanggar konstitusi, kecuali ditambah “ada pengalaman sebagai kepala daerah”. Selesai. Sangat mudah dan singkat.  Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut. Terdengar brutal? Tidak masalah. Yang terpenting, Gibran sudah memenuhi syarat menjadi calon wakil presiden. Tentu saja, upaya Gibran Gate ini sangat berat. Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, paman Gibran dan sekaligus adik ipar Jokowi, harus “berkorban”. Anwar Usman harus melanggar peraturan terkait benturan kepentingan, untuk memastikan permohonan uji materi dikabulkan. Sudah diperkirakan, masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Tidak masalah. Semua bisa diatur. Jumlah anggota Majelis Kehormatan hanya tiga orang. Bukan sembarangan orang. Mereka termasuk orang super. Penentu konstitusi.  Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyatakan Anwar Usman bersalah melakukan pelanggaran kode etik, pelanggaran berat kode etik. Tetapi Majelis Kehormatan tidak memberhentikannya, apalagi “tidak dengan hormat”, seperti perintah undang-undang. Anwar Usman hanya diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Kompromi? Menyelamatkan kehormatan Anwar Usman? Mungkin saja. Yang terpenting, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi harus mengamankan putusan MK yang sudah memberi jalan kepada Gibran bisa menjadi calon wakil presiden. Pertama, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak berwenang menilai putusan MK. Artinya, tidak bisa membatalkan putusan MK, meskipun Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik. Kedua, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyatakan undang-undang yang mengatur putusan MK dinyatakan tidak sah dalam hal terjadi pelanggaran kode etik, tidak berlaku, dengan alasan putusan MK bersifat final, meskipun putusan MK tersebut melanggar hukum. Oleh karena itu, putusan MK aman, dan diamankan oleh putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Cerita pendek di atas mencerminkan kondisi konstitusi saat ini, UUD 2002, yang sangat mudah diobrak-abrik oleh beberapa orang saja. Semua ini akibat amandemen konstitusi sebanyak 4 kali yang merampok kedaulatan rakyat, menggantikan fungsi MPR kepada Mahkamah Konstitusi yang sangat mudah disalahgunakan dan dimanipulasi. Kondisi di atas membawa Indonesia berada di titik tergelap. Selamatkan Indonesia. Mari kita bulatkan tekad untuk segera kembali ke UUD 1945 Asli. Untuk Indonesia adil dan makmur. —- 000 —-

Anwar Usman Pergi Saja dari MK, Rakyat Muak Lihat Anda

Oleh Asyari Usman | Jurnalisme Senior  BEKAS Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, tidak mau mundur sebagai hakim MK. Padahal, putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyebutkan dia melakukan pelanggaran etik berat. Sungguh luar biasa tabiat tebal muka mantan orang terhormat ini. Sudah tegas dikatakan pelanggaran etik berat, dan kemudian dia dipecat dari posisi ketua, masih saja bertahan.  Hancurlah Indonesia dipimpin oleh orang-orang seperti Anwar ini. Sudahlah melanggar etika kehakiman, dia malah merasa tak bersalah.  Hebatnya lagi, Anwar bercuap-cuap di depan media dengan membawa-bawa nama Allah SWT dalam narasi pembelaan dirinya. Anwar mengatakan ada yang melalukan pembunuhan karakter terhadap dirinya. Terus, dia katakan bahwa istilah Mahkamah Keluarga adalah fitnah. Repot rakyat dibikin oleh orang-orang yang tidak waras. Banyak waktu, pikiran dan energi yang terbuang sia-sia.  Sudah terang-benderang putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memberikan jalan kepada Gibran Rakabuming untuk menjadi cawapres dikutuk oleh dua hakim MK sendiri —bukan oleh netizen— tetap saja Anwar Usman mencari-cari argumen. Demi mempertahankan jabatan. Pak Anwar, Anda tidak lihat berita tentang celaan para pakar hukum tatanegara kepada Anda? Yang kedua, apakah Anda tidak paham apa itu nepotisme? Anda tidak mengerti “conflict of interest” atau “konflik kepentingan”? Yang Anda lakukan itu nepotisme, Pak Anwar. Sedangkan posisi Anda sebagai ketua MK dan ikut menyidangkan perkara No. 90 masuk ke konflik kepentingan. Tak mungkin Anda tidak paham. Sekarang Anda merasa sebagai korban pembunuhan karakter. Supaya Anda tahu, karakter nepotisme Anda itu memang wajib dibunuh. Karakter ini membuat bangsa dan negara rusak berat.  Yang tidak boleh dibubuh itu adalah karakter integritas, karakter yang menyuburkan keadilan, karakter antikorupsi, dan karakter-karakter mulia lainnya. Kalau karakter nepotisme tidak boleh hidup di Indonesia. Negara ini bukan milik keluarga Jokowi, Pak Anwar. Tindakan Anda sangat semberono. Mengabaikan akal sehat. Anda main akal-akalan untuk meloloskan Gibran —ponakan Anda itu— agar bisa menjadi cawapres untuk Prabowo Subianto. Anda, Pak Anwar, tidak merasa malu ditelanjangi oleh Wakil Ketua MK Prof Saldi Isra. Gugatan yang sudah dicabut kok diajukan lagi. Dengan cara yang licik. Siapa di MK yang berkepentingan melakukan ini kalau bukan Anda? Karena itu, Anda seharusnya dan sebaiknya tidak ada lagi di MK. Rakyat sudah muak dengan Anda, sebagaimana mereka muak dengan Jokowi.  Anda memberikan teladan yang buruk sebagai pejabat tertinggi di lembaga yang mengawal konstitusi. Yang Anda berikan kepada generasi muda adalah bimbingan koruptif. Contoh akal-akalan. Mencarikan celah agar keluarga Jokowi bisa membangun dinasti untuk mempertahankan kekuasaan. Sekali lagi Pak Anwar, rakyat sudah muak melihat Anda. Lebih baik Anda pergi saja dari MK. Anda tak layak lagi menjadi hakim konstitusi.[]

Kejanggalan Putusan Majelis Kehormatan MK dan Sanksi Kepada Anwar Usman

Oleh: Anthony Budiawan |  Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) TUGAS Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK), dalam memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik, selesai dibacakan Selasa lalu, 7/11. Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi, dan diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.  Ada beberapa kejanggalan terkait putusan Majelis Kehormatan MK dan sanksi yang dikenakan kepada Anwar Usman. Pertama, Majelis Kehormatan MK tidak menyebut secara spesifik pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Anwar Usman. Sehingga sanksi yang diberikan kepadanya menjadi tidak jelas, karena tidak mengacu pada kesalahan spesifik pasal berapa, peraturan dan atau undang-undang mana.  Tentu saja, hal seperti ini sangat tidak lazim dan mencurigakan. Kenapa Majelis Kehormatan MK tidak menyebut secara eksplisit pelanggaran hukum Anwar Usman? Ada apa?  Kedua, sanksi yang diberikan kepada Anwar Usman tidak sesuai dengan sanksi yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK No 1/2023) maupun undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi (UU No 7/2020), yang secara eksplisit menyatakan, sanksi pelanggaran berat untuk hakim konstitusi hanya satu, yaitu “diberhentikan tidak dengan hormat”. Tetapi, Anwar Usman tidak diberhentikan dari hakim konstitusi, apalagi tidak dengan hormat. Anwar Usman hanya diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.  Sanksi ini secara nyata melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi dan UU. Ketiga, pelanggaran berat kode etik Anwar Usman secara nyata melanggar Pasal 17 ayat (5) mengenai konflik kepentingan yang diatur di dalam UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 17 ayat (5) berbunyi, “Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.” Anwar Usman tidak melakukan perintah pasal dimaksud, sehingga melanggar. Sebagai konsekuensi, putusan yang diambil berdasarkan pelanggaran pasal 17 ayat (5) wajib dinyatakan tidak sah (pasal 17 ayat (6)), dan perkara harus diperiksa kembali (pasal 17 ayat (7)). Tetapi Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan MK, mengatakan, pasal 17 ayat (6) dan (7) UU No 48/2009 tidak berlaku untuk putusan MK. Karena pasal 24C ayat (1) UUD mengatakan, putusan MK bersifat final. Sehingga pasal dimaksud tidak bisa membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan MK yang bersifat final menurut UUD. Penjelasan Jimly Asshiddiqie sulit diterima akal sehat masyarakat. Mungkin akal sehat masyarakat awam non-hukum beda dengan akal “sehat” ahli hukum. Bagaimana mungkin, putusan yang jelas-jelas cacat hukum dan moral masih bisa tetap berlaku? Bagaimana bisa masuk akal sehat? Gambaran bahwa hakim konstitusi sebagai manusia yang sangat terhormat, manusia sempurna, tidak akan melakukan pelanggaran hukum, apalagi dengan sengaja, dalam menangani perkara, sehingga putusannya dinyatakan final dan tidak bisa diganggu gugat, ternyata hanya ilusi. Gambaran palsu. Faktanya, Anwar Usman telah melakukan pelanggaran berat, mungkin secara sadar. Tapi putusannya masih dianggap sebagai putusan manusia sempurna, tidak bisa dibatalkan. Ironi. Aneh, tapi nyata. Masyarakat harus menerima kenyataan pahit, harus menerima pasal 17 ayat (6) tersebut tidak berlaku untuk putusan MK. Masyarakat tidak berdaya menghadapi hakim yang dipercaya sebagai utusan Tuhan. Yang dalam hal ini malah berperilaku sebaliknya: Indonesia dalam cengkeraman tirani dan iblis berkedok hakim. Tetapi, meskipun putusan MK tidak bisa dibatalkan, meskipun pasal 17 ayat (6) tidak berlaku bagi putusan MK, tetapi pelanggaran berat kode etik Anwar Usman harus bisa diproses dan dikenakan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pasal 17 ayat (6) berbunyi, “Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Artinya, selain putusan dinyatakan tidak sah, hakim yang melanggar pasal 17 ayat (5) dikenakan sanksi administratif atau bahkan dipidana. Pasal 24C ayat (1) UUD mengenai putusan final tentu saja tidak bisa menghilangkan pelanggaran berat Anwar Usman, dan tidak bisa menghapus sanksi administratif, apalagi pidana. Majelis Kehormatan MK juga tidak bisa menghilangkan pelanggaran dan sanksi kepada Anwar Usman. Karena itu, Majelis Kehormatan MK seharusnya menyebut secara eksplisit, Anwar Usman melanggar apa saja. Tanpa melakukan itu, Majelis Kehormatan MK terkesan sedang melindungi kepentingan Anwar Usman dan kroni-kroninya, serta mendegradasi sanksi yang diberikan kepadanya. —- 000 —-

Pembukaan Piala Dunia U17 Tercoreng Masalah Hukum dan HAM

Jakarta | FNN - Pembukaan Piala Dunia U-17 2023 yang akan dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya pada 10 November 023, masih menyisakan masalah Hukum dan HAM. Seluruh pertandingan lainnya juga akan diadakan di tiga stadion lain, yaitu di Jakarta International Stadium (JIS),Jakarta Utara, Stadion Si Jalak Harupat, Bandung, dan Stadion Manahan, Solo. Demikian disampaikan oleh Juju Purwantoro,  kuasa hukum warga Kampung Bayam Jakarta Utara kepada FNN, Jumat (09/11/2023). Juju Purwantoro menegaskan bahwa persoalan HAM dan kemanusiaan adalah terkait sebagian penduduk atau warga yang tinggal di Kampung Bayam, Jakarta Utara. Mereka yang berlokasi di area Jakarta International Stadion (JIS), sudah sejak awal  sekira tahun 1996, mereka sudah bertempat tinggal, menguasai dan mengolah lahan perkebunannya terutama sayur mayur. Jumlah warga yang ada saat ini kata Juju sekira 75 Kepala Keluarga, dimana sejak awal era pemerintahan Gubernur Anies Baswedan 2014-2019, telah dijadikan sebagai warga binaan khusus dan pendamping (terprogram) oleh Pemda DKI Jakarta. Pada era Gubernur Anies, warga juga telah dijadikan mitra dalam proyek pembangunan JIS, ikut partisipasi dalam pendaya gunaaan lahan perkebunan sayur mayur (area JIS), termasuk juga pembentukan Koperasi binaan Pemda kota Jakarta Utara. Menurut Juju permasalahan tentang rumah tinggal warga mencuat sejak Gubernur Anies lengser dari jabatannya pada 16 Oktober 2022, dan digantikan oleh Pj.Gub. Heru Budi. \"Padahal Gubernur Anies melalui Pemda DKI Jakarta telah menargetkan, dan menginstruksikan sebelum beliau mengakhiri masa jabatannya, juga pembangunan Rusun saat itu telah rampung. Pak Anies telah bernjanji penyerahan langsung kunci kamar Rusun yang sudah terprogram, karena sudah ada (daftar nama warga) calon penghuninya,\" kata Juju. Dalam pengamatan Juju, sudah hampir satu tahun ini sebagian warga secara tidak manusiawi, terpaksa secara bergiliran harus  tidur menginap di teras terbuka selasar Rusun, tanpa fasilitas kamar  mandi, toilet, air dan listrik, karena sengaja dikunci dan diputus alirannya oleh pihak Jakpro. Sejauh ini kata Juju berbagai upaya dan perundingan telah dilakukan warga, kepada instansi terkait seperti; Kecamatan, Wali Kota Jakarta Utara, Pj.Gubernur DKI, Jakpro, dan DPRD DKI Jakarta, tapi semua belum juga menemui titik temu, karena hanya  harapan dan janji-janji belaka. \"Sampai saat ini warga masih terkantung-kantung nasibnya, tinggal di selasar Rusun,\" kata Juju. Beberapa hari terakhir ini lanjut Juju secara tiba-tiba juga telah terjadi teguran lisan keras dari aparat Kelurahan Papanggo dan Kecamatan Tanjung Priok, telah mendatangi dan mengancam dengan semena-mena warga harus dipindah dari Hunian sementara (Huntara). Demikian juga selalu terjadi ketegangan antara pihak keamanan JIS dengan warga, karena warga sering dihalangi masuk lewat gerbang JIS seperti biasanya. \"Pembatasan akses JIS tersebut, kami duga tidak lepas dari persiapan pelaksanaan pertandingan sepak bola dunia U-17 di JIS, sementara warga tetap menjadi korbannya,\" tegasnya. Juju menilai gelaran sepak bola internasional U-17 tersebut, bisa saja dianggap  menggangu keamanan dan kenyamanan stadion JIS. Sementara kata Juju Pj. Gubernur Heru, tidak peduli dan  mengaku tak tahu-menahu perihal janji lama terkait hunian Kampung Susun Bayam. \"Yang jelas, Pj. Gub. Heru mengakui areanya menjadi satu bagian area pagar dalam dari stadion. Kasus hunian warga Kampung Bayam, sudah berlangsung lebih setahun, Pj. Gub.Heru, pihak JIS, DPRD DKI tidak bisa pura-pura tidak tahu dan lepas tanggung jawab begitu saja. Jangan sampai warga terus dikorbankan, hanya demi menjaga nama baik bangsa karena suatu gelaran pertandingan sepak bola,\" pungkasnya. (*)

Prabowo Sumbang Lima Milyar Rupiah untuk Perjuangan Palestina Merdeka

JAKARTA | FNN - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto yang menjadi calon presiden (capres) partai Koalisi Indonesia Maju (KIM),  memberikan sumbangan dari kocek pribadinya sebesar Rp5 miliar untuk rakyat Palestina. Sumbangan itu disampaikan Prabowo dalam Dialog Keumatan untuk Solidaritas Palestina dengan tema \'We Love Palestine\' di Djakarta Teater, Kamis (9/11/2023). Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani memberikan sumbangan tersebut, secara simbolis melalui iRelief, sebuah lembaga sosial dan kemanusiaan yang memiliki kepedulian kepada Palestina. Triwisaksana dan Dr.dr.Satria Pratama,Sp.P selaku Penasihat dan Direktur iReleif menerima sumbangan itu disaksikan oleh  Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah dan Dr Ahed Abu Al Atta, Pejuang Palestina. \"Pak Prabowo sampaikan \'tolong disampaikan ini dari saya\' bahwa beliau ingin menyumbang langsung secara pribadi untuk perjuangan dan juga rakyat Palestina dana sebesar Rp5 miliar langsung,\" kata Rosan. Rosan mengatakan, sumbangan tersebut adalah bentuk dukungan yang konkret dari Prabowo untuk perjuangan rakyat Palestina yang saat ini tengah menghadapi cobaan yang luar biasa. “Dan tentunya kita sesama kaum muslim akan selalu perjuangkan perjuangan ini sampai saatnya rakyat Palestina menjadi merdeka 100 persen,” kata Rosan. Dalam Dialog Keumatan ini, Prabowo dijadwalkan hadir dan menjadi salah satu narasumber. Namun, dia berhalangan hadir, karena harus ke Istana Negara, setelah bertolak dari Jawa Tengah untuk membahas rencana penyaluran bantuan dari Indonesia ke Palestina. \"Tapi tadi beliau sampaikan kepada saya, tolong sampaikan kepada bapak-bapak ibu-ibu saudara di sini, bahwa hati dan pikiran beliau (Prabowo) ini bersama-sama dengan kita dan bersama-sama untuk perjuangan rakyat Palestina,\" katanya. Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik yang menjadi moderator dalam dialog ini, menyampaikan, Prabowo dipanggil mendadak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas bantuan tahap dua dan pengiriman Rumah Sakit TNI ke Palestina pada Jumat (10/11/2023). \"Jam 14.30 WIB Pak Prabowo sudah mendarat di Bandahara Halim Perdanakusuma dari Magelang. Tapi begitu mendarat dan akan bergerak ke acara ini, beliau diminta berkoordinasi untuk memastikan rencana pengiriman bantuan tahap kedua, termasuk bantuan dari Kementerian Pertahanan yang akan mengirimkan kapal Rumah Sakit milik TNI ke Palestina. Beliau masih berkoordinasi dengan Bapak Presiden sampai sekarang,\" kata Mahfuz. Dalam Dialog Keumatan ini, Prabowo mendapatkan ucapan terima kasih dari sejumlah penduduk Gaza, Palestina atas dukungan dan keberpihakannya kepada bangsa Palestina. Ucapan terima itu, disampaikan dalam video yang dikirim langsung dari Gaza. \"Kami berteruma kasih kepada Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto atas dukungan dan keberpihakan kepada bangsa Palestina dan anak-anak Palestina. Kami saat ini hidup dari bayang-bayang penjajah Israel,\" kata seorang pria Palestina dalam video tersebut. 7 Tanda-tanda Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dalam Dialog Keumatan ini menyampaikan 7 tanda-tanda Palestina menjelang kemerdekaan dari berbagai peristiwa yang bertepatan dengan momentum geopolitik global \"Saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa tanda-tanda kemerdekaan Palestina ini semakin nyata di depan mata. Ramalan Pemimpin Hamas Syekh Ahmad Yasin pada tahun 1999 yang meramalkan Israel akan runtuh dan Palestina merdeka pada tahun 2027, Insya Allah akan menjadi kenyataan,\" kata Anis Matta.  Hal itu, kata Anis Matta, berdasarkan 7 tanda-tanda peristiwa yang terjadi saat ini. Pertama adanya narasi keagamaan baik di Islam maupun Yahudi.  Kedua, sponsor negara Israel seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Uni Soeviet (Rusia) saat ini tengah terlibat konflik geopolitik, berkelahi satu dengan lainnya. Ketiga dukungan publik yang sangat luas kepada Palestina di seluruh belahan dunia, termasuk negara sponsor Israel, yakni di Amerika dan Eropa.. Keempat, Palestina telah menjadi isu kemanusian, bukan lagi sekedar isu perang Hamas-Israel, tapi berkembang menjadi isu pro kemanusiaan dan anti kemanusiaan.  Kelima, krisis ekonomi yang sudah terjadi akibat perang di Ukraina dan Palestina, akan mempengaruhi pembiayaan perang di pihak Israel, maupun negara sponsornya, yang praktis tinggal Amerika saja. Keenam adalah perimbangan kekuatan militer antara Hamas dan Israel, serta organisasi perlawanan Israel lainnya, yang dibuktikan dengan serangan 7 Oktober lalu. Ketujuh, membaca psikologi antara Israel dan Palestina baik militer maupun rakyatnya. Yakni psikologi rakyat Israel dan militer Israel, Hamas dan organisasi perlawanan lainnya, rakyat Gaza dan rakyat Palestina secara umum. \"Mudah-mudahan dengan semua terlibat membantu perjuangan rakyat Palestina, akan menjadi sebab musabab kemerdekaan Palestina. Karena Palestina adalah tanah wakaf kaum muslimin, maka kemerdekaan Palestina itu akan menjadi hasil kerjasama antara seluruh bangsa-bangsa muslim di seluruh dunia,\" pungkasnya. Dr Ahed Abu Al Atta, Pejuang Palestina mengatakan, perang antara Hamas-Israel terjadi dalam rangka untuk membebaskan Masjidil Aqsa dari zionis Israel dan menghentikan pembangunan pemukiman baru di Tepi Barat.   \"Korban tewas mati syahid saat ini sudah mencapai 10.600 jiwa, tiga ribu diantaranya anak-anak yang syahid dan 70 persen warga Gaza menjadi pengungsi. Mereka semua menjadi korban pembantaian dan penghacuran Israel,\" kata Dr Ahed Abu Al Atta. Ahed mengatakan, pejuang Hamas saat ini berhasil memberikan kekalahan yang besar bagi Israel. Ia berterima kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia perjuangan rakyat Palestina. \"Apa yang kami lihat di Indonesia ini, menguatkan langkah untuk melanjutkan perjuangan untuk membebaskan Masjidil Aqsa dan memerdekakan bangsa Palestina dari penjajah Israel,\" pungkasnya. (Ida)

Gibran Menjadi Awan Mendung Demokrasi

Oleh Djony Edward | Wartawan Senior Forum Keadilan PERISTIWA  masuknya anak Presiden Jokowi, Gibrab Rakabuming Raka, dalam kontestasi calon wakil presiden 2024 belakangan ini menimbulkan kontroversi. Sampai-sampai keterlibatan Gibran di saat Jokowi masih berkuasa digambarkan sebagai awan mendung dalam demokrasi Indonesia. Betapa tidak? Sebab prosesnya melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang juga adalah paman Gibran, lewat Keputusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sementara yang mengajukan gugatan uji materi soal usia minimal 40 tahun adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang Ketua Umumnya adalah adik Gibran, yakni Kaesang Pangarep. Sehingga posisi Gibran dianggap sebagai bentuk politik dinasti. Benarkah? Jebakan Politik Dinasti Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik  yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indentik dengan kerajaan, sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. Agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga.  Apa yang terjadi seandainya negara atau daeah menggunakan politik dinasti? Menurut Dosen ilmu politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional, yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit sistem, dalam menimbang prestasi.  Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru. \"Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural.\" Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural. Dinasti politik harus dilarang dengan tegas, karena jika makin maraknya praktek ini di berbagai pilkada dan pemilu legislatif, maka proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik tidak berjalan atau macet. Jika kuasa para dinasti di sejumlah daerah bertambah besar, maka akan kian marak korupsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN.  Menurut pengamat dan konsultan politik Eep Saefullah Fatah saat ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah berada dalam upaya membangun dinasti politiknya. Pendiri dan CEO PolMark Indonesia (Political Marketing Consulting) itu menilai politik dinasti telah lama dibangun Presiden asal Surakarta itu bahkan sebelum putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka resmi diusung menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto.  “Ada beberapa orang yang mengatakan, kalau seorang presiden menunjuk anak atau menantunya untuk jabatan politik tertentu baru itu dinasti. Namun, kalau anak atau menantu itu dipilih oleh rakyat, itu bukan dinasti. Saya mau luruskan itu,” katanya dalam youtube Abraham Samad SPEAK UP, dikutip Kamis (26/10).  Dia menilai bahwa dalam berjalannya demokrasi yang sehat terdapat tiga tahapan yang perlu dilakukan, yaitu proses seleksi, eleksi, dan delivery. Eep mencontohkan, apabila presiden menurunkan semua ketua umum (ketum) partai untuk meminta mengusung anak atau menantunya yang akan mencalonkan sebagai kepada daerah, maka itu adalah bagian dari membangun dinasti.  “Karena yang disebut tidak membangun dinasti bukan pada bagian eleksi [pemilihan] saja, tetapi pas seleksi juga. Ini adalah upaya membangun dinasti, karena dia potong proses politiknya, karena sebelumnya ada seleksi,” ucapnya. Lebih lanjut, Eep menyebut bahwa demokrasi yang sehat dalam tahapan proses seleksi itu ada disebut meritokrasi berbasis integritas, sehingga kompetensi tetap harus ditimbang. Oleh sebab itu, saat proses itu tidak ditimbang atau melalui upaya kekuasaan dan otoritas mampu memaksakan keluarga untuk lolos dalam seleksi dan menghancurkan peluang orang lain yang lebih kompeten dan integritas, maka sebenarnya tokoh tersebut sedang membangun sebuah dinasti.  Begitu juga dengan proses delivery, dia melanjutkan ketika seseorang menjadi pejabat publik, kemudian menciptakan kebijakan atau membuat langkah-langkah pemerintahan melakukan tindakan-tindakan kekuasaan sehingga membantu keluarga mendapatkan tempat khusus, maka sempurnalah siklus pembangunan dan pengelolaan dinasti itu.  “Jadi tidak benar kalau orang mengatakan bukan dinasti kalau tidak dipilih rakyat, karena sebelum dipilih ada proses, apalagi melibatkan MK sampai MK membuat keputusan yang tidak memenuhi syarat dan kebetulan orang tersebut memiliki hubungan keluarga, itu bagian dari praktik pembentukan dinasti,” tandas Eep. Lantas, apa dampak dari praktik politik dinasti seperti ini? Pertama, adanya keinginan dalam diri atau pun keluarga untuk memegang kekuasaan.  Kedua, adanya kelompok terorganisir karena kesepakatan dan kebersamaan dalam kelompok sehingga terbentuklah penguasa kelompok dan pengikut kelompok.  Ketiga, adanya kolaborasi antara penguasa dan Pengusaha untuk mengabungkan kekuatan modal dengan kekuatan politisi. Keempat, adanya pembagian tugas antara kekuasaan politik dengan kekuasaaan modal sehingga mengakibatkan terjadinya korupsi.  Akibat dari praktik politik dinasti ini maka banyak pemimpin lokal menjadi politisi yang mempunyai pengaruh. Sehingga semua keluarga termasuk anak dan istri berbondong-bondong untuk dapat terlibat dalam system pemerintahan.  Menurut mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah, dampak negatif apabila politik dinasti ini diteruskan adalah, pertama, menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan. Dalam posisi ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih kemenangan. Di sini kemudian muncul calon instan dari kalangan selebriti, pengusaha, “darah hijau” atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi. Kedua, sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan. Ketiga, sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance--CGG). Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme  Dengan penerapan praktik politik dinasti membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga. Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas.  Maka Dari itu Dinasti politik bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di Negara kita Indonesia, sebab negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan. Konsolidasi Demokrasi Sementara mantan Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto berpendapat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPIP) saat ini sedang sedih karena \"ditinggal\" Presiden Jokowi dan keluarga. Keluarga Jokowi yang selama ini dianggap maju di garis merah, kini terlihat lebih banyak merapat dengan capres Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto. Bagaimana tidak, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang sebelumnya maju sebagai Wali Kota Solo dengan diusung PDIP, kini malah menjadi cawapres Prabowo. Adik bungsunya, Kaesang Pangarep, yang kini jadi Ketum PSI juga ikut mengusung Prabowo. \"Walaupun ada petir dan gluduk di depan kami, karena mendungnya akan menjadi hujan, yang kami lakukan siapkan payung merah putih, ayo jalan. Sampai nanti demokrasinya cerah kembali. Itu suasana kebatinan PDIP,\" tegas Andi. Andi sendiri mengaku sudah izin kepada Presiden Jokowi untuk mengundurkan diri sebagai Gubernur Lemhanas. Dia mengatakan, bergabungnya dirinya di TPN Ganjar tak lepas dari ideologi politiknya yang dekat dengan PDI-P.  \"Secara politik, saya ini \'merah\'. Dan selalu mengikuti arah kebijakan PDI Perjuangan dalam membuat keputusan politik, terutama pemilu bukan suatu keputusan yang sulit bagi saya,\" kata Andi. Kegalauan Andi sehingga menyebut demokrasi Indonesia sedang diliputi awan gelap bisa berdampak pada konsolidari demokrasi mundur kembali. Padahal untuk mencapai konslidasi demokrasi membutuhkan waktu tujuh kali Pemilui. Indonesia sudah menjalani lima Pemilu,  yakni tahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019. “Jadi seharusnya tinggal dua Pemilu lagi demokrasi Indonesia sudah terkonsolidasi, yakni tahun 2024 dan 2029, tapi karena praktik politik dinasti, konsolidasi demokrasi Indonesia bisa mundur lagi,” sesalnya. Karena itu sangat disayangkan konsolidasi demokrasi ini berjalan lambat dan bahkan terancam molor lantaran praktik politik dinasti. Pelakunya kebetulan orang yang sangat dekat dengan Andi, yakni Presiden Jokowi dan keluarga. Sejak Jokowi mempermaklumkan politik dinasti, dengan menggadang-gadang anaknya menjadi cawapres, padahal ia sedang berkuasa, Andi  menilai Jokowi sudah sangat berbeda.  Antara Jokowi yang dulu bertekad membangun konsolidasi demokrasi, tapi dengan menyeberang ke kubu Prabowo dan mempermaklumkan politik dinasti, maka Jokowi hari ini dengan sendirinya telah berubah 180 derajat. Bahkan kalau tidak berlebihan kita bisa menempatkan Gibran sebagai anak Jokowi, hari ini telah menjadi awan mendung demokrasi Indonesia.