ALL CATEGORY
Partai Gelora: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Merusak Demokrasi
JAKARTA, FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia memadang putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) untuk menunda Pemilu 2024 tersebut, sebagai putusan yang keblinger, sesat dan menyesatkan Pernyataan Partai Gelora itu merespons putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Kamis (2/3/2023) Dalam amar putusan hakim, KPU sebagai pihak tergugat diminta menunda tahapan Pemilu 2024 dalam tempo 2 tahun 4 bulan dan 7 hari, atau ditunda hingga Juli 2025. \"Partai Gelora memandang Putusan PN Jakarta Pusat tersebut keblinger, sesat dan menyesatkan. Karena yang menjadi objek sengketa adalah Keputusan KPU yang bersifat beschikking (individual dan kongkrit) dan itu merupakan kompetensi absolut dari Peradilan Administrasi (TUN),\" kata Amin Fahrudin, Ketua DPN Partai Gelora Bidang Hukum dan HAM dalam keterangannya, Jumat (3/3/2023). Menurut Amin, seharusnya PN menolak untuk mengadili perkara a quo atau menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau N.O ( Niet Ontvanklijke). Alasan selanjutnya, mengapa putusan tersebut dianggap keblinger adalah karena amar putusannya bersifat regeling (mengatur) yaitu mengubah norma yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu maupun Peraturan KPU. \"Yang seharusnya menjadi kompetensi absolut dari Mahkamah Konstitusi (jika UU) dan Mahkamah Agung ( jika Peraturan KPU),\" ujar Amin. Sebenarnya, kata Amin, upaya hukum Partai Prima ke Bawaslu dan PTUN sudah dilakukan, akan tetapi kedua lembaga tersebut menolak mengabulkan dan diputus gugatan tidak dapat diterima dan putusan tersebut yang menjadi acuan. \"PN Jakpus seharusnya menjadikan Putusan PTUN tersebut sebagai acuan dan menyatakan selain perkaranya secara formil melanggar kompetensi absolut, perkara tersebut juga harus dinyatakan nebis in idem,\" tegasnya. Karena itu, Partai Gelora mendukung upaya banding yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan Mahkamah Agung (MA). \"Dan sudah seharusnyalah Pengadilan Tinggi atau nanti di Mahkamah Agung menolak gugatan Partai Prima yang berdampak pada penundaan pemilu dan tentunya merusak tatanan demokrasi yang telah ditetapkan secara formal prosedural dan konstitusional,\" tegas Amin. Seperti diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima yang menolak statusnya sebagai parpol tidak memenuhi syarat (TMS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta Pemilu 2024. Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam verifikasi administrasi partai politik, sebab Partai Prima dinyatakan TMS. Dalam putusan PN Jakpus tersebut, KPU sebagai pihak tergugat diminta menunda tahapan Pemilu 2024 dalam tempo 2 tahun 4 bulan dan 7 hari, atau ditunda hingga Juli 2025. Gugatan Partai Prima ke PN Jakarta Pusat pada 8 Desember 2022, dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. (*)
Lima Alasan Anak Muda Mengidolakan Anies; yang Ketiga Sungguh Membagongkan
Oleh Billy David - Pemerhati Kepemudaan dan Ketua Cahaya Dari Timur Foundation ANIES Baswedan adalah tokoh paling disukai anak muda dan akan dipilih saat menjadi calon presiden. Hal tersebut berdasar survei yang dilakukan Indikator Politik pada tahun 2021. Hal tersebut diikuti juga oleh beberapa polling di media sosial yang mayoritas diikuti anak muda. Musisi legendaris Iwan Fals pernah mengadakan polling via Twitter dan Anies Baswedan mendapatkan angka 61,6 persen. Jauh meninggalkan calon lainnya seperti Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang hanya mendapat belasan persen. Polling di Twitter yang dilakukan ILC hasilnya setali tiga uang. Sama saja. Dari 56 ribu voters yang kebanyakan anak muda, Anies mendapatkan hasil 56 persen. Lagi-lagi meninggalkan pesaingnya yang ada di angka belasan persen saja. Dukungan anak muda kepada Anies Baswedan tidak hanya sebatas di media sosial dan survei politik. Di lapangan, dukungan Anies Baswedan juga terus mengalir. Beberapa waktu lalu, beberapa anak muda di Jawa Barat punya cara unik untuk memberikan dukungan kepada Anies Baswedan. Anak-anak muda yang tergabung dalam Jaringan Nasional Anies Baswedan di Jawa Barat membuat lomba game Mobile Legend sebagai bentuk dukungan. Hebatnya, semua dilakukan secara mandiri, bukan disponsori oleh pihak tertentu, termasuk Anies Baswedan. Ada satu hal yang menggugah rasa penasaran siapapun yang belum mengenal siapa sebenarnya Anies Baswedan, sehingga dia sampai begitu dicintai dan diidolakan anak muda? Berikut ini beberapa hal yang bisa disimpulkan dari testimoni anak-anak muda yang mengagumi karakter dan karya Anies Baswedan. Intektual yang Inovatif Menurut Nawaz Syarif dari perbatasan Kalimantan Selatan, Anies Baswedan adalah sosok intelektual yang inovatif. Anies besar dalam tradisi intelektual sejak di Jogja, Amerika, hingga kembali ke Indonesia. Pemikirannya dirangkum banyak orang dalam berbagai buku ataupun karya ilmiah lain. Inovasi kebijakannya terlihat dari status Jakarta yang sudah menjadi kota global dan kota kolaborasi. Peduli Anak Muda Anies Baswedan sejak dulu memang dekat dan identik dengan gerakan anak muda. Sejak tahun 2010, Anies, sebagai inisiator Gerakan Indonesia Mengajar mampu menggerakkan anak muda, sarjana-sarjana terbaik dari kampus-kampus unggulan untuk mengabdi, mengajar dan menginspirasi. Sampai saat ini ribuan anak muda lulusan program tersebut terus berkarya, bekerja dan berdampak. Anies mampu menggerakkan anak muda tanpa iming-iming rupiah. Anies terbukti tidak berjarak, inovatif dan mampu memahami aspirasi anak muda. Menurut Everest Octovianus dari Papua, Anies tidak membatasi interaksi dan mau mendengar anak muda. Menurut Everest, Anieslah tokoh publik pertama yang mau duduk dan mendengar ide-ide anak muda di Papua. Hangat dan Bersahabat Beberapa anak muda, salah satunya Sisi Matahari dari Bandung, menyatakan bahwa Anies Baswedan adalah sosok yang hangat dan bersahabat. Apa yang diucapkan selalu menginspirasi anak-anak muda. Menurut Sisi, Anies bukan sosok pejabat yang “sulit dijangkau”. Anies selalu terbuka terhadap pemikiran dan gemar membuka ruang interaksi dan diskusi dengan anak muda. Peduli Rakyat Kecil Selain membuat kebijakan inovatif, Anies Baswedan juga selalu membuat kebijakan yang peduli rakyat kecil. Matilda Basri Hati Jelin dari NTT bahkan sampai menangis terharu mendengar penjelasan warga Kampung Akuarium yang mendapatkan keadilan dan kesejahteraan di masa kepemimpinan Anies Baswedan. Kebijakan seperti pembebasan PBB untuk rumah tangga tertentu di Jakarta juga bentuk kepedulian Anies Baswedan kepada rakyat kecil. Merangkul Semua Golongan Keinklusifan Anies Baswedan disampaikan oleh Dandi Wahyu P dari Sumatra Selatan. Anies tidak pernah membeda-bedakan orang berdasar asal golongan ataupun SARA. Semua pihak, mendapat kesempatan yang sama saat Anies Baswedan menjadi pejabat publik. Bantuan operasional rumah ibadah dan bantuan operasional kepada orang-orang pengelola rumah ibadah, diberikan kepada semua agama, tanpa ada yang ditinggal dan dibedakan. Itulah buktinya. Lima hal di atas, hanya jadi sedikit alasan mengapa anak muda banyak yang mengidolakan dan menyukai Anies Baswedan. Untuk tahu kisah lain tentang sosok Anies Baswedan, langsung klik di sini https://www.youtube.com/@aniesbaswedan (*)
Sistem Demokrasi, Peradilan, dan Keputusan Pengadilan di Indonesia Masih Mabuk
Oleh: Chris Komari - Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA). Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akhirnya membantah adanya putusan pengadilan yang memerintahkan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hal itu disampaikan Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menanggapi putusan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait proses Pemilu 2024 yang dikabulkan oleh majelis hakim. \"Tidak mengatakan menunda pemilu ya, tidak, cuma itu bunyi putusannya seperti itu, \"menghukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024\". Ya itu amar putusannya itu,\" kilah Zulkifli Atjo saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2023). Keputusan hakim pengadilan, sering ambiguous dan memperkeruh suasana hukum dan politik. Itu tandanya seorang hakim pengadilan yang belum mumpuni (lack of knowledge and lack of experience) untuk bisa menjadi seorang hakim pengadilan dalam memutuskan satu perkara. 1). Keputusan pengadilan itu memutuskan perkara, semestinya bisa memutuskan satu perkara, once and for all, dengan clarity (jelas) dan decisive (keputusan yang kuat) dan tidak ambiguous, sehingga menciptakan polemik hukum dan politik yang semakin ruwet, mbulet dan jlimet. 2). RUU dan UU yang keluar dari DPR itu juga seharusnya begitu, untuk memutuskan perkara hukum dan politik di masyarakat, once and for all, dengan clarity (jelas), decisive dan binding (kuat dan mengikat). Kalau ada keputusan pengadilan (judicial ruling) dan UU baru yang lolos dari DPR yang isinya tidak jelas, ambiguous dan membikin masalah hukum dan politik tambah ruwet, mbulet dan jlimet, itu artinya tidak mampu menjadi hakim pengadilan dan tidak mampu menjadi law makers (anggota legislative). Banyak orang yang mengklaim sebagai ahli hukum, ahli konstitusi, tetapi tidak mengerti hukum dan konstitusi. Banyak orang yang ngoceh sana sini mengklaim sebagai ahli demokrasi, tetapi 11 pilar demokrasi dan 13 asas demokrasi tidak tahu. Mana ada keputusan pengadilan (judicial ruling) yang boleh menabrak dan melanggar Konstitusi UUD 1945? Bukankah PEMILU itu diwajibkan dilakukan sekali dalam 5 tahun, pasal 22E, ayat 1, UUD 1945. Pasal Konstitusi UUD 1945 itu tidak boleh dikudeta oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK), apalagi oleh hakim PN Jakarta. Yang ngaco dan tidak mengerti hirarki hukum dan konstitusi itu jelas hakim PN Jakarta. Keputusan hukum (judicial ruling) hakim PN Jakarta dalam memutuskan perkara gugatan partai PRIMA terhadap keputusan KPU pusat bersifat ambiguous, tidak jelas (lack of clarity) dan tidak mematuhi hirarki hukum, sehingga menimbulkan suasana politik dan hukum dalam masyarakat menjadi semakin ruwet, mbulet dan jlimet. Itu contoh judicial ruling yang buruk, tidak profesional dan mabuk. Banyak anggota DPR yang bikin RUU baru dan meloloskan ratusan UU yang tidak mengikuti hirarki hukum dan konstitusi, karena banyak UU baru itu dimana isinya mengkudeta hak dan kedaulatan rakyat yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945. Di bawah ini beberapa contoh saja: 1). Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat, BAB I, Pasal 1, ayat 2, UUD 1945. 2). Tetapi hak dan kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia itu dikudeta oleh banyak UU yang dibuat oleh anggota DPR sendiri, seperti: - UU MD3 yang memberikan hak pergantian antar waktu anggota DPR kepada petinggi partai politik. - UU PEMILU nomor 7 tahun 2017, pasal 222, yang memberikan kekuasaan dan monopoly bursa capres kepada partai politik dan gabungan partai politik yang memiliki 20% kursi di DPR. Kedaulatan tertinggi rakyat dikudeta dan pindah tangan, dari tangan rakyat beralih atau berpindah tangan ke petinggi partai politik dengan proses dan mekanisme politik dan produk hukum berupa UU yang dibuat oleh kader-kader partai politik di DPR. Inilah kadalisasi demokrasi di Indonesia yang berubah menjadi partai-krasi. Di Indonesia juga masih belum ada standar dan hirarki hukum untuk mengukur keputusan pengadilan (judicial ruling) dan untuk mengukur RUU yang lolos dari DPR itu konstitusional atau tidak. ✓ Ini sebenarnya tugas dari para ahli hukum, ahli konstitusi dan dunia akademik untuk bisa mengoreksi judicial ruling dari hakim pengadilan yang salah dan juga RUU yang lolos di DPR, tetapi inkonstitusionil. ✓ Tidak mungkin semua itu diremedy, diputuskan dan diselesaikan hanya di Mahkamah Konstitusi (MK). ✓ Kalau hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan pengadilan (judicial ruling) yang salah dan inkonstitusionil, bagaimana? ✓ Siapa yg mengoreksi kesalahan hakim Mahkamah Konstitusi (MK)? ✓ Kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat, bukan di tangan para hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak keputusan pengadilan (judicial rulings) dan ratusan RUU yang lolos DPR isinya yang inkonstitusional dan tidak demokratis karena menabrak UUD 1945 dan sekaligus mengkudeta kedaulatan tertinggi rakyat. Parahnya lagi, banyak hakim di pengadilan termasuk hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak patuh terhadap hirarki hukum, tidak patuh terhadap konstitusi, tidak mampu menegakkan hukum dan tidak mampu melindungi kedaulatan tertinggi rakyat yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945. Sehingga mencari keadilan di Indonesia sangat sulit karena sistem judiciary di Indonesia mirip sinetron dan Srimulat. Belum lagi setiap kasus harus minta BAP dari kepolisian dan banyak oknum-oknum polisi yang korup, model Ferdy Sambo dan gengster-gengster lainya di Polri, Propam, Mabes Polri dan Bareskrim. Sudah bukan rahasia lagi, para polisi dan hakim di pengadilan mudah dibeli, mudah disogok, korup, tidak memiliki etika hukum dan sering membuat keputusan pengadilan (judicial ruling) yang tidak mematuhi hirarki hukum , selalu berubah-ubah, mudah dipengaruhi oleh penguasa dan suka bermain politik dalam membuat keputusan hukum. Ada istilah yang sangat menghina jiwa dan budaya bangsa Indonesia, yang disebut UUD (ujung-ujungnya duit). Semua perkara politik, hukum dan kriminal di Indonesia yang menjadi orientasi adalah UUD (ujung-ujungnya duit). Judicial system di Indonesia masih parah, bahkan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saja terkesan: 1). Takut berdebat dengan penggugat, atau lawyers yang mewakili penggugat. 2). Tidak ada direct interchange (perdebatan langsung) dalam sistem dan proses pengadilan di Mahkamah Konstitusi (MK), hakim MK terkesan diktator dan memiliki jiwa penjajah, merasa paling superior. 3). Tidak ada badan atau lembaga negara yang bisa menegakkan hirarki hukum, melindungi Konstitusi dan menghormati kedaulatan tertinggi rakyat. Sehingga kedaulatan tertinggi rakyat hanya tulisan di dalam konstitusi, tidak ada mekanisme dan implementasi dari kedaulatan tertinggi rakyat itu secara real, nyata dan kongkrit. Banyak masalah yang digugat dalam proses dan sistem pengadilan, khususnya di Mahkamah Konstitusi (MK) yang sulit untuk bisa digali dan diperdebatkan secara luas, dalam dan komprehensif dalam proses judicial system di tanah air. Beda dengan sistem dan proses persidangan seperti di US Supreme Court, dimana sesama anggota hakim Supreme Court bisa saling berdebat dan berargumentasi di depan para penggugat dan lawyers yang mewakili penggugat dalam menggelar perkara yang menyangkut hak, wewenang dan kedaulatan yang dijamin oleh konstitusi. Itulah mengapa para aktifis Forum Tanah Air (FTA) di seluruh dunia, baik didalam negeri maupun yang berada diluar negeri, merumuskan 10 tuntutan perubahan politik dan ekonomi dalam manifesto politik FTA (MPFTA) agar status quo (kenyamanan dalam kebobrokan) ini bisa segera diakhiri once and for all. (*)
Komisi Yudisial Harus Periksa Majelis Hakim
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan GUGATAN Partai Prima dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat. KPU dinyatakan keliru dalam melakukan verifikasi administrasi terhadap Partai Prima. Yang menjadi janggal dan patut dicurigai adalah Majelis Hakim dalam amar Putusannya menyatakan \"melaksanakan tahapan Pemilu dari awal lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari\" artinya Pemilu ditunda hingga Juli 2025. Putusan tersebut dinilai melampaui batas kewenangan. Lima kekacauan dari Putusan perkara No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst tersebut adalah : Pertama, Putusan ini bertentangan dengan Konstitusi Negara. UUD 1945 Pasal 22 E ayat (1) menegaskan bahwa Pemilu itu dilakukan lima tahun sekali. Dengan menunda hingga Juli 2025 maka Majelis telah menetapkan Pemilu itu lebih dari lima tahun. Kedua, sangat gegabah Pengadilan Negeri memutus perkara Pemilu yang sebenarnya masuk ruang Hukum Tata Negara. Gugatan perdata tidak bisa melabrak hukum publik cq Hukum Tata Negara. Kompetensi ada pada Bawaslu atau Peradilan Tata Usaha Negara. Ketiga, menghentikan proses Pemilu dengan Putusan \"serta merta\" patut diduga ada motif dibelakangnya. Tidak ada kepentingan dan alasan adanya putusan serta merta (uitvoorbaar bij vooraad). Justru hal ini sangat berbahaya karena dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Keempat, perkara ini adalah perkara perdata yang konsekuensi hukum dari putusan hanya mengikat kepada para pihak KPU dan Partai Prima. Tidak bisa perkara perdata membawa akibat hukum pada semua partai politik peserta Pemilu. Pihak lain tidak boleh dirugikan. Kelima, KPU dihukum membayar ganti rugi sebesar 500 juta rupiah. Benarkah telah dibuktikan adanya kerugian materiel dari Partai Prima sebesar itu ? Lagi pula aneh amar Putusan ini, di satu sisi proses dihentikan dan menunda Pemilu demi kepentingan Partai Prima, tetapi di sisi lain Partai Prima dapat \"untung\" 500 juta. Memang berlebihan dan di luar kewenangan Pengadilan Negeri untuk memutuskan perkara \"sengketa\" seperti ini. Kejanggalan mencolok dari Putusan ini pantas menimbulkan berbagai dugaan. Karenanya Komisi Yudisial harus turun tangan. Tiga Hakim yang mengadili perkara ini yaitu T. Oyong (Ketua) dan dua Hakim Anggota H Bakri dan Dominggus Silaban patut untuk diperiksa oleh Komisi Yudisial. Adakah ketiganya melakukan pelanggaran etik atau pedoman perilaku sehingga patut untuk dikenakan sanksi ? Aspek lain adalah Majelis Hakim yang tidak menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai yang hidup dalam masyarakat adalah penentangan keras publik atas agenda penundaan Pemilu. Sebaliknya muncul dugaan kuat bahwa Majelis Hakim telah ikut dalam permainan politik untuk menunda Pemilu. Bermain di angka 2 (dua) 4 (empat) dan 7 (tujuh) ! Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Tinggi diharapkan dapat meluruskan Putusan PN yang dinilai tendensius dan kontroversial ini. Putusan Pengadilan Tinggi dapat membatalkan Putusan PN dan Niet Onvankelijke verklaard (NO) atas dalil bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara a quo. Bandung, 3 Maret 2023
Tahapan Pemilu Tertunda: Indonesia Siap-Siap Menyambut Sidang Rakyat?
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Di satu sisi, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) perlu diapresiasi. Sebagai tanda KPU tidak bisa dan tidak boleh main-main dalam melakukan verifikasi partai politik dan proses pelaksanaan pemilu. Karena terbukti KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka personalia KPU wajib diganti semua, karena sudah tidak kredibel lagi. Bahkan mungkin bisa dituntut secara pribadi atas perbuatan melawan hukum ini, dan sekaligus mencari tahu apakah ada aktor politik di balik itu. Di lain sisi, putusan PN Jakpus mengenai jadwal pemilu bertentangan dengan Konstitusi. PN Jakpus memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2022 sejak putusan dibacakan. Tetapi KPU harus melaksanakan tahapan pemilu dari awal, yang memerlukan waktu 2 tahun 4 bulan dan 7 hari hingga pelantikan presiden. Artinya, KPU harus melakukan proses pendaftaran, verifikasi, pemungutan suara, dan seterusnya hingga pelantikan presiden. Semua itu perlu waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari, sejak 14 Juni 2022 hingga 20 Oktober 2024. Kalau tahapan pemilu dimulai dari sekarang, 2 Maret 2023, maka pemungutan suara paling cepat dilaksanakan 2 November 2024 (1 tahun 8 bulan). Tahapan pemilu yang lalu, dimulai 14 Juni 2022 dan pemungutan suara 14 Februari 2024. Pada 2 November 2024, sesuai konstitusi, Indonesia sudah tidak ada lagi parlemen (DPR/DPD/MPR) dan presiden beserta seluruh kabinet, karena masa jabatan anggota DPR/DPD selesai pada 1 Oktober 2024 dan masa jabatan presiden selesai pada 20 Oktober 2024. Mahkamah Konstitusi juga sudah menegaskan, masa jabatan presiden sesuai konstitusi hanya 2 periode (masing-masing 5 tahun). KPU menyatakan banding atas putusan PN Jakpus, sehingga tahapan pemilu dan pemungutan suara pasti akan lebih lambat lagi. Oleh karena itu, Indonesia akan menghadapi kekosongan jabatan legislatif dan eksekutif pada Oktober 2024. Bagaimana sikap rakyat? Apakah rakyat berhak mengadakan sidang rakyat, menjalankan kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi? (*)
Yusril: Putusan Partai Prima Tidak Perlu Mengganggu Tahapan Pemilu
Jakarta, FNN - Ahli Hukum Tata Negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. menilai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keliru membuat putusan dalam sengketa antara Partai Prima dengan KPU. \"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini. Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara,\" kata Yusril dalam rilis yang diterima redaksi FNN, Kamis (02/02/2023). Yusril yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menegaskan bahwa dalam gugatan perdata hal seperti itu adalah hal yang biasa. Maka sengketa yang terjadi adalah antara Penggugat (Partai Prima) dan Tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain, selain daripada Tergugat atau Para Tergugat dan Turut Tergugat saja, sekiranya ada. Oleh karena itu lanjut Yusril, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. \"Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau \"erga omnes\". Beda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh MK atau peraturan lainnya oleh MA. Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes),\" paparnya. Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, menurut Yusril, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu. \"Jadi kalau majelis berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus \"mengganggu\" partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu. Inipun sebenarnya bukan materi gugatan PMH tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan TUN,\" tegasnya. Yusril menegaskan bahwa majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan N.O atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Diketahui sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Alhasil, KPU RI diminta untuk menunda Pemilu sampai 2025. \"Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya,\" tulis putusan PN Jakarta Pusat yang dikutip, Kamis, (2/3/2023). (sws).
Paling Masuk Akal PDIP Putuskan Pasangan Capres Lebih Dulu
Jakarta, FNN - Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina A Khoirul Umam menilai hal paling masuk akal bagi PDI Perjuangan untuk memutuskan lebih dulu siapa pasangan calon presiden yang akan diusung pada Pemilu 2024. \"Yang paling masuk akal atau make sense memang menghadirkan keputusan terlebih dahulu, siapa dari representasi PDIP yang diusung apakah capres atau cawapres,\" kata Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina A Khoirul Umam dalam Talk Show Embargo Talk Episode 3 dengan topik \"PDIP di tengah kepungan koalisi\" di Jakarta, Kamis. Apakah, kata dia pasangan calon presiden tersebut merupakan paket nama kader atau perwakilan PDI Perjuangan saja, atau ada nama lain di luar parpol pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut. \"Apa sebagai perwakilan dari PDIP semuanya, ayo katakan misalnya Ganjar-Puan atau Puan-Ganjar, atau kah PDIP membuka ruang komunikasi untuk menghadirkan mesin politik kolektif yang lebih kompetitif,\" kata dia lagi. Menurut dia, kalau PDIP hanya mengusung kadernya untuk posisi calon presiden maupun wakil presiden maka kemungkinannya PDIP maju tanpa koalisi di kancah pilpres. \"Nah kalau misal kemudian opsinya mencoba berkoalisi dengan partai-partai yang lain setidaknya bagaimanapun juga dalam bingkai demokrasi di Indonesia, maka kekuatan nasionalis tidak bisa berdiri sendiri, dia butuh kekuatan justifikasi kekuatan Islam dalam konteks ini adalah politik Islam, lebih khusus lagi kekuatan Islam moderat,\" ucap Umam. Representasinya, lanjut dia yakni kekuatan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, atau kalau dirunut ke parpol mengarah kepada PKB, PPP dan PAN. \"Nah kemudian pilihannya semua itu tersebar, apakah PDIP akan membuka ruang, jika kemudian PDIP mencoba untuk membangun komunikasi dengan Gerindra dan PKB sebenarnya cukup memungkinkan,\" ujarnya. Namun, kata Umam ketika PDIP membuka ruang komunikasi dengan koalisi Gerindra-PKB, maka nama Prabowo yang memiliki efek elektoral yang besar menjadi hitung-hitungan untuk calon presiden. Pasangan yang memungkinkan jadi Prabowo-Puan Maharani. \"Barangkali karena basis elektabilitas capres lebih tinggi Pak Prabowo maka bisa terjadi Pak Prabowo nomor 1 Mbak puan nomor 2, meskipun kekuatan partai politiknya relatif tidak berimbang karena PDIP nomor 1, baru kemudian Gerindra, permasalahannya adalah lalu bagaimana nasib Cak Imin, akan dikemanakan,\" ujarnya. Untuk diketahui, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan pada tanggal 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung partai politik atau gabungan partai peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.(sof/ANTARA)
Putusan PN Jakpus Menunda Pemilu Melampaui Kewenangan
Jakarta, FNN - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU RI menunda pelaksanaan Pemilu 2024 dengan memenangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melampaui kewenangannya.\"Ya, begini pertama, saya cukup menyayangkan keputusan PN itu. Pertama bahwa putusan itu melampaui kewenangannya,\" kata Doli kepada wartawan ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.Hal tersebut, kata dia, karena persoalan terkait pelaksanaan ataupun penundaan pemilu merupakan ranah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).\"Kalau pun kita mau menunda pemilu, ya atau yang dipersoalkan itu undang-undangnya. Nah, kalau mau mempersoalkan undang-undang itu ranahnya MK, bukan ranah PN,\" ujarnya.Menurut dia, secara konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah mengatur pemilu dilakukan lima tahun sekali.\"Partai Prima mengajukan gugatan terhadap keputusan KPU. Kenapa keputusan KPU yang digugat? Putusan akhirnya tiba-tiba penundaan pemilu yang mau membatalkan undang-undang. Nah, itu yang saya sebut bahwa dia mengambil keputusan melampaui kewenangannya,\" tutur dia.Untuk itu, dia mengatakan bahwa putusan yang dikeluarkan PN Jakarta Pusat tersebut menjadi tidak mengikat.\"Itu tidak mengikat, jadi menurut saya pemilu jalan terus karena ranahnya berbeda,\" ucapnya.Sebab, lanjut dia, selama Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menjadi payung hukum dari pelaksanaan pemilu belum berubah maka tahapan yang telah dimulai tetap berjalan sebagaimana mestinya.\"Sekarang kita semua sedang melakukan persiapan untuk itu. Tahapan sudah jalan ya, kan? Semua elemen dalam pemilu sudah bekerja, jadi jalan saja,\" katanya pula.Doli mengatakan Komisi II DPR berencana akan memanggil KPU RI yang akan melakukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan pemilu tersebut.\"Kami akan panggil KPU karena mereka mau banding, cuma bandingnya harus tepat. Nanti, makanya kami akan memanggil KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk memastikan persiapan jalan terus,\" katanya.Dia membuka kemungkinan Komisi II DPR RI akan memanggil KPU RI sebelum memasuki masa persidangan baru mengingat DPR RI saat ini tengah masa reses hingga 13 Maret 2023.\"Ya, bila perlu, kalau sepakat pimpinan komisi sama Kapoksi (Kepala Kelompok Fraksi) oke, sebelum masa sidang kita rapat dahulu,\" kata Doli.Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.\"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,\" ucap Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, dikutip dari Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, diakses dari Jakarta, Kamis.Adapun anggota KPU RI Idham Holik menyatakan dengan tegas akan mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan perdata Partai Prima tersebut.\"KPU RI akan banding atas putusan PN tersebut. KPU RI tegas menolak putusan PN tersebut dan ajukan banding,\" kata Idham kepada wartawan ketika dihubungi.Menurut dia, sebagaimana yang termaktub dalam UU Pemilu hanya terdapat dua istilah, yakni pemilu lanjutan dan pemilu susulan.\"Definisi pemilu lanjutan dan susulan itu ada di Pasal 431 sampai dengan Pasal 433 (UU Pemilu),\" jelasnya.(sof/ANTARA)
Jokowi Dan Keris Empu Gandring
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih \"Perpaduan I am the law: Saya adalah tiran dan l’etat, c’est moi: negara adalah saya. Saat itu akan muncul otoritarian dan Tirani\" Kondisi hukum dan politik negeri ini sudah rusak, saya kira memang sudah saatnya dilakukan restorasi kepemimpinan nasional, agar kembali kepada \"the truth dan justice\" (Prof. Suteki). Ketegangan dan berpotensi akan menimbulkan chaos ada bisa terjadi paska Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan KPU RI mengulang tahapan Pemilu dari awal hingga mengakibatkan penundaan Pemilu. KPU RI tegas menolak putusan PN Jakpus dengan mengajukan banding. \"Kita banding,\" kata Ketua KPU RI Hasyim Asyari saat dihubungi detikcom, Kamis (2/4/2023). Ada sinyal skenario akan menunda Pilpres. Tidak lazim dan berpotensi melanggar UU terjadi lagi. Seperti telah terjadi kalau terjadi sengketa antara penyelenggara pemilu dan peserta pemilu seharusnya lewat PTUN. Tragis benar, otoritas hak-hak kewargaan terpenjara sistem yang buruk, yang tak \'bermodal kesalehan sosial, demokratis untuk tegaknya daulat rakyat, ber-\'good governance - melayani rakyat\' dan berkeadilan!\'. Paska negara ini memberlakukan UUD 2002 bencana demi bencana muncul, negara menjadi liar dengan aturan menghalalkan segala cara. Suksesi kepemimpinan terhambat dan penuh rekayasa buruk dan melahirkan kan serba ketidak pastian. Ketika keadilan gagal, opini publik mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena memberlakukan UUD 2002 (palsu) , massa mulai akan membakar dan membunuh.\" Potensi menggagalkan Pilpres 2024 masih hidup dan terus bergerak dengan cara yang senyap dsn macan macam rekayasanya. Seandainya Pilpres 2024 tetap dilaksanakan maka suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019 , pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara , sebab ini soal hidup mati nya kelompok oligarki. Bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarnai perhelatan perebutan kekuasaan antara Pendawa dan Kurawa antara kaum akal sehat melawan akal dengkul . Masa pengawuran dan pengkhianatan terhadap negara proklamasi semoga segera berakhir, Insya Allah ... Allah akan turun tangan sebab negara ini didirikan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorong kan oleh keinginan luhur , didirikan dan dipertahankan dengan resolusi jihad yang penuh dengan panjatan doa -doa para ulama sesepuh bangsa ini . Tentu dengan ihtiar perjuangan kita tidak akan membiarkan negara ini hancur lebur. Rezim Jakowi \"seperti\" akan memainkan keris empu Gandring, dengan tekanan para Taipan Oligarki . Identik sikap Ken Arok, nekad dengan memaksakan diri untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Keris Mpu Gandring ini dibuat atas pesanan Ken Arok. Permintaannya memaksa harus jadi dalam satu malam. Akibatnya Keris Mpu Gandring terkenal karena kutukannya bisa menikam termasuk yang memelihara dan pemakainya. Nyaris seperti akan terjadi perebutan kekuasaan di luas sistem dan hukum yang telah mengaturnya, dari manusia yang tidak taat hukum dan kesurupan. (*)
Tampung Aspirasi di Pesantren Al Rosyid, LaNyalla Diminta Selamatkan Bangsa
BOJONEGORO, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengisi kunjungan reses di Jawa Timur dengan mendatangi Pondok pesantren Al Rosyid Kendal Dander, Bojonegoro, Kamis (2/3). Kehadiran Senator asal Jawa Timur itu disambut hangat pimpinan pesantren, Kyai ‘Alamul Huda Masyhur. “Kami belum merasa puas, kalau belum beliau sendiri hadir di Pondok Pesantren Al Rosyid, kami ingin spesial, anak-anak punya keinginan. Kami ingin menghormat Bapak Ketua DPD karena beliau ini adalah pimpinan DPD RI yang mobilnya pun RI 7, sebentar lagi mudah-mudahan bisa RI 1,” katanya. Kyai ‘Alamul Huda menilai bukan hal mustahil LaNyalla bisa menjadi RI 1. “Pak Jokowi dulu pengusaha mebel saja bisa kemudian menjadi walikota bukan mustahil. Insya Allah yang terbaik buat Pak LaNyalla, lanjutkan perjuangan dan jadilah Presiden,” katanya. Ia menambahkan, sangat salut dengan LaNyalla yang selalu mencintai Pondok Pesantren. Maka dari itu, pihaknya senang LaNyalla hadir di Al Rosyid yang juga milik umat dan milik bangsa. “Beliau dengan ikhtiarnya selalu berbicara tentang UUD 45, untuk terus menyehatkan bangsa Indonesia, karena saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi banyak tantangan, banyak kesulitan, banyak problematika. Maka bagi kami menjawabnya melalui pendidikan, karena pendidikan itu satu-satunya senjata yang paling mutakhir untuk bisa mengangkat bangsa Indonesia menuju bangsa yang bermartabat. Salah satunya pendidikan untuk mengembalikan UUD 45 ke naskah asli,” katanya. Menurutnya, edukasi yang luar biasa sangat penting untuk mengubah dunia. “Pondok pesantren ini sarana menuju perubahan arah bangsa menjadi lebih baik lagi. Tahun 2045 adalah tahun Indonesia Emas. Ketika bonus demografi ini terjawab dengan baik, maka Indonesia akan menjadi negara maju dan terhormat di tengah bangsa lain,” katanya. Sementara Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan dirinya bertekad untuk meluruskan perjalanan bangsa. “Sebagai Ketua DPD RI, saya beranggapan mendapatkan amanah untuk meluruskan bangsa ini. Yang pertama sejak amandemen 1999 sampai tahun 2002 di situ terjadi pembegalan UUD 1945 yang asli diubah 95 persen menjadi UUD 2002,” katanya. “Kita tidak pernah mengajarkan berdemokrasi liberal, berdemokrasi individualisme. Tapi nyatanya, tahun 2002 arah perjalanan bangsa hanya dilakukan oleh partai politik bersama presiden,” imbuh dia. Menurut LaNyalla, hal seperti ini sangat tidak diinginkan oleh founding fathers. Sebab, saat UUD 1945 dibuat, di situ para pemuka agama, intelektual dan tokoh-tokoh lainnya menyepakati memakai sistem sendiri. Sistem yang cocok dengan kondisi bangsa Indonesia yang super majemuk. Yaitu sistem demokrasi Pancasila dan sistem ekonomi Pancasila. Karena sejak tahun 2002 Pancasila ditinggalkan, sebagai Ketua DPD LaNyalla berusaha mengembalikan UUD 1945 sesuai dengan naskah aslinya, untuk kemudian disempurnakan dengan teknik adendum. “Kita menjiplak Demokrasi liberal ala barat yang menggunakan sistem pemilihan presiden secara langsung, dan sejak saat itu terjadi polarisasi dan perpecahan di masyarakat,” ujarnya. Dilanjutkan oleh LaNyalla, seandainya mengikuti rumusan bernegara yang disusun oleh para pendiri bangsa, pemilihan presiden itu di MPR. Di lembaga tertinggi itulah semua elemen rakyat terwakili sehingga demokrasinya berkecukupan. “Di situ ada utusan golongan, ada utusan daerah dan ada utusan dari parpol,” katanya. Dijelaskannya, sebelum amandemen 2002, MPR menjadi lembaga tertinggi negara yang terdiri dari anggota DPR kemudian utusan golongan, utusan daerah. “Penjelmaan rakyat ada di dalam MPR itu adalah yang diutus dan yang dipilih. Yang dipilih pada saat itu adalah parpol, sekarang hanya parpol dan DPD,” katanya. LaNyalla mengatakan sudah keliling ke seluruh Indonesia dan mendengarkan aspirasi masyarakat. “Rakyat kita menjadi miskin yang terstruktur, hal-hal yang seperti ini seharusnya sudah tidak ada. Karena apa, karena kita ini memiliki kekayaan yang sangat besar sekali, di perut bumi Indonesia,” ujarnya. Ia menambahkan, banyak harta karun yang justru bukan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. UUD 2002 membuat Indonesia diatur oleh bangsa lain. LaNyalla mengatakan para senator pun sempat protes saat ia menyampaikan jika kita harus kembali kepada UUD 1945. “Banyak anggota DPD RI protes. Karena katanya kalau kita kembali kepada UUD 1945 berarti DPD RI bubar. Saya mengatakan tidak, karena kita dipilih langsung oleh rakyat,” jelasnya. Ia menjelaskan, DPD RI ini dipilih oleh rakyat harusnya DPD RI ini juga mewakili rakyat. Sama dengan anggota DPR. Bedanya DPR dari unsur parpol, DPD dari unsur perseorangan. Sehingga harus sama dan equal. Sehingga, dalam penyempurnaan Konstitusi asli nanti, DPR RI harus terdiri dari dua unsur. Peserta dari pileg dari parpol dan peserta pileg dari unsur perorangan. “Ini akan membuat terjadi check and balances proses di DPR. Sehingga keputusan penting terhadap bangsa ini tidak hanya ditentukan oleh ketua umum parpol saja,” tandasnya. Sedangkan utusan daerah diisi oleh tokoh daerah, tokoh adat dan raja atau sultan Nusantara. Sementara utusan golongan diisi para tokoh organisasi dan profesional di semua bidang. “DPR RI melalui parpol dan melalui perseorangan itu dipilih. Kemudian utusan golongan dan utusan daerah itu yang diutus. Itu yang selalu saya sampaikan kepada seluruh kalangan, baik di pondok pesantren dan universitas di seluruh Indonesia. Saatnya kita semua berfikir bahwa selama kita menggunakan UUD 2002 kita tidak akan bisa maju, karena nilai yang kita perjuangkan bukan nilai Pancasila,” terangnya.(*)