ALL CATEGORY
Pamitan, Anies Tetap Akan Jalankan Amanah Konstitusi untuk Jakarta dan Indonesia
Jakarta, FNN – Menuju akhir jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menggelar acara perpisahan bersama Wakil Gubernurnya, Ahmad Riza Patria dengan Aparatur Sipil Negara (ASN). Acara yang digelar di Pendopo Balaikota, Jakarta Pusat pada Jumat Sore (14/10/22) yang dibuka dengan tari-tarian tradisional dan nyanyian lagu Betawi yang membuat seluruh hadirin ikut menari. Dilanjutkan dengan sambutan oleh Marullah Matali, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta yang menyatakan rasa senang dan terima kasih dapat bekerja dengan Anies dan mengakhiri sambutannya dengan doa. Hal serupa juga disampaikan oleh Ahmad Riza Patria di dalam sambutannya. Riza juga menyampaikan permohonan maaf selama dua tahun masa kerjanya apabila ada kekurangan dan kesalahan. Acara pun disambung dengan sambutan Anies Baswedan sebagai acara inti perpisahan. Dalam pidatonya, Anies memaparkan berbagai prestasi Jakarta selama lima tahun masa jabatannya. Dia mengatakan yang tersulit dalam memimpin adalah kolaborasi, yang kemudian menjadikan ruang rapat sebagai ruang diskusi, bukan instruksi yang menjadi antitesis dari sebuah kesulitan, hingga menjadikan Jakarta sebagai kota bertaraf dunia. \"Kita mempercayai di belakang karya, di situ ada gagasan, ada narasi. Dan, kita secara perlahan menyaksikan publik pelan-pelan mulai merasakan apa yang disebut sebagai karya dan bagaimana gagasan di belakangnya,\" ucap Anies. Dalam kesempatan tersebut, Anies mengatakan, meski masa jabatannya berakhir, dirinya akan tetap menjalankan amanah konstitusi bahkan yang lebih besar untuk Jakarta dan Indonesia. \"Anies Baswedan untuk dapat membangun Jakarta secara langsung telah berhenti di sini. Tapi tidak dengan ibu bapak sekalian. Perjuangan memajukan kota secara langsung, membahagiakan keluarga, menjalankan amanah konstitusi untuk menghadirkan keadilan sosial akan terus berlanjut,\" tutur Anies. \"Kita yang di pemerintahan ini, bekerja dengan rencana yang jelas dan itu saya titip kepada ibu dan bapak sekalian. Rencana-rencana ke depan adalah untuk diwujudkan bersama-sama,\" tukas Anies menitipkan Jakarta kepada ASN dan warga Jakarta. Anies juga menyatakan selama lima tahun memimpin Jakarta, dirinya merasa berada di lingkungan yang menyenangkan, guyub, dan bersaudara. Tak lupa dia juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu, mulai dari partai politik yang mengusung, seluruh jajaran ASN, dan warga Jakarta. (Rac)
Kapolda Jatim Ditangkap, Rocky Gerung Sebut Ini Sebagai Tamparan ke Kapolri
Jakarta, FNN – Kapolda Jatim Irjen Teddy Minahasa ditangkap Propam terkait dugaan jual barang bukti 5 kg sabu pada Jumat (14/10/2022). Padahal, Teddy baru menjabat selama 4 hari sebagai Kapolda Jatim setelah diangkat langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Rocky Gerung menanggapi penangkapan ini di channel Youtube pribadinya setelah beberapa jam berita penangkapan tersebut beredar. Menurutnya ini adalah sebuah keadaan untuk membuat delegitimasi Kapolri. “Untuk mendelegitimasi Kapolri. Kan ini sebagai tamparan pada Pak Sigit. Masa baru diangkat udah diberhentiin lagi dan bahkan dengan desain yang agak mendebarkan, yaitu jual beli narkoba”, jelas Rocky kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (14/10/22). Nantinya, Listyo Sigit kemungkinan akan ikut bertanggung jawab karena ia adalah orang yang mengangkat. Rocky juga menambahkan ada sinyal untuk membersihkan bagian tertentu di kepolisian. Karena momentum penangkapan tepat dengan pertemuan para pejabat Polri di Istana Negara. “Jadi kalau kita lihat itu sebagai publikasi. Ya itu dalam upaya untuk sekaligus bilang Polri itu memang enggak pandang bulu bahkan sebelum Presiden bicara, udah dilakukan hal yang mendebarkan”, katanya. Menurutnya, jika proses kasus Teddy Minahasa ini berjalan dengan baik. Maka publik akan penasaran mengenai pengganti Kapolda Jatim berikutnya, “Apakah pengganti Kapolda Jatim punya reputasi yang sama?”. Jika nantinya Listyo Sigit tidak bisa menjawab, maka jabatan Kapolri akan dilepas dan diganti. Teddy Minahasa sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat. Irjen Nico Afinta yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Jatim dipindahtugaskan dan kemudian diganti oleh Teddy. Diketahui, polisi terkaya di Indonesia saat ini dipegang oleh Teddy dengan jumlah kekayaan mencapai 29,97 miliar rupiah. (Fer)
Kapolri Mengumumkan Penangkapan Pengedar Narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa
Jakarta, FNN – Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengumumkan penangkapan terduga kasus peredaran narkoba yang melibatkan Irjen Pol Teddy Minahasa (TM) dalam Konferensi Pers yang digelar Mabes Polri Jakarta Selatan, Jumat (14/10). Listyo Sigit menjelaskan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) telah melakukan penangkapan terduga TM pada Kamis (13/10). Kapolri menyatakan bahwa Polda Metro Jaya mengungkap peredaran gelap narkoba tersebut berdasarkan hasil laporan dari masyarakat sipil. \"Saat ini, Irjen TM dinyatakan sebagai terduga pelanggar dan sudah dilakukan penempatan khusus,\" ujar Kapolri Listyo Sigit dalam Konferensi Pers di Bareskrim Polri. Kapolri menjelaskan Divisi Propam sedang melakukan pemeriksaan etik dan akan dilanjutkan dengan proses penanganan kasus pidana terhadap TM. Sebelumnya, Irjen Pol Teddy ditunjuk sebagai Kapolda Jawa Timur menggantikan Irjen Pol Nico Afinta. Namun, berdasarkan temuan ini, TM akan melalui proses etik dan proses pidana. Kapolri berjanji akan menindak tegas permasalahan narkoba, berlaku untuk seluruh anggota kepolisian. Listyo Sigit juga membuka peluang masyarakat untuk tidak segan melaporkan anggota yang melakukan pelanggaran. Hal ini dilakukan sebagai komitmen pembersihan terhadap institusi Polri. \"Sekali lagi saya sampaikan bahwa ini adalah komitmen Polri untuk melakukan bersih-bersih. Kita ingin agar institusi Polri ke depan menjadi semakin baik,\" ucap Kapolri di akhir pernyataannya. Selain keterangan mengenai kasus narkoba TM, Kapolri juga mengumumkan perkembangan kasus judi online. Pihak kepolisian telah menangkap salah satu buron bandar judi online bernama Apin BK di Malaysia yang akan diserahkan kembali ke tanah air Jumat (14/10) malam. (oct)
Tragedi Kanjuruhan Pemerintah Harus Bertanggung jawab
Oleh Marwan Batubara - TP3- UI Watch SEBAGAI sesama anak bangsa, sangat pantas kita menyampaikan dukacita yang sangat mendalam kepada seluruh keluarga korban dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Semoga ratusan korban yang meninggal dunia mendapat ampunan dan tempat terbaik di sisi Allah SWT, serta ratusan pula korban yang mengalami luka-luka segera diberi Kesehatan dan keberkahan. Pasti ada pihak-pihak yang harus bertanggungjawab atas pembantaian terhadap ratusan korban Kanjuruhan. Mereka antara lain termasuk para pemangku jabatan di PSSI, Kemenpora, Pemerintah Daerah terkait, pihak keamanan seperti Polri dan TNI, pihak ketiga yang diberi tugas sebagai pelaksana teknis seperti PT. Liga Indonesia Baru (PT. LIB) dan Panitia Pelaksana (Panpel). Untuk menilai siapa pihak atau lembaga yang paling harus bertanggungjawab, perlu dilakukan penyelidikan mendalam komprehensif guna menemukan kategori pelanggaran yang terjadi, yakni apakah hanya kecelakaan biasa, pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM Berat. Sejumlah lembaga/aktivis HAM dan kemanusiaan telah mengindikasikan dan menilai bahwa tragedi Kanjuruhan masuk kategori pelanggaran HAM Berat, sesuai ketentuan Pasal 7 dan Pasal 9 UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM. Hal ini dapat ditelusuri dari adanya tindakan yang sistematis mulai dari persiapan, perintah mobilisasi aparat ke dalam stadion yang membawa senjata termasuk gas air mata, hingga dilakukannya penembakan gas air mata. Polisi bersenjata datang karena dimobilisasi sesuai perintah dan garis komando.Terdapat unsur kesengajaan, keserentakan dalam menembakkan gas air mata yang diyakini ada unsur komandonya. Karena masuk kategori pelanggaran HAM Berat maka penyelidikan harus dilakukan secara menyeluruh oleh Tim Independen Komprehensif (TIK) dengan melibatkan berbagai unsur yang mewakili semua pihak terkait dan relevan, termasuk yang mewakili keluarga korban, akademisi, LSM, pakar berbagai disiplin ilmu terkait, aktivis HAM dan lain-lain. Mereka harus diberi wewenang bekerja secara independen, bebas dari intervensi pemerintah, lembaga penegak hukum, PSSI dan LIB. Pemerintah memang sudah membentuk TGIPF yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD. Namun TGIPF bukanlah tim yang mewakili seluruh pihak terkait, terutama korban dan keluarga korban. Meskipun menyandang nama independen, TGIPF adalah tim yang dibentuk penguasa, yang dinilai belum dan tak mampu bekerja secara independen. Diyakini, TGIPF dibentuk dan bekerja sesuai kepentingan pemerintah, termasuk guna melindungi atau mengamankan berbagai pihak yang seharusnya bertanggungjawan dan harus diproses secara hukum. Jika Tim Independen Komprehensif tidak segera dibentuk, maka dikhawatirkan pembantaian Kanjuruhan tidak akan diproses sesuai hukum dan rasa keadilan. Proses hukumnya akan dipendam dan direkayasa jauh dari rasa keadilan, seperti terjadi pada kasus pembantaian lebih dari 800 petugas KPPS Pemilu 2019, pembantaian 10 demonstran di depan Bawaslu Mei 2019, dan pelanggaran HAM Berat terhadap 6 pengawal HRS pada Desember 2020. Prinsipnya, kalau menyangkut penyelewengan dan pelanggaran oleh aparat negara, rasanya rakyat yang umumnya tidak berdaya, memang tidak perlu berharap banyak untuk tegaknya hukum dan keadilan. Mau berharap kepada siapa? Bahkan mayoritas wakil-wakli rakyat pun, dalam kasus-kasus pembunuhan ratusan petugas KPPS, pembantaian demonstran di depan Bawaslu dan pembantaian 6 pengawal HRS, hampir tak terdengar suaranya. Dalam hal ini, permohonan TP3 untuk menyampaikan aspirasi tidak pernah digubris Pimpinan DPR. Jika kondisinya sudah demikian, tidak ada cara lain, bahwa rakyat bersama para aktivis HAM dan kemanusiaan, LSM-LSM, pimpinan ormas dan tokoh-tokoh masyarakat harus bersatu melakukan advokasi. Hal seperti inilah yang selama ini kami dari TP3 dan UI Watch telah dan akan terus lakukan. Untuk itu, kami mengajak teman dan sahabat seperjuangan untuk bergabung. Dengan begitu, minimal tanggungjawab moral sebagai sesama anak bangsa telah ditunaikan. Adakah kemungkinan bahwa Satgasus terlibat dalam pelanggaran sistemik berstatus HAM Berat dalam tragedi pembantaian lebih dari 130 orang di Stadion Kanjuruhan? Apakah kita layak berharap kepada TGIPF, yang pada dasarnya tidak independen karena pimpinan dan anggotanya didominasi oleh pejabat-pejabat pemerintah? Sementara itu, di sisi lain, kesewenangan wenangan aparat keamanan, sebagaimana diperankan Satgasus Merah Putih sudah biasa terjadi. Rekayasa kasus, perusakan dan penghilangan barang bukti merupakan tindakan yang sering terjadi dan tidak pernah diusut. Selama beberapa tahun terakhir, belajar dari sejumlah kasus kekerasan yang jamak dilakukan Polri sebelumnya, tampaknya pembantaian Kanjuruhan menjadi “legitimate” dan terpaksa diterima rakyat. Aparat negara yang diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM berat demikian berkuasa dan tampaknya hampir tak pernah dipersoalkan Pemerintah. Kapoda Jatim yang wajar dimintai pertanggungjawaban, hanya dimutasi ke Polri Pusat. Jika kita hanya diam dan tidak peduli, maka kesewenangwenangan akan terus berlangsung, seakan berjalan pada jalur bebas hambatan. Jika ini terjadi, tragedi biadab yang tak berprikemanusiaan tersebut kelak akan kembali berlangsung dan bisa saja menimpa kita dan keluarga kita. Merujuk pendapat bebagai kalangan, TP3 meyakini, dari berbagai pihak/lembaga yang pihak yang terlibat, maka yang dituntut paling bertanggungjawab adalah Polri, terutama Kapolda Jatim. Kapolda Jatim bersama Kapolda Jaya dan Kapolda Sumut merupakan anggota Satgasus Merah Putih Polri yang dipimpim Ferdy Sambo. Sedangkan Satgasus Merah Putih adalah “Tim Elite” Polri yang dibentuk oleh Mantan Kapolri Tito Karnavian atas restu Presiden Jokowi. Karena itu, di samping Kapolda Jatim, bisa saja rakyat menuntut Presiden Jokowi ikut bertanggungjawab, terutama jika pembantaian Kanjuruhan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM Berat. []
Lucuti Asesoris Polisi di Istana, Jokowi Marah ke Institusi Polri
Jakarta, FNN – Pengamat komunikasi dan militer, Selamat Ginting menyebut Presiden Joko Widodo marah terhadap institusi kepolisian terkait pemanggilan para perwira polisi yang diminta hadir ke istana dengan melucuti aksesori dinas, seperti topi dan tongkat pada Jumat (14/10). Hersubeno Arief membahas persoalan ini bersama Selamat Ginting dalam video berjudul \"Presiden Sangat Marah ke Polri. Kumpulkan di Istana. Tak Boleh Pakai Topi Dinas & Tongkat Komando\" melalui kanal Youtube Hersubeno Point yang dipublikasikan pada Jumat, 14 Oktober 2022. Ginting mengaitkan bahwa arahan presiden terhadap pemanggilan perwira tersebut berhubungan dengan kasus-kasus yang membuat posisi polisi terpuruk. Ia menyebutkan dalam beberapa survei menunjukkan citra kepolisian yang menurun drastis. \"Bahkan dalam beberapa survei di bulan Agustus, September, dan Oktober ini turun drastis sampai di bawah 55%. Jadi, kasus Sambo, kasus Kanjuruhan itu kemudian membuat posisi polisi itu di mata masyarakat jatuh sekali,\" ujar Ginting kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief melalui kanal Youtube Hersubeno Point. Pengamat militer dari Universitas Nasional (Unas) tersebut mengatakan belum pernah terjadi pemanggilan pejabat utama polisi, seperti Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kepolisian Kota Beaar (Kapoltabes), dan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) ke istana sebelumnya. \"Bacaan saya presiden itu marah, marah kepada institusi polisi,\" ucap Ginting. Kemarahan presiden tersebut dispekulasi karena lambatnya penanganan kasus yang belakangan ini menjadi atensi masyarakat, bahkan seperti kasus Kanjuruhan yang sudah memasuki ranah internasional. Menurut Ginting, arahan Jokowi yang meminta para perwira untuk hadir tanpa memggunakan aksesori dinas lengkap dianggap sebagai simbol komunikasi dari bentuk kemarahan presiden. \"Bukan dengan cara pernyataan- pernyataan keras, tapi menurut saya itu sudah simbol komunikasi. jadi ini kemarahan presiden terhadap institusi polisi,\" kata Ginting menambahkan. Seperti yang diberitakan, Presiden Joko Widodo menjadwalkan pemanggilan terhadap para perwira kepolisian dari seluruh Indonesia di Istana Negara pada Jumat (14/10) siang. Dengan perintah ini, Jokowi juga meminta agar para perwira datang hanya dengan baju dinas tanpa menggunakan topi ataupun tongkat komando. (oct)
Baru Saja Ditunjuk Sebagai Kapolda Jatim, Teddy Minahasa Dikabarkan Ditangkap Terkait Narkoba
Jakarta, FNN – Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa Putra yang baru saja ditunjuk Kapolri sebagai pengganti Irjen Nico Afinta berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/2134 IX/KEP/2022 itu dikabarkan ditangkap terkait kasus narkoba. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang mengaku mendengar kabar terkait penangkapan tersebut. “Sementara diduga benar, kalau nggak salah narkoba,” kata Sahroni saat dikonfirmasi, Jumat (14/10/22) di Jakarta. Sahroni menyebut penangkapan ini lebih cepat ketahuan maka lebih baik daripada terlambat. Hingga kini pihak Polri belum menjelaskannya, Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Dirmanto dilansir CNN Indonesia hanya mengatakan akan mengkonfirmasi hal tersebut. “Mohon waktu saya cek dulu,” ujarnya. Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Halomoan Siregar mengaku belum dapat informasi terkait penangkapan Teddy. “Saya belum dapat info mas, silahkan tanyakan ke Divpropam,” ujarnya.Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Syahardiantono belum memberikan keterangan terkait hal tersebut. Untuk diketahui, Irjen Pol Teddy Minahasa baru saja ditunjuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolda Jatim menggantikan Irjen Nico Afinta melalui telegram pada 10 Oktober 2022. (Lia)
Bela Ketum PSSI, Pelatih Timnas STY Ikut Mundur
Jakarta, FNN – Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-young mengaku akan mengundurkan diri apabila Mochamad Iriawan mundur dari jabatan Ketum PSSI. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record, Kamis (13/10/22) ikut menanggapi pernyataan yang disampaikan langsung oleh Shin Tae-young melalui akun instagramnya pada Rabu (12/10/22). Di unggahan itu, STY terlebih dahulu menyatakan bela sungkawa kepada para korban tragedi kanjuruhan. “Pertama-tama saya ingin mengucapkan turut berduka cita atas tragedi Kanjuruhan, Malang. Saya juga seorang suami dari istri dan bapak dari dua anak. Saya ingin memberikan dukungan penuh kepada korban dan keluarga korban.” Ujar Tae-yong. Kemudian, ia berkomitmen untuk terus memberikan harapan kepada korban dengan memberikan prestasi bagi Indonesia. “Saya Ingin memberikan harapan kepada semua orang yang tersakiti karena tragedi kali ini. Cara saya untuk memberi harapan adalah memberikan hasil baik dengan berprestasi di sepak bola yang masyarakat sukai.” Selain itu, Shin Tae-yong berpendapat, Ketua PSSI adalah orang yang sangat mencintai sepak bola. Juga memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan sepakbola Indonesia. Dan STY siap ikut mundur jika Iwan Bule pada akhirnya harus mengundurkan diri. “Seseorang yang sangat mencintai sepakbola Indonesia dengan kesungguhan hati dan memberikan dukungan penuh dari belakang agar sepakbola dapat berkembang adalah Ketua Umum PSSI. Menurut saya, jika Ketua Umum PSSI harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi dan mengundurkan diri, maka saya pun harus mengundurkan diri.” Di akhir pendapatnya, STY menegaskan bila ia dan Ketum PSSI adalah satu tim. Jadi, ia juga harus bertanggung jawab bila Iwan Bule juga dituntut untuk bertanggung jawab. “Saya pikir jika terdapat kesalahan dari rekan kerja yang bersama sama sebagai satu tim, Maka saya juga memiliki kesamaan yang sama. Kita adalah satu tim. Sepak bola tidak bisa sukses jika hanya performa 11 pemain inti saja yang bagus.” Pernyataan Shin Tae-young tersebut banyak dikomentari khalayak ramai dan cenderung menimbulkan kontrovensi. Hersubeno menyebut sebenarnya desakan terhadap Iwan Bule ini, sebelum TGIPF bekerja juga sudah banyak sekali desakan. “Saya kira ini menambah kekacauan diberbagai sektor kehidupan kita, bukan hanya sektor politik dan ekonomi, tapi juga dalam kehidupan sepak bola. Karena kita tau juga sepak bola di Indonesia nuansa politiknya sangat kencang sekali, ketika ada persoalaan-persoalaan politik dan kemudian melibutkan orang-orang politik di PSSI, ya imbasnya seperti sekarang ini,” ungkap Hersu. Menurut Hersu, saat ini negara perlu diriset baru lagi, “Dimulai start dari 0 seperti di pom bensi dimulai dari 0 lagi,” lanjutnya. Lebih lanjut, Agi Betha juga menyebut beberapa pemain timnas Indonesia seperti Asnawi Mangkualam, Egy Maulana Vikri, Elkan Baggott, Marc Klok, Hokky Caraka dan Saddil Ramdani merespons positif postingan Shin Tae-yong. “Bahkan, Asnawi kapten Timnas juga menjadi trending topic, karena dia mengunggah distory intagramnya,” tutur Agi. Asnawi menyebut bila Ketum PSSI Iwan Bule adalah Ketum PSSI terbaik saat ini. “This true, kurang lebih 10 tahun bersama timnas Indonesia, beberapa kali merasakan pergantian Ketum PSSI.” “Jika mau menilai sampai dengan saat ini memang Iwan Bule masih yang terbaik,” kata Asnawi. Meski demikian, warganet justru kecewa dengan pernyataan Shin Tae-young ini. (Lia)
Produsen Hoak Tukang Dawet, Ternyata Eks Pengurus PSI
SUPRAPTI, wanita yang mengaku menjadi saksi mata dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, ternyata bekas pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam pengakuannya yang ia rekam lalu diviralkan, Prapti mengaku melihat sendiri para suporter membawa minuman keras ke dalam stadion. Keruan saja pengakuan abal-abal ini membuat keluarga korban dan Aremania marah. Prapti dianggap tak punya empati. Belakangan ini, karena tidak kuat menahan gempuran netizen, Prapti akhirnya minta maaf. Dialog Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Offcial, Kamis (13/10/2022), membahas soal tewasnya 131 orang Aremania. Berikut petikannya. Halo halo Bung Rocky, kembali kita ngobrol ya. Ini hari Kamis ya. Kemarin ada berita yang kita tunggu-tunggu, tukang cendol itu setelah diuber oleh Komnas HAM, oleh TGIPF, oleh Polisi, oleh Aremania, ketemu juga tukang cendolnya. Tukang cendolnya rupanya politisi PSI dan pernah jadi pengurus di Malang. Dan itu yang lebih lucu lagi, kemudian ternyata kan itu satu rangkaian, sebelumnya juga dikatakan bahwa ditemukan miras gitu, nyambung dengan tukang cendol yang cerita bahwa mabok semua aremania itu. Ternyata, yang polisi emukan itu botol obat-obatan untuk sapi punya Dispora. Jadi, ini benar-benar deh, jadi antiklimaks tapi lucu, tapi sekaligus itu membuat kita miris ya dengan situasi semacam ini. Ya, jadi semua hal akhirnya berupaya disambung-sambungkan dan hal yang paling berbahaya adalah kalau kerumitan tersebut akhirnya murni carikan penyelesaian dengan cerita-cerita yang akhirnya tidak tersambung sebetulnya. Ini saya lagi di Malang, lagi kasih ceramah, di komunitas-komunitas. Dan, kalau saya bicara dengan teman-teman di sini, itu di setiap gang ada poster yang meminta pertanggungjawaban Pak Polisi itu. Beberapa saya kirim nanti. Dan, itu terhubung lagi dengan ketidakpercayaan orang bahwa ini bukan sekadar kejadian yang tidak terkendali, tapi ada semacam kesengajaan itu. Itu yang saya anggap bahwa agak telat sebetulnya polisi melakukan pemetaan terhadap kesan di dalam masyarakat Malang. Memang ada polisi Malang yang mengambil inisiatif untuk minta maaf dengan bersujud, tapi sebetulnya itu harusnya diikuti oleh seluruh polisi nasional supaya ada kelegaan. Dan, kalau kita anggap bahwa polisi ramai-ramai bersujud di satu Indonesia, itu lebih terasa pengalaman batin kita untuk berempati pada korban itu. Tapi itu nggak terjadi dan tegangan itu ada di semua gang, termasuk di kampung-kampung kecil itu orang pasti merasa ini ada yang sengaja ditutup-tutupi oleh negara. Jadi, sudah sampai di situ sebetulnya kecurigaan masyarakat Aremania ini terhadap kemungkinan penyelesaian kasus di Malang ini. Saya mengambil kesimpulan bahwa untuk memulihkan ini panjang karena ada batin yang tergores besar di dalam masyarakat Malang. Ya, jadi itu hampir semua gang ya di kota-kota Malang. Jadi mood publik terhadap polisi sekarang ini lagi betul-betul sangat tidak bagus di Malang. Iya. Itu semua jalan-jalan besar itu, poster, baliho gede-gede itu bertuliskan usut tuntas, ini pembunuhan segala macam. Itu dengan mudah kita lihat. Kalau saya tanya pada mereka ini jadi bagaimana membersihkan kota ini, oh nggak mungkin dibersihkan. Dicopot hari ini spanduknya besok muncul lagi tuh. Jadi, ini akan lama, saya menganggap akan lama karena sudah sampe pada semacam kesadaran bahwa pengabaian itu menyebabkan bangsa ini retak sebetulnya. Dan, dia kemudian terkait dengan isu-isu lain bahwa ini persaingan di dalam tingkat elit kepolisian kenapa harus kami yang tanggung getahnya. Kira-kira begitu. Jadi, orang mulai mencium bahwa masyarakat Malang itu membaca dengan cara yang berlapis-lapis, bukan sekadar itu kriminal, tapi di belakang itu ada upaya untuk mendorong bagaimana kita (menangkap ya). Jadi, bagi mereka ini bukan sekedar apa yang ada di lapangan tapi ada desain yang tak terbaca. Kira-kira begitu. Dan mereka yang jadi korban. Oke. Bisa jadi ini potret yang terjadi di Malang. Tapi, sebenarnya potret yang sama tapi dengan penyebab yang berbeda juga terjadi di seluruh nasional. Ya, itu intinya tuh. Bahkan, ada yang menganggap kenapa soal semacam ini terjadi ketika ada kasus Sambo, ketika ada kenaikan BBM. Jadi, seolah-olah seluruh peristiwa di Malang itu dikaitkan dengan upaya menutupi kasus-kasus besar yang lain. Itu sudah jadi semacam pola berpikir. Tapi, bagi masyarakat Malang sendiri, lebih dari itu bahwa kalau orang lewat di stadion itu lalu orang nggak mau nengok ke kiri enggak mau nengok kanan, mau cepat-cepat saja berlalu dari peristiwa itu. Jadi, bekas batin itu betul-betul dalam dan itu yang saya anggap berupaya untuk dihilangkan, tapi muncul lagi. Begitu cara mereka melihat masalah ini. Dan itu yang kemarin kita bahas ya bagaimana tercermin dari media sosial mereka bahwa mereka, orang yang begitu cinta mati dengan bola, tiba-tiba sejak peristiwa itu dia memutuskan mereka tidak akan lagi kembali untuk nonton bola. Boro-boro nonton, lewat saja mereka nggak mau negok ke arah stadion. Iya, itu saya bicara dan kesan saya begitu, berupaya menghilangkan trauma tapi dengan cara itu juga semacam dendam sebetulnya. Dendam yang masih belum bisa mereka pahami itu. Bahwa ada yang kehilangan anak, ada yang menganggap bahwa masa depan kota Malang akhirnya jadi runyam. Jadi, seperti kota yang kehilangan kegembiraan lagi. Dasarnya itu. Ya, jadi ini kalau tahapan-tahapan psikologinya kita sebut mereka dalam tahapan angry gitu. Ya, dan mau melepaskan angry itu ke mana tuh kalau angry itu hanya terhadap kepolisian ya itu mungkin lebih mudah dilakukan. Karena polisi sudah minta maaf di tingkat lokal. Tapi mereka masih merasa ada hal yang masih disembunyikan tuh. Jadi, PSSI lain cara mereka melihat PSSI, tim yang dibuat juga disinisin, jadi belum dapat semacam merasa tenang batinnya itu selama ... kan mereka masih menduga betul 271, 231, ada yang anggap enggak itu pasti 700 orang atau 400 orang. Jadi tetap mereka menduga kok bisa tuntas ya. Jadi, mereka menduga bahwa lebih dari itu yang meninggalkan di situ. Kita mau bayangkan misalnya bagaimana memulihkan kepercayaan bagi publik Malang yang merasa bahwa Istana kok nggak tulus ya merasakan kepedihan kami. Kira-kira itu deep psikologinya, psikologi dalamnya begitu. Ya, jadi prosesnya saya kira masih lama ya. Dari denial, angry, sampai tahap acepted atau menerima itu prosesnya panjang sekali itu. Ya, betul. Saya tadi seharian itu ada di tiga komunitas, diundang oleh LSM, ada lembaga lain, lembaga pendidikan semacam pendidikan mental itu, dimulai dengan minta saya untuk terangkan apa sebetulnya dilihat dari luar itu kejadian di Malang ini apa? Jadi, saya ikut hanyut sebetulnya, karena mereka anggap mereka enggak mengerti apa yang terjadi itu. Jadi, bayangkan misalnya saya mesti ngomong tentang politik, ngomong tentang ilmu pengetahuan, tapi dimulai dengan pertanyaan itu. Pita hitamnya ada di dalam spanduk mereka lalu mereka meminta keterangan apa yang terjadi. Ya saya hanya bisa terangkan seperti yang berkali-kali saya terangkan di FNN bahwa ini bukan tragedi, karena tragedi itu di luar kapasitas manusia untuk memikirkan akibatnya. Jadi, ini adalah kejahatan bahkan saya sebut seperti itu. Dan mereka merasa iya memang ini kriminal tapi kami bahkan mengucapkan kata kriminal, kami nggak mampu lagi. Jadi, betul-betul kayak orang gagu yang enggak tahu apa sih yang terjadi. Jadi, kebingungan tersebut yang kemudian diliputi dengan berbagai macam pertanyaan yang akhirnya pertanyaannya itu jadi kecurigaan bahwa ini suatu perbuatan konspiratif. Kira-kira begitu alam pikirannya. Itu pentingnya ada semacam tim psikologi untuk membaca emosi yang tertahan ini apa? Nah, itu emosi bisa berubah menjadi sesuatu yang justru destruktif di dalam situasi kesulitan ekonomi hari-hari ini. Itu yang saya dapat, tangkap dari cara mereka berbicara. Bahkan, ada yang bisik-bisik, ini bagaimana Pak Rocky, nanti kalau Pak Rocky terangkan mungkin di sekitar kita ada polisi yang berkeliaran segala macam. Jadi, dalam forum akademis pun dianggap begitu tuh. Itu intinya tuh. Jadi, ketakutan yang dibalut oleh ketidakpercayaan terhadap makna peristiwa ini. Jadi, bagi mereka ini sesuatu yang kira-kira dia mau bilang bahwa ini sudah direncanakan. Saya musti katakan ini karena begitu semacam tapisan yang saya dapat dari mental mereka. Karena keterangannya simpang siur maka mereka menganggap ini artinya ada yang direncanakan untuk satu upaya menjebloskan seseorang atau ini suatu upaya untuk menutupi kasus-kasus lain yang ada di dalam politik Indonesia. Sudah sampai di situ kecurigaan publik. Saya sulit membayangkan, karena kalau kita bicara misalnya ada 131 atau 132 keluarga yang mengalami trauma dan saya kira lebih dari itu, termasuk yang luka-luka, itu saja kita sulit membayangkan. Apalagi, kemudian kalau ini satu kota atau satu wilayah kan selalu disebutnya Malang Raya, yang mengalami semacam itu. Saya kira ini memang beban yang luar biasa, terutama untukk para pemangku kepentingan di sana, Walikotanya, Bupatinya, dan sebagainya. Ya, itu beredar sampai ke pelosok Jawa Timur sebetulnya. Saya ngomong dengan orang Pasuruan, beberapa wakil walikota misalnya itu dan berapa pejabat yang bertemu di airport, itu karena mungkin mereka tahu saya bicara dengan FNN, lalu saya sikerubuti untuk diskusi. Jadi, cara mereka berdiskusi itu lain, ada bisik-bisik, tapi kemudian terlihat bahwa ada kecurigaan terhadap keadaan itu. Itu bahasanya begitu. Dan yang saya ceritakan tadi, itu di mulut-mulut gang itu spanduk semua. Dan, ada yang besar, ada yang kecil, tetapi bahkan tuduhan kami dibunuh, usut tuntas segala macam. Jadi, keterangan sosiologisnya kira-kira bahwa ada keadaan anomi itu, keadaan yang tak bisa diterangkan dengan urutan yang lengkap. Jadi, keadaan yang semacam ini yang bsa membuat frustrasi itu bercampur dengan kecurigaan. Kalau sekadar frustasi pada peristiwa itu mudah saja stratnya itu diusut. Tapi, ini frustrasi yang terkait dengan kecurigaan. Itu susahnya tuh. Nah, itu pentingnya presiden misalnya lakukan tindakan yang lebih, sebut saja, lebih komprehensif bahwa kepolisian harus betul-betul diarahkan untuk, luka batin ini hanya bisa diobati oleh kalau ada pepatah mengatakan kira-kira bunyinya begini nih: luka itu hanya bisa dibuat diobati oleh tombak yang melukainya. Kira-kira begitu kalau mengutip salah seorang filsuf, menganggap bahwa hanya pembuat luka yang bisa mengobati luka yang ia lakukan itu pada pihak lain. Ya. Dan saya kira ini nggak akan tertangkap ya kalau mereka tidak langsung menyelami, menyempatkan waktu untuk menangkap aspirasi masyarakat itu. Kalau sekadar kunjungan-kunjungan yang hanya sekilas saja, saya kira nggak dapet ya feelnya mood publik tadi. Ya, itu, bahkan saya mesti bayangkan misalnya bagaimana memberi nama peristiwa ini. Kan sesuatu yang betul-betul out of the blue, tiba-tiba meledak, lalu orang merasa sebanyak itu kejadian di lapangan yang terbatas itu, dan kenapa tidak misalnya kok tidak diantisipasi. Kalau memang betul-betul gas air mata itu berbahaya dan akan digunakan nggak ada soal. Bagi mereka ya sudah memang potensi kerusuhan. Tapi disiapkan mitigasinya, misalnya di semua pintu itu yang 13 pintu itu misalnya ditaruh satu ambulans masing-masing, karena dianggap ini akan ada kejadian yang membahayakan maka dokter-dokter disiapkan. Ternyata tidak. Jadi, orang merasa atau masyarakat Malang merasa bahwa memang apa ini didesain untuk menjebak kami, tewas di dalam lapangan. Jadi, sampai di situ mereka mendalami keadaan dirinya sendiri. Saya bisa membayangkan, dalam kondisi semacam itu, bagaimana mereka tidak tambah frustrasi menghadapi sikap dari para petinggi negara kita, juga sepak bola, juga PSSI, dan lain-lain yang semuanya seolah-olah kemudian saling lempar tanggung jawab. Saya membaca pernyataan dari Pak Mahfud MD yang memimpin TGIPF, bahwa saling lempar tanggung jawab, baik liga, PSSI, juga penyelenggara tayangan, dalam hal ini Indosiar. Ya, yang saya sebut tadi, ada sikap fatalistis sebetulnya, dan merasa apa pun yang diucapkan ya sudahlah, suka-suka kalian deh mau ngapain. Kira-kira begitu. Jadi frustrasinya sudah sampai di situ, menganggap bahwa kami dipermainkan, kami semacam menuntut somasi tapi dianggap itu sekedar ingin cari gara-gara. Jadi, hal yang akhirnya orang musti kalau kita gambarkan psikologinya, diserap ke dalam batin sendiri dan seringkali batinnya enggak cukup lega untuk menyimpan masalah ini secara tertib dan suatu saat dia bisa meledak lagi. Jadi, trauma itu kalau tidak ada outlet, itu bahayanya. Dia akan disalurkan di dalam kasus yang lain. Itu kira-kira begitu keterangan akademisnya. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan akan disimpan sebagai trauma dan trauma itu selalu ingin cari jalan keluar, dan jalan keluar itu bisa di jalan keluar yang betul-betul tanpa kita duga, tumpah di dalam peristiwa yang lain atau peristiwa berikutnya nanti. Dalam politik kita kan banyak betul peristiwa yang bisa berlangsung hanya karena keresahan sosial, tidak bisa dijelaskan, dan manusia itu punya ruang hidup yang kalau dia sesak dia akan meledak. Ya, saya bisa menangkap dan memahami apa yang Anda sampaikan, tapi saya sampai sekarang memang juga kesulitan untuk mendefinisikan gitu, apa yang terjadi di Malang. Kita bisa bayangkan, bagaimana mungkin kita melakukan trauma healing gitu terhadap satu kota, satu wilayah, atau bahkan juga satu provinsi. Ya, itu betul harus dapat istilah itu, trauma healing untuk satu wilayah itu. Satu kayak ruang gelap yang tiba-tiba hampir di depan kita. Jadi, ini betul-betul ruang gelap dan kita bisa bayangkan di luar ruang gelap itu orang saling menduga yang di samping saya ini musuh atau kawan. Jadi itu intinya. Komunitas yang bertumpuk-tumpuk di sini, itu mulai menyusun semacam strategi untuk melupakan, tapi kemudian diingat lagi. Strategi untuk minta pertanggungjawaban tapi kemudian pasrah bahwa ya nggak ada gunanya juga. Jadi, dari apatisme jadi fatalisme, fatalisme menjadi anomi. Kalau kita pakai istilah psikologi, kira-kira begitu. Suatu keadaan yang tanpa aturan lagi itu, batin yang digores terlalu dalam lalu merasa sudah nanti alam semesta akan selesaikan. Kira-kira kepasraan itu terhubung dengan ketidakpercayaan pada lembaga-lembaga yang mungkin masih ditugaskan oleh negara untuk meneliti soal ini. Ya, apalagi temuan-temuan tadi kemudian yang saya sampaikan di depan soal tuduhan miras dan sebagainya, itu menunjukkan bahwa itu merupakan sebuah kekonyolan gitu kan dalam mendeteksi. Masa’ nggak bisa membedakan antara minuman keras dengan obat-obatan untuk menggemukkan sapi dan sebagainya. Ini kan membuat mereka tambah frustrasi. Saya kira saya ingin menyampaikan kepada teman sahabat-sahabat di Malang, Aremania, dan warga Malang, saya bisa memahami apa yang Anda rasakan. Tetapi saya tidak bisa mengatakan, karena ini terlalu complicated persoalannya. Iya, itu kira-kira begitu, betul sekali. Karena kalau saya bereaksi nanti seolah-olah ada jalan keluar, tapi bagi mereka itu sebenarnya hanya ingin mengeluh saja. Kira-kira itu. Dia mengeluh, tanpa dia tahu didengar apa nggak didengar, susah juga tuh. Tapi, bagi kita yang dari luar, kan kita cuma nonton di televisi segala macam. Begitu saya bertemu secara riil dengan masyarakat di sini, Malang itu kayak kota yang kehilangan cahaya. Itu kira-kira. Baik, terima kasih Bung Rocky, dan saya kira kita bersama dengan warga Malang. Dan Mari kita doakan mudah-mudahan mereka bisa segera melalui duka cita ini ya. (ida/sws)
Pak Ibul, Dapat Salam dari HRS Tuh!
Awal September lalu Forum News Network (FNN) bertamu ke kediaman Habib Rizieq Syihab (HRS) yang tengah menjalani bebas bersyarat sejak Rabu (20/7/2022) lalu. Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan yang biasa dipanggil Iwan Bule, disingkat Ibul, jadi topik pembicaraan. Kok bisa? Oleh: Rahmi Aries Nova, Wartawan Senior FNN DALAM obrolan semi serius lebih dari dua jam kami membicarakan banyak hal, merekonstruksi banyak peristiwa, dan pada akhirnya memetik banyak hikmah dari kejadian demi kejadian yang dialami Habib Rizieq Syihab (HRS). Salah satu yang serius adalah saat HRS menceritakan Ketua Umum PSSI Iwan Bule. \"Dia yang ingin mengkriminalisasi saya lewat kasus chat mesum. Yang akhirnya memaksa saya pergi ke Mekkah, Arab Saudi,\" ujar HRS. Bisa dibayangkan andai saja kasus itu bisa dibawa Iwan Bule, yang kala itu adalah Kapolda Metro Jaya dengan Nico Afinta, Kapolda Jawa Timur yang dicopot karena tragedi Kanjuruhan, Malang, sebagai Dirreskrimumnya, ke pengadilan betapa akan dipermalukannya HRS dan keluarga. Padahal, jelas-jelas chat mesum yang dipakai Ibul untuk menjerat HRS adalah fitnah dan rekayasa. Bahkan, Hermansyah ahli IT yang membuktikan hal itu disergap dan dibacok di jalan tol oleh orang-orang yang tidak dikenal. Singkat cerita, saat HRS di Mekkah beberapa petinggi Polri dan BIN (Badan Intelijen Negara) justru mencoba \'berdialog\' dengan HRS. \"Saya tidak anti dialog, tapi harus ada win-win, mereka ada permintaan, saya pun ada,\" jelas HRS. Di antara permintaan HRS yang dipenuhi adalah di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) atau dihentikannya penyidikan beberapa kasus yang membelitnya, baik di Polda Metro Jaya maupun Polda Jawa Barat. Tentu saja termasuk kasus chat mesum bidikan Iwan Bule dan Nico. Semua bukti tertulis didokumentasikan oleh HRS. Dicopotnya Iwan Bule dari jabatan Kapolda Metro pada 21 Juli 2017, konon juga bagian dari \'negosiasi\' HRS. Begitu pula Anton Charliyan yang dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jabar pada 25 Agustus 2017. Iwan Bule sendiri seperti memberi isyarat bahwa pencopotan dirinya, digantikan Idham Azis, yang akhirnya jadi Kapolri menggantikan Tito Karnavian, ada hubungannya dengan HRS. Ia bahkan mengeluarkan pernyataan kontroversial usai dimutasi, dengan menyebut-nyebut nama Habib Rizieq. Begini persisnya omongan Iwan Bule saat itu, seperti dilansir VIVA.co.id: \"Itu (Rizieq, red) saudara saya juga. Satu iman sama saya. Terima kasih mungkin doanya beliau kepada saya, Alhamdulillah saya diberikan jabatan strategis sama Pak Kapolri, karena saya juga berkawan sama beliau (Rizieq, red). Saya sudah bilang tunggu beliau kembali. Pasti akan kembali. Enggak mungkin lama di sana (Mekkah),\" kata Iwan Bule ketika itu. Dalam pernyataannya, jelas Iwan Bule tidak menghargai HRS karena hanya menyebut HRS dengan Rizieq tanpa Habib. Doa yang dia sebut bisa jadi maksudnya permintaan HRS secara tersirat dan dua kalimat terakhir sepertinya bernada \'ancaman\' jika HRS kembali ke tanah air. Begitulah waktu terus berjalan, setiba dari Arab Saudi, HRS kembali dikriminalisasi. Hanya karena menyebut dirinya sehat dan baik-baik saja, HRS harus mendekam di penjara sejak 12 Desember 2020 hingga 19 Juli 2022, kehilangan enam laskarnya dalam peristiwa pembantaian KM 50 dan organisasinya Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan. Usai menjalani masa tahanan 1 tahun 7 bulan, HRS kini memang belum bisa bebas sepenuhnya. Statusnya masih \'tahanan kota\' dan gerak-geriknya terus diawasi, tetapi jiwanya merdeka, bahagia. Wajahnya selalu bersinar melihat kerinduan umat padanya. Setiap hari lima ratus hingga seribu orang mengantre di kediamannya, di Petamburan, untuk bertemu dengannya. Mereka datang dari seluruh Indonesia. Bagaimana dengan Iwan Bule? Saat ini ia tengah didesak mundur dari kursi Ketua Umum PSSI setelah insiden gas air mata oleh aparat kepolisian yang menelan korban 132 jiwa. Sejarah mencatat, di masa kepemimpinannya Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi ladang pembantaian Aremania pada Sabtu kelabu, 1 Oktober 2022 lalu. Jika Nico akhirnya dicopot dari jabatannya, Iwan Bule, sepertinya, akan \'ditolong\' FIFA (Federasi Sepakbola Internasional) yang datang ke Jakarta untuk \'menyelamatkan\' event miliknya, Piala Dunia U-20 2023, dan keluguan Shin Tae-yong, pelatih tim nasional yang akan pasang badan untuknya. Badannya mungkin selamat, tetapi jiwanya pasti tidak. Terlebih jika Ibul tahu ada salam dari HRS untuknya. (*)
Adakah Sambo di Kanjuruhan?
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta diberhentikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit, maka publik menilai bahwa Kapolda memang melakukan kesalahan yang seharusnya ia pertanggungjawabkan. Sebelumnya Danki III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman telah ditetapkan sebagai tersangka. Nico Afinta ditarik ke Mabes Polri. Bersama dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran dan Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak, Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta disebut sebagai \"Gang Sambo\" yang didalami dan ditelusuri oleh Mabes Polri akan keterlibatan dalam rekayasa kasus Duren Tiga yang menewaskan Brigadir J. Kegiatan Satgassus menjadi terkuak dengan operasi-operasi khusus yang berbau mafia. Dimulai dengan kekalahan Arema FC di kandang sendiri 2-3. \"Maine kurang sangar\" teriak sebagian penonton yang kecewa. Adakah permainan skoring di era judi online ? Lalu bergerak pasukan gas air mata yang \"membabi buta\" menembakan ke tribun penonton yang tidak ikut dalam kerusuhan. Temuan Koalisi Masyarakat Sipil adalah adanya pengerahan pasukan aparat membawa senjata gas air mata di pertengahan pertandingan. Pada saat yang sama sekali tidak ada ancaman terjadinya kerusuhan. Penembakan ke arah tribun penonton yang menyebabkan kepanikan itulah yang menewaskan sekurangnya 132 orang. 33 orang di antaranya anak-anak. Anehnya pintu pun tertutup. Gejala ada kesengajaan inilah yang perlu ditelusuri oleh Tim Independen. Kepolisian ternyata menetapkan 6 tersangka dengan tuduhan melanggar Pasal 359 dan 360 KUHP yang \"hanya\" merupakan perbuatan kelalaian (culpa). Kelalaian yang menyebabkan kematian. Pada hari ini Jum\'at 14 Oktober 2022 Presiden memanggil Kapolri dan jajaran Kepolisian untuk mendapat pengarahan. Agenda spesial dengan melepas atribut topi dan tongkat komando serta tanpa HP diganti note dan pulpen ini agak aneh. Tidak jelas konten pengarahan. Adakah soal kinerja Kepolisian dimulai kasus Ferdy Sambo hingga kerusuhan atau pembunuhan di stadion Kanjuruhan Malang ? Publik menuntut perubahan mendasar atas kinerja Kepolisian yang terus memburuk. Kasus Kanjuruhan berbasis aparat Kepolisian yang telah melanggar aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulation yang melarang penggunaan senjata gas air mata. Senjata gas air mata ini 58 tahun lalu telah menewaskan 328 penonton di Elstadio Nacional Lima Peru. Polisi menembakkan gas air mata ke arah penonton yang tidak turun ke lapangan. Adakah Kepolisian tidak tahu aturan FIFA atau ada penyusupan ke dalam pengamanan di stadion Kanjuruhan ? Siapa pemberi komando pengerahan pasukan dan menembakan gas air mata ke arah penonton di tribun ? Pertanyaan jauh adalah apakah peristiwa ini dimulai dengan pengaturan skor 2-3 sebagai sejarah kekalahan Arema FC di kandang sendiri oleh Persebaya ? Di tengah peran Satgassus Sambo yang merajalela kemana-mana termasuk perjudian dan kekerasan ala mafia wajar jika publik bertanya adakah Sambo di Kanjuruhan. Ketika PSSI menyatakan tidak bertanggungjawab, kecurigaan ini bertambah kuat. Tim Independen harus mampu menjawab. Sementara TGIPF buatan Mahfud MD mengindikasi mandul dan tidak bergigi. Hanya basa-basi saja khas Pemerintahan Jokowi. Apa \"arahan\" Jokowi kepada Kapolri dan jajaran Kepolisian hari ini ? Mungkin basa basi lagi. Atau ada hubungan dengan ijazah palsu? Bandung, 14 Oktober 2022