ALL CATEGORY
Pengenalan Signage JSX, Anies Berharap Dapat Memperkaya Pengalaman Perjalanan di Jakarta
Jakarta, FNN – Jakarta Experience Board resmi mengenalkan Jakarta Street Experience (JSX) sebagai upaya mendukung fasilitas pariwisata Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Senin (26/09). Pada pengenalan tersebut, Direktur Utama JXB Novita Dewi menjelaskan tentang fitur JSX yang juga dihadiri oleh Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Jakarta Street Experience (JSX) merupakan smart signage atau instalasi interaktif yang menggabungkan unsur edukasi, informasi, seni, dan teknologi pintar dan bergerak di bidang pariwisata, perhotelan, ekonomi kreatif, dan beautifikasi Kota Jakarta. Jakarta merupakan kota yang didatangi banyak orang dalam melakukan perjalanan. Anies mengungkapkan bahwa memberi pengalaman atas setiap perjalanan adalah tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia berharap JSX dapat memperkaya pengalaman tersebut. \"Signage ini, saya berharap tempat ini nantinya bisa memperkaya pengalaman itu. Sehingga mereka-mereka yang melakukan perlintasan di Jakarta, baik dari rumah ke tempat kerja, baik ke Jakarta untuk kegiatan usaha, untuk kegiatan kebudayaan, maka mereka menemukan adanya fasilitas yang memperkaya pengalaman selama berada di Jakarta,\" tutur Anies dalam pidatonya pada Uji Coba Fitur JSX di TIM. Anies juga menyampaikan apresiasinya terhadap terobosan ini dan menyebutkan beberapa fitur yang disediakan JSX. \"Saya apresiasi sekali terobosan ini, untuk membuat kita bisa lebih tahu tentang sejarah sebuah tempat, membuat kita juga lebih tahu tentang apa saja yang ada di kawasan ini. Mudah-mudahan dengan begitu, perjalanan di Jakarta makin kaya pengalaman,\" tambahnya. JSX dapat ditemukan di kawasan pariwisata Cikini dan dilengkapi dengan fitur akses video sejarah, informasi tempat wisata, charging station, hingga peta kawasan yang mendukung promosi UMKM di wilayah sekitarnya. Dengan fitur-fitur menarik ini, JSX diharapkan dapat mendorong minat masyarakat untuk mengeksplorasi Jakarta dengan berjalan kaki. (oct)
Pertemuan Menteri Pariwisata G20 Sepakati "Bali Guidelines"
Bandung, FNN - Pertemuan Menteri Pariwisata anggota G20 yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali sebagai rangkaian Presidensi G20 Indonesia berhasil menyepakati Bali Guidelines.\"Sehari penuh kita tadi melakukan TMM dan dapat kami sampaikan kita menyepakati Bali Guidelines,\" ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno saat konferensi pers usai Tourism Ministerial Meeting (TMM) di Nusa Dua, Bali, Senin.Ia mengatakan, Bali Guidelines adalah suatu kesepakatan yang sangat fundamental dalam kebangkitan sektor pariwisata yang fokus pada komunitas, masyarakat dan UMKM.\"Di dalam Bali Guidelines, semua disepakati mengenai lima line of actions atau lima baris dari kegiatan yang akan kita lakukan untuk menindaklanjuti Bali Guidelines yang nanti akan diteruskan di Presidensi India pada G20 berikutnya,\" katanya.Menparekraf Sandiaga Uno menjelaskan dalam TMM, hal yang menarik dibahas adalah mengenai lapangan kerja yaitu bagaimana lapangan kerja di sektor pariwisata bukan hanya pekerjaan yang sudah banyak ada saat ini dan bukan lapangan kerja yang tidak memberdayakan.\"Tapi kedepan lapangan kerja ini harus berkualitas harus yang baik dan memberikan peningkatan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat, jadi konsepnya itu. Lapangan pekerjaan yang belum kembali setelah pandemi COVID-19 harus dihadirkan kembali dengan pendekatan Recover Together, Recover Stronger berbasis komunitas, UMKM dan tentunya berfokus pada penguatan masyarakat,\" ungkapnya.Plt. Deputi Bidang Sumber Daya Kelembagaan Kemenparekraf Frans Xaverius Teguh menambahkan G20 Bali Guidelines terdapat lima line of actions meliputi pertama adalah sumber daya manusia yang berkaitan dengan pekerjaan, skills, entrepreneurship, dan edukasi, bagaimana SDM pariwisata mampu melihat kebutuhan dan keinginan pasar, menciptakan lapangan kerja baru, dan mampu menghadirkan nilai tambah dari produk atau jasa mereka.Kedua, inovasi, digitalisasi, dan ekonomi kreatif. Fokus pada bagaimana masyarakat mampu lebih inovatif, kreatif, dan adaptif dalam memasuki tatanan ekosistem ekonomi digital, supaya pelaku ekonomi kreatif ini dapat menjangkau pasar yang lebih luas.\"Yang menarik sektor ekonomi kreatif ini menarik perhatian dari forum dan itu adalah salah satu kontribusi Indonesia, karena sebetulnya isu ekonomi kreatif itu disampaikan oleh mas menteri bahwa ekonomi kreatif itu menjadi penting dan sektor ini hubungannya sangat dekat dengan kepariwisataan,\" katanya.Aksi ketiga dalam Bali Guidelines adalah pemberdayaan perempuan dan pemuda. Karena perempuan dan pemuda di bidang pariwisata termasuk yang paling terpengaruh oleh pandemi. Untuk itu mereka membutuhkan dukungan yang tepat.Line of actions selanjutnya adalah climate action, biodiversity conservations, dan ekonomi sirkular, dimana penggunaan energi, tanah, air, dan sumber daya makanan pada sektor pariwisata dapat mengurangi emisi karbon.Dan terakhir, kerangka kebijakan, tata kelola, dan investasi, dengan fokus membuat kebijakan dan langkah-langkah pariwisata yang lebih holistik guna mendukung empat pilar line of actions.\"Indonesia bersama dengan negara-negara G20 itu memiliki keberpihakan yang kuat untuk melibatkan manusia dan masyarakat sebagai pilar penting dalam pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif,\" ungkap Frans Xaverius Teguh.(Sof/ANTARA)
LaNyalla: Dalam Konsep Pancasila, Perekonomian untuk Kesejahteraan Rakyat
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali kepada konsep ekonomi Pancasila. Pasalnya, dalam konsep Pancasila perekonomian diarahkan untuk kesejahteraan rakyat. “Dalam konsep ekonomi Pancasila, perekonomian diarahkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Karena itu, secara ideal ekonomi negara ini digerakkan oleh tiga entitas yakni koperasi, BUMN dan BUMD serta swasta nasional dan asing,” kata LaNyalla, saat sosialisasi empat pilar MPR RI dengan tema Ekonomi Kerakyatan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di Graha Kadin Jawa Timur, Senin (26/9/2022). Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, dengan Pancasila, konsep 4 P, yaitu Public, Private, People dan Partnership bisa dijalankan. Yaitu keterlibatan secara bersama, negara, swasta, dan rakyat dalam sebuah kerja bersama. “Rakyat harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, atau sumber daya alam di daerahnya. Sehingga keterlibatan rakyat mutlak menjadi persyaratan sebuah investasi sektor strategis. Sehingga keadilan sosial terwujud, dan kesejahteraan sosial dapat diwujudkan,” ujar LaNyalla. Menurut LaNyalla, inilah bentuk kedaulatan negara, termasuk kedaulatan dalam bidang ekonomi. Namun, konsep ekonomi pemerataan dengan penguasaan negara atas bumi air dan isinya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak ini mulai dirongrong sejak era 80-an. Hal itu berakumulasi ketika Indonesia terimbas krisis moneter dan Presiden Soeharto terpaksa menandatangani Letter of Intent dengan IMF, yang pada prinsipnya melucuti peran dan dominasi negara dalam perekonomian dengan menyerahkan kepada mekanisme pasar melalui privatisasi. “Pada saat itu kita telah meninggalkan total ekonomi kerakyatan. Puncaknya adalah ketika bangsa ini melakukan perubahan konstitusi tahun 1999 hingga 2002. Bangsa ini total menjadikan pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan pendapatan pajak sebagai tolok ukur kemajuan ekonomi nasional,” ujar LaNyalla. Akibatnya, dalam 20 tahun terakhir, oligarki ekonomi semakin menguat dan membesar, lalu menyatu menjadi oligarki politik, karena mereka juga memasuki ruang politik. LaNyalla menjelaskan, hakikat dari ekonomi Pancasila adalah ekonomi kerakyatan. “Salah satu prasyarat dari ekonomi kerakyatan adalah adanya keterlibatan negara secara aktif untuk memastikan bahwa rakyat berdaulat secara ekonomi,” kata LaNyalla. Alasan itu juga yang membuat para pendiri bangsa meletakkan pasal 33 ayat 1, 2 dan 3 di dalam Bab Kesejahteraan Sosial, bukan Bab Perekonomian Nasional. “Penjelasannya pun sangat rinci dan detail. Oleh sebab, perekonomian nasional berorientasi pada kesejahteraan sosial. Dan itulah konsep atau mazhab ekonomi nasional kita,” tutur LaNyalla. Namun, dalam amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002 lalu, pasal 33 diubah dengan ditambahkan ayat ke 4 dan 5, serta dimasukkan kepada Bab Perekonomian Nasional. “Ironisnya, naskah penjelasannya dihapus total. Padahal, naskah penjelasan pasal 33 di dalam UUD 1945 naskah asli sangat clear dan jernih, bahwa pemikiran para pendiri bangsa ini adalah ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang menyejahterakan rakyatnya,” tegas LaNyalla. Oleh karena itu, LaNyalla terus berkampanye untuk menata ulang Indonesia. “Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari. Untuk itu, kita harus kembali kepada Pancasila,” tegas LaNyalla. Menurutnya, sistem demokrasi Pancasila adalah yang paling ideal untuk Indonesia sebagai bangsa yang super majemuk. “Sistem demokrasi Pancasila mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari unsur perwakilan dan unsur penjelmaan rakyat,” tuturnya. Dikatakannya, ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam sistem demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, yang terpisah-pisah, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama di dalam sebuah Lembaga Tertinggi negara. Hadir pada kesempatan itu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono, SE., M.Si, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto beserta jajaran, Ketua Umum Kadin Surabaya Muhammad Ali Affandi, Ketua Umum BPC HIPMI Surabaya Denny Yan Rustanto, Ketua Umum BPC HIPMI Bangkalan Zhafira Ayu Ratri Aldania dan sejumlah pengusaha milenial.(Sof/LC)
Modus Peretasan Awak Redaksi Narasi Diungkap CISSReC
Semarang, FNN - Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Dr. Pratama Persadha mengungkap modus peretasan dan pengambilalihan nomor seluler sejumlah awak redaksi Narasi, antara lain, dengan malware (perangkat lunak berbahaya) dan mengakses kode verifikasi sekali pakai OTP.Dalam percakapan WA dengan ANTARA di Semarang, Senin petang, pakar keamanan siber itu mengatakan peretasan tersebut bisa dengan cara mengakses one time password (OTP) atau sistem pengamanan akun berupa kata sandi (password) yang bersifat sekali pakai.Pratama menjelaskan cara mengakses OTP melalui beberapa cara, yakni: pertama, dengan memalsukan identitas, lalu membuat SIM card di provider; kedua, mengakses OTP lewat akses provider telekomunikasi.Secara teknis, kata dia, memang memungkinkan tindakan peretasan ke sejumlah aset digital seseorang, seperti media sosial dan aplikasi pesan instan. Adapun cara paling mudah adalah memalsukan dokumen kartu tanda penduduk (KTP) dan datang ke kantor cabang provider telekomunikasi untuk meminta pergantian SIM card.\"Mereka bisa mengaku sebagai pemilik nomor dengan memalsukan KTP sesuai dengan registrasi terdaftar tadi. Ini sangat memungkinkan karena ada data bocor registrasi SIM card sebelumnya, jadi bisa digunakan,\" kata Pratama.Selain itu, lanjutnya, pelaku peretasan juga bisa melakukan akses terhadap OTP provider telekomunikasi dengan bantuan layanan pihak ketiga. Adapun tujuannya ialah untuk memperoleh OTP yang dikirimkan setelah ada permintaan (request) dari aplikasi.Dengan demikian, katanya, pelaku tidak perlu mengirimkan pesan penipuan untuk meminta OTP kepada target. Hal ini sering dilakukan oleh para penipu dengan mengaku sebagai kasir minimarket dan meminta OTP.Pratama mengaku pernah menjadi korban peretasan Telegram dan WhatsApp. Jadi, OTP yang harusnya masuk ke perangkat (device) Pratama diambil oleh pelaku terlebih dahulu dan tidak masuk ke perangkatnya.\"Namun, akun bisa saya ambil lagi karena mengaktifkan two factor authentication (otentikasi dua faktor) atau two step verification (verifikasi dua langkah),\" ujarnya.Dalam kasusnya, kata dia, para pelaku tidak meminta OTP karena sepertinya mereka mempunyai akses untuk mendapatkan OTP. Oleh karena itu, perlu cek ke layanan pihak ketiga yang membantu OTP provider telekomunikasi.Disebutkan pula bahwa beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah aset digital kita diambil lewat cara takeover (pengambilalihan) via pergantian SIM card di provider atau intersept di provider. Minimal mengaktifkan two factor authentication di aplikasi pesan instan dan media sosial.Ketika nomor ponsel diambil alih pihak lain, mereka belum tentu bisa login. Di beberapa aplikasi, bahkan sudah secara default, pengguna nomor ponsel diminta masukkan PIN tambahan selain password dan OTP. Dengan demikian, ada pengamanan tambahan.Untuk menghindari peretasan WhatsApp dan media sosial lainnya, lanjut Pratama, minimal harus mengaktifkan two factor authentication atau two step verification pada semua akun media sosial dan pesan instan. \"Selain itu, jangan lupa memasang antivirus, anti-walware pada smartphone,\" kata pakar keamanan siber Pratama Persadha. (Sof/ANTARA)
Parpol Diminta Kampanyekan Pemilu Sehat
Jakarta, FNN - Direktur Eksekutif Suara Politik Publik (SPP) Asrudin Azwar meminta kepada para partai politik (parpol) peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk melakukan kampanye pemilu yang sehat.“Melalui dua pengalaman Pemilu yang rawan gesekan itu (Pemilu 2014 dan 2019), saya mengimbau pada semua partai peserta Pemilu untuk mengkampanyekan pemilu yang sehat,” kata Asrudin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.Asrudin menuturkan bahwa tidak perlu lagi melakukan manuver politik ilegal yang justru merugikan publik dan merusak demokrasi itu sendiri.Sudah saatnya partai-partai politik berkontestasi berdasarkan visi, misi, dan berorientasi altruisme, atau mengutamakan kepentingan dan kebaikan publik di atas kepentingan politik sesaat.“Saya khawatir membiarkan perkembangan politik baru-baru ini akan membuat politik Indonesia tidak mengalami perubahan secara mendasar, dalam arti oportunistik daripada altruistik,” ucapnya.Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menanggapi munculnya sejumlah baliho di beberapa wilayah yang ia nilai merugikan tokoh politik dari Partai Gerindra.Dalam baliho tersebut, ucap Asrudin, terpajang foto Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto bersalaman. Kemudian di dalamnya terdapat kutipan dari Prabowo yang bertuliskan \'Saya mengakui kepemimpinan kenegaraan Pak Jokowi\'.“Padahal pemasangan baliho itu tidak berasal dari Gerindra dan tentu saja bukan merupakan bagian dari program kampanye Gerindra. Tapi dilakukan oleh tangan tak terlihat dalam politik,” ucap Asrudin.Untuk itu, Asrudin mendukung penuh langkah Gerindra untuk menyerahkan masalah Baliho ke jalur hukum melalui Kepolisian Daerah (Polda) masing-masing.“Dan ini juga menjadi kesempatan yang bagus bagi aparat hukum untuk mengembalikan citra-nya yang saat ini sedang rusak akibat kasus Ferdy Sambo dengan menangkap penyebar baliho (tangan politik tak terlihat) serta mencegah terjadinya manuver politik yang bisa merusak demokrasi di Indonesia,” kata Asrudin. (Sof/ANTARA)
Perundungan di Dunia Kedokteran Harus Dihentikan
Jakarta, FNN - Anggota Komisi IX DPR RI Muchamad Nabil Haroen meminta perundungan di dunia kedokteran harus dihentikan karena menimbulkan efek-efek traumatik pada korban, bahkan membuat pelayanan kesehatan bagi masyarakat menjadi tidak sempurna.\"Perundungan di dunia kedokteran ini merupakan fenomena gunung es yang harus dicari solusinya secara bersama-sama, distop karena merupakan tindak kejahatan,\" kata Nabil saat memberikan pidato kunci dalam diskusi kelompok terpumpun yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Jakarta, Senin.Dia menyebutkan beberapa efek traumatik dari perundungan di dunia kedokteran adalah munculnya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh dokter muda serta gangguan jiwa atau penyakit mental akibat tekanan mental besar dan luka batin.Dari efek traumatik itu, tambahnya, korban tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan secara optimal kepada masyarakat. \"Sebagian dokter menjadi pribadi yang punya penyakit mental dan kejiwaan. Dampaknya, tidak hanya bagi pribadi dokter, keluarga, tapi juga terhadap masyarakat secara luas. Bangsa Indonesia tidak bisa mendapatkan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang sempurna atau pada level terbaik karena dokternya oleng, punya masalah kejiwaan,\" jelasnya.Oleh karena itu, dia meminta praktik perundungan di dunia kedokteran jangan sampai dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Langkah awal untuk menghentikan masalah tersebut adalah dengan membenahi dunia pendidikan kedokteran.\"Kampus dan fakultas kedokteran atau kesehatan, sebagai pusat pendidikan bagi para dokter dan tenaga kesehatan, harus menyegarkan kurikulumnya. Proses pendidikan dari awal hingga menjadi dokter (umum), bahkan dokter spesialis, harus ditinjau ulang. Celah terjadinya perundungan bagi dokter harus segera ditambal dengan solusi untuk perbaikan,\" katanya.Selain itu, kerja sama dengan berbagai pihak juga harus segera dilakukan, seperti pelibatan aparat penegak hukum dalam memproses dan menindak tegas kasus perundungan.\"Harus ada solusi serta proses hukum yang jelas dan konkret, sehingga tidak ada yang dirugikan. Praktik perpeloncoan senior-junior ini harus berhenti. Ini merugikan kita semua, merugikan bangsa Indonesia. Pelaku kejahatan ini harus diproses hukum untuk efek jera dan menghentikan perundungan ini untuk selamanya di lingkungan para dokter,\" tegasnya.Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Besar IDI sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan IDI DKI Jakarta Slamet Budiarto mengatakan persoalan perundungan di dunia kedokteran terjadi karena sistem.Menurut Slamet, sistem dalam pendidikan kedokteran spesialis harus diperbaiki dan IDI perlu masuk ke dunia pendidikan spesialis untuk terlibat mencegah terjadinya kasus perundungan.\"Ini kan sudah bagian momok dari pendidikan spesialis sehingga bullying ini masih terjadi. Jadi, permasalahan utamanya adalah sistem ini harus diperbaiki. Yang kedua, IDI juga harus masuk dalam dunia pendidikan spesialis agar bisa menangani atau mencegah terjadinya bullying, terutama untuk peserta didik karena nanti korban berpotensi jadi tidak baik,\" katanya.Dia juga mengatakan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan DPR RI, harus bersinergi mencegah terjadinya perundungan di dunia kedokteran.\"Kalau pendidikannya baik, hulunya baik, maka keluarannya juga akan menjadi baik. Kalau pendidikannya kurang baik, maka dokternya berpotensi kurang baik. Jadi, masalah ini suatu hal yang harus cepat dan wajib ini segera diselesaikan,\" ujar Slamet. (Sof/ANTARA)
Eforia Anies, Tapi Jangan Lupa Mafia Ferdy Sambo Masih Sangat Kuat
Pekerjaan Listyo masih sangat banyak dan sangat “toxic”. Sebab itu, publik perlu memberikan perhatian dan dukungan agar Kapolri tidak lengah dan tidak setengah-setengah. Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Forum News Network (FNN) HARI-hari ini, semua orang sibuk dengan Pilpres 2024. Wajarlah. Pertama, karena rakyat menginginkan agar Indonesia tidak lagi amburadul. Kedua, karena rakyat mengalami krisis kepercayaan terhadap proses demokrasi. Mereka ditipu saat Pilpres 2019. Para penguasa jahat sepakat menipu rakyat. Meskipun penipuan itu akhirnya membawa hikmah juga. Nanti hikmah penipuan itu kita bahas terpisah. Tidak apa-apa Anda semua bergelut 24 jam untuk memastikan agar Anies Baswedan bisa ikut pilpres dan menang. Agar Anies tidak menjadi objek permainan partai-partai politik dan elit bandit yang selama ini memang kerjanya menipu. Silakan Anda beraktivitas agar rakyat tidak lagi diperdaya. Silakan Anda semua membentuk relawan pendukung Anies agar figur-figur yang bakal menjadi boneka oligarki tidak sampai masuk ke istana kekuasaan. Cukuplah sekali saja kita dipresideni oleh orang yang tidak memiliki kapabilitas dan tidak pula berkapasitas. Sehingga, sebagian besar rakyat sekarang ini memberikan perhatian kepada Anies Baswedan. Tidak masalah. Lanjutkan saja. Tetapi, Anda jangan lupa bahwa di tengah kesibukan Anda itu, geng mafia Ferdy Sambo masih sangat kuat. Jaringan mafia Ferdy Sambo di Polri sudah terlanjur masif dan berakar dalam. Geng mafia itu membuat polisi-polisi yang baik menjadi tertutupi, tersingkir, dan tak berdaya. Seperti kata Arteria Dahlan, anggota DPR Komisi III, polisi yang baik-baik menjadi stress. Jaringan Sambo tak bisa dianggap remeh. Dia dan kaki-tangannya, menurut Kamaruddin Simanjuntak – pengacara Brigadir Yoshua atau Brigadir J yang diduga kuat dibunuh secara sadis oleh Sambo – masih sangat ditakuti. Yang takut itu termasuk pimpinan Polri. Yang berbintang tiga, dan bahkan yang berbintang empat sekalipun. Kamariddin mencoba mendalami mengapa mereka merasa takut. Ketika Ferdy Sambo dinonaktifkan, para jenderal masih takut. Sambo dijadikan tersangka, mereka masih tetap gemetar. Kemudian, Satgatsus Merah Putih dibubarkan, tetap saja takut. Terus, Sambo dipecat. Masih saja kelihatan takut. Ini menunjukkan bahwa Sambo bukan jenderal sembarangan. Lebih-kurang, orang yang digambarkan sebagai Kaisar Judi ini bagaikan punya senjata pamungkas yang bisa melumpuhkan siapa saja di jajaran pimpinan Polri. Sekarang ini, kita bisa memahami situasi yang terjadi di Kepolisian. Sambo masihlah tetap Sambo. Dalam arti, jaringan yang dia bangun selama ini terbukti mampu membungkam semua polisi – yang tinggi, apalagi yang rendah. Alat bungkam Sambo bukanlah pistol. Tapi, kartu truf dan uang besar. Sambo tahu apa-apa saja yang pernah dilakukan oleh para pembesar Trunojoyo, kata seorang sumber berbintang yang tidak masuk lingkaran Sambo. Tidak hanya itu, Sambo juga menjaga hubungan baik dengan mereka. Yaitu, hubungan persaudaraan cuan. Sambo memahami kesenangan para pembesar di lingkungan Polri. Para hedonis yang haus cuan itu. Untuk itulah dia membentuk jaringan pengumpul duit judi – judi online atau judi offline. Inilah yang dijelaskan oleh diagram Kaisar Sambo dan Konsorsium 303. Diagram ini dibuat sangat detail dengan “deep knowledge” (pengetahuan yang dalam) tentang perlindungan judi dan aliran dananya ke Ferdy Sambo. Intinya, jaringan Sambo masih sangat kuat. Kalau pun kita melihat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengambil tindakan tegas kepada Sambo dan para perwira tinggi (pati), perwira menengah (pamen), dan perwira pertama (pama) yang ikut dalam gerbong mafia mantan Kadiv Propam ini, itu hanya langkah-langkah kosmetik belaka. Bukan satu tindakan serius untuk membersihkan Polri. Kalau Kapolri Listyo Sigit serius, kata Kamaruddin Simanjuntak, seharusnya jumlah tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J minimal 35 orang. Hingga saat ini hanya dimunculkan 5 tersangka saja. Ke mana yang 30 orang lagi? Boleh jadi bukan karena Kapolri tidak sungguh-sungguh. Melainkan karena dia tahu ranjau-ranjau Sambo yang bisa menyebabkan fatalitas. Salah-salah, Jenderal Listyo Sigit sendiri bisa tergiring ke pojok yang mematikan. Semua orang sepakat bahwa Polri harus diselamatkan dari virus Sambo. Mafia Sambo harus diberantas habis. Untuk saat ini, yang harus berada di depan adalah Kapolri. Dia harus menunjukkan kepada publik bahwa dia masih memegang kendali navigasi Polri. Pekerjaan Listyo masih sangat banyak dan sangat “toxic”. Sebab itu, publik perlu memberikan perhatian dan dukungan agar Kapolri tidak lengah dan tidak setengah-setengah. Di tengah eforia pencapresan Anies Baswedan yang saat ini menyita perhatian kita semua, jangan lupa mafia Ferdy Sambo masih sangat kuat. (*)
Beda Kelas Jauh: Kepala BRIN Kok Bandingkan dengan Habibie, Mendag dengan Pak Harto
PENGAMAT Politik Rocky Gerung mengatakan, kalau sebuah pemerintah itu membandingkan dirinya dengan yang lalu itu artinya nggak ada kepercayaan diri pemerintahannya itu. “Kalau yang membanding-bandingkan akademisi, itu masuk akal. Tapi, kalau pelakunya yang membandingkan kan ngacau. Padahal, nggak ada cara yang lebih masuk akal daripada mengakui bahwa memang tidak berprestasi,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Senin (26/9/2022). “Jadi, berakar di situ kecemburuan pada orang lain sebenernya. Jadi, sekali lagi, menteri-menteri ini sudah diem sajalah, karena memang mereka nggak bisa kerjanya,” lanjutnya saat dialog dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief. Berikut petikan dialog lengkapnya., Halo halo Bung Rocky. Ini Background-nya beda nih, suasananya. Kelihatannya nggak di tempat yang biasa Bung Rocky. Oh, iya, saya lagi di Tokyo. Ada seminar soal lingkungan, soal energi alternatif. Kelihatannya soal-soal biomassa itu menjadi favorit isu dunia sekarang. Tahun ini dibicarakan di sebuah forum di Tokyo dan saya diundang untuk jadi pengamat, bukan jadi pengusaha. Kan ada pengusahanya, pengusaha cangkang dan ada researcher. Jadi begitu kira-kira. Cangkang sawit ya ini maksdunya? Cangkang bekas batok-batok sawit. Cangkang sawit. Jangan banding-bandingkan antara insiden cangkang. Ada orang yang hanya cangkangnya doang. Itu bedanya. Kalau cangkang sawit masih berguna tapi kalau cangkang kepala atau batok kepala kadangkala nggak berguna karena, bahkan, isinya nggak ada. Ini saya perhatikan orang memang lagi senang membanding-bandingkan. Kemarin setelah sekian lama pendukung Pak Jokowi selalu membanding-bandingkan dengan Pak SBY, sekarang giliran demokrat melalui AHY mulai membandingkan kinerja bangunan di masa Pak SBY dengan Pak Jokowi yang dianggap Pak Jokowi itu tinggal gunting pita. Kan pernah juga di Jakarta Pak Anies di Jakarta juga dikatakan tinggal gunting pita pada proyeknya Pak Jokowi dan Ahok. Tapi yang tidak menarik justru Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Laksana Tri Handoko, yang kini sedang menjadi sorotan karena dia juga membanding-bandingkan dengan eranya Pak Habibie yang katanya jangan diulang lagi. Terus, yang terakhir ini yang lagi ramai juga tentang Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan yang menyinggung soal beras dalam negeri yang sekarang ini jauh lebih bagus dibandingkan dengan zaman Pak Harto. Ini saya jadi ingat tentang penyanyi Farel Prayoga, Ojo Dibanding-bandingke. Kalau yang membanding-bandingkan akademisi, itu masuk akal. Tapi kalau pelakunya yang membandingkan kan ngacau itu. Makanya, kalau Pak SBY membandingkan dengan Pak Jokowi nggak boleh sebetulnya. Biarkan pengamat yang membandingkan. Demikian juga Pak Jokowi jangan membandingkan dengan Gajah Mada. Jadi, sebetulnya itu biasa saja analis membandingkan prestasi Pak Harto di bidang swasembada pangan dan Pak Jokowi entah swasembada apa itu kan. Jadi, sebetulnya kalau ada riset itu boleh dibandingkan, tapi kalau dari menteri perdagangan langsung bikin perbandingan ngapain. Memang dia researcher. Datanya. Oh iya, datanya ada, tapi bukan datanya yang dibandingkan tapi kebijakannya. Jadi, kalau sekarang ini menteri-menteri Pak Jokowi mulai membanding-bandingkan itu tanda nggak percaya diri. Jadi, kalau sebuah pemerintah membandingkan dirinya dengan yang lalu itu artinya nggak ada kepercayaan diri pemerintahannya itu. Yang boleh membandingkan itu researcher-nya atau penelitinya. Kalau ada kalangan kampus membandingkan ya masuk akal. Kalau pemerintah Jokowi membandingkan dengan SBY pasti Pak Jokowi membesar-besarkan dirinya. Kan nggak mungkin Pak Jokowi bilang oh Pak SBY lebih bagus dari kita tuh, Pak Harto lebih bagus dai kita. Nggak bisa itu pasti. Jadi dari awal itu sudah pasti buyers. Pertanyaannya, kenapa musti membandingkan? Kan yang penting dipercaya. Jadi, dibandingkan pun kalau faktanya nggak ada ya emak-emak bisa bilang yang zaman Pak Harto memang lebih bagus kok. Tersedia bahan pokok. Lalu dibilang enggak emak-emak, Pak Harto lebih buruk. Kalau begitu sekarang tersedia dua kali lipat dibanding Pak Harto dong. Ada juga. Jadi itu yang seringkali kita anggap nggak ada kerjaan rezim ini. Mencari pembenaran dengan membandingkan. Tapi justru dari situ sebagai pengamat kita mencium adanya sebuah indikator itu ya, mengapa kok tiba-tiba sering bener memunculkan perbandingan. Itu kan jadi seperti yang Anda sebut tadi: Satu kepercayaan diri yang rendah. Yang kedua, dia ingin memberikan justifikasi. Itu kayak anak kecil saja kan. Dia bikin salah tapi bilang ya tapi lo salahnya lebih gede. Padahal, nggak ada cara yang lebih masuk akal daripada mengakui bahwa memang tidak berprestasi. Kan dicatat dalam statistik dunia bahwa Indonesia nggak tumbuh. Apalagi, kalau perbandingannya itu dipakai yang dari Pak Jokowi, bahwa 7% lalu 10% meroket. Oke, mungkin dikortinglah karena ada covid dan sebagainya dan pandemi masih berlangsung. Global supply change-nya macet. Tapi bukan dengan cara membandingkan, tapi akui saja. Kalau mau membandingkan misalnya membandingkan jumlah investasi di bidang pertanian antara Indonesia dan Vietnam lalu lihat, mana yang berhasil. Bukan dengan membandingkan dengan Pak Harto, itu nanti diketawain Pak Harto dari alam baka. Ya, mari kita bersikap adil. Begitu ya Bung Rocky. Mari kita membuat penilaian karena kan kelihatannya mereka membanding-bandingkan itu karena ingin mengunggulkan mereka sendiri. Kalau saya lihat ini lebih pada Pak Zulkifli Hasan karena beliau kan seratus hari kinerjanya. Jadi beliau itu ingin memberikan semacam atau menyampaiakn keberhasilan programnya dia. Tapi orang kemudian tidak bisa lepas menilai bahwa ini merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi. Memang itu. Kalau membandingkan ya menteri yang sekarang dengan menteri sebelumnya yang habis dipecat. Kan begitu mustinya. Jadi kalau rakyat ternyata menemukan bahwa oh ya, yang dilakukan oleh menteri sekarang, itu artinya PAN lebih bagus dari menteri sebelumnya yang dari PKB. Berarti, elektabilitas PAN lebih tinggi dari PKB. Nggak ada juga itu. Jadi, nggak ada gunanya bikin perbandingan kalau sekadar mau bikin raport. Itu raport-nya dia tulis sendiri akhirnya tuh. Pak Zulkifli Hasan bisa menulis sendiri raport-nya itu, yang sebetulnya merah terus dikasih tinta biru. Padahal, sebetulnya hal yang paling masuk akal, yang paling kasat mata yaitu melambungnya harga-harga. Bagaimana mumgkin kita bisa bandingkan Pak Harto yang pernah swasembada dengan yang sekarang yang impor terus. Itu saja sudah lain bedanya kan? Jadi, kita musti importir beras. Jadi, hal-hal semacam itu yang nggak masuk akallah. Mungkin Pak Mendag sekarang lagi frustasi, sehingga apa yang mau dibandingkan ya sudah tiba-tiba dapat ide. Di luar Pak Zulkifli Hasan tadi ada juga Pak Kepala BRIN yang sekarang sudah mulai membandingkan dengan pada era Pak Habibie. Dan, beredar videonya yang dikomentari oleh Fadli Zon. Jadi, ini saya kira bukan gejala pada Pak Zulkifli Hasan tapi juga gejala pada pejabat di pemerintahan ini. Jadi, berakar di situ kecemburuan pada orang lain sebenarnya. Berupaya untuk bercermin lalu dia anggap dia cantik. Padahal di belakang cermin itu diketawain sama genderuwo yang di belakang cermin. Ngapain muji-muji diri sendiri. Tetapi ini sudah saatnya kita beri semacam peringatan agar berhenti membanding-bandingkan, mulailah dengan prestasi sendiri, kan itu sebetulnya. Dan, Pak Jokowi akhirnya akan membanding-banndingkan antara dirinya dengan Pak Jokowi sebelumnya kan? Kan Jokowi periode pertama dan Jokowi periode kedua. Akhirnya begitu perbandingannya. Lalu apa sih? Ya sama-sama Jokowi. Jadi intinya seperti itu. Kalau orang bilang ya Jokowi periode pertama gagal memberi janji janji, periode kedua lebih gagal lagi kan. Kan kalau di awal sudah gagal ya di ujung juga gagal. Sekarang malah masih memaksa. Tapi, kita mau kasih beban baru pada pemerintahan ini saja untuk menjawab tuntutan kenaikan harga. Itu saja. Dasar itu saja sebetulnya sudah nggak bisa itu. Jadi, mau membandingkan dengan Pak Harto ya Pak Harto tetap pelihara stabilitas harga. Nggak pernah ada harga yang naik di zaman Soeharto. Dan, itu yang orang ingat bahwa semua ketersediaan kebutuhan pokok tersedia di zaman Pak Harto. Bensin nggak ada yang naik gila-gilaan. Sembilan bahan pokok itu diterangkan setiap hari oleh ahlinya. Kalau sekarang siapa yang mau terangkan bahwa ada stabilitas 9 bahan pokok. Dan itu tidak mungkin kita percaya bahwa ada hal yang bagus yang harus diperlihatkan oleh pemerintahan Pak Jokowi. Jadi, sekali lagi, menteri-menteri ini sudah diem sajalah, karena memang nggak bisa kerjanya. Yang bisa kerja cuma satu orang, namanya LBP. Jadi, nggak ada kemungkinan lagi kita memperbaiki diri karena orang yang mampu memperbaiki diri, coba lihat Pak Zulkifli Hasan sudah berapa lama jadi menteri, dan nggak ada hasilnya. Sekarang stabiltas politik nggak ada, pertumbuhan ekonomi nggak ada, lalu orang cari-cari cara untuk menjagokan diri atau memuji-muji dirinya sendiri. (Ida/sws)
Menjegal Langkah Anies Baswedan
Apakah pidato itu hanya dimaksudkan sebagai upaya mengingatkan para kader PD? Apakah itu juga dimaksudkan sebagai tanda-tanda kecurangan itu akan dilakukan terhadap Anies? Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior MESKIPUN baru pada tahap isu, namun suara-suara yang akan menolak calon presiden yang bukan dari partai politik ternyata bukan isapan jempol. Karuan saja hal ini mendapatkan perhatian serius dari beberapa kalangan tertentu. Karena dikuatirkan akan melahirkan suasana baru yang kontra produktif bagi penyelenggaraan pemilu yang demokratis di negeri ini. Bagaimanapun, wacana ini tentu saja melahirkan sejumlah praduga. Ke manakah arah wacana ini dikembangkan? Siapa yang akan disasar oleh mereka yang menggagas ide ini? Secara gamblang, tentu orang akan mengasosiasikannya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Tak bisa dipungkiri lagi, Mantan Menteri Pendidikan itulah sejatinya yang hendak dibidik. Sebab dialah salah satu bakal calon presiden yang sangat potensial akan maju pada pemilu 2024 mendatang. Dengan elektabilitas yang tak boleh dianggap enteng. Dan yang paling penting, dia adalah satu-satunya yang tidak berasal dari partai politik. Selain itu, bukan tak mungkin para bakal calon lain merasa ketar-ketir bila nanti berhadapan dengan Anies. Yang semakin mendapatkan perhatian dari rakyat pemilih dari berbagai pelosok tanah air. Anies dielu-elukan orang di banyak kesempatan. Padahal dia belum berkampanye. Dan, penting untuk diingat, bahwa survey-survey yang memperlihatkan elektabilitasnya yang tinggi sama sekali tidak ada sangkut paut dengan dirinya. Tidak bohong alias tidak dibuat-buat. Dan so pasti tidak dibayar olehnya. Misalnya, polling pilpres yang dilakukan Indonesia Lawyers Club (ILC), 17-19 September lalu. Dari 56 ribu lebih warganet yang berpartisipasi dalam polling itu, hasilnya: Anies memperoleh 77,3 persen vote, Ganjar Pranowo 14,2 persen, dan Prabowo 8,6 persen. Wacana balon Capres dan Cawapres harus kader partai ini bukanlah barang baru. Sudah ada jauh sebelum Anies menyatakan siap menjadi bakal calon presiden. Seandainya ada partai yang mencalonkan dirinya. Seperti diungkapkannya kepada Reuters, dikutip dari Taipeitimes, Jumat (16/9/2022). Bukan rahasia lagi, Anies memiliki potensi yang besar. Dengan kualitas, kapasitas dan integritas diri yang tidak diragukan lagi. Jika dibandingkan dengan sejumlah nama yang disebut-sebut bakal maju, Anies dianggap paling unggul. Dengan kerja kerasnya yang tanpa gembar-gembor. Lalu, prestasi yang berhasil ditorehkannya membuat namanya semakin harum. Semakin menjadi pusat perhatian banyak orang. Dan bisa dipastikan, tentunya, hal inilah yang mendorong lahirnya wacana itu. Sebelumnya, tidak banyak yang menduga wacana ini akan berhembus begitu rupa. Tapi, politisi PKS Habib Abu Bakar Al Habsyi barangkali termasuk yang terbuka mengemukakannya di ruang publik. Dalam percakapan di podcast Refly Harun, yang diunggah pada Senin, 4 Juli 2022. Tentu saja, bisa jadi ada orang yang tak sependapat. Bahwa hal itu adalah upaya untuk menjegal Anies. Tapi sejumlah fakta secara terang-benderang bicara tentang hal itu. Diakui atau tidak, sekarang banyak kenyataan yang mengarah kepada upaya-upaya untuk menjegal Gubernur DKI Jakarta itu maju sebagai bakal calon presiden. Artinya, itu hanya salah satu upaya. Tapi bukan berarti tidak ada upaya lain, yang sedang dan akan dilakukan. Sepanjang Anies masih tetap dianggap ancaman bagi lawan-lawannya yang akan bertarung nanti. Wakil Ketua MPR RI Dr. Hidayat Nur Wahid (HNW) mengakui, wacana itu pernah bersebaran di kalangan anggota parlemen. Tapi, katanya, berkat perlawanan dari sejumlah pihak, khususnya PKS, wacana tersebut dapat dikatakan sudah layu sebelum berkembang. Meski demikian, tentu HNW tidak menolak bahwa upaya dengan cara itu pernah ada. Menjegal Anies Sejak terpilih sebagai pemenang pemilihan Gubernur DKI Jakarta awal Mei 2017 lalu, berbagai rintangan dihadapkan kepadanya. Betapa pun, Anies adalah pemenang Pilkada DKI Jakarta, yang sukses mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Calon petahana yang didukung pemerintah pusat, oligarki, bahkan media mainstream. Kekuatan-kekuatan luar biasa. Sebelumnya nyaris mustahil untuk bisa mengalahkan Ahok. Tapi itu sudah terjadi. Akibat kerasnya pertarungan antar pendukung, bangsa ini terbelah jadi dua. Sudah muak kita mengulangi menyebut cebong dan kampret. Tapi apakah ada yang berusaha menghilangkan keterbelahan itu? Sebaliknya terkesan malah berusaha memeliharanya. Apalagi kemudian ada buzer pemerintah yang tiada henti mengipas. Memprovokasi. Agar bangsa ini makin terbelah. Kalau mau memperhatikan agak jeli, upaya untuk menjegal Anies dapat dilihat dari berbagai cara. Pertama, melalui kasak-kusuk pembentukan undang-undang di parlemen. Seperti kita sebutkan di atas. Bahwa bakal calon presiden itu harus berasal dari kader partai politik. Kedua, tudingan adanya kriminalisasi atas Anies dengan menggunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Soal ini banyak yang menilai bahwa pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Anies selama 12 jam lebih di KPK membuktikan tudingan ini. Ketiga, serangan lewat media. Bukankah sudah jadi rahasia umum bahwa tidak satu pun media mainstream di negeri ini yang mau melirik berita-berita positif tentang Gubenur DKI Jakarta itu. Apalagi untuk memberitakan sejumlah prestasi yang sudah dia ukir. Sebaliknya. yang ada adalah upaya mendegradasi citra dirinya. Pemasangan foto Anies yang disandingkan dengan berita korupsi di harian Kompas, pada Kamis, 8 September 2022, lalu adalah sebuah bukti yang tidak terbantahkan. Walaupun Kompas mengakui lalai pasang foto Anies dalam Head News Tentang Koruptor, namun publik bisa menilai. Bahwa kebencian itu ada. Tidak bisa dinalar media besar seperti Kompas mengaku lalai melakukan serangan yang mengerdilkan dirinya sebagai media yang independen tidak memihak. Bagaimanapun, banyak yang menilai bahwa tindakan Kompas ini tidak bisa dianggap sebagai sebuah keteledoran biasa. Pengamat politik Rocky Gerung bahkan mengatakan bahwa hal itu merupakan framing bahwa Anies itu koruptor. Sebagai media dari kelompok non-muslim yang mengaku non partisan terbukti Kompas dalam bawah sadarnya terperangkap dalam perbuatan Islamofobia. Sejumlah pihak yang tidak suka Anies dengan menggunakan media selalu menyerang Anies menggunakan narasi kebencian. Salah satunya adalah dengan mencap dirinya sebagai tokoh yang suka memainkan politik identitas. Padahal bukankah perbuatan Islamofobia seperti yang dilakukan Kompas membuktikan bahwa mereka sendirilah sebenarnya yang tiada henti melakukan politik identitas. Seperti maling teriak maling. Keempat, memilih untuk tidak memilih. Hal ini dapat dilihat dari upaya Nasdem sebagai partai yang lebih awal menyatakan akan mencalonkan Anies sebagai presiden pada pemilu 2024 mendatang. Mestinya publik jangan sampai terkecoh. Bisa jadi hal ini hanyalah akal-akalan untuk menggerek elektabilitas partai. Karena begitu besarnya kegandrungan publik terhadap sosok Anies. Jangan sampai tindakan Nasdem ini hanyalah hembusan angin surga saja buat para pencinta Gubernur DK Jakarta itu. Soalnya, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali pada Kamis (22/9/2022) mengatakan, partainya tidak akan mendukung figur calon presiden yang tak mau berkomitmen meneruskan program pembangunan Presiden Joko Widodo. Sebagaimana dilansir Kompas.com, Jum’at (23/9/2022). Hal itu menunjukkan bahwa Nasdem hanya memilih untuk tidak memilih. Dengan mengajukan syarat yang rasa-rasanya tidak akan diterima Anies. Tokoh populis yang punya karakter dan kapasitas untuk membangun bangsa ini ke depan. Bisa jadi juga tidak akan disetujui orang-orang di PD dan PKS yang berharap adanya perubahan kebijakan pemerintah sesudah ini. Kelima, soal kemungkinan terjadi pemilu dicurangi. Di kalangan netizen belakangan ini banyak sekali suara-suara kritis terhadap rejim. Dengan menyebutnya sebagai rejim kardus digembok. Sebagai bukti ketidakpuasan masyarakat pemilih terhadap proses penyelenggaraan pemilu 2019 silam. Walaupun tidak dapat dibuktikan secara hukum di MK bahwa pemilu 2019 itu curang. Meski demikian, pidato Presiden Indonesia ke-6, DR. Susilo Bambang Yudhoyono, dalam Rapimpnas PD di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta beberapa hari lalu, sempat membuat publik geger dan viral. Dia menjelaskan akan “turun gunung” karena mendapatkan informasi akan adanya kecurangan pada Pemilu 2024. Apakah pidato itu hanya dimaksudkan sebagai upaya mengingatkan para kader PD? Apakah itu juga dimaksudkan sebagai tanda-tanda kecurangan itu akan dilakukan terhadap Anies? Yang jelas, Anies tampaknya sudah semakin bulat akan disandingkannya dengan Ketum PD Agus Harimurti Yudhoyono. Tentunya terpulang kepada anda semua untuk menjawabnya. (*)
Jokowi: Sebentar Lagi Anies Masuk Penjara!
People Power bisa jadi solusi menghentikan kecurangan itu. Artinya, lebih baik revolusi rakyat dengan meminta Jokowi turun sendiri dengan bijak seperti Pak Harto dan Gus Dur, daripada rencana kecurangan itu terjadi. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih “THE ballot is stronger then the bullet,” kata Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln: Ya, dalam pemilu, suara lebih kuat dari peluru. “Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu,” kata Franklin D. Roosevelt. Kecurangan Pilpres 2024 (kalau jadi dilaksanakan), sebelum keburu rezim tumbang oleh kekuatan massa yang saat ini terus merangsek meminta Presiden Joko Widodo turun. Skenario kecurangan seperti sukses kecurangan pada Pilpres 2019 sudah dirancang jarak jauh oleh kekuatan Oligargi yang akan mengerahkan semua energi kekuatan dan finansialnya untuk tetap berkuasa dan mengendalikan negara ini. Tataran demokrasi tetap harus ada dalam kendalinya, apapun yang terjadi adalah kemenangan dan kembali berkuasa. Nampaknya Jokowi kebagian sebagai pelaksana untuk memaksakan proses skenario yang harus dilaksanakan. Skenario tersebut tercium oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), buru-buru menginformasikan jarak jauh skenario kecurangan yang akan terjadi pada Pilpres 2024, kepada masyarakat luas. Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti diinginkan oleh mereka hanya ada dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka,” urai SBY dalam video di akun TikTok @pdemokrat.sumut, seperti dikutip Liputan6.com, Ahad (18/9/2022). Kabar tersebut diperkuat oleh politisi Demokrat, Andi Arief, yang mengatakan bahwa menanggapi pernyataan Presiden Jokowi soal elektabilitas tinggi tidak jaminan bisa nyapres. Andi curiga, pernyataan Kepala Negara itu, sebagai upaya menjegal Anies untuk mendapatkan tiket capres. Kecurigaan Andi itu menuai pro dan kontra di kalangan warga dunia maya. Kecurigaan Andi itu dituangkannya dalam beberapa cuitan, di akun Twitter miliknya, @Andiarief_, kemarin (24.09.2022). Tiba tiba muncul dalam sebuah tayangan video oleh Ketua Bappilu Demokrat Andi Arief (terpantau 25.09.2022). “Silahkan saja mau dimuat muatlah” Menurutnya, SBY bukan orang sembarangan informasinya kualitasnya dia cek satu-persatu. Dia sudah ketemu dengan seluruh pimpinan partai selain PDIP, semua mengeluh. Dia sudah mendengar langsung skenario dua pasang. Lalu, dia melakukan pengecekan pada orang yang mendengar langsung dari mulutnya P Presiden. P. Presiden hanya mau dua calon. Kena apa hanya dua calon P Presiden. Kan ada Anies dan Ganjar O, Anies sebentar lagi masuk penjara Terus partai partai lain di KIB apa segala, kalau nggak nurut. Tinggal masuk penjara aja itu. Ini adalah sebuah informasi politik yang mengerikan bukan hanya masalah SBY dengan Presiden Jokowi tetapi harus menjadi perhatian semua lapisan masyarakat. Bahwa kecurigaan akan terjadinya kecurangan pada Pilpres 2024 bukan omong kosong. Tanpa pengawalan dan perlawanan sejak dini dan super ketat dari masyarakat luas, proses demokrasi yang kita dambakan dan kita bangun bersama akan dibajak dan dihancurkan oleh sekelompok para bandit, bandar, dan badut politik jahat di Indonesia. Informasi ini harus dimetamorfosa menjadi perhatian sejak dini dan harus dilawan It\'s now or never .. Tomorrow will be to late (sekarang atau tidak pernah – Besok atau semua terlambat). Pilihannya adalah: Aut non tentaris, aut perfice (laksanakan hingga tuntas atau jangan mengupayakan sama sekali). Diam tertindas atau bangkit melawan. People Power bisa jadi solusi menghentikan kecurangan itu. Artinya, lebih baik revolusi rakyat dengan meminta Jokowi turun sendiri dengan bijak seperti Pak Harto dan Gus Dur, daripada rencana kecurangan itu terjadi. Skenario kecurangan pada Pilpres 2024 harus digagalkan dan kembali pada proses demokrasi dan rakyat sebagai pemilik kedaulatan mestinya tidak boleh dikangkangi atau bunuh oleh kejahatan politik para Oligarki. (*)