ALL CATEGORY

Generasi Z dan Y akan Membuat Transformasi Digital Lebih Cepat

Jakarta, FNN - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan generasi Z dan generasi Y yang dianggap sebagian orang generasi “kepo” akan membuat transformasi digital di Indonesia lebih cepat.Generasi Z dan generasi Y dianggap memiliki tiga ciri utama, yakni agile, kreatif, dan curiosity (memiliki keingintahuan yang tinggi). “Mungkin banyak yang bilang ini generasi \'kepo\', ya benar. Tapi kalau kepo-nya positif, gapapa, karena ini akan membuat transformasi digital kita lebih cepat, dan pemerintah harus memberikan program yang tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu,” kata dia dalam Innovation Conference (ICON) 2022 yang diadakan GDP Venture di Jakarta, Jumat.Salah satu bentuk transformasi digital yang sedang didorong ialah pemberian visa terhadap digital nomad. Presiden Joko Widodo disebut telah mendorong para pemangku kepentingan terkait guna memberikan visa dan persyaratan yang diinginkan digital nomad agar mereka tak berpindah ke tempat lain.Sandiaga menceritakan pengalaman ketika mendatangi Bali, lalu bertemu dengan sejumlah orang di Canggu yang sudah menciptakan semacam digital help bagi digital nomad. Adanya digital help merupakan solusi yang membuat para digital nomad tetap berminat berkunjung ke Bali, terutama Canggu.“Canggu berada di peringkat nomor dua sebagai destinasi yang paling diminati oleh digital nomad, Indonesia negara terindah menurut Forbes, Bali destinasi ter-happy di dunia. Kita sudah punya semuanya, jadi pemerintah harus cepat memberikan kebijakan yang memfasilitasi mereka dengan lebih baik,” ungkap Sandiaga.Upaya mempercepat pemberitaan visa kepada digital nomad merupakan perwujudan dari konsep Gercep, yakni Gerak Cepat.Kedua, pihaknya mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk mengawal momentum kepulihan pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) di Indonesia sebagai perwujudan dari Geber (Gerak Bersama).Seperti diketahui, sektor parekraf tanah air berada di posisi 32 atau meningkat 12 peringkat berdasarkan Travel & Tourism Competitiveness Index (TTCI) pada tahun 2021. Posisi tersebut berada di atas Vietnam, Thailand, dan Malaysia.Karena itu, ia menekankan masyarakat tetap berwisata di Indonesia sehingga posisi sektor pariwisata dapat semakin lebih berkembang.Begitu pula dengan sektor ekonomi kreatif (ekraf) di Indonesia yang menempati posisi ketiga di dunia.“Amerika Serikat berada di posisi pertama dengan Hollywood, country music, dan Coachella. Kedua adalah Korea Selatan karena ada drakor (drama Korea) dan K-Pop, tapi Indonesia sudah di posisi tiga dengan 7,5 persen kontribusi ekraf terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) kita,” ucapnya.Ia mengajak masyarakat mengurangi tontonan drakor dan beralih menonton drama horor (drahor) seperti KKN di Desa Penari dan Pengabdi Setan 2. Menparekraf juga meminta warga Indonesia untuk lebih sering mendengar dangdut koplo (D-Kop) sembari mengurangi musik-musik K-Pop.Jika melakukan kedua hal tersebut, Sandiaga memprediksi sektor ekraf Indonesia dapat mengungguli Korea Selatan dalam waktu 5-10 tahun ke Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki 270 juta penduduk, pengguna internet yang besar, dan ekosistem digital yang baik.Terakhir, pihaknya juga melakukan Gaspol (garap semua potensi online) mengingat Indonesia memiliki nilai ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, tanah air turut menjadi tujuan investasi terpopuler di ASEAN dengan total Rp300 triliun. (Ida/ANTARA)

Dalam Peringatan 70 Tahun Kerjasama, Indonesia-Jerman Perkuat Hubungan Bilateral

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkuat hubungan bilateral Indonesia dengan Jerman dalam peringatan 70 tahun kerjasama kedua negara.“Pada tahun 2021, Jerman adalah mitra dagang terbesar Indonesia di antara negara-negara Eropa dengan total perdagangan mencapai 6 miliar dolar AS. Untuk periode 2015 hingga 2021, total investasi Jerman di Indonesia lebih dari 1 miliar dolar AS dengan lebih dari 250 perusahaan Jerman yang beroperasi di Indonesia,” ungkap Airlangga dalam keterangan resmi, Kamis.Airlangga juga meyakini perdagangan dan kerjasama investasi kedua negara akan memberikan keuntungan lebih banyak bagi kedua pihak dengan pemberlakuan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IU-CEPA).Indonesia dan Jerman juga akan meningkatkan upaya kolaboratif untuk mengembangkan teknologi bersih dan terbarukan, infrastruktur hijau, dan pembiayaan hijau sebagaimana tampak dari kehadiran Presiden Joko Widodo dalam KTT G7 di Kastil Elmau, Jerman.“Presidensi Indonesia dalam G20 bersamaan dengan momentum Presidensi Jerman dalam G7. Indonesia berharap tahun ini, kedua negara dapat menjadikan pertemuan G20 sebagai salah satu tonggak penting bagi hubungan antara Indonesia dan Jerman,” ujarnya.Airlangga menyampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Ekonomi dan Iklim Jerman Robert Habeck dan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier sebelumnya, Indonesia dan Jerman membahas dan memperkuat kemitraan yang solid dalam mewujudkan industri 4.0.“Tahun depan, Indonesia kembali menjadi official partner country Hannover Messe. Saya berharap momentum tersebut dapat memperluas dan memperdalam hubungan ekonomi Indonesia dan Jerman,” kata Menko Airlangga.Selanjutnya, Indonesia dan Jerman sama-sama menyambut baik inisiatif pembentukan Joint Economic and Investment Committee Indonesia – Jerman.“Pada kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan harapan besar kami dalam menyambut Kanselir Jerman Olaf Scholz di Bali dalam KTT G20 mendatang. Saya percaya inilah saatnya bagi kedua negara memanfaatkan momentum dengan membangun kemitraan yang kuat,” pungkasnya. (Ida/ANTARA)

Ada Kesamaan Visi dan Semangat antara AHY dengan Anies Baswedan

Jakarta, FNN - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyebut dirinya memiliki visi dan semangat yang sama dengan Anies Baswedan.  \"Mas Anies memiliki visi dan spirit yang sama. Oleh karena itu, tidak heran ketika \'chemistry\' yang terjadi juga semakin kuat karena kami dipertemukan oleh visi, misi, prinsip, dan etika untuk memajukan bangsa ke depan,\" kata AHY usai menerima silaturahmi politik Anies Baswedan di DPP Demokrat Jakarta, Jumat.  Anies Baswedan bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan Tajuk Silaturahmi Politik Anies-AHY di Kantor DPP Partai Demokrat Jakarta pada Jumat, sekitar pukul 10.00 WIB. Pertemuan digelar tertutup hanya antara Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, dan pengurus Partai Demokrat. Pertemuan berlangsung sekitar satu jam.  Silaturahmi politik Anies Baswedan dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dilakukan atas kehendak bersama untuk menyatukan energi perubahan dan perbaikan untuk bangsa ini.  Sebelumnya, Anies dan AHY sendiri sebagai dua sahabat sudah berulangkali melakukan pertemuan, membahas isu-isu kemasyarakatan, dan kebangsaan terkini. Contohnya, kata dia, isu-isu kemasyarakatan. Menurut AHY ada semangat sama di masyarakat yang berharap Indonesia lebih baik ke depan.  \"Isu-isu di bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, termasuk isu-isu dalam demokrasi, kebebasan sipil, serta penegakan hukum dan keadilan. Kami berharap masyarakat Indonesia bisa semakin baik hidupnya dari waktu ke waktu. Dan tentu kami menunjukkan kepedulian dan empati,\" katanya.  AHY menyampaikan apresiasi terhadap Anies Baswedan yang sampai dengan masa-masa menjelang akhir masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta masih bekerja keras dan tidak mengenal waktu untuk melayani masyarakat Jakarta.  \"Tadi malam kita ikuti, beliau hadir di tengah-tengah warga atas musibah banjir yang sempat ada korban jiwa. Ini menunjukkan Mas Anies memiliki \'leadership in crisis\', itulah yang dibutuhkan dalam membangun bangsa ini ke depan,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)

Anies Baswedan Memberi Sinyal Kemungkinan NasDem, Demokrat, dan PKS Dalam Satu Aliran

Jakarta, FNN - Anies Baswedan memberikan sinyal kemungkinan Partai NasDem, Demokrat, dan PKS nantinya membangun satu aliran baru. \"Kami semua sedang dalam percakapan apa yang sudah dilakukan Partai NasDem, sekarang bicara juga dengan teman-teman Demokrat, insyaallah percakapan akan meluas dengan PKS,\" kata Anies Baswedan usai bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di Jakarta Jumat.  Aliran tersebut, kata Gubernur DKI Jakarta itu, jika benar-benar terwujud, maka diharapkan akan membuat Bangsa Indonesia menjadi lebih baik ke depannya. \"Mudah-mudahan nanti membangun sebuah aliran baru di dalam kita membangun Indonesia lebih baik. Percakapan ini semua bagian dari tanggung jawab dan memiliki tanggung jawab yang sama untuk membuat Indonesia lebih baik,\" kata dia.  Anies Baswedan bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan Tajuk Silaturahmi Politik Anies-AHY di Kantor DPP Partai Demokrat pada Jumat, sekitar pukul 10.00 WIB.  Pertemuan digelar tertutup hanya antara Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, dan pengurus Partai Demokrat. Pertemuan tersebut berlangsung sekitar satu jam. \"Silaturahmi pada pagi hari ini bukanlah sebuah akhir, ini insyaallah jadi awalan baru,\" kata Anies.  Pertemuan tersebut, menurut dia, bukan awal dari hubungan Anies Baswedan dengan AHY maupun Partai Demokrat karena Anies dan AHY, menurut dia, sudah lama menjalin silaturahmi dan jalinan tersebut sudah semakin erat.  \"Seperti yang disampaikan (AHY), kami berinteraksi sudah amat panjang, ketika Mas AHY masih berada di tugas TNI, saya berada di kampus, kita sudah berinteraksi. Begitu pula begitu banyak teman jajaran kepengurusan Partai Demokrat,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)

Anies-Demokrat Sepakat Jalan Bersama

Jakarta, FNN - Kedatangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/9/22) disambut hangat Ketua Umum DPP Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang didampingi sang istri Anisa Pohan. Kemudian, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas bersama istri serta sejumlah kader Partai Demokrat. Anies dan AHY terlihat memasuki kantor DPP Demokrat untuk melangsungkan agenda pertemuan bersama pengurus Partai Demokrat selama satu jam. Setelah selesai pertemuan tersebut, Anies-AHY keluar dengan senyum bahagia dan memberikan pernyataan pers kepada awak media. AHY memberikan pujian untuk Anies. Dia menyebut Anies tetap bekerja keras jelang jabatannya berakhir. “Saya mengapresiasi Mas Anies sampai masa-masa menjelang akhir masa jabatannya masih bekerja keras tidak mengenal waktu untuk melayani masyarakat Jakarta,” kata AHY usai pertemuan dengan Anies. Sementara itu, Anies merasa terhormat mendapat sambutan hangat dari AHY dan Partai Demokrat. Anies pun menilai sambutan ini menandakan kesiapan mereka untuk berjalan bersama-sama. “Begitu hangat sambutannya. Insya Allah ini penanda bahwa kita siap untuk berjalan bersama-sama ke depannya,” ungkap Anies. Pertemuan ini ditutup dengan salam antara keduanya yang saling berpegangan tangan di depan mimbar podium tempat mereka menyampaikan pernyataan. (Lia)

KOMNAS HAM Baru Harus Bongkar Kembali Kasus KM 50

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SETELAH terpilih 9 anggota Komnas HAM baru untuk Periode 2022-2027 yang diketuai oleh Atnike Nova Sigiro maka tugas berat ke depan sudah menghadang. Di samping harus ikut memeriksa kasus Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan warga sipil dan melibatkan aparat Kepolisian khususnya Brimob, juga membongkar kembali kasus Km 50.   Komnas HAM baru ini diuji akan integritasnya apakah ini Komnas yang bermutu dan dapat dipercaya atau sama saja dengan Komnas HAM lama yang dinilai berpredikat ayam sayur. Biasa  bekerja galak di awal melempem diujung. Independen prosesnya, kompromi hasilnya. Rekomendasi basa basi yang ditindaklanjuti sambil menari-nari. Tidak ada arti.  Kasus Km 50 adalah contoh penanganan Komnas HAM menyedihkan. Hal ini menjadi desakan atau urgensi bahwa Komnas HAM baru harus membongkar kembali kasus pembantaian sadis 6 warga Indonesia yang tidak berdosa oleh aparat di Km 50 Jalan Tol jakarta-Cikampek.  Lima hal yang mendasari desakan ini : Pertama, Komnas HAM lama bekerja ringan karena mendasari diri hanya pada UU No 39 tahun 1999 tentang HAM bukan pada UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Akibatnya posisi Komnas HAM menjadi sangat lemah. Undang-Undang yang telah memberi kekuatan malah dinafikan. Kebodohan luarbiasa Komnas HAM.  Kedua, Komnas HAM hanya menyelidiki pembantaian 4 anggota Laskar FPI dengan menerima skenario palsu \"upaya merebut senjata\". Sementara pembunuhan, bahkan pembantaian, 2 anggota Laskar lainnya yang dibawa dengan mobil lain, ternyata diabaikan dan dianggap benar secara hukum.  Ketiga, Komnas HAM diduga kuat menyembunyikan data tentang penumpang di mobil Land Cruiser hitam dan mobil yang mengejar dan menembak di Interchange Karawang Barat. Anehnya, Komnas HAM justru mempertanyakan penumpang yang diminta untuk diproses hukum itu dalam rekomendasinya.  Keempat, Komnas HAM tidak menjelaskan tentang peran 30 personal Propam yang ditugaskan Ferdi Sambo untuk ikut menangani kasus ini, ini penting untuk menjawab adakah pembuntutan dan pembunuhan itu terkait dengan operasi Satgassus Merah Putih yang terkuak kemudiannya ?  Kelima, Komnas HAM menyembunyikan dan terkesan takut untuk menyampaikan fakta apa adanya, terutama keterkaitan kasus ini dengan keterlibatan intansi lain di luar institusi Kepolisian. Ini dapat menjadi bukti bahwa pembuntutan rombongan HRS dan pembantaian 6 anggota Laskar FPI bukanlah bagian dari penegakan hukum, melainkan pembunuhan politik yang berkualifikasi pelanggaran HAM berat.  Komnas HAM lama telah gagal atau melakukan \"obstruction of justice\" dalam penanganan kasus Km dari 50 ini. Dan tentunya ini adalah hutang yang harus ditagih ke depan. Sebagai bentuk taubatnya maka personal Komnas HAM lama dapat \"curhat\" atau menyampaikan fakta dan temuan tersembunyi kepada Komnas HAM yang baru.  Komnas HAM baru wajib untuk membongkar kembali kasus Km 50 yang bukan saja menggantung tetapi penuh dengan rekayasa penanganan dan perlindungan. Di samping menyelidiki peran mantan Kadiv Propam dan Kasatgassus Irjen Pol Ferdi Sambo, Komnas HAM mesti memeriksa keterlibatan Kapolda Jaya Irjen Pol Fadil Imran dalam kasus Km 50 dengan segala rekayasa dan kebohongannya.  Komnas HAM baru harus berani agar terbukti tidak menjadi ayam sayur juga.  Selamat menunaikan tugas bu Atnike Nova Sigiro dan jajaran Komnas HAM periode 2022-2027.  Semoga menjadi ayam petarung yang mampu menjadi penyambung hati dan suara keadilan rakyat.  Bandung, 7 Oktober  2022

Firli Oh Firli Ada Apa Denganmu

Saya hampir tidak percaya ketika  membaca berita yang banyak bertebaran di media mainstream dan media sosial mengenai sepak terjangnya yang memaksakan supaya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dijadikan tersangka dalam kegiatan Formula E. Saya berharap berita tersebut tidak benar, mengingat reputasi Anies yang luar biasa dalam membangun Kota Jakarta. Oleh: Anhar Nasution, Anggota Komisi III DPR RI periode 2004 s/d 2009. KETIKA  itu Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dijabat oleh Jendral Dai Bahtiar. Saya hanya melihat beberapa kali  Firli Bahuri yang mengikuti setiap kali Kapolri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR. Ketika itu, Firli masih berpangkat AKB (Ajun Komisaris Besar). Dalam pandangan saya, Firli cukup bersahaja dan santun. Saat berpapasan dengan saya, ia selalu senyum hormat dan menyapa, \"Selamat Siang Pak Anhar.\" Harap maklum, ketika itu nama saya cukup viral dengan sebutan \"Utaz  Di Kampung  Maling\".  Sepintas,  saya menilai Firli orang baik dan Insya Allah akan jadi pimpinan di Kepolisan RI kelak. Ketika dia menjabat di beberapa Kepolisian Daerah (Polda) saya  masih suka telefonan sekedar menyapa kabarrnya. Dia masih sama, tetap santun. Dia memanggil saya, Abang.  Pada saat Komisaris Jenderal  Anang Iskandar menjabat Kepala BNN (Badan Nasional Narkotika), kebetulan saya ikut membantu, meski tidak lagi  menjadi Anggota DPR RI.  Ketika peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) digelar di Lapangan Trunojoyo, Kawasan Blok M,  Jakarta Selatan,  saya bertemu dengan Firli dan pangkat  sudah Brigjen (Brigadir Jendral). Masih sama ketika AKBP dan saya Anggota DPR RI,  tidak ada perubahan sikapnya terhadap saya. Ketika  Firli terpilih menjadi Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),  saya termasuk orang yang senang dan mendoakan supaya  amanah. Saya menjadi kaget alang kepalang, ketika akhir-akhir ini mengikuti perkembangan berita tentang kinerja KPK yang dinakhodainya.  Saya hampir tidak percaya ketika  membaca berita yang banyak bertebaran di media mainstream dan media sosial mengenai sepak terjangnya yang memaksakan supaya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dijadikan tersangka dalam kegiatan Formula E. Saya berharap berita tersebut tidak benar, mengingat reputasi Anies yang luar biasa dalam membangun Kota Jakarta. Saya berharap Komisi III DPR segera memanggil Firli Bahuri. Harus segera diklarifiķasi dan ditanyakan kebenaran berita tersebut. Persoalan tersebut harus segera dijernihkan, apalagi Anies yang selama menjadi Gubernur DKI Jakarta sudah memboyong banyak penghargaan, baik nasional maupun internasional. Jangan sampai upaya menjadikan tersangka secara paksa itu benar-benar dijadikan sebagai usaha menjegal Anies maju sebagai Calon Presiden (Capres) 2024. Apalagi, mantan Menteri Pendidikan Nasional itu telah resmi diusung oleh Partai NasDem, yang kemudian disusul Partai Demokrat dan sejumlah partai lainnya.  Jika benar usaha menjegal, maka yang berhadapan dengan KPK, terutama Firli bukan Anies. Melainkan petinggi partai dan simpatisan. Tentu, lawan paling berat KPK adalah rakyat yang sudah muak dengan kelakuan rezim Joko Widodo.  Jika Komisi III DPR tidak berani memanggil Firli Bahuri beserta jajarannya,  meminta klarifikasi sejelas-jelasnya, maka tuduhan rakyat yang menyebutkan KPK sebagai alat politik menjadi benar. Bahkan, rakyat menjadi semakin percaya, KPK menjadi bagian dari kepentingan \'rezim oligarki\'. Jika sudah demikian, berarti lembaga antirasuah tersebut  sangat berbahaya.

Kejahatan Negara Kepada Negara Makin Menggila

Arah politik negara pun tunduk dan lumpuh total pada kapitalis Oligarki yang sudah menguasai hampir semua kekuatan negara. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih TEORI Robert Michels: The iron law of Oligargi (hukum besi Oligarki). Melenggang pada rezim Mobokrasi: “pemerintahan yang dipegang dan dipimpin oleh rakyat jelata yang tidak tahu seluk-beluk pemerintahan”. Lahirlah mimpi, unconstitutional and plain stupid (inkonstitusional dan bodoh). Dampaknya kerusakan, kekejaman dan kekerasan di mana-mana. Ketika negara sudah berubah menjadi Neo Liberalism saat bersamaan negara sudah dalam kendali para kapitalis Oligarki, semua perangkat negara menjadi jongos pelaksana kebijakan mereka. Hilang lenyap norma keadaban, landasan konstitusi arah negara sudah menjadi sampah. Yang tersisa tinggal kekerasan dan pemaksaan kehendak. Dugaan sangat kuat keonaran, kerusuhan, kekejaman, dan kekerasan datang dari Istana. Menjelang Pilpres 2024 siapapun tanpa kecuali yang tidak seirama dan sejalan dengan para bandit, bandar politik pasti akan digilas, dipersekusi dan  di kriminalisasi. Arah politik negara tunduk dan lumpuh total oleh para kapitalis Oligarki yang sudah menguasai semua kekuatan negara. Hukum telah berubah wajah menjadi kekuasaan. KPK terduga sudah gelap mata menjalankan kekuasaan politik hukum sesuai perintah istana. Habisi semua lawan politik yang tidak sejalan rezim boneka saat ini. Aaron Connely: Jokowi has been building a uniquely close relationship with the police ... The police now act as both a security and political force, actively building legal Cases againt govenent opponent (and) silencing critics. (“Jokowi telah membangun hubungan dekat yang unik dengan polisi ... Polisi Sekarang bertindak sebagai kekuatan keamanan dan politik aktif membangun kasus hukum melawan lawan pemerintah (dan) membungkam kritik”). Banyak contoh kasus yang dengan mudahnya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai institusi atau kekuatan negara menjadi “pengawal” rezim Jokowi yang anti kritik. Pembunuhan Brigadir Joshua oleh mantan atasannya Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo bisa disebut sebagai “kejahatan negara kepada negara”. Karena keduanya itu adalah alat negara juga. Peristiwa tewasnya ratusan penonton (suporter) Aremania sebagai akibat dari tembakan gas air mata alat negara (Polri) di Stadion Kanjuruhan bisa disebut juga sebagai “kejahatan negara kepada negara”, karena rakyat itu termasuk bagian dari syarat adanya Negara.   Arah politik negara pun tunduk dan lumpuh total pada kapitalis Oligarki yang sudah menguasai hampir semua kekuatan negara. Makin keras dan kejam Kejahatan Negara kepada Negara. Jadi, saat rezim ini kebentur akal waras, semua kesurupan. (*)

Peristiwa Kanjuruhan Bukan Tragedi tapi Kriminal, Harus Ada yang Bertanggung Jawab!

SOMASI dari Aremania yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera meminta maaf tak digubris Istana. Bahkan, menyusul tembakan polisi dengan gas air mata pada penonton di Stadion Kanjuruhan itu sedang disorot dunia. “Kasus ini membuat Aremania atau rakyat Indonesia marah, bahkan sampai ke seluruh dunia. Di Eropa bahkan orang pakai pita hitam. Itu menunjukkan bahwa ini kasusnya itu bukan sekadar pintu, Pak Jokowi. Jadi, minta maaf dululah, baru kita ngomong tentang bagaimana memperbaiki,” tegas Rocky Gerung, dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (6/10/2022). Menurut pengamat politik itu, ini persoalan serius, tetapi ditanggapi seolah peristiwa biasa itu. Lalu dipakai istilah tragedi. Tragedi artinya sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan karena dia bukan faktor manusia. “Manusia itu dicemplungkan nasibnya oleh kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia, di luar kapasitas dia, artinya alam yang membuat tragedi. Kalau ini bukan alam yang membuat,” tegas Rocky Gerung dalam dialognya dengan Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief. “Itu pentingnya Pak Jokowi di dalam keadaan krisis semacam ini datang ke publik, kasih public address. Pak Jokowi datang kasih pidato pendek yang menenangkan. Jadi, jangan defensif atau apologetik,” lanjutnya. Berikut ini petikan dialog lengkapnya. Halo halo... Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waduh, kita mesti mengawali hari ini dengan keberkahan Bung Rocky, karena terlalu banyak masalah di negeri kita ini dan kalau nggak kita kuat-kuat nggak banyak-banyak berdoa, ini berat situasinya Bung Rocky. Doa itu kita panjatkan setelah kita berniat untuk menyelesaikan masalahnya. Kan Tuhan bilang, kalau Anda tidak mampu menyelesaikan masalah jangan berdoa tuh. Jadi selesaikan masalahmu, maka doamu akan kami kabulkan. Ya, kira-kira itu. Ya, sepekat. Kita ikhtiar dulu ya. Ikhtiar dulu baru berdoa. Jangan nggak ngapa-ngapain lalu berdoa. Itu salah fatalis namanya. Iya, itu fatalis namanya. Dalam pepatah bahasa Latin namanya Ora Et Labora, bekerja dan berdoa. Jadi bekerja dulu gitu. Iya, agama juga mengajarkan begitu ya. Jadi, Tuhan tidak akan mengubah nasib sebuah bangsa kalau bangsa itu tidak mengubah sendiri. Nah, ini yang terjadi justru Pak Jokowi yang mau mengubah pintu di Kanjuruhan, karena kemarin Pak Jokowi rupanya melakukan inspeksi dan akhirnya beliau melihat satu pintu di situ yang disebut sebagai kuburan massal. Ada satu pintu yang terkunci. Ini yang orang heran kenapa pintu bisa terkunci. Biasanya kan kalau pertandingan selesai pintu-pintu itu langsung dibuka. Bagus kalau pintunya terkunci, asal yang disemprotkan itu adalah parfum. Orang nggak akan berebut keluar tuh. Tetapi, kalau yang disemprot adalah gas air mata kan, jadi kelihatannya Pak Jokowi dia ada pepatah bilang begini, “You cannot see the wood for the trees” ‘Anda tidak bisa melihat hutan kalau terpaku pada pohon-pohon’. Demikian juga Pak Jokowi, dia nggak bisa lihat problem besarnya karena terpaku pada hal-hal remeh-temeh itu. Kunci digembok segala macam. Kan semuanya bermula karena kepanikan. Datangnya kepanikan kenapa? Karena ada gas air mata. Kalau parfum yang disemprotkan, orang gembira-gembira saja tuh. Jadi, hal semacam ini menunjukkan juga pemahaman beliau tentang akar persoalan itu kurang sekali. Orang tentu akan kecewa ini bagaimana kok urusannya urusan pintu, itu kan urusan gampang saja. Kan ini semua tempat juga bisa bikin perbandingan. Tapi, kasus ini membuat Aremania atau rakyat Indonesia marah, bahkan sampai ke seluruh dunia. Bahkan di Eropa itu orang pakai pita hitam, itu menunjukkan bahwa ini kasusnya bukan sekedar pintu, Pak Jokowi. Jadi, minta maaf dululah baru kita ngomong tentang bagaimana memperbaiki. Karena rasa empati pada korban itu kurang diperlihatkan. Langsung ya nanti kita usut segala macam. Bukan sekadar Pak Jokowi, tapi  juga Ketua PSSI segala macam. Jadi, nggak ada semacam pendalaman batin tentang peristiwa itu. Itu kan masalahnya. Karena itu, kemudian Arema atau masyarakat umum bahkan Persebaya, bahkan segala macam, kan kita lihat sekarang adalah seluruh suporter yang dulu berkelahi atau musuh-musuhan sekarang berkompak untuk mengatakan itu karena aparat. Jadi suporter di mana-mana juga sekarang merasa bahwa kami juga bisa kena hal yang sama tuh. Jadi, bagian ini yang musti didalami oleh Presiden Jokowi. Kita ingin Presiden Jokowi itu punya perspektiflah. Kini, seluruh masyarakat menunggu itu. Apa perspektif presiden. Ternyata, perspektifnya sesempit pintu yang dimasalahkan. Ya, dan kemudian beliau meminta diaudit seluruh stadion. Padahal, persoalannya bukan di stadionnya. Jelas ada Komnas HAM sudah memberikan semacam gambaran awal, dari pertemuan awal mereka persoalannya bukan di suporter yang turun ke lapangan yang membuat kerusuhan. Kemudian, secara khusus New York Times yang menyoroti. Kalau New York Times serius menyorotinya, karena ternyata memang polisi kita tidak terlatih dan kemudian juga tidak pernah diminta tanggung jawab. Jadi selalu berulang. Setiap kali ada kesalahan, ya tidak ada tanggung jawab. Itu sebenarnya inti persoalannya. Betul. Jadi, tanggung jawab itu yang kita tagih pada aparatur tentu saja. Aparat tertinggi dikendalikan oleh Presiden. Tetapi, mungkin terlalu tinggi kalau ke Presiden. Kapolda ada tuh. Ini bukan sekadar siapa yang di lapangan atau panitia yang ada di lapangan. Kan aparat yang tidak terlatih, aparat yang tidak mengerti cara penanganan kerusuhan di dalam ruangan tertutup, itu yang mustinya diaudit atau minimal ditata ulang. Pak Presiden ngomong tentang aparat, bukan tentang infrastruktur yang sempit di situ. Kan begitu cara kita melihat soal. Dari awal kita sudah bisa lihat gerakan gas itu ke mana. Harusnya, misalnya kalau mau sekadar asal-asalan, mestinya gas itu ditembakkan ke pintu yang terkunci. Lah itu pintunya jebol baru gitu kan. Tapi, tetap orang menghitung itu lapangan sepak bola ya pasti potensial ada kerusuhan. Karena itu, latih cara mengatasi kerusuhan, bukan dengan membabi-buta menembakkan kiri-kanan tuh. Jadi, bagian-bagian teknis itu kan mudah dibaca, tetapi Presiden juga harus mengerti bahwa penyelesaiannya bukan penyelesaian teknis. Ini satu sistem pengamanan yang buruk di mana-mana tuh. Pengamanan mahasiswa juga buruk segala macam, demonstrasi. Ini sistem pengamanan pelatihan aparat kita. Itu yang mesti diperbaiki Pak Presiden. Bukan mata Anda itu tertuju pada pintu yang sempit. Itu juga jadi sempit perspektif Anda. Karena kalau kemudian dipersoalkan Stadion Kanjuruan ini bisa jadi persoalan dengan Bu Megawati, karena ini stadion yang meresmikan Ibu Megawati loh. Jangan-jangan Pak Jokowi juga nggak tahu tuh. Oh, ya akhirnya orang kait-kaitkan hal semacam itu. Tapi Ibu Megawati nggak pernah berpikir bahwa aparat penjaga ketertiban pertandingan itu tak terlatih. Tentu Ibu Megawati merasa sudah terlatih sehingga ya bagian-bagian tersebut sebetulnya akhirnya orang kaitkan lagi kan. Ya Ibu Mega nanti akan berkomentar, ya kan saya buat itu dengan asumsi Bapak Jokowi akan melatih kepolisian. Jadi, jangan salahkan saya. Kira-kira begitu. Sebenarnya, seluruh dunia juga, yang dari jauh pun, sudah bisa langsung mengambil kesimpulan ketika kita tahu bahwa korban itu akibat ada orang berlarian karena semprotan gas air mata. Kenapa mereka bisa menyimpulkan itu? Karena FIFA sudah jelas melarang ada penggunaan gas air mata, sementara Kapolda misalnya menyatakan bahwa itu sesuai dengan SOP. Dari situ saja makanya seorang kolumnis di New York Times atau juga Bayern Munchen atau bahkan pemain seluruh dunia bisa langsung menyimpulkan ada persoalan yang serius pada petugas keamanan, bukan pada suporter atau pada stadionnya. Nah, informasi-informasi begini yang aparatnya Pak Jokowi atau staf khusus segala macam nggak brief. Pak Jokowi perlu diberi briefing tuh, internasional begini. Terjemahkan New York Time, terjemahkan koran-koran yang di Eropa supaya Pak Jokowi ngerti: Oh, iya ya, semua sepakat bahwa ini melanggar aturan FIFA, bahwa seluruh dunia langsung bisa melihat apa penyebab dari kejadian brutal itu. Jadi, dunia nggak melihat pintunya. Jadi, Pak Jokowi mesti diajarin supaya bisa berpikir lebih lebar, supaya dia dapat perspektif dengan perbandingan-perbandingan tuh. Ini bukan cuma salah Pak Jokowi, itu memang kapasitas beliau begitu. Tapi staf di sekitar beliau tidak kasih informasi yang benar sehingga Pak Jokowi akhirnya merasa ya ini cuma soal karena pintu kecil itu. Jadi hal-hal begini yang dari dulu kita ajarkan pada istana, supaya berpikirnya itu lebar dan dalam. Itu masalahnya. Kita jadi penasihat informal juga nih. Apa boleh buat Bung Rocky, karena kan kemarin juga kita baca bagaimana staf khusus Presiden Jokowi yang tetap bersikukuh atas somasi Aremania terhadap Presiden Jokowi dan juga para otoritas yang lain. Tetapi, menurut mereka apa urusannya Pak Jokowi harus minta maaf. Ini yang saya kira mesti kita jelasin. Ini staf khusus dungu juga nih. Kan itu somasi untuk meminta perhatian Pak Jokowi terhadap keadaan psikososial dari masyarakat yang getir, yang marah segala macam. Kan somasi itu artinya teguran etis. Memang dia disebut somasi karena cuma itu jalannya. Tapi kan dalam hukum yang beradab, kalau disomasikan orang mesti oh iya, gua salah, jangan-jangan ya. Itu namanya somasi. Somasi itu bukan tuntutan hukum. Itu adalah awal dari menyadarkan orang yang bersalah. Itu somasi. Jadi, staf khusus presiden ini, siapa mereka mereka, nggak paham tentang dasar pertama dari somasi adalah etika imperatif. Itu dia nggak ngerti belajar dari mana dungu-dungu ini. Ini betul-betul membuat membuat publik menjadi sangat kecewa dan ternyata sikap-sikap semacam itu ya sikap lari dari tanggung jawab itu diikuti juga oleh di bawahnya, misalnya PSSI. Ketua umum PSSI mengatakan bahwa tanggung jawabnya bukan pada PSSI. Tanggung jawabnya itu pada panpel. Haduh... Saya jadi speechless deh mau ngomong. Kalau begitu tanggung jawabnya ada pada si pemegang kunci pintu itu. Jadi, begitu kan. Atau kunci pintunya yang tanggung jawab. Kan ini gila reasoning dari istana kan. Itu kayak orang nggak terdidik dalam berpikir, asal jeplak saja. Kami nggak akan minta maaf karena nggak perlu lagi karena presiden sudah pastikan diusut. Memang itu presiden ngomong diusut apa nggak ngomong diusut, itu pasti harus diusut. Jadi, yang lebih penting adalah dimensi etik dari peristiwa itu yang membuat orang jengkel, marah, sedih, geram, segala macam. Kan itu disomasi. Jadi, hati nurani publik minta presiden minta maaflah. Nanti Istana bilang kenapa kita minta maaf, itu kan yang salah adalah juru kunci, yang pegang kunci kan. Itu saya bayangkan cara berpikir istana ini yang betul-betul ya sering saya sebut dungu itu. Bukan orangnya yang dungu, tapi cara berpikirnya dungu. Keadaan dunia marah, lalu dianggap bahwa ya nggak perlu minta maaf. Loh, seluruh dunia itu marah, FIFA marah karena kalian itu nggak ngerti manajemen kerusuhan itu. Jadi, itu intinya tuh. Ini bahayanya kalau presiden dikelilingi oleh orang-orang yang hanya punya keahlian teknis, teknis hukum apalagi. Itu nggak ngerti bahwa di belakang teknikaliti dari hukum itu ada desain etis di situ, ada moral clarity. Somasi itu untuk minta moral clarity. Begitu cara berpikirnya tuan-tuan dan puan-puan yang ada di istana. Saya kira wajar kalau Anda pagi ini kelihatan rada emosional. Karena ini serius betul, tapi ditanggapi seolah peristiwa biasa itu, yang nggak perlu minta maaf segala macam. Lalu dipakai istilah tragedi. Di mana ada tragedi. Di dalam peradaban, kalau kita baca asal-usul kata tragedi, tragedi artinya sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan karena dia bukan faktor manusia. Manusia itu dicemplungkan nasibnya oleh kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia, di luar kapasitas dia, artinya alam yang membuat tragedi. Kalau ini bukan alam yang membuat. Ini yang membuat adalah petugas keamanan, dan itu yang nggak dipahami oleh istana. Oh, ini tragedi kemanusiaan. Nggak ada. Tragedi kemanusiaan itu tidak bisa diprediksi. Nah, peristiwa di Malang itu bisa diprediksi. Sesuatu yang bisa diprediksi pasti bisa dikontrol. Nah, gagal kontrol itu artinya gagal prediksi tuh. Itu bukan karena kehendak alam. Kalau tragedi karena kehendak alam. Di luar kapasitas manusia. Kalau ini ada di dalam manajemen yang dikelola oleh sistem yang gagal untuk memberi rasa aman. Itu yang mesti dipahami dungu-dungu yang berkeliling di sekitar Pak Jokowi, sehingga Pak Jokowi nggak ngerti sebetulnya beda antara tragedi dan kriminal. Oke. Kita teruskan evaluasinya ya, karena kalau kita tadi lihat New York Times, jelas. Dia jelas menuding langsung petugas keamanan, dalam hal ini kepolisian, ada memang tentara tapi di situ diperbantukan gitu ya. Dan, ini sebenarnya kalau kita lihat memang terjadi soal serius kelihatannya di internal kepolisian. Kemarin, ini kita geger ada dua Bintara polisi Polda di Polda Papua Barat yang rupanya diminta mengantarkan kue ulang tahun untuk TNI yang kemarin itu  merayakan ulang tahun ke-77, tapi malah melakukan pelecehan. Kue ulang tahunnya malah dijilat, dia menyatakan supaya tidak panjang umur, dan sebagainya. Dan ini membuat pimpinan Polri kalang kabut dan harus minta maaf pada pimpinan TNI. Dalam keadaan semacam ini, kita selalu minta pertanggungjawaban. Saya ini  rumuskan kembali bahwa tragedi tidak perlu ada pertanggungjawaban karena itu desain semesta. Tetapi, ini butuh pertanggungjawaban. Nah, karena itu, kemudian orang merasa bahwa kalau nggak ada pertanggungjawaban, jadi semua orang bisa suka-sukanya gitu melecehkan atau menghina segala macam. Jadi, satu paket bahwa institusi Polri itu memang disorot publik dan nggak ada pembenahan. Sudah dari kasus Pak Sambo itu nggak ada pembedahan, lalu terjadi ekses-akses semacam itu. Bayangkan misalnya kalau kemarahan itu tumpah bersama dengan kemarahan buruh, kembaran suporter, dan kemarahan TNI. Kan berantakan. Nah, itu pentingnya Pak Jokowi di dalam keadaan yang krisis semacam ini datang ke publik, kasih public address. Itu biasa dalam hal yang betul-betul dramatis. Ada bencana, ada segala macam. Itu Pak Jokowi datang kasih pidato pendek yang menenangkan. Itu intinya. Jadi, jangan defensif atau apologetik. Jadi, lakukan sesuatu secara dorongan keras dari batin bahwa bangsa ini sedang retak. Suatu peristiwa yang barusan terjadi di Malang itu ternyata tidak dipahami oleh anggota polisi yang ada di Papua, misalnya. Jadi, emang ini yang anggota di Papua mungkin ya sangat junior, dia belum bisa paham bahwa kita ada dalam kecemasan, bahwa institusi polisi itu ada dalam sorotan tajam, bahkan dari internasional menganggap bahwa polisi itu memang nggak terlatih gitu. Dan orang akan anggap bahwa polisi Indonesia juga berbahaya kalau begitu, menangani potensi rakyat segala macam kalau terjadi G20, misalnya. Cara memandang kita itu lihat hutannya, bukan sekadar lihat pohon-pohonnya. (Ida/sws)

Soal Pertahanan: Ubah System atau Orientasi?

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  BEBERAPA hari lalu seorang tokoh partai berkata karena perubahan politik global kita harus mengubah sistem pertahanan kita. Pernyataan ini langsung diresponi Istana. Panglima TNI Jend Andika usai pertemuan di Istana 3/10/2022  berkata dengan tenang kepada pers bahwa TNI akan bekerja dengan apa yang ada pada TNI. Kemungkinan besar TNI sudah mengantisipasi perubahan global ini.. bukan sekedar paham.  Tentu beda dengan mereka yang mendadak paham. Mirip mendadak dangdut. Perubahan global terasa kuat bahwa Rusia sejak dua bulan lalu ternyata gagal mengintervensi  Ukraine . Dan China juga makin tampak ragu menginvasi Taiwan. Malah Jin Ping sudah sekitar 10 Hari tak tampak.  Perubahan yang diendus mereka yang lagi berkuasa itu makin kuatnya Amerikka.  Indonesiia di era Jokowi malah akrabnya dengan China. Kalau mau,  revisi politik luar negeri (polugrii) agar tak nampak kali kedekatan kita dengan China.   Mestinya ini yang diubah bukan system tapi orientasi  Indonesiia di era Jokowii  malah akrab dengan China. Tempat Indonesia tidak bagus-bagus amat di konstelasi  global, apalagi setelah tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 182 orang. Ini melukai rasa kemanusiaan sejagat. Di setiap stadion bola di seluruh permukaan bumi mesti  dijembreng spanduk yang cerminkan rasa kecewa kepada Indonesia.  Imej Indonesia jatuh di mata  dunia. Nilai rupiah jatuh di  pasar uang. Tokoh resmi itu mesti insyaf bahwa bukan masanya lagi untuk jual tampang. Apa yang didapat penguasa dengan serangkaian pameran kekuasaan mulai dari KM 50 hingga Kanjuruhan?  Jatuhnya nama Indonesia, dan saya tidak yakin kejatuhan ini dapat ditolong dengan tindak copras capres.  C atau core copras capres jual tampang. Tampang tampang.  (RSaidi)