ALL CATEGORY

Dari PSI Hingga ke PSSI, Gede Bacot Sepi Prestasi

Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI ANIES tak terbendung lagi semakin menguat dan unggul dalam kontestasi pilpres  2024. Seiring kinerja dan prestasinya selaku gubernur Jakarta, simpati dan dukungan rakyat terus mengalir mendorongnya menduduki kursi orang nomor satu di republik ini. Lantas, fitnah dan cara apa saja yang ingin menjegal cucu pahlawanan nasional yang identik dengan integritas dan kerendahan hati ini?. Sejak  menjabat gubernur Jakarta, sejak saat itu pula Anies didera sikap kebencian, permusuhan dan bahkan ada  yang menyatakan anti Anies. Sikap menolak Anies dari lawan-lawan politiknya menjadi buntut dari persaingan pilkada DKI tahun 2017. Tak sekedar kecewa dan tidak puas, resistensi terhadap Anies menjadi dendam politik yang tak pernah surut hingga menjelang tugas kepala daerah DKI berakhir diemban Anies. Mulai dari buzzer, politisi, birokrat dan aneka profesi seolah merasa penting untuk bersikap sinis dan menghujat Anies. Dari personal hingga institusional seakan relevan untuk ikut-ikutan membully pemimpin yang semakin populer didukung dan dicintai rakyat terutama menjrlang pilpres 2024. Setelah Partai Solideritas Indonesia (PSI) melalui Giring Ganesha dan Grace Natalia tak pernah berhenti menyerang Anies. Seolah telah menjadi program kerja partai gurem itu untuk menjatuhkan Anies. Di ujung berakhirnya tugas Anies di Balai Kota, giliran PSSI mencoba mengikis prestasi Anies  lewat komentar nyeleneh soal JIS. Agar tak terlalu mencolok politis  mendowngrade Anies, Ketum PSSI dengan narasi bersayapnya yang  tendensius, mengumbar sikap \"under estimate\" terhadap JIS. Sebuah pernyataan yang asal bunyi dan menunjukkan kualitas rendah dari seorang pemimpin asosiasi sepak bola nasional. Mochamad Iriawan atau bisa dipanggil Iwan Bule, yang tidak paham sepak bola karena berkarir sebagai polisi. Seperti menelanjangani wawasannya sendiri yang cekak tentang olah raga khususnya sepak bola, dengan mengatakan JIS tidak memenuhi standar FIFA. Mantan Kapolda Meto Jaya tersebut, terlalu sembarangan dan tanpa pikir panjang mengomentari hal yang sesungguhnya dia belum pahami. JIS yang merupakan karya anak bangsa dan menjadi stadion kebanggaan bukan hanya warga Jakarta tapi seluruh rakyat Indonesia. Menariknya JIS dibangun oleh rakyat Indonesia sendiri buka TKA Cina, melalui kerjasama Operasi (KSO) oleh PT. WIKA, PT. Pembangunan Perumahan dan PT. Jaya Konstruksi. Selain memiliki keindahan dan kemewahan arsitekturnya, dari segi struktur bangunan dan fungsinya JIS telah memenuhi standar FIFA. JIS sesuai dengan  namanya, memang memang layak menjadi stadion berkapasitas internasional. Minimal sebagai home base Persija klub kebanggan warga Jakarta  dan hajatan sepak bola nasional maupun even sepak bola dunia. Kinerja ketum PSSI yang sejauh ini belum  mampu mengangkat persepakbolaan nasional, malah terlihat gagap dan berantakan mengembangkan   potensi pemain usia dini, sistem pelatihan dan kompetisi serta timnas sepakbola yang membanggakan. Sepak bola Indonesia tetap sulit bersaing dalam turnamen Asia, apalagi dunia. Dengan membatalkan gelaran FIFA Matchday antara timnas Indonesia melawan Curacao pada tanggal 27 September 2022 di JIS, dengan alasan belum memenuhi standar FIFA termasuk infrastruktur bangunan, lahan parkir dan harga sewa yang mahal. Membuktikan pemahaman sepak bola punggawa PSSI terhadap JIS belum integral dan holistik. Bisa dibilang kerdil atau setidaknya sangat politis. JIS yang berdiri di atas lahan seluas 22 hektar dengan menyerap anggaran 1,04 triliun. Menjadi stadion dengan kapasitas 82 ribu orang, jumlah penonton yang hampr menyamai  stadion GBK. JIS juga mampu  menyediakan tempat parkir 1200 mobil bahkan melebihi stadion Barnebau milik Real Madrid yang hanya mampu memuat 500 mobil. Pun demikian, penyedian lahan parkir itu mendukung semangat dan visi Anies dalam memaksimalkan penggunaan transportasi massal. Tahukah si Iwan Bule itu?. Seperti rangkaian paduan suara politik yang didesain untuk mengerdilkan sekaligus membunuh karakter Anies. PSSI yang harusnya profesional dan fokus pada pembenahan dunia sepak bola Indonesia, jadi ikut-ikutan berpolitik. Mungkin Iwan Bule yang lebih terlihat kampungan dalam politik, terlalu syur dengan agenda kampanye dirinya yang ingin menjadi gubernur Jawa Barat. Sehingga ia tidak berkelas dan berkualitas menilai JIS karena agenda pribadi dan tujuan politik. Mungkin juga ada pesanan dari sponsor politik misalnya dari orang partai atau oligarki, itu bukan hal yang mustahil. Cukup dengan  iming-iming tertentu, untuk giat dalam proyek politik menggerus figur anies. Begitupun dengan sekjend PSSI Yunus Nusi yang ngomongnya mencla-mencle soal JIS karena takut sama ketuanya. Sama seperti kebanyakan suasana di partai politik, hampir semuanya senang menjadi kacung berlagak elit, tidak ada kebebasan dan karakter meski hanya untuk berpikir, bersuara dan bersikap. Alih-alih memajukan sepak bola Indonesia, pengurus PSSI lebih banyak menjadi faktor utama kemunduran sepak bola nasional. Sebaiknya PSSI lebih fokus lagi membenahi wajah timnas  serta perkembangan sepak bola di tanah air.  Pengurus  PSSI harusnya diisi oleh orang-orang yang  profesional dan memahami sepak bola, tidak asal comot. Orang-orang yang kapabel, kompeten dan akuntabel wajib ada agar sepak bola Indonesia bermartabat dan membanggakan. Sepak bola Indonesia tanpa suap dan korupsi, tanpa katabelece dalam perekrutan pemain timnas, tanpa tawuran penonton dan pemain  serta yang utama mampu membuat prestasi yang membanggakan. Itu menjadi wajib dan penting buat Ketum PSSI dan jajarannya ketimbang mengurus politik dan agenda lainnya di luar sepak bola. Perhatikan saja kesejahteraan pemain sepak bola baik timnas, klub dan usia dini agar memiliki motivasi dan semangat menjadi bintang dengan contoh dan keteladanan memimpin PSSI. Jadi kalau sudah tidak punya kinerja yang baik, jangan lebih mempermalukan diri  lagi dengan omong kosong dan perilaku yang memuakan. Jangan seperti partai politik tanpa integritas atau lebih buruk lagi sebagai buzzer yang hobi menyebar intrik, isu dan finah. Sekali lagi saran sekaligus pesan moral buat ketum PSSI, jangan kebanyakan omong dan betingkah. Jangan  ssmpai supporter dan rakyat berseloroh, dari PSI ke PSSI gede bacot sepi prestasi.  

Heboh Pernyataan Effendi Simbolon Soal TNI, Achmad Nur Hidayat: DPR Harusnya Jadi Penengah, Bukan Menambah Kisruh!

Jakarta, FNN – Kerasnya kritik Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon kepada TNI saat rapat bersama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa itu berbuntut panjang. Effendi Simbolon yang menyoroti dugaan keretakan antara pimpinan di kubu TNI menganggap TNI dengan situasi yang sekarang ini sebagai Gerombolan. Mengenai pernyataan Effendi ini, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat angkat suara. Achmad menganggap bahwa apa yang dilontarkan oleh Effendi Simbolan tidak sepantasnya diungkapkan. “Sebagai wakil rakyat, Effendi Simbolon tidak sepantasnya menggunakan diksi yang sensitif bisa menyinggung institusi TNI dan membuatnya seolah-olah tampak tidak mempunyai maruah dan integritas,” ujarnya dalam keterangan yang diterima FNN.co.id, Kamis (15/9/22). Menurut Achmad, hal Ini sangat sensitif dan harusnya politisi PDIP tersebut berpikir dua kali karena wibawa TNI ini akan berpengaruh kepada penilaian dunia internasional terhadap kualitas pertahanan negara. Achmad juga menegaskan harusnya DPR menjadi penengah mengenai adanya dugaan ketidakharmonisan di antara petinggi TNI, bukan malah memperkeruh suasana. “Semestinya DPR menjadi penengah yang mampu merekatkan, bukan membuatnya menjadi blunder. Dan semestinya DPR tidak menambah kisruh dan membuat hal ini melebar dengan mengeluarkan statement kecaman terhadap Jenderal Dudung yang dianggap mengintimidasi,” tegasnya. Ketidakharmonisan antara Panglima TNI Jendral Andhika dengan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman hanya perbedaan pandangan yang semestinya disikapi secara wajar. “Tapi walaupun demikian TNI harus tetap solid dan harus lebih mengedepankan kepentingan negara daripada ego masing-masing,” jelasnya. Mengenai perkembangan yang ada, Effendi Simbolon sudah meminta maaf dan KSAD Dudung sendiri telah memerintahkan anak buahnya untuk tidak lagi melakukan protes secara terbuka sebagaimana viral di media sosial. (mth/*)

Revolusi Dalam Sepiring Nasi

Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI Terlalu lama, rakyat berharap dan mengagungkan demokrasi. Terlalu lama, rakyat percaya dan setia melaksanakan  konstitusi. Terlalu lama, rakyat tunduk pada negara,  aparat dan institusi. Terlalu lama,  rakyat teguh menjunjung tinggi moral dan hati nurani. Namun begitu cepat, para penyelenggara pemerintahan bernafsu mengejar harta. Namun begitu cepat, politisi bersekongkol dengan birokrasi hingga tega menjual kekayaan negara. Namun begitu cepat, aparatur negara gesit menghalalkan segala cara memburu tahta. Namun begitu cepat, cepat para pemimpin menimbulkan bencana  dan angkara murka. Terlalu lama, negara dipenuhi drama  pencitraan dan  janji. Terlalu lama, para penguasa hipokrit dan bertindak tak lagi manusiawi. Terlalu lama, TNI bersama Polri secara substansi dan hakiki tak melindungi, mengayomi dan melayani. Terlalu lama, negeri ini dikuasai para cecunguk dan boneka oligarki. Namun begitu cepat, liberasi dan sekulerisasi menggejala. Namun begitu cepat, agama dan ulama menjadi mudah dihina dan dinista. Namun begitu cepat, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI tak lagi bermakna. Namun begitu cepat, rakyat teriak dan berkehendak revolusi tapi takut lapar, sengsara dan menderita.

Toko Banzai di Pasar Baroe

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  PASAR Baroe dibuka tahun 1820. Di samping toko2 berjualan tekstil dan barang2 keperluan hari2 juga ada tempat untuk jualan ayam di ujung utara blok timur. Masih blok timur tak jauh dari pasar ayam ada pasar kelinci. Penyanyi Lilies Suryani tahun 1970-an sempat salah prakira dalam lyric lagunya yang sempat bekend Gang Kelinci, Lilies menduga dulunya itu kerajaan kelinci. Setelah PD I banyak dibuka toko-toko orang India, salah satunya Toko Bombay. Sejak itu toko orang India dimana pun disebut Toko Bombay. Menjelang PD II di Pasar Baroe muncul toko2 orang Jepang, salah satunya Toko Banzai. Ternyata di kota-kota besar di Jawa juga muncul toko-toko Jepang. Biasanya mereka membuka Photo Studio. Awak toko Jepang berpenampilan rapih. Mereka berdasi. Tak jelas nasib toko-toko Jepang setelah mereka kalah dalam PD II. Tahun 1950-an Pasar Baru selain tempat belanja juga tempat santai yang popular. Orang sudah cukup terhibur dengan jalan-jalan sambil melihat-lihat dari ujung ke ujung Pasar Baru. Telinga pun terhibur mendengar lagu-lagu Doris Day dan Jullie London yang diputar gramophone Toko Tio Tek Hong. Itulah kehidupan jaman Demokrasi Liberal yang sering dimaki-maki Orde Lama. Tanpa ada larangan, pada waktu kampanye pemilu 1955 tak ada partai  yang tempel tanda gambar di dinding toko. Juga tak ada spanduk yang digantung di jalan  Pasar Baru. Ini disiplin sosial . Jaman Orde Lama nama-nama toko bahasa asing harus diIndonesiakan. De Zon toko di Pasar Baru yang paling besar dan ramai pengunjungnya harus ganti nama. De Zon bahasa Belanda. Juru parkir tetap bilang atret, dari bahasa Belanda achteruit = mundur. Kalau kondektur sesuai jaman Orla yang gemar akronim. Di tengah penumpang yang berdiri  bersesakan sedangkan kondektur harus kutip ongkos, maka ia berjalan selap-selip sambil teriak \"durkit, durkit\". Itu akronim mundur sedikit.  Pembesar suka ke pasar-pasar Jalan-jalan keliling pasar perlu bila setelahnya membuat evaluasi. Hendaknya jangan sekedar ayun dengkul atau dalam ungkapan Betawi, adu dengkul léwa-lewa. Belakangan ini saya pernah berjalan-jalan di Pasar Baru. Hatiku terluka dilanda sepi. (RSaidi).

Menanti Pelantikan Pimpinan MPR dari Unsur Dewan Perwakilan Daerah

Kisruh yang terjadi di DPD bukan urusan personal. Realita politik ini mengemuka bukan karena sentimen pribadi. Bung Fadel adalah politisi senior yang kita hormati. Langsung atau tidak, dia merupakan guru bagi tidak sedikit politisi muda, termasuk penulis.  Oleh: Ajbar, Sekretaris DPD di Majelis Permusyawaratan Rakyat SEMINGGU sudah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo menerima surat Pemberhentian Fadel Muhammad sebagai Pimpinan MPR dari unsur DPD. Kita berharap, Pimpinan MPR segera mengagendakan pelantikan Wakil Ketua MPR baru yang terpilih secara demokratis melalui Sidang Paripurna Ke-2 DPD RI, 18 Agustus 2022. Harapan itu didasari atas empat pertimbangan. Pertama, agar kekosongan jabatan Wakil Ketua MPR tidak berlarut-larut. Kedua, agar kepentingan-kepentingan DPD atau Dewan Perwakilan Daerah  di MPR tidak terhambat oleh kekosongan jabatan dimaksud.  Ketiga, sebagai penghormatan Pimpinan MPR terhadap keputusan lembaga DPD yang dihasilkan melalui Sidang Paripurna Ke-2. Keempat, sekaligus yang paling penting, Tata Tertib (Tatib) MPR memerintahkan agar pelantikan dilakukan maksimal 30 hari sejak Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya.  Mengacu pada Pasal 9 ayat 1 Tata Tertib (Tatib) MPR, Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena tiga hal. Pertama, karena meninggal dunia. Kedua, karena mengundurkan diri, dan Ketiga karena diberhentikan. Terhadap Pimpinan MPR yang berhenti dari jabatannya, Pasal 29 Ayat 3 Tata Tertib MPR mengatur waktu pelantikannya, yakni maksimal 30 hari tadi.  Sidang Paripurna Ke-2 DPD dilaksanakan pada 18 Agustus 2022. Sidang itu antara lain memutuskan pemberhentian Fadel Muhammad dari jabatannya sebagai Pimpinan MPR RI dari unsur DPD RI sekaligus memilih pengganti beliau secara demokratis. Melihat tanggal pelaksaanan sidang, tenggang waktu pergantian agaknya telah mendekati batas sebagaimana diatur Tatib. Oleh karena itu, Pimpinan MPR sebaiknya bergegas mengagendakan pelantikan Pimpinan MPR dari unsur DPD yang telah dipilih secara demokratis tersebut. Saat ini  ada upaya hukum dan politik yang ditempuh Bung Fadel. Kita menghargai dan menaruh hormat atas langkah-langkah tersebut. Bagaimana pun juga, ia punya hak untuk itu.  Namun, langkah tersebut sejatinya tidak dapat menjadi alasan bagi Pimpinan MPR untuk menunda pelantikan. Selain karena perintah tata tertib, kekosongan jabatan yang terjadi akan sangat merugikan DPD. Mosi Tidak Percaya Penarikan Bung Fadel dari jabatannya sebagai Pimpinan MPR dipicu oleh penarikan dukungan atau mosi tidak percaya mayoritas Anggota Dewan. Bagi DPD, mosi tidak percaya bukan perkara baru. Dalam perjalanan lembaga DPD, mosi tidak percaya telah beberapa kali mencuat dan membuahkan keputusan baru. Mayoritas Anggota DPD menandatangani mosi tidak percaya. Kongkritnya 97 dari 136 Anggota DPD, atau sebanyak 71,3 persen. Jumlah ini tentu sangat signifikan. Oleh karena itu, Pimpinan DPD wajib merespon dan menindaklanjuti aspirasi ini demi menjaga situasi kondusif internal DPD RI. Alasan anggota mengajukan mosi tidak percaya tentu beragam. Namun, secara umum, anggota menginginkan agar kepentingan DPD di MPR dapat diperjuangkan dengan optimal. Juga agar Pimpinan MPR dari DPD tidak berjarak dengan Anggota DPD. Dalam perkembangan terbarunya, dua Anggota DPD manarik pernyataan mosi tidak percaya. Sementara dua Pimpinan DPD juga mencabut dukungan penarikan Bung Fadel. Sebelumnya, empat Pimpinan DPD secara lengkap menandatangani Keputusan DPD RI Nomor 2/DPDRI/I/2022- 2023 tentang Penggantian Pimpinan MPR RI dari unsur DPD RI Tahun 2022-2024. Kesempatan terlibat langsung dalam proses pemilihan jelas terlihat, mulai dari pemilihan pada subwilayah masing-masing hingga menulis dan memasukkan nama ke  kotak suara yang sudah disiapkan. Keselurahannya terekan dalam dan disediakan secara lengkap oleh Biro Humas atau Hubungan Masyarakat Sekretariat DPD. Kita menghargai keputusan penarikan dukungan atas mosi tidak percaya tersebut. Tentu, penghormatan yang sama harus pula diberikan kepada kawan-kawan yang menarik dukungannya kepada Bung Fadel.  DPD RI adalah lembaga politik. Memberi dukungan dan menarik dukungan adalah hal biasa, sepanjang tidak melanggar ketentuan yang berlaku.  Hanya saja, harus dipahami bahwa penarikan Bung Fadel telah melalui serangkaian mekanisme formal di internal lembaga DPD sebelum akhirnya diputuskan dalam Sidang Paripurna DPD. Artinya, perubahan sikap dari satu-dua orang tidak berpengaruh terhadap keputusan sidang, apalagi membatalkannya.  Keputusan sidang paripurna hanya bisa dibatalkan melalui sidang paripurna juga. Sebaiknya Pimpinan MPR peka menangkap sinyalemen itu.  Kisruh yang terjadi di DPD bukan urusan personal. Realita politik ini mengemuka bukan karena sentimen pribadi. Bung Fadel adalah politisi senior yang kita hormati. Langsung atau tidak, dia merupakan guru bagi tidak sedikit politisi muda, termasuk penulis.  Penarikan dukungan atau mosi tidak percaya tentu tidak menggugurkan kehormatan itu. Namun, mosi tidak percaya mempunyai pengaruh pada masalah legitimasi. Perspektif legitimasi itu seharusnya menjadi alasan tambahan bagi Pimpinan MPR supaya segera mengagendakan pelantikan pimpinan dari usur DPD. (*)

Mahasiswa Bakar Jaket Almamater

Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MAHASISWA UGM membuat kejutan di tengah aksi memprotes kebijakan pemerintah yang menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu dengan membuka dan membakar jaket atau jas almamater kebanggaannya. Wujud kekecewaan kepada alumni UGM yang kini duduk di pemerintahan akan tetapi diam atau membiarkan penderitaan rakyat atas kebijakan kenaikan harga BBM tersebut.  Ini adalah protes keras bahkan mungkin terkeras. Membuat merinding para lulusan perguruan tinggi. Para Mahasiswa yang dididik untuk peduli pada kehidupan masyarakat bahkan diajarkan untuk selalu mengimplementasikan dharma pengabdian pada masyarakat ternyata menemukan perilaku alumninya di pemerintahan yang bebal pada persoalan kemasyarakatan. Diam dan menikmati. Bahkan menjadi bagian dari rezim pengambil kebijakan yang menindas rakyat.  Mahasiswa malu atas karakter memalukan para senior yang menjadi pejabat. Pembakaran jaket almamater UGM bukan mustahil akan diikuti oleh mahasiswa perguruan tinggi lainnya. BBM, Omnibus Law, IKN atau lainnya tentu melibatkan pemikiran dan dukungan alumni dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta. Kebijakan konyol yang diabdikan untuk semata kepentingan diri dan oligarki.  Membakar jaket almamater saat protes naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) cukup menohok. Walaupun Wakil Rektor menilai hal ini tidak relevan. Mahasiswa tegas menyatakan aksi ini lebih khusus diarahkan kepada Presiden Jokowi yang alumni UGM Fakultas Kehutanan.  Meski ada yang meragukan keabsahan status Jokowi sebagai alumnus UGM, namun pembakaran jaket almamater dirasakan sebagai membakar kursi- kursi jabatan yang diduduki oleh para alumnus. Khususnya Joko Widodo dan Mensesneg Pratikno. Mungkin keduanya dianggap bertanggungjawab atas kenaikan harga BBM yang mencekik rakyat pasca pandemi. Mahasiswa berteriak bahwa UGM adalah kampus rakyat.  Jaket almamater berfungsi sebagai tanda pengenal, pembeda, payung hukum, simbol kebanggaan dan tanggung jawab. Pembakaran jaket almamater pun hal simbolis semata, bukan menanggalkan aspek positif dari almamater. Ini adalah kritik sosial yang tajam dari mahasiswa kritis dan inovatif. Keras dan menggebrak.  Mahasiswa UGM terbilang kritis. Sebelum BEM UI memberi gelar Jokowi sebagai \"The King of Lip Service\" terlebih dulu mahasiswa UGM memberi gelar pada Jokowi sebagai \"Presiden Orde (paling) Baru\" pada tanggal 21 Juni 2O21 saat Jokowi berulang tahun. Poster Jokowi memegang kue ulang tahun dibawahnya tertulis \"Presiden Orde (paling) Baru\". Setelah gelar \"The King of Lip Service\" disematkan oleh BEM UI  segera Aliansi Mahasiswa UGM dengan akun @UGMBergerak memberi gelar kepada Jokowi sebagai Juara Umum. \"Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan\".  Aliansi Mahasiswa UGM menegaskan :\' Berani, Kritis dan Bergerak untuk menentang segala bentuk pembungkaman kebebasan akademik di dalam kampus terlebih lagi selama era @Jokowi yang juga alumni @UGMYogyakarta telah menunjukkan adanya tekanan dan pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa selama ini. Bersatulah ! \". Kini mahasiswa membakar jaket almamater, melepas keterikatan sesama almamater untuk melawan kezaliman yang memeras rakyat melalui berbagai kebijakan termasuk kenaikan harga BBM. Jokowi adalah Presiden Orde (paling) Baru yang dinilai lalai dari amanah dalam berkhidmah pada rakyat. Bandung, 17 September 2022

Film TEMPO: Banyak Kejanggalan Kasus KM 50 Tol JAPEK

Dalam RDP antara Polri dan Komisi 3 DPR, Anggota DPR Romo Syafi\'i juga menyatakan lagi kepada Kapolri tentang Kasus KM 50 yang lebih banyak kejanggalan dan misterius dibanding kasus Brigadir J. Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Media Tempo membuat Liputan Khusus Peristiwa KM 50 yang diunggah di kanal YouTube Channel Tempodotco berdurasi 51 menit. Liputan tersebut merekam dan menginvestigasi peristiwa KM 50. Peristiwa KM 50 sendiri terjadi pada 7 Desember 2020. Di mana saat itu 6 orang Laskar FPI terbunuh. Versi keterangan kepolisian saat itu 6 orang Laskar FPI tersebut menyerang petugas keamanan. Sedangkan versi keterangan dari FPI perjalanan mereka diserang orang tak dikenal. Dan, sampai akhirnya 6 orang Laskar FPI tersebut tewas. Orkestrasi Fadil Imran Dominan dalam Dokumenter Tempo Saat itu Kapolda Metro Jaya Fadil Imran bersama Pangdam Jaya Dudung Abdurahman, Propam Polri Hendra Kurniawan yang saat ini tersangka obstruction of justice kasus tewasnya Brigadir Joshua dan Humas Polda Yusri Yunus melakukan Prescon dimana diletakkan senjata api dan senjata tajam yang menurut mereka adalah senjata yang dipakai Laskar untuk menyerang aparat keamanan. Fadil Imran terlihat menjelaskan kronologi bahwa 6 laskar tersebut adalah laskar khusus bersenjata tajam dan amat berbahaya. Nyatanya, Menurut kesaksian driver derek di KM 50 Pak Dedi Mardedi, mereka berenam masih hidup, meski ada dua yang terluka tembak namun semua masih hidup. Pertanyaan publiknya adalah kenapa hasil akhirnya semua 6 pemuda tersebut terbunuh, di mana mereka terbunuh, kenapa lokasi KM50 dihancurkan, kenapa CCTV di sana hilang, siapa komandan pemilik mobil land cruiser yang memerintah di sana? Komnas HAM mengatakan ini unlawfull killing padahal sebenarnya tragedi ini adalah pelanggaran HAM berat. Alasan pelanggaran HAM Berat adalah diduga beberapa aparat hukum membunuh 6 orang sipil tak bersalah tanpa ada kemauan membawanya ke proses justisia. Harusnya saat 6 orang tersebut ditangkap, mereka dibawa untuk di BAP dan dibawa ke pengadilan. Kenapa langsung di eksekusi mereka itu? Jelas ini pelanggaran HAM berat. Anehnya Komnas HAM hanya menjadikan statusnya sebagai unlawfull killing semata, aneh! Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya terlihat memiliki peranan dominan, Fadil juga yang sengaja mengundang Jenderal Dudung Panglima Kodam Jaya ikut konferensi pers pembunuhan KM 50 tersebut. Untuk apa Jenderal Dudung diundang kecuali agar Fadil Imran mendapatkan dukungan TNI, keluarga besar TNI dan publik kebanyakan. Sayangnya Jenderal Dudung hadir tanpa mengerti apa persoalannya dan mau dibawa ikut skenario Fadil Imran. Sosok Fadil Imran memang saat ini kontroversial, Selain dinilai ingin melawan mabes Polri karena mau memberikan bantuan hukum kepada AKBP Jerry Siagian. Publik pun masih ingat bagaimana Fadhil Imran memiliki hubungan khusus dengan kasatgassus Ferdy Sambo, sampai-sampai Fadil Imran rela datang berpelukan memberi simpati kepada Ferdy Sambo. Kebenaran Versi FPI Sedangkan dari pihak FPI mengatakan bahwa 6 laskar tersebut tidak diperbolehkan membawa senjata api dan senjata tajam untuk melakukan pengawalan. Informasi Fadil Imran dianggap fitnah bahwa mereka membawa senjata tajam. Enam (6) anggota FPI tewas usai ditembak oleh polisi. Ke-6 korban ini adalah Andi Oktiawan (33), Ahmad Sofiyan (26), Lutfi Hakim (25), Faiz Ahmad Syukur (22), Muhammad Suci Khadavi (21), dan Muhammad Reza (20). Dalam kasus penembakan dan kematian anggota FPI tersebut, terdapat dua anggota polisi yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella. Vonis bebas ini diberikan oleh Mahkamah Agung pada pengadilan di tingkat kasasi. Putusan ini sebenarnya sama dengan putusan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu hakim memutus lepas Fikri dan Yusmin karena keduanya dinilai melakukan penembakan untuk melindungi diri. Jaksa penuntut umum Zet Tadung Allo mengaku menghormati vonis bebas tersebut. Ia menilai putusan MA merupakan ujung atau final penyelesaian perkara KM 50. Namun, Tadung menyebut bahwa kasus KM 50 berpotensi untuk diteruskan apabila terdapat temuan bukti baru. JPU berupaya mengedepankan hati nurani berdasarkan fakta yang kami yakini, tetapi hakim PN dan MA berpendapat lain, itu sudah kewenangannya,” kata dia. Belakangan peristiwa Kilometer 50 atau KM 50 menjadi perbincangan publik kembali setelah dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J terungkap. Dalam kasus Brigadir J, eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, Ferdy Sambo menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang turut menangani kasus KM 50. Keterlibatan Ferdy Sambo dalam dua kasus yang melibatkan aksi penembakan oleh polisi inilah yang meresahkan publik. Dalam RDP antara Polri dan Komisi 3 DPR, Anggota DPR Romo Syafi\'i juga menyatakan lagi kepada Kapolri tentang Kasus KM 50 yang lebih banyak kejanggalan dan misterius dibanding kasus Brigadir J. Kapolri pun mempersilahkan jika ada bukti bukti baru terkait KM50 maka kasus ini dapat dibuka kembali. Liputan Investigasi yang dibuat Tempo ini adalah hal yang sangat penting untuk menginvestigasi kembali kasus KM 50. Dimana keluarga dari 6 orang Laskar FPI ini merasa tidak mendapat keadilan dari negara atas terbunuhnya anak anak mereka. Semoga peristiwa KM 50 ini akan terbuka seterang terangnya dan keadilan dapat ditegakkan. (*)

Hasad vs Qana’ah

Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Presiden Nusantara Foundation   SEMUA manusia tentu takut akan penderitaan. Dan pastinya semua pasti akan berusaha agar tidak terjatuh dalam penderitaan hidup. Seseorang bisa menderita karena kemiskinan, penyakit, ketidak adilan, atau karena kesulitan-kesulitan hidup lainnya. Namun harusnya disadari bahwa penderitaan yang paling pahit dan berbahaya adalah ketika seseorang “menderita karena melihat orang lain senang”. Semakin orang lain sukses akan semakin terbebani dan menderita. Itulah hasad. Sebuah penyakit yang diingatkan oleh Rasulullah SAW: واياكم والحسد فان الحسد ياكل الحسنات كما تاكل النار الحطب (berhati-hati dengan hasad. Karena sungguh hasad menghabiskan kebaikan sebagaimana api menghanguskan kayu bakar). Untuk menangkal penderitaan itu Islam menghadirkan konsep “Qiana’ah”. Yaitu sebuah mindset (keyakinan) bahwa apa yang ada pada kita at the moment (saat ini) adalah yang terbaik. Lebih jauh Qana’ah itu sesungguhnya tidak sekedar terukur oleh apa yang ada di tangan kita dari karunia. Tapi tidak kalah pentingnya adalah proses atau  ikhtiar terbaik pada kita untuk menangkap setiap peluang yang ada. Karenanya qana’ah itu terjadi dengan kesungguhan berikhtiar, didorong oleh doa yang tulus, dan terbangun di atas tawakkal dan optimis kepada/dengan Allah. Bagi seorang Mukmin proses itu menjadi bagian dari keberhasilan. Dan itu sendiri sudah menjadi bagian dari kepuasannya. Ingat selalu, matahati seorang Mukmin akan selalu melihat setiap pergerakan hidup dengan keyakinan dan optimisme. Bahwa semua yang diikhtiarkan asal saja terbangun di atas dasar “mukhlisan liwajhillah” (ikhlas karena Allah), dijalankan sesuai jalanNya (ajaranNya) dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan profesional (itqan) pasti akan membuahkan hasil. Hanya saja, buah dari ikhtiar seorang Mukmin itu tidak selamanya terukur oleh kalkulasi sempit dan terbatas. Ukuran keberhasilan seorang Mukmin tidak dibatasi oleh dinding-dinding material duniawi yang kerap hanya tipuan belaka. Teruslah berjalan, Luruskan niat, tegapkan langkah, lihat ke atas langit yang (seolah) tiada batas. Ingat, berusaha karena dan dengan Allah (lillahi wa billahi) takkan sia-sia! Hadirkan qana’ah, jauhkan hasad! (*)

Dukung Ketua DPD RI, RGPI Siap Sosialisasikan Gerakan Kembalikan Kedaulatan Rakyat

Jakarta, FNN – Dewan Pimpinan Pusat Rajawali Garda Pemuda Indonesia (RGPI) memberikan dukungan kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, untuk mengembalikan kedaulatan rakyat. Dukungan disampaikan saat RGPI beraudiensi dengan LaNyalla di Ruang Kerja Ketua DPD RI, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/9/2022). Hadir dalam pertemuan Ketua Umum RGPI Danil Hidayat, Syarifudin (Sekjen), Hery Hermawan (Bendahara), Dietje Mawuntu (Waketum) dan beberapa Ketua bidang antara lain Syahria, Sarah S, Mario P, Laras Susiyanto, Fasruddin, Rusdin Ismail, Anton Suseno dan Gunawan. Sedangkan Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin. Ketum RGPI, Danil Hidayat mengatakan selalu mengikuti kiprah LaNyalla di berbagai kegiatan. Apa yang disampaikan Ketua DPD RI di media dan di berbagai acara tersebut didukung penuh oleh RGPI. Menurutnya, gerakan yang sekarang sedang digaungkan Ketua DPD RI sebagai solusi bagi bangsa yang sedang tidak baik-baik saja. Yaitu gerakan kembali ke UUD 1945 naskah asli. RGPI pun siap menyosialisasikan pikiran dan gagasan LaNyalla kepada para anggota dan masyarakat lainnya. \"Apa yang digaungkan oleh Ketua DPD akan kami teruskan kepada anggota kami, juga ke masyarakat lainnya. Karena kami juga sependapat bahwa kembali ke UUD 45 merupakan sebuah solusi tepat bagi bangsa supaya rakyat menjadi sejahtera dan berdaulat,\"  kata Danil. Dijelaskan Danil, RGPI sudah terbentuk di 14 provinsi dan 78 kabupaten dan kota meskipun usianya baru 1 tahun 8 bulan. \"Kami punya motto Modern, Nasionalis, Religius dan Bisnis. Yang terakhir ini tidak bisa dikesampingkan, karena bisnis sebagai penggerak roda organisasi,\" tukas dia. Rusdin Ismail, Ketua Bidang Advokasi RGPI,  juga menyatakan setuju dengan pengembalian ke UUD 1945 naskah asli. Namun dia ingin yang lebih utama adalah pondasi ekonomi harus diperkuat terlebih dahulu. Menurutnya, DPD RI perlu mendorong  pembuat UU adalah orang yang punya kompetensi. Sejauh ini sering ada tarik menarik antara kepentingan politik dan bisnis. \"Pondasi ekonomi negara harus diperkuat jangan sampai dikuasai oleh asing. Kemudian di dalam politik juga jangan dikuasai tunggal oleh partai politik,\" ujar dia. Waketum Dietje Mawuntu menambahkan, RGPI berharap bisa menjalin sinergi dan dilibatkan dalam perjalanan bangsa dengan memberikan masukan bagi pemerintah. \"Kami minta kepada DPD RI untuk diberi ruang secara luas sehingga bisa memberikan pertimbangan dalam perancangan undang undang ataupun hal lainnya,\" tutur Dietje. Sementara itu Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan kembali keinginannya untuk menata ulang Indonesia tidak main-main. Bangsa Indonesia harus kembali berdaulat dan mandiri. \"Makanya gagasan besar kita kembali ke Pancasila, kembali ke UUD 1945 naskah asli agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati dirinya. Agar kekayaan alam tidak dimonopoli oleh swasta atau asing, sehingga bisa dipergunakan untuk kemakmuran rakyat,\" kata LaNyalla. Soal kembali ke UUD 45 naskah asli, lanjut LaNyalla, harus diresonansikan dengan baik. LaNyalla juga menyadari pasti terjadi pro dan kontra. Bahkan di dalam internal DPD RI pun terjadi polemik ada yang setuju dan tidak. \"Ada beberapa anggota DPD RI yang khawatir bahwa DPD nanti akan hilang kalau kembali ke UUD 45 naskah asli. Karena adanya DPD ini memang hasil amandemen. Hal ini menurut saya anggota tersebut hanya belum paham saja. Sehingga harus diberi pemahaman dengan baik,\" tukas dia. \"Kalau kembali ke UUD 45, justru kita kembali menjadi Utusan Daerah yang mempunyai wewenang lebih besar, seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan bisa diadendum agar utusan daerah juga pembentuk UU, bersama DPR dan Pemerintah,\" tambah dia. Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin, menambahkan gagasan besar itu sudah dan sedang diresonansikan ke kampus, ke komunitas, organisasi dan semua elemen masyarakat. \"Harus dibantu oleh siapa saja. Karena banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa negara ini memakai UUD hasil amandemen yang isi pasal-pasalnya menjabarkan ideologi liberalisme dan individualisme,\" katanya. Apalagi menurutnya tak bisa negara ini selalu defisit APBN dan ditutup utang, sedangkan negara lain sudah reposisi untuk hadapi perubahan global. \"Indonesia jangankan untuk reposisi, untuk hidup biasa saja berat. Makanya gagasan kembali ke UUD 45 naskah asli digaungkan Ketua DPD RI harus didorong bersama, karena upaya ini diyakini mampu menjadikan negara ini kembali menjadi negara besar yang memakmurkan rakyatnya,\" tambah dia. (mth/*)

Margarito Kamis: Keputusan DPD RI Soal Fadel Muhammad Legal dan Harus Ditindaklanjuti

Jakarta, FNN – Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, menegaskan keputusan DPD RI menarik Fadel Muhammad dari posisi Wakil Ketua MPR unsur DPD RI sudah sesuai prosedur. Margarito menilai keputusan DPD RI sangat berdasar hukum dari aspek prosedur lantaran diputuskan melalui Sidang Paripurna. \"Kalau kita melihat partai politik, cukup mengeluarkan surat penarikan maka itu diproses. Sementara DPD RI melalui mekanisme panjang dan diputuskan di forum Paripurna. Ini lebih-lebih legal daripada proses lainnya. Jadi tidak ada alasan bagi MPR untuk tidak memproses hal itu,\" kata Margarito, Jumat (16/9/2022). Dikatakannya, kunci dari seluruh proses tersebut adalah pada prosedur pengajuannya. Sepanjang dibenarkan oleh hukum, maka prosedur tersebut sah dan legal untuk ditindaklanjuti. \"Ini sudah diputuskan di Rapat Paripurna dan diusulkan oleh kelompok DPD di MPR. Maka prosedurnya legal, sah dia,\" tegasnya Oleh sebab itu, Margarito menilai tak ada satu alasan pun bagi MPR RI untuk tidak memproses pengajuan pergantian Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD RI sebagaimana diusulkan. \"MPR RI tidak memiliki alasan yang cukup untuk menunda melanjutkan proses yang diajukan atau tindakan hukum yang diajukan oleh DPD RI,\" ulas Margarito. Lantaran proses yang sudah sangat sesuai prosedur, Margarito menilai hal ini tak bisa dihentikan oleh MPR RI. Sebaliknya, MPR RI harus segera memproses pengajuan pergantian Fadel Muhammad dari Wakil Ketua MPR RI unsur DPD RI. \"Prosesnya sudah sangat legal dibanding yang lain. Jadi, tidak bisa dihentikan oleh MPR RI. Satu-satunya kewajiban hukum MPR RI adalah memproses apa yang diajukan DPD RI,\" kata Margarito. Ia pun menyarankan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dan Tamsil Linrung sebagai figur yang terpilih menggantikan Fadel Muhammad untuk mengikuti seluruh proses yang ada. \"Saran saya untuk Pak LaNyalla dan Pak Tamsil tak perlu bicara. Biarkan saja proses ini berjalan sesuai prosedur,\" demikian Margarito. (mth/*)