ALL CATEGORY
Kanjuruhan dalam Prasasti Dinoyo X M dan Regulasi FIFA
Oleh Ridwan Saidi Budayawan PRASASTI Dinoyo Malang diduga dari abad X M bercerita tentang kerajaan Kanjuruhan yang menoroduksi keramik. Rajanya yang terkenal Gajayana. Kanjuruhan memiliki Salakanagara., kerajaan bawahan di Priuk dengan pinpinannya Aki Tirem, bisnis sama keramik. Kanjuruhan miinor power system dengan fungsi khas bisnis keramik. Sejamannya kerajaan Mataram lama berpusat di Sleman yang berfungsi menjaga keamanan zona pelabuhan Semarang. Kedua minor power system ini berakhir tanpa sebab yang jelas. Tapi nama kedua minor power system ini legendaris. Kanjuruhan menjadi nama stadion sepakbola di Malang yang menjadi sangat terkenal karena terjadi peristiwa maut tanggal 1 Oktober 2022 yang diduga karena pelemparan gas aiir mata yang sebabkan wafatnya penonton bola yang menurut Aljazeera TV sebanyak 174 orang Menurut regulasi FIFA pasal 19 B, sama sekali tidak dibolehkan menggunakan senjata api atau gas pengendali massa . Pihak kepolisian tak membantah penggunaan gas air mata. Korban ratusan. No excuse peraturan ini akan ditrapkan FIIFA. Mengelak dengan salahkan penonton, misalnya, tak ada gunanya . Aparat memang mulanya bermaksud mengendalikan penonton yang turun lapangan untuk mengungkap perasaannya pada tim favorit Arena FC yang dikakahkan Persibaya 2-3. Ini pemicu. Penonton turun lapangan usai laga sebetulnya tradisi sejak 1954 kala kiper Van der Vin bermain TV untuk Persija dan P.SSI . Orang-orang turun lapangan untuk mengelukan Van der Vin. Tak ada soal. Sekarang ada soal dan timbulkan tragedi kemanusiaan. CABE berduka atas wafatnya ratusan putra dan putri bangsa. Dan salam ta\'zim bagi keluarga yang ditinggalkan. (RSaidi)
Kejahatan Menunggangi Hukum
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan KETUA KPK Firli Bahuri mendesak satuan tugas tim penyelidik KPK untuk segera menetapkan status tersangka kepada Anies Baswedan padahal bukti-bukti pemeriksaan tidaklah cukup. Desakan ini merupakan perbuatan yang memalukan dan memprihatinkan. Firli menginjak-injak hukum dan menjadikan hukum sebagai alat kepentingan politik. Firli Bahuri telah melakukan sebuah kejahatan. Pakar hukum Romli Atma Sasmita menolak untuk menjadi saksi ahli dalam kasus dugaan penyimpangan proyek Formula-E Anies Baswedan. Ia menyatakan bahwa Anies tidak dapat dipidana karena jikapun ada kesalahan maka kesalahan tersebut hanya bersifat administratif bukan pidana. Konon yang siap menjadi saksi ahli untuk memenuhi kemauan Firli Bahuri adalah Prof Agus Surono dari Universitas Al Azhar Indonesia. Prof Agus ini yang dahulu berdebat sengit dengan Habib Rizieq Shihab di persidangan karena sebagai Saksi Ahli JPU ia dinilai memaksakan agar HRS dinyatakan melakukan pelanggaran hukum dalam kasus kerumunan di Petamburan. Anggota Satgas penyelidik KPK bersikukuh tidak mau meningkatkan ke penyidikan apalagi menetapkan status tersangka pada Gubernur DKI tersebut. Ngototnya Ketua KPK mengesankan ada kepentingan besar di belakang operasi ini. Berita Koran Tempo yang menguak kerja Firli Bahuri ini nampaknya nyambung dengan sinyalemen SBY soal rekayasa Istana untuk dua pasang Capres/Cawapres. Sementara kader Partai Demokrat Andi Arief mempertegas dengan pernyataan akan dipenjarakannya kandidat potensial Anies Baswedan. Firli membela diri bahwa kerja KPK adalah penegakan hukum dan bila tidak benar secara hukum dapat dilakukan berbagai upaya. Dengan bahasa klise Firli menyebut yang menetapkan bersalah atau tidak adalah Pengadilan. Dikira publik mudah dibodohi. Penjegalan Anies itu dimulai dari proses penyelidikan dan penyidikan bukan semata di ruang Pengadilan. Kriminalisasi KPK merupakan cara jahat untuk melakukan pembunuhan karakter. Publik telah dapat menilai bahwa rezim Jokowi adalah rezim para penjahat. Menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. Rezim yang diskriminatif dan mampu mencengkeram seluruh elemen penegakan hukum. Terbongkarnya Satgassus buatan Tito dan dipimpin Sambo adalah fenomena mengerikan. Apa yang dilakukan Ketua KPK Komjen Pol Drs Firli Bahuri, MSi adalah bukti adanya kejahatan yang menunggangi hukum. Ketidakmampuan untuk menemukan kader PDIP Harun Masiku adalah bentuk kepura-puraan hukum. Sementara tumpulnya hukum untuk menyeret Puan dan Ganjar yang diduga menerima suap dalam kasus E-KTP merupakan permainan dari sebuah sindikat hukum. Firli Bahuri sudah saatnya diberi sanksi. Sangat berbahaya jika pimpinan KPK menjadikan lembaga sebagai alat sandera, penjerat atau penghukum lawan-lawan politik. Penegak hukum berubah wajah menjadi pembengkok hukum. Alih-alih mampu untuk memberantas korupsi justru KPK mencari untung dari kasus yang dicari-cari celah yang dapat didalihkan sebagai perbuatan korupsi. Firli mengubah KPK menjadi Komisi Pesanan Kekuasaan, Komisi Pengolah Kasus atau Komisi Pemburu Komisi. Hidup eh matilah Kapeka! Bandung, 3 Oktober 2022
Presiden Yang Paling Bertanggungjawab: Negara Berduka Kembali...
Tragedi Kanjuruhan kini sudah mendunia. Pertanyaan yang masih mengganjal adalah siapa yang memerintahkan aparat membawa masuk gas air mata itu? Mengapa sampai bisa masuk, bukankah FIFA melarangnya? Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SANGAT memilukan terjadinya tragedi nyawa melayang dan banyak yang luka parah hanya untuk memenangkan emosi penonton sebakbola. Ratusan nyawa melayang, sangat jelas akibat ketidak-profesionalan dan juga kebrutalan para aparat berseragam polisi, di lapangan sepakbola Kanjuruhan Kabupaten Malang, Jawa Timur, ratusan orang nyawa melayang. Mendapatkan pendidikan dari mana mereka tetap beringas, kasar, dan tega melakukan kekerasan di luar perikemanusiaan yang normal sebagai sesama manusia. Bagaimana polisi menghayati fungsinya itu sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Sisa-sisa ingatan pembunuhan gaya “Samboisme” masih melekat di benak masyarakat luas, tiba-tiba dikejutkan kekerasan dengan korban ratusan nyawa melayang dan luka luka. Perilaku mereka masih liar tanpa aturan dan tanpa rasa perikemanusiaan – seolah-olah nyawa manusia sudah tidak ada harganya lagi. Masyarakat luas bertanya, ini salahnya apa sampai terjadi tindakan sangat tragis dan memilukan. Himbauan Presiden Joko Widodo agar diusut tuntas sudah hambar karena dugaan kuat Presiden sendiri yang harus bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Presiden salah mengelola aparat kepolisian yang terlalu dimanjakan, diberi peluang bertindak melebihi tupoksinya. Berkali-kali berbuat fatal membawa nyawa manusia melayang. Cara-cara dan penanganan ala samboisme ternyata sudah meluas dan terus terjadi. Disamping Kapolda Jatim Irjen Nico Afanta dan jajarannya harus bertanggung jawab maka yang paling bertanggung jawab adalah Presiden. Apakah sudah tidak ada rasa malu lagi, dan tidak bisa belajar dari pejabat di Jepang ketika diterpa rasa malu yang tinggi, mundur bahkan kadang mereka harus melakukan hara kiri. Presiden Jokowi harus paham, menyadari, mawas diri – tiba-tiba aparat polisi semua sudah berubah bergaya ala Sambo. Harus menjadi fokus perhatiannya bahwa rakyat sudah memberikan stigma: Presiden Sambo, Kabinet Sambo, DPR Sambo, KPK Sambo. Merembet semua pejabat penyelenggara semua terkena sebutan Sambo. Jalan keluar atas kejadian ini masyarakat harus check ulang pendidikan semua strata di lingkungan Polri. Kembalikan polisi sesuai tupoksinya. Dalam Pasal 13 Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Apabila polisi tingkat kerusakannya sudah kronis bisa mencontoh Meksiko yang membubarkan seluruh kesatuan polisi pada Rabu 21 Desember 2011. Sebelumnya, Meksiko telah memecat 30 Jenderal polisinya. Juru Bicara Pemerintah Meksiko, Gina Domingues, mengatakan sekitar 800 anggota polisi dan 300 staf administrasi telah diberhentikan. Mereka bisa melamar kembali, namun harus melalui standar seleksi yang lebih keras. \"Siapa pun yang lebih terlatih dan lebih berkomitmen dan bisa bekerja dalam sistem keamanan saat ini bisa bergabung kembali,” ujar Dominguez seperti dikutip The Guardian. Atas semua tragedi polisi yang masih liar cara-cara mengatasi kerusuhan dan terus mengulang-ulang terjadi korban nyawa melayang, tetap saja Presidenlah yang paling bertanggung jawab. Tragedi Kanjuruhan kini sudah mendunia. Pertanyaan yang masih mengganjal adalah siapa yang memerintahkan aparat membawa masuk gas air mata itu? Mengapa sampai bisa masuk, bukankah FIFA melarangnya? Dari sini nanti bisa tahu, siapa yang bertanggung jawab dalam eksekusi atas suporter Aremania itu. (*)
Tragedi Kanjuruhan: LaNyalla Sesalkan Penanganan Polisi di Stadion
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyesalkan pola penanganan terhadap suporter yang turun ke stadion oleh polisi dengan menghajar dan menembakkan gas air mata, sehingga terimbas pada penonton yang ada di tribun. Menurut LaNyalla, akibat kepanikan massal dan dampak dari gas air mata, ratusan orang berdesakan yang ingin keluar dari tribun menjadi korban. Larangan penggunaan gas air mata itu telah diatur FIFA dan tertuang pada Bab III tentang Stewards, pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan. “Jelas ditulis; Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa,” tegas LaNyalla, mantan Ketum PSSI. Hal itu membuktikan lemahnya koordinasi. Padahal sebelum match, pasti ada rakor pengamanan antara Panpel dengan Kepolisian. “Entah apa alasan yang membuat polisi menembakkan gas air mata ke tribun itu, sehingga membuat kepanikan massal,” lanjut LaNyalla. Strategi evakuasi yang utama adalah mengamankan pemain, dan itu sudah dilakukan. Selanjutnya tinggal mencegah penonton melakukan perusakan atau saling serang antara dua kubu. Sambil semua pintu keluar dan jalur evakuasi dibuka untuk pengosongan stadion. “Pengosongan tribun dengan menembakkan gas air mata, jelas menyalahi aturan FIFA,” tandas LaNyalla. Diberitakan, dunia sepakbola tanah air berduka. Ratusan pendukung Arema FC meninggal setelah terjadi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kerusuhan sepakbola memang pernah terjadi. Tapi kejadian di Kanjuruhan ini sangat luar biasa, karena jumlah korban sangat besar. “Sebuah catatan kelam bagi persepakbolaan nasional, bahkan dunia. Saya prihatin dan menyesalkan kenapa hal itu harus terjadi,” ungkap LaNyalla. (mth)
KAMI Lintas Provinsi Kecam Tindak Represif dalam Tragedi Kanjuruhan
Solo, FNN – Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi menyampaikan empati dan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, yang terjadi usai laga pertandingan sepakbola Arema FC vs Persebaya pada Sabtu, 1 Oktober 2022. “KAMI menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian massa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan,” kata Sekretaris KAMI Lintas Provinsi Sutoyo Abadi dalam rilisnya yang diterima FNN, Ahad (2/10/2022). Menurut KAMI, bahwa penggunaan gas air mata tersebut telah dilarang dan sangat jelas menyalahi ketentuan FIFA sebagaimana disebutkan dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan, penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion. KAMI menduga tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut: 1. Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa; 2. Perkapolri Nomor 01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian; 3. Perkapolri Nomor 08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI; 4. Perkapolri Nomor 08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara; 5. Perkapolri Nomor 02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara. Atas pertimbangan tersebut, KAMI menyatakan: 1. Mendesak Kapolri, Ketua Umum PSSI, Dekom dan Direksi PT Liga Indonesia Baru dan semua pihak terkait bertanggung jawab secara sosial dan moral terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan Malang; 2. Mengecam Tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM POLRI; 3. Mendesak Negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya 182 korban jiwa (terpantau sampai pada 2 Oktober 2022) dan korban luka dengan membentuk tim investigasi independen; 4. Mendesak Kapolri untuk melakukan Evaluasi secara Tegas atas Tragedi yang terjadi yang memakan Korban Jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian; 5. Mendesak Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-Polri yang bertugas pada saat peristiwa tersebut; 6. Hentikan pelaksanaan liga sepakbola sampai batas waktu yang tidak ditentukan, sampai ada jaminan keamanan setiap pelaksanaan pertandingan liga sepak bola di Indonesia. (mth)
Penjegalan Anies: Presiden Jangan Diam
Ketika penyelidik KPK meminta keterangan ahli pidana, demikian Tempo, ahli menyatakan pelanggaran Formula E hanya merupakan pelanggaran administratif. Pendapat ini, misalnya, dinyatakan oleh ahli pidana Prof. Romli Atmasasmita. Romli lalu dibujuk untuk mengubah pendapatnya. Namun Romli menolak. Oleh: Tamsil Linrung, Wakil Ketua MPR/Anggota DPD RI. LAPORAN Koran Tempo tentang manuver Ketua KPK Firli Bahuri menjegal Anies Baswedan bukan perkara sepele. Ini skandal besar. Skandal dimana institusi penegakan hukum negara merusak tatanan pelaksanaan demokrasi terbesar di Indonesia. Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak hanya menjegal Anies, tetapi menjegal demokrasi Indonesia. Maka presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh diam, atas tiga pertimbangan utama. Pertama, diamnya Presiden sama artinya pembiaran terhadap penjegalan demokrasi. Diamnya presiden juga berarti pembiaran terhadap lembaga penegak hukum negara yang secara menjijikkan cawe-cawe dalam politik. Diamnya presiden adalah pembiaran terhadap perampasan hak warga negara untuk dipilih dan memilih oleh institusi formal negara. Kedua, secara hierarkis KPK berada di bawah Presiden. Perubahan UU KPK yang digagas di Rezim Presiden Jokowi telah mengubah warna KPK. “KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun,” begitu bunyi UU No. 19/2019 tentang KPK. Bagaimana mungkin KPK independen terhadap kepentingan politik eksekutif bila KPK dinyatakan berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif? Relasi kuasa yang tegak lurus dengan presiden cenderung membuka ruang tunduknya KPK kepada presiden. Maka, rakyat mungkin bertanya-tanya, apakah penjegalan Anies atas inisiatif mandiri Ketua KPK? Atau, apakah penjegalan Anies tidak ada kaitannya dengan celah ruang tunduk KPK kepada presiden? Pertanyaan itu sekaligus menjadi pertimbangan ketiga yang menuntut presiden tidak boleh diam. Masyarakat harus diyakinkan bahwa presiden bekerja ekstra keras mencegah kerusakan di bumi Indonesia. Yang dilakukan Ketua KPK memang harus kita respon secara keras. Koran Tempo menulis, Ketua KPK Firli Bahuri disebut berkali-kali mendesak satuan tugas penyelidik agar menaikkan status Formula E ke tahap penyidikan. Ada keinginan menetapkan Anies menjadi tersangka sebelum partai politik mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai calon presiden 2024. Namun, rupanya belum cukup bukti untuk hal tersebut. Tapi Firli berkukuh. Pertimbangannya, jika Parpol mendeklarasikan Anies sebagai calon presiden, maka pengusutan perkara itu harus dihentikan. Agaknya, target Ketua KPK bukan murni penegakan hukum, melainkan target politik agar Anies tidak dapat mengikuti pemilihan presiden. Ketika penyelidik KPK meminta keterangan ahli pidana, demikian Tempo, ahli menyatakan pelanggaran Formula E hanya merupakan pelanggaran administratif. Pendapat ini, misalnya, dinyatakan oleh ahli pidana Prof. Romli Atmasasmita. Romli lalu dibujuk untuk mengubah pendapatnya. Namun Romli menolak. Penolakan Romli tidak memutus semangat menjegal Anies. Ketua KPK memerintahkan tim penyelidik mencari pakar hukum pidana yang bersedia menjelaskan kasus Formula E sebagai pelanggaran pidana. Konon, Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Agus Surono (yang sebenarnya telah pindah ke Universitas Pancasila sejak 2021) bersedia untuk hal tersebut. Tidak hanya mengatur jajarannya, Ketua KPK juga bakal turun gelanggang melobi Ketua BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Tujuannya agar BPK bersedia mengeluarkan hasil audit yang menyatakan adanya kerugian negara dalam penganggaran hingga penyelenggaraan formula E. Di media Rakyat Merdeka Online berbeda, Ketua KPK Firli Bahuri menanggapi kabar itu. Firli mengatakan, kerja KPK diuji di pengadilan, bukan hasil ramalan, opini, dan halusinasi. Meski normatif, kita sependapat dengan argumen ini. Tempo belum tentu benar. Masalahnya, pertama, apakah laporan Tempo adalah hasil ramalan, opini, atau halusinasi? Media investigasi ini tentu memiliki sumber kredibel dan telah menimbang dengan matang sebelum menurunkan berita. Bila tidak faktual, berita yang disajikan dengan mudah menjadi bumerang. Risiko itu tentu disadari Tempo. Kedua, penegakan hukum tidak cuma di pengadilan. Tetapi sejak penyelidikan, penyidikan, hingga vonis pengadilan. Semua merupakan satu rangkaian yang diharapkan terjadi secara natural. Kalau tidak ditemukan bukti, jangan dipaksakan. Pun sebaliknya. Sekali lagi, presiden harus angkat bicara. Bila perlu, segera bentuk tim independen untuk mencari tahu kebenaran kriminalisasi terhadap Anies Baswedan, agar presiden mendapatkan informasi utuh dan benar. Tidak berlebihan pula jika Komisi III DPR atau Komite I DPD memanggil dan meminta keterangan Ketua KPK. Jelang Pemilu 2024, semua penyelenggara negara harus berperan serta meyakinkan seluruh rakyat indonesia bahwa Pemilu berlangsung jujur dan adil. Bukan dengan kata, tetapi dengan tindakan. (*)
Presiden Madura United Angkat Bicara Tanggapi Tragedi Kanjuruhan
Jakarta, FNN - Tragedi kerusuhan yang memakan banyak korban di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Sabtu (2/10/22) mengundang perhatian dari sejumlah pihak. Presiden Madura United, Achsanul Qosasi memberi tanggapan terkait kerusuhan tersebut. Achsanul Qosasi meminta pengurus PSSI mundur dan meninggalkan jabatannya sebagai bentuk kepedulian terhadap korban dan keluarga. Hal itu disampaikan Achsanul Qosasi di akun media sosial Twitter rasminya, Minggu (2/10/22). “Mungkin ada yang tidak sependapat dengan saya. Tapi, inilah sikap saya sebagai klub Madura United FC atas tragedi di Kanjuruhan,” ujarnya pada akun twitter @AchsanulQosasi. Selain itu, Qosasi mengatakan kompetisi Liga 1 harus dihentikan sampai ada pernyataan resmi dari Fédération internationale de Football Association (FIFA). “Hentikan Kompetisi, sampai ada statement resmi FIFA,” lanjutnya. Lebih lanjut, dalam penyelesainnya, Qosasi meminta PSSI untuk tidak melemparkan kesalahan kepada pengurus pertandingan di Malang. Menurutnya, PSSI harus menyerahkan kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) atau Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). “Tidak perlu PSSI membuat tim ini itu, serahkan aja kepada Kemenpora atau KONI selaku organisasi pemerintah. Libatkan penegak hukum dan FIFA untuk investigasi atau langkah yang diperlukan,” tegasnya. Qosasi meminta keputusan tersebut besifat nasional di bawah kendali PSSI. “Jangan melokalisir kesalahan di Malang, bahwa yang salah seolah yang mengurus pertandingan di Malang. Ini adalah keputusan federasi nasional di bawah kendali PSSI,\'” pungkasnya. Masyarakat Indonesia tentunya berharap PSSI mampu bertanggung jawab penuh terhadap tragedi sepak bola yang terjadi saat ini. (Lia)
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa
Jakarta, FNN - YLBHI dan Kantor LBH seluruh Indonesia menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yang terjadi setelah selesainya laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022. Kami mendapat laporan bahwa sampai dengan Pukul 07.30 WIB, telah ada 153 korban jiwa dari kejadian ini. Demikian rilis yang diterima redaksi FNN Ahad siang +02/10/22). Sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari. Pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan dimana terdapat supporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat. Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton. Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Penggunaan Gas Air mata yang tidak sesuai dengan Prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini. Padahal jelas penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion. Kami menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan sebagai berikut : 1. Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa 2. Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian 3. Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI 4. Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara 5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara Maka atas pertimbangan diatas, kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 Korban Jiwa dan ratusan lainnya luka-luka. Maka dari itu kami menyatakan sikap: 1. Mengecam Tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM POLRI; 2. Mendesak Negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan Jatuhnya 153 Korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen ; 3. Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas; 4. . Mendesak Propam POLRI dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut; 5. Mendesak KAPOLRI untuk melakukan Evaluasi secara Tegas atas Tragedi yang terjadi yang memakan Korban Jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian; 6. Mendesak Negara cq. Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang. Narahubung: Muhamad Isnur (YLBHI) : 0815-1001-4395 Habibus Shalihin (Kadiv Advokasi LBH Surabaya) : 0823-3023-1599 Daniel (Koordinator LBH Surabaya Pos Malang) : 0856-3495-689
PSSI dan Persija Pun Bantu Rezim Redam Anies?
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Persija Jakarta enggan memakai Jakarta Internasional Stadium (JIS), murni soal harga? Atau ada \'titah\' penguasa? Oleh: Rahmi Aries Nova, Wartawati Senior Forum News Network (FNN) JIS yang kini menjadi stadion paling modern di Indonesia, suka tidak suka memang identik dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies pada 16 Oktober nanti akan habis masa jabatannya dan langsung bersiap untuk running sebagai calon presiden pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Dibangun di era kepemimpinannya, dengan biaya fantastis Rp 5 triliun, JIS diprediksi bakal mendongkrak elektabilitas Anies secara fantastis pula. Anies akan disejajarkan dengan Presiden Pertama Indonesia Soekarno yang juga membangun Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan. Itulah yang ditakuti calon-calon lawannya dalam pilpres nanti, utamanya calon pilihan Istana alias suksesor Presiden Joko Widodo. Melihat keengganan PSSI dan Persija memakai ikon Kota Jakarta ini banyak yang menduga itu juga bagian dari meredam sinar Anies. Betul JIS masih memiliki kekurangan, tapi bukankah itu bisa diperbaiki dan dievaluasi bersama? Kalau pun harga sewanya yang mahal, ada yang menyebut Rp 1 miliar, dibandingkan dengan pemasukan tiket dan hak siar itu pun bisa jadi \'kecil\'. Sebagai perbandingan, pada 2010 saat timnas berlaga di Stadion Utama GBK, yang saat itu menampung 60.000-70.000 penonton, pemasukan dari tiket lebih dari Rp 10 miliar, belum hak siar dan sponsor. Sementara daya tampung JIS 82.000 penonton. Faktor keamanan? Biarlah menjadi tugas kepolisian. Selama ini klub-klub juga sudah keluar uang cukup besar untuk biaya keamanan, yang di liga tetangga Malaysia saja gratis, karena itu memang sudah menjadi tugas polisi Diraja (negara). Jadi sangat disayangkan tim nasional senior besutan Shin Tae-yong tidak menjajal stadion megah ini saat friendly match resmi FIFA melawan Curacao pekan lalu. Dalihnya pun seperti mengada-ngada, tapi banyak yang menduga PSSI, yang dijanjikan Jokowi akan dibangunkan pusat latihan di kawasan Ibukota Negara Baru (IKN), diminta untuk tidak ikut \'membesarkan\' Anies. Sebaliknya Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (Iwan Bule), yang kabarnya akan maju pada pemilihan gubernur Jawa Barat, memanfaatkannya untuk \'branding\' dirinya dengan memainkan dua pertandingan melawan Curacao di dua kota di Jabar, Bandung (Stadion Gelora Bandung Lautan Api) dan Bogor (Stadion Pakansari). Persija pun demikian. Seakan lupa bahwa Anies membangun JIS karena desakan Jak Mania, Persija belum mendeklarasikan JIS sebagai kandangnya. Persija tidak memakai JIS dalam laga di Liga 1, juga untuk friendly match saat menjamu Jeonbuk Hyundai yang rencananya digelar pada akhir November, menyambut ulang tahun Persija ke-94 pada 28 November 2022. PSSI dan Persija mengabaikan bahwa kecintaan masyarakat pada timnas dan warga Jakarta pada Persija akan menghadirkan eforia gaya baru di JIS. Seperti eforia fans Grup Band Dewa besutan Ahmad Dhani, yang hanya dalam satu jam 60 ribu tiketnya sold out, untuk konser yang baru akan berlangsung 52 hari lagi! PSSI dan Persija lupa bahwa tidak selamanya rezim ini berkuasa. Bagaimana kalau Anies ditakdirkan yang Maha Kuasa jadi Presiden RI berikutnya? Karya nyata Anies di Jakarta sungguh luar biasa, tak ada kandidat lain yang menyainginya. Anies sulit dibendung meski skenario jahat KPK berusaha menjeratnya. Anies memang bukan tipe pendendam (jadi memang tak punya musuh, buzzerRp yang memusuhinya), tapi masyarakat tidak akan pernah lupa. Bahwa pada suatu masa PSSI dan Persija pernah menjadi alat penguasa, yang ingin terus berkuasa dengan menghalalkan segala cara. (*)
Tragedi Tewasnya Ratusan Suporter, Polisi Sangat Tidak Profesional
Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD Tragedi gas air mata di stadion Kanjuruhan Malang saat laga sepak bola favorit rivalitas antara PS PERSEBAYA Surabaya VS PS AREMA Malang tanggal 1 Oktober 2022 malam, menorehkan peristiwa hitam legam karena telah menelan korban manusia dewasa, anak anak , laki laki dan wanita yang cukuo signifikan. Seharusnya para panitia penyelenggara dan semuanya yang terlibat jauh jauh sudah mengantisipasi akan semarak, semangat dan menggeloranya pertandingan ini karena sama sama favorit, andalan dan kebanggaan masing masing, yang dari tahun ketahun, selalu panas dan mendidih. Segala kemungkinan akan bisa terjadi, namun alternatif cara cara bertindak dari yang paling ringan hingga paling beresiko tinggi pasti menjadi kiat kiat benang merah yang harus diantisipasi oleh penyelenggara terutama pihak keamanan/kepolisian. Peristiwa naas itu terjadi ketika usai wasit meniupkan peluit tanda selesainya pertandingan yang membuahkan hasil 3 --2 untuk kemenangan tim Sawunggaling PERSEBAYA Surabaya. Dimulai merangkak majunya tim suporter Arema Malang yang merangsek maju ke tengah tengah lapangan ( untuk melampiaskan kekecewaan dan kekesalanya terhadap para pelatih dan oficial tim Arema ) , disitulah petugas kepolisian mulai beraksi dengan menyemburkan gas air mata dari mobil waterkanon yang sudah disiagakan sebelumnya. Namun menjadi aneh dan tanda tanya ketika semburan waterkanon gas air mata diarahkan dan ditujukan ketribune dimana para penonton / suporter yang kebanyakan dari arek arek Ngalam laki laki, perempuan dan anak anak sedang menunggu lerainya keadaan darurat dibawah / lapangan serta sedang terbuntunya pintu pintu keluar yang penuh sesak manusia. Sudah barang tentu seketika keadaan menjadi berubah total panik, ketakutan, kebingungan dan berupaya menyelamatkan diri, mencari perlindungan, saling tumpang tindih, bertabrakan dan terinjak-injak. Demikan halnya keadaan dibawah, ditengah lapangan saat itu yang tidak jauh berbeda keadaanya dengan kejadian di tribune. Hingga saat berita ini ditulis dari akumulasi beberapa rumah sakit yang merawat ada 127 korban meninggal dunia, bahkan ada tambahan lagi 2 orang menyusul meninggal dunia dari lebih180 orang yang dirawat. Dikaitkan dengan adanya peraturan dari VIVA yang melarang penggunaaan gas air mata pada kejadian seperti ini, maka polisi wajib dimintai keterangan dan pertanggung jawabanya atas kejadian ini, apalagi tidak menutup kemungkinan telah mendunianya pemberitaan ini. Akankan keterangan dan pertanggung jawaban itu akan bisa melegakan kita semua? Karena polisi memeriksa polisi sedang trending saat ini dikaitkan empati, simpati dan kepercayaan rakyat terhadap polisi. Sekali lagi atas insiden ini semua dapat disimpulkan, POLISI TIDAK PROFESIONAL! (Bandung, 2 Oktober 2022)