ALL CATEGORY
Edaran ASN Netral Selama Tahapan Pemilu 2024 Diterbitkan Pemkot Bekasi
Bekasi, FNN - Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat menerbitkan surat edaran berisi instruksi kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah itu untuk menjaga netralitas selama tahapan Pemilu Serentak 2024 berlangsung.\"Surat edaran ini dibuat dengan tujuan menjaga kebersamaan, netralitas, dan jiwa Korps ASN dalam menyikapi situasi politik di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi,\" kata Sekretaris Daerah Kota Bekasi Reny Hendrawati di Bekasi, Sabtu.Dia menjelaskan surat edaran nomor 800/5878/BKPSDM.PKA merupakan tindak lanjut surat yang dikirimkan Badan Pengawas Pemilu Kota Bekasi dengan nomor 069/PM.01.2/K.JB-21/08/2022 tanggal 22 Agustus 2022.Surat edaran itu menginstruksikan segenap kepala perangkat daerah melakukan pengawasan terhadap bawahan selama tahapan pemilu agar tetap menaati perundangan-undangan dan ketentuan kedinasan yang berlaku.Menjaga iklim kondusif dan memberikan kesempatan melaksanakan hak pilih secara bebas dan tetap menjaga netralitas, serta tidak melakukan mobilisasi pegawai di lingkungan perangkat daerah. \"Serta tidak terpengaruh untuk melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada peserta Pemilu 2024,\" katanya.Reny juga meminta segenap ASN berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 pasal 5 huruf n terkait larangan memberikan dukungan kepada Calon Presiden/Wakil Presiden, kepala daerah, anggota DPR, DPRD, dan DPD.Kebijakan tersebut meliputi larangan ASN ikut kampanye, menjadi peserta kampanye, mobilisasi kampanye dengan mengerahkan ASN lain, menggunakan fasilitas negara untuk kampanye, serta membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. \"Larangan tersebut berlaku sebelum, selama, maupun sesudah masa kampanye,\" ucapnya.ASN Kota Bekasi juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon serta memberikan surat dukungan disertai fotokopi KTP atau surat keterangan penduduk. \"Pegawai Negeri Sipil yang tidak menaati ketentuan dijatuhi hukuman disiplin sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 pasal 13 huruf g dan Pasal 14 huruf i,\" katanya.Reny mengimbau segenap pegawai ASN maupun non ASN di Kota Bekasi dapat menjalankan peraturan yang telah dibuat serta bekerja sesuai dengan perintah yang telah ditetapkan. (Ida/ANTARA)
ASN Milenial Diharapkan Memenuhi Empat pedoman "Human Capital"
Jakarta, FNN - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berharap aparatur sipil negara (ASN) milenial sebagai generasi penerus pemangku kebijakan dapat memenuhi empat pedoman human capital sehingga mampu mengelola birokrasi yang semakin cepat di tengah kemajuan teknologi.\"Siapa pun kalian bisa jadi apa pun, tapi menuju ke sana tidak mudah. Ada empat pedoman human capital (yang harus dipenuhi),\" ujar Moeldoko saat bertemu ANTARA di acara inagurasi ASN Fest 2022 di Museum Kebangkitan Nasional, Sabtu.Dia menambahkan, pedoman tersebut juga menjadi penting sebagai upaya memaksimalkan ASN dan memperkuat kepercayaan publik dan lebih memahami kebutuhan masyarakat di era saat ini. Pedoman human capital yang dimaksud, lanjut Moeldoko, adalah emotional capital (modal emosional), intellectual capital (modal intelektual), spiritual capital (modal spiritual), dan social capital (modal sosial).Menurut Moeldoko, modal emosional berarti seorang ASN tak boleh egois dengan diri sendiri, namun harus mendengarkan pandangan orang lain dan berani menerima kritik dari orang lain. \"Ketika nanti menjadi seorang pemimpin, jangan sampai pemikiran-pemikiran yang luar biasa dari anak buah kita terabaikan karena tidak mau mendengarkan mereka,\" ujar Moeldoko.Kemudian modal intelektual, menurut Moeldoko, berarti seorang ASN harus cerdas, cepat tanggap, dan tidak boleh ragu-ragu. Seorang ASN juga harus memiliki cara berpikir yang kekinian, sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi saat ini.Sementara modal spiritual, Moeldoko mengatakan seorang ASN harus memiliki landasan moral yang baik. Modal ini akan mendasari seseorang agar tidak mudah menerima sesuatu yang bukan haknya. \"Jangan sampai semuanya didasari oleh transaksional, karena pasti akan gagal di tengah jalan,\" imbuh Moeldoko.Sedangkan mengenai modal sosial, menurut Moeldoko, hal ini penting karena saat ini merupakan zaman kolaborasi di mana setiap orang termasuk ASN harus mampu membangun networking atau jejaring dengan baik. \"Ini zamannya zaman kolaborasi. Kita tidak bisa hidup tanpa membangun networking yang baik. Harus pandai berkomunikasi dengan berbagai pihak,\" ujar Moeldoko.Selain itu, Moeldoko juga meminta para ASN milenial untuk terus menyalakan api idealisme. Dia percaya, setiap orang pasti memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu yang jauh lebih baik dari yang telah dilakukan pendahulunya. \"Anak-anak muda harus muncul dengan semangat baru untuk mengelola birokrasi yang semakin cepat, fleksibilitasnya tinggi, adaptif dengan lingkungan, memahami what customer need, saya pikir ini akan luar biasa,\" pungkasnya. (Ida/ANTARA)
Syahganda Nainggolan: Pada Pilpres 2024 Oligarki Harus Mawas Diri
Jakarta, FNN – Keterlibatan kaum Oligarki Kapital dalam kancah perpolitikan di Indonesia selama era reformasi ini benar-benar telah kebablasan. Mereka adalah segelintir pengusaha kaya raya yang mengendalikan perpolitikan di Indonesia, baik langsung mupun di belakang layar. Mereka juga menyebabkan perpecahan persatuan nasional yang dalam. Untuk itu, ke depan, khususnya dalam konteks Pilpres 2024, kaum oligarki harus mawas diri. Demikian disampaikan Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang Merauke Circle (SMC) yang juga mantan aktivis Mahasiswa ITB era 80-an, Dr Syahganda Nainggolan di sela Seminar Nasional, “Membedah Sikap dan Perilaku Oligarki di Indonesia”, yang diselenggarakan Soekarno Hatta Institut, di Restoran Pulau Dua, Jakarta, awal September 2022. Selain Syahganda, hadir pembicara antara lain Prof Dr Hafidz Abbas, Dr Hazairin Pohan, serta Dr Marwan Batubara. Diantara peserta hadir Jumhur Hidayat, ketua umum KSPSI, MS. Ka\'ban, mantan Menteri Kehutanan, Gus Aam Wahab, Kittah NU dan Soeripto pendiri PKS. Syahganda dalam kesempatan tersebut mengutip disertasi Professor Jeffrey Winters, yang menjadi narasumber KPK tentang Oligarki, yakni Oligarki Indonesia telah berubah dari Sultanic Oligarchy yang dipimpin Suharto, pada era Orde Baru, menjadi \"Ruling Oligarchy\", saat ini. Di mana Oligarki kini menjadi penguasa yang memerintah. Oligarki selalu menciptakan \"boneka\" untuk mengatur sebuah negara agar kepentingan mereka mengakumulasi dalam kapital berlangsung aman,\" jelas Syahganda yang pernah meringkuk di penjara dalam era rezim Soeharto dan Jokowi ini. Syahganda menambahkan, ketimpangan sosial di tanah air yang sudah ada berbasis etnis, sebagimana riset Professor Amy Chua, Yale University, AS telah menciptakan kebencian rasial yang semakin dalam di era demokrasi pada negara-negara yang bertransformasi ke demokrasi, seperti Indonesia. Menurut Syahganda, saat ini ketimpangan dan kebencian rasial di Indonesia sudah seperti api dalam sekam. Oleh karena itu, dalam politik pencapresan 2024, kaum Oligarki harus menjaga nilai-nilai persatuan secara sungguh-sungguh. “Jangan sampai kegoncangan sosial justru terjadi akibat keinginan kaum oligarki dalam mengatur negara kita,” tutur Syahganda. (mth/*)
Tiga Skenario yang Akan Terjadi di Indonesia!
Dengan kata lain, determinasi umat Muslim untuk ber-jihad fii sabillah dan TNI untuk mengambil peran perubahan yang lebih besar akan menentukan skenario mana yang akan wujud. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SETELAH mengumumkan kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar cukup besar, Presiden Joko Widodo kini menghadapi prospek presidency yang gloomy. Sebelumnya mungkin tidak pernah dibayangkan oleh Jokowi, setelah berkali- kali membuat kebijakan yang relatif berjalan mulus. Riak-riak reaksi hanya berjalan beberapa hari dan rakyat akhirnya menyerah. Akibat kasus Ferdy Sambo, imbasnya rezim mengalami krisis kepercayaan serius dari dalam maupun luar tubuh institusi paling mematikan dalam sejarah Indonesia modern ini. Jokowi kini menghadapi prospek presidency yang gloomy. Ini terjadi setelah sebelumnya instrumen kekuasaan terkuatnya, yaitu POLRI, saat ini runtuh berantakan. Langit negeri ini langsung gelap saat rakyat harus memikul beban hidup yang semakin berat akibat harga-harga kebutuhan pokok naik hingga 12%. Jumlah orang miskin negeri ini oleh Bank Dunia dilaporkan sudah nyaris separuhnya. Presiden Jokowi hanya bisa bertahan dengan berapologi, dengan alasan APBN jebol jika subsidi BBM tidak dikurangi. Jokowi untuk kesekian kalinya nekad menaikkan harga BBM dengan asumsi akan berhasil membujuk masyarakat dengan BLT dan berbagai Kartu Pintar, Kartu Sehat. Padahal, semua adalah kebohongan yang diulang-ulang. Salah perhitungan semua akan berantakan dari sukses kebohongan sebelumnya. Kali ini mungkin Jokowi akan terpaksa mengeluarkan Kartu Sabar. Tapi kini baik rakyat kecil, mahasiswa maupun buruh, apalagi emak-emak dan para pensiunan sipil maupun tentara semakin tercekik harga-harga yang begitu membubung tinggi. Pengendara OJOL juga tertekan. Alhasil, Presiden Jokowi tidak akan digubris lagi oleh rakyatnya. Buktinya, demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM terjadi di mana-mana di berbagai pelosok tanah air. Peta kekuatan saat ini, akan mengulang sejarah bertumpu pada kekuatan TNI dan Umat Islam. Saat bersama negara sedang bertaruh dengan gempuran dari kekuatan global. Depresi global akan melemahkan oligarki yang kini sedang mencengkeram Indonesia. Partai politik saat ini sedang berusaha keras untuk mempertahankan memonopolinya atas politik domestik, akan rontok. Kekuatan kekuasaan dan parpol saat ini masih mengandalkan logistik yang dipasok oleh para taipan, sementara elit parpol banyak dirawat jalan oleh KPK. Mereka akan blingsatan seperti anak kehilangan induknya. Kini mahasiswa sebagai kekuatan moral dan garda terdepan demokrasi telah bangkit kembali dari tidur panjang mereka. Kondisi ini akan memunculkan tiga skenario yang akan terjadi: Pertama, China sedang terjadi pelemahan ekonomi, uang yang dipinjam ke luar negeri harus ditarik kembali (minimal pengutang harus membayar tepat waktu). China paham Indonesia akan sempoyongan. Jokowi akan jatuh karena dihantam krisis domestik dan tekanan depresi dari global, siapa yang akan ambil posisi selanjutnya tersebut harus mendapatkan dukungan dari TNI, Umat Islam dan kekuatan AS dan sekutunya. Saat itu harus dibentuk kabinet baru yang didukung rakyat khususnya Umat Islam. Harus mampu mengeluarkan Dekrit kembali ke UUD 45 asli, bubarkan DPR/MPR, KPK, MK, keluarkan semua tahanan politik yang selama ini di dituding melawan dan berlawanan dengan penguasa. Semua mutlak harus ada dukungan full dari Umat Islam, kalau syarat ini tidak terpenuhi keadaan akan makin kacau. Kedua, Jokowi akan tetap bisa saja bertahan sampai 2024, dengan terpaksa, ambisi perpanjangan dan atau keinginan tiga periode mental atau tidak akan terwujud. Bisa tetap bertahan karena sekalipun POLRI melemah, dan gagal direformasi tetap menjadi instrumen pendukung Jokowi dengan back up dari oligarki. Umat Muslim akan tetap tertekan, POLRI tetap brutal, sementara TNI makin kehilangan jati dirinya. Ketiga, TNI berhasil bangkit merebut jiwa Sapta Marganya, mengambil hati rakyat, terutama ummat Islam, yang didukung banyak partai politik sekaligus mendorong reformasi total atas POLRI. Dengan dukungan dari AS, TNI akan berhasil menjaga jarak dengan Presiden yang selama ini terlalu dekat dengan POLRI dan China. Jokowi akan jatuh sebelum 2024 kecuali mengakomodasi aspirasi rakyat yang menghendaki kembali ke UUD 45 naskah asli. Oligarki pendukung Jokowi akan retak dan terus melemah karena ikut terkena depresi ekonomi/politik global yang berubah akan menerpa perkembangan politik domestik di Indonesia. Kondisi seperti ini dipastikan TNI akan mengakomodasi para pimpinan dan tokoh nasional yang loyal utuh dengan nafas dasar Pancasila dan UUD 45 asli. Karena TNI tidak memiliki tradisi kudeta untuk ambil-alih kekuasaan, tetapi hanya akan menjaga negara tatap sesuai roh dan arah tujuan negara sesuai pembukaan UUD 45 asli. Keadaan ini terjadi akibat kelola negara yang sudah menyimpan dari pakemnya UUD 45 asli dengan segal resikonya. Ketiga opsi di atas peluangnya sama besar, dan mana yang akan terjadi itu terpulang kembali pada gerakan people power oleh rakyat bersama para mahasiswa yang sedang dan akan terus berlangsung saat ini. Penentunya ada di TNI bersama Umat Islam dan campur tangan AS, sejarah perubahan politik dalam negeri akan terulang kembali. Dengan kata lain, determinasi umat Muslim untuk ber-jihad fii sabillah dan TNI untuk mengambil peran perubahan yang lebih besar akan menentukan skenario mana yang akan wujud. Pemaparan dari salah satu mahasiswa di atas dengan dibantu narasinya dan tambahan ide serta pendapat dari teman-teman kajian/diskusi, tersusunlah narasi yang saat ini bisa kita baca bersama sama. Selebihnya, skenario tunggal adalah ada dikuasa skenario Allah SWT yang tak pernah tidur. (*)
Kapolri Kena Prank, Sambo Sempat Bersumpah
Jakarta, FNN - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat oleh Ferdy Sambo di rumah dinasnya Duren Tiga menjadi pukulan berat bagi institusi Polri. Bagaimana tidak, kasus ini terjadi di saat Polri sedang memperbaiki citra institusi. Akibatnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Polri menurun drastis ke angka 54% dari awalnya di angka 74%. Hal itu diungkapkan Kapolri dalam dialog Satu Meja The Forum Spesial ‘Siasat Kapolri di Pusaran Kasus Sambo’ di Kompas TV, Rabu (7/9/22). Bahkan Kapolri mengatakan bahwa penyidik sempat takut untuk mengungkapkan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua, karena ada bahasa akan berhadapan dengan bersangkutan. Akhirnya Kapolri ambil langkah tegas dengan menonaktifkan hingga mencopot anggota Polri yang diduga terlibat untuk kelancaran pengusutan kasus. Setelah dimutasi, hambatan pada awal proses penyidikan itu pun mulai terlewati. Sebelumnya, FS menyampaikan skenario pertama kepada semua orang termasuk dan di hadapan Kapolri hingga sempat bersumpah bahwa yang terjadi di Duren Tiga itu peristiwa tembak-menembak. Namun ternyata itu hanya prank. Kasus ini terungkap setelah Bharada E mengatakan bahwa dirinya tidak mau di pecat dari Polri karena janji FS yang tidak terpenuhi, yang salah satunya untuk melindunginya dari sanksi hukum. “Richard mengatakan bahwa FS ingin membunuh Yoshua dan meminta Richard untuk membantu,” terang Kapolri dalam salah satu wawancara di Kompas TV. Kapolri juga mengatakan bahwa FS masih tidak mau mengakui dan akhirnya setelah ditempatkan pada tempat khusus atau patsus akhirnya FS mengakui perbuatannya. Kejadian yang melibatkan lima orang saat di Magelang diduga berkaitan erat dengan pembunuhan Brigadir Yoshua oleh FS di rumah dinasnya Duren Tiga. Adapun lima orang tersebut antara lain Putri Candrawathi, Bripka RR, Kuat Maruf dan Susi serta korban Brigadir Yoshua. (Lia)
Letkol Mubin Ternyata Menjadi Guru Bahasa Arab dan Kebangsaan
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Letkol Purn H. Muhammad Mubin korban dari pembunuhan bermotif misterius yang dilakukan secara sadis oleh Henry Hernando alias Aseng bersama ayahnya Sutikno di Lembang meninggalkan kejutan. Ternyata mantan Dandim ini pernah menjadi pengajar sebuah pondok pesantren di Purbalingga. Almarhum mengajar Bahasa Arab dan Bahasa Inggris di depan para santri. Menurut puterinya Muthia ayahnya mengajar di pondok pesantren itu kurang lebih satu tahun sebelum ia berpindah ke Bandung. Tentang kemampuan Bahasa Arab yang dikuasainya itu Muthia menjelaskan karena Almarhum dahulu adalah santri di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Setelah purna dari tugas sebagai TNI Mubin bekerja di perusahaan batubara dan minyak di Kalimantan. Selama 12 tahun. Kepindahan ke Jawa itulah yang memulai langkah bekerja pada pengabdian keagamaan untuk kembali ke lingkungan pondok pesantren dengan menjadi pengajar bahasa Arab dan Bahasa Inggris tersebut. Setahun kemudian ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai sopir di perusahaan meubel milik H Salim di Lembang. Mubin selalu berprinsip tentang pekerjaan yang halal dan berkah. Saat melamar sebagai sopir di perusahaan meubel ia sempat ditolak karena kata pemilik perusahaan tugasnya itu berat, bukan hanya sebagai sopir tetapi juga harus mengangkat barang meubeuler yang dijualnya. Atas kesanggupannya ia pun diterima. Baru 40 hari bekerja, peristiwa tragis telah menimpanya ia meninggal dibunuh secara keji hanya karena mobil pick up nya parkir di sebelah gudang yang pintunya tertutup milik Sutikno dan puteranya Henry alias Aseng. Menurut Muthia ayahnya selalu mengajarkan hidup bersyukur kepada Allah. Jika ia berjalan bersama dan melihat ada pengemis, saat bersedekah juga menyatakan perlunya selalu bersyukur akan rizki Allah, karena Allah masih memberi kelebihan kepadanya dibandingkan orang lain. Muthia sendiri bersyukur ayahnya memasukan ke pesantren tahfidz hingga ia kini hafal 20 juz Al Qur\'an. H Salim pemilik perusahaan juga senang dengan karyawan barunya ini. Ia sangat memperhatikan dan menyayangi puteranya Muhammad yang selalu diajak shalat bersama di Mushola tokonya. Ternyata Muhammad yang selalu diantarkan ke sekolah TK nya ini yang membersamai akhir hayat Letkol Purn yang baik tersebut. Melihat orang tua di sebelahnya ditusuk bertubi-tubi hingga bersimbah darah Ia tidak kuat sehingga harus lari setelah membuka pintu mobil. Sungguh sadis perbuatan Henry alias Aseng ini karenanya perlu diketahui motif sebenarnya apa benar sekedar parkir saja. Kepolisian harus terbuka dan tidak boleh menutup atau melindungi seseorang dalam kasus ini. Saat di Polsek Lembang, terasa ada rekayasa. Publik melihat ada \"perlindungan\" baik kepada Henry Hernando maupun ayahnya Sutikno. Bahkan terkesan keterlibatan Sutikno cenderung diabaikan atau disembunyikan. Orang baik Letkol Purn H Muhammad Mubin telah tiada, dibunuh secara keji oleh pengusaha arogan penjual pupuk di Lembang Bandung. Bermotif misterius apakah kebencian, ketakutan, atau lainnya. Peristiwa luar biasa yang tentu tidak bisa ditangani sekedarnya. Buka CCTV dengan seterang-tetangnya sebab rekaman dan penglihatan Ilahi tidak bisa dibohongi oleh siapapun termasuk Polisi. (*)
Tembok Ratapan di Jalan Tongkol, Arkaeologi Jakarta (VI)
Oleh Ridwan Saidi Budayawan Situs Tongkol terletak di Jl Tongkol di selatan Jl Lodan. Titik temu kedua jalan; itu di jembatan menuju menara Syahbandar. Tongkol bukan nama ikan. Fonetik tongkol dan dongkol berdekatan. Maknanya juga semirip. Tongkol itu ratapan sedangkan dongkol keki atau jengkel. Petunjuk ke arah situs Tongkol datang dari nama Syahbandar Kalapa abad XVII awal sebelum dan sesudah berdiri VOC Aria Rana Manggala (see: van der Zee, 1922). Aria ras yang datang dari Asia minor berbatas dengan India. Rana rabi Yahudi. Manggala berkalung tasbih. Orang Arya kelompok ini darah bukan Jew, ritual Jewish. Banyak dari mereka pebisnis. Situs Tongkol terdiri dari 2 unit loji, lihat foto atas. Tembok ratapan dua lapis masing-masing tinggi 4 meter. Kelebaran mungkin 10 meter, kondisinya sudah rusak hingga sulit diukur dengan tepat. Berikutnya Kalasa Saya lorong insan berupa terowongan dari tembokan Kalasa Saya tempat ritual, dimana bermula jemaat menunggu kedatangan rabi di depan Kalasa Saya. Begitu rabi muncul jemaat bernyanyi: Chacha mari cha hohoy Chacha mari cha pong tipong tipong balong. Chacha panggilan akrab rabi. Pong tipong balong, mari berlindung di tempat aman. Dengan dipimpin rabi jemaat berbaris satu-satu sambil kedua tangan ditumpu di kedua belah bahu yang di depan. Mereka masuk Kalasa Saya sambil bernyanyi. Teks lirik asli diadaptasi lagu kanak-kanak Betawi, tapi tak mengubah makna bahkan kata-kata asli masih banyak tersisa. Wak wak gung Nasinya nasi jagung Lalapnya lalap utan Sarang gaok pu\'un jagung gang ging gung Pit ala ipit kuda lari kejepit - sipit Bok Eran Bok Eran Bang Udin mau kawin Potong kerebo pendek Potong kerebo tinggi Gamelan jegar jegur Ta\' em em Ta\' em em Setelah wak wak gung rabi ceramah. Acara dikonci dengan ramai menangis meratap-ratap di Tongkol, tembok ratapan. Situs Tongkol kata archaeolog adalah benteng (kasteel). Kasteel kok di pinggir kali, ada-ada aja. (RSaidi)
Main-Main Dalam Menangani Kasus, Kredibilitas Polisi Semakin Dipertanyakan
Jakarta, FNN – Kredibilitas Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) mengalami defisit yang cukup drastis, diakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap kinerja POLRI dalam menangani berbagai kasus. Sebut saja kasus Pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat yang diotaki oleh Irjen Ferdy Sambo yang saat kejadian masih berstatus Kadiv Propam. Kasus ini bukan hanya meruntuhkan kredibilitas Polri tapi juga mempertontonkan adanya keretakan dalam tubuh institusi yang seharusnya jadi pengayom masyarakat itu. Begitu banyak rekayasa yang dirancang sedemikian rupa untuk menutup-nutupi kasus ini. Tak kurang 83 anggota Polri terlibat di dalamnya, mulai dari penghilangan barang bukti hingga menunda-nunda penyidikan. Belum tuntas kasus Ferdy Sambo, muncul kasus baru yang kian menggerus citra polisi. Kepercayaan publik terhadap polisi makin merosot dalam kasus pembunuhan Letkol (purnawirawan) Muhammad Mubin di Jalan Adiwarta RT 01/12, Desa Lembang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, pada Selasa, 16 Agustus 2022. Hersubeno Arief dalam kanal Youtube Hersubeno Point mewawancarai Mutia Isfahani, salah satu anak dari Letkol M. Mubin. Dalam penjelasannya Mutia menceritakan bagaimana awalnya, ia beserta keluarga benar-benar percaya kepada polisi dalam menangani kasus ini. “Jujur ya Pak saya khusnudzon sekali, bener-bener percaya seratus persen. Benar-benar percaya hari itu gitu, apa yang mereka sampaikan saya percaya semua, apa yang mereka sampaikan hari itu saya percaya,” jelas Mutia pada Hersubeno, Jumat, 9 September 2022. Sayangnya kepercayaan itu luntur justru oleh tindakan yang tidak profesional dari anggota-anggota polisi yang menangani kasus almarhum ayahnya. Mutia menilai bahwa polisi seolah \'main-main\' dalam menangani kasus ini, juga lambat dan kurang cermat dalam membongkar pelaku pembunuhan. Ia mengatakan, terjadi kesimpangsiuran atas berita yang disampaikan pihak polisi tentang kronologis peristiwa pembunuhan tersebut. Bahkan hingga hari terakhir rekonstruksi pun masih ada fakta-fakta baru yang terbongkar. “Sekarang mulai ketahuan satu, dua, tiga. Ternyata banyak yang terbuka. Sampai hari terakhir rekonstruksi masih ada yang dibongkar gitu kan? Gimana nggak kesel sama orang yang mulai main-main gitu. Apa nggak takut Allah cabut semua jabatan dan hartanya dia, dijadikan sipil semua dan Allah balikan kejadian itu sama keluarganya. Apakah tidak takut?” tanyanya. Diakhir wawancara, Mutia berharap kepada orang-orang yang peduli dan membantu kasus ini, terutama teman-teman ayahnya, untuk terus membantu hingga tuntas “Harapan saya semoga Allah senantiasa menjaga semangat bapak-bapak ini,” ujar Mutia, yang dua tahun dididik di pondok Tahfiz Al Qur\'an, dengan berlinang air mata. Muhammad Mubin sendiri setelah pensiun sempat menjalani banyak profesi dan masih menjadi sandaran bagi ketiga putrinya, khususnya Mutia yang putri kedua dan adiknya yang masih duduk di sekolah dasar. Almarhum pernah menjadi guru bahasa Arab dan Inggris di pondok pesantren sebelum akhirnya menjadi supir di toko mebel di Lembang yang salah satu tugasnya mengantar jemput sekolah anak pemilik toko. Ia baru pindah 40 dari Purbalingga, sebelum tewas dibunuh Hery Hernando atau akrab dipanggil Aseng yang merupakan pemilik salah satu toko di Lembang. (Habil)
Ketua DPD RI: Viral Soal Harga BBM Malaysia Harus Dijelaskan Transparan
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta perbandingan harga BBM subsidi antara Indonesia dengan Malaysia yang belakangan marak di media harus dijelaskan secara transparan. Sebab, selama ini pemerintah kerap membandingkan harga BBM subsidi dengan negara lain. Yang akhirnya banyak diteruskan pendukung pemerintah di media-media sosial. Belakangan, marak di media sosial soal harga BBM di Malaysia yang disebut lebih murah dari Indonesia. \"Saya minta pemerintah terbuka terhadap harga subsidi BBM jenis Pertalite jika dibandingkan dengan subsidi BBM jenis Petrol 95 yang ada di Malaysia,” kata LaNyalla di sela kunjungan kerjanya ke Surabaya, Jumat (9/9/2022). Senator asal Jawa Timur itu menilai hal itu penting untuk dijelaskan secara rinci oleh pemerintah agar tak ada yang ditutupi. Sebab, pengamat kebijakan publik Bambang Haryo telah memberikan tanggapan dan pandangannya terkait subsidi harga BBM Petrol 95 (Oktan 95) yang ada di Malaysia dan subsidi harga BBM Pertalite Oktan 90 yang ada di Indonesia. Menurut Bambang Haryo, hasil pengecekan di Malaysia harga Petrol 95 dengan Oktan yang setara dengan Pertamax Plus dibanderol sebesar 2,05 ringgit atau Rp6.844 dengan subsidi 0,45 ringgit. Untuk harga tanpa subsidi Rp 8.347. Sedangkan di Indonesia, harga Pertalite bila tanpa subsidi diklaim sebesar Rp17.200/liter. \"Jadi terbuka sajalah. Jangan ada yang ditutup-tutupi, apalagi membandingkan dengan negara lain sebagai pembenar kebijakan pengurangan subsidi, namun ada kekeliruan di dalamnya,\" ujar LaNyalla. Tokoh berdarah Bugis yang besar di Surabaya itu melanjutkan, masyarakat mengharapkan pemerintah terbuka terkait dengan harga subsidi dan nonsubsidi agar tidak menuai polemik berkepanjangan. Sebab, kata dia, masyarakat yang merasakan secara langsung dampak dari kenaikan harga BBM tersebut. Dampak kenaikan BBM mulai dirasakan masyarakat, salah satunya dalam hal kenaikan tarif angkutan umum. Masyarakat yang menggunakan angkutan umum seperti ojek online (ojol), bus dan angkutan kapal penyeberangan, otomatis langsung terdampak. \"Polemik akan terjadi, terutama angkutan yang kurang terawasi oleh Organda, kenaikan harga bisa dua kali lipat. Kasus ini terjadi di daerah-daerah yang kurang terawasi dan ini dapat memicu permasalahan sosial. Artinya, ada potensi gejolak sosial yang bisa terjadi,\" kata Ketua Dewan Penasehat Kadin Jatim itu. Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengetuk aturan baru untuk tarif sejumlah angkutan umum. Hingga saat ini, ada tiga angkutan umum yang tarifnya bakal naik, yaitu ojek online atau ojol, bus angkutan antar-kota antar-provinsi (AKAP) kelas ekonomi, dan angkutan penyeberangan. (mth/*)
Rocky Gerung: Kompas Mengidap Bawah Sadar Islamophobhia
TULISAN KOMPAS edisi Kamis, 8 September 2022, semakin jelas bahwa Kompas itu Islamophobia. Tulisan yang cenderung tendensius itu pun kini sedang ramai diperbincangkan publik, bahkan trending di Twitter. Kompas ttrending di Twitter karena memasang foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai menjalani pemeriksaan terkait penyelenggaraan e-Formula di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto Kompas itu ramai dikomentari warganet karena dinilai tidak cocok dengan isi berita yang disampaikan diuraikan Kompas sendiri. Dalam rubrik Politik dan Hukum Kompas edisi Kamis, 8 September 2022, itu Kompas memuat sebuah artikel dengan judul \'Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa\', gambar Anes Baswedan dijadikan foto untuk menunjang artikel tersebut. Warganet menilai bahwa Kompas, sebagai media massa, seharusnya netral. Karena menurut sejumlah warganet, apa yang dilakukan Kompas dengan memasang foto Gubernur Anies Baswedan untuk artikel \'Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa\' sangat tidak mencerminkan kenetralan Kompas. Kini, Kompas jadi sorotan hingga sudah ribuan kali dicuitkan oleh warganet di Twitter. “Jadi, dengan gampang misalnya kita (bisa) bilang itu artinya Kompas masih mengidap bawah sadar Islamophobia. Jadi seluruh rasionalitas kita suppress, kita tekan karena takut diucapkan Islamophobia, tetapi apa yang ditekan itu kemudian tiba-tiba muncul tanpa sadar, lalu muncullah foto Anies itu yang seolah bagian dari 35 orang koruptor,” kata pengamat politik Rocky Gerung. “Dan Kompas tidak bisa menghindar karena sudah keburu berlangsung. Jadi orang akan anggap itu, Kompas sebetulnya mengidap dalam bawah sadarnya, dalam subconsciousness-nya, semacam a kind of Islamophobia,” tegas Rocky Gerung dalam dialognya dengan Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief. “Hasil survei menunjukkan bahwa dukungan pada Anies di Jakarta, karena respondennya Jakarta, itu 99% karena prestasi, bukan karena agama. Dan redaksi Kompas tentu mewakili keinginan dari satu kelompok politik tertentu,” ujar Rocky Gerung. “Sebagai pendukung Presiden Jokowi, Kompas pasti merasa bahwa Jokowi sebenarnya sudah bukan lagi aset. Tetapi, keadaan di dalam kan kita ngerti fraksi-fraksi yang ada di dalam Kompas tidak tiba pada semacam kesepakatan bahwa rezim ini memang rezim yang buruk,” ungkapnya. Berikut petikan dialog lengkapnya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (9/9/2022). Tentang Wafatnya Ratu Elisabeth II Bung Rocky, ketemu lagi Bung Rocky. Ini saya kemarin terkaget-kaget, di dunia maya heboh sekali soal Kompas dengan Anies Baswedan, Koran Kompas dan kompas.com soal Anies Baswedan dianggap buat framing karena dia rupanya membuat artikel tentang adanya 35 orang koruptor yang bebas. Kemudian, sebetulnya artikelnya menarik tapi kemudian orang mempersoalkan kenapa ilustrasinya jadi Anies yang diperiksa oleh KPK. Padahal Anies masih diperiksa saja. Dan saya agak heran kenapa Kompas dipersoalkan. Padahal kita sebetulnya membahas hal yang sama ya, persis sama sebetulnya. Cuma anglenya berbeda. Itu menarik. Tapi sebelum kita membahas soal itu saya kira kita tentu ikut mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya Ratu Elizabeth II dalam usia 96 tahun, Kamis sore waktu setempat, dini hari waktu kita. Ya, itu saya dengar itu juga tengah malam dan kita ucapan duka cita pada seseorang yang dianggap simbol kebijaksanaan. Ratu bukan lagi memerintah, tapi peradaban British dan peradaban Inggris menganggap bahwa kedudukan beliau itu justru sebagai perekat. Kalau ada persaingan antara partai buruh dan partai konservatif selalu orang menunggu semacam bahasa tubuh dari Ratu Elizabeth II. Beliau ini hidup di dalam seluruh abad ke-20 dilalui dan dia masuk abad ke-21, dan mengerti semua. Orang anggap Eropa itu sepanjang abad ke-20 itu adalah wahana pengujian kekuatan atau wahana konflik ideologi kiri dan timur-barat, komunis, fasisme semua ada di situ segala macam. Jadi, Eropa di dalam sejarah Ratu Elizabeth II itu diingat sebagai the dark continent, benua hitam karena penuh dengan banyak peristiwa politik. Tentu itu yang diingat oleh dunia terhadap Ratu Elisabeth II. Dan dia bahagia karena keadaan sekarang memungkinkan dia untuk melihat masa depan yang lebih baik melalui tentu Pangeran Charles yang sebentar lagi jadi raja. Ya, ini usianya 96 tahun dan dia naik tahta pada usia 25 tahun. Jadi tujuh dekade dia menjadi ratu. lni pencapaian yang luar biasa dan tetap sehat sampai terakhir. Sekarang ada raja baru, tentu saja ini juga akan menarik apakah Charles masih sekuat figur ibunya dalam merepresentasikan monarki gitu. Saya kira menarik kita mengamati Inggris, sebuah negara modern, sebuah negara demokratis, tapi dengan mempertahankan monarki meski hanya sebagai simbol. Ya, itu pelajaran bahwa ada yang disebut monarki, tapi orang tinggal ingat penghargaan. Bukan seperti yang sekarang sudah sistem presiden seperti di Indonesia tetapi ada yang menjadi monarki justru. Itu bedanya. Culture Inggris itu yang kita hormati. Tetap kita tahu miris menahan opini publik ketika ada peristiwa menantunya Lady Diana yang masuk dalam skandal, lalu ketegangan psikologi di dalam keluarga itu, tapi dia bisa atasi semua itu. Karena itu, wisdom itu sebetulnya yang orang ingin lihat dari seorang yang sudah berusia dan akhirnya harus melihat problem dunia, termasuk problem keluarganya, perceraian anaknya segala macam itu. Tetapi, selalu sejarah itu memulihkan kembali ingatan bahwa seorang perempuan memimpin Inggris dan memberi wajah yang teduh pada dunia hari ini. Dengan kepergian Ratu Elizabeth kita mengenang percakapan-percakapan dia dengan dulu ada film pendek atau film seri tentang Istana Buckingham itu, dan orang lihat bahwa di dalam istana ada politik, tetapi juga ada culture di situ. Dan itu sebetulnya yang orang sebut sebagai keajaiban Inggrislah. Demokratis, tapi tetep ada orang yang menganggap bahwa itu nggak bagus dinasti. Tapi dia tetap jalan terus dan parlemen selalu menghormati posisi Ratu sebagai Dewi yang bijak dalam menuntun masyarakat Inggris. Semoga raja yang baru, Pangeran Charles, juga memperoleh wisdom yang sama. Masalah Anies Baswedan Ya. Sekarang kita balik lagi ke Indonesia soal ribut-ribut Anies. Tiba-tiba juga saya dikirimi video yang sebenarnya video percakapan kita sebelum peristiwa itu terjadi karena Anda di situ menyatakan bahwa bagaimanapun caranya Anies pasti harus digergaji. Begitu kira-kira. Dan menurut Anda nanti pasti karena ada pemred yang disogok untuk membuat opini yang negatif terhadap Anies. Tentu kita tidak menuduh Kompas, tetapi kenapa orang kemudian mengait-ngaitkan itu. Jangan-jangan Bung Rocky ini sudah punya informasi atau cuma sebagai cenayang saja gitu. Saya juga piara dukun. Jadi, Kompas itu harusnya minta maaf dulu sebelum bikin tulisan lain. Tapi, itu insinuasi dan kalau Kompas merasa itu kecelakaan editor, nggak bisa. Karena dia tahu Anies ini ada di dalam suasana jadi public outcry, publik itu mengelu-elukan Anies dan itu memang kalau kita periksa sebetulnya secara psikoanalisis, ada yang disebut Freudian key. Freudian key artinya kita mau cari kunci freudian yang hilang untuk membongkar psikologi dari Kompas. Jadi, dengan gampang misalnya kita bilang bahwa itu artinya Kompas masih mengidap bawah sadar Islamophobia. Kira-kira begitu kan. Jadi, seluruh rasionalitas kita suppress, kita tekan karena takut diucapkan Islamophobia, tapi apa yang ditekan kemudian tiba-tiba muncul tanpa sadar, lalu muncullah foto Anies itu yang seolah bagian dari 35 orang koruptor. Kan begitu cara melihatnya. Ini betul-betul saya terangkan teori psikoanalisis dan itu yang kemudian membuat publik merasa ini pasti by design. Jadinya begitu. Dan, Kompas tidak bisa menghindar karena sudah keburu berlangsung. Jadi orang akan anggap bahwa Kompas itu sebetulnya mengidap di dalam bawah sadarnya, dalam subconsciousness-nya, semacam a kind of Islamophobia. Kira-kira begitu. Ternyata yang bereaksi itu kalau saya amati bukan hanya kelompok yang disebut sebagai kelompok Islamis. Kemudian saya teringat penjelasan Anda karena Anda baru saja membaca survei tentang Anies yang sebetulnya kaitannya kecil sekali dengan soal Islamophobia. Karena ada seorang Ibu Susi Pudjiastuti juga meskipun hanya komen dengan emoticon menangis, kemudian Denny Indrayana. Jadi ini bukan hanya keributan remeh-temeh di kalangan netizen, ini persoalan yang serius. Mereka melihat bahwa kalau saya dari sisi jurnalistik saya melihat bahwa orang-orang ini konsen akan pentingnya adalah lembaga-lembaga yang bisa bersikap kritis tapi tetap juga imparsial. Ya, itu saya membaca 2 minggu lalu tentang survei yang menunjukkan bahwa dukungan pada Anies di Jakarta karena respondennya wilayah Jakarta, itu 99% karena prestasi, bukan karena agama. Jadi, sebetulnya kaum sekuler memang mendukung Anies. Sekarang kita tinggal lihat apakah Jakarta itu mewakili Indonesia. Itu pasti. Karena di pusat-pusat Metropolitan juga Anies diucapkan dengan cara yang sama. Kan orang nggak menilai Anies karena dia soleh beragama, tapi karena dia berprestasi di DKI. Jadi, menara DKI atau mercusuar DKI itu juga tiba cahayanya ke ibukota-ibukota provinsi yang rasional untuk melihat prestasi seorang Gubernur. Jadi itu intinya. Nah, mustinya Kompas mengerti itu. Jadi, kalau Kompas justru mencemplungkan Anies ke dalam kolam yang sama dengan para koruptor, orang bereaksi, baik muslim maupun non-muslim yang menganggap ini kok cara Kompas itu seolah-olah masih ada dendam di situ. Dan, itu akan terkait lagi dengan orang akan melihat di belakang Kompas siapa? Politikal ekonomi analisis berlangsung di situ. Tadi saya terangkan secara psikoanalisis. Jadi, itu kekacauan di dalam redaksi Kompas sendiri sebetulnya. Dan redaksi Kompas tentu mewakili keinginan dari satu kelompok politik tertentu. Itu saja gampangnya. Lalu orang lihat Kompas didirikan oleh siapa dan modalnya dapat dari mana, lalu penasihat politiknya siapa, apa afiliasinya dengan think thank yang lain. Jadi, hal-hal begitu yang kemudian kecurigaan lagi muncul. Tapi saya tadi terangkan bahwa di bawah sadar Kompas memang mungkin masih ada Islamophobia. Itu yang saya sayangkan. Saya bertahun-tahun membantu Kompas, diskusi-diskusi di Kompas, menulis di Kompas, macam-macam, mewakili Kompas kalau ada ceramah-ceramah di luar negeri. Jadi, semua hal semacam ini yang saya pertaruhkan pengetahuan saya tentang Kompas. Kira-kira itu. Ya. Saya kira ini yang kemudian disebut sebagai policy redaksional gitu ya. Jadi kelihatan dari situ. Sebuah produk jurnalistik itu kan bagian dari policy redaksional. Seperti kita, Anda yang selalu menyebutkannya walaupun kadang-kadang saya nggak begitu sepakat. Bukan karena nggak sepakatnya, tetapi ada ngeri-ngeri juga kalo Anda selalu menyebut FNN itu Forum nantang-nantang. Tapi itulah memang sikap dari FNN di tengah situasi ketika misalnya banyak sekali kooptasi terhadap media. Bahkan, bukan hanya dikooptasi tapi banyak juga media mengooptasikan diri. Di dalam kekuatan kita mengambil jarak pada kekuasaan. Itu yang membuat orang agak sebel kenapa nggak pernah ada bagusnya sih pemerintah di mata Rocky Gerung dan FNN. Ya, FNN masih dalam taraf nantang-nantang. Belum jadi forum nendang-nendang. Jadi tetap kita mau cari sebetulnya mata batin publik kalau kita lihat Kompas tag line-nya kata hati, mata hati, itu poinnya kan. Suara rakyat di zaman orde baru itu tersalur lewat Kompas. Kita tahu Kompas pro orde baru, tapi kita sering lihat editor Kompas yang secara sublim itu memberi sinyal bahwa orba itu mengandung otoriterisme. Jadi kalau kita baca Kompas di headline dia memuji orde baru, kita pasti tahu bahwa nanti di Tajuk Rencana itu pasti ada refleksi kritis terhadap orde baru. Biasanya Pak Jacob yang nulis di situ. Kalau sekarang terbalik. Kompas head line-nya itu langsung memberi kesan anti pada seseorang. Dalam hal ini orang anggap pasti Kompas jadi anti-Anies. Lalu orang tanya, kalau gitu Kompas pro siapa? Pro Ganjar? Pro Prabowo? Ya di tengah-tengah mungkin. Itu yang kita sebut tadi, kegalauan di dalam redaksi itu untuk menentukan sikap terhadap keadaan politik. Sebagai pendukung Presiden Jokowi, Kompas pasti merasa bahwa Jokowi sebenarnya sudah bukan lagi aset. Tapi, keadaan di dalam kan kita ngerti fraksi-fraksi yang ada di dalam Kompas itu tidak tiba pada semacam kesepakatan bahwa rezim ini memang rezim yang buruk. Oke. Dan ini beda dengan Anda ya, karena Anda sendiri adalah posisi awalnya termasuk pendukung Pak Jokowi. Iya, saya ikut membaca atau menyumbang pikiran bahkan apa yang disebut nawacita segala macam karena teman-teman saya di situ, dan kita berupaya untuk bahwa Jokowi ke dalam masyarakat sipil. Bahkan kita diam-diam kasih izin pada LSM untuk masuklah ke KSP, temani Jokowi, pelajari wataknya, jauhkan dia dari oligarki, halangi dia berkomplot dengan kekuatan-kekuatan lama. Eh, ternyata nggak terjadi. Bukan karena kesalahan Pak Jokowi, karena kesalahan orang-orang civil society yang masuk istana yang kita suruh untuk mengasuh Jokowi dalam tatabahasa demokrasi, tapi justru kunyuk-kunyuk ini cari suaka di dalam kekuasaan, lalu jadi KSP-lah, jadi komisaris segala macem, dan nggak ada poin kritis lagi terhadap kekuasaan. Itu yang terjadi. Jadi mereka going native, tenggelam bersama ketakutan sendiri terhadap keadaan kantong dia sendiri. Karena kantongnya rada kering lalu nggak boleh kritis lagi. Karena berharap jadi menteri lalu bermain dengan kecurangan-kecurangan data segala macam. Kalau mereka yang diangkat oleh Pak Jokowi mungkin dia biasa saja karena Pak Jokowi sudah tahu kelakuan politisi. Tetapi, yang saya sayangkan atau saya dungukan adalah lingkungan istana Jokowi yang datang dari civil society, yang bertahun-tahun ada di pusat-pusat LSM kritis, tiba-tiba jadi dungu dan bisu ketika berhadapan dengan kekuasaan. Itu soalnya. Oke. Saya kira ini memang banyak yang menuntut Kompas minta maaf, tapi kelihatannya secara tidak langsung Kompas kemudian sudah mulai meminta maaf dengan cara menurunkan sebuah berita “Anies: Saya selalu siap hadir membantu KPK”. Walaupun sebenarnya berita ini terlambat karena ini sudah berita kemarin muncul dan kemudian ilustrasi fotonya luar biasa, foto Anies sedang berbicara kepada wartawan yang seperti Anda singgung bahwa ini bukan tampilan seorang yang baru diperiksa KPK, tapi ini seperti orang yang baru semacam deklarasi yang menyatakan akan maju sebagai presiden. Itu balancing dari Kompas yang mungkin merasa bahwa ini bakal berbahaya. Nanti orang akan mengingat bahwa Anies pernah dilecehkan sebelum ada fakta-fakta, tapi sudah diskenariokan atau diinsinuasikan sebagai koruptor. Keadaan itu mungkin yang mengembalikan kembali kesehatan redaksional Kompas. Itu nggak ada soal juga. Tetapi, tetap kita musti ingatkan bahwa Kompas itu koran. Koran itu adalah suara publik. Publik itu nggak suka BBM naik. Publik merasa bahwa Jokowi memaksakan anggaran untuk biaya IKN. Publik menganggap bahwa Jokowi itu tidak paham dengan lingkungan. Semua itu yang harusnya diucapkan oleh Kompas. Minimal dalam tajuk rencana. Kalau sekarang kan betul-betul jadi kempes itu pikiran Kompas. (Sof/sws)