ALL CATEGORY
Pergantian Pimpinan Berpegang pada Tertib Hukum
Jakarta, FNN - Wakil Ketua (Waka) MPR Arsul Sani menegaskan MPR berpegang pada tertib hukum serta mengedepankan fatsun atau kesantunan mengenai pergantian Pimpinan MPR, dalam hal ini pergantian dari unsur DPD sebagaimana diusulkan dalam Surat DPD Nomor 30/KEL.DPD/IX/2022.\"Pimpinan MPR tidak tergesa-gesa dan akan berpegang pada tertib hukum serta mengedepankan fatsun dalam menindaklanjuti surat dari kelompok DPD tertanggal 5 September 2022 dengan nomor 30/KEL.DPD/IX/2022 perihal usul pergantian pimpinan atau wakil ketua MPR dari unsur DPD,\" kata Arsul, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.Dengan berpegang pada tertib hukum itu, kata dia lagi, keputusan yang diambil mengenai pergantian pimpinan tersebut tidak mengandung konsekuensi hukum bagi MPR.Hal itu, dia sampaikan untuk menanggapi keinginan Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, agar MPR segera melantik Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD menggantikan Fadel Muhammad.Adapun tertib hukum dalam hal ini berarti penggantian Pimpinan MPR dilakukan sesuai dengan ketentuan UUD NRI 1945, Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Tata Tertib MPR, serta hierarki perundang-undangan yang berlaku.Lebih lanjut, Arsul menyampaikan, mengenai pergantian pimpinan atau wakil ketua MPR dari unsur DPD ini, ada persoalan hukum yang masih berproses.Persoalan itu merujuk pada fakta bahwa setelah menerima surat dari DPD, Pimpinan MPR juga menerima surat-surat lain dari pimpinan serta anggota DPD. Surat-surat itu menunjukkan bahwa surat DPD sebelumnya mengandung persoalan hukum.Sejumlah surat yang diterima Pimpinan MPR setelah menerima surat pertama dari Pimpinan DPD RI tertanggal 5 September 2022, di antaranya, surat dari Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin terkait dengan penarikan tanda tangan dalam keputusan pencabutan mandat wakil ketua MPR RI dari utusan DPD RI.Langkah Sultan mengeluarkan surat penarikan tanda tangan itu, juga diikuti oleh Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono. “Dari empat Pimpinan DPD, dua telah melakukan penarikan tanda tangan. Tidak hanya pimpinan, salah satu anggota DPD dari NTT juga menarik tanda tangan,” ujar Arsul.Oleh karena itu, ia mengatakan MPR akan mempertimbangkan surat-surat itu, sekaligus meminta Pimpinan DPD agar kembali memastikan usulan pergantian wakil ketua MPR dari unsur DPD itu.Berikutnya, kata Arsul, Pimpinan MPR juga menerima surat-surat keberatan dari pihak kuasa hukum Fadel Muhammad yang dilampiri dengan berkas tindakan hukum yang sedang mereka tempuh.Di antaranya, Surat Nomor 160/ESL/VIII/2022 dari Elza Syarief Law Office Advocates & Legal Consultants perihal keberatan dan penolakan atas mosi tidak percaya terhadap Fadel Muhammad selaku Wakil Ketua MPR RI tertanggal 19 Agustus 2022.Lalu, ada pula Surat Nomor 08/DP&Partner/SP/IX/2022 dari Dahlan Pido & Partners perihal permohonan penghentian pemberhentian dan penggantian Fadel Muhammad dari Wakil Ketua MPR RI unsur DPD RI periode 2019-2024, sehubungan adanya pengajuan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 5 September 2022.Menurut Arsul, semua surat yang masuk ke MPR itu akan dikaji dan menjadi rujukan bagi para pimpinan dalam mengambil keputusan. \"Dari banyaknya surat yang masuk, tentu langkah yang diambil memerlukan waktu,” ujar dia.Bahkan, sebelum mengambil sikap, Arsul juga menyampaikan MPR akan mendengarkan pendapat serta masukan dari berbagai pihak terkait masalah itu, seperti Pimpinan MPR, Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR, dan pihak-pihak lainnya. (Ida/ANTARA)
Anies Presiden "De Facto"
Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI Saat Anies begitu didukung dan dicintai sebagian besar rakyat Indonesia, di sisi lain tak disukai bahkan dibenci oleh oligarki dari korporasi dan partai politik. Maka tunggu saja, kehadiran pemimpin \"de facto\" yang mengemban aspirasi dan kehendak rakyat dari demokrasi yang sehat?. Ataukah pemimpin \"de jure\" tanpa mandat rakyat dari demokrasi yang sakit?. Mungkin terlalu dini dan mustahil menyebut seorang Anies Baswedan menjadi presiden \"de facto\" di saat sekarang ini. Ada tiga faktor yang menegaskan premis itu menjadi sekedar angan-angan dan dianggap uthopis. Pertama, karena pilpres baru akan digelar pada tahun 2024. Kedua, karena pada 16 Oktober 2022 Anies baru akan mengakhiri masa jabatannya sebagai gubernur Jakarta. Ketiga, rasanya seakan kurang pas membicarakan hal tersebut di saat negara sedang kacau balau alias berantakan. Namun apakah semua yang terjadi pada NKRI, harus selalu mengikuti keinginan dari pikiran-pikiran yang normal dan rasional?. Termasuk prosesnya sesuai dengan ukuran formal dan konstitusional?. Pertanyaan tersebut tidak serta-merta harus ditafsirkan sebagai wacana apalagi sebagai upaya yang mendukung tindakan irasional dan tidak konstitusional. Terlebih jabatan presiden yang baku aspek hukumnya dan jika dikaitkan dengan figur Anies yang dikenal sebagai intelektual yang mengedepankan akal sehat dan taat pada aturan main. Anies juga diidentikan sebagai pemimpin yang terbiasa tertib administrasi, mengikuti aspek prosedural dan cenderung lentur pada birokrasi. Jejak rekamnya dalam dunia pendidikan maupun karir pemerintahan mulai dari mendirikan program Indonesia Mengajar dan menjadi Rektor Universitas Paramadina hingga duduk sebagai menteri pendidikan dan menduduki jabatan gubernur Jakarta. Membuktikan Anies bukan tipikal pemimpin yang bergaya preman dan ugal-ugalan. Pun demikian memori kolektif bangsa Indonesia bukan tidak pernah bahkan bisa dianggap sering mengalami peristiwa atau kejadian di luar kebiasaan kalau tidak bisa disebut \'abnormal\'. Sejarah kental memberi pelajaran pada rakyat Indonesia, tidak sedikit kenyataan-kenyataan pada kehidupan bernegara dan berbangsa lahir dari fenomena di luar logika dan penalaran. Secara empiris baik aspek politis maupun ideologis, rakyat cukup kenyang menyantap menu ketidakpatutan dan ketidaklayakan. Terlalu banyak realitas kehidupan yang harus diterima sebagai guratan nasib atau sesuatu yang sudah menjadi takdir Tuhan. Entah yang datang berupa kebaikan atau keburukan sekalipun, entah dalam kehidupan pribadi atau dalam lingkungan masyarakat. Betapapun keduanya sangat terikat dan tak terpisahkan dari sebuah sistem, sebuah aturan yang integral dan komprehensip dalam ketatanegaraan. Bercermin pada pergerakan kemerdekaan Indonesia di masa lalu, saat rakyat berjuang mengusir penjajahan dan ingin menjadi negara merdeka dan berdaulat. Mengemuka betapa jauh dari logis dan kewarasan bahwa bangsa Indonesia hanya berbekal dengan persenjataan tradisional dan seadanya mampu melawan kolonialisme dan imperialisme dunia yang ditunjang oleh pasukan tentara terlatih serta persenjataan yang lengkap dan modern pada waktu itu. Begitupun luar biasa dan menakjubkan saat bangsa yang begitu besar, luas dan kaya, dengan kebhinnekaan dan kemajemukannya mampu berhimpun dan berikrar dalam satu konsensus nasional menjunjung Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Tak kalah penting dan menariknya bumi nusantara yang eksotik alamnya, juga teguh memelihara kultur dan natur yang kuat budaya patron klen di dalamnya. Salah satunya dalam memilih pemimpin yang diyakini sebagai satrio piningit yang akan membawa kemakmuran dan keadilan bagi rakyatnya. Rakyat akan manut pada arahan para orang tua, guru, tokoh adat, pemimpin desa atau kampung, dan pimpinan-pimpinan komunitasnya. Demikian sedikit dari banyak hal yang faktual yang sangat sulit bisa diterima dalam ranah kesadaran akal dan logika. Peristiwa atau kejadian-kejadian yang memuat nilai-nilai kemaslahatan dan hanya bisa leluasa diterima dengan kesadaran spiritual dan kemampuan menyelami dimensi trasedental. Semua itu seperti panggilan \"given\", layaknya anugerah Ilahi yang diberikan untuk rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Begitupun sebaliknya republik yang berbasis dari kekuasaan kerajaan-kerajaan nusantara ini, pasca kemerdekaan dan bertransformasi menjadi NKRI. Tak usai dirundung kenestapaan sebagai sebuah negara bangsa. Kesengsaraan dan penderitaan menjadi realitas kontradiktif dari apa yang diyakini sebagai keinginan para \"the founding fathers\" dan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan sebagai jembatan emas seperti yang dikatakan Bung Karno, pada akhirnya hanya menampilkan perpindahan kekuasaan dari satu rezim ke rezim yang lain. Menjadi semacam parade pemerintahan yang hanya mampu mewujudkan dan menopang hegemoni dan dominasi kekuatan ideologi kapitalisme dan komunisme di negerinya sendiri. Betapa digdayanya pengaruh keniscayaan global yang bertentangan dengan falsafah dan dasar negara Pancasila yang pernah menggerakan dan memengaruhi gerakan non blok dalam percaturan internasional. Tregedi demi tragedi dalam konflik yang saling menegasikan dan membunuh sesama anak bangsa, telah menjadi keseharian dinamika memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan di dalam negeri semakin menjadi tradisi. Dampak lokal akibat kebijakan internasional, meskipun semua itu dilakukan atas nama demokrasi, HAM, perdamaian dunia, gerakan anti korupsi, isu lingkungan, soal ketahanan pangan dlsb. Etalase kampanye dari globalisme yang perlahan dan berangsur-angsur membunuh peradaban manusia dan nilai-nilai keagamaan. Kenyataan itu yang membentuk situasi dan kondisi pada fase kemudharatan atau kejahatan kemanusiaan secara terstruktur, sistematik dan masif. Dalam hal ini, semua itu seperti menjadi hukuman atas dosa politik berjamaah atau lebih ekstrim kutukan pada bangsa ini baik yang dilakukan oleh para elit pemimpin, kelas menengah maupun rakatnya sendiri. Boleh jadi kondisi obyektit dari fenomena-fenomena distorsi itu sebagai konsekuensi dari syahwat memburu materialisme dan mengabaikan religiusitas. Masyarakat modern tanpa nurani dan akal sehat, masyarakat beragama tanpa berTuhan. Kembali kepada figur Anies dengan gelat pencapresannya dan kontestasi pada pilpres 2024. Seperti tak bisa dihindarkan dari kesadaran etos dan mitos bangsa Indonesia. Sebagaimana upaya pencarian pemimpin yang jujur dan adil, yang telah lama dirindukan rakyat. Pemimpin yang dipilih karena penilaian dari keyakinan lahir dan batin. Anies secara persfektif politik realitas, mungkin agak sulit dan seperti menghadapi tembok besar untuk menjadi presiden yang diinginkan rakyat. Terlebih saat demokrasi berisi dan dalam kemasan kapitalistik dan transaksional. Kekuatan liberalisasi dan sekulerisasi yang menumpuk pada oligarki korporasi dan partai politik, sulit menjamin proses kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin secara ideal sesuai aspirasi dan kehendak rakyat yang sesungguhnya. Oligarki yang telah menjadi representasi kolonialisme dan imperialisme modern saat ini, semakin nyata dan berhadapan langsung dengan Anies dan rakyat dibelakangya yang menginginkan perubahan Indonesia menuju kebaikan. Terlebih di saat rakyat sudah lelah dan jenuh hanya bisa bermimpi tentang negara kesejahteraan, tentang kehidupan adil makmur dan sentosa. Mimpi-mimpi indah yang sudah berubah menjadi sikap apriori dan skeptis itu, kini mewujud kenyataan sebaliknya, parah dan mengerikan. Rakyat telah paripurna hidup dalam habitat negara gagal. Bukan kemajuan negara dan kebahagiaan rakyatnya, rezim terus terbang tinggi meroket ke langit membawa haraga BBM, listrik, sembako, transportasi, pendidikan, kesehatan, pajak dan semua hajat hidup orang banyak. Seiring itu harga diri para pejabat dan politisi semakin jatuh terjun bebas, turun sedalam-dalamnya kerak bumi. Tanggung jawab dan kewajiban negara diperhalus bahasanya menjadi subsidi,yang sewaktu-waktu bisa dikurangi atau dihapus serta dijadikan modus untuk maling uang rakyat. Rakyat telah menjadi populasi penduduk tanpa pemerintahan dan tanpa negara. Hanya habitat kaum lemah yang tak berdaya dan tertindas karena terus-menerus dilecehkan, dihina, diperkosa, dirampok, dibantai dan dibunuh oleh penguasa dzolim. Politik kekuasaan dari rezim yang berorientasi pada dehumanisasi. Kalau sudah seperti itu pilpres 2024 yang menjadi harapan dari transisi kepemimpinan nasional yang sejatinya membawa perubahan nasib rakyat menjadi lebih baik. Disinyalir publik hanya menjadi mainan dan dikuasai oligarki. Anies yang dielu-elukan rakyat untuk menjadi presiden, seolah-olah hanya pasrah pada partai politik yang dianggap enggan mewujudkan \"political will and goid will\" pada perbaikan masa depan Indonesia. Partai politik seperti terjebak pada kepentingan pragmatis serta kesinambungan politik trah dan oligarki. Rakyat pesimis partai politik memiliki kesadaran makna hakekatnya demokrasi khususnya penyelenggaraan pemilu dan pilpres. Bukan hanya kecurangan tapi juga menjadi status quo bagi penguasa terlebih pada pilpres 2024 yang dibayangi presiden tiga periode atau perjangan jabatan presiden. Akankah Anies mendapat tiket pencapresannya?. Ataukah Anies tetap menjadi ancaman sekaligus musuh oligarki dalam pilpres 2024?. Bisa jadi ini akan menjadi episode perjalanan politik paling krusial bagi masa depan Indonesia. Jika saja partai politik dan para cukong pemilik modal besar dibelakangnya, lagi-lagi membajak esensi dan substansi demokrasi pada pilpres 2024. Bukan tidak mungkin itu menjadi anti klimaks bagi kekuasan oligarki dan selanjutnya menjadi klimaks bagi kedaulatan rakyat dalam penolakannya pada proses dan hasil pilpres 2024. Atau bukan hal yang mustahil ketika arus besar dukungan suara rakyat terhadap Anies dalam prosesnya terindikasi dimanipulasi oleh oligarki baik korporasi maupun partai politik. Berpotensi akan menimbulkan mosi tidak percaya pada rezim termasuk produk pemilu dan pilpres 2024. Bahkan bisa menimbulkan pemberontakan sosial dan politik pada rakyat bahkan sebelum pelaksanaan pilpres 2024. Dengan amburadulnya penyelenggaraan negara hingga sudah memasuki krisis multidimensi, sikap antipati dan kemarahan rakyat pada pemerintah akan bermetamorfase menjadi revolusi. Betapapun itu, semua elemen bangsa tampaknya akan berpikir panjang dan melakukan kalkulasi ulang. Untuk menghindari ongkos sosial dan materi yang terlalu mahal dan berpotensi pada kebangkrutan dan kehancuran nasional. Negara dengan semua irisan kekuasaannya baik dalam tatanan struktural maupun kultural akan merumuskan jalan keluar dari semua problematika bangsa. Termasuk mencari jalan tengah atau \"win-win solution\" demi kebaikan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Semua petinggi dan pemangku kepentingan publik suka atau tidak suka, senang atau tidak senang dan terpaksa atau tidak terpaksa, ughens dan menjadi prioritas menyelamatkan Indonesia dari kehancuran yang lebih buruk lagi. Termasuk bisa mengatasi krisis pemimpin, mengangregasi dan mengintegrasi kembali pembelahan sosial pada rakyat yang begitu memprihatinkan serta upaya serius dan sungguh-sungguh memulihkan persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas nasional serta menjamin transisi kepemimpinan yang terhormat, bermartabat dan memenuhi prinsip-prinsip sejatinya kedaulatan rakyat. Memilih dan menjadikan pemimpin nasional dalam hal ini termasuk presiden yang berkarakter, jujur, adil, amanah, sarat prestasi dan berintegitas. Selayaknya sudah menjadi syarat dan keharusan bagi presiden yang memimpin Indonesia ke depannya. Dengan modal sosial dan politik serta jejaring yang luas di dalam dan luar negeri serta didukung dan dicintai rakyat. Anies sepertinya memenuhi kriteria dan kualifikasi tersebut, untuk menjadi presiden Indonesia. Anies yang santun, sabar, cerdas dan identik dengan kepribadian yang terbuka dan merangkul semua anak bangsa, menjadi yang terbaik dari yang baik atau kalau mau lebih tawadhu lagi, terbaik dari yang terburuk. Tentunya melalui proses demokrasi yang konstitusional dengan produk pilpres baik yang menghasilkan politik ideal atau politik realitas. Pemimpin yang lahir dari rahim rakyat atau rahim oligarki, pemimpin yang \"de facto\" didukung dan dicintai rakyat melalui proses demokrasi yang sejati, atau pemimpin \"de jure\" tanpa mandat rakyat melalui manipulasi demokrasi. Faktanya, Anies sesungguhnya telah menjadi presiden\"de facto\" sebelum ataupun sesudah pilpres 2024. (*)
Revolusi Rakyat Tertunda?
Sebagian pemilik perusahaan yang sedang dan akan memasok listrik ke PLN, memang tercatat ada nama Luhut Binsar Pandjaitan, Erick Thohir, Garibaldi “Boy” Thohir, Sandiaga Uno, Prajogo Pangestu, Dahlan Iskan, dan lain-lain. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) PERTANYAAN yang sering saya terima dari rakyat belakangan ini, “Kapan Jokowi jatuh? Koq sepertinya kuat sekali ya? Padahal, demo rakyat sudah berkali-kali berlangsung di Jakarta dan daerah-daerah juga.” Sulit sekali untuk menjawab pertanyaan seperti itu secara pasti. Tapi, “Kenapa waktu Pak Harto koq terkesan begitu mudah jatuh? Padahal, Pak Harto waktu itu kuat sekali. Apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini?” tanya seorang pedagang sayuran. Apakah revolusi rakyat akan terjadi atau memang tertunda? People power atau revolusi rakyat diprediksi bisa terjadi tapi juga bisa tidak. Semua itu tergantung kecerdasan dan keberanian milenial saat ini. Karena, kita tidak ingin adanya campur tangan asing dan aseng, seperti pada 1998. Yang diinginkan adalah people power murni, seperti 1945. Sehingga, nanti tidak ada aseng dan asing yang ikut camput menata sistem pemerintahan mendatang. Proses kejatuhan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Presiden Soeharto maupun Presiden Soekarno, disinyalir ada campur tangan asing dan aseng. Bagaimana proses kejatuhan Bung Karno, Pak Harto, dan Gus Dur, rasanya tidak perlu dibahas dalam tulisan ini. Karena sudah banyak versi beredar di masyarakat. Tapi yang jelas, kejatuhan ketiga presiden terdahulu itu terjadi karena ada unsur asing dan aseng yang campur tangan. Apakah kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM yang memicu demo besar-besaran selama ini bisa menggelincirkan Jokowi sehingga terjatuh dari tampuk kekuasaannya? Tampaknya, tidak semudah itu. Apalagi, naiknya harga BBM tersebut ternyata sudah atas persetujuan DPR. Suara penolakan dari PKS maupun Demokrat nyaris tak didengar Pemerintah, apalagi kolega fraksi lainnya di DPR. Yang terjadi justru Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto menyindir PKS agar fokus urusi Kota Depok dibandingkan sibuk kritik kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Hasto juga mempertanyakan apa prestasi PKS selama memimpin Depok? Juru Bicara PKS Muhammad Kholid merespon pernyataan Hasto tersebut. Jawaban Kholid justru membuka “Alhamdulilah, Kota Depok selama dipimpin PKS telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 2,58% hingga 2021. Capaian ini jelas merupakan tingkat kemiskinan terendah ketiga di Indonesia!” jawab Muhammad Kholid, Juru Bicara PKS. “Tidak hanya itu, di bawah kepemimpinan kader PKS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Depok juga mencapai peringkat tertinggi ketiga di Jawa Barat,” tambah alumni FEB Universitas Indonesia, yang juga warga Depok itu. Kholid mencoba mengajak Hasto untuk melihat dan membandingkan capaian tingkat kemiskinan di Kota Solo di bawah Gibran Rakabuming Raka dan PDIP atau Provinsi Jawa Tengah di bawah Ganjar Pranowo yang juga kader PDIP. “Kalau Sekjend PDIP mau adu prestasi Kepala Daerah, boleh saja. Mari kita bandingkan: mana yang sukses? PKS atau PDIP yang berhasil turunkan angka kemiskinan?” tantang Kholid kepada Hasto Kristiyanto. “Kota Solo lama di bawah kepemimpinan PDIP. Mulai dari Pak Jokowi hingga sekarang puteranya Gibran yang menjabat Wali Kota Solo. Bagaimana prestasi pengentasan kemiskinannya?” tanya Kholid. Data BPS menunjukan, tingkat kemiskinan di Solo mencapai 9,4% pada 2021. “Di level Kota, Solo adalah kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Tengah! Inikah prestasi yang dibanggakan PDIP?” tanya Kholid retoris. Tidak hanya itu, fakta di Provinsi Jawa Tengah juga gagal menurunkan tingkat kemiskinan ekstrim. Jumlah daerah kategori miskin ekstrim justru naik dari 5 daerah menjadi 19 daerah pada 2021. Selain itu, Jawa Tengah adalah provinsi kedua tertinggi tingkat kemiskinannya setelah DIY dibandingkan dengan provinsi lain di Jawa. Tahun 2021, Provinsi Jawa Tengah tingkat kemiskinannya mencapai 11,25% di 2021. “Jawa Tengah itu tingkat kemiskinannya tertinggi kedua di Pulau Jawa dan angkanya lebih tinggi dari tingkat kemiskinan nasional,” ujar Kholid. Hasto mestinya belajar membaca data ini sebelum sindir PKS. Rasanya sulit untuk memperbaiki citra PDIP yang “terpuruk” akibat kasus korupsi kadernya. Apalagi, kebijakan kenaikan harga BBM yang diumumkan langsung Presiden Jokowi yang diakui sebagai “petugas partai” itu telah memicu demonstrasi di Jakarta maupun berbagai daerah di Indonesia. Apakah gerakan demo massif pada 2022 ini sebagai masa pemanasan people power? Kebijakan Jokowi yang tidak pro rakyat itu berpotensi gembosi PDIP dan bisa rusak citra kader banteng yang maju Pilpres 2024. Sehingga prediksinya pada 2023 kemungkinan people power meletup. Semua skenario bisa berubah total. Artinya, “koalisi-koalisian” yang selama ini dirancang bakal berantakan. Tidak ada yang namanya Copras-Capres. Termasuk nama-nama yang selama ini digadang-gadang sebagai Capres seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, dan sebagainya. Apalagi jika benar-benar terjadi revolusi rakyat. Semua akan berubah. Karena terjadi “gempa politik” yang luar biasa! Sebuah revolusi rakyat itu tidak mungkin berhasil jika tanpa campur tangan asing. Sebuah revolusi past i melibatkan pihak luar atau asing. Jadi, tidak ada revolusi yang tanpa pihak luar. Revolusi di kawasan Amerika Selatan itu tidak akan berhasil tanpa ada pihak luar. Coba lihat jejak sejarah, Revolusi Kuba. Tidak akan berhasil tanpa ada Che Guevara yang bukan orang Kuba. Revolusi Rusia dengan menggulingkan Tsar Nicholas, juga tidak akan berhasil tanpa ada campur tangan Inggris dan Jerman. Revolusi Amerika Serikat juga tidak akan berhasil tanpa ada campur tangan Inggris. Bahkan, Revolusi Indonesia yang menghasilkan Kemerdekaan RI tidak akan berhasil tanpa ada campur tangan asing. Yang menjadi pertanyaan, mengapa Revolusi Rakyat di Indonesia kali ini sulit terwujud? Apakah hal ini ada kaitannya dengan penunjukan Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan dengan tugas barunya dari Presiden Jokowi? Yakni, mempercepat pelaksanaan program kendaraan listrik. Tugas baru yang harus dilakukan Luhut tersebut tertuang dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Mengutip inpres yang diterbitkan pada 13 September 2022 itu, setidaknya ada tiga pokok tugas yang mesti dijalankan Luhut terkait percepatan pelaksanaan program kendaraan listrik. Pertama, tugasnya melakukan koordinasi, sinkronisasi, monitoring, evaluasi, dan pengendalian atas pelaksanaan Instruksi presiden ini. Kedua, Luhut akan melakukan penyelesaian permasalahan yang menghambat implementasi percepatan program penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas operasional dan kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat serta pemerintahan daerah. Ketiga, melaporkan pelaksanaan Inpres ini kepada presiden secara berkala setiap enam bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. “Luar biasa opung Luhut ini, super sakti. Satu proyek listrik, tapi benefitnya bisa \'nyetrum\' dari hulu hingga ke hilir,” kata Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik. Sebagian pemilik perusahaan yang sedang dan akan memasok listrik ke PLN, memang tercatat ada nama Luhut Binsar Pandjaitan, Erick Thohir, Garibaldi “Boy” Thohir, Sandiaga Uno, Prajogo Pangestu, Dahlan Iskan, dan lain-lain. Itulah yang besar kemungkinan menjadi penyebab sulitnya revolusi rakyat di Indonesia sekarang ini, kecuali Jokowi legowo mengundurkan diri. (*)
Gara-gara Sebuah Pisang!
Tapi sejak Nopember 2003 itu saya sengaja diundang menjadi salah seorang narasumber dalam tripartite dialogu itu. Dan hampir di setiap acara dialog itu Arthur selalu mengulangi cerita sopir taksi itu. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation/Board member, NYC Partnership of Faith JIKA saya ingin menyebutkan berbagai inisiatif interfaith atau Dialog antar pemeluk agama yang saya lakukan di kota New York tentu lumayan banyak. Dari pertemuan by-monthly 3 tokoh-tokoh agama Samawi; Islam, Kristen dan Yahudi, pertukaran kunjungan, hingga beberapa kegiatan sosial, antara lain mid-night run atau memberikan makan kepada homeless di malam hari di kota New York. Tapi ada sebuah kegiatan yang paling berkesan dan diminati oleh jamaah masing-masing agama, khususnya mereka yang beragama Kristiani. Kegiatan itu adalah annual trifaith dialogue (Dialog tiga agama; Yahudi, Kristen dan Islam) menyambut hari Thanksgiving Day di Amerika. Acara ini menjadi unik karena dihadiri oleh ribuan jamaah dari tiga agama untuk berdialog dengan tema-tema yang kontekstual. Satu kali misalnya bersamaan dengan 10 tahun pasca peristiwa “9/11”, kita para narasumber menyampaikan cerita dan hikmah yang kita ambil dari peristiwa itu dalam perspektif agama masing-masing. Berubah Karena Pisang Pada acara Dialog tiga agama itu ada tiga tokoh agama yang selalu tampil untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Biasanya topik pembahasan telah disetujui bersama jauh-jauh hari. Namun Dialog yang terjadi sangat ringan dan spontan, bahkan kerapkali penuh guyonan yang menghibur. Saya sendiri mewakili agama Islam yang ketika saya masih menjadi Imam di Islamic Cultural Center of New York atau yang lebih dikenal dengan masjid 96 Street. Saya juga Direktur Jamaica Muslim Center dan sebagai Chairman Masjid Al-Hikmah Queens. Agama Yahudi diwakili oleh Rabbi Dr. Peter Rubenstein, Senior Rabbi of Central Synagogue Manhattan yang sangat cantik dan historis. Beliau pada tahun-tahun itu berumur sekitar 70-an. Saat ini Peter Rubinstein menjadi senior director di Street 92nd yang sangat populer di kota New York. Peter juga pernah menjadi ketua Inisiatif Interfaith mantan PM Inggris, Tony Blair. Sementara agama Kristiani diwakili oleh Pastor Dr. Arthur Caliandro. Beliau adalah pastor Senior Marble Collegiate Church di Manhattan yang sangat kharismatik. Beliau ketika itu sudah memasuki umur hampir 80 tahun. Gereja Marble sendiri adalah gereja Protestan tertua di Amerika. Tripartite Dialog ini begitu sangat menarik bukan saja karena pembahasan yang seringkali dinamis dan terbuka. Tapi sambutan jamaah masing-masing agama yang hangat dan bersahabat. Sebuah pembuktian bahwa perbedaan apapun yang ada di antara manusia harusnya tidak menjadi alasan untuk saling terpecah dan bermusuhan. Satu hal yang sangat terkesan bagi saya pribadi adalah bagaimana kedua tokoh agama itu (Peter dan Arthur) sangat santun, sopan dan menghormati saya yang notabene-nya sangat yunior. Apalagi sebagai pendatang baru di tengah meningginya Islamophobia saat itu. Sedangkan mereka tidak saja secara umur, ilmu dan pengalaman yang hebat. Tapi juga menjadi pemimpin dari institusi yang besar dan terhormat. Peter adalah seorang Rabi Yahudi dari kalangan sekte Reform yang sangat dihormati. Saya masih ingat suatu ketika saya diundang hadir karena acara peringatan 9/11 di Synagogue yang dihadiri oleh Gubernur New York ketika itu, Andrew Cuomo. Para politisi dan pejabat sangat respek dan hormat kepadanya. Arthur Caliandro yang bersuara lembut, tapi dari mulut beliau selalu keluar hikmah-hikmah yang luar biasa. Tidak jarang melemparkan lolucon-lolucon segar yang menjadikan hadirin tertawa terbahak. Satu diantaranya adalah “Every time I meet Shamsi, I feel younger”… itu karena saya 1/2 umurnya lebih muda. Tapi yang paling menarik dari Arthur adalah cerita awal bersentuhan dengan Islam. Sebagaimana orang-orang Amerika lainnya, Arthur pernah teracuni oleh pandangan buruk tentang Islam. Apalagi dengan peristiwa 9/11 pada 2001 menjadikannya marah dan merasa harus melakukan sesuatu untuk meredam pergerakan Islam di Amerika dan dunia. Pada penghujung 2002 itulah suatu ketika dia pernah menghentikan sebuah taksi kuning (yellow cab) untuk membawanya ke sebuah pertemuan. Tanpa dia sadari, ternyata sopir taksi itu seorang Muslim warga Bangladesh. Dalam perjalanan itu terjadi percakapan yang menarik. Sang sopir bertanya kepadanya: “where do you live and what do you do” (di mana tinggal dan pekerjaannya apa?). Arthur menyampaikan bahwa dia adalah pastor gereja yang terletak di antara 29th Street dan 5 Avenue. Sang sopir menyampaikan bahwa dia seringkali sholat di belakang gereja itu. Kebetulan di belakang gereja itu ada masjid kecil, Masjid Abdurrahman. Singkat cerita, karena merasa sudah familiar dekat dengan komunikasi itu, sang sopir tiba-tiba saja menawarkan sebuah pisang kepada sang pastor. Walau sang pastor tidak mengambil pisang itu, tapi tawaran sebuah pisang itu menusuk dadanya. Ada perasaan bersalah atas berbagai kecurigaan selama ini. Selama ini dia memahami jika orang Islam itu kasar, pemarah, dan tidak bersahabat. Tapi ini ada seorang Muslim, sopir taksi, dengan bahasa Inggris terbatas sangat ramah dan baik. Singkat cerita, tanpa terasa perjalanan sampai di tujuan. Rupanya diam-diam sang sopir itu telah mematikan argo taksinya dan menolak mengambil sewa (bayaran) dari penumpangnya. Peristiwa ini menjadikan Arthur berubah drastis. Tidak saja bahwa dia secara pribadi berubah menjadi lebih positif. Tapi sejak Nopember 2003 itu saya sengaja diundang menjadi salah seorang narasumber dalam tripartite dialogu itu. Dan hampir di setiap acara dialog itu Arthur selalu mengulangi cerita sopir taksi itu. Sekitar tahun 2017 lalu Arthur meninggal dunia. Walaupun tidak menerima Islam sebagai agamanya, tapi sangat banyak hal positif yang dapat diambil sebagai pelajaran dari Arthur Caliandro. Beliaulah salah seorang partner saya dalam upaya membangun kerjasama antar pemeluk agama di kota dunia ini. Peace to the world! NYC Subway, 20 September 2022. (*)
Bahan Bakar LPG Itu Masalah Bagi Presiden Jokowi G20 Presidency
Nilai subsidi APBN Rp 135 triliun untuk LPG tersebut amatlah besar, tidak masuk di akal, kecuali pake kalkulator abal-abal, mungkin bisa masuk hitungannya. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) MASALAH itu datang dari impor LPG yang sangat besar. Sudah tidak mungkin diatasi lagi. Ketergantungan pada LPG sangat akut. Ini telah menjadi bisnis banyak orang yang sangat kusut. Para politisi juga banyak yang bermain dalam carut-marut bisnis LPG di tanah air. Masalah berikutnya datang dari subsidi LPG yang sangat besar. Jumlahnya mencapai 85% dari seluruh LPG yang dikonsumsi di tanah air adalah LPG subsidi 3 kg. Angka yang aneh sebenarnya. Mengapa sebagian besar orang menggunakan LPG subsidi. Bagaimana pengawasan selama ini. Apakah memang seluruh lembaga pengawasan LPG subsidi itu melakukan pembiaran ini? DPR RI, BPH Migas? Apa yang mereka perbuat? Apa benar mereka terlibat dalam bisnis ini? Subsidi LPG seharusnya tidak sebesar itu, jika pengawasannya baik, dan LPG subsidi benar-benar dialokasikan kepada yang berhak menerimanya. Bayangkan saja jika subsidi LPG 3 kg diubah jadi subsidi langsung. Maka kemiskinan di Indonesia langsung habis seketika. Lenyaplah kemiskinan menurut indikator Badan Pusat Statistik (BPS) itu. Nilai subsidi LPG 3 kg dalam APBN 2022 itu mencapai Rp 135 triliun. Bisa dibayangkan kalau ini dibagikan ke 27 juta penduduk miskin Indonesia, maka setiap orang akan memperoleh Rp 420 ribu per bulan per orang. Maka selesai lah dan tamatlah riwayat kemiskinan menurut indikator BPS Indonesia. Tapi ini telah menjadi bisnis yang sangat ruwet, bisnis barang subsidi, bisnis menghisap dana APBN untuk segelintir orang para importir LPG, untuk bisnis negara-negara penghasil LPG yang tidak akan menyerah melanggengkan energy fosil sebagai bahan bakar umat manusia. Bagaimana bisa orang Indoensia buat masak nasi dan lontong harus impor bahan bakar dari Arab dan Amerika Serikat? Sementara itu untuk bakar sate menggunakan arang tidak masalah, malah tambah enak. Ini adalah bisnis yang menjerat leher orang dan melahap APBN tanpa ada pengawasan yang baik. Sedangkan Presiden Jokowi sebagai G20 Presidency, ketua transisi energi dunia, harus berpidato berapi-api, berkobar-kobar di G20 bahwa dunia harus meninggalkan energi fosil dalam waktu tidak lama lagi. Lah bagaimana bisnis dan subsidinya di Indonesia segede gaban? Dunia bakal kikikiki. Subsidi Aneh Ini subsidi LPG ini aneh ya. Nilainya kok bisa mencapai Rp 135 triliun. (Lihat nota keuangan RAPBN 2023). Separah itukah manajemen pengelolaan barang impor di Indonesia. Ini luar biasa boros. Catat bahwa LPG ini 85 persen adalah impor, didatangkan dari luar negeri. Harga hari ini senilai 650 dolar per ton atau senilai Rp 9,6 juta seton, atau sekitar Rp 8.600 per kg. Bagaimana tidak uang APBN digunakan untuk subsidi LPG 3 kg senilai Rp 135 triliun tersebut jika dipake langsung untuk membeli LPG impor, maka itu setara dengan 9,15 juta ton LPG impor. Sementara kebutuhan LPG subsidi hanya 8 juta ton. Jadi kalau Saudi Arabia atau Amerika Serikat datang membawa LPG ke Indonesia dan ditebus dengan uang APBN senilai Rp 135 triliun maka seluruh rakyat bisa mendapatkan LPG gratis tanpa bayar. Bukan lagi subsidi tapi gratis. Jadi, siapa yang diongkosin oleh pemerintah dengan subsidi LPG sebesar Rp 135 triliun itu? Apakah para importir LPG, makelar LPG, apakah pengambil kebijakan di DPR dan pemerintahan? Ataukah agen LPG, ataukah pemerintah daerah yang berwenang menetapkan harga LPG? Pantas saja bisnis LPG jadi rebutan di tanah air beta. Nilai subsidi APBN Rp 135 triliun untuk LPG tersebut amatlah besar, tidak masuk di akal, kecuali pake kalkulator abal-abal, mungkin bisa masuk hitungannya. Tapi jaman sekarang dimana kita bisa dapat kalkulator abal- abal! Bayangkan saudara-saudara nilai subsidi Rp 135 triliun tersebut dibagikan kepada 27 juta penduduk miskin Indonesia, maka masing masing orang miskin akan mendapatkan 5 juta setahun atau 420 ribu sebulan atau 14 ribu sehari. Maka dengan uang itu tamatlah dan musnahlah riwayat kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan di Indonesia langsung nol berdasarkan indikator BPS. Jadi subsidi LPG 3 kg ini ini siapa sebenarnya yang makan? (*)
Aneh, Bila Eko Tak Ditangkap
Nama Eko Kuntadhi dikenal publik sejak Pilpres 2019, sebagai pembela utama Presiden Jokowi. Ia sering disandingkan dengan buzzer Istana lainnya seperti Deny Siregar dan Abu Janda. Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior DI tengah pemberitaan kasus Ferdy Sambo yang tak kunjung selesai juga, banyak orang berkomentar tentang BuzzerRp. Soalnya, aneh saja. Mereka semua terkesan tiarap. Tidak banyak yang bersuara di media sosial. Seperti biasanya. Tiba-tiba, Eko Kuntadhi – salah seorang yang di kalangan netizen dilabeli sebagai buzerRp – memecahkan keheningan di jagad maya. Dengan secara verbal melecehkan Ustadzah Imas Fatimatuz Zahra. Salah satu putri dari seorang kiai kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak senonoh. Banyak yang tidak habis pikir. Apakah narasi yang dia cuitkan di akun twitternya itu pantas dikonsumsi publik? Banyak pula yang jengkel. Mengecam dan mendesak pihak kepolisian agar segera menangkapnya. Ning Imas – begitu ustadzah yang ahli tafsir Alquran itu akrab disapa – sedang membahas Tafsir Ibnu Katsir. Khususnya Surah Ali Imran ayat 14. Sebagaimana dilansir NU Online, Rabu (14/9/2022). “Jadi sebetulnya orientasi kenikmatan tertinggi bagi laki-laki adalah perempuan. Makanya hadiahnya di surga nanti adalah bidadari. Tapi kalau perempuan tidak. Perempuan di surga nanti, kenikmatan tertingginya bukan laki-laki. Makanya tidak ada bidadara. Tidak ada. Perhiasan. Perempuan itu menyukai perhiasan. Hal-hal yang indah. Karena dia sendiri perhiasan dan dia juga menyukai perhiasan...,” begitu paparan Ning Imaz dalam video tersebut. Penjelasan puteri dari Pondok Pesantren Lirboyo itu begitu indah. Jelas dan mencerahkan. Tapi, bila salam wala kalam, tiba-tiba Eko mencuitkan komentarnya yang kasar melalui akun twiternya, @_ekokuntadhi. Dia mengunggah video Ning Imas yang menjelaskan soal tafsir Surat Ali Imran ayat 14. Tapi tiba-tiba dia mengomentarinya dengan kata-kata: “Tolol tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi selangkangan.” Sebagai seorang ustadzah yang bijak, Ning Imaz santai saja menanggapi cuitan Ketua Relawan Ganjar Pranowo (Ganjarist) itu. Begitu juga dengan suaminya, Gus Rifqil Moeslim. Yang hanya menyerukan agar Eko datang untuk minta maaf. Tapi tidak begitu bagi kalangan Nahdhiyin. Mereka tentu tidak terima tokoh yang mereka hormati itu dilecehkan begitu rupa. Apalagi Ning Imaz adalah putri seorang ulama kharismatik yang mereka hormati dan kagumi. Ketua pimpinan wilayah GP Ansor DKI Jakarta, Muhammad Ainul Yakin Alhafidz, misalnya. Dengan lantang dia mengecam Eko Kuntadhi. Dia bahkan mendesak salah satu buzerRp itu minta maaf. Tidak hanya kepada Ning Imaz sekeluarga. Tapi kepada umat Islam seluruhnya. Sementara itu berbagai komentar dari kalangan umat Islam, khususnya warga Nahdhiyin, semakin ramai mengecam pegiat media sosial itu. Hemat kita, situasi yang kian meruncing itu tentu saja membuat Eko ketar-ketir. Karena menyangkut warga Nahdhiyin, bisa jadi dia berpikir, bukan tak mungkin kediamannya akan digeruduk Banser. Sehingga dia buru-buru menghapus cuitannya. Lalu berusaha datang langsung ke Pondok Pesantren Lirboyo. Secara diam-diam, tentu saja. Menyatakan permintaan maaf langsung kepada Ning Imaz dan suaminya, Gus Rifqil Moeslim. Disebabkan mencuatnya kasus itu, dia bahkan juga menyatakan mengundurkan diri sebagai ketua relawan Ganjarist. Sepatutnya Ditahan Selama satu setengah periode pemerintahan Jokowi, bukan sekali dua kali Eko Kuntadhi menghina dan melecehkan lambang dan nilai luhur ajaran Islam. Karena itu dia pun sudah berulang kali dilaporkan kepada pihak berwajib. Dia pernah berkasus dengan Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad. Bahkan pakar hukum tata negara Refly Harun termasuk orang yang pernah melaporkannya ke Bareskrim Polri, awal Juni lalu. Meski demikian, dia seperti kebal hukum. Tidak ada satu pun laporan masyarakat yang ditindaklanjuti pihak berwajib. Karenanya kebanyakan orang kian yakin, bahwa semua itu adalah karena dia buzer pemerintah. Yang sengaja dibayar untuk memecah belah persatuan bangsa. Demi melemahkan perlawanan rakyat yang menentangnya. Bagaimakana pun, terkait urusannya dengan Ning Imaz, desakan agar dia segera ditangkap datang dari berbagai kalangan. Tokoh Nahdlatul Ulama yang juga salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis, Lc, MA, PhD menyatakan dirinya sangat tersinggung. Karena itu dia mendesak agar kasus ini tidak berhenti hanya di permintaan maaf. Tapi harus dilanjutkan ke proses hukum. Karena, menurut dia, yang dihina bukan hanya pribadi Ning Imaz. Tapi ajaran Islam, guru agama dan pondok pesantren. Muhammad Shofiyullah sebagai salah satu alumni Pondok Pesantren Lirboyo juga memberikan kecaman yang tidak kurang pedas. Dia menggambarkan Eko sebagai seorang yang pengecut. Soalnya, sewaktu mengunggah cuitannya, dia lakukan secara terbuka. Tapi ketika meminta maaf dia lakukan secara diam-diam. Melalui jalur pribadi atau japri. Menurut dia, bagi Ning Imaz maupun suaminya mungkin bisa dimaafkan. Tapi bagaimana dengan para muhibbin atau para santri yang sangat menghormati dan mencintai guru-guru mereka? Sedemikian jauh, belum ada respon yang memadai dari pihak kepolisian. Kecaman dan lontaran kemarahan datang bertubi-tubi. Desakan agar dia segera dipenjarakan juga ramai disuarakan publik. Apalagi perbuatan Eko ini merupakan tindak pidana yang bisa langsung diproses pihak kepolisian. Tidak butuh pelaporan dari pihak mana pun. Karena tindakannya itu dinilai telah melanggar Undang-Undang. Salah satunya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Terutama Pasal 27 ayat 3. Tentang menyebarkan atau memposting tulisan yang bernada penghinaan. Dengan terus berlarutnya kasus ini dan tidak ada inisiatif dari pihak kepolisian, memperlihatkan praktek hukum yang tebang pilih. Secara terang-terangan. Masak’ wartawan senior Edy Mulyadi yang hanya menyebut kawasan Ibu Kota Negara (IKN) baru tempat jin buang anak saja langsung ditangkap. Sedangkan Eko yang jelas-jelas menghina martabat seorang ustadzah, sekaligus ajaran Islam dan pondok pesantren, sepertinya dibiarkan bebas tak tersentuh hukum. Sehingga aneh jadinya, bila Eko tak ditangkap. Karenanya ketegasan sikap polisi perlu dipertanyakan. Dengan alasan apakah Eko Kuntadhi tidak segera diproses secara hukum? Ketika kasus Ferdy Sambo mencuat ke ruang publik, para buzerRp disebut-sebut “tiarap” alias tidak berani bersuara. Karenanya, banyak yang beranggapan Sambo adalah bekingan kuat bagi para buzer. Tapi sekarang, setelah Ferdy Sambo dikenakan tindakan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), bagaimana? Siapa lagikah yang menjadi beking para buzer seperti Eko, sehingga kasusnya tidak segera diproses secara hukum? Sebegitu kuatnyakah orang yang ada di belakangnya? Padahal orang-orang di lingkaran elit “Kaisar Sambo” saja sekarang banyak yang bertekuk lutut di bawah palu hukum. Dinyatakan bersalah dalam sidang kode etik profesi, di-PTDH dan dipidanakan. Nama Eko Kuntadhi dikenal publik sejak Pilpres 2019, sebagai pembela utama Presiden Jokowi. Ia sering disandingkan dengan buzzer Istana lainnya seperti Deny Siregar dan Abu Janda. Kedua orang ini pun pernah berkali-kali dilaporkan masyarakat ke pihak kepolisian. Tapi laporan-laporan itu juga begitu saja menguap ditelan waktu. Orang-orang ini telah memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa begitu rupa. Menghina dan melecehkan ulama, bahkan juga ajaran agama. Tapi palu hukum tampaknya terlalu kecil untuk bisa membuat mereka jera. (*)
Mabes Judi Online Hanya 200 Meter dari Mabes Polri: Sambo Bisa Bebas
PENGAMAT politik Rocky Gerung mengatakan, peristiwa Ferdy Sambo ini ini betul-betul mengubah cara kita berpikir tentang bangsa. Kesepakatan untuk menghasilkan keadilan tidak lagi dibatasi oleh Kadrun atau Cebong, tidak lagi dibatasi oleh agama. “Jadi, simbol-simbol keadilan akhirnya muncul lagi. Itu yang sering kita anggap bahwa keajaiban dalam sejarah di ujung kekacauan selalu ada titik cerah, dan dia cerah itu memungkinkan kita untuk bersatu menempuh gorong-gorong kegelapan, masuk ke dalam panel yang memang akan ada penderitaan tapi di ujung selalu ada cahaya,” ungkap Rocky Gerung. Kesepakatan untuk menghasilkan keadilan tidak lagi dibatasi oleh Kadrun atau Cebong, tidak lagi dibatasi oleh agama. “Kasus Sambo justru membuat kita bening untuk melihat keadaan bahwa kerapuhan institusi itu ada pada tingkat yang paling tinggi pada akhirnya,” lanjutnya. Tapi, kita selalu tahu bahwa sejarah akan membukakan jalan kepada mereka yang ingin menyempurnakan bangsa ini ke arah yang dicita-citakan oleh para pendiri kita. “Jadi, keadaan ini bakal menggemparkan dan kegemparan itu bisa berujung pada pimpinan-pimpinan tertinggi negara,” tegas Rocky Gerung ketika dialog dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Selasa (20/9/2022). Berikut petikan dialog lengkapnya. Halo halo, apa kabar Anda semua. Kembali berjumpa dengan saya dan Bung Rocky Gerung Official, dan kita ketemu hari ini, Selasa, 20 September 2024. Pagi ini jenazah dari Profesor Azyumardi Azra, ketua Dewan Pers, mantan Rektor UIN Jakarta, akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pemakaman dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB. Ini menjadi prosesi terakhir saya kira kita menghormati Profesor Azyumardi Azra sebagai seorang intelektual, sebagai seorang sahabat, sebagai orang yang berpikir merdeka. Ya, seorang pemikir merdeka akhirnya pergi dan kita kehilangan kemampuan atau sedikit kehilangan harapan, karena kapasitas intelektual bangsa ini ditentukan oleh mereka yang bertutur independen dalam berpikir. Banyak orang yang punya pikiran tapi tidak independen. Pikiran yang disewa oleh negara, pikiran yang disewa oleh aparat. Jadi semua itu mengingatkan kita betapa yang pergi itu bukan sekedar sesosok tokoh, tapi juga isi pikirannya. Dan tugas kita adalah memulihkan pikiran bangsa ini. Dan saya kira dalam situasi sekarang ini tidak banyak orang seperti Profesor Azyumardi Azra, meskipun kita melihat tanda-tandanya sudah mulai pulih kembali akal-akal sehat di kampus-kampus itu. Seperti yang kita singgung kemarin sejumlah Profesor sudah berkumpul di Yogyakarta dan saya kira dilihat di bawah permukaan juga kita mendengar banyak sekali sebenarnya yang mulai berpikir semacam itu, bagaimana berpikir tentang bangsa dan negara ini. Gitu ya. Ya. Saya dalam dua minggu ini banyak beredar di kampus-kampus, kembali ke kampus, dan menemukan ada energi baru yang sedang ditumbuhkan. Dan itu pasti akan berhadapan dengan keadaan Indonesia, termasuk Pemilu, ekonomi dunia yang betul-betul 2023 nanti dalam radar Bank Dunia akan memburuk. Jadi, kita butuh untuk mengasuh negeri ini dengan kekuatan pikiran, bukan dengan kekuatan amplop, bukan dengan kekuatan perintah kekuasaan, juga bukan dengan memanipulasi BAP, macam-macam gitu. Jadi, sekali lagi, ini satu monumen untuk mengingat bahwa pikiran itu perlu dikembalikan dalam kehidupan bernegara. Jadi, “Selamat Jalan Pak Azyumardi Azra”. Dan yang menarik itu, sekarang ini kan orang sedang menyoroti soal kasus Ferdy Sambo. Sebelum kita masuk kemarin soal pemecatan Ferdy Sambo, ada satu hal yang saya kira ini masih ada benang merahnya dengan apa yang kita bicarakan tadi. Yakni pernyataan dari pengacara Bharada Yosua, Kamarudin Simanjuntak, yang mengatakan bahwa dia sudah ketemu dengan orang tuanya Yosua, yakni Pak Bernard Hutabarat, yang dia merasa sudah lelah menghadapi ini. Dan dia sendiri, Pak Kamarudin sebenarnya juga menghadapi situasi itu, tapi dia menyatakan tidak akan lelah menyerah membela kebenaran. Yang lebih luar biasa, dia bercerita bagaimana dia pergi ke kota-kota lain, termasuk ke Jambi, dia dipeluk oleh orang-orang yang berkerudung maupun yang tidak berkerudung, yang menitipkan aspirasi itu dan kemudian dia menyatakan bahwa jangan mau diadu-domba soal khilafah dan radikalisme dengan Pancasila. Dan dia juga mengingatkan bahwa dia kecewa karena Presiden Jokowi hanya bicara sampai 4 kali, tapi ternyata realisasinya tidak tidak ada. Dan dia mengingatkan pentingnya untuk jangan salah lagi memilih pemimpin pada tahun 2024. Saya kira pengalaman batin dari Kamarudin Simanjuntak ini sangat dalam dan kita memang mengamati itu terjadi pada kasus Yosua itu, sikap imparsial publik itu muncul. Ya, itu itu intinya. Akhirnya, kita balik pada pengalaman batin. Ada adagium di dalam kehidupan “kalau yang di luar itu berantakan dan menyempit maka batin kita yang meluas”. Jadi itu sebetulnya wisdom bahwa semua emosi akhirnya harus kita tertibkan atau kita atur kembali dalam batin kita. Dan peristiwa Pak Sambo ini betul-betul mengubah cara kita berpikir tentang bangsa. Kesepakatan untuk menghasilkan keadilan tidak lagi dibatasi oleh Kadrun atau Cebong, tidak lagi dibatasi oleh agama. Jadi, simbol-simbol keadilan akhirnya muncul lagi. Itulah yang seringkali kita anggap bahwa keajaiban dalam sejarah di ujung kekacauan selalu ada titik cerah, dan dia cerah itu memungkinkan kita untuk bersatu menempuh gorong-gorong kegelapan, masuk ke dalam panel yang memang akan ada penderitaan tapi di ujung selalu ada cahaya. Tetapi, pada saat yang sama banyak orang yang juga mencegah kita untuk menuju titik cahaya itu. Perkara Sambo ini akan sangat kompleks karena di dalamnya ada kepentingan yang makin lama makin terlihat berlapis-lapis, dan politisasi kasus ini juga pasti akan berlanjut, karena Sambo mewakili satu kondisi yang betul-betul berantakan itu. Dan, kita akhirnya lihat pat-gulipat, sogok-menyogok, ancam-mengancam, terjadi di belakang keadaan kriminalnya Sambo. Ancam mengancam politik pasti terjadi, intai-mengintai jabatan pasti terjadi. Tetapi, sekali lagi, kasus Sambo justru membuat kita bening untuk melihat keadaan bahwa kerapuhan institusi itu ada pada tingkat yang paling tinggi pada akhirnya. Dan orang was-was kalau Sambo masuk pengadilan apakah Sambo akan menjadi semacam pintu untuk membuka korupsi yang makin lama makin gila dalam peristiwa ini, atau justru akan melihat bahwa Sambo ini akan menjadi akhir dari sebuah kasus yang nggak bisa dibuka lagi pada akhirnya. Jadi, soal-soal ini yang kita tunggu, tapi kita selalu tahu bahwa sejarah akan membukakan jalan kepada mereka yang ingin menyempurnakan bangsa ini ke arah yang dicita-citakan oleh para pendiri kita. Ya, jadi kemarin Ferdy Sambo dalam sidang banding ditolak. Dan, dia tetap dinyatakan dipecat dengan tidak hormat dari kepolisian. Dan seperti dikatakan oleh Kepala Divisi Humas Polri, Irjenpol Dedy Prasetyo, dinyatakan bahwa itu final dan mengikat. Tetapi, sebenarnya sudah beberapa hari yang lalu Pak Gatot Nurmantyo mengingatkan bahwa itu istilah final dan mengikat itu ternyata nggak betul karena ada Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa dalam waktu tiga tahun, Sambo bisa mengajukan peninjauan kembali kalau ditemukan bukti-bukti terhadap bukti yang belum diajukan. Artinya, peluang Sambo untuk tetap kembali menjadi anggota Polri itu terbuka dan orang melihat tanda-tanda kekhawatiran semacam itu, terutama dikaitkan dengan konstruksi hukumnya juga yang kelihatan lemah, terus belum lagi sekarang terungkap bahwa ada soal judi online itu, yang ternyata memang sangat berkuasa dan mendrive apa yang terjadi di lingkungan Polri. Ya, itu yang orang mulai berpikir bahwa Sambo ini semacam kapal besar yang nggak bisa tenggelam, biasa disebut terlalu besar untuk tenggelam. Sama seperti dulu waktu Titanic dibuat, orang merasa Titanic nggak bisa tenggelam. Dia terlalu besar untuk tenggelam, dan akhirnya satu kecelakaan kecil di malam pestapora di atas Titanic, memberantakkan kapal itu. Juga begitu sebetulnya. Memang, ada upaya untuk menutupi kasus ini atau bahkan skandal ini, karena melibatkan mungkin hampir semua pejabat tinggi di republik ini tahu soal-soal semacam ini. Di mana judi dioperasikan, di mana narkoba diperdagangkan ulang, itu hal-hal yang dulu kita sebut rahasia samar-samar sekarang makin lama makin jelas. Dan lokasi-lokasinya makin lama makin terbuka. Jadi, keadaan ini bakal menggemparkan dan kegemparan itu bisa berujung pada pimpinan-pimpinan tertinggi negara. Dan, itu saya kira orang akan cari atau mereka yang masih ingin bermain dalam menyelundupkan opini publik akan memanfaatkan situasi ini. Dan, kelihatannya juga sebagai terdakwa Sambo tetap merasa bahwa dia punya kartu yang belum dia turunkan. Nah, kartu itu yang orang tunggu. Jangan sampai kartu tersebut justru memporak-porandakan agenda politik Presiden Jokowi, yaitu Pemilu, G20, dan terus mulai membaca pikiran para diplomat dunia yang kepala negara akan masuk ke Indonesia merasa bahwa sangat mungkin kepala negara mereka nggak akan datang ke Indonesia karena keadaan yang tidak pasti. Apalagi kita tahu bahwa bagaimana mungkin misalnya Vlademir Putin dalam sidang itu bertemu dengan Joe Biden. Putin mungkin menganggap Indonesia berbahaya sekali. Ukraina juga begitu. Apalagi Biden, melihat bahwa keadaan Indonesia berantakan, bahaya secara keamanan. Karena polisi juga masih mengalami banyak hal, ekonomi buruk, demonstrasi ke mana-mana. Jadi, peristiwa Sambo ini akan bisa membatalkan agenda-agenda strategis nasional. Jadi, saya kira memang ini kan kita sudah di-warning sejak awal oleh beberapa teman, “hati-hati ya, jangan sampai kemudian kasus ini dilepas”, karena ini tidak boleh hanya dilihat soal kriminal biasa. Itu ada agenda yang jauh lebih besar, dan itu ternyata ini misalnya, diungkap sendiri oleh staf ahli, tim ahli politik dari Pak Kapolri, dia mengingatkan bahwa ini ada kakak asuh dan dia memberikan ciri-cirinya. Kakak asuh itu dulu orang yang memberikan jabatan dia, termasuk waktu jadi Kepala Divisi Propam dan sebagainya, dan orang dengan mudah menyebut ini pasti yang dimaksud adalah mantan Kapolri Idham Azis, karena dia nyebut spesifik. Kalau nyebut nama dia nyebut spesifik jabatan yang diberikan. Dan kita tahu bahwa Sambo jauh sebelumnya dia adalah koordinator tim. Jadi, dia memang orang yang dekat dengan puncak-puncak kekuasaan di Polri. Nah ini kan kalau kita melihat ada seorang tim ahli yang menyatakan begitu, itu kan menunjukkan bahwa ini memang ada pertempuran di dalam tubuh Polri yang belum selesai sampai sekarang. Itu, kalau kita masukkan faktor Bjorka juga itu kita akan lihat semacam peta baru. Siapa sebetulnya yang mengoperasikan bjorka ini. Apakah bjorka seseorang atau sebuah komputer yang didesain oleh sebuah tim dan dioperasikan secara kolektif. Kan itu soalnya. Jadi, semua hal ada di depan mata kita. Tinggal soalnya adalah mampu nggak kita bertahan sampai 2024 menjalankan pemilu dengan ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian keamanan, ketidakpastian kondisi semacam ini. Jadi, itu refleksi kita selalu di FNN untuk menunjukkan bahwa harus ada pemimpin yang muncul dari kekacauan ini. Kita sebut saja ini keadaan yang betul-betul keotik dan setiap saat batu kecil itu bisa melukai kaki kita dan itu satu rombongan terjerembab kalau leader-nya kena batu kecil. Jadi, ini intinya. Tetapi, tetap kita ingin kawal proses Pak Sambo ini dengan segala macam prinsip equality before the law, the presumtion of innocence, tetapi dalam upaya untuk memastikan hukum itu bergerak kita mesti kontrol juga variabel politik yang pasti akan masuk untuk mencari bagian karena kepentingannya akan terganggu oleh persidangan Sambo nanti. Ya, saya kira yang terjadi sekarang itu. Jadi sebenarnya kita selalu kemarin menyebut bahwa Sambo ini adalah symtom, petunjuk kecil bahwa ada satu penyakit yang jauh lebih serius pada bangsa ini. Dan pintu masuknya Sambo. Jadi, sangat sayang kalau sampai momentum ini tidak dimanfaatkan karena jarang sekali kita mendapatkan momentum-momentum semacam ini. Iya, betul. Dan justru kita percepat sebetulnya persidangan Sambo dan dibuka selengkapnya supaya luka itu sudah dibuka, sehingga obatnya bisa langsung masuk, supaya nanti ke depan dalam satu setengah tahun ke depan ok publik lega bahwa mereka yang menghalangi demokrasi sudah bisa dipastikan tidak boleh ikut dalam pemilu 2024. Mereka yang punya kaitan dengan uang haram atau uang politik, money politic yang terkait dengan 303 juga tidak boleh ikut dalam politik. Jadi, kesepakatan moral itu bisa membuat bangsa ini justru tumbuh sehat. Jadi itu intinya. Dan betul bahwa mereka yang mulai mengintai proyek di belakang kriminalnya Sambo ini justru mereka yang cemas karena publik nggak mungkin lagi ditahan untuk minta pertanggungjawaban sejauh-jauhnya. Seingat saya, dulu ini masih soal kriminal. Lama-lama ini menjadi soal politik. Sekarang dia menjadi soal moral karena tadi beberapa pengacara atau orang dari dalam polisi sendiri mengakui bahwa ada sesuatu yang betul-betul busuk di dalam peristiwa ini. Jadi itu intinya. Jadi dari sesuatu yang kriminal masuk ke dimensi politik, dan sekarang dimensi moral. Dimensi moral itu artinya kita mesti tegakkan kebenaran dan keadilan. Tapi kan sejarahnya begini, menurut saya jangan pesimis dulu gitu karena kita juga diingatkan bahwa harus siap-siap kecewa. Tapi saya kira apa yang kita lakukan selama ini, bukan hanya kita, maksudnya kita itu adalah civil society atau para netizen yang mengawal kasus ini, itu kan membuat kasus ini yang tadinya coba ditutup-tutupi dengan skenario bohong akhirnya terbongkar juga. Kemudian ada langkah-langkah konkret dari Kapolri, tidak memuaskan. Karena tentu saja Kapolri juga sedang berhitung bagaimana kekuatannya di internal. Jadi, saya kira alih-alih mesti siap-siap kecewa, kita harus terus mengawal. Itu kan simbol dari dalam kepolisian kira-kira mengatakan “ya ini mungkin akan ada win-bin solution”. Yang namanya win win solution artinya manipulasi. Jadi publik tahu sejak sekarang kalau mulai ada gejala win win solution itu artinya akan ditutup dengan sana untung, sini untung, nggak ada yang rugi. Bagi publik itu artinya rugi bagi bangsa ini, rugi bagi demokrasi. Jadi, betul kita kawal terus, tidak ada satupun yang boleh lewat dari tatapan mata moral publik. Mata politik mungkin masih bisa dikelabuhi, tapi mata moral itu akan berlanjut. Ya. Dan indikator yang paling kuat yang orang selalu pasti dengan mudah menyebut adalah fakta bahwa sampai sekarang Ibu Putri Sampo yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam pembunuhan berencana tidak ditahan. Ini adalah perasaan tidak adil yang langsung terkena pada kalangan emak-emak. (Ida/sws)
Mulailah dari Land Cruiser Hitam
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DORONGAN untuk membuka kembali kasus Km 50 semakin menguat pasca terbongkarnya kasus pembunuhan sadis Brigadir Yoshua oleh sebuah konspirasi yang dipimpin mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Sambo sendiri kini telah dipecat dengan tidak hormat oleh Putusan Banding Komisi Kode Etik Polri dipimpin Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto. Dicurigai ada mobil Land Cruiser hitam di rumah kediaman Ferdy Sambo. Keberadaan mobil Land Cruiser hitam dalam kasus pembantaian Km 50 ini menjadi penting mengingat sebagaimana keterangan dari pihak-pihak yang menyaksikan di TKP bahwa mobil itu adalah \"komando\" dari operasi yang berujung tewasnya enam anggota laskar FPI. Komnas HAM, meski diragukan kejujuran dan keterbukaannya, telah menyatakan dalam substansi fakta temuan bahwa mobil Land Cruiser itu adalah mobil petugas. \"Bahwa benar kendaraan jenis Avanza silver K 9143 EL, Xenia 1519 UTI dan B1542 PPI serta Land Cruiser diakui sebagai petugas polisi yang pada tanggal kejadian sedang melakukan pembuntutan terhadap MRS\". Temuan TP3 berdasarkan saksi-saksi menyatakan \"lalu datang mobil sejenis Land Cruiser warna hitam yang terlihat bertindak sebagai pemberi komando terhadap rombongan para pria berpakaian preman yang sudah menunggu cukup lama kehadiran \'sang komandan\' tersebut\". Komnas HAM menyebut pengemudi Land Cruiser adalah AKP Widy Irawan. Temuan TP3 itu juga menjelaskan bahwa \"Setelah perintah dari \'sang komandan\' dijalankan yaitu memasukkan para pengawal yang kemudian menjadi jenazah ke mobil milik mereka dan mobil korban dipastikan diurus untuk dibawa ke suatu tempat, maka sebelum meninggalkan lokasi Km 50, para pria tersebut membuat selebrasi berupa formasi lingkaran dengan tangan masing-masing di bahu rekan mereka dan meneriakkan tanda sukses kemenangan\". Komnas HAM diduga banyak mengetahui mobil \"komandan\" Land Cruiser hitam namun menyembunyikan banyak fakta. Nama AKP Widy Irawan dan Ipda Rusbana Komnas HAM saja tahu. Benarkah Nopol mobil tidak teridentifikasi dan dalam CCTV mobil Land Cruiser tersebut tidak terekam ? Komnas HAM diduga kuat melakukan \"obstruction of justice\". Mulailah penyelidikan dari Land Cruiser hitam milik Polisi. Adakah itu mobil yang dalam CCTV di garasi rumah Ferdy Sambo ? Foto Bripka Matius Marey di samping mobil Land Cruiser hitam viral di medsos. Matius Marey si lengan bertatto ini yang diduga ikut membuntuti rombongan keluarga HRS. Memepet mobil menantu HRS, membuka jendela, lalu tangan yang penuh tatto itu mengacungkan jari tengahnya. Komnas HAM di samping memiliki CCTV juga telah menggali keterangan dari banyak saksi termasuk hal ihwal mobil Land Cruiser hitam. Ayo, dalami kembali saksi-saksi dan CCTV tersebut. Akurkan dengan mobil yang berada di rumah Ferdy Sambo. Bukankah untuk kasus Km 50 Ferdy Sambo telah mengerahkan 30 anggota Propam ? Brigjen Hendra Kurniawan Karo Paminal Propam bahkan turut hadir bersama Kapolda Metro Fadil Imran dan Pangdam Jaya Dudung Abdurahman dalam Konperensi Pers yang berkonten kebohongan dan rekayasa. Aspek spiritualnya keluarga korban 6 anggota Laskar FPI sebaiknya mengajak mubahalah Ketua Komnas HAM Ahmad Taufik Damanik atau sekurangnya Tim yang bekerja di bawah pimpinan Mohammad Choirul Anam atas kemungkinan penyembunyian fakta yang dilakukan. Biarlah publik mengetahui apakah Komnas HAM mengakhiri tugasnya dengan baik (husnul khotimah) atau buruk (su\'ul khotimah). Mobil Land Cruiser hitam itu berhubungan erat dengan \"sang komandan\" perbuatan keji dari squad jahat aparat yang melakukan pembantaian. Pesta kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) diinstruksikan dari mobil Land Cruiser hitam ini. Membagi dua tim, pertama membawa 2 korban dan tim kedua membawa 4 korban. Keenam korban masih dalam keadaan hidup saat di Km 50. Setelah menginstruksikan dan berselebrasi kemenangan maka mobil Land Cruiser hitam kembali ke kandangnya. Kandang hewan buas pemangsa daging manusia. (*)
Payung Fantasi
Oleh Ridwan Saidi Budayawan Lenggang mengorak menarik hati serentak Ai ai ai siapa dia Wajah sembunyi di balik payung fantasi Ai ai ai aku rindu Sebait lirik lagu Payung Fantasi yang biasa dinyanyikam Bing Slamet pada tahun 1950,-an. Lagu ini mewalili semangat jaman. Di era itu di jalan-jalan pandangan mata kepergok wanita berpayung fantasi dengan ragam hias aneka bunga bertabur di selebar lapis payung. Puja puji empat besar Presiden di dunia, juru damai dunia, bagai payung fantasi karena begitu hujan turun payung langsung dilipat karena lapis payung berbunga dari kertas tebal, bukan kain. Ex Presiden SBY menggelar pendapatnya tentang politik mutakhir, langsung dikata ex Presiden tak layak bicara. Ex Presiden yang bicara politik terus-terusan Gus Dur dan Megawati. Kok yang dianggap salah cuma SBY? Ex Wapres Drs Moh Hatta menulis buku Demokrasi Kita tahun 1960-an ketika Demokrasi Terpimpin bersimaharaja lela. Perkembangan situasi kini yang makin runyam juga menjadi concern akademisi. UGM memprakarsai pertemuan rektor2 baru-baru ini. Pertemuan ini positif dan menelorkan usul-usul mendasar untuk perbaikan negeri. Lantas saya teringat Seminar Trace Baru yang digelar di UI atas prakarsa Guru2 Besar-nya di awal tahun 1966. Sejurus kemudian Sukarno jatuh. (RSaidi)
Sidang CPO, Farid Amir Akui Terima Duit SGD 10.000
Jakarta, FNN – Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan, Farid Amir bersama tiga saksi lain menghadiri sidang kasus dugaan korupsi penyalahgunaan izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/09/22). Saksi yang didatangkan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan fakta-fakta terkait para terdakwa saat pemeriksaan oleh jaksa. Farid mengaku mengenal terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, eks Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, sebagai atasan dalam hubungan kerja. Dalam kesaksiannya, Farid menjelaskan bahwa Kemendag membuat regulasi untuk menindaklanjuti kelangkaan minyak goreng, terutama Permendag 02 dan Permendag 08 yang berkaitan dengan kebijakan ekspor. Farid juga menyatakan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebanyak 20% merupakan kewajiban bagi eksportir, namun tidak tertulis di Permendag melainkan turunannya. Saksi juga memaparkan bahwa dirinya pernah mengikuti rapat daring melalui Zoom bersama Indrasari dan Lin Che Wei pada 14 Februari 2022 membahas tentang mekanisme penetapan beberapa kesepakatan. \"Bersepakat dengan penyerapan larangan pembatasan ekspor CPO, lalu tadi JPU menyampaikan 20% tidak disebutkan, lalu juga terkait dengan subsidi tetap menggunakan dana BPDPKS,\" jelas Farid kepada JPU. Farid juga sempat memaparkan dana DMO dan alokasi ekspor masing-masing perusahaan kelima terdakwa yang disetujui Kemendag. Berdasarkan keterangan saksi, Wilmar Grup mengajukan 4 permohonan pada 2 Maret 2022 dan Kemendag menerbitkan persetujuan ekspor kepada PT Multi Nabati Sulawesi, PT Multi Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Sebagai verifikator, Farid menyatakan tim verifikasi tidak terjun langsung ke lapangan melainkan hanya melakukan pengecekan dokumen. Dirinya pernah mengajukan untuk melakukan verifikasi ke lapangan, namun ditanggapi oleh Indrasari agar pemeriksaan tetap dilakukan melalui dokumen. \"Agar kami tetap fokus untuk melakukan seperti yang umum itu dengan periksa dokumen,\" ujar Farid pada jaksa saat persidangan pada Selasa, 20 September 2022 di PN Jakarta Pusat. Kemudian, jaksa sempat menyoroti permohonan persetujuan ekspor perusahaan Permata Hijau Group yang melakukan kontrak penjualan CPO dengan PT Bina Karya dalam rangka memenuhi realisasi DMO. Farid membenarkan bahwa Stanley MA pernah menghubunginya melalui WhatsApp terkait persetujuan ekspor yang seharusnya hanya dapat dilakukan melalui aplikasi tertentu. Farid menceritakan Master Parulian Tumanggor, selaku Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia ingin menemuinya melalui Indrasari. \"Pak Tumanggor kontak saya, namun saya tidak terima. Namun, akhirnya beliau bisa bertemu saya setelah saya dipanggil Pak Indrasari Wisnu Wardhana ke ruangan beliau,\" ucap saksi. Farid mengonfirmasi adanya pemberian uang yang diberikan Tumanggor yang dikatakannya untuk tim. Sejumlah uang yang diterima sebanyak 10.000 SGD. Berikut penggalan kesaksian Farid kepada JPU. \"Disampaikan oleh Pak Tumanggor ini permintaan Pak Indrasari Wisnu Wardhana untuk tim,\" ujar Farid. \"Kemudian, saksi terima waktu itu?\" tanya jaksa. \"Saat itu saya sampaikan karena ini arahan Pak Indrasari, saya terima,\" ungkap Farid. \"Berapa jumlah yang diterima waktu itu?\" \"Sepuluh ribu dollar Singapur,\" katanya. Saksi memaparkan berdasarkan pernyataan Indrasari, tujuan uang tersebut adalah untuk tim sebagai effort yang telah kerja hingga malam sehingga Farid memberikan uang tersebut kepada Ringgo, pegawai Kementerian Perdagangan lainnya. Diketahui, setelah penolakan eksepsi para terdakwa, Majelis Hakim memutuskan untuk meneruskan pemeriksaan kasus melalui saksi-saksi yang dihadirkan. Selain Farid Amir, JPU juga menghadirkan Ringgo, Demak Marsaulina, dan Almira Fauzia sebagai saksi untuk dimintai keterangan pada sidang hari ini. (oct)