ALL CATEGORY

Era Minyak Telah Berakhir

Itu tidak mungkin kata pengamat energi di Indonesia, mana mungkin dunia meninggalkan minyak, 100 tahun, 200 tahun dunia tetap akan berlumur minyak. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) DI sini masih ribut subsidi BBM, namun dunia sebagian besar tengah ribut bagaimana meninggalkan minyak. Tentu saja ribut karena sebagian besar dari bangsa kita masih hidup miskin. Sementara lebih dahsyat lagi dunia sedang ribut meninggalkan minyak tidak hanya sebagai bahan bakar, atau sebagai komoditas, tetapi minyak tidak lagi sebagai jangkar mata uang Dolar Amerika Serikat yang merupakan mata uang internasional saat ini. Sebagai isu politik minyak sebenarnya telah berakhir. Minyak tidak lagi dipandang sebagai jangkar mata uang global dolar Amerika Serikat. Rezim petro dolar yang ditopang oleh minyak sejak tahun 1971, sekarang sudah diakhiri oleh jaman digitalisasi dan transparansi. The Federal Reserve (The Fed) tidak lagi legitimate untuk mencetak uang dengan dasar minyak. Antara harga minyak dengan nilai mata uang dolar sudah tidak lagi memiliki korelasi. The Fed di era Obama dan di era Trump tidak lagi menjadikan minyak sebagai dasar dalam mencetak uang dolar. Uang dolar modal kertas dan tinta dicetak begitu saja dan lalu dituangkan ke seluruh dunia tanpa dasar colleteral sama sekali. Pelanggaran motener paling besar yang dilakukan The Fed dan tidak sejalan lagi dengan rezim petro dolar 1971. Lalu apa jangkar ekonomi yang baru? Belum jelas sampai sekarang. The Fed sendiri pusing sudah tujuh keliling menghadapi peningkatan permintaan dan penggunaan uang kripto. Digitalisasi akan melahirkan rezim baru menggantikan petro dolar. The Fed dan bank sentral seluruh dunia berencana menciptakan mata uang digital untuk menandingi uang kripto. Tapi bagaimana menandingi cripto curency, sementara mata uang kertas sendiri sedang tergerus legitimasinya akibat The Fed ugal-ugalan mencetak uang. Bagaimana Subsidi Minyak? Subsidi minyak adalah rezim yang dilahirkan oleh ideologi neoliberal. Subsidi adalah strategi yang dilahirkan oleh politik ekonomi neoliberal. Ideologi yang memisahkan antara negara dengan ekonomi. Negara tidak boleh memainkan peran langsung dalam ekonomi. Negara hanya menjadi “hansip” penjaga malam, pekerjaan negara adalah mengurusi mengatur agar swasta mengambil alih seluruh urusan ekonomi termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan layalanan publik atau bahasa konstitusi indonesia hajat hidup orang banyak. Semuanya tidak boleh lagi dijalankan oleh negara. Bagaimana negara berbuat agar public goods bisa dijangkau oleh daya beli masyarakat? Maka negara mengeluarkan uang yang bersumber dari pajak untuk mengatur harga barang dan jasa. Negara dalam ekonomi neolineral hanya mengurus fiskal. Bagaimana mendapatkan uang untuk membiayai pengeluaran negara, seperti menggaji apatur negara. Kalau sudah dapat uang, lalu uangnya dialokasikan negara untuk mengatur harga barang dan jasa yang dijual swasta dengan mengintervensi harga maka disebut dengan subsidi. Begitu pula dengan subsidi minyak. Minyak diserahkan kepada swasta atau badan usaha komersial, di Indonesia oleh perseroan terbatas. Mereka membeli minyak lalu menjual ke masyarakat. Negara boleh menetapkan harganya dengan jaminan negara memberikan ganti rugi jika terjadi selisih harga antara harta yang ditetapkan negara dengan harga yang sebenarnya. Itulah yang disebut subsidi minyak. Apa sesungguhnya pengertian subsidi menurut rezim internasional? Subsidi adalah sejumlah uang yang diberikan kepada pengusaha atau pebisnis oleh negara melalui pemerintah untuk mengganti kekurangan pendapatan dari perusahaan komersial akibat menjual barang atau jasa yang harganya di tetapkan oleh pemerintah. Jadi subsidi tetap merupakan pendapatan yang diterima oleh sektor bisnis dan tetap menjadi uang bisnismen. Pada Era 90-an kembali dipertegas melalui konsensus Washington, aturannya melalui liberalisasi pasar, privatisasi BUMN, reformasi pajak, disiplin anggaran negara dan pengetatan fiskal. Jadi anggaran negara tidak boleh dipakai untuk  menanggung subsidi yang besar. Karena subsidi semacam itu dalam sistem liberalisasi pasar akan merusak persaingan usaha yang sehat dan menghabisi anggaran negara. Konsensus Washington ini ternyata tidak membuat negara menjadi banyak uang karena disiplin anggaran. Justru negara menetapkan sistem anggaran defisit. Negara meminjam uang sebagai pembiayaan pembangunan. Maka mulailah anggaran negara ditopang oleh utang. Konsesnsus Washington ternyata hanya memperkaya swasta namun membuat negara makin tergantung pada utang. Pada ujungnya negara tidak punya lagi uang dan kemampuan melakukan subsidi BBM. Makanya harga BBM harus diserahkan pada pengusaha dan menjadi urusan mereka. Silakan bisnis dan jual BBM sesuai harganya. Negara tidak punya uang untuk ikut campur. Subsidi Transisi Energi Tapi seiring waktu sektor BBM makin terjepit. Dunia tengah berada bawah ancaman yang serius dengan isue kurasakan lingkungan atau climate change. Bank bank internasional tidak lagi mau menginvestasikan uang mereka dalam sektor minyak. Satu persatu perusahaan minyak tutup dengan tanggungan utang yang besar. Tinggal beberapa perusahaan besar dunia, namun mereka terancam tekanan keuangan yang sangat besar. Kalau dulu ketika perusahan minyak ambruk, maka mereka akan ditolong oleh negara. Mengapa? Sebab negara sangat berkepentingan akan keberadaan mereka, sebagai sumber uang bagi negara penghasil minyak. Apalagi negara Amerika Serikat, minyak adalah alat dominasi mereka secara global melalui petro dolar. Namun sekarang ketika perusahaan minyak colaps, tidak ada lagi yang menolong mereka, perusahan minyak disita oleh pemilik modal atau investornya tanpa ada harapan untuk bangkit lagi seperti tahun 1971 lalu. Mereka lari meninggalkan ladang ladang minyak mereka di negara negara dunia ketiga atau negara berkembang. Lalu kemudian ladang ladang yang telah mengering itu diambil alih oleh perusahaan lokal. Namun perusahan lokal dan nasional tidak dapat leluasa mencapai level keekonomiannya. Bangkrut tapi perlahan lahan. Apakah negara masih bisa menyelamatkan mereka. Tergantung kalau negaranya punya uang. Kalau menerapkan geopolitik internasional sekarang, maka saat ini tidak ada yang lagi yang diperbolehkan untuk mensubsidi minyak. Bisa jadi tak lama minyak akan dipandang sebagai barang ilegal, sumber polusi dsn penyakit, yang malah akan dikenakan cukai oleh negara. Harga minyak pasti naik, minyak lama lama akan langka, bukan karena tidak ada minyak mentah di dalam perut bumi, tapi tak ada satu lembaga keuangan pun yang boleh membiayai eksplorasi dan ekploitasinya. Sementara perdagangan minyak makin tergencet pajak ekspor impor, sehingga konsumsi minyak digencet cukai. Maka minyakpun akan langka. Tak sampai di situ, setelah pertemuan Paris yang dilanjutkan dengan COP 26 Glasgow, minyak yang telah langka tadi akan dikenakan pajak karbon. Tidak main main, pajaknya mencapai 250 dolar per ton karbon yang diproduksinya. Bayangkan 1 liter minyak sama dengan 1,70 kg karbon. Jadi harga jual BBM sekarang harus naik 1,7 kali lagi. Akan mahal sekali. Langka mahal dan bisa jadi bahan bakar tercela dan terlarang. Itu tidak mungkin kata pengamat energi di Indonesia, mana mungkin dunia meninggalkan minyak, 100 tahun, 200 tahun dunia tetap akan berlumur minyak. Kalau minyak ditinggal, dimana orang mau mendapatkan energi kalau minyak telah langka, bagaimana nasib mobil, kapal, pesawat terbang dll. Tidak demikian yang terjadi. Sebaliknya dunia mengalami over supply energi, di Indonesia listrik yang diproduksi PLN melimpah tidak terserap oleh pasar lebih dari 50 %. Dahsyat kapasitas energi sekarang. Jadi hati hatilah dengan subsidi minyak dan bersiaplah untuk move on. (*)

Kudeta Itu Legal

Dalam Revolusi Rakyat itu, masih ada nama tokoh militer yang berperan saat itu. Adalah Gregorio Ballesteros Honasan II, lahir 14 Maret 1948), yang lebih dikenal sebagai Gringo Honasan. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih “HIDUP yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan” – (Sutan Syahrir). Dan jiwamu, jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebathilan” – (Imam Syafi’i). Kita terus dihadapkan pada sebuah rekayasa politik oligarki yang ugal-ugalan. Negara bukan hanya menjauh dari cita cita dan tujuan negara, tetapi sudah mengarah ke arah kehancurannya. Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power – Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat. Setiap kudeta bisa bermakna legal, hanya satu kudeta yang legal. Yaitu kudeta dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat. Dalam rangka menggulingkan tirani. Seperti tertulis di dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat: ”….. Governments are instituted among Men, deriving their just powers from the consent of the governed. That whenever any Form of Government becomes destructive of these ends, it is the Right of the People to alter or to abolish it, and to institute new Government, laying its foundation on such principles and organizing its powers in such form, as to them shall seem most likely to effect their Safety and Happiness”. (Pemerintah dilembagakan di antara Manusia, yang memperoleh kekuasaan mereka yang adil dari persetujuan yang diperintah. Bahwa setiap kali Bentuk Pemerintahan apa pun merusak tujuan-tujuan ini, adalah Hak Rakyat untuk mengubah atau menghapusnya, dan untuk membentuk Pemerintah baru, meletakkan fondasinya di atas prinsip-prinsip tersebut dan mengatur kekuatannya dalam bentuk sedemikian rupa, karena bagi mereka tampaknya paling mungkin mempengaruhi Keselamatan dan Kebahagiaan mereka). A Prince whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler. (Seorang Pangeran yang karakternya ditandai oleh setiap tindakan yang dapat mendefinisikan seorang Tiran, dia tidak layak untuk menjadi penguasa). Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. Itulah yang pernah terjadi di Filipina. Revolusi EDSA atau Revolusi Kekuatan Rakyat (People Power) adalah sebuah demonstrasi massal tanpa kekerasan di Filipina yang terjadi pada 1986. Aksi damai selama empat hari yang dilakukan oleh jutaan rakyat Filipina di Metro Manila mengakhiri rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos dan pengangkatan Corazon Aquino sebagai presiden. EDSA merupakan singkatan dari Epifanio de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila yang merupakan tempat demonstrasi. Pemicunya, pada 21 Agustus 1983, senator dan tokoh oposisi Benigno \"Ninoy\" Aquino Jr. ditembak mati di Manila International Airport (kini dikenal sebagai Ninoy Aquino International Airport) setelah kembali dari pengasingan selama tiga tahun di Amerika Serikat. Pembunuhan Ninoy mengejutkan dan membuat marah rakyat Filipina yang kebanyakan telah kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan Marcos. Hal tersebut juga mengejutkan pemerintahan Marcos yang melemah, karena penyakit Marcos yang terus memburuk. Istri Ninoy, Corazon \"Cory\" Aquino, kemudian menjadi figur populer yang menentang rezim Marcos. Pada 23 November 1985, Marcos secara mendadak, setelah adanya tekanan dari Washington DC, mengumumkan pemilihan presiden lebih cepat setahun dari jadwal. Pemilihan diadakan pada 7 Februari 1986. Konferensi Uskup Katolik Filipina menyatakan pemilihan tersebut terjadi kecurangan, Senat Amerika Serikat juga menyatakan resolusi yang sama. Yang terjadi kemudian: Revolusi. Revolusi ini dimulai ketika dua pemimpin kunci militer mencabut dukungan mereka kepada Marcos. Pada 22 Februari 1986, Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Wakil Ketua Angkatan Bersenjata Fidel Ramos mengumumkan penarikan dukungan dan menuduh Marcos melakukan kecurangan pada pemilihan sebelumnya. Dalam Revolusi Rakyat itu, masih ada nama tokoh militer yang berperan saat itu. Adalah Gregorio Ballesteros Honasan II, lahir 14 Maret 1948), yang lebih dikenal sebagai Gringo Honasan. Ia memainkan peran penting dalam Revolusi EDSA 1986 yang menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos. Gringo Honasan meninggalkan barak, memimpin pasukannya bergabung bersama rakyat Filipina. Dan, masih banyak kudeta rakyat di negara-negara lain, yang tidak mungkin disebutkan satu-satu dalam tulisan ini. Bagaimana dengan Indonesia? Silakan cari sendiri ceritanya daripada dinilai sebagai provokator. (*)

Masa Depan Suram, Ganjar Makin Ambyar

Ganjar Pranowo dicitrakan sebagai sosok calon presiden yang mampu menggantikan Presiden Jokowi. Namun ia tak sadar punya masa lalu yang membelitnya. Impian Ganjar bisa ambyar. Oleh Fikri Dwi Nugroho | Jurnalis Yunior FNN  MENJELANG tahun politik 2024, sejumlah partai politik (parpol) mulai bermanuver menyiapkan kandidat presiden dan wakil presiden, hingga melakukan kunjungan kepada Parpol lain untuk membentuk koalisi yang kuat.  Adapun, tiga kandidat yang memiliki elektabilitas besar dari berbagai lembaga survei adalah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo, Gubenur Jawa Tengah. Dari ketiga nama tersebut yang digadang-gadang oleh presiden Joko Widodo adalah Ganjar Pranowo. Meski tidak dikatakan secara eksplisit, namun dari perkataannya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V Projo di Balai Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5/2022), \"jangan tergesa-gesa, meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini.\" Hal itu menunjuk pada Ganjar yang juga berada di sana. Telah banyak dukungan yang diberikan oleh masyarakat dari berbagai daerah kepada kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut. Namun, meski memiliki elektabilitas yang tinggi dari berbagai survei, hal itu tidak lantas menjadikannya mendapatkan dukungan dari partainya. Melihat manuver yang dilakukan oleh Jokowi dan Ganjar itu pun membuat Ketum PDI-P, Megawati Soekarnoputri membuka suara. Megawati mewanti-wanti kepada kader partai untuk tidak bermanuver dalam ajang Pemilihan Presiden 2024. Hal itu karena dirinya memiliki hak prerogatif sebagai Ketum partai untuk menentukan bakal calon presiden. Mendengar hal itu, Ganjar hanya bisa pasrah dan mengikuti aturan main partai. Walaupun pada kenyataannya, dirinya masih digadang-gadang oleh berbagai pihak untuk dicalonkan, oleh partai Nasional Demokrat atau NasDem misalnya. Namun, meski memiliki elektabilitas yang tinggi dan mendapatkan restu dari Jokowi, apakah Ganjar benar-benar layak untuk menjadi presiden Indonesia? Memanglah benar bahwa privilese presiden begitu tinggi dalam memberikan restu. Akan tetapi, hal itu tidak akan ada artinya mengingat Ganjar pernah terseret dalam kasus kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP).  Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tidak menemukan bukti bahwa Ganjar Pranowo terlibat dalam kasus tersebut. Demikian Ganjar pun mengatakan ditawarkan, tetapi dia tolak. Namun, hal itu sangat bertentangan dengan kesaksian dari M. Nazaruddin dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/11/2017). Dalam kesaksiannya, Nazaruddin mengatakan bahwa Ganjar menerima sejumlah uang senilai 500 ribu Dollar AS, setelah menolak tawaran sebesar 150 ribu Dollar AS. Tak hanya itu, dalam kepemimpinannya pun, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menjadi provinsi termiskin di pulau Jawa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik regional bruto (PDRB) Jateng per kapita pada 2021, sebesar Rp38,67 juta per tahun atau Rp3,22 juta perbulan.  Angka tersebut adalah yang terendah di pulau Jawa buka dibandingkan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebesar Rp40,23 juta per tahun. Diikuti Jawa Barat Rp45,3 juta per tahun, Banten Rp55,21 juta per tahun, dan Jawa Timur Rp60,04 juta per tahun, dan Jakarta yang tertinggi sebesar Rp274,71 juta per tahun. Besaran kemiskinan di Jateng pun sebesar 11,79 persen pada semester satu dan 11,25 persen pada semester 2 tahun 2021. Adapun jumlah itu lebih besar dari Jawa Timur sebesar 10,59 persen, Jawa Barat sebesar 7,97 persen, DKI Jakarta sebesar 4,6 persen, dan Banten sebesar 6,50 persen persemester 2 tahun 2021.  Adapun jumlah penduduk miskinnya lebih dari 4,1 jiwa. Dan indeks pembangunan manusia (IPM) di Jateng 0,3 persen yang merupakan angka lebih rendah dibanding IPM Jabar, Jatim, dan Banten. Meskipun, angka kemiskinan menurun sebesar 0,55 persen. Hal itu belumlah cukup untuk menjadikan Ganjar sebagai pemimpin yang ideal. Masih banyak kemiskinan dan suara-suara rakyat yang tidak didengar olehnya. Salah satunya adalah peristiwa di Wadas. Masyarakat Wadas telah menolak penambangan batu andesit dan juga pembangunan waduk Bener sejak tahun 2016. Masyarakat menuntut Ganjar untuk mencabut Izin Penetapan Lokasi (IPL) terkait pembangunan waduk Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah.  Masyarakat mendapatkan tekanan dari polisi yang tidak menurut, hingga terjadinya penangkapan bagi warga Wadas yang menolak pembangunan strategi nasional tersebut. Lantas apa yang dilakukan oleh Ganjar terhadap insiden yang terjadi pada 8 Februari 2022 itu?  Ganjar hanya meminta maaf kepada warga Wadas. Meski telah tiga kali datang, tak ada ketuntasan dari kasus tersebut. Polisi yang harusnya menjadi institusi untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat, malah digunakan sebagai alat menekan rakyat. Hal itu telah menyalahi aturan dan bahkan nurani. Tidak ada kelanjutan terhadap nasib warga Wadas yang mengalami ketakutan sampai trauma. Mengapa tidak, tindak kekerasan sampai penangkapan oleh pihak berwenang nyata adanya dialami oleh warga Desa Wadas.  Meski telah menolak dengan aksi, pamflet, hingga menuntut melalui jalur hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, tetap saja suara rakyat Wadas tidak didengarkan. Seakan, kedatangan Ganjar sebagai Gubernur Jateng hanyalah menjadi momen cuci muka terhadap warga Wadas. Lantas pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Ganjar layak untuk dicalonkan sebagai presiden? Mungkin tiga fakta tadi adalah satu alasan PDIP tidak menjadikan Ganjar sebagai bakal calon presiden?  Tidak ada yang pasti dalam politik, mari bersama-sama kita kawal pesta politik, pesta demokrasi yang dilakukan lima tahun sekali itu dan menjadikan politik Indonesia bersih hingga mendapatkan pemimpin yang layak dan tepat. (fik)

Soal Kenaikan Harga BBM, Pemerintah Harusnya Bela Rakyat, Bukan Ikuti Protokol Kaum Kapitalis

Jakarta, FNN - Pemerintah telah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per hari, Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB. Adapun BBM yang dinaikkan di siang hari bolong secara mendadak itu adalah jenis Pertalite, Solar dan Pertamax. Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menegaskan, kenaikan harga BBM saat ini, akan semakin menyusahkan kehidupan rakyat, yang sudah susah akibat dampak pandemi dan ketidakpastian global. \"Argumentasi terkait subsidi sebagai beban ekonomi yang salah sasaran, itu hanya retorika belaka pemerintah saja. Kenaikan harga BBM justru akan semakin menyusahkan masyarakat,\" kata Fahri dalam keterangannya, Ahad (4/9/2022). Menurut Fahri, argumentasi pemerintah yang menganggap, bahwa subsidi hanya dinikmati oleh pengguna mobil pribadi, bukan rakyat miskin sehingga pemerintah perlu melakukan penyesuaian harga BBM, sebagai alasan yang tidak pernah bisa diterima rakyat sampai kapanpun. Sebab, pencabutan subsidi itu, kata Fahri, merugikan kepentingan rakyat, dan menambah beban hidup masyarakat yang sudah sulit saat ini. \"Hal itu tidak akan pernah diterima rakyat sampai kiamat. Rakyat menganggap pencabutan subsidi akan menambah kesulitan hidup mereka,\" tegas Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini. Fahri menegaskan, sesuai konstitusi, maka tugas pemerintah adalah membantu dan membela rakyat di dalam kesulitan hidup. Oleh sebab itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini berharap pemerintah tidak perlu mengikuti protokol kaum kapitalis, yang tidak menghendaki adanya dukungan kepada rakyat melalui pemberian subsidi. \"Mereka (kaum kapitalis, red) ingin kompetisi berlangsung secara sempurna, tidak ingin ada subsidi-subsidi, semua harus diserahkan ke mekanisme pasar,\" tandas Fahri. Seperti diketahui, pemerintah telah mengumumkan kenaikan harga BBM pada Sabtu (3/9/2022). Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu/liter. Kemudian harga solar subsidi naik dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800/liter. Pertamax juga ikut naik dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500/liter. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 Triliun menjadi Rp502, Triliun, dan angka ini diprediksi akan meningkat terus. Sehingga pemerintah membuat keputusan dalam situasi yang sulit dengan melakukan penyesuaian harga beberapa jenis BBM. Keputusan menaikkan harga BBM jenis Pertalite, Solar dan Pertamax, kata Jokowi merupakan pilihan terakhir yang dilakukan pemerintah, karena pemerintah tidak mungkin lagi menanggung beban subsidi yang semakin besar. Untuk mengatasi dampak tersebut, pemerintah telah menyiapkan Bantalan Sosial sebesar Rp24,17 triliun. Namun, bantalan sosial tersebut, dianggap tidak akan mampu mengatasi efek domino dari kenaikan harga BBM. Daya beli masyarakat dikwatirkan justru akan semakin menurun dan memincu inflasi semakin tinggi. Masyarakat bakal semakin susah dalam menjalani kehidupannya pada hari-hari ke depan. Sebab, kabar soal kenaikan harga BBM beberapa pekan terakhir saja, telah menyebabkan kenaikan harga-harga barang dan memicu panic buying di sejumlah lokasi, apalagi BBM telah dinaikkan sekarang. (*)

Pengamat Politik: Antara Kenaikan BBM dan Janji Palsu Jokowi

Jakarta, FNN – Hati para pemilih Joko Widodo terluka, bahkan lewat sosmed milik Jokowi diserbu oleh para pemilihnya dengan menyebut mereka menyesal pilih Jokowi. Ini lebih diakibatkan tidak kompetennya kepemimpinan Jokowi dan para menterinya dengan gagahnya menaikan harga BBM. Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Dr. Jerry Massie MA, PhD menyebut bukan hanya impor pangan, janji palsu dan kebohongannya terulang lagi.  “Pasalnya pada Juli 2022 mantan Wali Kota Solo ini menyebut BBM tak akan naik sampai Desember 2022. Alhasil pada September merangkak naik,” ungkapnya. Ia mengatakan gampang saja menangani BBM tak naik, pembangunan infrastruktur 2023 naik Rp329 triliun kan itu bisa dipangkas, toh masyarakat tak terlalu membutuhkan beton serta dan dana IKN dialokasikan ke subsidi.. “Dana korupsi Surya Darmadi senilai Rp104 triliun bahkan lebih disita negara dan dipakai untuk subsidi serta Rp20 triliun korupsi BPJS sampai dana konsorsium 303. Tapi pemerintah tak menggunakan akal mereka jadi mereka menggunakan rumus ‘short cut’ atau jalan pintas,” tegasnya. Jerry meminta jangan ada lagi kata \"pro rakyat\" serta hilangnya istilah: \"Vox Populi Vox Dei\" sudah tak berguna harga kebutuhan pokok naik di saat rakyat lagi susah dan menderita akibat Covid-19.  “Saya heran bukannya mengobati malahan lebih membuat rakyat sengsara. Anehnya, saat kenaikan BBM Jokowi menyalahkan pemilik mobil. Ini gaya politik cuci tangan sang Kepala Negara,” terangnya. Ia juga mengatakan publik kecewa mana capres-capres yang berani berdiri untuk rakyat dan menentang kebijkan ini. “Sebetulnya Mega dan Puan bisa tegur keras Jokowi dia akan dicalonkan PDIP,”  katanya. Ia menyindir kalau saat ini tak ada lagi legistator berhaluan moderat semua berpikir masalah Tiga P (3P) yakni partai, perut dan pribadi mereka. “Saya rasa sensivitas bahkan ‘sense of concern’ atau rasa peduli pemimpin kita sudah mokat (bahasa prokem: mati- red). Disaat yang sama, harga minyak mentah dunia turun justru Indonesia menaikan BBM,” ujarnya. Jerry mengungkapkan sampai media terbesar di Inggris Reuters menyindir kenaikan tersebut dan mengangkat berita kenailkan BBM sebagai headline. Menurut mereka akan ada pergolokan politik sampai ekonomi. “Sayangnya, tak ada para legislator yang berhaluan moderat dan konservatif untuk memblokade program \"menyengsarakan\" ini,” pungkasnya. (mth/*)

Faktanya, Presiden Berpotensi Lakukan “Kudeta” Konstitusi!

Jika begitu strategi yang “dimainkan” Jokowi dan koleganya, sudah saatnya TNI sebagai penjaga terakhir konstitusi harus segera turun dan Selamatkan Indonesia dari kehancuran. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) DUKUNGAN Relawan Jokowi yang dikemas dalam format Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di Kota Bandung pada Ahad (28/8/2022) yang dilakukan Presiden Joko Widodo, termasuk tindakan “Kudeta Konstitusi”. Mengapa? Meski Jokowi dalam sambutannya menyatakan dia taat konstitusi, namun dia juga tidak melarang wacana presiden menjabat 3 periode bergulir. Hal itu disampaikan merespons dukungan yang dilontarkan pendukungnya dalam forum Musra Jawa Barat tersebut. “Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan,” kata Jokowi di hadapan para pendukungnya, seperti dilansir Kompas.com. Jokowi mengklaim, mengemukanya wacana jabatan 3 periode untuk seorang presiden merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi. Bagi dia, wacana-wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak berbeda dengan desakan publik agar presiden diganti atau mengundurkan diri. “Karena negara ini adalah negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong 3 periode (lalu) kita sudah ramai,” ungkapnya. “Itu kan tataran wacana. Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat, orang kalau ada yang ngomong \'ganti presiden\' kan juga boleh, ya enggak? \'Jokowi mundur\' kan juga boleh,” kata Jokowi. Dalam forum Musra ini, Jokowi juga kembali menerima dukungan dari para pendukungnya untuk maju lagi sebagai orang nomor satu di republik lewat Pilpres 2024. Merespons dukungan itu, mantan Wali Kota Solo tersebut mengaku dirinya akan taat kepada kehendak rakyat, selain kepada konstitusi. Mulanya, dia bercerita soal adanya pertanyaan-pertanyaan dari para pendukung soal sosok yang perlu mereka dukung dalam Pilpres 2024. “Ya nanti, ini forumnya, di Musra ini ditanya, siapa?” ujar Jokowi. Pertanyaan itu kemudian dijawab dengan seruan “Jokowi, Jokowi” dari para pendukung. Jokowi pun merespons. “Jokowi, Jokowi. Konstitusi tidak memperbolehkan, ya, sudah jelas itu,” kata dia. “Sekali lagi. Saya akan selalu taat pada konstitusi dan kehendak rakyat,” lanjut Jokowi disambut tepuk tangan para pendukung. Kalimat yang sama kemudian ia ulang sama persis sekali lagi. Tapi, justru para pendukungnya semakin kuat mendesaknya maju lagi sebagai capres. “Tiga kali!” seru mereka. “Jokowi! Jokowi! Jokowi!” mereka bersorak sambil bertepuk tangan. Jokowi kemudian mengundang salah satu orang dari kelompok pendukungnya di sana untuk maju menghampirinya. Seorang perempuan mengaku bernama Jeni asal Kota Bandung kemudian dipilih menghadap. Jokowi kemudian bertanya lagi, siapa sosok yang akan didukung oleh Jeni untuk maju capres 2024. “Pak Jokowi, Pak Jokowi lagi,” jawabnya. “Wong sudah diberi tahu, konstitusinya enggak boleh,” sahut Jokowi. “Rakyat mengharapkan Bapak,” jawab Jeni lagi. Jokowi lalu menghadiahinya jaket G20 yang menurutnya tidak dapat dipakai sembarang orang. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, muncul isu ada upaya menjegal Anies Baswedan maju Pilpres 2024. Jika dilihat dari elektabilitasnya yang selalu berada di tiga besar, menjegal Anies sesungguhnya bukan perkara mudah, tapi karena Anies tidak punya partai, hal itu juga bukan tidak mungkin. Isu adanya upaya penjegalan Anies pertama kali didengungkan Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief. Andi membangun asumsi tersebut dari pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut, belum tentu sosok yang elektabilitas tinggi bisa maju pada 2024. Apakah ucapan Jokowi itu secara khusus ditujukan kepada Anies Baswedan atau Ganjar Pranowo yang memang menunjukkan elektabilitasnya tinggi dari beberapa nama tokoh yang berpotensi maju Pilpres 2024? Hanya Jokowi dan Allah SWT yang tahu. Sebab, kewenangan mengajukan capres-cawapres ada di partai politik. Asumsi kemudian dia kuatkan dengan klaim mendengar kabar adanya upaya untuk menjegal koalisi yang akan mencalonkan Anies. Hal itu dilakukan agar Anies tidak mendapatkan tiket untuk maju Pilpres. “Saya mendengar ada upaya menjegal koalisi yang mencalonkan Anies. Anies tidak mendapat koalisi,” ucapnya, seperti dikutip Twitter @Andiarief_, Ahad (28/8/2022). Elektabilitas Anies Baswedan itu adu cepat dengan bakal dikeluarkannya sprindik. Anies berupaya untuk tampil sederhana dan tidak ada partai, tapi popularitas dia itu terletak pada kapasitas intelektualnya, dan prestasi dia yang memang diperlihatkan di DKI Jakarta. Tetapi, dari beberapa kali ucapan yang dilontarkan Jokowi soal “Ojo Kesusu” dan lantunan lagu dan pujian kepada Jokowi, “Ojo Dibandingke”, jawabannya sudah bisa ditebak: Jokowi Ingin Tiga Periode! Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta pendukungnya yang tergabung dalam organisasi Pejuang Bravo Lima agar tidak terburu-buru dalam menentukan calon presiden yang akan didukung pada Pilpres 2024 mendatang. Pengurus DPP Bravo Lima Ruhut Sitompul menyatakan, hal itu disampaikan Jokowi saat memberikan arahan dalam acara rapat pimpinan nasional Bravo Lima di Ancol, Jakarta, Jumat (26/8/2022). “Sudah itu masalah politik ojo kesusu, bersabarlah, ya entah siapa calon presidennya yang penting kita kerja, kerja, kerja,” kata Ruhut menirukan ucapan Jokowi saat dihubungi wartawan, Jumat siang. Ucapan serupa juga disampaikan Jokowi saat mengundang Relawan Jokowi ke Istana Bogor. Jokowi sampai mengucapkan ojo kesusu sebanyak 5 kali kepada organisasi relawan yang mendukungnya pada Pilpres 2014 dan 2019 di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/7/2022). Pernyataan itu disampaikan Ketum DPP Forum Relawan Demokrasi (Foreder) Aidil Fitri. Ia mengemukakan, konteks kata-kata Bahasa Jawa tersebut terkait penentuan nama capres dan cawapres) yang akan didukung pada Pemilu 2024 mendatang. “Tadi memberi arahan \'ojo kesusu\', jangan buru-buru menentukan capres-cawapres. Saya dengar langsung dan diucapkan sampai lima kali \'ojo kesusu\',” ujar Aidil saat dihubungi Antara di Jakarta pada Jumat malam. Ia melanjutkan, sikap Presiden Jokowi saat mengucapkan kata-kata tersebut sangat jelas ingin fokus dan tidak ingin diganggu oleh hal-hal lain yang dapat menjerumuskan. “Menurut saya ini sangat jelas, beliau ingin fokus tidak diganggu hal-hal yang dapat menjerumuskan beliau. Itu artinya, beliau memberi komando agar satu napas, satu komando dalam menentukan sikap, tapi tunggu waktunya beliau akan umumkan sendiri,” kata Aidil. Untuk dicatat, organisasi relawan yang hadir dalam pertemuan di Istana Bogor itu, selain DPP Foreder, hadir pula Projo, Pospera, Sahabat Buruh Relawan Jokowi, Seknas Jokowi, Pena 98, KIB, Duta Jokowi, Kornas Jokowi, Bara Jokowi Pribadi Jokowi meminta relawannya tidak terburu-buru memberikan dukungan untuk kontestasi Pilpres 2024. Ia mengingatkan relawannya supaya sabar dan tidak mendesak-desak soal dukungan kepada capres. “Kalau sudah menjawab (setuju untuk bersabar) seperti itu, saya jadi enak. Tapi kalau desak-desak saya, saya nanti keterucut. Sekali lagi, ojo kesusu,” kata Jokowi dikutip dari video YouTube. Ojo kesusu (dalam bahasa Jawa) memiliki arti “jangan terburu-buru”. Dalam joke-joke kasar masyarakat pinggiran, ojo kesusu dapat juga bermakna lain. Dalam konteks politik, kata atau frasa tertentu seringkali bermakna ganda dan bersayap. Dan, benar! Inilah buktinya. Justru frasa bersayap itu ternyata untuk pribadi Jokowi. Jawaban ini bisa dibaca dari Hasil Musyawarah Rakyat (Musra) I di Kota Bandung, Jawa Barat pada Ahad (28/8/2022).   Ojo Kesusu yang diucapkan berkali-kali dalam pertemuan dengan relawan dan pendukungnya itu ternyata untuk kepentingan Jokowi Pribadi. Ia masih ingin tanduk untuk jabat presiden periode ketiga, meski konstitusi sudah memberi batasan dua periode saja. Hasil survei peserta Musra sebanyak 5721 orang itu, nama Joko Widodo ada di urutan teratas dengan jumlah 1704 suara (29,79%) sebagai Calon Presiden Harapan Rakyat. Disusul Sandiaga Uno 968 suara (16,92%), Ganjar Pranowo 921 suara (16,10%), Prabowo Subianto 635 suara (11,10%), Anies Baswedan 516 suara (9,02%). Sedangkan untuk Calon Wakil Presiden Harapan Rakyat, nama Ridwan Kamil ada di urutan teratas dengan 2225 suara (38,89%). Disusul Airlangga Hartarto 758 suara (13,25%); Erick Thohir 733 suara (12,81%), Arsjad Rasjid 591 suara (10,33 %), dan Puan Maharani 543 suara (9,49%). Apakah dengan survei terhadap 5721 suara rakyat Jawa Barat itu yang nanti bakal dijadikan pedoman Jokowi untuk meminta agar MPR mengamandemen UUD 1945 (hasil amandemen juga) perihal pasal yang mengatur pembatasan masa jabatan presiden (2 periode saja)? Jika Presiden Jokowi memaksakan hal tersebut, secara yuridis formal Jokowi telah melakukan “Kudeta Konstitusi”, apapun alasannya. Jika begitu strategi yang “dimainkan” Jokowi dan koleganya, sudah saatnya TNI sebagai penjaga terakhir konstitusi harus segera turun dan Selamatkan Indonesia dari kehancuran. Jangan ambil resiko terlalu lama, sehingga rakyat terus-menerus menderita. Apalagi, upaya menipu rakyat sudah ditunjukkan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi dengan beragam alasan. Lengkaplah sudah penderitaan rakyat.  Coba saja baca twiter Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), berikut. Bisnis dengan rakyat: harga pertalite naik Rp 2.350 per liter x sisa konsumsi tahun ini anggap 10 juta KL = Rp 23,5 triliun. Harga solar naik Rp 1.650 per liter x sisa konsumsi 5 juta KL = Rp 8,25 triliun. Inikah nilai menyakiti hati masyarakat, nilai keadilan: hanya Rp 31,75 triliun? Di lain sisi, Pendapatan Negara per Juli 2022 naik Rp 519 triliun (50,3%), akibat harga komoditas, yang notabene milik negara, meroket. Bukannya membagi rejeki ‘durian runtuh’ ini kepada masyarakat, sebagai kompensasi kenaikan harga pangan, yang ada malah menaikkan harga BBM: Sehat? Sedangkan ‘durian runtuh’ sektor batubara sangat besar, ekspor 2021 naik $12 miliar, dari $14,5 miliar (2020) menjadi $26,5 miliar. Kenapa Rp 31,75 triliun, sekitar $2 miliar saja, tidak ambil dari batubara ini? “Kenapa harus dari rakyat kecil? Bukankah batubara milik rakyat juga?” tanya Anthony Budiawan. (*)

LaNyalla: Subsidi itu Amanat Pancasila, yang Harus Dihapus itu Korupsi

Jakarta, FNN – Konsistensi Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengusung tema kebangsaan dan falsafah bangsa dalam bernegara kembali disuarakan terkait keputusan pemerintah mengurangi subsidi BMM.  Dikatakan LaNyalla, yang harus dihapus itu korupsi, bukan subsidi. Karena subsidi adalah amanat Pancasila dan tertulis di pembukaan konstitusi sebagai bagian dari cita-cita dan tujuan nasional negara ini.  “Negara ini lahir untuk melindungi tumpah darah, mencerdaskan kehidupan dan memajukan kesejahteraan rakyatnya. Hal itu dilakukan dengan memastikan rakyatnya tidak semakin menderita dan miskin,” tandasnya Minggu (4/9/2022). Ditambahkan, jika kenaikan harga BBM akan membuat rakyat semakin menderita dan menambah jumlah kemiskinan, maka itu tidak boleh ditempuh oleh pemerintah sebagai kebijakan. Apalagi diyakini BLT belum 100 persen menjawab persoalan.  “Seolah subsidi untuk kepentingan hajat hidup orang banyak itu optional (pilihan, red). Bisa dicabut sebagai pilihan. Itu karena kita memahaminya sebagai subsidi. Padahal itu kewajiban negara. Apakah nanti BLT juga akan terus-menerus? Mungkin tidak juga. Jadi perlahan-lahan bisa dihentikan juga,” imbuhnya.  Tokoh berdarah Bugis yang besar di Surabaya ini, mengingatkan bahwa kewajiban negara adalah untuk memastikan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan yang sah, dapat mengakses kebutuhan hidupnya dengan layak. Dan semakin hari semakin sejahtera. Bukan semakin susah. Apalagi sampai bunuh diri karena kemiskinan.  “Jangan menambah paradoksal yang sekarang semakin banyak. Justru yang wajib dilakukan pemerintah adalah menghilangkan total korupsi yang membebani APBN kita. Jangan kemudian memberi perlindungan rakyat dianggap membebani APBN. Sementara bayar bunga utang sekitar 400 triliun rupiah setahun pemerintah tidak mengeluh,” ungkapnya.  Lanjut LaNyalla, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia masih berkutat di angka 37 hingga 40 dalam beberapa tahun ini. Dan Indonesia masih berkutat di peringkat 96 hingga 102 dari 180 negara di dunia. “Artinya ada kerugian perekonomian negara yang besar. Yang seharusnya sampai ke rakyat sebagai bagian dari kewajiban negara,” sambungnya.  Sehingga, tambahnya, sudah seharusnya negara serius terhadap persoalan ini. Termasuk membongkar semua kerugian perekonomian negara akibat perlindungan-perlindungan gelap terhadap kejahatan perjudian, narkoba, pencucian uang, penambangan ilegal dan kejahatan ekonomi lainnya.  “Dan yang paling penting, kita harus kembali kepada Pancasila dan sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa, agar negara ini kembali berdaulat atas sumber kekayaan Indonesia. Sehingga tidak semakin dinikmati segelintir orang yang berkolaborasi dengan Asing dan Aseng,” pungkasnya.  Seperti diketahui, LaNyalla memang menggagas kesadaran bangsa Indonesia untuk kembali ke sistem asli yang dirumuskan para pendiri bangsa, dimana seluruh elemen rakyat ikut menjadi penentu arah perjalanan bangsa, dan kembali fokus kepada Pasal 33 UUD 1945 naskah asli berikut penjelasannya. Sebelumnya, 21 Agustus silam, LaNyalla sudah mengingatkan pemerintah untuk tidak mengambil opsi kenaikan harga BBM. Karena kebijakan itu bisa memiliki efek domino yang serius. Oleh sebab itu, pemerintah harus mendengarkan suara keberatan dari masyarakat. (mth/*) 

Jokowi Butuh Anies

Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, perkawinan kepentingan tidak haram selama demi kebaikan rakyat, negara dan bangsa. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI Bagaimana Joko Widodo pasca menjadi presiden? Hanya Tuhan yang tahu dan sebisanya menunggu reaksi rakyat. Dengan kondite buruk dan terus terpuruk, Jokowi perlu memikirkan bagaimana ia bisa \"soft landing\" usai tidak lagi ada di Istana. Sebaliknya dengan Jokowi, Anies Baswedan justru semakin bertumbuh dielu-elukan rakyat untuk menjadi presiden berikutnya. Sepertinya, Jokowi dan keluarga beserta lingkar kekuasaannya, masih membutuhkan Anies untuk keselamatan dan keamanan politik saat terjadinya transisi kekuasaan. Dibesarkannya oleh kekuatan oligarki, Jokowi bersama kroni kekuasaannya seiring waktu cenderung menjadi \"public enemy\" di ujung pemerintahannya. Praktik-praktik KKN dan pelbagai kejahatan kemanusiaan yang menyelimuti perjalanan pemerintahannya selama dua periode, semakin mengarah dan nyaris membuat Indonesia menjadi negara bangkrut. Kegagalan teknis dan strategis menyeruak dalam setiap kebijakannya dan implementasi pembangunan nasional. Infrastruktur yang tak terukur, uang negara yang terkuras bukan untuk kesejahteraan rakyat dan aparatur rakus dan brutal dalam menjalankan roda pemeruntahan merupakan warisan buruk rezim Jokowi, yang dihiasi perilaku penuh kebohongan dan tak punya sedikit pun integritas. Selain menjadi rezim otoriter dan cenderung dzolim kepada rakyat, Jokowi bersama infrastruktur kekuasaan politiknya, secara subyektif dan tendensius juga giat mereduksi figur Anies sebagai pemimpin potensial masa depan.  Sebagian besar politisi-politisi dan birokrasi yang menjadi sub koordinat  pemerintahan Jokowi, sangat kentara membenci dan memusuhi Anies. Mulai dari lembaga survey hingga para buzzer, intens membuat opini menyesatkan dan framing jahat, jika perlu \"membunuh\" karir politik Anies. Akan ada perjalanan waktu, layaknya hidup manusia seperti roda yang terus beputar, kadang di bawah kadang di atas. Begitupun posisioning politik Jokowi dan Anies, kedua figur pemimpin beda kutub yang paling berpengaruh dalam konstelasi politik nasional itu, bukan tidak mungkin menjadi dinamis, saling berhadapan atau bisa juga membuka ruang sinergi dan elaborasi. Mendorong terjadinya simbiosis mutual dan berorientasi pada kepentingan rakyat, negara, dan bangsa. Dengan karakteristik yang sesungguhnya jauh bertolak belakang secara signifikan, membuat relasi politik Jokowi dan Anies menjadi begitu menarik dan ditunggu-tunggu publik. Jokowi sebagai presiden yang disokong penuh oleh kekuatan oligarki, momen menjelang pilpres 2024 memungkinkan akan bertemu dengan Anies sebagai capres fenomenal yang berbasis dukungan rakyat. Akankah keduanya berkonflik ria dan mengambil langkah diametral? Ataukah keduanya bisa menemukan titik kompromis yang melalui transisi kekuasaan kepemimpinan nasional yang perhelatannya tak lama lagi? Oligarki menjadi faktor penentu dari polarisasi figur Jokowi dan Anies terkait usungan parpol dan basis dukungan massa keduanya, dalam menghadapi pemilu dan pilpres yang kental dengan kucuran modal besar dan serba transaksional. Keniscayaan kapitalisme dan pengaruhnya yang kini bermuara pada kekuatan oligarki, pada akhirnya menjadi pemain utama dan paling menentukan dari proses suksesi presiden. Bagaimana ongkos ekonomi, sosial danpolitik pesta demokrasi yang berbiaya tinggi itu dapat melahirkan pemimpin boneka atau yang sejati mengemban amanah rakyat. Menjadi krusial dan menarik untuk diikuti perkembangannya baik oleh rakyat maupun elit politik. Akankah kekuatan oligarki dapat memenangkan kembali pilpres 2024 seperti pilpres sebelumnya. Atau memang akan terjadi proses demokrasi sejati yang menghadirkan pemimpin yang berasal dari rahim rakyat. Bukan pula hal yang mustahil tercipta \"win-win solution\", dari friksi dan fragmentasi dalam pilpres 2024. Jokowi sebagai presiden yang dibayangi stigma kepemimpinan gagal, tentunya menjadikan pertarungan pilpres 2024 sebagai sesuatu yang \"to be or not to be\". Dengan kepercayaan diri tinggi dan dukungan oligarki di belakangnya, Jokowi hanya punya dua pilihan. Memenangkan jabatan presiden tiga perodenya, atau akan menyiapkan sekoci dengan figur siapapun yang nantinya akan terpilih di pilpres 2024. Meskipun dominan pragmatis, oligarki juga tak sekonyong-konyong mengatrol pemimpin yang rendah elektabilitas dan tingat keterpilihannya, terlepas dengan rekayasa sosial maupun secara alami lahir dari dukungan rakyat. Sebagai entitas ekonomi yang memiliki korelasi kuat dengan dunia politik, oligarki juga memiliki kalkulasi dan rasionalisasi politik selain dengan tidak meninggalkan karakter \"safety player\" yang sejauh ini sukses diperankan para pengusaha skala besar. Termasuk menggiring partai politik dan instrumen kelembagaan pemerintahan lainnya seperti KPU, TNI dan Polri. Kehadiran Anies dalam hingar-bingar panggung politik pilpres 2024 yang begitu trengginas, harus diakui sudah mulai mencuri perhatian para sutradara, aktor dan partisipan politik seantero Indonesia dan mencuri perhatian dunia internasional. Pelbagai apresiasi dan reaksi bermunculan mulai dari munculnya \"supporting system\" hingga menjadikannya sebagai ancaman, terasa menggeluti Anies. Lantas, bagaimana dengan Jokowi? Mengambil garis tegas dengan rivalitas terhadap Anies, atau membangun permufakatan politik yang bisa jadi menjadi konsensus transisi kepemimpinan nasional, yang menyelamatkan republik ini. Terutama di tengah situasi dan kondisi kebangsaan yang rapuh dan rentan berbahaya bagi masa depan Indonesia. Tak terbantahkan, dengan performan rezim pemerintahan sekarang yang semakin merosot. Sebaiknya Jokowi bisa pikir-pikir dulu sebelum jauh melangkah dan salah jalan dalam melakukan manuver dalam pilpres 2024. Mampu merangkai hubungan yang harmonis dan selaras, antara kekuatan oligarki bersama lokomotif dan gerbong politik rakyat. Pun, dengan Anies yang kini mengemuka dan tak bisa menghindarkan diri menjadi irisan dari domain pemain politik dan ekonomi. Karena bagaimanapun juga Anies semakin menguat menjadi bagian dari dinamika dan representasi substansi demokrasi kekinian. Terlepas adanya dualisme demokrasi yang mengemuka antara politik realitas dan politik ideal. Jokowi memungkinkan untuk sekali saja bisa menjadi figur pemimpin yang nasionalis dan patriotis. Mendengar suara rakyat dan sebisanya bergaul intim dengan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, perkawinan kepentingan tidak haram selama demi kebaikan rakyat, negara dan bangsa. Demi mengembalikan Indonesia yang sebenarnya, termasuk jangan ragu jika kenyataannya Jokowi membutuhkan eksistensi Anies. Kebutuhan pada estafet kepemimpinan nasional yang kondusif dan terjaga keamanannya, termasuk sosial politik, sosial ekonomi dan sosial hukum. Masih ragu jika Jokowi butuh Anies? Tunggu saja rakyat akan melakukan apa dan sejarah yang akan menjawabnya. Catatan dari pinggiran kesadaran kritis dan perlawanan. (*)

Gaya Hidup Polisi yang Hedon Bikin Netizen Kepo dan Salfok

SEORANG pejabat Polri, Direktur Tindak Pidana Umum Mabes Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi, yang dalam beberapa kali tampil tampak kece kita lihat fotonya. Dia pakai baju warna hitam garis-garis dan beda sekali dengan yang lain yang berseragam. Terus waktu dia pakai baju kemeja putih mirip Presiden Jokowi itu, tapi ternyata ada garis hitamnya kecil. Rupanya perhatian netizen itu luar biasa karena ternyata baju itu produk dari Burberry, brand ternama. Pakaian yang dikenakan Brigjen Andi Rian membuat netizen tertarik untuk membahasnya. “Saya kira netizen memang agak iri itu karena mereka cuma bisa melihat brand-nya,” komentar pengamat politik Rocky Gerung. “Yang mungkin dipersoalkan netizen, ngapain polisi itu musti pamer Burberry? Polisi itu harusnya setara dengan kesederhanaan rakyat. Polisi nggak boleh jadi social climber,” lanjutnya kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief. Berikut ini petikan dialog Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (3/9/2022). Halo Bung Rocky, ketemu di akhir pekan hari Sabtu. Sekarang ini di di media sosial ramai sekali, bahkan sekarang sudah mulai muncul di media-media mainstream, media konvensional, yang menyoroti ini Direktur Tindak Pidana Umum Mabes Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi, yang dalam beberapa kali tampil memang kece kita lihat fotonya. Dia pakai baju warna hitam garis-garis dan beda sekali dengan yang lain yang berseragam. Terus waktu dia pakai baju kemeja putih mirip Jokowi itu, tapi ternyata ada garis hitamnya kecil gitu. Rupanya perhatian netizen itu luar biasa karena ternyata baju itu produk dari Burberry, brand ternama gitu. Memang saya baca perdebatannya apa nih, sampai ini mirror bukan? Miror itu KW. Ini kalau dulu misalnya terkenal ada DKNY (Donna Karan New York), tetapi Donna Karan itu dulu produksi dua layer, layer yang memang mahal dan layer yang rada murah. DKNY itu bagian murahnya sebetulnya. Tapi kan orang Indonesia nggak-ngerti itu. Kalau Donna Karan itu produk mahal mungkin dibikin cuman 30 pcs: 5 ditaruh di Milan, 2 ditaruh di Tokyo, sisanya ditaruh di Perancis. Itu yang disebut sepenuhnya high fashion. Ada bagian yang bisa dibeli di Tanah Abang, DKNY, yang sudah dibuat di Bandung dan orang bisa bikin sendiri. Jadi itu yang disebut sebagai “mau mencitrakan diri dengan mengonsumsi sesuatu”. Saya kira netizen memang agak iri itu karena mereka cuma bisa melihat brand-nya. Kalau kita pelajari misalnya Burberry ini, kan itu persaingan di dalam fashion Eropa mungkin 200 tahun lalu dan berupaya untuk mempertahankan brand itu dan memang berhasil. Dulu kan brand itu industri rumahan, tapi karena diasuh dengan baik lalu Burberry jadi konsumsi bintang film mungkin tahun 1950-an. Dulu saya pernah cerita soal tas mewah Hermes yang dulu dipakai oleh Crace Kelly untuk menutupi kandungan dia kemudian terfoto oleh paparazi, tahun 50-an. Sekarang semua orang ingin beli Hermes itu, padahal Hermes dulu itu dipakai untuk merahasiakan kepribadian. Karena itu disebut dulu Grace Kelly bag. Orang nggak tahu sejarahnya Grace Kelly ketika menikah dengan pangeran dari Monaco. Semua merek itu ada sejarahnya. Di kita sekarang tas Hermes menjadi barang mewah yang sudah dipamer-pamerkan, padahal tas itu di dalamnya ada suatu peristiwa hak asasi manusia. Sekarang ada orang pakai Hugo Boss, padahal Hugo Boss itu sebetulnya yang pakaian militer Jerman. Jadi Hugo Boss ini temennya Hitler, disewa oleh Hitler untuk bikin pakaian tentara Jerman, jadi memang bagus betul. Jadi, kita tahu bahwa Hugo Boss itu mengakumulasi kapitalnya justru dengan memperlihatkan tawanan perang. Mereka yang pakai Hugoboss sebetulnya itu melanggar hak asasi karena Hugoboss itu kapitalisasinya dia manfaatkan tawanan perang Hitler waktu itu. Tapi itu peristiwa masa lalu. Saya cuma mengingatkan bahwa di setiap merek ternama ada jejak dan mungkin Burberry itu produk Inggris dan pasti itu produk bermutu. Burberry bahan yang pertama kali tahan air, karena saya suka naik gunung saya tahu untuk bahan Buberry bahan pertama yang waterproof, tapi dulu dipakai oleh tentara perang itu Burberry.  Ya bagus juga Pak Polisi tadi juga mungkin ingin hujan-hujanan, sehingga pakai Burberry. Sekali lagi, yang mungkin dipersoalkan netizen, ngapain sih polisi itu musti pamer Burberry? Ngapain anggota DPR musti pakai Hugoboss yang harganya mungkin 60 juta rupiah yang paling murah. Kan mereka wakil rakyat. Demikian juga polisi. Kan polisi itu harusnya setara dengan kesederhanaan rakyat. Agak aneh mereka pakai baju mahal. Pamer begituan yang buat orang Indonesia akhirnya dicari-cari walaupun ada juga orang yang iri sebetulnya. Kan orang iri pasti nyari. Tapi rasa iri itu memang terhadap pejabat-pejabat yang dianggap berlebihan. Nggak ada orang yang iri kalau ada CEO naik privat jet dan memang dia punya aktivitas kapital yang besar ya biasa saja. Justru bagi pejabat-pejabat yang di bawah itu yang berupaya untuk naik kelas jadi agak aneh, jadi social climber. Dan polisi kan nggak boleh jadi social climber. Ini kan kalau saya baca misalnya harga baju yang garis-garis hitam ini katanya  12 juta sudah diskon, tapi tetap sajalah jauh dari profil seorang polisi, sekalipun dia Jenderal. Dari segi kemampuan mungkin kalau setahun sekali gantinya bolehlah, tapi kalau ganti-ganti fashionnya kelihatan banyak.  Ya, hal-hal semacam ini bagi rakyat Indonesia yang pernah mengalami kolonialisasi, itu kelihatannya berlebihan. Tentu kita nggak akan larang hak orang itu, tetapi kemasukalannya yang dipersoalkan. Ya mungkin polisi bisa jawab bahwa itu hadiah atau istri saya punya bisnis. Itu urusan mereka. Urusan kita adalah kemasukakalan dari penampilan-penampilan ini. Memang agak ramai sih, sebelumnya misalnya Putri Candrawati pun ketika dia sedang menjalani rekonstruksi juga netizen tahu harga tasnya. Disebutkan tasnya guci. Walaupun guci lama tapi harganya juga masih puluhan juta. Kemudian waktu rekonstruksi di rumahnya juga disorot ada satu lemari khusus tas branded gitu. Belum lagi mobil-mobil mewah Ferdy Sambo, mobil mewah Hendra Kurniawan yang sekarang sedang menghadapi sidang kode etik. Nah, saya ingin mengajak Anda untuk melihat apa sebenarnya fenomena semacam ini? Karena banyak sekali orang hedon. Iya itu kata hedonisme juga bukan hal yang tepat sebetulnya karena di dalam hedonism ada etiknya juga itu. Tapi bagi muda sekarang kok hedon banget? Kira-kira begitu kan? Kok mau pamer banget. Jadi pamer kemewahan sebetulnya kan? Jadi istilah hedonisme langsung dianggap ini kok mewah yang nggak pantas. Sebab ada orang yang hedon itu ya memang dia pantas karena misalnya musti datang ke jetset society ada gala dinner, musti tahu table manner segala macam. Itu bukan hedonisme. Itu memang aturan peradaban begitu. Tetapi kalau dia dilebih-lebihkan yang nggak penting sebetulnya itu baru disebut oleh anak seorang hedon. Nah, gejala hedon ini yang selalu terkait dengan akumulasi kapital. Jadi pameran kapitalisme itu pasti menimbulkan hedonisme. Padahal sebetulnya milenial dunia sekarang itu berupaya untuk tidak lagi mengonsumsi barang-barang yang diproduksi dengan akibat lingkungan jadi rusak. Sekarang misalnya netizen di British di tempat Burberry ini dibuat, anak mudanya itu akan cari lewat internet siapa anak muda di Brazil yang size-nya sama dia mau kirim bajunya supaya tuker-tukeran gitu. Jadi mereka berupaya supaya nggak usah lagi beli baju. Paling baju yang dibuat untuk dipakai 2 tahun itu paling dalam enam bulan orang sudah bosen. Lalu fashion-nya berubah. Sekaligus saya terangkan bahwa fashion itu artinya yang berubah-ubah. Fashion artinya yang berubah-ubah. (ida)

Sumur Mandi Rancan Tempat Bersuci Arkhaelogi Jakarta (II)

Oleh Ridwan Saidi Budayawan Photo atas oleh RS, sumur Mandi Rancan yang berada di bangunan restoran di Jl Kakap, Kota, seberang Kampung Berok. Bujangga Manik adalah resi Kerajaan Sunda XIV M yang melakukan perjalanan dua kali keliling Jawa dan sekali ke Bali. Bujangga menyebut kota ini Kalapa. Mulai perahu yang ditumpanginya merapat di pelabuhan Kali Adem, ia mengisahkan perjalanannya kembali dari Kalapa ke kerajaan Sunda. Ia bercerita dari pelabuhan ia melewati pabean. Ketika ia sampai di Mandi Rancan ia berbelok ke timur menuju arah Ancol. Kemudian ia memasuki hutan (Jl Gunung Sari). Sumur Mandi Rancan untuk mandi bersih dalam makna spiritual. Bujangga Manik dalam perjalanan pulang dari Cimanuk ke Kalapa menggunakan  perahu. Kalapa-Bogor berjalan kaki sampai   dekat tujuan ia berprau. Dari  Kalapa ke Bogor ditempuh dalam sehari semalam. Buyut Nyai Dawit resi era Prabu Siliwangi yang berdiam di desa Pager Resi, Cibinong. Ia wafat dan dimakam disini.  Nyai Dawit menulis kitab tahun 1518 berjudul Sanghyang Siksha Kandang Karesian, Tuhan mereka yang menikmati hidup dalam himpunan para resi.  Sanghyang Siksha Kandang lebi banyak berisi laporan perjalanan Nyai Dawit ke Sunda Kalapa dan Karawang. Ini bukan dongeng, dan dapat jadi rujukan.  Selain itu Nyai juga melapor perkembangan Islam di Cibinong dan sekitar. Nyai cerita perkembangan Islam, yang disebutnya kaum langgara (berasal dari kata langgar = penerangan), dengan banyaknya berdiri langgar.  Kaum langgara (muslim) ada pimpinannya. Tapi Nyai berseru agar tetap berpegang pada ajaran leluhur. Nyai mengamati pergaulan di labuhan Sunda Kalapa. Kerumunan orang yang berbicara rupa-rupa bahasa. Nyai sarankan kalau tidak kuasai banyak bahasa jangan jadi penerjemah di Sunda Kalapa.  Di Karawang Nyai meninjau pengrajin batik. Nyai berkata corakan batik khas Karawang Gringsing Wayang.  Makam Nyai di Pager Resi di halaman rumah seorang penduduk. Makamnya terawat. Naskah lama seperti Lalampahan dan Sanghyang sangat berguna untuk pendalaman sejarah karena bersifat reportage semasa.  Akhirul qolam CABE ikut prihatin atas kenaikan harga BBM. Moga2 kita bershobar dan khobar-khobar  elok ke haribaan kita. (RSaidi)