ALL CATEGORY

Perjuangan Kiai Haji Ahmad Sahal

Kita bisa menjadi pemenang tanpa merendahkan siapa-siapa, karena kita punya apa yang orang lain tidak punya. Orang yang berhadapan dengan kita akan merasa rendah diri tanpa kita rendahkan. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta KIAI Haji Ahmad Sahal adalah salah seorang dari tiga bersaudara pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Beliau lahir di Desa Gontor, Ponorogo, pada 22 Mei 1901. Putra kelima dari Kyai Santoso Anom Besari, trah Pondok Pesantren Tegalsari Jetis, tiga km arah barat Gontor, tempat salah seorang Pujangga Keraton Surakarta Raden Ngabehi Ronggowarsito nyantri. KH Ahmad Sahal menempuh pendidikan di Sekolah Rendah (Vervolk School) atau Sekolah Ongko Loro. Setamat Sekolah Rendah beliau mondok di berbagai pondok pesantren, antara lain di pondok Kauman Ponorogo; pondok Joresan Ponorogo; pondok Josari Ponorogo; Pondok Durisawo Ponorogo; Siwalan Panji Sidoarjo; Pondok Tremas Pacitan. Setelah menjelajah berbagai kitab di berbagai pondok pesantren, beliau masuk ke sekolah Belanda Algemeene Nederlandsch Verbon (Sekolah pegawai zaman penjajahan Belanda), pada 1919-1921. Pada tahun 1926 menjadi utusan ummat Islam daerah Madiun ke Kongres Ummat Islam Indonesia di Surabaya. Ketika itu Kongres hendak mengirim utusan untuk menghadiri Muktamar Islam se-Dunia. Kualifikasi utusan: mampu berbahasa Arab dan Bahasa Inggris sekaligus. Namun tak seorang pun yang memenuhi kualifikasi tersebut. Salah satu tokoh mahir berbahasa Arab secara lisan, tetapi tidak cakap berbahasa Inggris, dan satu tokoh lagi memenuhi kriteria mahir berbahasa Inggris secara lisan, tetapi tidak cakap berbahasa Arab. Maka dikirimlah dua orang ini sebagai utusan. Pengalaman ini menginspirasi KH Ahmad Sahal untuk mendidik anak-anak yang cakap berbahasa Arab sekaligus cakap berbahasa Inggris. Sepulang dari Surabaya KH Ahmad Sahal membuka kembali Pondok Gontor dengan program pendidikan yang dinamakan “Tarbiyatu-l-Athfal“. Setahun kemudian mendirikan Pandu Bintang Islam dan klub olah raga dan kesenian yang diberi nama “RIBATA” (Riyadhatu-l-Badaniyah Tarbiyatu-l-Athfal). Pada 1929 mendirikan kursus Kader dan Barisan Muballigihin yang berakhir hingga tahun 1932. Pada 1935 beliau mengetuai Ikatan Taman Perguruan Islam (TPI), yaitu ikatan sekolah-sekolah yang didirikan oleh alumni-alumni TA di desa-desa sekitar Gontor. Pada 1937 mendirikan organisasi pelajar Islam yang diberi nama “Raudlatu-l-Mutaallimin”. Selain itu beliau juga mendirikan dan memimpin Tarbiyatu-l-Ikhwan (Barisan Pemuda) dan Tarbiyatu-l-Marah (Barisan Wanita). Pada tahun 1977 tanggal 9 April tepat jam 17.00 WIB KH Ahmad Sahal wafat menghadap Allah SWT meninggalkan seorang istri (ibu Sutichah Sahal) dan sembilan orang putra dan putri. 1) Drs. H. Ali Saifullah, alumni Fakultas Pedagogy UGM; 2) Ir. Moh. Ghozi, alumni Fakultas Pertanian UGM; 3) Siti Arsiyah Zaini (istri Drs. H.M. Zainy); 4) Dra. Ruqoyyah Fathurrahman, alumni Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta; 5) Siti Utami Bakri SH, alumni Fakultas Hukum Unibraw Malang; 6) KH Hasan Abdullah Sahal, alumni Universitas Islam Madinah dan Al-Azhar Cairo, salah seorang Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor; 7) Dra. Aminah Mukhtar, MAg, alumni S2 Universitas Muhammadiyah Malang, Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Mawaddah Coper, Jetis, Ponorogo; 8) H. Ahmad Tauhid Sahal, Guru KMI Pondok Modern Darussalam Gontor; 9) Drs. Imam Budiono, alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta. Demi perjuangan, tanah warisan dari orang tua mereka wakafkan untuk pengembangan pondok pesantren, sehingga anak keturunan mereka tidak berhak sedikit pun atas tanah yang telah diwakafkan itu. Di antara semboyan pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo ialah firman Allah SWT dalam Al-Quran, ۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ  “Seharusnya jangan semua kaum mukmin berangkat (ke medan perang). Dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang tinggal untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri”. (QS At-Taubah/9:122) Pancajiwa Pondok Modern Gontor: Keikhlasan; Kesederhanaan; Ukhuwah Islamiyah; Berdikari; Bebas. Motto Pondok Modern Gontor: Berbudi tinggi; Berbadan sehat; Berpengetahuan luas; Berpikiran bebas Prinsip kelembagaan/organisasi Pondok Modern Gontor: Di atas dan untuk semua golongan. Sikap Hidup 0. KH Ahmad Sahal: Saya tidak rela tempat tinggal saya lebih baik daripada tempat tinggal santri, dan makanan saya lebih enak daripada apa yang dimakan santri. Saya rela mati jika masjid jami` Gontor sudah jadi. (Lokasi masjid berada di tanah di mana dahulu rumah Pak Sahal berada). Pak Sahal tidak tidur di kamar dengan kasur yang empuk, tetapi di sudut ruang tamu di bale-bale. Etos Perjuangan KH Ahmad Sahal: Bandha, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan (berjuang dengan harta, tenaga, dan pikiran; bila perlu dengan mengorbankan nyawa sekalian). Sugih tanpa bandha (merasa kaya tanpa harta). Kita mempunyai kekayaan yang lebih berharga daripada harta. Tidak perlu berkecil hati atau menjadi manusia minder dengan apa yang kita punya. Kekayaan yang patut diwariskan ialah kaya hati dan pikiran. Nglurug tanpa bala (melawan tanpa kawan). Maksudnya melawan diri sendiri dan hawa nafsu, karena memang untuk melawan diri sendiri tidak dibutuhkan siapa-siapa. Sebisa-bisanya dilakukan sendiri, tetapi kalau kita menolak untuk melawan dorongan nafsu sendiri, maka yang bisa melawannya ya hanya diri sendiri. Digdaya tanpa aji-aji (Digdaya tanpa kesaktian). Dengan hati dan pikiran baik, secara tidak langsung seseorang membentuk perilaku mulia, sehingga orang lain menghargai dan segan dengan kita, walaupun kita tidak punya kelebihan harta, pangkat, jabatan, dan sebagainya. Menang tanpa ngasorake (menang tanpa merendahkan). Kita bisa menjadi pemenang tanpa merendahkan siapa-siapa, karena kita punya apa yang orang lain tidak punya. Orang yang berhadapan dengan kita akan merasa rendah diri tanpa kita rendahkan. Yen waniyo ing gampang, wediyo ing pakewuh, sabarang ora kelakon. (Bilamana seseorang hanya berani menghadapi urusan yang mudah saja, dan takut menghadapi kesulitan, maka tidak akan menghasilkan karya apa pun). Tata, titi, tatag, tutug (tertib, teliti, berani, dan tuntas). Berani hidup tak takut mati. Takut mati jangan hidup. Takut hidup mati saja. (KH Ahmad Sahal). (*)

In Memoriem Prof. Azyumardi Azra: Fase Kehidupan Seorang Tokoh

Bersamaan dengan itu, banyak orang melihat bahwa Azyumardi tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Sama seperti Din Syamsudin dan beberapa tokoh lain yang mengkritik keras perkembangan reformasi yang kebablasan, Azyumardi pun semakin menunjukkan diri sebagai guru bangsa. Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior BERITA ini cukup menyentak perhatian kita. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MPhil, MA, CBE, diberitakan meninggal dunia di Kuala Lumpur, Malaysia, Ahad, 18 September 2022. Kabarnya, Almarhum mendapatkan serangan jantung di atas pesawat dalam penerbangan Jakarta-Kuala Lumpur. Kemudian mendapatkan perawatan intensif di sebuah rumah sakit di kawasan Selangor. Tapi nyawanya tidak tertolong. Karuan saja, berita kematian ini menyebar begitu cepat. Tidak hanya di WhatsApp Group (WAG), tapi juga di banyak platform media sosial. Betapa pun, Azyumardi dikenal luas sebagai intelektual yang sudah puluhan tahun malang melintang di tingkat nasional, bahkan internasional. Mendapatkan berita ini, dalam benak saya, langsung terlintas bayangan beberapa fase dalam kehidupan tokoh intelektual Islam Indonesia yang cukup kondang ini. Dan hal ini sekaligus dapat menggambarkan beberapa perkembangan sejarah yang terjadi di kalangan internal umat Islam di Indonesia. Fase pertama, berkenaan dengan saat pertama kali saya mengenal ayah dari 4 anak itu. Kisahnya, seusai meninggalkan Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo pada 1978, saya diajak seorang sahabat untuk melanjutkan kuliah di UIN Jakarta. Waktu itu, masih dinamakan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.  Sahabat ini adalah senior saya di Gontor dan kebetulan kami satu kampung. Dia mengajak saya menginap di sebuah kamar asrama mahasiswa di Ciputat itu. Kebetulan dia sekamar dengan Azyumardi. Mahasiswa yang berasal dari desa Lubuk Alung, di pinggiran kota Padang. Berperawakan sedang. Tidak terlalu banyak bicara, tapi orangnya menyenangkan. Saya sempat menginap satu malam bersama mereka. Tapi sayang, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah di sana. Fase kedua, ketika saya aktif sebagai reporter majalah Media Dakwah di Jakarta pada awal 1980-an, Azyumardi aktif di majalah Panji Masyarakat. Bersama Alm. Iqbal A. Rauf Saimima, Bakhtiar Effendi, dan lain-lain, dia memberi warna cukup cemerlang di majalah milik keluarga Alm. Buya Hamka itu. Tulisan-tulisan mereka tentang berbagai persoalan ke-Islaman mendapatkan perhatian besar dari berbagai kalangan pembaca muslim. Di era itu, sebagai wadah komunikasi sudah terbentuk Forum Komunikasi Media Islam. Tergabung di dalamnya majalah Media Dakwah, Panji Masyarakat, Suara Masjid, Serial Khutbah Jum’at, Kiblat, majalah anak-anak Sahabat dan beberapa media Islam lainnya. Pertemuan-pertemuannya sering diselenggarakan di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat di Jl. Kramat Raya 45 Jakarta. Tapi setiap kali pertemuan, hampir tidak pernah Azyumardi dkk hadir. Redaksi Panji Masyarakat selalu diwakili Alm. Rusydi Hamka. Yang memang sangat menggebu-gebu semangatnya untuk menyambungkan tali silaturrahim antar para pengelola media Islam. Yang sama-sama menghadapi situasi yang tidak mudah kala itu. Ketika pemerintahan Orde Baru Soeharto tidak begitu suka terhadap Islam. Fase ketiga, ketika IAIN Syarif Hidayatullah di bawah rektor Prof. Harun Nasution mengirimkan banyak mahasiswanya untuk melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di Amerika Serikat. Azyumardi bersama beberapa kawan ikut mendapatkan kesempatan itu. Harun Nasution yang alumnus McGill University itu dikenal sebagai pentolan sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Dan penting untuk dicatat, orang-orang di DDII khususnya sangat anti terhadap perkembangan Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme di kampus IAIN di Ciputat itu. Terutama karena sikap dan pandangan Prof. Harun Nasution yang tidak peduli kepada kritik terhadap ide-ide sekularisme itu. Hal ini, hemat saya, yang jadi latar belakang kenapa Azyumardi dkk. di Panjimas tidak merasa nyaman untuk berhubungan dengan orang-orang di DDII. Sehingga pertemuan-pertemuan Forum Komunikasi Media Islam di Jl. Kramat Raya 45 itu tidak pernah dihadirinya. Apalagi kemudian Azyumardi Azra termasuk yang mendapat kesempatan melanjutkan pendidikannya ke Columbia University di Newyork, Amerika Serikat. Mengikuti kebijakan yang telah dibuat oleh Prof. Harun Nasution. Artinya, para calon intelektual muslim itu diarahkan untuk mencari ilmu ke negeri Barat. Tidak ke Timur Tengah yang sebelumnya jadi pilihan. Fase keempat adalah ketika IAIN Syarif Hidayatullah di Ciputat oleh pihak tertentu dianggap sebagai basis perkembangan sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Sementara itu mereka yang menganggap faham yang merusak tatanan ajaran Islam itu, khususnya di DDII, tidak henti dengan melancarkan serangan-serangan yang keras. Karenanya Azyumardi dianggap sebagai bagian dari kelompok pendukung sekularisme itu. Bahkan Prof. Dr. Din Syamsudin juga dianggap demikian. Disamakan dengan Harun Nasution, Nurkholis Majid, Dawam Raharjo, Djohan Efendi dan lain-lain. Fase kelima, ketika Azyumardi terus berkembang menjadi tokoh intelektual yang bahkan sudah mendunia. Pada (1998-2006) ia sempat menjadi Rektor IAIN  yang sekarang sudah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Mendapatkan undangan ceramah di dalam dan luar negeri. Bahkan pada 2010, ia memperoleh gelar kehormatan Commander of the Order of British Empire dari Kerajaan Inggris. Dengan demikian, dialah orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar kehormatan itu dan layak mendapatkan sebutan \'Sir\'. Fase keenam, reformasi bergulir begitu dahsyat. Tidak terasa sudah banyak perubahan yang terjadi dalam percaturan politik umat Islam. Meskipun riak-riak perlawanan sementara kalangan terhadap perkembangan ide sekularisme berikut paketannya itu tetap ada, namun sebagian besar fokus umat telah berubah. Bersamaan dengan itu, banyak orang melihat bahwa Azyumardi tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Sama seperti Din Syamsudin dan beberapa tokoh lain yang mengkritik keras perkembangan reformasi yang kebablasan, Azyumardi pun semakin menunjukkan diri sebagai guru bangsa. Akhir-akhir ini, tokoh yang didapuk sebagai Ketua Dewan Pers itu tidak bisa lagi dipandang sebagai intelektual yang ikut arus. Tapi Azyumardi Azra sudah memperlihatkan dirinya sebagai tokoh yang militan dan punya integritas. Yang semakin sering bicara dalam kaitan “amar ma’ruf nahiy mungkar”. Azyumardi melancarkan kritik pedas terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggapnya merugikan rakyat banyak. Sebagai seorang intelektual yang mumpuni, Azyumardi telah melahirkan begitu banyak karya tulis bermutu. Tidak hanya dalam bentuk makalah yang diseminarkan di mana-mana. Tapi juga diterbitkan sejumlah majalah dalam dan luar negeri. Sejumlah buku yang lahir dari kematangan wawasan intelektualnya juga sudah banyak beredar. Karenanya banyak yang mendoakan: Semoga semua itu diterima Yang Maha Kuasa sebagai amal jariahnya. Yang pahalanya tidak akan terputus sampai ke dalam surga firdaus kelak. (*)

LHKP Muhammadiyah Dukung Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Presiden

Jakarta, FNN – Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden sebagai antisipasi solusi kepada para pemangku kepentingan untuk mencegah terjadinya polarisasi pada Pemilu 2024. \"LHKP Muhammadiyah mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan mendesak partai politik untuk memberikan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih beragam, serta tidak menimbulkan benturan di masyarakat melalui antitesis dua pasangan calon, seperti halnya Pemilu 2014 dan Pemilu 2019,\" kata Ketua LHKP Muhammadiyah Agus HS Reksoprodjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad, (18/9/2022). Menurut Agus, pesta demokrasi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 semakin menghangat disertai berbagai manuver politik dan menyebarkan pengaruh peserta pemilu melalui media informasi. Salah satunya wacana pencalonan presiden lebih dari dua periode. Wacana tersebut, kata dia, tidak sehat bagi demokrasi yang menjadi amanah reformasi serta semangat pembatasan kekuasaan (konstitusionalisme) yang ditegaskan dalam konstitusi. “Oleh karena itu, wacana tersebut harus tegas dihentikan,” katanya menegaskan. Kemudian, terkait polarisasi politik, Agus berpendapat hal itu lahir sebagai dampak dari taktik politik elektoral yang cenderung membelah dan tidak merangkul kesatuan, sehingga terjadinya kutub-kutub masyarakat yang tidak kondusif di negara yang berlandaskan kesatuan dalam keberagaman. Ia mengatakan penyebab polarisasi terindikasi akibat sistem salah kaprah ambang batas pencalonan presiden (presidential nomination threshold) yang mengantarkan pada praktik politik transaksional-oligarki serta menutup kesempatan masyarakat luas untuk menjadi kandidat secara adil dan setara. “Sudah semestinya semua pihak bersepakat untuk memberikan kesempatan yang adil bagi rakyat bisa mendapat banyak pilihan dan terhindar dari politik pecah belah, teror ataupun rasa takut,” katanya pula. Agus menambahkan, bila polarisasi terus berlanjut, maka bangsa Indonesia akan mengalami demokrasi politik yang stagnan, involutif, dan mengalami kemunduran. (mth/Antara)

Come September

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Ini film Hollywood 1961, salah satu film yang mencapai box office di bioskop-bioskop Indonesia. Salah seorang filmstar-nya Gina Lolobrigida. Nama ini menarik karena Lolo dalam bahasa Egypt artinya wanita cantik. Kemudian saya paham bahwa pada abad IV SM orang Egypt banyak yang migrasi ke Italy. Gina Lolobrigida juga dipanggil La Lolo. Saya nonton Come September tapi lupa kisahnya. Film September bulan yang dinanti, kalau disini penggal sepertiga September 2022 tampaknya kalau merujuk edaran kegiatan demo, akan dipenuhi oleh kegiatan demo pelbagai lapisan masyarakat. Tuntutan turunkan BBM. Kadang-kadang ada bonus turunkan yang lain juga. Ada keluhan, kok pemerintah tidak merespon demo? Diam itu respon. Pemerintah mau menjawab apa? Berjanji turunkan BBM, tidak mungkin.  Pada sisi lain proses hukum Sambo seolah rehat. Pembesar pun seolah rehat pula bicara, bahkan banyak yang lama tak nampak. Anehnya, buzzer juga seperti mengurangi aktivitasnya. Pentas pencapresan pun sepi di bulan September ini. Mereka yang disebut-sebut mau nyapres seperti Puan, Prabowo, Sandiaga Uno, Ganjar, Erick Tohir tak terdengar bicara terkait capres akhir-akhir ini kecuali Anies Baswedan. SBY malah berjaga-jaga kalau pemilu kelak curang. Pencapresan jalur formal politik di bulan September ini sepi peminat. Minat publik pada BBM dan harga-harga yang pada naik. Memang kenapa dengan September? Perbanyak doa. Mudah-mudahan penampakan apa pun di bulan ini akan bagus belaka bagi Indonesia dan rakyatnya. (RSaidi)

BBM Naik, Desakan Jokowi Turun Makin Viral

Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  KETIKA desakan agar harga BBM yang naik tidak direspons dengan penurunan harga, maka isu perjuangan mahasiswa, buruh atau elemen rakyat lainnya dipastikan naik pula menjadi Jokowi turun. Teriakan dan spanduk demikian telah bermunculan hampir pada setiap aksi. Ke depan tampaknya akan semakin marak. Bahkan arah dapat mengerucut pada desakan MPR untuk memakzulkan Jokowi.  Basis hukum bagi desakan turun atau mundur yang paling kuat adalah Ketetapan MPR No. VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dimana dalam Bab II butir 2 antara lain menegaskan : \"Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara\" Sangat jelas Ketetapan MPR memberi panduan. Nah, Presiden Jokowi itu dengan kulminasi kebijakan menaikan harga BBM yang melambungkan harga bahan pokok lainnya adalah bukti bahwa ia sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara.  Mundur atau turun adalah pilihan absolut.  Pasal 3 Tap No VI/MPR/2001 menyatakan : \"Merekomendasikan kepada Presiden RI dan lembaga tinggi negara serta masyarakat untuk melaksanakan Ketetapan ini sebagai salah satu acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa\". Adapun atas tidak dijalankannya Ketetapan MPR ini, artinya atas ketidakpedulian untuk memberi pelayanan kepada publik atau tidak memiliki rasa salah dan malu serta tetap bertindak sewenang-wenang, maka Presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum atau sekurang-kurangnya perbuatan tercela.  Atas kondisi demikian dengan mekanisme awal langkah DPR, maka MPR dapat memakzulkan atau menurunkan Presiden dari jabatannya dengan segera. Hal ini didasarkan ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yang berbunyi : \"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden \" Untuk korupsi, suap dan tindak pidana berat lainnya perlu proses peradilan pidana terlebih dahulu.  Adapun untuk penghianatan negara terlebih-lebih perbuatan tercela dapat langsung oleh Mahkamah Konstitusi menuju Pemakzulan oleh MPR. Presiden yang melakukan perbuatan tercela sudah cukup untuk menjadi alasan pemakzulan.  Terhadap Presiden Jokowi untuk klausula perbuatan tercela akan mudah untuk membuktikannya dari mulai banyaknya kebohongan, pembiaran pelanggaran HAM, hingga mengambil kebijakan pro oligarki atau tidak pro rakyat.  Ketika aksi-aksi unjuk rasa telah berteriak atau menuntut Jokowi untuk turun dan turun, maka perangkat hukum ketatanegaraan telah siap untuk mewadahinya. Tinggal pilih saja Tap MPR No VI tahun 2001 atau Pasal 7A UUD 1945.  Mana suka, as you like it. Ujungnya Presiden Jokowi segera turun, believe it or not.  Bandung, 19 September 2022

Anies Baswedan Resmikan Taman Literasi Martha Christina Tiahahu

Jakarta, FNN – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan taman literasi Martha Christina Tiahahu, Blok M, Jakarta Selatan, Ahad sore, 18 September 2022. Anies yang mengenakan kemeja putih berbalut jaket Jakarta, datang ditemani istrinya, Fery Farhati, yang disambut dengan sebuah tarian tradisional serta dipakaikan sebuah selendang biru bercorak kedaerahan. Adapun taman literasi memiliki luas sekitar 9 ribu meter persegi dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai dari ampiteater; paviliun; ruang baca, literasi, dan komunitas; healing garden; plaza anak; dan titik baca. Sebelum meresmikan taman literasi, Anies berkeliling mengunjungi seluruh taman literasi dan melihat berbagai fasilitas yang ada. Dalam pidatonya, Anies mengatakan, kegiatan di taman literasi harus benar-benar hidup, mulai dari membaca hingga tukar gagasan. Literasi menjadi fondasi dari segala kompetensi. “Jadi ini semacam tempat bertemunya gagasan, ya di Indonesia tapi juga tempatkan Jakarta sebagai kota dunia. Kita menyambut pelaku-pelaku literatur dari berbagai tempat di dunia karena kita memang kelasnya dunia,” tutur Anies penuh semangat “Pesan saya harus ada aktivitas rutin yang tak perlu undangan,” ucap Gubernur DKI Jakarta ini sesaat sebelum meresmikan taman literasi. Taman yang semula hanya memiliki satu fungsi, kini menjadi ruang ketiga yang dapat dinikmati oleh masyarakat hingga menjadi fasilitas publik yang dapat memajukan bangsa melalui literasi. (Rac)

Harga BBM Dipaksa Naik, Jumhur Hidayat Buruh Jangan Mau Disogok

Jakarta, FNN - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memicu banyak sikap masyarakat, termasuk kaum buruh. Dalam rapat kerja nasional (Rakernas) FSP Transport Indonesia (FSPTI KSPSI), Jumhur Hidayat menyatakan ketidaksetujuan terhadap segala kebijakan yang merugikan buruh dan rakyat di Bandung pada 16 - 17 September lalu.  Jumhur Hidayat selaku Ketua KSPSI mengingatkan dengan keras jangan sampai buruh dan pimpinan di tiap level  menghentikan tuntutannya hanya karena menerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) ataupun sembako, yang dia sebut sebagai sogokan terselubung. Jumhur juga mengatakan bahwa satu hal yang menjadikan kurangnya perjuangan militan terhadap nasib anggota karena sudah banyak pimpinan buruh yang disogok pemangku kekuasaan. Meski demikian, Jumhur tidak melarang bagi siapapun untuk berhubungan dengan orang-orang pemerintahan, hanya saja dia mempertegas agar buruh tetap menuntut untuk mencabut Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat merugikan buruh. Dalam pernyataan penutupnya, Jumhur mengatakan agar bersungguh-sungguh dalam menyuarakan aspirasi melalui demonstrasi. \"Kalau demo atau unjuk rasa pun hanya sekedar tampil dengan jumlah massa ala kadarnya bagai karnaval dan setelah mejeng sejam dua jam terus pulang. Ini namanya demo sekedar menggugurkan kewajiban,\" ungkap Jumhur. (rac)

Sisi Kiri Jokowi

Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  Rezim Jokowi membantah keras tudingan adanya PKI dalam pemerintahannya, dengan mengatakan isu PKI sebagai omong kosong. Namun dalam praktek kesehariannya, korupsi, kemiskinan dan pelbagai kejahatan kemanusian yang keji menjadi serba permisif.  Sekulerisasi dan liberalisasi agama juga begitu mengemuka di hadapan umat Islam. Lebih dari sekadar modus, agitasi dan propaganda, ideologi komunis telah menyeruak dalam ruang-ruang formal dan konstitusional penyelenggaraan negara. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, PKI telah dinyatakan sebagai bahaya laten. Terlepas dari stigma orde baru, PKI telah terbukti berulang-kali melakukan pemberontakan terhadap kedaulatan NKRI. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1926, 1948 dan 1965 silam menjadi bukti dari sejarah yang tak terbantahkan. Komunisme sebagai ideologi yang diimpor dari luar dan bermanifesto dalam organisasi PKI di Indonesia. Telah menjadi gangguan dan ancaman strategis bagi upaya bangsa Indonesia dalam mengusir penjajahan dan setelah merebut kemerdekaan. Paham berbasis pemikiran Karl Marx itu, terus menjalar memasuki ranah struktural dan kultural  sepanjang pemerintahan republik yang ada,  baik secara terbuka maupun  tertutup. Kekuatan ideologi global selain kapitalisme yang tak pernah mati seiring peradaban manusia yang berorientasi materialisme. Transisi kekuasaan  utamanya pada masa  orde lama ke orde baru yang merupakan dua rezim  terbesar dan paling berpengaruh sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia. Hingga melewati masa reformasi tak pernah  surut menjadi kekhawatiran sekaligus ancaman bagi eksistensi negara, terlepas dari kontroversi dan polemik yang menyelimutinya. Betapapun sejarah akan ditulis oleh pemenang sekaligus pemegang kekuasaan, irisan komunis hingga kini tetap terasa menggeliat dan merangsek ke jantung penyelenggaraan pemerintahan. Menjelang 25 tahun perjalanan reformasi yang diharapkan dapat menjadi antitesis terhadap kiprah orde lama dan orde baru. Pergantian dari rezim yang satu ke rezim yang lain justru bukan hanya menghasilkan penghianatan terhadap cita-cita reformasi. Lebih dari itu menjadi orde kekuasaan terburuk yang menghianati cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia, khususnya selama dibawah rezim pemerintahan Jokowi. Dua perode pemerintahan yang jauh lebih buruk dan mengerikan bahkan dari orde lama dan orde baru. Rezim Jokowi dianggap mengalami kegagalan dan berpotensi membawa kehancuran bangsa. Pemerintahan dibawah kepemimpinan Jokowi yang dianggap boneka oligarki. Selain secara tertstruktur, sistematik dan masif menyelewengkan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Jokowi sebagai presiden yang kadung dinilai publik pemimpin dibawah standar dan dibesarkan hanya dari pencitraan semu. Membuat Jokowi menjadi seorang diktator dan  ororiter dari rezim tirani yang disinyalir dikendalikan kekuatan komunis yang mencengkeram negeri ini. Ada beberapa argumen yang bisa dirasionalisasi terkait dengan kegagalan Jokowi dan menjadi rezim yang terindikasi dibawah pengaruh komunisme. Beberapa poin penting berdasarkan fakta dan data serta empris dari sinyalemen itu adalah sbb: 1. Naiknya Jokowi sebagai presiden sejak 2014 hingga 2019 tidak berbasis kualifikasi, rekam jejak yang tidak jelas dan proses demokrasi yang tidak sehat. Kemunculan tiba-tiba sosok Jokowi yang sebelumnya tidak pernah diketahui publik selain menjabat walikota Solo. Hanya menampilkan konser paduan suara media massa dan lembaga  survey yang mewakili kekuatan oligarki . Jokowi praktis menjadi media darling dan kokoh menjadi sosok kuat dengan pencitraan.  Keluar masuk kampung kumuh, berinteraksi dengan orang miskin, masuk gorong-gorong dan kampanye berbusa dipenuhi janji manis. Perangai Jokowi dibuat seolah-olah pemimpin sejati yang menjadi satrio piningit. Rakyat terhipnotis oleh sihir massal yang digerakan oleh mesin politik pencitraan. Setelah melihat dan merasakan kerja dan  kinerja yang sesungguhnya, rakyat baru  tersadar bahwasanya telah memilih pepesan kosong dan tertipu. 2. Jokowi presiden dipenuhi isu dan intrik. Belum pernah ada pemimpin selain Jokowi yang menjadi presiden melalui proses pemilu begitu kental dengan  aroma isu dan intrik yang sangat tajam. Bukan hanya agitasi, propaganda dan  fitnah keji serta pembunuhan melingkupi pilpres yang menguras anggaran negara. Proses demokrasi yang langsung memilih orang momor satu di negeri ini telah menyebabkan terjadinya pembelahan sosial hingga mengorbankan nyawa petugas pelaksana pemilu presiden tersebut. Tak tangung-tanggung ratusan anggota PPK-KPU yang meregang nyawa tidak jelas dan tuntas penyebab kematiannya sampai sekarang. Fenomena itu penting menjadi pelajaran semua pihak yang terkait, mengingat bisa saja terjadi kecurangan dan manipulasi pada pilpres 2024 mendatang. Karena terendus kekuasaan incumben dan irisannya ditenggarai masih  melakukan intervensi dan memengaruhinya. 3. Poros politik Jokowi yang berkiblat ke negara Cina komunis. Jokowi secara sadar dan sengaja telah merubah haluan  sekaligus menghianati sistem politik luar negeri Indonesia. Dengan sekonyong-konyong membangun kerjasama Indonesia dan Cina yang berlebihan dan tidak seimbang bagi kepentingan nasional. Hubungan Indonesia dan Cina  secara teknis tidak layak dikatakan taktis dan strategis, tetapi merupakan relasi yang merugikan, merendahkan dan mengancam kedaulatan negara bagi kepentingan  Indonesia sendiri. Dalam bidang ekonomi misalnya soal utang, Indonesia tidak hanya masuk dalam \"debt trap\" yang berpotensi membuat keuangan negara mengalami kebangkrutan. Lebih parahnya, posisi tawar Indonesia menjadi rendah di hadapan Cina karena utang menjulang dan melilit. Kompensasi pemberian utang oleh Cina berupa TKA, teknologi dan sarana prasarana lainnya dari Cina, bukan hanya memperluas lapangan kerja bagi rakyat Cina dan  menyebakan bertambahnya angka pengangguran bagi rakyat Indonesia. Dampak susulan utang luar negeri dari Cina juga berpotensi   memiskinkan rakyat, saat pemerintah menghapuskan subsidi atau menghilangkan kewajiban negara membiayai kebutuhan rakyat, karena harus membayar bunga utang dan utang pokok yang sangat besar. Dalam soal politik juga, belum pernah  ada beberapa partai politik yang melakukan pendidikan kader politik ke Cina yang notabene berlandaskan faham komunis. Termasuk PDIP dan  Golkar  serta beberapa partai berbasis nasionalis dan agama yang bangga dan menikmati mempelajari ideologi yang mengabaikan keberadaan Tuhan. Sangat naif dan konyol saat partai politik menjadi sumber dari segala sumber kekuasaan baik dalam tatanan legislatif, eksekutif dan yudikatif.gejala itu dapat dinilai bahwa komunisme sejatinya telah masuk terlalu dalam dan dominan dalam struktur partai politik dan pemerintahan. 4. Realitas obyektif negara gagal dibawah kepemimpinan Jokowi.  Proses penyelenggaraan negara dan tata kelola pemerintahan sudah memasuki titik nadir kehancuran  bangsa. Bukan hanya \"eror by human\" perilaku kekuasaan juga telah merusak sistem dengan kekuatan  kapital yang memicu pola pragmatis dan transaksional. Semua bisa dibeli dengan kekuatan uang.  Jokowi menjadi pemimpin yang ikut bertanggungjawab membawa kehidupan rakyat seperti tanpa pemerintahan dan terasa menjadi negara gagal. Kepatuhan dan ketaatannya pada kekuatan oligarki baik pada korporasi maupun partai politik, telah mengorbankan kepentingan rakyat di pelbagai sendi kehidupan. Daya beli rakyat jatuh terjun bebas dan lebih dalam  terperosok semakin miskin akibat tingginya harga kebutuhan pokok. Tak cukup merasakan mahal dan langkanya sembako, gas dan listrik serta BBM. Rakyat juga harus sesak napas karena pajak yang mencekik. Angka kemiskinan yang terus meningkat berbarengan dengan tingginya angka kejahatan, sepertinya menjadi ciri dan  menyuburkan komunisme dalam tubuh NKRI. Sama halnya dengan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin karena praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme berkeliaran di penjuru negeri. Hukum juga terus terbiasa menindas yang lemah dan tak berpunya, namun memuliakan yang berduit meski sebagai penjahat dan hina namun tetap  mengurus negara. Korporasi, politisi dan birokrasi berpesta di atas penderitaan rakyat dengan sokongan uang dan senjata dari dukungan asing. Tak bisa dipungkiri,  semua itu menjadi kenyataan negara di bawah rezim Jokowi. Kekuasaan yang membunuh demokrasi dan begitu represif, tega berlaku keji kepada bangsanya sendiri demi merebut dan melanggengkan kekuasaan. Gagal di dua periode tapi nekat dan tanpa malu minta tiga periode atau perpanjangan jabatan. 5. Dalam kesengsaraan dan penderitaan  yang sedemikian rupa, kehidupan rakyat begitu miris dan memprihatinkan. Semua serba dikuasai Cina. Selain ideologi, ekonomi, politik, hukum, budaya dan bahkan pertahanan keamanan semua dikendalikan Cina. Pribumi yang jelata hanya menjadi budak di negerinya, bagai  terasing di rumahnya sendiri. Seakan mengingatkan kembali publik, pada situasi  pergolakan tahun 1966 usai tragedi G 30 S PKI/1965 yang memunculkan Tritura. Juga yang terjadi menjelang peristiwa tahun 1998 saat lahir sepuluh tuntutan reformasi. Saat rakyat menjadi bulan-bulanan hidup miskin dan tertindas oleh kekuasaan yang korup dan manipulatif. Kesadaran kritis dan semangat perlawanan pada rezim yang terindikasi dipengaruhi ideologi komunis ini seketika mulai membangkitkan kembali gerakan mahasiswa dan pelajar dari tidur panjang. Generasi milenial yang diwakili mahasiswa,  pelajar dan buruh,  merasa tertantang  tak ingin ketinggalan momentum dan kehilangan peran sejarah seperti yang pernah digeluti generasi KAMI/KAPPI dan aktifis 98\'. Apalagi jika rezim Jokowi yang bisa disebut orde distorsi ini memaksakan tiga periode atau perpanjangan jabatan presiden. Hanya ada kata,  bangkit melawan atau diam tertindas. Tak bisa dibayangkan, jika tragedi demi tragedi harus terjadi dan  terulang kembali di bawah kekuasan  rezim Jokowi yang menjadi anasir komunis. Mungkin bukan hanya beresiko sekedar terjadi kerusuhan dan pertumpahan darah semata atau bisa jadi perang saudara, lebih dari itu jika tidak bisa diantisipasi menjadi  rentan menenggelamkan keberadaan dan masa depan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Saatnya semua bahu-membahu dan bergotong royong menyelamatkan Indonesia tercinta. Tak cukup sekedar kata-kata untuk melakukan perubahan, harus ada sikap dan tindakan patriotis. Tak cukup hanya mahasiswa, pelajar, buruh dan emak-emak yang harus turun ke jalan menuntut perbaikan negara.  Pada akhirnya seluruh rakyat Indonesia terlebih umat Islam dan dengan dukungan TNI yang bisa menyelamatkan republik ini. Demi kebenaran serta kebaikan rakyat, negara dan bangsa, tak ada kata tak bisa untuk melawan komunisme maupun kapitalisme global dengan cara menjebol dan membangun sistem dari rezim Jokowi dan oligarki yang menyebabkan  krisis multi dimensi.  Sembari terus mewaspadai kemunculan kembali kekuatan komunis di Indonesia melalui neo  PKI dan kiri Jokowi. *) Catatan dari labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.

BUMN Infrastruktur: Utang Makin Sulit Dibayar, Bank BUMN Jadi Tumpuan

Bahayanya nanti kalau ambruk satu saja maka akan ambruk rame-rame, efek domino dari gagal bayar utang yang akan datang dari BUMN infrastruktur atau kredit macet perbankan BUMN. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) WIKA kini hanya mengharapkan akses dari pembiayaan perbankan, terutama bank-bank BUMN, dan rekor penerbitan obligasi dan sukuk dalam negeri yang cukup besar. Namun sekarang berhadapan dengan utang jangka pendek yang jatuh tempo. Perusahaan mengumpulkan obligasi atau sukuk lokal sebesar Rp 7,5 triliun dan Rp 2,5 triliun masing-masing pada 2020-2021 dan 2022. Ini akan mendukung likuiditas mengingat tidak adanya amortisasi utang besar dalam 12 bulan ke depan. WIKA memiliki kas Rp 3,3 triliun terhadap utang jangka pendek Rp 17,5 triliun, tidak termasuk pembiayaan rantai pasokan, pada akhir semester 2022. Sekitar Rp 16 triliun dari utang yang akan jatuh tempo tersebut merupakan pinjaman modal kerja jangka pendek. Meskipun dapat diperpanjang namun tetap merupakan beban keuangan yang beaar Sementara risiko refinancing untuk pinjaman modal kerja jangka pendek ini harus dapat dikelola karena lebih dari 50% diantaranya didanai oleh BUMN atau anak perusahaan bank milik negara. WIKA mendapatkan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp340 miliar dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (AA(idn)/Stabil) milik negara pada 2Q22. Anak usahanya, PT WIKA Tirta Jaya Jatiluhur, juga memperoleh pinjaman sindikasi senilai Rp1,1 triliun dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BBB-/AA+(idn)/Stabil), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (BBB) /AAA(idn)/Stabil), dan bank milik daerah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (A+(idn)/Stabil). Perbankan Indonesia tidak dalam keadaan baik baik saja. Mereka sekarang tersandera karena penempatan liquiditas mereka di dalam Surat Berharga Negara. Lebih dari 1700 Triliun dana bank mengendap di SBN untuk membiayai pemerintah, gaji, tunjangan aparatur pemerintah. Keuangan pemeirntah sendiri sedang sulit karena berhadapan dengan utang yang besar. Jadi sekarang muncul dua masalah sekaligus yakni masalah pada BUMN non bank khususnya BUMN infrastruktur dan kedua muncul masalah di sektor perbankan yang juga terancam kredit macet di BUMN dan di SBN. Bahayanya nanti kalau ambruk satu saja maka akan ambruk rame-rame, efek domino dari gagal bayar utang yang akan datang dari BUMN infrastruktur atau kredit macet perbankan BUMN. Pada tahun 2023 akan menjadi masa-masa yang sulit bagi sebagian besar perusahaan BUMN. Apakah semua infrastruktur yang dibangun akan bisa dijual ketengan? Kita lihat saja nanti. (*)

Rapat Pimpinan Putuskan Tamsil Linrung Jadi Wakil Ketua MPR

Jakarta, FNN – Desakan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR segera melantik Tamsil Linrung menjadi Wakil Ketua MPR terus bergulir. Sebab, proses pergantian Fadel Muhammad sudah sesuai dengan mekanisme politik, lewat Sidang Paripurna DPD. \"Pemberhentian Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD itu adalah keputusan lembaha politik  lewat mosi tidak percaya yang dibawa ke sidang paripurna. Keputusan itu bukan face to face antara LaNyalla (Ketua DPD) dengan Fadel,” kata Direktur Center For Leadership of Indonesia,  Jakarta, Prof. Dr. Muh. Nur Sadik, MPM, ketika dihubungi wartawan, di Jakarta, Ahad, 18 September 2022. Berdasarkan informasi yang diperoleh, Rapat Pimpinan (Rapim) MPR membahas dan memutuskan pengangkatan Tamsil Linrung akan digelar, Senin, 19 September 2022. Rapim terlambat dilakukan setelah surat masuk dari DPD pada 5 September 2022, karena ada pimpinan MPR berada di luar negeri. Sebagaimana diketahui, Fadel Muhammad diberhentikan dari jabatannya sebagai Waka MPR dari unsur DPD lewat sidang paripurna pada Kamis, 18 Agustus 2022. Pada 1 September 2022, Ketua MPR Bambang Soesatyo menandatangani Surat Keputusan Pimpinan MPR Nomor 14 Tahun 2022 tentang pergantian Pimpinan Kelompok DPD di MPR masa jabatan 2019-2024. Yang menjadi Ketua Kelompok DPD di MPR adalah HM Syukur, SH, MM menggantikan Tamsil Linrung. Posisi Sekretaris yang dipegang M Syukur kemudian beralih ke Ajbar. Sedangkan Fahira Idris tetap menjadi bendahara. Menindaklanjuti SK tersebut, Kelompok DPD di MPR mengirimkan surat kepada Pimpinan MPR, perihal, \"Usul Pergantian Pimpinan MPR dari unsur DPD.” Surat yang dikirim 5 September 2022 dan ditandatangani M. Syukur (ketua) dan Ajbar (sekretaris) mengajukan usul pergantian dari Fadel Muhammad ke Tamsil Linrung. Menurut Nur Sadik, apa yang dilakukan lembaga DPD terhadap Fadel Muhammad adalah keputusan politik. Sebab, ia menjadi Wakil Ketua MPR, juga merupakan hasil politik. Fadel bermanuver, itu haknya. Mengenai perdata dan pidana, biarkan urusan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) dan polisi. Laporan Fadel ke PTUN dan bahkan ke Badan Pekerja DPD pun, tidak bisa menghalangi supaya pelantikan Tamsil segera dilakukan. Meski begitu, ia berharap supaya Fadel legowo karena diberhentikan. Tidak mungkin anggota DPD melakukan mosi tidak percaya tanpa alasan yang jelas. \"Alasan pencopotan itu mengikat. Sudah, legowo saja. Fadel senator dari Gorontalo. Contohlah Habibie (BJ Habibie) – yang juga ada Gorontalonya – yang ketika laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR, langsung tidak mau menjadi calon presiden,\" ujar Nur Sadik. \"Fadel lapor ke mana-mana tidak pada tempatnya. Mestinya, dia berkonsultasi ke DPD sebagai lembaga yang memberikan mandat kepadanya sehingga menjadi Waka MPR. Jika sekarang mandat itu ditarik, itu wajar-wajar saja, karena yang memberi mandat itu tidak lagi mempercayainya,\" kata Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politim Universitas Hahasanuddin, Makassar itu. Menurur Nur Sadik, pimpinan MPR harus segera melantik Tamsil Linrung yang sudah terpilih dalam rapat paripurna menjadi Waka lembaga negara itu. Tidak bisa terjadi kekosongan lama. Sebab, sejak Fadel diberhentikan, ia tidak bisa lagi mengaku-ngaku atau membawa jabatan sebagai Wakil Ketua MPR. Dia sudah berhenti sejak rapat paripurna itu. Ia kembali meminta Fadel legowo. Sebab, itu lebih bermartabat, ketimbang bermanuver terus. Jabatan yang diembannya selama ini adalah politik, bukan penunjukan. Apalagi, mosi tidak percaya terhadap dirinya, pasti  notulennya dibuat secara lengkap oleh Sekretariat Jenderal DPD. Sebelumnya, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pemuda ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) juga mendesak MPR segera memproses pelantikan Tamsil. Desakan itu disampaikan Sekjen DPP Pemuda ICMI, Ardiansyah S Pawinru, dalam siaran persnya di Jakarta. Hal yang sama juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis. Dia mengatakan, pencopotan Fadel Mumammad sudah sesuai mekanisme ang berlaku, yaitu melalui Rapat Paripurna DPD. (Anw)