ALL CATEGORY
Tanpa Konfirmasi, Istri dan Anak Lukas Enembe Tak Hadiri Panggilan KPK
Jakarta, FNN - Istri dan anak Gubernur Papua Lukas Enembe tidak menghadiri panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa mengonfirmasi untuk diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/10). \"Informasi yang kami terima, para saksi tersebut tidak hadir tanpa ada konfirmasi apapun pada tim penyidik,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.Istri Lukas Enembe, Yulce Wenda, dipanggil penyidik selaku ibu rumah tangga, sedangkan anak Lukas Enembe bernama Astract Bona Timoramo Enembe dipanggil sebagai saksi dari pihak swasta.Keduanya dipanggil dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka. KPK mengimbau terhadap semua pihak yang dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik.\"KPK juga mengingatkan kepada siapa pun dilarang Undang-Undang untuk memengaruhi setiap saksi agar tidak hadir memenuhi panggilan penegak hukum, karena hal tersebut tentu ada sanksi hukumnya,\" kata Ali.KPK belum mengumumkan secara resmi soal status tersangka Lukas Enembe. Terkait publikasi konstruksi perkara dan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka, KPK akan melakukan hal itu saat telah dilakukan upaya paksa, baik penangkapan maupun penahanan, terhadap tersangka.Sebelumnya, Senin (26/9), KPK telah memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta. Namun, Gubernur Papua itu tidak memenuhi panggilan dengan alasan masih sakit.KPK mengirimkan kembali surat panggilan kedua kepada Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka. KPK berharap Lukas Enembe dapat memenuhi panggilan tersebut. (Ida/ANTARA)
Tersangka Peristiwa Tragis di Kanjuruhan Segera Diumumkan
Jakarta, FNN - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan Polri segera menetapkan tersangka dalam peristiwa tragis di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 131 orang. \"Ya nanti akan disampaikan setelah tim selesai dalam waktu secepatnya,\" kata Dedi saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.Polri telah meningkatkan status penanganan perkara tragedi Kanjuruhan ke tahap penyidikan. Hingga Rabu (5/10), sebanyak 35 saksi telah diperiksa penyidik Tim Investigasi Polri, termasuk dari internal Polri.Dari 35 saksi tersebut, sebanyak 31 anggota Polri diperiksa oleh tim investigasi dari Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) dan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). Pemeriksaan berlangsung sejak Rabu (5/10) dan hasilnya akan diumumkan, Kamis.Dalam penanganan kasus tersebut, Dedi mengatakan perlu ketelitian, kehati-hatian, dan kecermatan oleh tim, sehingga harus betul-betul menjadi standar. Terkait penanganan kasus tersebut apakah tetap ditangani Polda Jawa Timur atau ditarik ke Bareskrim Polri di Jakarta, Dedi mengatakan hal itu akan disampaikan setelah pemeriksaan selesai. \"Ya, nanti akan disampaikan,\" imbuhnya.Sementara itu, secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai anggota Polri yang diperiksa terkait tragedi Kanjuruhan merupakan bintara dan perwira menengah. Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo juga telah mencopot Kapolres Malang AKBP Ferly Hidayat.Sesuai perintah Kapolri, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Nico Afinta juga menonaktifkan jabatan komandan batalyon, komandan kompi, dan komandan pleton Brigade Mobile (Brimob). Nama-nama yang dinonaktifkan tersebut adalah AKBP Agus, AKP Hasdarman, Aiptu Solihin, Aiptu M Samsul, Aiptu Ari Dwiyanto, AKP Untung, AKP Danang, AKP Nanang, dan Aiptu Budi.\"Yang kena di Kanjuruhan adalah \'Bharada-Bharada E\' alias level bawah dan menengah. Pengambil kebijakannya, Kapolda, masih tetap enggak disentuh oleh Kapolri,\" kata Bambang.Menurut Bambang, Kapolres Malang hanya merupakan pelaksana dan penanggungjawab keamanan di wilayahnya. Keputusan terkait pengamanan acara ada pada Kapolda. \"Buktinya, personel pengamanan lintas satuan dan lintas polres. Memangnya, kapolres Malang bisa meminta?\" kata Bambang.Sabtu (1/10), terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.Berdasarkan data, korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebanyak 131 orang, sementara 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat. (Ida/ANTARA)
Soal Rencana Putin Hadiri G20 dan Soal Pangan Dibahas dalam Pertemuan DPD-Delegasi Rusia
Jakarta, FNN - DPD RI dan delegasi Rusia membahas sejumlah hal dalam pertemuan di Jakarta, Rabu (5/10), mulai dari persoalan ketahanan pangan serta energi, perekonomian dan situasi global, misi perdamaian, hingga rencana kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di G20.\"Terkait ketahanan pangan, kami membahas apa kebijakan atau rahasia Parlemen Rusia hingga (mereka) punya ketahanan pangan dan energi yang begitu baik. Bahkan, mereka siap diembargo oleh negara lain. Menurut kami, itu poin yang berharga (untuk Indonesia),\" kata Wakil Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.Lalu terkait dengan rencana kehadiran Putin, menurut Sultan, salah satu delegasi Rusia yang menghadiri pertemuan bilateral itu, yakni Ketua Dewan Majelis Federal Federasi Rusia Valentina Matvienko belum bisa memastikan hal tersebut, namun ia menyampaikan Putin memberi perhatian besar terhadap Indonesia.\"Tadi, beliau (Valentina Matvienko) menceritakan tentang pertemuannya dengan Presiden Putin, sebelum datang ke Indonesia. Di negara mereka, sedang ada masalah cukup serius. Kemudian, Ibu Matvienko menanyakan, apakah dirinya harus membatalkan keberangkatan? Namun, Presiden Putin menegaskan, Ibu Matvienko harus ke Indonesia. Indonesia penting untuk Rusia,\" kata Sultan.Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (5/10), usai menghadiri pertemuan bilateral dengan delegasi Rusia.Selain Matvienko, delegasi Rusia yang juga hadir dalam pertemuan itu adalah Senator Vladimir Dzhabarov selaku Wakil Ketua Komite Urusan Luar Negeri Rusia, Kepala Staf Dewan Federasi Gennady Golov, dan para pejabat lain dari Dewan Federasi, Duma Negara, Kementerian Luar Negeri Rusia, serta Kedutaan Besar Rusia di Jakarta. Rombongan tersebut tiba pada pukul 20.00 WIB, di salah satu restoran di daerah Menteng, Jakarta.Adapun pihak DPD RI yang menghadiri pertemuan ini adalah Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti, Sultan, dan Ketua DPD periode 2014-2019 Oesman Sapta Odang.Ada pula sejumlah pimpinan alat kelengkapan DPD, seperti Ketua Komite I DPD RI Andiara Aprilia Hikmat, Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri, Ketua Komite IV DPD RI Elviana, dan Ketua BKSP DPD RI Sylviana Murni.Dalam pertemuan itu, Sultan juga mengatakan bahwa pihak Rusia mengundang DPD untuk hadir di negara itu guna melanjutkan perbincangan pascapertemuan bilateral ini. \"Ini negara sangat kuat. Banyak sekali kerja sama lintas sektor yang di tawarkan Rusia,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)
Tawarkan Agama Sebagai Solusi, RI Akan Bawa R20 ke Jantung Diplomasi Dunia
Jakarta, FNN - Indonesia, sebagai pemegang keketuaan G20 Tahun 2022, akan membawa G20 Religion Forum (R20) masuk ke jantung diplomasi dunia dengan menawarkan agama sebagai solusi bagi berbagai permasalahan dunia saat ini dan di masa mendatang.\"Ini justru jantungnya diplomasi. Masyarakat negara lain merasa bahwa negara mereka punya concern yang sama, yaitu ingin mengajak supaya ada perdamaian lewat agama-agama,\" kata Wakil Ketua Pelaksana Forum R20 Safira Machrusah seperti dikonfirmasi oleh ANTARA dari Jakarta, Kamis.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama Liga Muslim Dunia (Muslim World League), organisasi Islam berbasis di Makkah, menggelar forum agama G20 R20 pada 2-3 November 2022 di Nusa Dua, Bali.Forum tersebut mengundang tokoh-tokoh agama dunia untuk berdialog secara terbuka mengenai kepedihan sejarah dan upaya menjadikan agama sebagai solusi bagi berbagai masalah dunia saat ini dan di masa depan.Kehadiran tokoh-tokoh agama secara langsung dalam berbagai masalah di dunia dinilai lebih dapat menyentuh akar permasalahan karena melibatkan entitas inti masyarakat. Dengan cakupan global, menurut dia, keterlibatan tokoh agama dari seluruh dunia dalam forum tersebut juga merupakan langkah yang langsung masuk ke jantung diplomasi.Forum R20 merupakan diplomasi lebih membumi yang memungkinkan para tokoh agama untuk dapat mengimplementasikan hal serupa di negara mereka masing-masing.\"Pemerintah harus berterima kasih kepada para pemimpin agama. Pemerintah harus menindaklanjuti (hasil R20) dengan kegiatan regular yang isinya menyemai moderasi beragama atau apa saja,\" jelasnya.Sesuai dengan pernyataan Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf, Safira Machrusah mengatakan agenda dialog antarpemuka agama tersebut hendak menjadikan agama sebagai solusi permasalahan global. Namun, hal itu tapi tidak membuat para tokoh agama memiliki ambisi untuk mampu mengatasi semua masalah dunia.Oleh karena itu, R20 hadir untuk membawa satu pesan khas dan orisinal yang akan disampaikan para pemimpin agama, baik dari kalangan moderat, liberal, hingga kelompok yang dianggap radikal.\"Kalau ingin menjadikan agama sebagai solusi, harus berani legawa mengundang siapa pun, baik pro maupun kontra. Ini misi diplomasi yang sangat bagus,\" kata Safira Machrusah.Dia mengatakan agama berperan penting dalam proses diplomasi, terlebih dengan melakukan pendekatan dari hati ke hati. Baginya, pendekatan seperti itu akan memberikan pengaruh signifikan terhadap diplomasi antarnegara.\"Kalau kita melakukan pendekatan dari hati ke hati kepada masyarakatnya, ini memberikan pengaruh sangat positif terhadap rekatnya hubungan Pemerintah. Langsung ke masyarakat itu gaungnya luar biasa,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)
Kasad Menjenguk Korban Kanjuruhan
Jakarta, FNN - Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman menjenguk korban tragedi Kanjuruhan di Rumah Sakit Daerah Umum (RSUD) Saiful Anwar, Malang, Jawa Timur, Kamis.\"Sengaja saya datang ke rumah sakit untuk melihat para korban kejadian Kanjuruhan. Ada beberapa yang masih mendapatkan perawatan di ICU dan beberapa sudah di ruang perawatan. Saya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat mendoakan semoga yang dirawat segera sembuh dan selalu diberikan kesehatan,\" kata Dudung dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.Selain menjenguk korban yang dirawat akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Dudung yang didampingi pejabat TNI AD juga memberikan bantuan kepada korban luka-luka maupun kepada korban meninggal.Jenderal Dudung pun menyempatkan diri untuk mengunjungi kediaman orang tua dan keluarga dari salah satu suporter yang meninggal dunia Najwa Zalfa Abdilah (16) didampingi oleh Presiden Arema Gilang Widya Pramana.Dudung berharap keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan serta mendoakan almarhumah Najwa agar diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa. \"Saya juga turut berbelasungkawa kepada saudara-saudara kita, semoga almarhum dan almarhumah diterima di sisi Allah Swt. dan keluarganya diberi kekuatan dan ketabahan,\" kata Dudung.Pada hari Sabtu (1/10) terjadi kericuhan usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.Kerusuhan tersebut makin membesar ketika sejumlah flare dilemparkan, termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang sebanyak 131 orang, sementara 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat. (Ida/ANTARA)
Reformasi Kepolisian Dengan Penataan Ulang
Rakyat harus berani meminta dan menekan pada negara untuk membubarkan kepolisian yang ada pada saat ini dan harus ditata ulang dengan ketat untuk mengembalikan Tugas Pokok Kepolisian. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih BELUM kering ingatan masyarakat kekejaman aparat kepolisian (sebelum kasus Ferdy Sambo terbongkar) yang sangat kejam mengatasi massa demo, dipukul, diseret, diinjak, ditendang, dan perilaku kejam lainnya di luar nalar perikemanusiaan. Muncul peristiwa pembantaian 6 (enam) laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh polisi. Terbongkarnya kasus Sambo setelah membunuh ajudannya merembet ke kasus 303 dengan segala fakta yang mengerikan tergambar betapa keji dan kejam perilakunya. Tepat sehari setelah momentum G-30-S/PKI, tepatnya pada Sabtu, 1 Oktober 2022, terjadi “ladang pembantaian” (the killing field) oleh polisi yang memakan korban ratusan orang meninggal dunia. Dalam satu serangan perangpun tidak memakan korban demikian banyak, dan tak satupun yang gentle bertanggung jawab. Gila: terkesan sedang dibangun membela diri dengan mengerahkan pasukan BuzzerRp, dan terpantau beberapa pejabat negara merekayasa membenarkan tindakan brutal dan kejam pembantaian tersebut. Prof Rizal Ramli spontan membuka tabir kebiadaban mereka, dikatakan: Polisi Indonesia telah dilatih oleh polisi China dalam beberapa tahun terakhir, tidak heran tidak menghormati hak asasi manusia,\" ujar Rizal Ramli dikutip dari unggahan twitternya, @RamliRizal (4/10/2022). Gaung bersambut The New York Times mengatakan: “Indonesia\'s pollice force is highly militarised poorly trained in crowd control, has never been held accountable for missteps, expert say” (Kepolisian Indonesia sangat termiliterisasi, kurang terlatih dalam pengendalian massa, tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan langkah, kata pakar). Kata The Times, polisi Indonesia tidak pernah seberkuasa dan \'sekejam\' ini. Selama tiga dekade lebih Soeharto berkuasa, militer sering dianggap berkuasa. Namun selepas 1998, polisi berkuasa sangat. Soal pembantaian massal itu: “without warning sprayed tear gas at tens of thousands of spectators crowded in a stadium” (tanpa peringatan lebih dulu lalu menyemprotkan gas air mata ke puluhan ribu penonton yang memadati sebuah stadion). Kita dikejutkan dengan pernyataan Aaron Connely: Jokowi has been building a uniquely close relationship with the police. The police now act as both a security and political force, actively building legal Cases againt govenent opponent (and) silencing critics. (Jokowi telah membangun hubungan dekat yang unik dengan polisi. Polisi sekarang bertindak sebagai kekuatan keamanan dan politik aktif membangun kasus hukum melawan lawan pemerintah (dan) membungkam kritik). Kalau analisa Aaron Connely tersebut benar, maka semua kekacauan aparat kepolisian yang semakin liar dan kejam, Presidenlah yang paling bertanggung jawab. Pengamat sosial politik dari Australia, Jacqui Baker, menilai kegagalan reformasi di institusi Polri sebagai salah satu penyebab tak langsung tragedi maut di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022 ). Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kalau Tupoksi Kepolisian sudah diabaikan dan tidak berfungsi lagi maka jalan keluarnya adalah: Rakyat harus berani meminta dan menekan pada negara untuk membubarkan kepolisian yang ada pada saat ini dan harus ditata ulang dengan ketat untuk mengembalikan Tugas Pokok Kepolisian. Mencontoh Negara Meksiko yang telah berhasil menata ulang kepolisian yang terlanjur rusak berat terlibat jaringan korupsi. (*)
Kriminalisasi Anies Bisa Ciptakan Ledakan Sosial
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa SOAL konflik, ledakan sosial dan transformasi politik, saya sedikit ngerti ilmunya. Karena saya menulis disertasi tentang solidaritas sosial dan transformasi politik berbasis teori konflik. Dari riset ini saya menemukan teori Lima Tahap Transformasi Politik. Saya ingin menggunakan back ground saya ini untuk mencoba menganalisis apa yang terjadi terkait dengan \"percobaan memenjarakan Anies\". Berawal dari video Andi Arief yang mengungkap adanya instruksi untuk menjegal Anies. Dilanjutkan video Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membongkar sekenario pilpres dengan dua pasang kandidat tanpa Anies. Berita ini sebelumnya sudah beredar kencang di kalangan elit. Andi Arief dan SBY membawanya ke publik. Belakangan muncul berita dari salah satu elit Nasdem bahwa ada gelar perkara di KPK terkait kasus Formula E. Sempat dibantah oleh pihak KPK. Tapi, Koran Tempo kemudian membongkar adanya gelar perkara tersebut. Tidak hanya sekali, tapi bahkan tiga kali yaitu tanggal 12, 19 dan 28 September. Dalam gelar perkara tersebut, Firli Bahuri, Ketua KPK, mendorong agar Anies segera ditetapkan jadi tersangka. Menurut info yang diperoleh Koran Tempo, mayoritas peserta gelar perkara yaitu satgas penyelidik, tim penyidik dan tim penuntutan menganggap tidak ada pelanggaran hukum di Formula E. Ahli hukum pidana yang dimintai pendapat, termasuk Prof. Dr. Romli Atma Sasmita satu kata dengan mayoritas tim penyidik: \"Tidak Ada Pelanggaran Hukum di Formula E\". Tapi, Firli, sesuai berita Koran Tempo, kekeuh mendesak agar Anies ditetapkan jadi tersangka. Bahkan Firli pun akan melobi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk bersedia mengeluarkan hasil auditnya bahwa ada pelanggaran hukum di Formula E. Kalau nantinya tim penyidik tidak menemukan alat bukti cukup, KPK punya kewenangan untuk SP3, sesuai pasal 40 UU KPK, kata Firli. Ungkapan ini memiliki kesan kuat adanya upaya paksa untuk menetapkan Anies sebagai tersangka. Ada pertanyaan nakal: Apakah ini inisiatif dan kehendak Firli Bahuri sendiri? Atau ada keterlibatan dan instruksi pihak lain? Silahkan simak kembali video Andi Arief dan SBY. Kalau dibilang kejam, sebagaimana kata SBY, ini memang teramat kejam. Dibilang merusak demokrasi, ini tidak hanya merusak, tapi memporakporandakan demokrasi. Terkesan ada pihak-pihak yang tidak siap berkompetisi secara fair dengan Anies di pilpres 2024. Ada yang merasa tidak aman jika Anies jadi presiden. Isu yang berkembang di lingkaran kekuasaan, calon diupayakan hanya dua pasang. Alasannya untuk antisipasi keamanan dan menekan biaya pemilu. Dua alasan yang jauh dari tepat. Ini menunjukkan negara tidak siap dengan sistem demokrasi. Menyoal keamanan dan biaya pemilu sebagai konsekuensi demokrasi itu terkesan aneh dan ganjil. Jauh dari rasional. Lepas dari semua itu, saya ingin menganalisis kemungkinan apa yang terjadi jika Anies dipaksakan jadi tersangka. Apalagi setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies menjadi capresnya, dan gombang dukungan makin besar, termasuk dari para tokoh nasional sekelas Akbar Tanjung. Kita mesti melihat situasi politik saat ini Selama periode Jokowi, ada sejumlah kelompok yang diduga kuat sangat ingin Jokowi mundur sebelum 2024. Pertama, mereka menganggap pemerintah gagal mengurus negara ini. Banyak kasus yang mereka uraikan. Jika Jokowi tetap berkuasa sampai 2024, maka negara akan semakin amburadul. Kedua, mereka menganggap percuma ada pemilu jika rezim ini masih berkuasa. Mereka meyakini pemilu akan direkayasa untuk memenangkan calon yang disiapkan rezim. Kasus Firli jegal Anies di KPK semakin menguatkan keyakinan mereka. Kelompok ini kemudian berkolaborasi dengan sejumlah kekuatan yang berkepentingan ingin mengambil alih kekuasaan. Sejumlah upaya telah dilakukan, namun selama ini belum berhasil mendesak Jokowi mundur. Rezim masih terlalu kuat untuk ditumbangkan. Sesuai teori Ibnu Khaldun, yang kuat itu yang menang. Kemenangan hanya diraih oleh pihak yang kuat, bukan pihak yang baik dan bermoral. Di sisi lain, sebagian besar rakyat masih menaruh harapan akan terjadi perubahan melalui pemilu 2024. Mereka secara menjaga agar situasi bangsa tetap aman, dan suksesi kepemimpinan bangsa berjalan normal yaitu melalui pemilu 2024. Suksesi di tengah jalan akan dibayar dengan cost sosial dan ekonomi yang teramat mahal. Boleh jadi juga cost politiknya. Karena itu, mereka tetap ingin suksesi normal. Yaitu pemilu 2024. Dalam situasi seperti ini, nama Anies Baswedan muncul sebagai sebuah harapan. Makin hari makin besar dukungannya. Survei terakhir CSIS, Anies menang jika head to head lawan Ganjar maupun Prabowo. Dari trend survei yang ada, harapan perubahan itu dianggap semakin nyata. Anda bisa bayangkan jika harapan itu mendadak hilang dengan dipaksakannya Anies sebagai tersangka. Dipastikan ini akan membuat rakyat frustasi. Jumlah rakyat yang frustasi cukup besar. Mereka menganggap tidak ada lagi harapan buat masa depan bangsa. Frustasi kolektif akan mendorong rakyat melakukan konsolidasi. Satu tujuannya: melawan pihak yang merenggut harapan mereka. Dari sini, akan terjadi kolaborasi semua kelompok yang selama ini tidak percaya dengan pemerintah. Kaum tengah dan cendekia yang semula diam, sebagian akan ikut gerbong karena menganggap negara telah dikelola semakin tidak rasional. Mesin sosial dan mesin partai akan bekerja. Semakin banyak elit yang akan berselancar di atas gelombang massa. Mengkasuskan Formula E berpotensi menjadi jahitan terhadap semua \"protes massal\" yang terjadi sepanjang delapan tahun kepemimpinan Jokowi. Perlawanan akan semakin terkonsolidasi, matang, terukur dan militan. Kepercayaan diri kelompok anti Jokowi akan semakin menguat seiring gelombang kekecewaan para pendukung Anies terhadap ulah oknum KPK yang gegabah. Kasus Formula E akan membuat rakyat oposisi semakin solid. Kesadaran kolektif untuk meledakkan kemarahan terindikasi semakin kuat sejak Andi Arief, SBY dan Koran Tempo membongkar rahasia gelar perkara Formula E. Ini nampaknya yang kurang diperhitungan secara matang oleh elit penguasa, terutama Firli dan pihak di belakangnya. Analisis intelijen tentang dampak sosial-politik yang ditimbulkan oleh dugaan adanya rekayasa pada kasus Formula E perlu secara lebih cermat dikaji ulang. Salah perhitungan, bangsa ini bisa jadi korban. Betul kata Tamsil Linrung, anggota DPD dari Sulawesi Selatan ini bahwa Jokowi tidak boleh diam. Jokowi harus ambil sikap. Hentikan Firli. Jika tidak, rakyat akan berasumsi bahwa istana ada di belakang Firli, sebagaimana tuduhan Andi Arief. Situasi ini dapat memicu lahirnya ledakan. Saatnya Jokowi tampil sebagai negarawan untuk hentikan segala upaya yang berpotensi menciptakan ledakan sosial ini. Bukan intervensi, tapi tindakan pro-aktif untuk selamatkan negara. Jakarta, 6 Oktober 2022
PKI dan Keppres 17 Tahun 2022
Yang jelas bukan untuk menjadikannya PKI korban. Kalau PKI korban, siapa penjahatnya yang dituduh? TNI AD, NU, Muhammadiyah, atau KAPPI, KAMI? Tentu ini akan mengorek luka lama dan bisa terjadi perang saudara. Oleh: Ir Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila KEPUTUSAN Presiden Nomor 17 Tahun 2022 banyak mendapat perhatian. Di satu sisi banyak yang curiga untuk minta maaf ke PKI yang telah melakukan pembunuhan sadis terhadap Jenderal Angkatan Darat dan Kudeta terhadap negara. Juga, oleh antek-antek PKI digoreng terus untuk menghilangkan jejak dan fakta kudeta disertai pembunuhan sadis dan menuduh orang lain untuk bertanggung jawab, kelakuan PKI, memfitnah, berdusta, dan menimpakan kesalahan pada orang lain sudah hal yang biasa dilakukan. Berbohong, berdusta itu adalah karakter PKI. Kalau kita membaca Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tersebut memang tidak ada klausul untuk menyelesaikan persoalan PKI, tetapi kita perlu waspada. Mari kita coba membaca Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu. Pertimbangan Keppres Presiden Nomor 17 Tahun 2022 ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah; Bahwa hingga saat ini pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu belum terselesaikan secara tuntas, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum; Bahwa untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu secara independen, objektif, cermat, adil dan tuntas, diperlukan upaya alternatif selain mekanisme yudisial dengan mengungkapkan pelanggaran yang terjadi, guna mewujudkan penghargaan atas nilai hak asasi manusia sebagai upaya rekonsiliasi untuk menjaga persatuan nasional; Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu. Jadi, kalau kita baca di atas yang akan diselesaikan itu pelanggaran HAM masa lalu, soal PKI tidak disebutkan, memang PKI bukan pelanggaran HAM tetapi perang saudara. PKI bukan pada1965 saja melakukan makar, tetapi pada 1946 dan 1948 juga melakukan pemberontakan di Madiun yang banyak membunuh Kiai-Ulama, Pegawai Negeri yang kemudian dimasukan ke sumur, hal ini rupanya modus yang sering dilakukan. Pada 30 September 1965 yang lebih dikenal dengan G-30-S/PKI itu juga telah terjadi kudeta sekitar pukul 13.00, Untung melalui RRI Dewan Revolusioner mengumumkan Kabinet demisioner dan kepangkatan tentara di atas Kolonel diturunkan Untung yang berpangkat Kolonel inilah kudeta sesungguhnya. Sementara simpatisan PKI menuduh Pak Harto melakukan kudeta merangkak itu ndak ada. Itu karangan dan agitasi PKI saja. Penjelasan ini disampaikan oleh Amelia Yani, putri Pak Yani. Dari cerita ini jelas bahwa PKI melakukan kudeta. PKI telah melakukan kudeta dengan membunuh jenderal-jenderal Angkatan Darat jadi PKI telah berkhianat tidak bisa negara meminta maaf. Kalau Keppres Nomor 17 Tahun 2022 untuk kepentingan PKI, dan memutar balikkan fakta menjadi korban, tentu tidak akan bisa. Sebab ada Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966. Isi dari TAP MPRS XXV/1966 terdiri dari empat pasal, yaitu: Pasal 1 Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang seazas/berlindung/bernaung dibawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS. Pasal 2 Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang. Pasal 3 Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan. Pasal 4 Ketentuan-ketentuan diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia. Jadi jelas Keppres Nomor 17 Tahun 2022 yang baru dikeluarkan Presiden Joko Widodo bukan untuk menyelesaikan PKI. Tetapi, bisa untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, misal kasus Munir, Kasus KM 50, kasus banyaknya pendemo yang mati di depan KPU saat Pilpres 2019, tewasnya 800 lebih petugas KPPS. Yang jelas bukan untuk menjadikannya PKI korban. Kalau PKI korban, siapa penjahatnya yang dituduh? TNI AD, NU, Muhammadiyah, atau KAPPI, KAMI? Tentu ini akan mengorek luka lama dan bisa terjadi perang saudara. Kasus PKI secara alamiah sudah selesai, banyak anak turun PKI duduk di DPR MPR, DPRD. Juga banyak yang menjadi pejabat. Tetapi yang namanya PKI itu gak bisa menerima dan bersyukur, selalu kalau merasa kuat ingin bangkit dan menggilas Umat Islam dan mengganti Pancasila dengan Trisila, Ekasila, itu sudah tabiat PKI. Maka waspada kalau tidak ingin terjadi perang saudara. (*)
Tanggapan dan Klarifikasi Rumah Pancasila
Beberapa hari terakhir dan ada informasi bahkan sudah berlangsung dalam 3 tahun terakhir di setiap bulan September, beredar informasi organisasi-organisasi yang konon adalah underbow atau berafiliasi pada PKI, yang satu diantaranya tertulis Rumah Pancasila. Dalam kaitan itu, kami, Rumah Pancasila merasa perlu memberikan tanggapan dan klarifikasi sebagai berikut: 1. Bahwa kami merasa keberatan, sangat dirugikan dan terusik dengan informasi itu, apalagi tidak jelas siapa yang menyebarkan dan memasukkan Rumah Pancasila sebagai organisasi yang dinyatakan sebagai organisasi berafiliasi PKI/komunisme. 2. Kami, Rumah Panca Sila adalah organisasi yang bukan organisasi massa, namun lebih menekan pada aktivitas kajian-kajian dan menulis tentang Panca Sila dan ideologi Pancasila. Banyak sekali tulisan -tulisan kami tersebar di media sosial seperti Facebook, Whatapp Group, dan medsos lainnya. Karena hal ini, maka kami sama sekali tidak pernah melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan massa dalam jumlah besar. 3. Dalam aktivitas kami, justru kami lebih sering berkunjung dan berdiskusi tentang Pancasila dan UUD 1945 di pondok-pondok pesantren dengan kyai-kyai dan para santrinya. 4. Kami adalah organisasi yang sangat terbuka dalam berdiskusi dan membungun wacana-wacana tentang Panca Sila dan UUD 1945 dengan siapa saja, bahkan dengan aparat-Apara negara kami juga terbuka dan berinteraksi dengan intensif. 5. Kesemuanya bisa manjadi bukti tak terbantahkan bahwa tidak satu pun kegiatan dan pemikiran yang menyimpulkan bahwa kami berafiliasi pada PKI/komunisme. 6. Basis pemikiran dan falsafah yang kami anut adalah Pancasila. Panca Sila bagi kamu justru adalah anti liberalisme dan komunisme sekaligus. Sehingga justru menjadi sangat aneh dan mencurigakan mengapa kami dimasukkan sebagai bagian dari organisasi-organisasi yang berafiliasi pada PKI. 7. Oleh karena itu, kepada penyebar informasi itu, kami menuntut agar menghapus Rumah Pancasila dari daftar tersebut, sekaligus mengundang dan menantang diskusi terbuka tentang hal tersebut agar semua menjadi terang benderang duduk persoalannya. Demikian tanggapan dan klarifikasi kami, Rumah Panca Sila untuk menjadi periksa. Prihandoyo Kuswanto (Ketua) Bagus Taruno L (Sekretaris Jenderal)
Eks Pemain Timnas: Penundaan Liga Indonesia Dua Pekan Merupakan Kerugian
Jakarta, FNN - Setelah terjadi tragedi kanjuruhan pada Sabtu (1/10/22) lalu, Presiden Joko Widodo mengintruksikan PSSI dan PT LIB untuk menunda kompetisi sepak bola Indonesia hingga selesai pengusutan kasus tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan korban jiwa. Namun, pengamat sepak bola nasional Sigit Nugroho dan mantan pemain timnas Oktovianus Maniani menilai penundaan kompetisi Liga Indonesia selama dua pekan sebagai kerugian. Sigit dan Okto tidak sepakat kompetisi mengalami penundaan. Keduanya kompak menginginkan turnamen Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 segera digulirkan. Hal ini disampaikan keduanya dalam acara Gelora Talks secara daring yang bertajuk ‘Duka Sepak Bola Tanah Air, Duka Untuk Indonesia’ pada Rabu (5/10/22). Bukan bermaksud tidak bersimpati kepada korban, tetapi menurutnya saat ini prestasi sepak bola Indonesia tengah dalam performa terbaik sehingga dibutuhkan kompetisi yang mendukung. Di level senior terbukti Timnas Indonesia di bawah asuhan Shin Tae Yong kembali berlaga di Piala Asia 2023 di Qatar seusai terakhir ikut pada edisi 2007. Selain itu, di level junior, Garuda Nusantara baru menjadi juara untuk kelompok umur U-16 dan lolos ke Piala Asia U-20 2023 yang rencananya akan digelar di Uzbekistan. Maka dari itu, Sigit berharap PSSI kembali mengkaji penundaan kompetisi mengingat jika terlalu larut, federasi sepak bola dunia (FIFA) bisa menjatuhkan hukuman akibat adanya campur tangan pemerintah. Okto Maniani juga mengatakan apabila kompetisi ditunda selama dua pekan maka dapat membuat para pemain mengalami penurunan performa dan membutuhkan recovery yang lama untuk kembali ke kondisi awal. “Pemerintah harus memikirkan pemain dan pelatih saat kompetisi dihentikan. Ada banyak orang menggantungkan hidupnya di sepak bola. Takut kalau lama ditunda akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan,\" pungkasnya. (Lia)