FORUM-RAKYAT

Kemunafikan Sebagai Pondasi Bangsa

Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari KESEWENANG-wenangan adalah gaya memimpin. Kedzoliman merupakan cara hidup berkuasa. Begitulah negeri ini diliputi kemunafikan para  pejabat dan pemimpin, kemudian menularkan secara masif kepada seluruh rakyat bagai pandemi. Jadilah Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sebagai pepesan kosong. Norma-norma  sosial dan hukum positif telah menjadi alat perdagangan. Agama bukan saja sebagai kosmetik, lebih dari itu menjadi tempat perlindungan dan  alat legitimasi kebejatan moral. Praktek-praktek rendah dan hina pada kemanusiaan terus dipertontokan penyelenggara negara. Tanpa malu dan kehormatan, kebohongan dan keserakahan menggusur peran akhlak. Kebiadaban terasa sah dan mendapat kedudukan tinggi dan agung di negeri ini. Uang, jabatan dan kekuasaan yang memenuhi nafsu, mengabaikan keberadaan kemanusiaan dibawah Ketuhanan. Tuhan pun tak pelak disetarakan dengan manusia. Seperti tak pernah sakit, sekarat dan menjumpai kematian. Seonggok tubuh rapuh yang membungkus jiwa dan syahwat itu, angkuh di dunia dan menghina masa depan akhiratnya. Pikiran yang meninggalkan  budi pekerti terus melahirkan sikap otoriter dan diktator pada kemuliaan hidup. Oligarki telah sempurna melahirkan penindasan dan perbudakan. Kata demi kata dan tindakan-tindakan begitu berjarak dan saling mengingkari. Laksana lebih rendah dari hewan ternak, kemunafikan begitu cepat menjalar dan merasuki relung batin dan raga, mewujud manusia, masyarakat dan bangsa. Kemunafikan yang terlahir sebagai pondasi negara bangsa Indonesia. Selamat menyelami lautan kenistaan. (*)

Buruk Muka Cermin Dibanting

Saya sebagai rakyat kecil tidak bisa mengatakan apakah Panglima TNI ada hubunganya dengan HP, Pangkostrad dengan LBP, Kapolri dan Kasad dengan Presiden Jokowi dan lain lain dan lain lain, karena itu bisa merupakan implikasi dari  bagian strategi atau ambisi nafsu pribadi. Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD SETIAP proses membuahkan hasil, tapi bisa jadi hasil tidak melalui proses yang benar bahkan main serobot, main curi, main kucing kucingan, main kuasa dan main menang menangan Sebagai contoh kasus Edy Mulyadi, sang wartawan senior terkait ucapanya jin buang anak, lantas berbuntut panjang hingga pemanggilan oleh polisi, bisa jadi lanjut tindakan intimidasi atas nama hukum jika tidak lagi memenuhi panggilan selanjutnya Jujur saya tidak menyangkal apalagi menyalahkan, karena ada kesamaan dengan pemikiran saya bahwa ditinjau dari banyak hal pemindahan IKN baru adalah rencana BERBAHAYA dan BERiSIKO TINGGI. Meskipun sudah ada Indikasi pemerintah gigih akan melaksanakan itu, saya mohon untuk segera ditinjau kembali dan  DIBATALKAN bahkan jangan pernah lagi dibahas,  STOP. Saya yakin dibenak para penggagas dan penerus kebijakan tidak terlepas dari resikko moril dan materiil dalam perpindahan itu. Saya juga yakin, pertimbangan hal hal terkait untung rugi, baik buruk dan layak tidak layak sudah melalui pemikiran pemikiran banyak pihak, namun saya tidak yakin bahwa pemikiran itu diiringi akal sehat untuk kepentingan orang / rakyat banyak. Bahkan saya khawatir  pemikiran pemikiran jahat dan nafsu serakah telah menutupi akal sehat, dengan memanfaatkan kewenangan dan kekuasaan. Dari kondisi negara banyak hutang, saya tidak yakin bantuan dari pihak lain tidak akan beresiko tinggi dikemudian hari. Barangkali para pejabat sekarang sudah berubah jadi tanah, bisa jadi kesengsaraan akan menimpa anak cucu cicit kita. Memang, saat ini belum nampak,  tapi bisa jadi beberapa tahun kemudian IKN baru akan dipenuhi dan dihuni orang orang cina pendatang (negara Cina ada kemampuan untuk mendukung hijrah orang Cina dari negaranya ke Indonesia, disisi lain pemerintah Indonesia  tidak akan memperhatikan ketidak mampuan dan ketidak berdayaan penduduk pribumi). Sekali lagi, para penegak hukum untuk bisa menahan diri, tidak gegabah, bahwa apa yang diucapkan Edy Mulyadi, hanya sebagai simbol pemikiran dan perasaan rakyat banyak, sehingga tidak perlu dimasalahkan apalagi dibesar besarkan dan dikait kaitkan dengan UUIT yang sebenarnya lebih banyak dilakukan oleh buzzer buzzer intelek dan buzzer buzzer comberan yang bersandar hidup dari bayaran, dilindungi, meskipun mereka adalah pemecah belah persatuan, pengadu domba antar agama dan bangsa serta perusak dan penghancur negara. Secara pribadi saya akan terus menentang kebijakan pemerintah dalam pemindahan IKN baru pada situasi dan kondisi saat ini, baik dari pandangan strategis, sosial maupun psikologis. Bahaya pendudukan dan penjajahan Cina sudah dipelupuk mata. Wahai, saudara saudaraku yang ada di BIN ( Badan Inteljen Negara ) kepada kalian rakyat berharap, kejujuran dan kebenaranmu dalam memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negaramu. Akhirnya.... Dengan harapan pemerintah paham dan sadar bahwa kebijakan pemindahan IKN baru ke Kalimantan sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara kita dimasa mendatang. Juga kepada teman-temanku dan saudara saudaraku di DPR yang mendapat amanah dari rakyat dan ALLAH SWT / TYME, arif dan bijaklah berpikir, dipundakmu suara rakyat dipertaruhkan, jauhkan dari TAEK KUCING BERASA COKLAT dikala rezeki menghampirimu! Maka, sekali lagi, mohon sekali lagi, pemerintah apapun resikonya untuk MEMBATALKAN pemindahan IKN baru. (*)

Anda Dipaksa Vaksin, Hubungi Saya!

Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD. SAYA khawatir telah terjadi degradasi visi misi oposan, ada yang terus gigih berjuang melawan kedzoliman, ada yang berbenah diri nyapres, ada juga yang berada di simpang jalan.  Di sisi lain rezim semakin meraja lela merobek robek dan mengacak acak UUD \'45 yang telah diratifikasi dan disyahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dimana UUD \'45 mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945, meskipun pemberlakuanya ditunda setelah  Dekrit Presiden 5 Juli 1959, akibat efek dari Konferensi Meja Bundar (KMB), dimana RI dinyatakan sebagai bagian dari RIS (Republik Indonesia Serikat), yang telah memiliki undang undang sendiri. Setelah RIS dibubarkan  dan diganti  menjadi RI, berlakulah Undang Undang Dasar  Sementara 1950 (UUDS  \'50) hingga 1959, dan kemudian diberlakukan kembali UUD 1945 sejak itu. Kita semua harus paham dan sadar, bahwa UUD \'45 merupakan konstitusi Republik Indonesia, dengan bentuk negara Kesatuan yang dikepalai oleh seorang Presiden. Segala hal yang menyangkut UU, yang dikeluarkan oleh Pemerintah isinya tidak boleh bertentangan dengan isi yang tertuang dalam UUD \'45. Jika hal ini terjadi, maka Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadakan revisi Yudisial atas perubahan itu. Namun faktanya dalam hal memunculkan undang-undang atau peraturan pengganti undang-undang dalam mendukung kegiatan, rezim Jokowi dalam  perubahanya nyaris bertentangan dengan isi UUD\' 45. Ambil contoh tentang Rencana/Undang Undang vaksin  yang bertentangan dengan UUD \'45  pada pasal dan ayat, disebutkan : Pasal 28, ayat 1 ( UUD \'45), Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, kluarga, kehormatan dan harta benda dibawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan, dari ancaman ketakutan, untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu, yang merupakan hak azasi. UUD \'45, pasal 28, ayat 2, Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan ber hak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. UU no 29 Thn 2004, pasal 52 (Praktek Kedokteran), dan Permenkes no 290 / menkes / per / III / 2008 pasal 2: Pasien, dalam menerima pelayanan praktek kedokteran mempunyai hak : a. Mendapatkan  penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalan pasal 45 ayat ( 3 ) b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain c. Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis d.Menolak tindakan medis e. Mendapatkan isi rekam medis UU no 4 th1984 (Wabah Penyakit), Yang dimaksud dengan mengikut sertakan masyarakat secara aktif haruslah tidak mengandung paksaan disertai kesadaranan dan semangat gotong royong, dilaksanakan penuh tanggung jawab. Undang Undang no 36, th 2009 (Kesehatan), Pasal 5 ayat (3 ), setiap orang banyak, secara mandiri dan tanggung jawab berhak menentukan sendiri pelayanan kesehatan  yang diperlukan bagi dirinya Pasal 8 : Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari  tenaga kesehatan. Contoh dari beberapa pasal dan ayat UU kesehatan ini sebagai bukti  pelanggaran yang disengaja oleh  Rezim dalam memaksakan niat dan kehendaknya. Pasal-pasal ini yang sengaja tidak dipublikasikan oleh Rezim kepada rakyat, bahkan telah terindikasi sedang dalam proses pembuatan peraturan pengganti undang undang, yang bisa membenarkan kesengajaan/paksaan ini, namun sesungguhnya bertentangan dengan UUD\' 45. Inilah potensi kejahatan negara terhadap rakyat yang sangat merugikan dan membahayakan bangsa dan negara. Oleh karenanya saya menghimbau, terutama kepada orang tua yang masih mempunyai anak sekitar 6 - 11 tahun dan keberatan anaknya divaksin, untuk mengadakan perlawanan / pembelaan hukum, sesuai penjelasan di atas. Apabila petugas kesehatan tetap memaksa, laporkan kepada Polisi setempat. Namun jika Polisi juga bertindak seperti halnya tenaga kesehatan, mintalah Surat Pernyataan ber materai, untuk minta pertanggung jawaban kepada para petugas yang menangani, guna tuntutan hukum, jika kelak terjadi  hal hal yang tidak diinginkan pada diri Anda! Namun jika ini, masih juga  dipersulit bahkan tetap dipaksakan  hubungi saya Sugengwaras HP 0813 8177 9217 Bagi mereka yang telah divaksin dengan ikhlas dan penuh kesadaran, saya doakan, semoga Allah swt, tymk memberikan yang terbaik untuk Anda. (*)

Monopoli Kebenaran Penguasa yang Sangat Menjijikkan

Oleh: Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik Setiap yang kritis, menyampaikan pendapat, mengkritik penguasa, lalu dengan enaknya ditangkap. Tuduhannya? Mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran. Sementara itu, kebohongan-kebohongan penguasa aman, dan terus diproduksi. Dari kebohongan yang satu, ditutupi dengan kebohongan yang lain. Dari bohong soal mobil SMK hingga bohong soal duit Rp 11.000 triliun. Tapi, apa yang dialami rakyat? Dialami Ulama? Dialami Habib Bahar Bin Smith (HBS)? Hanya menceritakan tentang peristiwa KM 50, kondisi jasad 6 laskar FPI yang memprihatinkan, langsung ditahan. Dituduh mengedarkan kebohongan. Lalu, peristiwa KM 50 itu yang benar ceritanya seperti apa? Enam laskar FPI luluran dan mendapatkan layanan SPA di tempat hiburan ? mereka sedang asyik bertamasya dan makan bersama? Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) menegaskan, Habib Bahar bin Smith (HBS) tidak bohong. Menurut TP3, justru HBS telah menyampaikan fakta peristiwa Tragedi KM50 yang sesungguhnya. Jika penegak hukum benar-benar ingin menegakkan hukum dan keadilan, yang harus diusut untuk dijadikan tersangka telah menyebarkan berita bohong justru para aparat itu sendiri, yaitu Polda Metro Jaya, Pangdam Jaya, Komnas HAM dan BIN. TP3 mengungkapkan, salah satu kebohongan yang perlu diusut adalah cerita Polda Metro Jaya yang kemudian digaungkan oleh Komnas HAM perihal pembunuhan terhadap para pengawal HRS di dalam mobil Xenia B 1519 UTI, di mana disebutkan mereka dibunuh karena berusaha merebut senjata petugas. Padahal setelah dilakukan rekonstruksi oleh TP3 atas dasar narasi yang disampaikan oleh Komnas HAM, maka “cerita karangan sarat rekayasa busuk” tersebut tidak mungkin bisa dibenarkan. Akkah Akbar! Apakah, kebenaran itu sudah dimonopoli penguasa ? apakah benar itu hanya yang direstui penguasa? bohong pun kalau mendukung penguasa, dianggap hoax yang membangun? Seluruh buzer rezim mengedarkan kebohongan yang memuji muji kekuasaan, meskipun menimbulkan keonaran tidak pernah ditangkap. Jokowi sendiri, sudah tidak terhitung berapa kebohongannya, tidak ditangkap bahkan dinarasikan akan memimpin tiga periode. Lalu, menjadi rakyat Indonesia yang dikarunia Allah SWT mulut, apa diminta untuk bungkam? Menerima dizalimi dengan hati yang ikhlas? Tidak bisa ! agama kami Islam, telah memerintahkan dakwah amar makruf nahi mungkar. Selamanya, kami akan bersuara melawan segala bentuk kebohongan dan kezaliman. (*)

Presisi Cakti

Oleh Sugeng Waras,  Purnawirawan TNI AD ENTAH siapa dan dari mana yang menggagas PRESISI (Prediktif, Responsible, Transparansi yang Berkeadilan). Yang jelas itulah yang mengantar Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo layak menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Idham Azis. Sungguh luar biasa MOTTO itu, karena jika itu benar benar dilakukan dengan konsisten dan konsekwen akan menjadikan Polri semakin dibanggakan, dirindukan dan dicintai rakyatnya. Polisi dalam dunia hukum menjadi pemeran utama, dengan kata lain, tak perlu macam-macam, jika tugas-tugas dilaksanakan dengan jujur, benar dan adil, insha Allah bersinar jalan ke surga, maka berbahagialah untuk polisi beserta keluarganya. Namun sayang disayang, mungkin Tuhan belum menakdirkan polisi tidak dihujat, tidak dimaki dan tidak disumpah serapah oleh sebagian besar rakyat, karena belum bisa mewujudkan karya-karya presisinya. Tampaknya dari dulu hingga Jenderal Sigit sebagai orang nomor satu di kepolisian, tak ada yang  cukup nyali untuk mengimplementasikan Presisi ini. Kini presisi bak fata morgana, indah dilihat tapi tak ada wujud dan hasilnya, masih remang-remang, gamang, penuh misteri, berselimutkan tabir dan penuh teka-teki membungkus darah dan nyawa yang gentayangan. Presisi belum mampu menguak konspirasi tingkat negara, belum berani menegakkan benang kusut, masih kokoh menyimpan darah putih yang busuk dalam genggaman tangan-tangan iblis. Kapan presisi akan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh? Barangkali sudah, namun hasilnya jauh dari harapan. Tolok ukurnya, jika HRS dan kawan kawan bebas, atau presiden Jokowi mundur dengan hormat! Terlalu parah carut-marut negara ini, seolah polisi yang memiliki hukum. Padahal hukum milik dan untuk seluruh warga negara, tak terkecuali dan berlaku sama Hayoo...polisiku yang kucintai dan kubanggakan, adakah nyalimu untuk menjalankan presisimu dengan konsisten dan konsekwen? Hingga kini kemenanganmu bisa memenjarakan orang orang yang dianggap berseberangan dengan pemerintah adalah kemenangan semu yang penuh kegelapan Kerjamu seolah ada tekanan dan belenggu pihak lain. Memang, barangkali ada beberapa faktor penyebab. Pertama, dalam melaksanakan tugas tugas negara, polisi tidak berdiri sendiri dan tidak sendirian, dengan kata lain banyak kotoran kotoran dan sampah sampah busuk yang mengganggu, menghalangi bahkan membelokkan tujuan baik polisi. Kedua, Polisi tidak paham dan tidak sadar, bekerja berlandaskan doktrin atau pedoman yang kurang menyentuh jiwa raga, lahir batin dan kurang handal profesional. Lihat dan cermati, TRIBRATA, pada esensinya tidak menuangkan KEJUJURAN,  hanya kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Padahal kejujuran adalah modal dasar yang pokok, utama dan mulia, dengan kejujuran, orang akan mengatakan benar adalah benar dan salah adalah salah, kepada siapapun dan pihak manapun tanpa pandang bulu, derajat, martabat, tingkat,  golongan, suku, agama, keturunan, kaya dan miskin. Dengan jujur, benar dan adil akan bisa menetralisir anggapan benar belum tentu adil, dan adil belum tentu benar. Di sisi lain, CATUR PRASETYA, juga tidak akan bisa dicapai, karena esensi komulasi yang terkandung didalamnya imposible, tidak terukur untuk dicapai seorang bayangkara yang harus mampu melindungi segala bentuk gangguan keamanan, menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan hak azasi manusia, menjamin kepastian hukum, serta memelihara perasaan tentram dan damai. Maaf, bila disandingkan dan bandingkan antara SAPTA MARGA dengan TRIBRATA sebagai landasan dan pedoman Satuan, serta SUMPAH PRAJURIT dan 8 TNI WAJIB dengan CATUR PRASETYA POLRI , sebagai pedoman atau landasan perorangan / individu, jauh berbeda (tidak perlu saya ulas di sini). Oleh karena, saya sarankan, Polisi perlu menyempurnakan doktrinya, agar para bhayangkara negara ini, mempunyai landasan kuat, lahir batin. Insha Allah jika ini diaksanakan, polisi akan senantiasa ditunggu kehadiran dan keberadaanya di tengah tengah masyarakat, disegani, dibanggakan dan dicintai rakyatnya. Semoga Kapolri beserta jajaran, senantiasa dalam bimbingan dan perlindungan Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, serta dapat menangani dan menindak lanjuti masalah masalah HRS, KM 50, HBS, TKA, Pandemi/ Vaksin, TKA, Omnibus law, HIP/BPIP dan Pemindahan Ibu Kota Negara yang baru, yang penuh kontroversial dan berpotensi membahayakan negara, termasuk menggulung para buzzer yang membuat gaduh dan kacau negara dengan sejujur jujurnya, sebenar benarnya dan seadil adilnya.....Aamiin Ya Robb..!!!

Presisi untuk Siapa?

Senjata andalan POLRI PRESISI ( Prediktif, Responsible, Tranparansi yang berkeadilan) nyaris tidak konsisten diimplementasikan dengan sungguh sungguh. Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD Ini berdasarkan hal-hal fenomenal, aktual dan faktual seperti kasus tragedi maut penembakan terhadap enam laskar FPI pengawal HRS di km 50 jalan tol Jakarta Cikampek beberapa tahun lalu. Masih meringkuknya HRS dan Munarman di tahanan tanpa kejelasan dan kepastian hukum. Masih mangkraknya langkah langkah konkrit atas meninggalnya enam laskar FPI tersebut, bak menunggu lupanya rakyat bangsa atas peristiwa ini. Kini menyusul kasus dadakan yang menimpa Habib Bahar Smith (HBS) yang dinilai menjadi pelangi antara rentetan peristiwa jendral Dudung, jendral Ahmad Fauzi dan pengkaitan tragedi km 50, yang cukup menghebohkan para pendukung HBS yang merasa tidak adil atas penahanan HBS dalam pandangan kasus debat terbuka  antara Brigjen AF dan HBS di pondok pesantren HBS, di sisi lain polisi mengambil langkah dan keputusan / penetapan mengaitkan ceramah HBS dengan peristiwa penembakan di km 50 dengan sangkaan menyebarkan berita kebohongan dan ujaran kebencian. Layak menjadi bahan pertanyaan langkah langkah Polri, Komnasham RI, BIN ( Badan Inteljen Negara ) dan DPR RI  yang nampak abaikan relevansi hukum dan HAM dengan metode pengalihan isu, pengaburan,  pengelabuhan dan penyesatan, yang layak dimaknai sebagai konpirasi kejahatan terhadap negara yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masiv Disisi lain pembiaran, pelambatan dan pura pura sibuk terhadap ulah ulah Deny Siregar, Armando,  Permadi Aryo, Ahok, LBP ,Erick Tohir  dan lain  lain, terkait masalah masalah korupsi, TKA, PPKM, Vaksin dan pelecehan sosial yang nyaris membuat gaduh dan kacaunya negara ini Anehnya, seolah bangsa ini kendor, masa bodoh, apatis, pesimis terhadap perkembangan dan dinamika yang terjadi, seolah jenuh, putus asa dan tidak berkutik Lantas...akan berlangsung teruskah fenomena semacam ini? Akankah Polisi hanya akan memberlakukan PRESISI ini untuk dan kepada pihak pihak tertentu ? Seharusnya kita paham dan sadar bahwa indikasi hukum yang dipolitisasi sangat kental dengan pemihakan aparat hukum terhadap rezim ini yang cenderung menindas, memojokkan, mengkriminalisasi, mendiskriminasi, mengintimidasi dan mengekskusi terhadap para ulama yang dianggap menghambat dan merintangi  jalanya roda pemerintahan Terkait hukum yang dipolitisasi, sesungguhnya dengan mudah dan gamblang adanya indikasi link up antara asing,  aseng dan para oknum penguasa dan pejabat, yang layak kita sebut para pengkianat, penjilat dan pecundang Disisi lain, bergesernya kekuatan dan kemampuan para pihak yang terdzolimi semakin lemah dan cerai berai, sebaliknya dari pihak penguasa semakin kuat dan tegar Di mana letak kesalahanya? Seharusnya semua pihak sadar dan paham, berbicara sejarah tidak lepas dari rangkaian kudeta dan bubarnya PKI pada era Pak Harto, yang nota bene kuatnya peran TNI terutama Angkatan Darat yang konsisten membela Idologi , falsafah dan pandangan hidup bangsa, yang terkenal dengan Pancasila Faktanya kini Pancasila di kotak katik, digoyah goyah, melalui Undang Undang BPIP / HIP yang Panjanya diketuai RIBKA, yang pernah menulis, aku bangga jadi anak PKI Saya kerucutkan pada proses hukum, saat ditangkap dan ditahanya Ruslan Buton atas tuduhan  membuat gaduh negara atas tulisanya yang esensinya permintaan Jokowi mundur dari Presiden Padahal ini hanya presepsi sepihak, yang sangat bertentangan dengan presepsi lain yang memformulasikan menjadi unsur unsur positif atas tulisan itu ( fenomena, Presiden adalah seorang negarawan,  permohonan mudur dalam upaya menghindari perang saudara dan pertumpahan darah ) Dari cacat dan salahnya proses dan prosedur hukum saat itu, menjadi pelajaran bagi tim advokasi, lawyer atau pengacara yang mengawal dan mendampingi HBS Jika kita telusur kembali, seharusnya sinkron antara isi SPDP ( Surat Pemanggilan Dimulai Penyidikan ) dengan acara pemeriksaan, dalam arti terkait kasus perdebatan terbuka antara Dan Rem 061 / Sk  Brigjen Ahmad Fauzi dengan HBS dipondok pesantren HBS di Bogor Faktanya tidak demikian, sehingga  proses hukum terkesan kilat dan maraton, yang seakan mengabaikan teori sebab akibat, yang menyatakan sudah memadai terpenuhinya syarat bukti dan saksi dalam gelar perkara dan putusan status tersangka kepada HBS Padahal, jika dalam pemeriksaan awal terhadap HBS diawali pertanyaan kesehatan juwa raga, setelah pertanyaan mengarah pada materi, HBS berhak menolak menjawab pertanyaan penyidik yang tidak relevan dengan SPDP, yang bisa berlanjut kepada penundaan / penangguhan pemeriksaan Tim hukum HBS telah mengajukan surat penangguhan penahanan dan nasi belum menjadi bubur, bisa saja tim hukum HBS mengajukan pra peradilan yang merupakan haknya, apalagi sangkaan atas kebohongan dan ujaran kebencian tidak valid karena, berita kebohongan tentang penyiksaan terhadap korban sebelum / setelah meninggal dunia akan terbantahkan dari data dan fakta hasil forensik kesehatan yang memperlihatkan bekas luka lebam dan robekan robekan terjangan  peluru tajam ketubuh para korban Dilain pihak ada indikasi perlindungan dan pembelaan terhadap para oknum pelaku penembakan dan ketidak tranparansian kolaborasi pihak kepolisian dengan KomnasHam RI atas penguatan pernyataan telah terjadinya tembak menembak antara polisi dengan laskar FPI pengawal HRS Semoga saja, Tim hukum HBS akan bisa menyusun dan membagi habis tugas kepada kelompoknya, sehingga tidak mubazir, efektif, efisien dan tidak mengalami kempes / bocor halus dari dalam. Wait and see (*)

Negara Bukan Milik Pemerintah, Semua Harus Paham!

Oleh: Sugeng Waras, Kolonel Purn. TNI AD, Mantan Kepala Dosen dan Direkrtur Pendidikan SESKO TNI PRESIDEN dibantu para Menteri, itulah yang dinamakan pemerintah! Berdasarkan undang-undang, Presiden adalah Kepala Negara, sekaligus Kepala Pemerintahan, juga Panglima tertinggi Angkatan Perang, namun semua itu jika ditotal hanya sebagai pengelola negara, dan bukan pemilik negara! Dalam mengelola negara, kekuasaan dibagi-bagi, Pemerintah (ekskutif) pelaksana UU, bekerja sama dengan  DPR (legislatif) pembuat UU, yang juga sebagai perwakilan atau pengejawantahan rakyat, yang antara lain berhak mengawasi, mengontrol, menegor, bertanya, angket, interpelasi, dan MK (Yudikatif) pengawas UU, dalam rangka menuju dan mencapai tujuan Nasional dan cita cita Negara. Adapun yang benar benar sebagai pemilik negara adalah Rakyat, oleh karenanya rakyatlah sebagai pemegang tertinggi kedaulatan negara Faktanya.... Mereka, manusia-manusia yang berperan mengawaki, bukannya bodoh, tapi masih bisa dibodohi pihak lain yang lebih kuat, lebih pintar, lebih cerdik, dan lebih licik Konkritnya, pihak ekskutif, yudikatif, dan legislatif ini masih bisa dibodohi dan dikepreti oleh konglomerat Taipan, China (9 Naga ), dengan permainan uang. Ironisnya, BIN (Badan Inteljen Negara) yang seharusnya menjadi mata dan telinga pemerintah, buta dan tuli dalam melihat hal-hal dan kejadian sebenarnya. Tidak buka suara adalah keharusannya, tapi tidak bisa mengubah keadaan yang lebih baik adalah dosanya. Inilah yang membuat negara gaduh, kacau, carut-marut, cemas harap dan tidak jelas tujuan dan arahnya, yang bisa jadi akibat permainan uang. Agar semuanya berjalan mulus, dibuatlah trik trik yang mengelabuhi dan menyesatkan seperti menghasut, memojokkan, memecah-belah, mengadu-domba dengan mengeluarkan statement atau pernyataan pernyataan seperti teroris, intoleransi, dengan sasaran para ulama dan tokoh tokoh Islam (potensi bangsa) melalui tangan besi aparat penegak hukum dan keamanan termasuk para buzzer RP. Nyaris semuanya sulit dibuktikan secara hukum, karena kolaborasi dan konpirasi jahat bersama-sama yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Menebak dan menduga duga seperti hal di atas gampang, segampang menangkap, menculik atau menghabisi orang seperti para pejuang kebenaran dan keadilan. Sesungguhnya, jika mereka ini manusia beriman dan bertaqwa, serta tidak dipersulit dengan keluarga yang disayang, wanita cantik/pria brondong selingkuhan, negara akan aman aman saja Maka, orang orang seperti HRS, sang penggagas dan penulis Resolusi/Revolusi Akhlaq, menjadi penghalang bagi mereka, pasti dibuat menderita selama lamanya. TNI-POLRI, di bawah bayang-bayang kekuasaan rezim, nampak silau dan berpaling dari peran dan sumpahnya. Oleh karenanya, semakin jelas, siapa yang harus kita bela dan siapa yang harus kita singkirkan di NKRI ini. Semoga saja, TNI-POLRI segera sadar, terbangun dan bangkit kembali bersama rakyat untuk menjadikan NKRI lebih baik. Singkirkan.para oknum penguasa yang merasa negara jadi miliknya. Yakinlah, manusia hanya sebatas bermimpi dan berencana, pada akhirnya Allah swt, yang akan menseleksi alam ini, untuk menentukan siapa para calon penghuni surga dan neraka! Wait and see..! (*)

Giring Memiliki Dendam Sosial dan Ketidakmampuan Menyerap Pendidikan Akademik

Oleh:  Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.Membuat Giring bukan hanya tidak memiliki kecerdasan intelelektual tapi ia juga miskin kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.Giring yang larut sebagai boneka sekaligus robot dari anasir politik kebencian dan rasa permusuhan yang dibalut rendahnya kepribadian dan kapasitasnya. Membuat Giring yang ketua umum menjadi setali tiga uang dengan PSI dalam hal kebodohan dan kepicikan.Kasihan dan sungguh malang PSI. Sayang sungguh sayang, partai politik berisi kalangan milenial yang potensial cerdas dan kreatif harus hancur karena segelintir orang seperti Giring. Tak lama lagi mungkin PSI menjadi partai miring dan agak sinting. Karena terlalu sering Giring menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.Salam buat saudaraku sekjend PSI Raja Juli Antoni. Dunia tak selebar partai politik atau seluas Jakarta, dan kekuasaan tak ada yang abadi. Sebagaimana PSI dan Giring terus menebar sikap kedengkian permusuhan dan kebencian. (*)

Bumi NKRI Makin Miring

Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD Aturan dan kebijakan harus lahir dari hukum. Berbicara hukum jangan lepaskan HAM. Rezim Jokowi  benar- benar biadab! Sekali lagi biadab! Lebih konyol lagi ketika menyeret TNI POLRI sebagai bemper! Belum diyakinkan, dengan divaksin orang tidak tertular dan tidak menularkan Covid-19! Ini kebijakan gila, memaksa rakyat dengan alasan pembenaran sendiri! Dan seharusnya para elit tidak ikutan gila, yang justru sibuk dengan pencalonan dan penyuksesan Capres! Seharusnya penentuan sistem menjadi sasaran utama, agar President Threshold (PT) 20% tidak terulang lagi, karena inilah yang menjadi pangkal kesuksesan oligarki. Ini tugas rakyat, gagalkan PT 20 %, sukseskan PT seminimal mungkin %.  Langkah persiapan elit politik yang mengarah ke konsolidasi Capres, adalah jebakan, hasutan, dan penjungkirbalikan langkah sesat, yang mengabaikan urgentnya menggagalkan PT 20 %. Wahai para orang  orang yang merasa disanjung sebagai orang yang layak maju ke Pilpres, tidak sadarkah Anda, jika sistem tidak diubah, kemungkinan kemenangan Anda  lebih kecil, biaya yang anda keluarkan lebih berat, tantangan Anda di depan  lebih keras! Maka saya mengimbau, tinggalkan mimpi Capres, utamakan perjuangan untuk menggagalkan PT 20 %, jangan dibalik! Kepada TNI POLRI, saya menghimbau, kembalilah peransimu untuk NKRI, bukan hanya untuk pemerintah saja! Rakyat sangat mengharapkan TNI POLRI independen, karena hanya TNI POLRI yang akan mampu mempelopori rakyat ini menuju kebenaran dan keadilan yang beradab! Utamakan keselamatan, kenyamanan, dan kepentingan rakyat! Contoh vulgar adalah pemaksaan vaksin terhadap rakyat. Ingat, bukan yang menolak vaksin yang melanggar hukum, tapi justru yang memaksa rakyat harus divaksin itu yang melanggar hukum! Bahwa hak rakyat dalam menentukan sendiri tentang kesehatan pribadi, diatur dalam undang-undang dan dijamin serta dilindungi hukum. Gambaran di salah satu video, petugas keamanan dan kesehatan mengejar/mendatangi rakyat yang ketakutan dan sembunyi di atap rumah, merupakan bentuk paksaan dan kesewenang-wenangan pemerintah! Saya tidak memasalahkan bagi mereka yang bersedia divaksin. Namun saya menghimbau, stop dan hentikan pemaksaan vaksin kepada rakyat yang tidak bersedia divaksin, apalagi jika dalam waktu singkat akan diterapkan vaksin berbayar. Astaqfirrullah.  ALLAHU AKBAR.. (3 X ). 

Pejabat Krisis Mental

Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD Ketika merasakan hidup menderita, mereka dengan susah payah berbekal modal yang ada, akhirnya berhasil menjadi TKW. Kemudian setelah bekerja beberapa tahun, mereka kembali ke tanah air. Namun terpaksa harus mengikuti prosedur kesehatan untuk dikarantina di Wisma Atlet Kemayoran Jakarta selama sepuluh hari. Jika pingin cepat, TKW bisa karantina di hotel dengan membayar mulai enam hingga sembilan belas juta rupiah. Belakangan Menko Marvest LBP yang juga koordinator Pandemi Covid --19  / PPKM mencak-mencak mencari orang yang mendengungkan berita ini. Terlepas mana yang benar, yang jelas fakta menunjukkan memang mereka dikarantina dan berbayar! Yang menjadi pertanyaan, sejauh mana rasa kemanusiaan para pejabat rezim ini terkait keharusan dan kemampuan individu. Logikanya, para TKW ini sudah menjalani prokes di negara, dimana mereka dipulangkan. Memang tidak juga salah para TKW ini dikarantina sebelum kembali ke keluarga masing-masing guna mencegah penularan Covid --19, namun menjadi ironis ketika perlakuan ini jauh berbeda dengan perlakuan terhadap TKA China yang tidak seketat dan seangkuh terhadap  TKWI, seolah terkesan ada perbedaan kelas sosial. Apalagi jika dibandingkan dengan karantina para pejabat negara, yang bisa dilakukan di rumah sendiri yang nota bene tidak kehilangan uang bayar. Akankah ini bisa memunculkan introspeksi diri atau reevaluasi kinerja yang berangkat dari rasa kemanusiaan yang adil dan beradab? Jika kita jujur telusuri masalah paradok yang terjadi selama tujuh tahun pemerintah Jokowi, pasti akan menyeruak kembali ketimpangan-ketimpangan di sana sini, bahkan tak ada lagi jiwa kenegarawan banyak pejabat negara, terutama sang Presiden Joko Widodo. Ingat, pada awal awal masa pandemi Covid - 19, dimana rata-rata harga BBM dunia diturunkan, termasuk negara-negara sekitar Indonesia, justru Jokowi tidak menggubris sedikit pun jeritan rakyat Indonesia yang sedang kesulitan beaya hidup sehari-hari, dengan tetap bergeming, tidak menurunkan harga BBM di Indonesia. Belakangan, malahan para pensiunan dianggap manusia-manusia tak berguna yang menghabiskan uang negara untuk gaji mereka. Padahal jika Jokowi manusia pintar dan bijak seharusnya dia sadar bahwa gaji pensiunan sesungguhnya gaji asli mereka yang sudah sejak awal diprogramkan untuk dipotong atau disisihkan guna menghadapi pensiun di hari tua sebatas usia maksimal manusia. Sekali lagi ini bukti kelemahan berpikir Jokowi dalam memahami hak-hak rakyatnya. Maka tuntutan dan desakan agar Jokowi mundur bukan impian atau rasa kebencian, namun sesungguhnya  muncul dari pikiran realiatis yang bermuara ketidakpercayaan rakyat kepada rezim ini. Entah apa yang terbesit di benak rezim dan para pembantunya yang tak kunjung paham dan sadar atas penderitaan rakyatnya. Contoh sederhana, selama tujuh tahun pemerintahan Jokowi, tidak pernah menaikkan gaji ASN dan TNI POLRI kecuali ada kenaikan 5 % belakangan. Ini pun ada perbedaan untuk POLRI. Kenapa? Ada apa? Saya bukan berniat membandingkan, tapi hanya sekadar evalusi, dimana selama pemerintahan SBY tiap tahun ada perbaikan nasib ASN dan TNI POLRI. Jadi, bukan karena ada pandemi, Jokowi tidak memperhatikan rakyatnya, tapi jauh sebelum pandemi Jokowi  bak tidak berminat memperbaiki nasib rakyatnya. Bukan watak saya (Sugeng Waras) hoby mencari sensasi, tapi marilah para pakar dan praktisi di negeri ini, saya mengajak untuk menelusuri kembali data dan fakta yang ada sejak masa Pilpres 2014 hingga saat ini. Saya sebagai mantan TNI, tidak segan-segan mengingatkan kepada saudara-saudaraku POLRI, bahwa Anda telah berlaku tidak adil dan ada kecenderungan memihak kepada pemerintah Jokowi dibanding ke pihak Prabowo saat itu. Tidak ada keuntungan pribadi bagi saya mengingatkan ini, karena saya melihat perlakuan negatif beberapa oknum POLRI, yang belakangan ini juga diikuti TNI, saya khawatir kelak pada Pilpres yang akan datang akan berulang kembali. Dengan vulgar saya sampaikan, dan ini hak saya sebagai warga negara (kesampingkan  menilai saya bak pahlawan kesiangan) hadapi dan perlakukan sama terhadap seluruh peserta Pemilu/Pilpres, tak terkecuali Pan Gar, KPU, BAWASLU dan jajaran, sejak tahap perencanaan, persiapan, rencana, pelaksanaan hingga penentuan dan penetapan presiden terpilh, dengan sebaik-baiknya, setertib-tertibnya, sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya,. Hal ini akan menentukan saat nantinya presiden terpilih berkuasa. Ada catatan urgent yang benar-benar harus dipahami dan disadari oleh seluruh rakyat dan petugas. Bahwa akan banyak para orang asing China dan TKA, yang tidak menutup kemungkinan disulap dan diselundupkan dalam berbagai bentuk, jenis dan cara, akibat tidak tranparannya pembinaan di kamp-kamp mereka, yang berpotensi menyalahgunakan, KTP kewarganegaraan ganda dan lain lain yang sudah direncanakan sejak dini secara terstruktur, sistematis dan masif di berbagai elemen dan jajaran. Sekali lagi kepada seluruh petugas keamanan dan seluruh rakyat, jauh jauh sebelumnya saya sebagai warga negara, pagi-pagi mengingatkan ini semua agar kita mengantisipasi dan waspada terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi yang dapat merugikan kita semua. Sebaik-baiknya kita melaksanakan aturan aturan dalam pemilu / Pilpres, akan lebih baik jika kita waspada dan cermat mengikuti sistem komputerisasi yang ditayangkan pemerintah. (*)