HUKUM

Sambo Kuasai Rekening Yoshua Tampung Duit Mafia

Jakarta, FNN - Satu per satu fakta di balik pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat terungkap.  Terbaru pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak kembali mengungkapkan hal yang mencengangkan terkait Irjen Ferdy Sambo. Kamaruddin menyebut, dugaan motif kenapa Brigadir Yoshua dihabisi bukan karena persoalan pelecehan atau bahkan melukai harkat martabat keluarga yang diungkapkan Ferdy Sambo kepada penyidik. Melainkan adanya aktivitas mafia yang diketahui oleh Brigadir Yoshua.  “Ada motifnya dengan mafia. Mafia ini ada kaitanya dengan dana-dana taktis. Itu sebabnya, empat nomor rekening Yoshua sudah dikuasai si tersangka (Ferdy Sambo),” ucap Kamaruddin. Selain itu, ada empat rekening yang diduga dicuri, ada juga handphone hingga laptop yang turut dikuasi oleh Ferdy Sambo Cs. \"Yaitu dengan cara mengambil bukunya dan mengambil ATMnya (bank BRI, BNI, Mandiri, dan BCA). Demikian juga laptop almarhum dikuasai tersangka juga gawainya dengan empat nomor. Karena tujuanya untuk memindahkan uang (dari mafia) itu,\" lanjutnya. Menanggapi hal ini, wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha membahasnya dalam diskusi di kalan YouTube Off The Record FNN, Selasa (16/8/22) di Jakarta. “Bagaimana bisa seorang Brigadir yang diketahui gajinya sekitar Rp 4 juta - Rp 5 juta, bahkan kalau termasuk tunjangan menjadi Rp 7 juta, tetapi memiliki 4 rekening,” kata Hersubeno. Lebih lanjut Agi mengatakan bahwa rekening Brigadir Yoshua dan beberapa ajudan lainnya diduga dimanfaatkan oleh Ferdy Sambo. Menurut Kamaruddin, rekening milik Yoshua hingga saat ini masih aktif. Selain rekening milik para ajudan, Kamaruddin menyebut Sambo juga menguasai rekening milik salah seorang penderita tuna wicara.  Maka dari itu, Kamaruddin kembali mendesak agar pemerintah membentuk tim independen yang di dalamnya melibatkan unsur dari PPATK, karena penelusuran aliran dana hanya bisa dilakukan PPATK. (Lia)

IPW Apresiasi KPK Dalam OTT Bupati Pemalang dan Lima Tersangka Lain

Jakarta, FNN – Indonesia Police Watch mengapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Operasi Tangkap Tangan Bupati Pemalang dan lima tersangka lain pada Kamis (11/8/2022). Kelima orang yang turut dijadikan tersangka adalah Adi Jumal Widodo (AJW) selaku pihak swasta/Komisaris PT AU, Slamet Masduki (SM) selaku penjabat Sekretaris Daerah, Sugiyanto (SG) selaku Kepala BPBD, Yanuarius Nitbani (YN) selaku Kadis Kominfo, dan Mohammad Saleh (MS) yang merupakan Kadis PU. Seperti diketahui, Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo terjaring OTT KPK pada Kamis (11/8/2022). Operasi tersebut berlangsung sejak sore hingga malam. Setidaknya 34 orang saat itu diamankan oleh KPK. Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, Mukti menerima Rp 4 miliar terkait dengan dugaan suap jual-beli jabatan. Sementara penerimaan Rp 2,1 miliar dari pihak swasta akan didalami tim penyidik KPK. “Jual beli jabatan di Pemalang ini memang telah menjadi pembicaraan luas masyarakat di daerah tersebut dan melaporkannya ke Indonesia Police Watch (IPW),” katanya. Sehingga, pada Senin (18 Juli 2022) IPW mengeluarkan siaran pers mengenai kasus dugaan jual-beli jabatan di Pemkab Pemalang. Termasuk perubahan PD Aneka Usaha Kabupaten Pemalang menjadi Perseroan Terbatas AUKB yang diduga hanya sebagai wadah penempatan orang-orang dekat bupati. “Saat itu, IPW mendesak KPK melakukan pemantauan dan pendampingan pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah yang sedang melakukan pemeriksaan terhadap pejabat atau ASN Kabupaten Pemalang terkait dugaan terjadinya suap atau gratifikasi terhadap Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo,” lanjutnya. Sebab, beberapa pejabat harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan posisi jabatan tertentu. “Bahkan, ada puluhan pejabat lain yang diharuskan menyerahkan sejumlah uang ke bupati sebelum yang bersangkutan dicokok. Karenanya, KPK harus mendalami apakah ini suap atau dugaan pemerasan dalam jabatan kepada calon pejabat di Pemkab Pemalang yang dilakukan Bupati Mukti Agung Wibowo,” ungkapnya. KPK juga harus mendalami kebijakan Bupati Pemalang yang mengeluarkan instruksi kepada para pegawainya untuk membeli beras dari PT AUKB. Lantaran, pengadaan berasnya diduga disuplai oleh ibu R yang merupakan orang tua dari Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo. Oleh karenanya, KKN ini harus dibongkar secara terang benderang oleh KPK dengan memeriksa ibu R. Selain itu perlu diperiksa kepala satuan kerja perangkat darah lainnya yang baru diangkat untuk mengetahui apakah pemberian uang tersebut adalah praktek suap atau pemerasan dalam jabatan oleh Bupati MAW. Bagaimana pun pemberantasan korupsi harus dilakukan secara konsisten oleh KPK dengan memburu para koruptor. “Semua ini bertujuan untuk memenuhi harapan masyarakat?” terangnya. (mth)

Mahasiswa Baru Diingatkan Agar Tidak Mudah Terpapar Radikalisme

Padang, FNN - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengingatkan mahasiswa baru yang akan mengikuti perkuliahan untuk tidak mudah terpapar dengan radikalisme.\"Mahasiswa baru harus berani dan mengharumkan nama kampus dengan tetap menjaga keutuhan NKRI,\" kata Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris di Padang, Selasa.Ia menyampaikan hal itu pada Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) dibingkai dalam rangkaian kegiatan Bimbingan Aktivitas Kampus dalam Tradisi Ilmiah (BAKTI) Mahasiswa Unand 2022 dengan Tema \"Tumbuhkan Rasa Kebangsaan dan Cinta Tanah Air Cegah Radikalisme dan Terorisme\".Menurut dia, hampir di setiap kampus ada kelompok pengajian yang menanamkan kebencian dan permusuhan, selalu menyalahkan kebijakan pemerintah, rektor, dan dekan dengan penafsiran keagamaan.\"Ini yang perlu diwaspadai agar tidak terbawa arus,\" kata dia.Ia mengingatkan ciri-ciri radikalisme di antaranya adalah menolak Pancasila. \"Padahal Pancasila merupakan ideologi negara yang dilahirkan pendiri bangsa dan tak boleh digantikan,\" kata dia.Kemudian ciri radikalisme lain, kata dia, adalah menolak NKRI dan sejak Indonesia diproklamasikan ada kelompok yang ingin menggantinya dengan negara agama.Oleh sebab itu, katanya, semua pihak berperan mempertahankan NKRI agar kelompok radikal tidak bisa mencuci otak para mahasiswa baru.Menurut dia, setiap tahun ajaran baru kelompok radikal menyebar di semua kampus untuk mengincar generasi muda.\"Berdasarkan berbagai penelitian, lebih separuh dari mereka yang terpapar radikalisme adalah generasi muda sehingga para mahasiswa baru perlu waspada,\" katanya.Ia mengingatkan para generasi muda melanjutkan perjuangan pendiri bangsa dengan belajar bersungguh-sungguh dengan semua disiplin keilmuan.Dia mengingatkan jangan dengan mudah menuding seseorang teroris dari pakaian. \"Tidak bisa dikatakan yang celana cingkrang atau pakai cadar teroris karena itu adalah pilihan pakaian,\" katanya.Sementara Rektor Unand Prof Yuliandri menyampaikan para mahasiswa baru 2022 adalah insan terbaik dari ketatnya persaingan sesama calon mahasiswa Universitas Andalas Tahun Akademik 2022/2023.Oleh karena itu, katanya, para mahasiswa harus bersyukur dengan serius menuntut ilmu dan merajut masa depan.Ia mengingatkan bahwa kebebasan yang ada di kampus adalah kebebasan akademik dan mimbar akademik, bukan kebebasan yang didefinisikan menurut pemikiran sendiri.\"Melalui pemahaman yang baik tentang hal tersebut, sebagai mahasiswa dapat meraih sukses dan keberhasilan dalam belajar dan berprestasi secara gemilang,\" kata dia. (Ida/ANTARA)

Rocky Gerung: Jujur Sebenarnya dari Tujuh Tahun Lalu, Kita Tidak Merdeka

Jakarta, FNN - Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi 16 Agustus 2022, harus membicarakan soal Sambo dan reformasi Polri. Apalagi dalam situasi menjelang 17 Agustus besok ini, semua lembaga dan atau pemimpin tinggi lembaga negara itu, KPK, Mahkamah Konstitusi, dan segala macam itu memberikan public address supaya rakyat paham bahwa mereka mengerti persoalan. Tetapi, dalam konteks yang normatif itu justru orang menuntut hal yang deskriptif, yaitu ada Sambo, ada keadaan ekonomi yang buruk, ada potensi perang, dan macam-macam. Demikian analisis pengamat politik Rocky Gerung dalam perbincangan dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 16 Agustus 2022. “Jadi kalau tidak ada isu strategis yang presiden pidatokan, orang anggap presiden tahu masalah tapi menyembunyikan juga, atau memang presiden tidak tahu masalah, sehingga selama kira-kira 2 tahun ini atau kalau mau jujur sebenarnya dari tujuh tahun lalu, kita tidak merdeka,\" paparnya. Berikut kutipan lengkap wawancaranya: Halo Bung Rocky, apa kabar ini tanggal 16 Agustus, sehari menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-77.  Dan hari ini Presiden Jokowi direncanakan akan menyampaikan seperti biasa tradisi tahunan. Pak SBY katanya ada di Malaysia sehingga tidak bisa hadir. Tapi banyak orang berharap sebenarnya ini momentum yang penting juga Pak Jokowi menyinggung soal dan peristiwa apa yang terjadi di kepolisian, karena ini luar biasa. Saya membaca sekarang ini sudah ada 63 orang anggota Polri yang diperiksa dan sekarang bertambah yang dikenakan sanksi etik, ada 36 orang. Kemarin kan hanya 31 orang, sekarang naik menjadi 36 orang. Jadi terus bertambah. Jadi menurut saya memang ada soal yang serius dan saya akan heran kalau Pak Jokowi tidak membicarakan soal itu. Ya, selalu ada hal yang disebut pidato yang normatif dan ada yang sebaliknya yaitu deskriptif. Artinya, mengungkapkan hal yang memang menjadi problem. Yang normatif tentu nyanyi Indonesia Raya, lalu mengingat jasa-jasa pahlawan, menyebutkan bahwa isi konstitusi itu memelihara perdamaian dunia, mencerdaskan bangsa, dan segala macam. Tetapi, dalam konteks yang normatif itu justru orang menuntut hal yang deskriptif, yaitu ada Sambo, ada keadaan ekonomi yang buruk, ada potensi perang, ada macam-macamlah. Nah,  kita mau tahu sebetulnya Pak Jokowi punya perspektif nggak dalam soal itu.  Jadi, sekali lagi, dalam soal perspektif, pemimpin itu diminta untuk memberi perspektif. Menteri-menterinya yang akan menerjemahkan secara teknis. Tetapi, selama kira-kira 2 tahun ini atau kalau mau jujur sebenarnya dari tujuh tahun lalu, kita tidak merdeka. Kita tidak merdeka karena masih ada penguasaan aset oleh segelintir orang. Kita tidak merdeka karena masih ada ketegangan sosial antara etnis. Kita tidak merdeka karena pers tetap hati-hati untuk membuat headline. Jadi itu yang mustinya didengar oleh publik melalui analisa perspektif dari Pak Jokowi. Kenapa? Kan nggak bisa Pak Jokowi bilang ya karena ada kelompok-kelompok yang tidak menginginkan NKRI. Lo itu Anda yang memimpin, kenapa ada kelompok yang tidak pro NKRI? Jangan-jangan kompak itu tidak menginginkan Anda sebetulnya. Jadi satu refleksi besar justru di dalam upaya kita untuk menyongsong hari depan dan menyongsong problem-problem perubahan politik di dunia itu. Kita mau dengar juga dari Pak Jokowi khusus tentang Sambo. Kan biasa saja kan? Presiden, justru di dalam forum yang bisa kasih public address yang lebih komprehensif, dia musti kasih sinyal bahwa kepolisian ada masalah besar. Bahwa Sambo hanyalah titik noda kecil dari problem yang maha dahsyat di kepolisian. Bahwa kekuasaan seringkali memanfaatkan aparat-aparat itu untuk memperlebar pengaruhnya. Bahwa nanti Pak Tito mungkin akan jadi Kepala Kepolisian karena ada usul supaya kepolisian ada di bawah Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin Pak Tito. Apa masalahnya nanti kalau Pak Tito yang jadi membawahi kepolisian, misalnya. Semua itu orang ingin dengar walaupun secara tidak perlu terang-terangan. Itu yang kita sebut perspektif. Perspektif itu samar-samar tetapi memberi semacam ketajaman pandangan, visi dari Presiden terhadap problem bangsa. Nah kita di FNN ingin dengarkan itu nanti di dalam pidato.  Ya mungkin nggak terdengar. Ya, oke. Ini kita kan selalu, meskipun kita membahas Sambo, tapi kita membahasnya dari persoalan etik. Dan saya kira ini ramai karena Pak Jokowi pidato di depan anggota DPR di tengah isu. Ada informasi yang belum belum dikonfirmasi bahwa Sambo ternyata kemarin melakukan operasi besar-besaran dari sisi dana. Yang jelas sudah terbukti itu ketika dia mencoba menyuap petugas LPSK, yaitu memberi dua amplop tebal, bahkan ada media yang menyebutkan tebalnya satu sentimeter, tergantung Dollar atau rupiah. Tetapi ditolak. Dan kemudian sekarang malah bergulir ke KPK. Kemudian IPW juga mengaku dia ada informasi bahwa dana mengalir ke DPR dan sebagainya. Ini kan bener-bener bahwa kita melihat Sambo itu betul-betul kita bisa gunakan untuk memotret apa sebenarnya yang terjadi di negara kita ini.  Betul, bahwa publik tahu ada aktivitas kepolisian, bahkan sampai beroperasi di Komisi III. Dan itu bukan karena kepolisiannya yang ingin intervensi karena memang diundang oleh Komisi III. Itu jadi pengetahuan umum bahwa Komisi III (sering) dengan kepolisian: dalam membuat regulasi, dalam memutuskan perkara; paling nggak ada sinyal dari Komisi III. Dan Komisi III isinya adalah tentu tidak semua anggota di situ. Itu Komisi yang paling strategis yang sangat dekat dengan kekuasaan karena anggota-anggotanya datang dari faksi-faksi pendukung Jokowi. Jadi sekaligus sebetulnya Presiden Jokowi bisa mengucapkan itu, semacam sinyal bahwa permainan uang itu memang juga berlangsung di parlemen. Dia harus buka itu supaya presiden dilihat oleh publik sebagai mengerti masalah. Jadi kalau tidak ada isu strategis yang presiden pidatokan, orang anggap presiden tahu masalah tapi menyembunyikan juga, atau memang presiden tidak tahu masalah. Jadi musti terlihat bahwa Presiden itu pidato hal yang deskriptif tadi itu, yang situasional. Itu sebetulnya intinya kenapa mungkin masih ada beberapa waktu presiden mengucapkan hal-hal itu di luar teks yang sudah pasti dibuatkan oleh timnya dan teks itu pasti hal-hal yang normatif saja. Nanti saya minta supaya kita bersabar karena krisis ekonomi dan ada peluang kita untuk memperoleh kembali pertumbuhan itu kalau ekspor komoditas kita membaik. Itu kan normatif kalau membaik. Padahal komoditas itu fluktuatif di dunia. Nanti korupsi harus saya pimpin ulang tuh, padahal ya di depan mata beredar lalu-lalang para koruptor. Jadi, sekali lagi point saya, atau cara pandang FNN adalah kita minta presiden perlihatkan bahwa dia paham suasana. Paham suasan artinya raise an issue isu-isu mutakhir. Ini yang akan membuat bangsa ini pulih lagi. Masih ada satu setengah tahun. Dan orang mungkin berpikir nanti kepolisian kalau di bawah Pak Tito bagaimana? Karena ada sekarang seolah-olah disebarkan survei apakah kepolisian di bawah presiden atau di bawah Menteri Dalam Negeri. Ya tentu Pak Tito merasa kalau di bawah saya, saya juga pernah jadi Kapolri. Tapi apa persepsi publik kalau survei itu kemudian dianggap sebagai ya memang diupayakan supaya kepolisian kembali ke wilayah istana melalui kepemimpinan Pak Tito. Kalau presiden ya nggak ada soal itu. Tetapi kan orang masih di lihat Pak Tito sebagai Kepala Kepolisian. Ini juga bisa jebakan pada Jenderal Tito sebagai Menteri Dalam Negeri. Jadi, hal-hal semacam ini harus diumpankan pada publik, diumpankan dengan baik supaya publik bereaksi. Itu intinya. Tetapi pers pasti akan bertanya pada Pak Presiden. Jadi biasakan juga Pak Presiden, setelah pidato jangan langsung pulang ke istana lalu makan tumpeng di situ. Berhenti sebentarlah di door stop supaya pers bisa bertanya karena ini situasi yang menegangkan, 36 pejabat di kepolisian terlibat. Itu artinya bahaya betul negara ini. Dan saya kira juga begini ya, KPK ini kan mendapat laporan soal adanya pemberian suap ke LPSK. Saya kira walaupun sekarang proses pidananya bergulir, tidak ada salahnya kalau kemudian KPK juga bergerak. Ini sebagai bentuk simbol moral. Saya kira memang ini soal serius ketika ada seorang pejabat kepolisian yang terlibat dalam perkara dan kemudian ingin menyuap lembaga negara yang lain. Memang, itu fungsi KPK juga fungsi proaktif untuk kasih sinyal etis itu. Dan nunggu laporan juga pasti laporan sampe juga ke KPK. Tapi satu keadaan yang agak darurat, KPK ambil inisiatif untuk bikin konferensi pers dan bahkan mendorong masyarakat untuk tambahkan pada kami bukti-bukti itu. Itu intinya. Demikian juga Mahkamah Konstitusi, ini ada soal yang lebih besar dari sekadar Sambo bahwa ini ada desain politik yang menyebabkan orang main uang dalam pemilu segala macem itu. Itu yang kita maksud dalam situasi menjelang 17 Agustus besok ini, semua lembaga dan atau pemimpin tinggi lembaga negara itu, KPK, Mahkamah Konstitusi, dan segala macam itu, kasih public address supaya rakyat paham bahwa mereka mengerti persoalan. Jadi, jangan MK bisanya cuma menunggu-nunggu orang lapor, Presiden Threshold terus dia jawab secara kaset rusak bahwa itu adalah open legal policy. Nanti KPK juga begitu, nanti kita nunggu perkembangan kasusnya. Itu ucapan normatif semua. Jadi ini pentingnya satu momen 77 tahun dan kita bercakap-cakap sebagai bangsa. Itu itunya. Oke. Memang kita dari kemarin selalu mengingatkan bahwa ini jadi momentum Sampo ini. Sambonya selalu kita sebut selesai, sudah selesai kasus pidananyalah. Nanti tinggal orang bicara soal motif, siapa lagi terlibat. Tetapi, fakta bahwa kemudian orang melihat seorang Sambo bisa mengatur sampai ke mana-mana. Kalau kita lihat kan dari 36 orang ini bermacam-macam, ada yang dari Provos yang tentu jelas banyak di bawah Sambo, ada Polda, ada Puslabfor, dan sebagainya. Ini betul-betul kita melihat jadi sistematis. Dan orang kemudian teringat loh ini sudah jadi well organized crime lembaga ini. Nah, itu yang sekarang dicurigai publik. Kalau dari pihak Sambo  mampu untuk secara percaya diri untuk menyogok, artinya memang sebelumnya banyak hal yang dia lakukan. Kan jalan pikirannya begitu. Jadi Pak Sambo mungkin menganggap ya itu mereka sudah tahu kok mentalnya. Karena itu, walaupun dia dalam keadaan terdesak secara kriminal, dia masih paham fungsi uang. Kan itu intinya. Mereka yang menolak itu oke saya tolak, ya mungkin saja dia nolak. Tapi sangat mungkin dulu aparat yang di sekitar mereka yang menolak juga pernah menerima. Kan Pak Sambo itu dia bikin proyeksi bahwa secara psikologis dia mengendalikan suasana melalui amplop-amplop satu cm tebalnya itu. Jadi ini sudah jadi kebiasaan sehingga aparat Pak Sambo merasa oh iya, itu memang grammar kita, SOP kita adalah itu, 1 cm amplop. Entah buat apa, entah buat siapa. Dan kebiasaan itu kemudian dianggap bakal efektif lagi sehingga dilakukan lagi cara yang sama. Nah, dalam kasus yang lain mungkin itu sukses, tapi karena ini kasus yang sudah jadi cause selebre, sudah diselebritikan sebagai kasus, lalu semua mulai seolah-olah mulai menahan diri. Oh, enggak, kami menolak. Padahal, sebetulnya sebelum kasus ini sangat mungkin tidak ada yang menolak amplop-amplop 1 cm itu kan. Apalagi 1,5 cm.  Iya, kan memang Pak Mahfud MD, misalnya, dia bercerita bahwa ketika peristiwa terjadi itu Pak Sambo nangis-nangis di depan Kompolnas, kemudian dia juga berusaha menghubungi sejumlah anggota DPR. Tapi kemudian banyak yang tidak bisa dikontak. Ada juga yang tidak diangkat teleponnya. Tapi artinya ini dia sudah mengerti sebenarnya jalur-jalur ke mana yang mesti dia mainkan gitu. Ya, itu sebagai sutradara dia ngerti pemain lakon yang dia kenal dulu itu si ini, yang bagian bagian ngurus lighting si itu. Jadi di luar kepala Pak Sambo tahu itu skenario yang harus dia mainkan, karena dia tahu orang-orang yang akan dia rekrut untuk mainkan skenario itu sudah paham siapa Sambo dan apa tim di belakangnya.  Tetapi, ini semua gejala yang tadi disebutkan, Presiden harus tahu sedetail itu bahwa konspirasi, kasak-kusuk, segala macam itu sudah jadi semacam mata pencaharian semua pejabat. Itu intinya tuh, dan itu yang musti presiden ucapkan. Tapi nanti juga ada orang yang berenang. Tapi kalau presiden ucapkan itu ya ucapkan juga potensi conflict of interest di dalam Pemilihan Walikota Solo, walikota Medan. Kan akhirnya orang akan tuntup sampai di situ. Begitu konsekuensinya. Karena itu seringkali FNN mengatakan etik itu akan menerobos semua hal. Kalau soal hukum yang mungkin itu tidak terkena pasal ini, tapi matahati etik rakyat itu nggak bisa dicegah melalui kacamata hitam yang dipasangkan pada semua orang. Tidak semua orang harus dipasangkan kacamata hitam sehingga melihat kegelapan doang. Selalu ada cahaya dari masyarakat sipil yang bikin orang atau bikin kekuasaan bahkan tiba-tiba karena sudah biasa pakai kacamata hitam, tiba-tiba bergelimpangan. Efek-efek dari penerangan ini yang harus membuat bangsa ini tumbuh. (ida, sof)

Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo Satu Paket Pembunuhan

Jakarta, FNN – Seiring berjalannya waktu, fakta baru dari keterlibatan Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat mulai terkuak. Kini Putri Candrawathi juga terseret dalam pusaran kasus itu karena hasil penyidikan dari barang bukti yang ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). Disebutkan Komnas HAM dalam rekaman CCTV yang diterima, mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terekam ngobrol dengan istrinya Putri Candrawathi selama 1 jam di rumah pribadinya, di Saguling, Jakarta.  Percakapan antara Sambo dan Putri itulah yang disebut memicu terjadinya tindakan keji untuk membunuh Brigadir Yoshua. Wartawan senior Forum News Network (FNN) Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (15/8/22) ikut mengomentari persoalaan tersebut. “Menurut saya, percakapan antara Sambo dan Putri itu bukan memicu, tetapi ikut mengantarkan terhadap terjadinya peristiwa eksekusi Brigadir Yoshua,” kata Agi. Agi menjelaskan sebelumnya Putri Candrawathi diposisikan sebagai korban yang hampir dilecehkan oleh Brigadir Yoshua dan dia membuat laporan palsu bahwa dia telah dilecehkan. Kemudian, Putri Candrawathi turut hadir ketika Ferdy Sambo menawarkan uang sebesar 1 miliar kepada Bharada E. Sebelumnya Bharada E telah mengaku bahwa dirinya dijanjikan uang dalam jumlah yang cukup besar untuk tutup mulut. Tak hanya Bharada E, dua orang lain yang berada di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo itu juga dijanjikan akan mendapatkan bagian yang cukup besar jika tetap bungkam. Hal tersebut disampaikan secara terbuka oleh mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara. Lalu, Putri Candrawathi juga melaporkan pelecehan tersebut kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Laporan ini seolah-olah dia sebagai korban, ini kan untuk memberatkan laporan yang pertama ke Polres itu tadi bahwa dia telah menerima pelecehan, setelah itu dia kemudian terguncang sehingga membutuhkan perlindungan, kemudian semua orang merasa kasihan kepada Ibu Putri,” ungkap Agi. Berdasarkan fakta tersebut, peran Putri Candrawathi ini cukup besar dalam kasus eksekusi Brigadir Yoshua ini, bukan hanya Ferdy Sambo saja.  “Ya ini bisa satu paket sama Sambo ya ibu Putri ini,” pungkas Hersubeno. (Lia)

Rumah Mewah Ferdy Sambo di Magelang DigeledahTim Bareskrim

Jakarta, FNN – Kasus jenderal polisi menembak mati ajudannya terus melahirkan episode baru. Kisahnya mirip sinetron yang mengundang rasa penasaran. Wartawan senior Forum News Network (FNN) Hersubeno Arief dan Agi Betha komentari rumah Irjen Ferdy Sambo di Kabupaten Magelang yang kini menjadi sorotan. Pasalnya, kejadian di rumah tersebut diduga awal penyebab Irjen Ferdy Sambo marah hingga merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. “Kejadian awal kan emang dikatakan di Magelang, hanya saja kejadian soal pelecehan seksual diskenario oleh Sambo terjadi di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta” kata Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (15/8/22). Tim kepolisian telah melakukan penyelidikan terkait kasus meninggalnya Brigadir Yoshua di Kabupaten Magelang, Senin (15/8/2022). Kabereskrim Komjen Agus Andrianto menyatakan pihaknya tidak bisa menghilangkan atau mengabaikan rangkaian peristiwa yang memang memperlihatkan bahwa Brigadir Yoshua bersama sejumlah pihak terkait bertolak dari Magelang ke Jakarta beberapa jam sebelum peristiwa pembunuhan terjadi. Tim datang dengan mengendarai 10 mobil yang terdiri dari tim Ditlabfor Polda Jateng, Inafis Polda Jateng, dan Polsek Mertoyudan. Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol. Iqbal Alqudusy, mengaku Polda Jateng dan Polres Magelang hanya sebatas mendampingi tim khusus Polri dalam melakukan penyelidikan di rumah Ferdy Sambo yang ada di Magelang. Seperti apa rumah Ferdy Sambo di Magelang? Rumah pribadi milik Sambo berlokasi di Residence Cempaka, Dusun Saragan, Desa Banyurojo, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Rumah Sambo itu memiliki dua lantai, bercorak kuning gading, sedangkan di bagian depan terdapat aksen berwarna coklat. Kisaran harga rumah di Cempaka Residence berkisar Rp 1,3 miliar. Menurut keterangan Ketua RT, Joko Sutarman, sebelum ditinggali Ferdy Sambo, rumah tersebut sempat ditinggali oleh mantan Kapolri Idham Aziz sewaktu anaknya bersekolah di SMA Taruna Nusantara, Idham kemudian pindah sekitar tahun 2017. Lebih lanjut, Hersubeno menyatakan bahwa rumah Sambo itu temasuk dalam kategori perumahan elite di Magelang dengan harga 1,3 miliar. “Tak heran banyak orang melongo melihat gaya hidup keluarga Sambo ini dengan jabatannya sebagai seorang Irjen yang kita mengetahui gajinya, tunjangannya, tetapi gaya hidupnya betul-betul mewah,” pungkasnya. (Lia)

Kasus Jenderal Bunuh Ajudan, Mahfud MD: Ahli Hukum Perlu Bimbingan Rohani, bukan Otak Saja

Jakarta, FNN - Kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Joshua Hutabarat atau Brigadir J masih menjadi sorotan publik. Berbagai asumsi dari masyarakat terus bermunculan hingga Polri mengumumkan para tersangka dan menyatakan tidak adanya pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J pada Putri Candrawathi..  Kasus yang bermula pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo itu kini menemukan titik terang. Dan seperti yang disampaikan oleh Mahfud MD selalu Menko Polhukam agar masyarakat percaya pada Polri dan terus mengawal berjalannya kasus.  \"Sebaiknya percaya kepada Polri akan segera membawa kasus ini ke kejaksaan dan sebaiknya kita kawal juga kejaksaan itu, mengerjakan ini dengan sebaik-baiknya,\" kata Mahfud dalam podcast  Close the Door yang digawangi oleh Deddy Corbuzier.  \"Dan saya harap pengadilan negeri  Jakarta Selatan, supaya hati nurani publik itu supaya diperhatikan sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Karena begini, kalau hukum itu bisa dibuat-buatlah, kalau nganggap ini tidak salah, ya cari saja satu pasal misalnya, nah ini ndak ada gitu, bisa,\" tambahnya dalam podcast yang berjudul Mahfud MD, TKP pun Dia Rekayasa!? Bongkar Habis Irjen Sambo VS Brigadir J dalam kanal YouTube Deddy Corbuzier pada 12 Agustus 2022. Mahfud juga mengatakan kalau industri hukum itu mudah dilakukan oleh orang yang ahli hukum. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa perlunya para ahli hukum dibimbing oleh nurani dan tidak hanya otak saja. Hal itu karena dapat terjadinya akal-akalan dalam menggunakan hukum atau pasal yang  sesuai dengan kebutuhannya, baik dalam membenarkan ataupun membantah.  Dan karena itu perlunya pengawalan dari masyarakat dalam menangani kasus ini. Bahkan Mahfud MD mengatakan perlunya pengawalan tersebut.  \"Justru kita membangun demokrasi. Demokrasi itu kan yang bagus, ditandai oleh kuatnya kontrol masyarakat, pers, seperti Anda. Lalu Civil society, ya yang banyak bersuara-suara itu, kadang kala jangan diabaikan. Ya, mungkin kita tidak sependapat dengan orang-orang civil society itu yang terlalu keras seperti siapa, misalnya usman hamid atau haris azhar. Saya sering tidak sependapat. Tapi negara butuh orang-orang yang seperti itu,\" ujarnya pada Deddy Corbuzier selalu host dalam podcast tersebut.  Mahfud pun meberikan penjelasan atas perkataannya itu, \"Karena Demokrasi itu harus ada keseimbangan dari masyarakatnya. Kalau cuma pemerintah sendiri lalu dipercaya sepenuhnya, ya bisa nyeleweng.\"  Dalam kesempatan tersebut, dirinya menjelaskan bahwa civil society merupakan bagian dari penguatan demokrasi. Bahkan dirinya membandingkan dengan era sebelumnya yang sangat rendah demokrasinya. Sehingga keaktifan masyarakat akan sangat membantu dalam memberikan usul yang masuk akal dan menghindari pembelokan skenario. (rac)

Untuk Mendampingi Bharada E Jalani Pemeriksaan, Pengacara Menghadirkan Psikolog

Jakarta, FNN - Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mendapat pendampingan psikolog saat menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, kata pengacara Bharada E, Ronny Talapessy.Ronny mengatakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menyatakan Bharada E tidak memiliki niat jahat (mens rea) dan tidak terlibat dalam rencana penembakan Brigadir J.\"Kan ada fakta yang jelas bahwa Bharada RE ini tidak ada niat, tidak dalam rencana, kan ada tekanan; makanya psikolog akan menjelaskan itu,\" kata Ronny.Dia mengatakan pihaknya telah meminta persetujuan dari penyidik untuk menghadirkan psikolog dalam mendampingi Bharada E.\"Kami kemarin meminta supaya hak-hak klien kami diberikan dan penyidik merespons; dan hari ini saya datangkan ahli psikologi untuk klien kami,\" tambahnya.Bharada E telah mengajukan diri sebagai saksi pelaku (justice collaborator) dan keterangannya mengungkap fakta sebenarnya yang terjadi di tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, Jakarta Selatan. Bharada E mengaku dirinya diperintah oleh Irjen Pol. Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.Peran Bharada E sebagai justice collaborator resmi mendapat perlindungan dari LPSK, namun belum diketahui bentuk perlindungannya. Terkait kondisi Bharada E, Ronny mengatakan saat ini kliennya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.\"Kondisinya sehat buat publik, kondisinya sehat, butuh dukungan dari rekan-rekan publik, rekan-rekan wartawan untuk mengawal ini; dan untuk ke publik tidak usah khawatir, Bharada RE sehat. Ini akan melanjutkan lagi BAP tambahan. Kami mohon dukungnnya,\" katanya.Sementara itu, menurut informasi yang beredar, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memeriksa Bharada E.Penyidik tim khusus Polri telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo, Jumat (8/7) lalu. Keempat tersangka itu adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Maruf alias KM.Keempat tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (Ida/ANTARA)

Isu Pergantian Kapolri di Tengah Kasus Sambo Menembak Mati Joshua

Jakarta, FNN -  Kasus Jenderal menembak mati ajudan terus bergulir. Tiap hari ada saja temuan dan tuntutan baru dari masyarakat. Teranyar, publik meminta presiden mengganti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. “Kalau kemudian sekarang istana berupaya untuk kasih sinyal bahwa akan ada semacam pergantian, tentu evaluasinya bukan pada Pak Tito lagi, tapi pada Pak Sigit,\" kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin, 15 Agustus 2022. Rocky menduga kedudukan Pak Sigit terlalu lemah berhadapan dengan senior-seniornya. Oleh karena itu reformasi di dalam kepolisian memungkinkan kita membayangkan satu sistem politik yang bersih bahkan pemilu yang adil nanti. Seperti apa analisisnya, ikuti wawancara lengkapnya berikut ini: Halo Bung Rocky, ketemu lagi kita dan ini awal pekan, masih persamboan. Ya, itu, peristiwa Sambo akhirnya terus-menerus masuk dalam upaya untuk memperlihatkan konflik di antara petinggi-petinggi Polri. Begitu itu dalilnya yang orang akhirnya lihat, sudah makin terbuka antar geng sebetulnya kalau pakai istilah para pengamat instan. Dan terlihat di situ bahwa soal Satgas Merah Putih itu tetap diincar. Dan kita tahu bahwa Pak Tito yang menginisiasi itu. Tentu kita ingat dulu Pak Tito itu perwira yang pinter dan dia mau melampaui semua birokrasi yang ada di kepolisian. Karena dia anggap bahwa ini yang tua-tua kadangkala  maksud awalnya bagus tapi  kemudian susah diterobos kalau melalui jalur-jalur formal. Itu kemudian Tito bikin Satgas itu. Kita paham perilaku itu, karena bagaimanapun dia musti bawa divisi dia sendiri kan. Maka orang-orang Densus pasti direkrut pertama yang memang orang-orang pinter itu di awal-awal itu. Karena kita tahu kan Densus dilatih di  Amerika, Australi segala macam. Jadi dari awal kita lihat ada semacam persaingan dan kecemburuan pada Tito. Tapi kemudian itu melebar jadi seolah-olah Densus atau Satgas Merah Putih beroperasi ke mana-mana. Itu yang sering kali musti kita periksa, karena itu beberapa waktu yang lalu kita minta ini diterangkan itu fungsinya apa sebetulnya. Dulu fungsinya  bagus untuk melakukan reformasi internal birokrasi di kepolisian yang udah tak berurat berakar  pada beberapa Jenderal senior dan yang muda ini tentu akan mengalami hambatan atau mengganggu kenikmatan para senior. Tapi sekali lagi, itu di masa lalu dan kemudian dia berlangsung. Ketika Pak Tito nggak ada di situ Satgas ini masih berlangsung dan masuk pada Pak Sigit yang orang anggap oke, ada Pak Sigit tapi kelihatannya kedudukan Pak Sigit terlalu lemah berhadapan dengan senior-seniornya. Itu saya kira awalnya begitu tuh. Kalau kemudian sekarang istana berupaya untuk kasih sinyal bahwa akan ada semacam pergantian, tentu evaluasinya bukan pada Pak Tito lagi, tapi pada Pak Sigit. Nah, di situ saya kira taruhan kita sekarang siapa yang potensial untuk menggantikan Pak Sigit, walaupun Pak Sigit tetap memegang kendali dalam kasus Sambo. Ini memang sudah arahnya ke situ. Kita sudah mulai bisik-bisik kemarin. Saya baca begini “ Jubir Pak Luhut membantah bahwa Pak Luhut memerintahkan Kabareskrim untuk membereskan kasus Brigadir J.” Oke dan ini katanya ini beritanya hoaks, dipotong-potong. Tetapi, ketika sudah masuk nyebut nama figur Pak Luhut, kita nggak bisa menafikan bahwa ini sudah mulai ada permainan gitu. Ada apa di balik itu? Kenapa? Karena kita tahu bahwa Pak Luhut ini kan walaupun jabatannya sebagai Menkomarves tapi kan kita tahu dia diberi tugas yang macem-macem yang di luar jabatan itu oleh Pak Jokowi sendiri. Jadi nggak salah kalau orang kemudian melihat ini figur yang paling powerfull dan ketika masuk wilayah Polri, apalagi kalau tidak urusannya dengan soal Kapolri. Ya, tentu saja secara formal Pak Luhut tidak terlibat dalam soal rekuritmen, tapi secara material hanya Pak Luhut yang mengerti secara lengkap peristiwa-peristiwa politik dan peristiwa ekonomi negeri ini. Itu nggak tidak bisa dipungkiri. Itu orang anggap kalau Pak Luhut perdana menteri. Ya memang faktanya begitu, karena menteri-menteri yang lain nggak bisa deliver sesuatu. Jadi itu hal yang biasa saja secara personal, Pak Luhut kemudian dipercaya oleh Pak Jokowi. Tetapi, yang jadi soal kalau juru bicara Pak Luhut membantah kelihatannya terlalu berlebihan. Itu juga susah nanti kan? Jadi proporsional saja kasih keterangan bahwa memang dengan sendirinya presiden pasti meminta peasihat seniornya, yaitu Pak Luhut. Kan itu fakta materialnya begitu dan itu melampaui jalur birokrasi. Itu biasa kan? Kan Presiden berhak untuk tetap tahu keadaan nggak harus lewat sidang kabinet. Ya orang yang dia paling deket saja kan. Dan Pak Luhut adalah orang yang setiap hari pasti courtesy call dengan Presiden. Itu standar. Orang berpikir ya ini pasti Pak Luhut lagi yang diturunkan. Ya sudah, ya mau diapain lagi kan, karena itu memang faktanya. Jadi, sekali lagi dilepas dari semua kasak-kusuk ini kita masih ingin melihat satu reformasi di dalam kepolisian yang basisnya adalah profesionalitas. Itu saja intinya. Supaya partai-partai politik juga dapat sinyal bahwa nggak usah lagi ngaco-ngaco kepolisian, biarkan kepolisian itu tumbuh sendiri dengan seluruh slogan Pak Sigit dengan presisi; Pak Tito dulu dengan percepatan reformasi internal, karena itu dibuat Satgas khusus semacam ini. Jadi semua peristiwa ini dalam upaya justru untuk reformasi kepolisian. Demikian juga kemarin KNPI mengajukan judicial review. Semua begitu dan pers juga begitu. Jadi ini adalah upaya untuk beres-beres dari dalam. Dan itu pentingnya yang dari luar itu sudah, amati saja, jangan terlalu banyak direcoki juga. Nanti kepolisian bingung juga nih apa yang mau dibenahi di dalam kalau masih ada yang ribut di luar. Tapi kita percayakan bahwa teman-teman di kepolisian mampu untuk mengurus dirinya sendiri. Punya temen-temen muda yang bahkan otaknya IQ-nya berlebih itu. Oke. Dan kita tahulah,  biasa dalam situasi seperti ini ada orang memancing di air keruh atau kalau tidak memancing air keruh, memancing di air bening pun juga biasa, karena persoalan bagaimanapun dengan posisi Pak Listyo Sigit yang angkatan muda ‘91 sementara di atasnya masih ada ’89 dan ’90 yang juga kalau pensiunnya masih lama banget kalau dihitung-hitung, kalau nggak salah tahun 2026 atau 2027. Jadi kan mau nggak mau mereka mentok. Jadi ketika ada situasi semacam ini wajar kalau mereka kemudian berusaha memanfaatkan situasi. Yang nggak wajar kan ketika mereka kasak-kusuk, lobi sana-sini, terutama dengan kekuatan politik dan kekuatan istana. Itu yang jadi masalah. Ya, itu pentingnya. Jadi kita pisahkan antara keinginan reformasi internal polisi dan keinginan dari luar yang justru ingin memanfaatkan situasi perubahan ini. Kan banyak yang ngincer, ini mustinya bagian gue ini di yang diajukan sebagai Kabareskrim baru, misalnya, atau Kapolri baru. Itu nggak boleh terjadi. Sementara itu, kita tetap ingin agar supaya Densus bekerja secara profesional, yang disebut teroris harus didefinisikan secara benar, soal pelanggaran hak asasi manusia harus diantisipasi segala macam. Demikian juga BNN segala macam itu. Jangan lagi jadi masuk dalam kasak-kusuk narkotik tapi sebetulnya orang merasa wadah yang pat gulipat di situ. Kan semua sinyal itu diketahui oleh publik dan publik sekarang berupaya oke, kita selesaikan semua karena ada momentum. Jadi momentum ini harus betul-betul jadi semacam refleksi batin yang radikal kepada semua lembaga yang ada di kepolisian. Jadi suatu waktu nanti, mungkin menjelang pemilu 2024, orang merasa oke pemilunya akan bersih karena kepolisian sudah direformasi berdasarkan prinsip-prinsip meritokrasi, prinsip profesional dan segala macam. Saya akhirnya jadi optimis Pemilu kalau polisinya direformasi. Kalau nggak bisa, sya udah kita balik lagi pada percepatan Pemilu, 2024 nggak usah ditunggu lama karena kesempatan juga untuk reformasi politik bersamaan dengan mereformasi kepolisian. Kan begitu kira-kira.  Saya kira satu, kalau kasus pembunuhan ini makin on the track lah. Kita sudah mulai lihat sudah ditentukan siapa tersangkanya, tinggal soal siapa pelaku penembakan utamanya. Saya kira nanti pelan-pelan akan terbuka. Kalau agenda kita sebenar ada dua, seperti yang Anda sebut, soal Satgasus itu harus diotopsi ulang karena kita lihat ini orang sudah mengait-ngaitkan dengan dana non-budgeter yang digunakan oleh lembaga ini. Ada soal perjudian, soal narkoba, dan sebagainya. Bahkan, kemudian kita jadi aneh lo kenapa tiba-tiba begitu habis Ferdy Sambo ditetapkan jadi tersangka kok di beberapa Polda dilakukan penggerebekan judi online. Kan gitu. Apakah ada kaitanya dengan soal ini. Itu satu. Yang kedua, saya kira yang fokus yang justru strategis ya tadi itu reformasi dari institusi Polri. Saya kira agenda itu sekarang yang jauh lebih serius dibanding persoalan pembunuhan. Karena soal pembunuhannya sudah ada yang menangani.  Ya, itu yang harus kita pisahkan sekarang. Soal peristiwa Pak Sambo, oke. Itu sudah lengkap kira-kira berkasnya, jadi itu sudah selesai. Tetapi, soal organisasi kepolisian ini masih ditunggu keterangan yang lebih resmi bahwa ada timeline, ada agenda, ada proposal baru dari kepolisian, dan perumusan itu tentu publik menginginkan ada autopsi terhadap yang lama dulu gitu. Dan nggak usah khawatir sebetulnya. Kan ini untuk betul-betul menginginkan perubahan dahsyat dalam kepolisian. Bagian-bagian yang buruk dihilangkan, bagian yang baik diperkuat. Kan tidak semua kerjaan Satgas merah putih itu buruk, justru banyak yang bagus sebetulnya. Tapi kemudian ada hal-hal yang bikin orang curiga justru. Demikian juga BNN. Oknum-oknum pasti ada yang bermain di situ dan dulu banyak pengakuan dari tersangka narkoba yang merasa sudah nyetor kok masih dibui. Dulu Haris Azhar buka semua itu habis-habisan. Dan data semacam ini di LSM banyak. Kan LSM juga punya kemampuan investigasi yang bahkan melampaui kepolisian karena ada raport lama antara LSM dengan pejabat-pejabat tertentu. Jadi ini satu paket yang betul-betul lengkap, reformasi di dalam kepolisian memungkinkan kita membayangkan satu sistem politik yang bersih bahkan pemilu yang adil nanti.  Itu intinya. Jadi, beri kesempatan pada perwira-perwira yang sedang menanjak bintangnya untuk mengajukan naskah akademis kira-kira reformasi, dan  pengetahuan-pengetahuan semacam itu datang dari mereka yang oke mereka mengerti politik, tapi nggak mau terlibat dalam politik, mengambil jarak dari partai-partai. Itu bagusnya beberapa perwira yang ada di situ. Saya mengucapkan ini karena saya pernah mengajar di Sespimti Polri; saya pernah mengajar di PTIK; saya pernah memberi sesion di Direktorat Intel Mabes Polri. Jadi saya cukup tahu keadaan di situ. Tentu nggak sedetail yang diketahui oleh mereka yang jadi staf khusus. (ida, sof)

Timsus Fokus Menyelesaikan Berkas Perkara Penembakan Brigadir J

Jakarta, FNN - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan tim yang dibentuk khusus oleh Kapolri untuk mengungkap kasus penembakan Brigadir J tengah fokus menyelesaikan berkas perkara supaya secepatnya dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU).“Timsus fokus penyelesaian berkas perkara untuk segera dapat dilimpahkan ke JPU,” kata Dedi saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.Dalam kasus ini, penyidik tim khusus telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal atau Bripka RR dan Kuat Maaruf atau KM (sopir/ART).Keempat tersangka dijerat pasal pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.Selain itu, tim inspektorat khusus (Itsus) juga telah menetapkan 31 orang personel Polri melanggar prosedur dalam menangani tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.Dari 31 orang tersebut, sebanyak 16 orang perwira Polri ditempatkan di tempat khusus, yakni enam orang di Patsus Provost Mabes Polri dan 10 orang di Patsus Mako Brimob, Kelapa Dua Depok.Anggota Polri yang terlibat pelanggaran prosedur penanganan TKP Duren Tiga juga diperiksa secara intensif terkait dugaan pelanggaran tindak pidana dalam upaya penghambatan penegakan hukum (obstraction of justice) seperti perusakan tempat kejadian perkara, pengaburan cerita, dan lainnya.Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan setelah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus Duren Tiga, Kejaksaan Agung menunjuk jaksa penuntut umum yang menangani perkara.“SPDP sudah masuk ke Jampidum dan sudah ditunjuk 30 JPU untuk menangani perkara tersebut,” kata Ketut, Jumat (12/8).Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo telah meminta tim khusus bekerja cepat, profesional, transparan dan akuntabel dalam menyelesaikan kasus Duren Tiga dengan pembuktian secara ilmiah atau scientific crime investigation yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.“Dan harapan kita semua kasus ini bisa segera tuntas dan segera kami limpahkan ke kejaksaan untuk segera bisa diproses sidang,” kata Sigit, Selasa (9/8). (Sof/ANTARA)