HUKUM

Dugaan "Obstruction of Justice" di TKP Duren Tiga, Dicek

Jakarta, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI akan mengecek langsung apakah ada indikasi atau dugaan upaya penghambatan penegakan hukum (obstruction of justice) di tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir J yakni di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.\"Agenda kami hari ini ke Duren Tiga, ke TKP untuk bersama-sama dengan Inafis dan Dokkes untuk mencek apa sebenarnya yang terjadi di sana,\" kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Senin.Sebab, kata Anam, dari awal perkembangan kasus kematian Brigadir J, cukup banyak perubahan. Oleh karena itu, Komnas HAM sebagai salah satu lembaga yang dilibatkan ingin memastikan langsung di TKP tewasnya Brigadir J.Hal tersebut dilakukan karena pada saat permintaan keterangan dengan Pusdokkes, tim siber dan uji balistik kuat dugaan terjadi obstruction of justice di TKP. \"Komnas HAM ingin melihat apakah salah satu poin-nya terjadi obstruction of justice di TKP,\" ujarnya.Ia mengatakan semua keterangan yang didapatkan dan relevan dengan di TKP, akan dicocokkan oleh Komnas HAM. Hal itu berguna untuk melihat apakah terjadi obstruction of justice atau tidak.Sebagai tambahan informasi, pengecekan indikasi obstruction of justice awalnya akan dilakukan oleh Komnas HAM pukul 10.30 WIB. Namun, karena adanya sesuatu hal, agenda tersebut diundur menjadi pukul 15.00 WIB.Selain Anam, Komisioner Beka Ulung Hapsara dan beberapa personel Komnas HAM lainnya akan datang langsung ke Komplek Polri Duren Tiga. Sementara, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik diketahui berhalangan hadir. (Sof/ANTARA)

Haikal Hasan Tidak Setuju Isu Terorisme Dikaitkan Agama

Jakarta, FNN. CO. ID -- Tokoh Betawi Babe Haikal Hasan menyatakan tidak setuju kalau isu terorisme dikaitkan dengan agama. Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan gerakan keagamaan. Babe juga kurang sependapat jika terorisme dihubungkan dengan sekolah agama dan pesantren. \"Tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan,\" kata Babe Haikal Hasan, yang juga dikenal sebagai da\'i. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (15/8/2022),  Haikal Hasan mengatakan dirinya merespon soal isu terorisme berkaitan dengan pernyataan Wakil Kapolri  Komjen Gatot Eddy Pramono. Wakapolri menyebutkan, memasuki tahun ajaran baru, dunia pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi harus meningkatkan kewaspadaan terhadap paham dan gerakan. Khususnya yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan legitimasi didasarkan pada pemahaman agama yang salah. \"Paham dan gerakan tersebut antara lain intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme,\" kata Gatot Eddy Pramono sebagaimana diberitakan media pada Jumat (12/8). Aksi Teror di Amerika Haikal Hasan menyatakan terkait isu terorisme ini ada baiknya masyarakat terutama pemerintah dan aparat penegak hukum memahami dulu soal global indeks. Global Terorrism Index dicetuskan oleh Instutite of economics and peace, yang didirikan oleh Steve Killelea. Pengusaha IT dan Riset asal Australia. Mereka mendata kejadian aksi terorisme selama kurun waktu setahun sejak 2021 yang dijadikan acuan dalam rilis berita itu. Berdasarkan Global Terrorism Index 2022 menyebutkan sepanjang 2021, terdapat 5.226 aksi terorisme di seluruh dunia, korban dunia mencapai 7.141 jiwa. \"Tapi benarkah pendidikan disusupi terorisme?. Lepas dari penilaian pak Gatot Edy Pramono, perlu diingat bahwa dalam kurun waktu setahun sejak 2021, aksi terorisme terbesar justru terjadi di Amerika Serikat,\" ujar Babe Haikal Hasan. Masih ingat seorang pria bersenjata berusia 18 tahun melepaskan tembakan pada tanggal 24 Mei 2022, di SD Robb, Uvalde, Texas. Kejadian tersebut menewaskan 19 orang, yang terdiri dari 18 anak-anak dan 1 guru. Bahkan di tahun 2021 terdapat 93 insiden penembakan atau aksi terorisme di sekolah Amerika Serikat, seperti dipaparkan Peggy G. Carr Komisioner NCES. \"Selama 2022, lebih dari 21.500 nyawa melayang akibat kekerasan bersenjata di seantero AS menurut data dari dari Gun Violence Archive,\" ungkap Babe Haikal. Jadi, lanjut Haikal, terkait isu terorisme masuk ke pendidikan, mari kita berkaca dari kasus-kasus di negara Amerika itu. Dalam pandangan Haikal, pendidikan di Indonesia adalah yang terbaik. Mengingat sistem yang dipakai adalah holistik. Menyeluruh. Dimana peran hubungan antara guru dan orang tua menjadi penting. Kontrol anak dilakukan di dalam dan di luar rumah. Kita sebagai orang tua bisa tau siapa teman mainnya, kemana dia seharian, dan itu tercatat oleh orang tua dan guru. \"Apalagi ke depan, saya mengusulkan untuk kembali menghidupkan mata pelajaran Moral seperti PMP dan Sejarah Bangsa seperti PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) jaman dulu. Anak-anak kita perlu tau jatidiri bangsa. Siapa latar orang tua mereka dulu, dan nilai moral seperti apa yamg melandasi berdirinya negara Indonesia. Ini penting dan sangat urgent,\" saran Haikal. Untuk itu sejak 2 tahun lalu, Babe Haikal dan beberapa teman mendirikan Majelis Keluarga Indonesia (MKI) . \"Kami yakin bahwa masalah Pendidikan Indonesia harus berangkat dari keluarga yamg kokoh dan bermoral. Itu upaya kami,\" katanya. (TG)

Nasib Putri Candrawathi di Ujung Tanduk

Jakarta, FNN - Wartawan senior Forum News Network (FNN) Hersubeno Arief mengatakan bahwa saat ini nasib Putri Candrawathi tengah berada di ujung tanduk. Selama ini statusnya sebagai korban ataupun saksi, namun kemungkinan besar statusnya dapat berubah menjadi seorang tersangka. “Putri akan menyusul suaminya yang terlebih dahulu menjadi tersangka sebagai dalang aktor intelektual pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat,” kata Hersubeno dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Minggu (14/8/22). Pasalnya, kata Hersubeno, tindakan Putri Candrawathi yang melaporkan Brigadir Yoshua terkait dugaan pelecehan seksual dan penodongan senjata merupakan tindakan obstruction of justice  atau menghalang-halangi proses hukum.  Menurutnya, dengan dihentikannya laporan pelecehan seksual tersebut membuat skenario Ferdy Sambo menjadi berantakan. “Walaupun mereka ini telah mencoba mengubahnya, memodifikasi, yakni TKP-nya, tempat kejadian perkara. Bukan lagi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, namun berubah menjadi di Magelang, Jawa Tengah,” ungkapnya. Apabila Inspektorat Khusus (Irsus) bisa membuktikan adanya tindakan obstruction of justice, maka Putri Candrawathi bisa dijerat Pasal 221 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. \"Selain obstruction of justice, juga tidak tertutup kemungkinan bisa dikenakan pidana yang lebih berat, yakni terlibat dalam pembunuhan berencana seperti yang diterapkan kepada Brigadir Ricky Rizal dan Kuwat Maruf,\" ucapnya.  Brigadir Ricky Rizal dan Kuwat Maruf telah ditetapkan tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua. Keduanya dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP terkait Pembunuhan Berencana.  Dengan adanya sidik jari Putri di TKP pembunuhan Brigadir Yoshua, maka istri Ferdy Sambo itu bisa dipastikan berada di lokasi dan mengetahui insiden itu. “Pertanyaannya, kalau dia mengetahui, alih-alih melaporkan (pembunuhan), dia malah melaporkan adanya tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Yosua,” pungkas Hersubeno Arief. (Lia)

Telusuri Pemicu Penembakan Brigadir J, Timsus Polri ke Magelang

Jakarta, FNN - Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol. Agus Andrianto menyebutkan, penyidik tim khusus Polri berangkat ke Magelang untuk menelusuri peristiwa yang sebenarnya terjadi hingga memicu kemarahan Ferdy Sambo dan merencanakan pembunuhan atau penembakan terhadap Brigadir J.“Tim sedang ke Magelang untuk menelusuri kejadian di sana secara utuh kejadian bisa tergambar,” ujar Agus kepada wartawan di Jakarta, Minggu.Menurut Agus, penelusuran ini untuk mengetahui faktor pemicu penembakan terhadap Brigadir J sebagaimana yang diungkapkan Irjen Pol. Ferdy Sambo saat diperiksa sebagai tersangka di Mako Brimob Polri, pada Kamis (11/8) lalu, bahwa dirinya marah setelah mendapat laporan dari istrinya Putri Candrawathi.   “Faktor pemicu kejadian sebagaimana diungkapkan Pak FS,” ujarnya. Penyidik, kata dia, akan mengumpulkan barang bukti yang dibutuhkan untuk dalam penyidikan kasus tersebut.Sebagaimana diketahui, karena sebelum penembakan terjadi di tempat kejadian perkara (TKP) rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan, Jumat (8/7), para tersangka, saksi dan juga korban baru pulang perjalanan dari Magelang.Ferdy Sambo dalam berita acara pemeriksaannya (BAP) mengaku marah dan emosi setelah mendapatkan laporan dari istrinya, karena mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang oleh Brigadir J.“Rangkaian peristiwanya begitu kan enggak bisa kami hilangkan. Yang pasti apa yang terjadi ya Allah SWT, almarhum dan Ibu PC. Kalaupun Pak FS dan saksi-saksi lainnya seperti Kuat, Ricky, Susi dan Richard hanya bisa menjelaskan sepengetahuan mereka,” kata Agus menerangkan.Dalam penelusuran ke Magelang ini, kata Agus, penyidik tidak menyertakan Putri Candrawathi. Namun, penyidikan menjadikan keterangan Putri sebagai dasar dalam proses penyiidkan.“Kami juga mendasari keterangan yang bersangkutan (Putri) juga dalam proses penyidikan yang kami lakukan,” ujarnya.Dalam kasus ini, peristiwa dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi dengan terlapor Brigadir J telah dihentikan laporannya, pada Jumat (12/8) usai gelar perkara, karena tidak terjadi peristiwa pidana tersebut. Termasuk juga laporan dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada E oleh Brigadir J, dihentikan.Agus menambahkan, tim khusus Polri secepatnya untuk menuntaskan kasus penembakan terhadap Brigadir J sesuai arahan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. “Semoga segera bisa dituntaskan,” kata Agus.Penyidik tim khusus Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo yang terjadi Jumat (8/7) lalu. Keempat tersangka adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf alias KM.Keempat tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (Ida/ANTARA)

Penetapan Ferdy Sambo sebagai Tersangka Merupakan Upaya Kapolri Perbaiki Citra Polri

Jakarta, FNN - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Moh Ali Irvan mengatakan penetapan Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai tersangka merupakan upaya Kapolri untuk memperbaiki citra Polri.Dosen Komunikasi UIN Jakarta, Moh. Ali Irvan mengapresiasi langkah Kapolri yang menetapkan Irjen Ferdy sambo sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir J.\"itu merupakan upaya Kapolri untuk mengembalikan citra kepolisian dan kepercayaan publik,\" katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.Pakar Komunikasi itu menegaskan kasus Brigadir J bukan hanya kasus penembakan, tetapi ada upaya menutup-nutupi hingga merekayasa kasus yang dilakukan oleh oknum internal kepolisian.Menurut Ali, untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dengan mengusut tuntas upaya rekayasa yang dilakukan oleh kelompok kepolisian pada kasus penembakan Brigadir J.\"Kapolri jangan ragu untuk menuntaskan kasus ini. Tindak tegas jika ada oknum di kepolisian yang mencoba menhambat pengungkapan kasus ini,\" katanya menegaskan.Ali Irvan yang merupakan Ketua Harian Ikatan Keluarga Alumni UIN (IKALUIN) Jakarta juga menyoroti dugaan adanya manuver dari oknum petinggi Polri untuk sengaja memperlambat penyelesaian kasus Brigadir J ini.Dalam hal ini, Ali meminta kepada Kabareskrim yang secara khusus bertindak dalam penanganan kasus ini untuk segera menuntaskan kasus ini agar bisa segera dibawa ke pengadilan.\"Kabareskrim jangan main-main. Jutaan rakyat menunggu babak akhir dari kasus ini. Jangan berlarut-larut seperti sinetron,\" katanya.Sebelumnya, Tim Khusus Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan sangkaan pembunuhan berencana, keempatnya terancam dengan pidana maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa malam, menyebutkan keempat tersangka adalah Bharada Dua Polri Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka R, Kuat, dan Irjen Pol. Ferdy Sambo.“Berdasarkan hasil pemeriksaan keempat tersangka, menurut perannya masing-masing, penyidik menetapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Agus. (Ida/ANTARA)

Rocky Gerung: People Power Itu Bukan Orang Berkerumun Menjatuhkan Kekuasaan

Jakarta, FNN -  People power itu bukan orang berkerumun untuk menjatuhkan kekuasaan, tapi ada ide untuk menghasilkan kepemimpinan baru, ada ide untuk menghasilkan keadilan baru, yang sekarang keadilan itu transaksi blackmarket saja, black market of justice. Dan kepolisian itu selalu disorot dalam kerangka itu, ada black market di situ. Jadi bersihkan itu supaya betul-betul tokoh-tokoh yang muda sekarang atau ada generasi pemimpin baru di kepolisian, lepas dari stigma black market of justice.  Demikian paparan pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Ahad, 14 Agustus 2022.  Rocky juga menegaskan bahwa sejarah itu kadangkala tiba berdasarkan formulasi-formulasi yang tidak terduga. “Sekarang kita dapat satu momentum untuk betul-betul yang disebut sebagai polisi itu adalah pelayan publik, pelayan masyarakat, dan harus diterangkan bahwa polisi itu adalah sipil yang dipersenjatai,\" paparnya. Publik sekarang bahkan keinginan untuk cepat-cepat melihat hasil reformasi kepolisian itu yang harus didahulukan daripada putar-putar soal Sambo yang memang sudah ada proses hukumnya. “Jadi opini yang digiring ke satu isu dan isu itu betul-betul masuk dalam batin publik itu enggak mungkin dicegah,\' tegasnya. Berikut wawancara lengkapnya: Hersu: Oke, walaupun akhir pekan termyata kita tetap membahas topik Ferdy Sambo dan istrinya yang makin seru. Tapi, kita tidak akan masuk ke detil persoalan kriminalnya atau pidananya, tetapi impact-nya.  Nah, ini saya membaca KNPI katanya berencana akan mengajukan gugatan judicial review Undang-undang Kepolisian karena mereka melihat bahwa ini dampak dari undang-undang kepolisian yang begitu powerful. Kira-kira begitu. Dan ini juga ada teman kita yang menulis sebuah artikel Gede Sriana. Dia mengingatkan publik bahwa ternyata kalau publik bersatu, tidak terpecah dalam kelompok kadrun dan cebong, agenda-agenda yang lebih serius bisa selesai kita kawal, termasuk bagaimana kasus ini terbongkar karena menyatunya civil society. Saya kira ini topik yang menarik dan perlu kita dalami soal ini. RG: Betul, akhirnya orang berdiri pada kecemasan terhadap keadaan institusi-institusi reformasi kita: kepolisian, DPR, Mahkamah Konstitusi, KPK. Jadi, betul suatu pengamatan yang bagus dari Gede Sriana bahwa ada hal yang sebetulnya bisa diucapkan ulang, yaitu reformasi seluruh institusi. Itu intinya. Hal yang bagus dimulai dari kepolisian, supaya DPR juga mereformasi cara dia berpikir, MK begitu, KPK juga begitu. Semua reputasi yang kita buat dulu di awal reformasi, itu dimaksudkan untuk membuat bangsa ini teduh secara politik, supaya bisa menghasilkan kembali pertumbuhan ekonomi. Kalau dulu Pak Harto melakukan stabilisasi dan itu artinya ada kekuatan militer di belakang proses pembangunanisme develomentalisme pada waktu. Sekarang dalam era demokrasi mustinya institusi-institusi yang berfungsi, bukan lagi stabilisasi. Pak Jokowi seringkali juga agak kacau menganggap bahwa stabilitas penting. Bukan stabilitasnya yang penting, tapi profesionalitas dari institusi-institusi itu. Ini intinya kenapa KPK bagus, dia mendorong untuk reformasi dan rakyat memang melihat bahwa ini momentum untuk ya sudahlah soal pemilu gampanglah itu. Tetapi, kalau pemilu sendiri dilakukan dan dikawal oleh institusi-institusi yang rapuh itu artinya demokrasi tidak akan tumbuh. Bayangkan misalnya kita mau pemilu satu setengah tahun lagi dan kepolisian masih berantakan semacam ini, KPK masih mudah tebang pilih, Mahkamah Konstitusi tidak paham fungsi konstitusional yang diberikan pada dia, yaitu judicial activism. Jadi kalau Pemilu dibuat 2024 nanti dalam keadaan institusi-institusi demokrasi kita rapuh, itu akan menghasilkan juga pemimpin yang juga rapuh. Itu poinnya. Jadi kalau kita berpikir secara makroskopik, kita dapat poin bahwa ini adalah momentum yang disediakan sejarah untuk mengubah kembali atau menata ulang institusi-institusi utama dari demokrasi kita.  Hersu: Nah, kan kita tahu bahwa penataan ulang dari institusi-institusi kita itu berkaitan sebenarnya power game. Ini politisi, kita teringat dulu pada masa orde baru bagaimana TNI itu ditarik ke ranah politik itu sebenarnya karena kepentingan dari politisi, dalam hal ini tentu saja Pak Harto, ada faktor yang sering disebut oleh Doktor Salim Said sebagai faktor push dan pull, faktor daya tarik dan daya dorong internal TNI (ABRI waktu) untuk terlibat dalam day to day politik. Nah sekarang polisi juga begitu. Apa yang terjadi ini kita melihat bahwa oke kepolisian juga ditarik-tarik ke ranah politik dan ini juga mainan dari para politisi gitu. RG: Ya, itu tadi satu paket itu mereformasi kultur politik kita. Di zaman orde baru itu memang ada semangat dunia yang disebut developmentalism yang pasti menyeret tentara. Karena pada waktu itu pasca-komunisme tahun 60-an atau 70-an bahkan di tahun 70-an masih ada khmer merah segala macam sehingga ada kekhawatiran bahwa kalau tidak stabil negara-negara di Asia Tenggara itu bisa diatur pada domino efek dari komunisme di Asia Selatan. Tapi kemudian kita masuk dalam era yang betul-betul menganggap bahwa perselisihan ideologi selesai maka diperlukan reformasi. Pak Harto tentu tahu bahwa keadaan sudah berubah. Dan karena itu dia nggak paksa lagi untuk meneruskan jabatannya. Jadi memang sejarah itu kadangkala tiba berdasarkan formulasi-formulasi yang tidak terduga. Ini juga tidak terduga ada kasus Pak Sambo, lalu orang bongkar semua soal yang menyangkut kekacauan dalam institusi kepolisian. Tapi saya tahu ada banyak perwira yang betul-betul profesional, hanya mau belajar dan memahami kepolisian sebagai institusi yang membanggakan mereka. Mereka ini justru yang bisa dipromosikan. Kan nanti kita kesulitan juga kalau kita bubarkan semuanya terus siapa nantinya yang mengatasi kekacauan. Jadi mulai dari sekarang, mungkin Pak Listyo bikin semacam panitia pemantau potensi atau sebut saja reformasi jilid dua lembaga kepolisian. Nah itu memang mulai dari merevisi atau mereformasi minimal undang-undang tentang kepolisian. Tapi, setelah itu kemudian mental dari para politisi juga harus direformasi yang berupaya untuk memanfaatkan kepolisian sebagai peralatan politik. Itu buruknya. Kita masuk pada ide baru bahwa kesempatan ini justru memungkinkan perseberangan ideologi antara Kadrun dan Cebong bisa dihentikan supaya kita fokus pada penguatan institusi. Tetapi, saya masih melihat beberapa kecenderungan untuk favoritisme pada satu kelompok di dalam kepolisian dan itu beberapa potensi yang sebetulnya harus dihasilkan ulang itu kemudian tercegah oleh dari kelompok-kelompok ini, kelompok masyarakat sipil terutama, yang seolah-olah kehilangan akses pada kepolisian. Pada kita memang ingin supaya kepolisian itu tidak punya akses ke mana-mana selain yang berurusan dengan ketertiban. Jadi itu masyarakat sipil tidak boleh juga numpang pada kepolisian, apalagi masyarakat politik supaya betul-betul polisi itu tampil secara profesional. Itu pooinnya.  Hersu: Iya. Kalau kita belajar dari reformasi atau waktu itu disebutnya TNI atau ABRI, itu waktu back to basic. Itu kan juga ada faktor push dan pull. Faktor publik juga ada keinginan agar TNI tidak lagi menjadi alat kekuasaan dari penguasa dan juga tidak terlibat dalam day to day politik. Dari internal TNI kita kenal orang-orang seperti SBY, Agus Wijoyo, Agus Wirahadikusumah, dan teman-teman yang lain. Itu mereka yang terwesternisasi dan mereka melihat bahwa memang praktik-praktik dalam dunia demokrasi itu under skip in control. Dan tadi Anda melihat bahwa potensi yang sama juga ada di dalam kepolisian. RG:  Iya betul kita ingat pada waktu itu menemukan istilah back to basic saja itu supaya nggak ada back to barrak, kembali ke barak itu artinya seolah-olah tentara nggak punya fungsi lain selain pertahanan. Indonesia punya sejarah lain, yaitu tentara perjuangan, tentara rakyat. Karena itu dipilihlah kembali ke basic, bukan kembali ke barak. Kalau kembali ke barak itu betul-betul profesional tentara Amerika, tentara Barat. Jadi kita mau ingat kembali demikian juga soal kepolisian. Kepolisian itu dibentuk dalam upaya menggantikan polisi-polisi Belanda yang juga beroperasi mengintai rakyat secara polisional. Jadim betul bahwa reformasi TNI sudah berhasil dan di ujungnya masih ada semacam upaya partai politik untuk mempunyai akses pada beberapa tokoh TNI dalam pertandingan atau persaingan untuk jadi Panglima, demikian juga di kepolisian. Jadi, sekarang kita dapat satu momentum untuk betul-betul yang disebut sebagai polisi itu adalah pelayan publik, pelayan masyarakat, dan harus diterangkan bahwa polisi itu adalah sipil yang dipersenjatai. Jadi dasarnya dia adalah sipil. Bukan karena senjata maka orang takut, justru karena dia sipil orang hormati, orang hargai, maka diberi dia senjata. Kan itu dasarnya. Beda dengan tentara yang betul-betul peralatan utama dia adalah senjata. Polisi peralatan utamanya bukan senjata, tetapi bahasa. Itu bedanya. Kalau bahasa polisi sekarang mengancam atau seringkali terlihat arogan, itu juga bukan fungsi yang betul. Kita tahu bahwa beberapa sebut saja satu generasi di dalam yang berupaya untuk mengembalikan polisi pada citra yang sipil, tapi sekaligus berwibawa. Nah, kewibawaan itu yang diminta oleh publik, bukan polisi memperlengkapi senjatanya. Ada section-section khusus pada kepolisian yang memang harus kita persenjatai lengkap, tapi secara umum institusi itu institusi sipil.     Hersu: Nah, jadi ini sekarang kita dorong KNPI untuk menguji materi ke Mahkamah Konstitusi. Pertanyaannya, nanti orang skeptis lagi terhadap MK.  RG: Nah, itu bercampur semua. Kita minta Mahkamah Konstitusi untuk membuka pikirannya dan ada problem yang macam-macam, tapi justru kita lagi nggak percaya sama MK. Jadi, keadaan kita ada di dalam dilema itu. Tetapi dilema itu bisa kita atasi kalau ada kesepakatan masyarakat sipil untuk mendorong terus proses ini. Maka kalau Mahkamah Konstitusi mau keras kepala itu akan dianggap sebagai mahkamah dungu kalau nggak mau memperhatikan pikiran publik karena publik sekarang bahkan keinginan untuk cepat-cepat melihat hasil reformasi kepolisian itu yang harus didahulukan daripada putar-putar soal Sambo yang memang sudah ada proses hukumnya.  Hersu: Iya. Dan ini kita juga diingatkan betapa dahsyatnya potensi people power. Sebenarnya fenomena yang terjadi pada Ferdy Sambo ini sebetulnya fenomena people power juga. RG:  Ya, betul itu. Jadi opini yang digiring ke satu isu dan isu itu betul-betul masuk dalam batin publik itu enggak mungkin dicegah. Itu poinnya. Juga kemarin buruh. Buruh kemarin juga ada yang mengakui bahwa nggak akan terjadi ternyata Saudara Jumhur itu bisa memimpin mungkin sampai satu juta buruh karena di daerah-daerah juga ada gerakan. Jadi yang kita sebut sebagai people power itu datang dari kesepakatan batin rakyat. Dari cara ide diucapkan dalam bentuk protes, bukan menggiring manusia sebagai massa, tapi massa itu di dalamnya ada ide. Nah, people power itu bukan orang berkerumun untuk menjatuhkan kekuasaan, tapi ada ide untuk menghasilkan kepemimpinan baru, ada ide untuk menghasilkan keadilan baru, yang sekarang keadilan itu transaksi blackmarket saja, black market of justice. Dan kepolisian itu selalu disorot dalam kerangka itu, ada black market di situ. Jadi bersihkan itu supaya betul-betul tokoh-tokoh yang muda sekarang atau ada generasi pemimpin baru di kepolisian, lepas dari stigma black market of justice. (ida, sof)

Kasus Jenderal Bunuh Ajudan, Perlawanan Balik Genk Sambo Dipatahkan Timsus Polri

Jakarta, FNN - Irjen Ferdy Sambo bersama genknya mencoba terus meyakinkan publik melalui surat terbuka yang dibacakan pengacaranya Arman Anis terkait isu pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah  Yoshua Hutarabat terhadap istrinya Putri Chandrawathi. Persoalaan pelecehan seksual tetap dicoba dihidupkan dalam pengakuan Ferdy Sambo ketika diperiksa pertama kalinya oleh Timsus dalam status sebagai tersangka. Namun melihat perkembangan saat ini, skenario permainan yang dilakukan Ferdy Sambo dan genk dipatahkan oleh Tim Khusus (Timsus) bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Timsus telah mematahkan perlawanan balik yang dilakukan oleh genk Ferdy Sambo. Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi pada Jumat malam mengumumkan dua laporan terhadap Brigadir Yoshua dihentikan. Penghentian laporan tersebut dilakukan lantaran tidak adanya unsur pidana dalam laporan itu. Pasalnya, laporan itu tidak benar terjadi adanya terhadap sang istri Ferdy Sambo. Timsus tidak main-main, kedua laporan tersebut masuk dalam bagian obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua.  Laporan pertama soal pelecehan seksual yang dilayangkan oleh Putri Candrawathi, sementara laporan kedua terkait percobaan pembunuhan terhadap Bharada E yang dilayangkan oleh Briptu Martin G. “Dengan dihentikannya kedua laporan tersebut, maka skenario permainan yang dilakukan oleh genk Ferdy Sambo dipatahkan bahkan ini hancur lebur,” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Sabtu (13/8/22) di Jakarta. Semula kedua laporan tersebut ditangani oleh Polda Metro Jaya, namun dengan alasan efektivitas semua ditarik ke Mabes Polri dan ditangani oleh Timsus bersamaan dengan laporan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua. Kini publik tentu bertanya-tanya, motif apa yang sebenarnya terjadi, tampaknya publik akan terus menduga-duga dan bersabar sampai pengadilan digelar. (Lia)

LQ Indonesia Lawfirm Polisikan Franky dan Mukhtar Widjaja Atas Dugaan Pencucian Uang dan Penggelapan

Jakarta, FNN – Setelah dua kali somasi tidak digubris oleh PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART), didampingi LQ Indonesia Lawfirm, Freddy Widjaja melaporkan Franky Oesman Widjaja dan Mukhtar Widjaja selaku Komisaris dan Pengendali PT SMART Tbk ke Bareskrim atas dugaan Pasal 372 jo 374 dan/atau TPPU atas saham milik Eka Tjipta Widjaja yang diduga digelapkan Franky dan Mukhtar Widjaja dengan LP No 287/VIII/2022/ BARESKRIM tanggal 8 Agustus 2022. Arwinsyah Putra Napitu, SH selaku kuasa hukum dari LQ Indonesia Lawfirm menyampaikan saham milik Eka Tjipta diduga digelapkan. “Saham milik Bapak Eka Tjipta diduga digelapkan, padahal para terlapor tahu bahwa saham adalah milik Eka Tjipta berdasarkan Akta Notaris yang dibuat oleh Notaris Benny Kristianto, SH. Namun, dengan sengaja dan niat memiliki dikuasai dan diakui sepenuhnya menjadi milik para terlapor,” jelasnya, Senin (8/8/2022). Putra menambahkan bahwa Sinarmas secara melawan hukum membuat skema mengunakan cangkang-cangkang perusahaan offshore di luar negeri, dengan maksud selain untuk mengambil hak milik Freddy Widjaja, menipu juga dan menggelapkan uang dan hak negara atas pajak. “Diduga kerugian materiil pak Freddy atas saham yang digelapkan senilai 1 triliun rupiah dan kerugian pajak negara Indonesia sekitar 40 triliun rupiah,” ungkapnya. Freddy Widjaja dalam pers release-nya di depan Mabes Polri menyampaikan kekecewaannya terhadap perilaku saudara tirinya yang ternyata dalam proses hukum masalah warisan, menggunakan bukti akta lahir palsu yang menghasilkan KTP/identitas palsu di pengadilan. “Saya mohon keberanian Polri untuk mengusut kasus yang saya laporkan ini. Apakah Polisi berani menegakkan hukum atau malah takut kepada oknum yang melawan hukum?” lanjutnya. Freddy sebelumnya menghubungi Hotline LQ di 0817-9999-489 (Jakarta) dan 0818-0454-4489 (Surabaya) dan meminta pendampingan hukum. Freddy Widjaja juga telah melaporkan Indra Widjaja dan Frangky Oesman Widjaja atas dugaan pemalsuan akta lahir yang digunakan untuk klaim hak waris dari Eka Tjipta Widjaja yang sudah memasuki proses penyelidikan di Bareskrim Tipidum Mabes Polri. “Info yang kami dapatkan dari penyidik, para terlapor mengakui mengunakan akta palsu tersebut, namun ayahnya yang memberikan akta palsu tersebut. Almarhum bapak yang malah dijadikan kambing hitam oleh anak-anaknya tersebut,” ujarnya. “Polisi sudah mendapatkan pengakuan dari para pelaku seharusnya berani langsung tangkap dan tahan para pelaku kejahatan. Jangan ragu dan jangan takut menegakkan hukum,” harap Arwinsyah Putra Napitu. (mth/*)

Ferdy Sambo Tuduh Brigadir Yoshua Lukai Harkat dan Martabat Putri di Magelang

Jakarta, FNN - Cerita misterius pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat di kediaman Irjen Ferdy Sambo telah bergulir selama satu bulan lebih. Kini kisah kusut itu mulai terurai. Kepingan puzzle kasus kematian Brigadir Yoshua sedikit mulai tersusun. Penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka dilakukan Kapolri pada Selasa malam lalu, 9 Agustus 2022. “Sebagai informasi pada hari Rabu (8/8/22) itu pertama kalinya Ferdy Sambo diperiksa dengan statusnya sebagai tersangka, kalau kemarin kan dia hanya sebagai pelanggar kode etik saja,” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam perbincangan dapur redaksi bersama Agi Betha di kanal YouTube Off The Record FNN, Jumat (12/8/22) di Jakarta. Berdasarkan hasil penyelidikan awal, Ferdy Sambo mengaku merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Yoshua. Sambo berdalih dirinya marah karena Brigadir melukai harkat dan martabat isrtinya, Putri Candrawathi, saat berada di Magelang. Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengungkapkan Ferdy Sambo mengetahui adanya dugaan pelecehan tersebut berdasar pengaku istrinya.  \"Dalam keterangannya tersangka FS (Ferdy Sambo) mengatakan, bahwa dirinya menjadi marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya PC (Putri Candrawathi) yang mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang yang dilakukan almarhum Yosua,\" kata Andi dalam konferensi pers di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (11/8/22). Atas hal itu, selanjutnya Sambo mengajak Brigadir RR alias Ricky Rizal dan Bharada E alias Richard Eliezer untuk melakukan pembunuhan berencana.  Namun, Andi belum menjawab dengan tegas, apakah Sambo memerintahkan Bharada E dan Brigadir RR untuk menembak Brigadir Yoshua. Meski demikian, motif pembunuhan tersebut baru sekedar pengakuan Sambo saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka untuk pertama kalinya di Mako Brimob. “Jadi begini rekan-rekan, pengakuan tersangka kan kita tahu semua ya. Syukur ini tersangka bunyi. Kalau engga ngomong sekalipun tidak ada masalah. Kita sudah punya alat bukti untuk memberikan sangkaan terhadap yang bersangkutan dan siap untuk kita bawa ke pengadilan,” kata Andi Rian. Mencermati hal itu, Hersubeno menyampaikan kepada publik untuk underline pengakuan itu dari tersangka yang disampaikan oleh penyidik. “Ini tetap saja kita harus underline bahwa itu pengakuan dari tersangka yang disampaikan oleh penyidik, jangan seperti pak Benny Mamoto yang mengatakan Bharada E jago tembak, dia tidak memberikan kontribusi bahwa itu klaim atau penjelesan,” ujarnya. Lebih lanjut, Agi juga mengatakan bahwa persoalaan ini nanti akan menjadi sebuah pengadilan yang seru sekali, “Ya nanti di sana akan beredar bukti faktual yang ada di lapangan,” pungkasnya. (Lia)

Motif Seksual dan Perjudian dalam Kasus Brigadir J, Netizen Pertanyakan Sistem Penegakan Hukum Indonesia

Jakarta, FNN – Kasus Brigadir Joshua yang telah melalui penyelidikan selama sebulan berhasil menyorot perhatian publik. Beredarnya informasi mengenai motif penembakan yang berkaitan dengan urusan seksual dan perjudian disampaikan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. Sugeng menyebutkan setidaknya terdapat lima motif, 4 diantaranya terkait masalah seksual, sedangkan 1 lainnya berkaitan dengan perjudian. Berkaitan dengan berita itu, kanal Youtube Refly Harun membahas persoalan tersebut dalam siaran video yang bertajuk: “Ngeri-Ngeri (Tidak) Sedap! Motif Pembunuhan Yosua, IPW: Seksual dan Perjudian”, diunggah pada Kamis, 11 Agustus 2022. RH mengutip pernyataan Sugeng yang cenderung merahasiakan motif seksual saat dijumpai di salah satu program stasiun televisi. “Empat itu kan sudah tiga disebutkan Pak Mahfud (Menko Polhukam) dan satu informasinya terkait soal seksual, yang satu lagi boleh saya buka, tapi yang seksual tidak mau saya buka karena ini tentang aib,” ungkap Sugeng. Menanggapi hal ini, akun dengan nama Tina Marliana menuliskan dalam kolom obrolan dalam kanal diskusi yang dipandu oleh RH. “Heran, kasus pelecehan itu banyak di RI ini, cuma kasus si Sambo saja yang ditutup-tutupi motifnya,” komentar Tina dalam obrolan langsung (live chat) di kanal Youtube Refly Harun. Pihak kepolisian sebenarnya telah menyinggung persoalan transparansi ini saat Konferensi Pers pada Selasa (9/8/22) di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa itu sudah menjadi komitmen Polri untuk mengungkap kasus penembakan Brigadir J secara cepat, transparan, dan akuntabel. Tak hanya itu, netizen lain juga menyoroti kinerja institusi kepolisian tersebut. Komentar Al Ghifari memberikan masukan kepada pihak polisi. “Jika memang adanya motif seksual dan judi online dalam kasus Brigadir J, berarti memang revolusi akhlak yang baik untuk polisi,” tulis Al Ghifary. Komentar lain juga menimpalkan, “Ini institusi paling arogan dan culas. Kongkalikongnya sangat kuat, ngeri deh.” Diketahui, kasus penembakan yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu ini masih terus diselidiki. Irjen Ferdy Ssambo, pelaku yang menyusun skenario di balik pembunuhan Brigadir J, belum lama ini ditetapkan sebagai tersangka baru pada Konferensi Pers yang digelar Selasa lalu. Banyaknya pelaku yang berasal dari institusi kepolisian dan lambatnya proses penyidikan menyebabkan masyarakat bersikap skeptis menanggapi kasus ini. Di kesempatan kali ini, Refly Harun selaku pemandu acara juga menyinggung tentang perbaikan sistem pemerintahan agar lebih komprehensif. RH berharap dengan diselidikinya kasus Brigadir J ini bisa menjadi entry point bagi kasus-kasus yang belum terungkap sebelumnya. (oct).