HUKUM
Polresta Banjarmasin Ringkus Sopir dan IRT Edarkan Sabu-Sabu
Banjarmasin, FNN - Kepolisian Resor Kota Banjarmasin jajaran Polda Kalimantan Selatan meringkus seorang sopir dan ibu rumah tangga (IRT) karena mengedarkan narkotika jenis sabu-sabu. "Total ada 3 paket sabu-sabu dengan berat 14,25 gram disita dari kedua tersangka," kata Kasat Resnarkoba Polresta Banjarmasin Kompol Mars Suryo Kartiko, Sabtu. Penangkapan pertama dilakukan terhadap tersangka wanita berinisial SY (35) di Jalan Veteran, Kota Banjarmasin. Polisi menemukan satu paket sabu-sabu dengan berat 4, 58 gram. Kemudian sang sopir JR (26) ditangkap kemudian di Jalan Sutoyo S Gang Sepakat, Kota Banjarmasin yang melakukan transaksi dua paket sabu-sabu dengan berat keseluruhan 9,67 gram. Mars Suryo menyatakan pihaknya masih melakukan pengembangan untuk bisa mengungkap jaringan bandar yang mengendalikan kedua tersangka. Diakui dia, keduanya hanyalah sebagai kurir yang kerap mendapat perintah untuk menjualkan sabu-sabu jika ada pesanan. Kini kedua tersangka ditahan dan masing-masing dijerat Pasal 112 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika untuk SY, sementara JR dikenakan Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang RI No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. "Jaringan pengedar kerap memanfaatkan ibu rumah tangga dan warga dari ekonomi kurang mampu untuk dijadikan kurir, makanya kami ingatkan masyarakat jangan sampai terjerumus bujuk rayu bisnis haram narkoba," ucap Mars Suryo mengingatkan. (sws)
Polda Malut Jaring 102 Orang Belum Vaksin
Ternate, FNN - Kepolisian Daerah Maluku Utara (Polda Malut) mencatat sedikitnya 102 orang belum menjalani vaksinasi COVID-19 pada hari pertama pelaksanaan razia vaksin. Kabid Humas Polda Malut Kombes Pol. Adip Rojikan di Ternate, Sabtu, menjelaskan pada hari pertama pelaksanaan razia ini Polda Malut bersama dengan TNI, dinas kesehatan, dinas perhubungan, dan satpol PP telah berhasil melaksanakan vaksin kepada masyarakat yang tiba dan berangkat menggunakan transportasi laut sebanyak 102 orang. Dari jumlah tersebut yang belum menjalani vaksin itu, kata dia, dosis pertama sebanyak 84 dosis dan dosis kedua sebanyak 18 dosis. Kombes Pol. Adip Rojikan menyebutkan di Pelabuhan Semut Mangga Dua tercatat 35 orang terdiri atas mereka yang menjalani vaksinasi dosis pertama 29 orang dan dosis kedua enam orang. Sementara itu, pelaksanaan vaksin di Pelabuhan Dufa-Dufa tercatat 10 orang, kesemuanya menjalani vaksinasi dosis pertama; pelabuhan speed kota baru sebanyak 57 orang (dosis pertama 45 orang dan dosis kedua 12 orang). Ia mengatakan bahwa jadwal vaksinasi di pelabuhan ferry pada keesokan harinya karena adanya keterbatasan tenaga kesehatan KKP. "Kegiatan razia ini sampai dengan 6 Desember 2021. Jadi, bagi masyarakat yang hendak tiba dan berangkat menggunakan jasa transportasi laut terlebih dahulu harus divaksin," ujarnya. Dalam kegiatan ini, petugas akan memeriksa sertifikat vaksin para penumpang, orang yang sudah vaksin bisa menunjukkan kartu vaksin atau bisa melalui aplikasi PeduliLindungi kepada petugas. Bagi penumpang yang belum divaksin akan langsung diarahkan kepada petugas vaksin dan yang punya riwayat penyakit dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter bahwa yang bersangkutan tidak bisa divaksinasi. Ia menegaskan pula bahwa pelaksanaan vaksinasi ini menindaklanjuti Inmendagri Nomor 61 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 serta mengoptimalkan posko penanganan COVID-19 di tingkat desa/kelurahan untuk pengendalian penyebaran COVID-19. "Semoga saja dengan lebih gencarnya melakukan sosialisasi, masyarakat di Malut akan makin menyadari bahwa vaksin tersebut penting untuk diri sendiri," ujarnya. Namun, dia mengingatkan bahwa masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan agar terhindar dari virus COVID-19 meskipun telah menjalani vaksinasi. (sws)
Saatnya Sadar Bahaya Femisida di Indonesia
Jakarta, FNN - Tewasnya seorang istri akibat disiram air keras oleh suaminya, yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat, bulan ini, merupakan kasus berulang yang tidak jarang ditemukan pada judul-judul berita media massa. Kasus pembunuhan semacam itu sering kali menjadikan para perempuan sebagai korban, baik dalam perannya sebagai seorang istri, anak, pacar, maupun pekerja. Banyak pihak, termasuk kepolisian, sejauh ini menempatkan kasus itu pada pembunuhan biasa. Pelaku ditetapkan sebagai tersangka, kemudian dihukum sebagaimana vonis pengadilan. Namun, mengapa hampir tak ada efek jera? Pembunuhan yang menargetkan perempuan kerap kali terjadi dan alasannya pun sering kali tidak jauh berbeda antara satu kasus dengan yang lain, misalnya karena cemburu dan diminta cerai oleh pasangannya. Jika merujuk pada penanganan yang saat ini berjalan, kasus-kasus pembunuhan yang menargetkan perempuan kemungkinan kembali terjadi ke depan karena kurangnya langkah-langkah pencegahan yang seharusnya oleh aparat penegak hukum bersama berbagai kelompok masyarakat. Langkah-langkah pencegahan itu hampir sulit ditemukan, salah satu penyebabnya karena banyak pihak belum memahami bahwa pembunuhan yang sengaja menargetkan perempuan bukan kejahatan biasa. Di belahan dunia yang lain, fenomena itu diberi nama femisida. Istilah itu diperkenalkan pertama kali pada tahun1801 oleh John Corry, seorang sejarawan dan pembuat peta topografi asal Inggris. John, lewat bukunya berjudul A Satirical View of London at the Commencement of the Nineteenth Century menggunakan istilah femisida untuk menyebut pembunuhan terhadap perempuan. Istilah itu lanjut dipakai oleh beberapa sastrawan dan pemikir di negara-negara maju sekitar 1970-an. Diana E.H. Russel, seorang penulis dan aktivis kelahiran Cape Town, Afrika Selatan, membuat rumusan definisi femisida yang lebih lengkap. Diana bersama aktivis perempuan lainnya, Nicole van Den Ven, memperkenalkan istilah femisida secara terbuka ke publik pada sebuah forum persidangan terbuka The International Tribunal on Crimes Against Women di Brussels, Belgia, pada tahun 1976. Ia merumuskan femisida adalah pembunuhan yang menargetkan perempuan atas dasar kebencian, perlakuan merendahkan, kesenangan, rasa kepemilikan, dan sikap-sikap yang misoginis. Definisi itu oleh Diana kemudian disederhanakan pada tahun 2012 saat berpidato di Simposium PBB tentang Femisida. Femisida kemudian banyak dipahami sebagai pembunuhan yang menargetkan satu atau lebih perempuan hanya karena jenis kelamin/gender mereka. Rumusan Komnas Perempuan Berselang 9 tahun sejak istilah femisida diperkenalkan secara luas dalam forum PBB, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mulai merumuskan pengertian femisida yang merujuk pada situasi di Indonesia. Komnas Perempuan, dalam hasil kajian awal dan kertas kebijakan yang diluncurkan minggu ini, merumuskan pengertian femisida sebagai pembunuhan yang dilakukan secara sengaja terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya, yang didorong oleh adanya perasaan superior, dominasi, maupun misogini terhadap perempuan, rasa memiliki terhadap perempuan, ketimpangan kuasa, dan kepuasan sadistik. Frasa kata "secara sengaja" dibuat oleh Komnas Perempuan dengan tujuan agar femisida ditempatkan dalam konteks hukum pidana, khususnya Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, saat meluncurkan hasil kajian awal, menyampaikan rumusan definisi itu merupakan upaya memperkenalkan femisida kepada masyarakat Indonesia, termasuk kepada para penegak hukum. Jika wawasan terkait dengan femisida mulai tumbuh, Andy berharap para korban atau setidaknya calon korban dapat melaporkan kekerasan yang ia alami ke kepolisian, sehingga mereka tidak berakhir sebagai korban. Komnas Perempuan berharap hasil kajian awal dan rumusan definisi femisida itu juga dapat mendorong aparat penegak hukum dan para pihak untuk aktif menyikapi persoalan tersebut. Femisida di Indonesia Komnas Perempuan lewat pemantauan media pada tahun 2018—2020 menemukan berbagai macam kasus femisida yang kemudian itu dikategorisasi jadi sembilan jenis femisida. Komnas Perempuan memantau sembilan jenis femisida, yaitu femisida intim, femisida budaya, femisida dalam konteks konflik bersenjata, femisida dalam komteks industri seks komersial, femisida terhadap perempuan dengan disabilitas, femisida karena orientasi seksual dan identitas gender, femisida di penjara, femisida nonintim, dan femisida pada penggiat HAM/penggiat kemanusiaan. Femisida intim, yang dipahami sebagai pembunuhan perempuan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar, atau pihak lainnya, tidak sulit ditemukan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Menurut data Komnas Perempuan, jumlah kasus femisida intim di Indonesia menempati urutan teratas (263 kasus), kemudian diikuti oleh femisida nonintim 131 kasus, femisida yang tidak teridentifikasi 13 kasus, femisida konteks industri seks komersial 8 kasus, femisida perempuan disabilitas 3 kasus, femisida budaya 2 kasus, dan femisida karena orientasi seksual 1 kasus. Dalam penelusuran cepat di mesin pencari Google, ada lebih dari 6.000.000 hasil pencarian untuk kata kunci "suami bunuh istri" dalam waktu 0,35 detik. Sementara itu, kata kunci "perempuan dibunuh" mengeluarkan lebih dari 8.000.000 hasil pencarian dalam waktu 0,32 detik. Untuk kata kunci "perempuan dibunuh pacar", ada 671.000 hasil pencarian dalam waktu 0,30 detik. Alasan pembunuhan dari hasil penelusuran itu bervariasi. Hasilnya sejalan dengan temuan Komnas Perempuan yang memetakan femisida terjadi, antara lain karena cemburu, dendam/sakit hati, menolak berhubungan seksual, masalah utang/piutang, pengancaman, perselingkuhan, cinta ditolak, permasalah rumah tangga, pekerjaan, perceraian, motif ekonomi, pertengkaran/cekcok, gangguan jiwa, ketersinggungan maskulinitas, ritual, pemerkosaan, pencurian, kehamilan yang tidak diinginkan, menolak untuk rujuk, dan didesak untuk menikah. Meskipun Komnas Perempuan baru mengeluarkan hasil kajian awal, temuan-temuan dan rumusan mengenai femisida patut jadi perhatian bersama karena deretan kasus yang ada menunjukkan pembunuhan terjadi secara terpola dan menargetkan korban karena mereka adalah perempuan. Jika kesadaran itu tumbuh dan mulai ada pemahaman bahwa femisida merupakan problem yang perlu dihapuskan, maka ada harapan ke depan para pembuat kebijakan akan mulai memikirkan cara-cara pencegahan, penanganan, dan tentunya pemulihan bagi keluarga korban. (sws)
Polda Kalbar Gelar Lomba Orasi Unjuk Rasa
Pontianak, FNN - Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menggelar lomba orasi unjuk rasa Piala Kapolri tahun 2021 yang diselenggarakan 2 sampai 5 Desember 2021 di Lapangan SPN Pontianak dalam rangka memperingati Hari HAM sedunia. Kepala Bidang Humas Polda Kalbar Kombes (Pol) Donny Charles Go di Pontianak, Sabtu mengatakan, pemenang lomba orasi yakni juara pertamanya akan mengikuti lomba tingkat pusat di Jakarta pada 10 Desember 2021. "Tujuan diselenggarakannya lomba orasi piala Kapolri ini untuk memberikan ruang kepada masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan ekspresinya namun memiliki nilai edukasi bagi masyarakat," ujarnya. Masyarakat diharapkan memahami tentang cara menyampaikan aspirasi sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku untuk menghargai hak-hak orang lain. Menurut Donny, lomba orasi tersebut juga bertujuan meningkatkan hubungan Polri dan masyarakat yang biasanya selalu kontak langsung di lapangan. Dalam lomba ini, Polri mengusung tema "Memperingati Hari Hak Asasi Manusia" dan membebaskan para peserta untuk menentukan isu yang ingin disampaikan dalam orasi berisi kritik dan masukan yang bersifat membangun. "Para peserta akan diseleksi untuk mengikuti lomba di tingkat Polda. Peserta yang meraih peringkat pertama akan masuk ke tingkat Mabes Polri mewakili Provinsi Kalbar," ujarnya. Semua masyarakat boleh ikut, mulai dari mahasiswa, organisasi masyarakat maupun buruh, dan setiap tim orasi beranggotakan lima sampai 13 orang. Pendaftaran lomba orasi dibuka mulai tanggal 25 sampai 30 November 2021. Setelah melaksanakan lomba di tingkat Polda, tanggal 5 Desember peserta yang mendapat juara 1 akan dikirim ke tingkat pusat dalam bentuk video aksi orasi untuk diseleksi. Jika terpilih dalam 6 tim terbaik dari 34 tim masing-masing provinsi nantinya akan tampil langsung di tingkat pusat untuk memperebutkan Piala Kapolri pada 10 Desember mendatang. Dengan memperebutkan hadiah sebesar Rp50 juta untuk juara pertama, kemudian, Rp30 juta untuk juara kedua dan Rp20 juta bagi peserta juara ketiga. "Polda Kalbar menyiapkan hadiah sebesar Rp5 juta untuk juara pertama, kemudian Rp3 juta untuk juara kedua, dan Rp2 juta bagi peserta juara ketiga ditambah dengan tropi serta piagam," kata Donny. Kegiatan ini merupakan komitmen dari Polri yang sangat menghargai aspirasi-aspirasi dari masyarakat yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia, hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 dan UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. "Polri selalu menghormati dan menghargai hak asasi manusia dalam bentuk mengawal demokrasi dengan melindungi warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum," katanya. (sws)
Polres Lebak Tangkap Tiga Pelaku Pengeroyokan Pelajar SMK
Lebak, FNN - Kepolisian Resor (Polres) Lebak, Polda Banten menangkap tiga pelaku pengeroyokan pelajar SMK Setiabudhi Rangkasbitung hingga korban meninggal dunia. "Kami kurang lebih dari 1x24 jam berhasil menangkap pelaku pengeroyokan pelajar itu," kata Kapolres Lebak Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rayendra, di Lebak, Jumat. Kasus pengeroyokan pelajar SMK Setiabudhi Rangkasbitung RG (15), warga Tambakbaya, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak meninggal dunia akibat sabetan senjata tajam jenis celurit. Pelaku berinisial RH (21), AW (20), dan SG (18) sudah ditetapkan tersangka pengeroyokan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Pengungkapan kasus pengeroyokan itu setelah polisi melakukan investigasi di lapangan. Berdasarkan keterangan saksi di tempat kejadian perkara (TKP) yang melihat pelat nomor kendaraan pelaku, sehingga tim penyidik berhasil mengidentifikasi pelaku berada di wilayah Malingping. Petugas juga mencari saksi-saksi video CCTV yang ada di sepanjang jalan untuk mengetahui identitas pelaku, serta memetakan sekolah-sekolah mana yang sering melakukan tawuran. "Kami mengapresiasi petugas di lapangan hanya kurang dari 1x24 jam ketiga pelaku berhasil ditangkap," kata Kapolres. Kapolres menyampaikan tersangka RH (21), AW (20), dan SG (18), berhasil ditangkap di rumahnya masing-masing dan tidak melakukan perlawanan. Kejadian tersebut berawal para pelaku hendak tawuran dengan sekolah di Pandeglang, namun tidak terjadi. Selanjutnya, pelaku AW mendapatkan informasi bahwa ada pelajar SMK Setiabudhi Rangkasbitung yang tengah berada di wilayah Gunung Kencana. Mendengar keterangan itu, para pelaku menuju wilayah Kecamatan Gunung Kencana untuk mencari siswa (korban) tersebut. Para pelaku dikenakan Pasal 170 ayat 2 ke (3) KUHP dan atau Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 76C jo Pasal 180 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 atas Perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara. Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga mengucapkan turut belasungkawa. "Kami turut berduka cita atas meninggalnya korban, semoga keluarga tetap diberi penghiburan dan kesabaran," kata Shinto. (sws)
Polres Trenggalek Siagakan 900 Personel Jelang Kunjungan Presiden
Trenggalek, Jatim, FNN - Polres Trenggalek, Polda Jawa Timur menyiagakan 900 personel keamanan dari unsur kepolisian maupun TNI menjelang kunjungan Presiden Joko Widodo untuk meresmikan Bendungan Tugu, Trenggalek, Selasa (30/11). "Kami bersama-sama rekan TNI mempersiapkan keamanan, terutama saat kedatangan Presiden pada 30 November nanti," kata Kapolres Trenggalek AKBP Dwiasi Wiyatputera, di Trenggalek, Jumat. Mereka akan disiagakan di beberapa titik untuk menunjang kelancaran dan keamanan kegiatan tersebut. "Nantinya ada pengamanan sepanjang jalan ke lokasi, kami dengan TNI akan bersinergi untuk keamanan. Untuk pengamanan kami menyiapkan 900 anggota dari TNI-Polri," ujarnya pula. Saat ini, pihaknya terus melakukan evaluasi keamanan secara keseluruhan. Salah satunya dengan melakukan cek rute dan lokasi pengamanan. Cek rute itu meliputi akses jalan yang akan dilalui Presiden Jokowi dan rombongan beserta jalur alternatifnya, termasuk landasan helikopter. Kabar rencana kunjungan Presiden Jokowi ke Kabupaten Trenggalek untuk meresmikan Bendungan Tugu saat ini, sudah menyebar di kalangan masyarakat Trenggalek. Namun, pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas sejauh ini belum bisa memastikan jadwal kunjungan Presiden itu, dengan mengingat jadwal yang mereka terima dari Setneg (Sekretariat Negara) masih bersifat tentatif. "Kalau soal itu (pelaksanaan peresmian), kami belum bisa memastikan kapannya, kami masih menunggu informasi lebih lanjut dari pusat. Namun yang jelas bendungan ini sudah siap sewaktu-waktu untuk diresmikan," kata Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan Tugu Yudha Tantra Ahmadi. Dia menyatakan saat ini pembangunan Bendungan Tugu sudah selesai 100 persen dan siap diresmikan kapan pun. Menurutnya lagi, pekerjaan inti secara keseluruhan sudah rampung 100 persen. Saat ini, pelaksana hanya merapikan saja, seperti di lereng kanan "spill way". Pengisian awal waduk (impounding) juga telah dilakukan sejak 21 September lalu. "Tapi kami sudah siap, karena tidak mengganggu prosesi peresmian. Secara keseluruhan kami sudah siap semua," kata Yudha. (sws)
Lapas Semarang Ungkap 152 Gram Sabu-Sabu Dilempar dari Luar Tembok
Semarang, FNN - Petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Semarang mengungkap upaya penyelundupan 152 gram narkotika jenis sabu-sabu yang dilempar dari luar tembok penjara, Jumat. Kalapas Kelas I Semarang Supriyanto dalam siaran pers, di Semarang, Jawa Tengah mengatakan, upaya penyelundupan sabu-sabu dalam 2 bungkusan plastik tersebut, terungkap ketika petugas sedang melakukan kontrol keliling di area antara tembok terluar lapas dan tembok blok hunian. "Petugas menemukan dua bungkusan plastik berwarna hitam dan merah," katanya pula. Saat dicek, kata dia, di dalamnya didapati dua klip sabu-sabu serta 4 buah batu baterai yang diduga digunakan sebagai pemberat saat dilempar. Temuan tersebut, kata dia, kemudian dilaporkan ke Polrestabes Semarang untuk penanganan lebih lanjut. Supriyanto menegaskan upaya menyelundupkan narkotika dengan cara melempar dari luar tembok penjara tidak akan berhasil. Menurut dia, terdapat area yang menjadi sekat antara tembok terluar penjara dengan blok hunian warga binaan. "Barang terlarang itu tidak akan sampai karena jarak blok hunian terlalu jauh," katanya. (sws)
Tim Gabungan Tangkap Tahanan Kabur Polres Batanghari di Lahat
Jambi, FNN - Tim Gabungan Polda Jambi menangkap lagi satu orang tahanan Polres Batanghari yang kabur beberapa waktu lalu, yaitu IW yang ditangkap di tempat pelariannya di Lahat, Sumatera Selatan. Panit Resmob Ditreskrimum Polda Jambi Iptu Rifqi memimpin penangkapan IW, seorang tahanan yang kabur itu di tempat persembunyiannya, di Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (25/11) malam, kata Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto, Jumat. Dia menyebutkan dari 24 orang tahanan kabur telah berhasil ditangkap sebanyak 17 orang, dan masih 7 orang lagi yang belum ditangkap. Pada Kamis (25/11) malam ditangkap lagi satu orang di Provinsi Sumsel, dan selebihnya ada enam orang tahanan yang masih dalam pengejaran. Dirreskrimum Polda Jambi Kombes Pol Kaswandi Irwan menyebutkan satu tahanan kabur yang ditangkap ini melarikan diri dan bersembunyi di Lahat. Pada saat akan dilakukan penangkapan, IW berusaha melawan dan melarikan diri, sehingga polisi melakukan tindakan tegas terukur Kombes Kaswandi Irwan menambahkan saat ini IW telah berada di Rutan Polda Jambi untuk diamankan. "Saya imbau agar para tahanan kabur yang belum tertangkap untuk segera menyerahkan diri karena pihak kepolisian akan terus melakukan pencarian," katanya pula. (sws)
DPO Kasus Korupsi PLTD Raja Ampat Tertangkap di Jakarta
Sorong, FNN - Mantan Direktur PT. Forking Mandiri, Besari Tjahyono, yang menjadi tersangka kasus korupsi perluasan jaringan listrik tegangan rendah dan menengah di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2010 tertangkap di Jakarta. Besari Tjahyono yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) selama empat tahun, diamankan pada 25 November 2021 di Jalan Karet Pedurenan Raya No. 60 Setiabudi Jakarta Selatan dan tiba di Sorong, Papua Barat, Jumat. Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Sorong, Sastra Adi Wicaksana di Sorong, Jumat, mengatakan bahwa setelah diamankan di Jakarta yang bersangkutan sempat dibawa ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah itu, tambah dia, tersangka langsung diterbangkan ke Kejaksaan Tinggi Papua Barat di Manokwari guna proses administrasi dan dilanjutkan ke Kota Sorong untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut serta pemberkasan perkara tersebut. Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Sorong, Khusnul Fuad yang memberikan keterangan terpisah, mengatakan bahwa tersangka Besari Tjahyono diamankan terkait kasus korupsi perluasan jaringan listrik tegangan rendah dan menengah pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2010. Dalam kasus tersebut, sesuai hasil audit BPK terdapat kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar. Dan pihak kejaksaan telah menetapkan yang bersangkutan DPO sejak tahun 2018. Dikatakan bahwa tersangka diamankan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-01/T.1.13/Fd.1/082017 tanggal 18 Agustus jo. Print-03/T.1.13/Fd.1/10/2018 tanggal 10 Oktober 2018. Dan surat penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka Nomor: KEP-03/T.1.13/Fd.1/10/2018 tanggal 10 Oktober 2018. Perbuatan yang bersangkutan diancam dengan pasal 2 ayat (1) subside pasal 3 juncto pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (sws)
Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Dinilai Timbulkan Ketidakpastian Hukum
Jakarta, FNN - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja inkonstitusional dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. "Telah dinyatakan inkonstitusional, namun masih diberi ruang untuk diperbaiki selama 2 tahun. Sehingga jika kami mencermati, maka putusan tersebut tidak menghasilkan sebuah kepastian hukum," kata Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Selatan, Rika Irianti menanggapi putusan MK itu, di Jakarta, Jumat. Sebagaimana putusan MK yang dijatuhkan, telah memunculkan fakta jika proses pembentukan UU Cipta Kerja telah melanggar syarat-syarat formil dalam hal pembentukan suatu undang-undang itu sendiri. Dampaknya yang paling besar, kata Rika, adalah keresahan masyarakat dalam menyikapi putusan tersebut. Sehingga, sangat disayangkan jika yang seharusnya undang-undang ini telah digodok dengan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar, pada akhirnya dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Menurut dia, hal itu menjadi pelajaran penting bagi pembuat undang-undang untuk dapat lebih mengedepankan taat asas dalam pembentukan undang-undang, khususnya dalam rangka perbaikan UU Cipta Kerja selama dua tahun ke depan. "Penegasan kalimat inkonstitusional untuk sebuah produk hukum sama dengan menyatakan produk hukum tersebut bukan produk hukum yang tegas dan jelas," jelas Rika dalam keterangan tertulisnya. Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. "Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis (25/11). Dalam pembacaan amar putusan, Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut. Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen. "Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja, red.), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman. Sementara itu, pemerintah segera menindaklanjuti hasil putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. "Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK yang dimaksud melalui penyiapan perbaikan undang-undang dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arahan Mahkamah Konstitusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Kamis. Airlangga yang hadir bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ini mengatakan pemerintah juga akan menghormati dan mematuhi putusan MK serta akan melaksanakan Undang-Undang Cipta Kerja sesuai dengan putusan tersebut. Ia juga memastikan UU Cipta Kerja masih berlaku secara konstitusional sampai adanya perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu dua tahun sejak putusan MK ini dibacakan. "Putusan Mahkamah Konstitusi juga menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja. Dengan demikian, peraturan perundangan yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetap berlaku," katanya. (sws, ant)