HUKUM

Polda NTT Tempati Urutan Kedua Terkait Kepuasan Kamtibmas

Kupang, FNN - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur menempati urutan kedua dari 34 polda di Indonesia dalam hal dimensi kepuasan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) berdasarkan hasil Survei Charta Politika. "Sesuai survei periode tanggal 10 hingga 22 Oktober 2021 yang dilakukan lembaga survei publik, Charta Politika, Polda NTT berada pada peringkat kedua dari 34 polda di Indonesia, sedangkan posisi pertama diraih Polda Bali," kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna B kepada wartawan di Kupang, Kamis. Ia menjelaskan bahwa dimensi kepuasan pemeliharaan kamtibmas menjadi salah satu objek survei yang dilakukan Charta Politika di mana Polda NTT mendapatkan penilaian berdasarkan survei sebanyak 78,8 persen masyarakat puas terhadap pelaksanaan tugas Polda NTT. Hasil survei menyebutkan sebanyak 78,8 persen responden menyatakan puas, 7,4 persen menyatakan tidak puas, dan 13,8 persen menyatakan tidak tahu. Mantan Kapolres Timor Tengah Utara (TTU) itu menambahkan dimensi kepuasan pemeliharaan kamtibmas tersebut meliputi beberapa indikator,, kepuasan kinerja polda melakukan tugas kamtibmas dan kepuasan kinerja penegakan hukum terkait pelanggaran lalu lintas. "Kemudian kepuasan kinerja menjaga keutuhan NKRI, kepuasan kinerja menjaga kerukunan masyarakat, dan mengatur lalu lintas," ujar dia Selain meraih peringkat II pada dimensi Kepuasan Pemeliharaan Kamtibmas, katanya, Polda NTT meraih peringkat V Dimensi Kualitas Sumber Daya Manusia Polisi. "Pada dimensi kualitas sumber daya manusia polisi, Polda NTT masuk dalam lima besar peringkat polda dengan capaian kepuasan publik 65,6 persen," tambah dia. Menanggapi hal tersebut, Kapolda NTT Irjen Pol Lotharia Latif menyampaikan terima kasih kepada seluruh jajaran Polda NTT yang bekerja penuh dedikasi dan seluruh masyarakat yang telah memberikan kepercayaan terhadap capaian kinerja Polda NTT. "Capaian yang diraih tersebut merupakan prestasi bersama dan kolaborasi yang baik antara anggota Polda NTT, stakeholder bersama masyarakat," tambah dia. (sws)

Kapolda: Operasi Zebra di NTT Fokus Keselamatan Berlalu Lintas

Kupang, FNN - Kapolda NTT Irjen Pol Lotharia Latif mengatakan bahwa Operasi Zebra Ranakah 2021 di provinsi ini fokus pada keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas) serta imbauan antisipasi COVID-19. "Sebenarnya fokus Operasi Zebra Ranakah 2021 masih pada kamseltibcarlantas," katanya kepada ANTARA di Kupang, Kamis. Hal ini disampaikannya ketika ditanyai terkait langkah Polri, khususnya Polda NTT untuk menekan emisi kendaraan bermotor dengan menggelar Operasi Zebra. Kapolda NTT mengatakan bahwa untuk menekan emisi kendaraan bermotor, pihaknya bekerja bersama dengan Dinas Perhubungan Provinsi dan Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota. "Dalam pelaksanaannya, polisi bersama Dinas Perhubungan melakukan patroli dan random cek kendaraan yang ditemui di jalan," ujar dia. Namun pada dasarnya, ujar dia, hal itu merupakan kewenangan Dinas Perhubungan Provisni maupun kabupaten/kota. Kapolda mengatakan untuk saat ini pihaknya lebih fokus pada keselamatan berlalu lintas dan penanganan COVID-19. Di mana petugas lantas mengimbau dan membagi masker untuk masyarakat yang ditemui di jalan. Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan NTT Ishak Nuka mengatakan bahwa untuk emisi karbon kendaraan bermotor kewenangannya ada di Dinas Perhubungan Kota/Kabupaten. "Hal ini karena mereka yang selama ini selalu melakukan uji KIR kendaraan bermotor," tambah dia. Namun, ujar Ishak, Dinas Perhubungan NTT mendorong agar Dinas Perhubungan di kabupaten/kota dapat melakukan uji KIR kendaraan bermotor dengan benar. Hal ini, tambah dia, demi kebersihan lingkungan dan udara di NTT, khususnya di Kota Kupang dan kabupaten lainnya. (sws)

Polres Enrekang Ajak Pengendara Uji Emisi Gas Buang

Makassar, FNN - Polres Enrekang, Sulawesi Selatan, mengajak para pengendara agar rutin melakukan pengujian emisi gas buang untuk membantu pemerintah mewujudkan program langit biru. Kapolres Enrekang AKBP Andi Sinjaya Ghalib, di Makassar, Rabu, mengatakan dengan bertambah banyaknya jumlah kendaraan bermotor beroperasi di jalan berdampak pada penurunan kualitas udara karena emisi gas buang banyak berasal dari kendaraan bermotor. "Program pemerintah mewujudkan langit biru dengan mengurangi polusi udara harus didukung dan melalui Operasi Zebra 2021, kami melakukan sosialisasi itu," ujarnya. Ia menjelaskan gas buang yang berasal dari kendaraan, umumnya memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, kata dia, untuk mengetahui kondisi kualitas udara dari sumber kendaraan bermotor perlu dilakukan pengujian parameter kualitas udara dari emisi gas buang. "Setiap pemilik kendaraan yang beroperasi di jalan wajib melakukan uji emisi kendaraan bermotor," katanya. Andi Sinjaya menyatakan setiap warga yang memiliki kendaraan harus menyadari bahwa kendaraan bermotor akan menghasilkan emisi gas buang berupa karbon dioksida. "Gas ini yang menyebabkan kadar oksigen menipis sehingga dapat mengganggu kesehatan dan sangat berbahaya bagi organ tubuh kita, seperti paru-paru," terangnya. Melalui Operasi Zebra 2021 selama 14 hari, pihaknya mengajak masyarakat pemilik kendaraan bermotor untuk melakukan pengujian emisi gas buang. Pengujian emisi gas buang diatur dalam Pasal 48 ayat 3 huruf a UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, persyaratan laik jalan tersebut salah satunya mengatur tentang emisi gas buang," ucapnya. Untuk sanksi hukum apabila tidak melakukan uji emisi gas buang diatur dalam Pasal 285 ayat 1 Jo Pasal 48 ayat 3 huruf A kurungan 1 bulan denda Rp250 ribu untuk kendaraan roda 2, sedangkan.Pasal 286 jo Pasal 48 ayat 3 huruf A kurungan 2 bulan denda Rp500 ribu untuk kendaraan roda 4 atau lebih. (sws)

Kejari Tahan Mantan Ketua Badan Akreditasi Nasional PAUD Kalteng

Palangka Raya, FNN - Kejaksaan Negeri Palangka Raya menahan ARD selaku mantan Ketua Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non-Formal (BAN PAUD dan PNF) Kalimantan Tengah karena diduga terlibat korupsi. Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Iman Wijaya melalui Kasi Penkum Dodik Mahendra, di Palangka Raya, Kamis, membenarkan bahwa tersangka ARD ditahan di Rutan Kelas II A Palangka Raya selama 20 hari ke depan sampai 5 Desember 2021. Dodik menjelaskan ARD disangkakan melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) penyimpangan pengelolaan dana bantuan operasional pelaksanaan Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini dan Non Formal Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2019. Dana bantuan operasional tersebut berasal dari DIPA Balitbang Kemendikbud Tahun Anggaran 2019. Saat tersangka ARD menjabat Ketua BAN PAUD dan PNF menerima bantuan sebesar Rp4,2 miliar. Berdasarkan audit BPKP Kalteng ada kerugian keuangan negara sebesar Rp522.295.494. Tindakan merugikan negara dilakukan tersangka dengan modus membuat item-item fiktif. "Sebelum ditahan, ARD terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dengan Sprint Nomor: Print-01/O.2.10/Fd.1/11/2021 Tanggal 16 November 2021," kata Dodik. Penetapan tersangka ARD dilakukan setelah adanya dua alat bukti yang cukup dan pengakuan tersangka ketika diaudit BPKP. Dalam kasus ini, Kejaksaan sudah memeriksa 22 orang saksi, termasuk Kepala BP-PAUD dan pejabat di Kemendikbud. Dodik menyebutkan mengenai keterlibatan orang lain dan pejabat di Kalteng dalam perkara itu, pihaknya masih mendalami. Karena untuk pertanggungjawaban dana ini langsung kepada kementerian bukan daerah. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka ARD disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 (ayat) 1 huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dengan ancaman pidana penjara maksimal seumur hidup. "Selama proses penitipan tahanan di Rutan Klas II A Palangka Raya berjalan lancar, kondusif, dan tetap memperhatikan protokol Kesehatan dengan ketat," demikian Dodik. (sws)

KPK Ajukan Kasasi atas Vonis Bebas Dua Terdakwa Koruptor Bansos Covid-19

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi terhadap vonis bebas dua orang terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial COVID-19 di Kabupaten Bandung Barat yaitu M Totoh Gunawan dan Andri Wibawa. "Tim jaksa melalui kepaniteraan pidana khusus pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung pada hari ini telah menyatakan upaya hukum yaitu menyatakan upaya hukum kasasi untuk terdakwa Andri Wibawa dan M. Totoh Gunawan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Pemkab Bandung Barat tahun 2020," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Rabu. Penyerahan memori kasasi itu dilakukan setelah majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung pada Kamis (4/11) menjatuhkan vonis bebas terhadap pengusaha Totoh Gunawan dan Andri Wibawa yang merupakan anak Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. Majelis hakim menilai Andri dan Totoh tidak berbukti melakukan pasal 12 huruf i UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Padahal jaksa KPK menuntut Totoh Gunawan agar dihukum selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sejumlah Rp1.118.433.848 subsider 1 tahun penjara. Sedangkan Andri Wibawa dituntut 5 tahun penjara ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp2,6 miliar. Meski menyatakan Totoh dan Andri tidak terbukti melakukan perbuatan pidana, namun majelis hakim yang sama menyatakan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna terbukti ikut campur tangan dalam pengadaan barang melalui perusahaan milik M. Totoh Gunawan serta perusahaan yang disiapkan oleh Andri Wibawa melalui Denny Indra Mulyawan, Hardy Febrian Sobana, dan Diane Yuliandari sehingga menerima keuntungan sebesar Rp2,379 miliar. AA Umbara pun divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,379 miliar subsider 1 tahun penjara. "Tim jaksa juga menyerahkan memori banding untuk terdakwa Aa Umbara," tambah Ipi. Tim jaksa KPK juga mengajukan kasasi untuk terdakwa Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay M. Priatna dalam perkara menerima gratifikasi terkait pembangunan RS Kasih Bunda. "Tim juga menyerahkan memori kasasi untuk terdakwa Ajay M Priatna," ungkap Ipi. Di pengadilan tingkat pertama, Ajay dijatuhi vonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,425 miliar subsider 1 tahun penjara. Selanjutnya Pengadilan Tinggi Bandung juga memperkuat vonis Ajay tersebut sehingga vonis Ajay tetap 2 tahun penjara. "Terkait memori kasasi dan memori banding dimaksud, KPK berharap Majelis hakim baik di tingkat banding maupun tingkat kasasi, sepenuhnya mengabulkan permintaan tim jaksa sesuai dengan fakta-fakta hukum selama proses persidangan dan memutus sesuai dengan rasa keadilan publik," kata Ipi. (sws, ant)

PSHK: Kewenangan Penyadapan Kejaksaan Rentan Pelanggaran HAM

Jakarta, FNN - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai kewenangan kejaksaan terkait dengan penyadapan yang akan diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, rentan terhadap penyalahgunaan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). "Pasal 30c huruf (k) RUU Kejaksaan yang memasukan terkait kewenangan penyadapan, harus dipahami ini sebagai upaya yang rentan terhadap penyalahgunaan dan pelanggaran HAM," kata Fajri dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu. Pasal 30c huruf (k) disebutkan bahwa kejaksaan berwenang melakukan penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan (monitoring) di bidang tindak pidana. Menurut Fajri, perlu ada batasan yang sangat jelas, tegas, dan prosedur yang terukur serta dibatasi dalam lingkup penegakan hukum terkait dengan kewenangan penyadapan tersebut. Ia menawarkan opsi lain terkait dengan kewenangan penyadapan tersebut, yakni: pertama, pengaturannya perlu dilengkapi dalam RUU tersebut, mulai dari penggunaan, prosedur, hingga keterlibatan lembaga terkait. Kedua, menyelesaikan dahulu RUU Penyadapan karena bagian dari amanat putusan MK yang penyadapan harus diatur dalam konteks undang-undang, terutama UU tersendiri yang sudah mulai didorong di DPR. Oleh karena itu, dia menyarankan agar konsepsi penyadapan di RUU Penyadapan diselesaikan dahulu dan perdebatannya bukan dalam konteks siapa yang memiliki wewenang menyadap, melainkan bagaimana prosedur, dampak, dan batasannya seperti apa dalam kewenangan penyadapan. Menurut dia, dalam konteks tersebut, lembaga penegak hukum bisa menjadi lembaga yang dapat kewenangan penyadapan ini. Namun, bagaimana prosedurnya, batasannya seperti apa yang harus terlebih dahulu diselesaikan pembahasannya. "Ketika DPR sebagai pembentuk UU bersama Presiden sudah menyepakati mekansimenya, bisa beranjak siapa yang bisa gunakan kewenangan penyadapan," katanya. Fajri juga menyoroti pemberian kewenangan pada kejaksaan dalam pengawasan multimedia yang diatur dalam Pasal 30b huruf (f) yang dinilainya tidak relevan dilekatkan pada institusi penegak hukum tersebut. Pasal 30b huruf (f) disebutkan bahwa dalam intelijen penegakan hukum, kejaksaan berwenang melakukan pengawasan multimedia. Menurut dia, kewenangan pengawasan multimedia tidak relevan karena mekanisme pengawasan sudah dibangun tersendiri berdasarkan lembaga, misalnya Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Kami menilai perkembangan lebih cepat ada di UU Sistem Perbukuan (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017) yang sudah memiliki mekanisme pengawasan sendiri dan kejaksaan dilibatkan dalam konteks penegakan hukum, bukan pengawasan yang selama ini dijalankan," ujarnya. Ia menilai keterlibatan kejaksaan dalam penindakan terhadap konten multimedia yang bermasalah harus dalam penegakan hukum melalui proses peradilan, bukan masuk dalam ranah pengawasan dalam konteks intelijen penegakan hukum. RDPU Komisi III DPR tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir dan Pangeran Khairul Saleh untuk meminta masukan masyarakat terkait revisi UU Kejaksaan. Hadir dalam RDPU tersebut Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak, Guru Besar FHUI Topo Santoso, Direktur Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, peneliti PSHK Fajri Nursyamsi, dan peneliti KontraS Syahar Banu. (sws)

Polda Sultra Tangkap Pelaku Pencurian 12 Unit Motor

Kendari, FNN - Tim Jatanras Ditreskrimum Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menangkap dua orang pria bernisial W (24) dan I (23) yang diduga terlibat kasus pencurian 12 unit kendaraan roda dua di sejumlah wilayah provinsi ini. Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sultra AKBP Mulkaifin, di Kendari, Rabu, mengungkapkan bahwa keduanya ditangkap di wilayah Kelurahan Anduonohu dan wilayah Kelurahan Kandai, Kota kendari, sekitar pukul 14.00 WITA. Dia menyampaikan, tim jatanras mengamankan barang bukti 12 unit kendaraan roda dua dari para tersangka yang merupakan hasil operasi kegiatan jalanan yang digelar Ditreskrimum Polda Sultra, "Jadi dari hasil operasi kegiatan jalanan, kami mengamankan dua orang tersangka dengan barang bukti 12 unit kendaraan roda dua. Dari tersangka W diamankan enam barang bukti, dan tersangka I juga diamankan enam barang bukti," katanya pula. Kedua tersangka dijerat Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dan Pemberatan dengan ancaman maksimal tujuh tajun dan minimal lima tahun penjara. Selain kendaraan, dari operasi kegiatan jalanan yang digelar Ditreskrimum Polda Sultra, polisi juga mengamankan 10 orang lainnya yang kedapatan membawa senjata tajam (sajam). "Namun ke 10 orang tersebut kita hanya lakukan pembinaan agar tidak melakukan kesalahannya lagi membawa sajam, karena itu bisa memicu hal-hal yang tidak di inginkan di jalanan," katanya. (sws)

KPK Panggil Mantan Mentan Amran Sulaiman

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemkab Konawe Utara. Amran dipanggil sebagai saksi untuk tersangka mantan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara Aswad Sulaiman (ASW). Dalam jadwal yang dikeluarkan KPK, Amran dipanggil dalam kapasitas sebagai Direktur PT Tiran Indonesia. "Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014 untuk tersangka ASW," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu. Selain Amran, KPK juga memanggil dua saksi lain untuk tersangka Aswad, yaitu Bisman selaku Direktur PT Tambang Wisnu Mandiri, dan Andi Ady Aksar Armansyah dari pihak swasta. "Pemeriksaan dilakukan di Polda Sulawesi Tenggara," kata Ipi. KPK telah menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017. Tersangka Aswad Sulaiman selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016 diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Aswad Sulaiman disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Indikasi kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut sekitar Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum. Selain itu, Aswad Sulaiman selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 diduga telah menerima uang sejumlah Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara. Indikasi penerimaan terjadi dalam rentang waktu 2007 sampai dengan 2009. Atas perbuatannya tersebut, Aswad Sulaiman disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (sws)

PTPN VII Terapkan Budaya Antikorupsi di Perusahaan

Bandarlampung, FNN - PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII telah menerapkan budaya antikorupsi yang menjadi komitmen perusahaan BUMN perkebunan komoditas sawit, teh, karet, dan tebu ini. "Kami juga menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya pencegahan korupsi melalui webinar antikorupsi bertajuk Antikorupsi: Gratifikasi & Whistle Blowing System (WBS)," kata Direktur PTPN VII Ryanto Wisnuardhy, di Bandarlampung, Selasa. Ia menyebutkan acara ini juga untuk memperteguh semangat perilaku jujur dan berintegritas dalam menerapkan budaya antikorupsi yang menjadi komitmen selama ini. PTPN VII, katanya lagi, secara konsisten telah melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG). Menurutnya, indikator paling normatif dan mudah dilihat dari perusahaan sehat adalah mencatat laba atau keuntungan. Tetapi, ujarnya lagi, lebih dari sekadar laba, indikator yang membuat sangat optimistis adalah komitmen dari segenap insan PTPN VII dalam menerapkan GCG serta perilaku antikorupsi. "Dasar-dasar penyelenggaraan GCG (Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness) pada setiap proses bisnis manajemen telah memberikan dampak positif bagi kinerja PTPN VII," ujarnya pula. Ryanto mengatakan manajemen berhasil melakukan upaya-upaya transformasi yang dimulai dengan strategi penyelamatan. Lalu, setelah cukup stabil, pihaknya melakukan upaya pemulihan. Dan memasuki tahun 2021, dimana perusahaan mulai membukukan laba, selanjutnya manajemen melakukan strategi keberlanjutan atau sustainable. Ryanto menambahkan, Kementerian BUMN telah me-launching AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) sebagai tata nilai utama pada seluruh entitas BUMN di bawah Kementerian BUMN, termasuk PTPN Group atau PTPN VII. "AKHLAK secara etimologi bahasa memiliki makna yang sangat baik, karena berada pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. AKHLAK adalah panduan terbaik dalam berinteraksi yang secara harfiah bisa kita maknakan secara umum sebagai budi pekerti yang baik. AKHLAK memberi panduan hidup harmonis, jujur, hormat, dan nilai positif lainnya," ujarnya lagi. Lebih lanjut dikatakan, penyelenggaraan webinar antikorupsi dengan tajuk Gratifikasi dan Whistle Blowing System (WBS) merupakan kerja sama antara PTPN VII dengan KPK RI. Hal ini merupakan wujud komitmen manajemen PTPN VII untuk melakukan edukasi serta internalisasi penerapan GCG, perilaku antikorupsi hingga budaya AKHLAK yang akan sangat menunjang keberhasilan usaha dan akuntabilitas dalam jangka waktu yang panjang. "Webinar antikorupsi pada kali ini juga merupakan amanah dari fungsi keberadaan komunikasi perusahaan dan program penyuluhan Tim Fungsi Kepatuhan Anti Penyuapan (FKAP) PTPN VII, dimana sebelumnya PTPN VII telah mendapatkan Sertifikasi ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan, dan setiap tahunnya dilakukan audit surveillance oleh kembaga eksternal untuk memastikan penerapan SMAP secara konsisten dan berkesinambungan," katanya pula. (sws)

Lapas Parigi Temukan 20 Napi Positif Gunakan Narkoba

Parigi, FNN - Otoritas Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah menemukan kurang lebih 20 narapidana positif menggunakan narkoba saat inspeksi mendadak pekan lalu. "Dari 90 orang yang menjalani tes urine sebagai sampel, 20 orang dinyatakan positif narkoba jenis sabu-sabu," kata Pelaksana Harian Kepala Lapas Kelas III Parigi Idris P Paserang yang ditemui, di Parigi, Rabu. Ia menjelaskan, puluhan napi terlibat narkoba tersebut hasil dari giat sidak yang dilaksanakan secara rutin oleh otoritas setempat sebagaimana program Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulteng khusus rumah tahanan maupun lapas. Otoritas setempat menduga, hal ini terjadi pascakerusuhan di Lapas Parigi pada Oktober lalu, karena pada tenggang waktu tersebut terjadi kelonggaran pembesuk. Dari 90 napi yang dites urine, rata-rata merupakan tahanan narkoba, dan sejumlah lainnya tahanan pidana umum. Upaya itu dilakukan sebagai bentuk deteksi dini. "Dua kecurigaan kami, kelonggaran pascakerusuhan, dan peredaran barang milik dua tahanan narkoba yang telah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan," ujar Idris. Saat ini, pihaknya telah memisahkan puluhan tahanan tersebut ke blok khusus sebagai bagian dari karantina, masing-masing 10 orang menempati dua kamar. Rencananya, napi yang terlibat penggunaan narkoba di dalam lapas dipindahkan atau mutasi ke sejumlah lapas yang ada di Sulteng, guna menghindari interaksi mereka. "Kami sudah mengingatkan pembesuk agar tidak membawa barang titipan dari orang yang tidak dikenal atau barang yang dilarang berupa telepon genggam dan sebagainya . Bila keluarga maupun kerabat tetap nekat, tentunya kami mengambil langkah tegas bekerja sama dengan kepolisian," kata Idris menegaskan. Dia menyebut, kondisi kapasitas Lapas Parigi saat ini sudah mencapai over kapasitas dengan jumlah penghuni sekitar 200 lebih tahanan, sedangkan alat tes urine dikirim dari Kemenkumham hanya berjumlah 190 alat tes. Sehingga, otoritas setempat hanya melakukan uji sampel terhadap puluhan warga binaan. "Kami terus melakukan upaya pembenahan, hal ini guna memutus rantai jaringan peredaran narkoba. Kami tidak ingin lapas menjadi tempat peredaran masif barang terlarang, sehingga deteksi dini harus rutin dilaksanakan," demikian Idris. (sws)