HUKUM

Polres Tanjungpinang Mulai Selidiki Pinjaman Online Ilegal

Tanjungpinang, FNN - Kepala Polres Tanjungpinang, AKBP Fernando, mengaku sudah menginstruksikan jajarannya untuk menyelidiki usaha pinjaman online ilegal di ibu kota Provinsi Kepulauan Riau itu. "Saya sudah perintah kepala Satuan Reskrim menyelidiki di lapangan," kata dia, Jumat. Hal itu, kata dia, sesuai perintah Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Listyo S Prabowo, terkait maraknya bisnis pinjol ilegal di Indonesia saat ini. Di Jakarta, sebagai misal, pengelola dan operator pinjaman online ilegal juga sudah ada yang ditangkap polisi. "Kalau kami temukan pinjol ilegal di Tanjungpinang, akan ditindak tegas," ujarnya. Lanjut dia sampai sejauh ini pihaknya memang belum menemukan daftar pinjol ilegal yang beroperasi di Tanjungpinang. "Laporan korban terjerat pinjol ilegal juga belum ada," imbuhnya. Ia meminta agar masyarakat proaktif melapor jika menjadi korban atau menemukan adanya aktivitas pinjol ilegal di Kota Gurindam itu. Ia turut mengimbau warga tidak tergiur pinjol ilegal dengan iming-iming, misalnya proses pencairan pinjaman yang lebih cepat. "Pastikan pinjol itu resmi berizin OJK, totalnya daftarnya ada 124. Kalau di luar itu, berarti pinjol ilegal dan bodong," ucap dia. Ia menegaskan, pinjaman online ilegal sangat merugikan masyarakat, karena bunganya jauh melebihi bunga bank resmi, sehingga bisa merusak kondisi keuangan rumah tangga masyarakat. "Jadi, jangan sampai terjerumus pinjol ilegal, sangat berbahaya," katanya. (mth)

Garuda Indonesia Tanggapi Putusan PN Jakarta Pusat Soal PKPU

Jakarta, FNN - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menanggapi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak gugatan perkara tuntutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh My Indo Airlines (MYIA) selaku kreditur. "Selanjutnya Garuda akan tetap berfokus pada upaya restrukturisasi kewajiban usaha dan operasinya, serta menjamin operasi penerbangan untuk angkutan penumpang dan kargo berjalan normal," demikian tertulis dalam rilis Garuda Indonesia yang dipantau di Jakarta, Kamis. Seperti diketahui, My Indo Airlines memasukkan gugatan ke PN Jakarta Pusat pada Jumat, 9 Juli 2021, dengan registrasi perkara Nomor: 289/Pdt.Sus/PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. MYIA mengajukan gugatan karena Garuda Indonesia menunggak pembayaran sejumlah kewajiban kepada perusahaan. My Indo mengajukan PKPU terhadap Garuda Indonesia atas klaim kurang dari 700.539 dolar AS yang terkait dengan kesepakatan kargo 2019. Dalam menghadapi permohonan PKPU ini, emiten berkode saham GIAA telah menunjuk kuasa hukum dari Kantor Advokat Assegaf Hamzah & Partners. Berdasarkan salinan berkas gugatan yang diperoleh permohonan PKPU tersebut diajukan oleh Direktur Utama My Indo Airlines Mohamed Yunos bin Mohamed Ishak dan Direktur My Indo Airlines M. Ridwan. Hubungan bisnis My Indo dengan Garuda selaku Termohon awal mulanya terjalin berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Kapasitas Kargo sejak Januari 2019. Pemohon selaku pemberi sewa, sedangkan Termohon sebagai penyewa atas satu unit pesawat Boeing B737-300 freighter. (ant, sws)

Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Perindo

Jakarta, FNN - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI menetapkan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di Perum Perikanan Indonesia (Perindo) tahun 2016-2019. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Kamis, mengatakan tiga tersangka yang telah ditetapkan tersebut masing-masing berinisial NMB, LS dan WP. Menurut Leonard, penetapan tersangka ini dilakukan setelah jaksa penyidik memeriksa tujuh orang saksi. Namun hanya dihadiri oleh empat saksi, dan tiga di antaranya ditetapkan tersangka. "Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap tiga tersangka dilakukan penahanan," ujar Leonard. Adapun ketiga tersangka yakni NMB selaku Direktur PT Prima Pangan Madani, LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur dan WP selaku karyawan BUMN/mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan Perum Perindo. "Tersangka NMB dan LS dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan tersangka WP ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung," ujar Leonard. Adapun kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN tersebut berawal ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp 200 miliar pada tahun 2017. Adapun kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN tersebut berawal ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp 200 miliar pada tahun 2017. Dana tersebut terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017 – Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017 – Seri B. "Adapun tujuan MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B," ujar Leonard. MTN seri A dan seri B itu kata Leonard, sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP. Pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang mana pada periode sebelumnya RS merupakan Direktur Operasional Perum Perindo. Kemudian RS mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI. Selanjutnya ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP. Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP juga terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan antara lain PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa. "Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual beli ikan putus," kata Leonard. Ia mengatakan dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha. Selain dari itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari "supplier" kepada mitra bisnis Perum Perindo. Akibat penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, lanjut Leonard, menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo. Kemudian transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp.149 miliar. Atas perbuatannya, ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Juga disubsiderkan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant, sws)

Tipu-tipu di Pengadilan 6 Laskar FPI

By M Rizal Fadillah PENGADILAN atas pembunuhan 6 anggota Laskar FPI mulai digelar 18 Oktober 2021 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dua terdakwa yang dihadapkan di meja hijau adalah Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella. Hakim Ketua yang mengadili yaitu M Arif Nuryanta dengan anggota Haruno dan Elfian. JPU Zet Tarung Allo membacakan dakwaan atas delik pembunuhan dan penganiayaan dengan Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 351 ayat (3) KUHP. Bagi yang mengikuti dan mendalami peristiwa 7 Desember 2020 tersebut tentu bakal menyimpulkan bawa peradilan yang dilaksanakan saat ini adalah bagian dari rekayasa kasus. Tipu-tipu hukum. Ada beberapa alasan untuk itu, yaitu : Pertama, terdakwa hanya dua anggota kepolisian Metro Jaya. Meskipun satu dinyatakan meninggal, namun pembunuhan dan penganiayaan terhadap enam anggota Laskar FPI dipastikan melibatkan banyak personal baik pelaku (pleger), penyerta (medepleger) maupun yang menyuruh (doenpleger). Adapula penganjur (uitlokker). Kedua, pembunuhan dan penganiayaan dengan kondisi jenazah yang mengenaskan adalah kejahatan yang sangat keji. Pembunuh seperti ini tidak boleh dibiarkan bebas berkeliaran. Nyatanya kedua terdakwa bukan hanya tidak ditahan, tetapi terkesan justru mendapat perlindungan yang luar biasa. Ketiga, dalam dalam dakwaan Jsksa Penuntut Umum, pembunuh itu hanya polisi penumpang dari mobil K 9143 EL (menembak mati 2 laskar) dan B 1519 UTI (membunuh 4 laskar), padahal yang terlibat faktanya lebih dari dua mobil. Mengapa jaksa menyembunyikan penumpang mobil B 1839 PWQ dan B 1278 KJL ? Begitu juga mobil "komandan" Land Cruiser. Komnas HAM merekomendasi untuk membuka kedok siapa penumpang 3 mobil yang diduga kuat terlibat tersebut. Keempat, peristiwa pembunuhan itu berawal penguntitan dan pembunuhan artinya terencana, oleh karenanya pembunuhan ini harus dapat dikualifikasi sebagai pembunuhan berencana, Pasal 340 KUHP semestinya didakwakan pula. Ancaman bagi pelaku menurut Pasal ini adalah pidana mati atau seumur hidup. Kelima, peristiwa ini di samping di awali pembuntutan atau penguntitan juga berdasarkan adanya 3 (tiga) Surat Tugas. Konsekuensinya adalah atasan kedua tersangka di Polda Metro Jaya harus ditarik sebagai tersangka. Dengan awal penguntitan dan Surat Perintah maka ada upaya sistematik. Artinya ini adalah pelanggaran HAM berat yang mesti diadili oleh Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pengadilan pidana biasa di PN Jakarta Selatan dapat menjadi peradilan sesat atau peradilan tipu-tipu. Banyak pihak yang dilindungi dalam kasus ini. Kedua tersangka adalah dua anggota polisi yang memang sengaja dikorbankan. Meskipun demikian meski saat ini rezim melalui proses peradilan dapat bersandiwara akan tetapi kelak jika berganti bukan hal yang tidak mungkin kasus yang telah dianggap selesai pada peradilan tipu-tipu ini akan dibuka kembali. Allah SWT tidak tidur dan tidak pernah berpihak pada kaum yang zalim. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

KPK Tangkap Bupati Kuansing Terkait Suap Izin Perkebunan

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra bersama tujuh orang lainnya terkait dengan kasus dugaan suap perizinan perkebunan. "KPK mengamankan beberapa pihak, sejauh ini ada sekitar delapan orang. Di antaranya benar, Bupati Kuansing, ajudan, dan beberapa pihak swasta," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Ali mengatakan bahwa tim KPK saat ini masih memeriksa para pihak yang telah ditangkap tersebut. "Informasi yang kami peroleh terkait dengan dugaan korupsi penerimaan janji atau hadiah terkait dengan perizinan perkebunan," ucap Ali. Perkembangan mengenai hasil operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, kata dia, akan diinformasikan lebih lanjut. "Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," katanya. Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa tim KPK saat ini masih berada di lapangan dalam rangka pengumpulan bukti-bukti. "KPK masih kerja, penyelidik dan penyidik masih di lapangan," ucap Firli. Sesuai dengan KUHAP, KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status dari para pihak yang ditangkap tersebut. (ant, sws)

Presiden Diminta Tidak Melantik Anggota BPK Nyoman Adhi Suryanyadna Selama Masih Bersengketa di PTUN

Jakarta, FNN - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melakukan gugatan atas pemilihan anggota BPK yang melanggar hukum ke PTUN. Oleh karena itu Boyamin Saiman, Koordinator MAKI meminta Presiden RI tidak melantik calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Nyoman Adhi Suryanyadna kelama masih menjalani sengketa di PTUN.. Rilis yang diterima FNN, hari ini, disebutkan bahwa Selasa tgl 19 Oktober 2021, pukul 10.30 WIB, di PTUN Jakarta, jalan Pemuda No 66, Rawamangun, Jaktim akan dilangsungkan sidang kedua (Perbaikan) atas gugatan MAKI lawan Ketua DPR dalam sengkarut tidak sahnya pemilihan anggota BPK karena tidak memenuhi syarat pasal 13 huruf J Undang-Undang tentang BPK. Gugatan ini terdaftar nomor perkara : 232/G/2021/PTUN.Jkt. Sebagaimana diketahui , DPR telah memilih Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai calon anggota BPK dan berkasnya sudah diajukan kepada Presiden untuk dilakukan pelantikan. Gugatan ini sekaligus untuk meminta Presiden RI tidak melantik Nyoman Adhi Suryanyadna selama masih terdapat gugatan di PTUN. Presiden harus menunggu putusan gugatan ini hingga memiliki kekuatan hukum tetap menunggu hingga proses Banding dan Kasasi. Permintaan tidak melantik ini sebagai bentuk penghormatan atas proses hukum yang sedang berjalan. Presiden semestinya menjadi tauladan menghormati dan patuh atas proses hukum sebagai konsekuensi negara hukum yang digariskan UUD 1945. Sebelumya Hakim PTUN Jakarta menetapkan tidak menerima gugatan dikarenakan Penggugat MAKI dan LP3HI belum secara resmi mengajukan keberatan kepada Ketua DPR terkait seleksi calon Anggota BPK yang tidak memenuhi syarat. MAKI dan LP3HI telah melengkapi kekurangan tersebut berupa telah mengirimkan surat keberatan ( tanda terima surat keberatan jadi lampiran rilis ini ) kepada Ketua DPR dan selanjutnya MAKI dan LP3HI telah mendaftarkan kembali gugatan kepada PTUN. Materi gugatan sama dengan sebelumnya ditambah dilengkapi lampiran surat keberatan . Gugatan ini melawan Ketua DPR dalam hal hasil seleksi calon pimpinan BPK yang diduga tidak memenuhi syarat. Ketua DPR Puan Maharani telah menerbitkan Surat Ketua Dewan Perwakilam Rakyat Republik Indonesia nomor PW/09428/DPR RI/VII/2021 tanggal 15 Juli 2021 kepada Pimpinan DPD RI tentang Penyampaian Nama-Nama Calon Anggota BPK RI berisi 16 orang. Dari 16 orang tersebut terdapat 2 (dua) orang calon Anggota BPK yang diduga tidak memenuhi persyaratan yaitu Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z. Soeratin. Berdasarkan CV Nyoman Adhi Suryadnyana, pada periode 3-10-2017 sampai 20-12-2019 yang bersangkutan adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III), yang notabene adalah pengelola keuangan negara (Kuasa Pengguna Anggaran / KPA ). Sedangkan Harry Z. Soeratin pada Juli 2020 lalu dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), yang notabene merupakan jabatan KPA dalam arti yang bersangkutan bahkan masih menyandang jabatan KPAnya. Kedua orang tersebut harusnya tidak lolos seleksi karena bertentangan dengan Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang mengatur : untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara. Ketentuan pengaturan ini mengandung makna bahwa seorang Calon Anggota BPK dapat dipilih untuk menjadi Anggota BPK, apabila Calon Anggota BPK tersebut telah meninggalkan jabatan (tidak menjabat) di lingkungan pengelola keuangan negara paling singkat 2 tahun terhitung sejak pengajuan sebagai Calon Anggota BPK. Bahwa pemaknaan terhadap Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 juga disampaikan juga oleh Mahkamah Agung (MA) dalam suratnya nomor 118/KMA/IX/2009 tanggal 24 September 2009 berpendapat bahwa Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 menentukan bahwa calon Anggota BPK telah meninggalkan jabatan di lingkungan Pengelola Keuangan Negara selama 2 (dua) tahun. Atas dugaan tidak memenuhi persyaratan tersebut, MAKI dan LP3HI telah mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Gugatan ini bertujuan membatalkan surat tersebut dan termasuk membatalkan hasil seleksi calon anggota BPK yang tidak memenuhi persayaratan dari kedua orang tersebut. MAKI merasa perlu mengawal DPR untuk mendapatkan calon anggota BPK yang baik dan integritas tinggi termasuk tidak boleh meloloskan calon yang diduga tidak memenuhi persyaratan. Jika kedua orang ini tetap diloloskan dan dilantik dengan Surat Keputusan Presiden, MAKI juga akan gugat PTUN atas SK Presiden tersebut. (sws)

Kejati Periksa Intensif Dua Anggota DPRD Saksi Kasus Masjid Sriwijaya

Palembang, FNN - Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan memeriksa intensif dua orang mantan anggota DPRD provinsi ini sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang, Senin. Dua anggota DPRD tersebut, yakni Yansuri Wakil Ketua DPRD Sumsel 2014-2019 dan M. F. Ridho Ketua Komisi lll DPRD Sumatera Selatan 2014-2019. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Khaidirman di Palembang mengatakan, masing-masing saksi diperiksa oleh penyidik secara bergantian dengan jumlah lebih kurang 32 pertanyaan di ruang Lantai Enam Gedung Kejaksaan Tinggi selama enam jam. “Salah satu poin pertanyaan dalam pemeriksaan ini seputar kelengkapan administrasi pembangunan masjid seperti proposal dana hibah,” kata dia. Menurutnya, keterangan dari saksi tersebut dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara atas enam tersangka masing-masing Muddai Madang, Laoma L Tobing, Loka Sangganegara, Akhmad Najib, Agustinus Antoni, dan Alex Noerdin. “Tentu penyidik memiliki penilaian sendiri. Sementara itu yang bisa disampaikan,” ujarnya. Dalam kesempatan in seharusnya, lanjut dia, ada lima orang saksi yang diminta untuk hadir, antara lain, Agus Sutikno Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2014-2019, Chairul S. Matdiah Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2014-2019, dan Mantan Direktur Utama PT Brantas Abipraya (Persero) Bambang E Marsono. Namun sampai saat ini dua orang saksi tidak hadir tanpa keterangan dan satu orang saksi tidak hadir dengan alasan sakit. Saksi Yansuri mengatakan ada banyak pertanyaan yang disampaikan oleh penyidik kepada mereka, salah satunya terkait legalitas proposal. Seperti diketahui dalam pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tersebut pihak pertama, yakni pemerintah dan pihak kedua Yayasan Wakaf Masjid tidak melampirkan proposal dalam rapat badan anggaran di DPRD Sumatera Selatan. “Lebih jelasnya nanti tanyakan saja dengan penyidik. Poinnya kapasitas kami ditanyakan seputar administrasi,” tandasnya. (mth)

Seorang Pengacara Terjaring Razia yang Digelar BNNK Banyumas

Purwokerto, FNN - Seorang pengacara terjaring razia yang digelar Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Banyumas bersama instansi terkait lainnya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. "Dalam kegiatan deteksi dini penyalahgunaan narkoba yang dilaksanakan hari ini , kami mendatangi sejumlah rumah kos di Kelurahan Purwokerto Kidul dan Kelurahan Bancarkembar," kata Subkordinator Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNNK Banyumas Wicky Sri Erlangga Adityas usai razia di Purwokerto, Senin. Ia mengatakan secara keseluruhan tercatat sebanyak 61 penghuni rumah kos yang menjalani pemeriksaan urine dalam kegiatan deteksi dini tersebut, 43 orang di antaranya perempuan dan 18 orang laki-laki. "Tes urine telah dilakukan sesuai SE/8/VI/DE/PM/00/2020/BNN yang mana petugas pendaftaran dan penerimaan urine menggunakan APD (alat pelindung diri), dengan didukung oleh Bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) Kabupaten Banyumas dalam penyediaan testkit-nya. Tes urine menggunakan alat tes uji 6 parameter (Amp, Thc, Mop Coc, Met, Bzo)," katanya menjelaskan. Dari hasil pemeriksaan urine tersebut, kata dia, sebanyak 58 orang dinyatakan negatif dari penyalahgunaan narkoba. Sementara dua orang lainnya, lanjut dia, diketahui positif benzo (Bzo) serta satu orang positif Bzo, amphetamine (Amp), dan metamphetamine (Met atau sabu-sabu). "Satu orang yang positif Bzo, Amp, dan Met ini diketahui merupakan seorang penasihat hukum atau pengacara yang juga ketua salah satu organisasi pemuda di Kabupaten Banyumas. Untuk sementara, kami belum menemukan barang bukti sabu-sabu," katanya. Menurut dia, pihaknya akan melakukan asesmen lebih lanjut terhadap yang bersangkutan termasuk dua orang yang positif Bzo. Kendati demikian, dia mengatakan asesmen terhadap oknum pengacara tersebut akan dilakukan setelah yang bersangkutan menghadiri sidang di pengadilan. "Yang bersangkutan minta izin kepada kami karena ada jadwal sidang di pengadilan. Setelah sidang, yang bersangkutan akan menjalani asesmen," katanya. Lebih lanjut, Wicky mengatakan kegiatan deteksi dini penyalahgunaan narkoba tersebut terselenggara atas kerja sama BNNK Banyumas dengan Detasemen Polisi Militer IV/1 Purwokerto, Propam Polresta Banyumas, dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Banyumas. Ia mengakui kegiatan razia sebagai upaya deteksi dini penyalahgunaan narkoba sempat terhenti akibat adanya pandemi COVID-19 namun sejak kasus penularan virus corona tersebut menunjukkan tren penurunan, pihaknya kembali menggiatkannya kembali. "Pengedar dan penyalah guna obat-obatan terlarang memang tidak mengenal COVID-19, jadi kami akan terus menggencarkan razia ini," kata Wicky. (mth)

KPK Amankan Rp1,7 Miliar Terkait OTT Bupati Musi Banyuasin

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang sekitar Rp1,7 miliar terkait operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin (DRA) dan kawan-kawan. KPK telah menetapkan Dodi bersama tiga orang lainnya dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2021. "Dari kegiatan ini, tim KPK selain mengamankan uang sejumlah Rp270 juta, juga turut diamankan uang yang ada pada MRD (Mursyid/ajudan bupati) Rp1,5 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu. Tiga tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM), Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari (EU), dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH). Dalam kegiatan tangkap tangan pada Jumat (15/10) sekitar pukul 11.30 WIB, Tim KPK telah menangkap enam orang di wilayah Musi Banyuasin dan sekitar pukul 20.00 WIB, Tim KPK juga mengamankan dua orang di wilayah Jakarta. Enam orang tersebut, yakni Dodi Reza Alex Noerdin, Herman Mayori, Eddi Umari, Suhandy, Kabid Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Irfan (IF), Mursyid (MRD) selaku ajudan bupati, Badruzzaman (BRZ) selaku staf ahli bupati, dan Kabid Pembangunan Jalan dan Jembatan Ach Fadly (AF). Dalam kronologi tangkap tangan, Alex menjelaskan pada Jumat (15/10), Tim KPK menerima informasi akan adanya dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang disiapkan oleh Suhandy yang nantinya akan diberikan pada Dodi melalui Herman dan Eddi. Selanjutnya, kata dia, dari data transaksi perbankan diperoleh informasi adanya transfer uang yang diduga berasal dari perusahaan milik Suhandy kepada rekening bank milik salah satu keluarga Eddi. "Setelah uang tersebut masuk lalu dilakukan tarik tunai oleh keluarga EU dimaksud untuk kemudian diserahkan kepada EU," ungkap Alex. Eddi lalu menyerahkan uang tersebut kepada Herman untuk diberikan kepada Dodi. "Tim selanjutnya bergerak dan mengamankan HM disalah satu tempat ibadah di Kabupaten Musi Banyuasin dan ditemukan uang sejumlah Rp270 juta dengan dibungkus kantung plastik," tuturnya. Tim KPK, kata Alex, juga mengamankan Eddi dan Suhandy serta pihak terkait lainnya dan dibawa ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk dilakukan permintaan keterangan. "Di lokasi yang berbeda di wilayah Jakarta, Tim KPK kemudian juga mengamankan Dodi di salah satu lobi hotel di Jakarta yang selanjutnya DRA dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dimintai keterangan," ucap Alex. Atas perbuatannya tersebut, Suhandy selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sedangkan sebagai penerima, Dodi dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (ant, sws)

KPK Tangkap Bupati Musi Banyuasin

Jakarta, (FNN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin bersama lima orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Muba, Sumatera Selatan, Jumat, 15 Oktober 2021. Penangkapan terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa infrastruktur di wilayah yang dipimpinnya. Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, OTT yang dilakukan KPK tersebut terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa infrastruktur di Kabupaten Muba. "Dalam kegiatan tersebut, tim KPK mengamankan beberapa pihak pejabat di lingkungan Pemkab Muba. Sejauh ini ada sekitar enam orang di antaranya Bupati Muba dan beberapa ASN di lingkungan Pemkab Muba," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu, 16 Oktober 2021. Dodi merupakan anak dari mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Ali mengatakan, tim KPK telah selesai memeriksa pihak-pihak yang telah ditangkap tersebut. "Informasi yang kami peroleh, tim selesai melakukan pemeriksaan beberapa pihak dimaksud di Kejaksaan Tinggi Sumsel. Mereka akan segera dibawa ke Jakarta guna dilakukan pemeriksaan lanjutan. Perkembangannya akan diiinfokan," ucap Ali. Sesuai KUHAP, KPK memiliki waktu 1x24 jam, menentukan status dari para pihak yang ditangkap tersebut. (MD).