HUKUM

Orang Tua Brigadir J Merestui Richard Eliezer Kembali ke Kepolisian

Jakarta, FNN - Orang tua Brigadir (Anumerta) Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tidak keberatan jika Bharada Richard Eliezer kembali ke institusi Polri setelah menjalani pidananya.Ayahanda Brigadir J, Samuel Hutabarat menyerahkan keputusan penarikan Bharada Elizer kepada institusi Polri.“Itu adalah suatu peraturan di instansi pemerintahan atau kepolisian. Kami ikuti saja proses yang ada di kepolisian,” kata Samuel di Jakarta, Jumat.Senada dengan suaminya, Rosti Simanjuntak juga tidak mempersoalkan kembalinya Bharada Eliezer ke kepolisian.Pertimbangan keluarga merestui Bharada Eliezer dijelaskan oleh penasehat hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak.Menurut Kamaruddin, pihaknya telah mendiskusikan hal itu saat bertemu dengan Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andriantor di Bareskrim siang tadi.Ia mengatakan pihak keluarga dan penasehat hukum meminta supaya Bharada Eliezer divonis di bawah lima tahun.“Kabareskrim sangat mengapresiasi sikap keluarga maupun penasehat hukum,” kata Kamaruddin.Di mata keluarga, kata Kamaruddin, Eliezer merupakan sosok orang baik yang perlu dilindungi, setelah mengakui perbuatannya dan mau mengungkap kebenaran dengan menjadi justice collaborator (JC).Kamaruddin mengaku, pihaknya turut mendorong penasehat hukum Bharada Eliezer agar menjadikan mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut sebagai justice collaborator dalam mengungkap kasus tersebut.“Jadi kami dengan sadar, dan meminta juga Eliezer memang harus jadi JC, ketika terjadi perdebatan sewaktu Kejaksaan Agung dengan timnya tidak mau mengaku sebagai JC, saya benar-benar memperjuangkan dengan rekan-rekan bahwa Eliezer adalah JC,” kata Kamaruddin.Dengan keikhlasan keluarga menerima putusan majelis hakim yang memvonis Eliezer satu tahun enam bulan, dan memberikan kesempatan untuk bisa berprestasi lagi di kepolisian. Keluarga berharap, perwira Polri berpangkat Bhayangkara dua (Bharada) itu bisa menjadi pengingat bagi generasi berikutnya, agar tidak ada lagi kejahatan-kejahatan di kepolisian, menjadi polisi yang baik dan humanis yang berpihak kepada rakyat.Kamaruddin mengungkapkan, bahwa keputusan ini tidaklah mudah diterima oleh keluarga. Beberapa tante dari Brigadir Yosua keberatan dengan keputusan tersebut. Tetapi setelah diberikan pengertian, bahwa keluarga harus melindungi penegakan hukum di Indonesia.“Sempat ada keluarga khususnya daripada tante-tante almarhum kurang setuju, tapi saya memberikan pengertian. Bahwa itu harus kami tempuh bukan hanya untuk Yosua, tapi untuk melindungi sistem penegakan hukum di Indonesia supaya orang-orang baik, orang-orang jujur, orang-orang benar tumbuh demi masa depan Indonesia,” kata Kamaruddin.Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam acara kick off meeting Pancasila di Tribrata, Jakarta Selatan, Kamis (16/2) mengatakan pihaknya terus mengikuti perkembangan persidangan kasus pembunuhan Brigadir J, termasuk apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim turut menjadi catatanya,Begitu pula dengan harapan masyarakat menjadi pertimbangan pihaknya dalam melaksanakan sidang etik kepada Bharada Richard Eliezer.“Ya peluang (kembali) itu ada,” kata Sigit.Sigit telah meminta tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk melaksanakan sidang etik terhadap Bharada Richard Eliezer.(ida/ANTARA)

Polisi Menembakkan Gas Air Mata untuk Membubarkan Pendukung PSIS

Semarang, FNN - Kapolrestabes Semarang Kombes Pol. Irwan Anwar menyebut polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan pendukung PSIS Semarang yang nekat datang ke Stadion Jatidiri Semarang, Jumat, untuk menyaksikan pertandingan melawan Persis Solo usai gagal melakukan upaya persuasif.\"Bahkan saat massa mulai melempari petugas, tetap kami peringatkan secara lisan untuk membubarkan diri,\" katanya usai pertandingan PSIS melawan Persis.Ia menjelaskan kericuhan antara polisi dan pendukung PSIS Semarang terjadi di luar Pintu Gerbang Stadion Jatidiri.Menurut dia, massa memaksa masuk ke dalam stadion untuk menyaksikan pertandingan yang digelar tanpa penonton tersebut.Irwan memastikan lebih dari seribu pendukung PSIS yang datang ke stadion itu tidak satu pun yang memiliki tiket.Tindakan tegas, kata dia, dilakukan petugas sesuai dengan tahapan pengamanan yang dilakukan.Ia menuturkan alasan kepolisian merekomendasikan pertandingan ini tanpa penonton didasari atas sejarah pertemuan kedua tim.Dulu, lanjut dia, saat PSIS bermain di Solo terjadi penyerangan terhadap penonton asal Semarang saat kembali pulang.Hal tersebut, kata dia, diduga akan menjadi pemicu aksi balasan saat penonton asal Solo datang ke Semarang.Selain itu, menurut dia, hasil evaluasi pertandingan antara PSIS melawan Persib Bandung menjadi pertimbangan pemberian rekomendasi keamanan.\"Saat melawan Persib, pintu stadion ini dibobol adik-adik penonton Semarang,\" katanya.Berbagai pertimbangan tersebut, kata dia, menjadi alasan penyekatan terhadap pendukung PSIS yang datang ke stadion.Sebelumnya, ricuh antara pendukung PSIS Semarang dengan personel kepolisian terjadi di depan Stadion Jatidiri Semarang saat laga melawan Persis Solo.Pendukung PSIS nekat datang ke stadion meski laga tersebut digelar tanpa penonton.Pertandingan PSIS melawan Persis sendiri berkesudahan dengan skor 1-1.(sof/ANTARA)

Kejagung Nyatakan Banding Terhadap Ferdy Sambo dan Kawan-kawan

Jakarta, FNN - Kejaksaan Agung RI resmi mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo dan tiga terdakwa lainnya yang juga mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan bahwa upaya hukum ini sebagai tindak lanjut dari upaya hukum banding oleh Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma’ruf agar jaksa penuntut umum (JPU) tidak kehilangan hak melakukan upaya hukum lainnya.\"Upaya hukum banding diajukan agar JPU tidak kehilangan hak untuk melakukan upaya hukum berikutnya,\" kata Ketut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.Ketut tidak menjelaskan secara terperinci alasan jaksa penuntut umum juga mengajukan banding dalam kasus ini.Dalam Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa pihak yang berhak mengajukan banding adalah terdakwa atau penuntut umum.Upaya banding oleh jaksa penuntut umum, kata dia, untuk mengawal dan menjaga proses hukum banding dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat agar berjalan selaras dengan dakwaan dan tuntutan.Akta banding tersebut telah diajukan pada hari Jumat oleh JPU ke Pengadilan Tinggi tertanggal 17 Februari, berikut akta permintaan banding yang diajukan oleh Kejagung: Akta Permintaan Banding Nomor: 12/Akta.Pid/2023/PN.Jkt.Sel atas nama terdakwa Kuat Ma’ruf tanggal 17 Februari 2023 terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 800/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. tanggal 14 Februari 2023.Akta Permintaan Banding Nomor: 13/Akta.Pid/2023/PN.Jkt.Sel. atas nama terdakwa Ferdy Sambo tanggal 17 Februari 2023 terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 796/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. tanggal 13 Februari 2023.Berikutnya Akta Permintaan Banding Nomor: 14/Akta.Pid/2023/PN.Jkt.Sel atas nama terdakwa Putri Candrawathi tanggal 17 Februari 2023 terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 797/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. tanggal 13 Februari 2023.Terakhir, Akta Permintaan Banding Nomor: 15/Akta.Pid/2023/PN.Jkt.Sel atas nama terdakwa Ricky Rizal Wibowo tanggal 17 Februari 2023 terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 799/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. tanggal 14 Februari 2023.Diberitakan sebelumnya bahwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma\'ruf kompak mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.Sebelumnya, lima terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J mendapatkan vonis yang berbeda-beda. Ferdy Sambo yang merupakan otak dari pembunuhan itu dijatuhi hukuman mati,  Putri Candrawathi dihukum 20 tahun penjara.Selanjutnya terdakwa Kuat Maruf dan Ricky Rizal Wibowo masing-masing divonis 15 tahun dan 13 tahun penjara. Sementara itu, Richard Eliezer dari awal dituntut 12 tahun penjara dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.(sof/ANTARA)

Vonis Bharada E Menunjukkan Hakim Paham Peran Justice Collaborator

Jakarta, FNN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Bharada E menunjukkan hakim memahami intisari dari peran justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum).\"Vonis itu menunjukkan bahwa majelis hakim memahami bahwa intisari peran dari dan kontribusi justice collaborator,\" kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Jakarta, Jumat.Menurut Hasto, keputusan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Wahyu Iman Santoso sudah sesuai dengan penghargaan justice collaborator yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban terkait dengan keringanan penjatuhan pidana.Pada kesempatan itu, Ketua LPSK menyebutkan bahwa seseorang yang menyandang status justice collaborator paling tidak mendapatkan tiga poin penting.Pertama, mendapatkan perlindungan atau pengamanan oleh LPSK sesuai dengan mandatnya. Sejak ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana Brigadir J, lembaga itu terus memberikan perlindungan dan pengamanan.Bahkan, pelayanan dan perlindungan tersebut akan terus diberikan LPSK hingga tidak diperlukan lagi oleh pemohon justice collaborator dalam hal ini Richard Eliezer atau Bharada E.Poin kedua, lanjut dia, perlakukan khusus yang diberikan aparat penegak hukum dalam bentuk pemisahan berkas perkara yang bersangkutan dengan terdakwa lainnya, termasuk pula pemisahan tempat penahanan.\"Yang ketiga ialah pemberian penghargaan. Ini adalah haknya atau kewajiban seorang hakim untuk memberikan penghargaan kepada justice colaborator,\" ujar dia.Hasto mengatakan bahwa pascaputusan atau vonis Bharada E, LPSK menilai hakim telah memberikan hukuman dengan pertimbangan-pertimbangan yang merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.\"LPSK menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada majelis hakim yang telah memberikan putusan sangat progresif terhadap justice collaborator yang dilindungi LPSK,\" kata dia.(ida/ANTARA)

Alhamdulillah Pihak Kejaksaan Tidak Melakukan Banding

Jakarta, FNN - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengucap syukur karena pihak Kejaksaan Republik Indonesia tidak melakukan banding terhadap vonis 1,5 tahun Bharada Richard Eliezer (Bharada E).“Ya, alhamdulillah kalau pihak Kejaksaan tidak melakukan banding, ini semuanya juga harapan kami, meskipun itu sebenarnya adalah hak jaksa,” ucap Hasto kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis.Hasto mengatakan bahwa peristiwa ini merupakan tonggak sejarah di dunia penegakan hukum, terutama bagi para subjek hukum yang menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama.“Persidangan ini sudah menjadi tonggak sejarah, terutama bagi subjek yang disebut justice collaborator,” ucap Hasto.Sebelumnya, ucap Hasto melanjutkan, diragukan apakah seseorang yang melakukan tindak kejahatan, terlebih dalam tindak kejahatan yang disebut pembunuhan, bisa menjadi justice collaborator.“Ini hakim sudah mengumumkan bahwa itu bisa,” ucapnya.Terkait dengan perlindungan lebih lanjut untuk Eliezer, Hasto mengungkapkan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, khususnya kepada kepala lembaga pemasyarakatan (Kalapas) tempat Eliezer akan ditahan.Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menyatakan menerima putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang menjatuhkan pidana 1,5 tahun, dengan menyatakan tidak banding atas putusan tersebut.“Kami salah satu pertimbangannya adalah untuk tidak mengajukan upaya hukum banding dalam perkara ini,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Jumhana dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.Fadil menyebut ada banyak pertimbangan dari pihak kejaksaan dalam memutuskan sikap tersebut, termasuk pemikiran yang mendalam dari para jaksa penuntut umum yang disampaikan kepada pimpinan Kejaksaan Agung RI.Dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2), majelis hakim yang diketuai Wahyu Imam Santoso menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana satu tahun enam bulan.“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.(ida/ANTARA)

Putusan Hakim Terhadap Eliezer Menjadi Tonggak Baru Dunia Peradilan

Jakarta, FNN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Richard Eliezer menjadi tonggak baru bagi dunia peradilan pidana di Tanah Air.\"Pertama, hakim jelas-jelas merujuk kepada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban,\" kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Jakarta, Jumat.Hal tersebut disampaikan Ketua LPSK menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.Hasto yang didampingi empat pimpinan LPSK lainnya juga menyinggung soal dilema hukum yang dialami Richard Eliezer. Kendati menyandang status justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum, dia tetap dituntut 12 tahun oleh jaksa penuntut umum dalam perkara itu.Atas dilema hukum yang terjadi, Hasto mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang masih tergolong paradigma baru dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.\"Termasuk justice collaborator yang menjadi subjek baru yang dilindungi LPSK dan diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban,\" katanya.Di satu sisi, LPSK menyadari bahwa belum semua pihak bisa memahami dengan sempurna atas paradigma sistem peradilan pidana tersebut. Namun, hakim dengan progresif telah memberikan putusan, salah satunya berdasarkan pasal yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.\"Ini adalah tonggak sejarah baru,\" tambahnya.Pada kesempatan itu, Hasto juga membahas atau menjawab soal keraguan apakah Richard Eliezer pantas mengantongi status justice collaborator sebab biasanya hal itu hanya diberikan kepada pelaku untuk kasus tindak pidana yang berdimensi kolektif atau kejahatan terorganisasi, seperti korupsi, tindak pidana perdagangan orang, dan narkotika.Akan tetapi, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 menyatakan bahwa selain tindak pidana korupsi, perdagangan orang dan narkotika, justice collaborator juga bisa diberikan kepada kasus tindak pidana yang ditetapkan LPSK.Ia mengatakan sebelum memberikan perlindungan, LPSK lebih dulu melakukan asesmen dan sebagainya sehingga menyatakan Bharada E layak diberikan justice collaborator.\"Dibandingkan justice collaborator lain yang pernah diberikan LPSK, saya melihat nilai lebih Eliezer ini adalah ketulusannya dan kesungguhannya,\" ujar Hasto.(ida/ANTARA)

Kejagung Tak Ajukan Banding, Peluang Richard Tetap Jadi Anggota Brimob Terbuka

Jakarta, FNN - Peluang Barada Richard Eliezer untuk tetap menjadi anggota Polri setelah menjalani hukuman atas pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat terbuka lebar. Kejaksaan Agung, seperti dikatakan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Fadil Zumhana, tidak mengajukan banding atas vonis 1 tahun 6 bulan penjara untuk Richard Eliezer. “Kami mewakili korban dan negara serta masyarakat, melihat perkembangan seperti itu. Salah satu pertimbangannya adalah untuk tidak melakukan upaya hukum banding dalam perkara ini,” kata Fadil dalam jumpa pers yang berlangsung Kamis (16/2/23). Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut  hukuman 12 tahun penjara terhadap Richard Eliezer, karena menjadi eksekutor dalam pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat. Keputusan Kejaksaan untuk menuntut hukuman yang sangat tinggi itu banyak sekali mendapat kecaman, termasuk dari LPSK yang selama ini melindungi Barada Eliezer. Oleh karena itu, mereka tidak akan mengajukan banding. Keputusan Kejaksaan Agung untuk tidak mengajukan banding ini sesuai dengan harapan masyarakat, pengacara, juga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang selama ini melindungi Richard. Kuasa hukum Richard, Ronny Talapessy, mengatakan bahwa putusan Majelis Hakim mewakili rasa keadilan masyarakat dan Richard sendiri. Meski Ronny mempersilakan Jaksa mengajukan banding, tapi dia berharap Jaksa sebaiknya tidak melakukan banding. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, mengapresiasi putusan Majelis Hakim dan berharap Jaksa tidak melakukan upaya banding. Jika Jaksa tak mengajukan banding, menurut Edwin, itu akan menjadi bentuk penghargaan kepada Richard Eliezer sebagai justice collaborator. Menurut Edwin, kejujuran yang disampaikan Richard itu telah membuat terang benderang perkara pembunuhan berencana itu. “Jadi kami mengapresiasi keputusan Majelis Hakim dan berharap Jaksa juga tidak melakukan upaya banding terhadap putusan ini sebagai bentuk penghargaan kepada justice collaborator,” kata Edwin. Richard Eliezer sebelumnya divonis 1 tahun 6 bulan oleh Majelis Hakim. Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntunan Jaksa, yaitu 12 tahun. Hakim menjatuhkan hukuman yang sangat ringan terhadap Richard Eliezer karena menurut Hakim, Richard telah menjadi justice collaborator dan banyaknya dukungan dari masyarakat, termasuk ratusan akademisi dari berbagai perguruan tinggi yang menyatakan diri menjadi sahabat pengadilan dan berharap hukuman yang dijatuhkan terhadap Richard ringan. Hakim menilai Richard telah membuat terang perkara hilangnya nyawa korban dengan keterangan yang jujur, konsisten, logis, serta bersesuaian dengan alat bukti sehingga sangat membantu perkara itu terungkap. Kondisi ini juga telah menempatkan Richard dalam posisi dan situasi yang sangat membahayakan jiwanya, mengingat Richard praktis berjalan sendirian. Hakim juga mempertimbangkan surat penerusan pengajuan amigoskurie, sahabat pengadilan, terhadap perkara terdakwa Richard dari berbagai pihak, antara lain Institute for Criminal Justice Reform, Ikatan Alumni Hukum Universitas Trisakti, Farida Law Office, Tim Advokasi Iluni FHAJ, dan Alance Academy Indonesia, yang pada pokoknya menyatakan kejujuran dan keberanian merupakan kunci keadilan bagi semua, oleh karenanya mohon agar kejujuran terdakwah Richard mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. Vonis Hakim juga ditentukan berdasarkan hal-hal yang meringankan Richard, antara lain saksi pelaku yang bekerjasama, bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, masih muda sehingga diharapkan mampu memperbaiki perbuatannya, berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, dan keluarga korban Yosua Hutabarat telah memaafkan perbuatannya. “Dengan keputusan Kejaksaan Agung tidak mengajukan banding maka vonis terhadap Richard ini segera berkekuatan hukum tetap atau inkrah.  Artinya, Richard tinggal menjalani sisa hukuman sejak dia ditahan oleh penyidik,” kata Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Kamis (16/2/23). Kira-kira Februari 2024 nanti Richard sudah bisa bebas dari tahanan. Bagaimana nasib Richard setelah lepas dari tahanan dan menjalani hukumannya? Banyak yang mengusulkan agar Richard Eliezer bisa tetap aktif menjadi anggota kepolisian. Sepertinya masalah ini direspons secara positif oleh Mabes Polri, seperti dikatakan oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjenpol Dedi Prasetyo, bahwa Mabes Polri membuka peluang soal itu. Apalagi hukuman Richard kurang dari 2 tahun. Mengenai hal ini, ada mekanismenya, yaitu sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), yang akan mempertimbangkan masukan dari pendapat masyarakat, ahli, dan salah satu referensi yang paling penting dari pengadilan yaitu Richard sebagai justice collaborator. Masyarakat juga sangat berharap Richard bisa kembali mengenakan seragam Brimob dan aktif lagi di Polri. Sepertinya masyarakat melupakan kesalahan Richard karena menjadi justice colaborator. “Tanpa kesediaan Richard Eliezer menjadi justice collaborator, saya kira kasus ini mungkin tidak akan terbuka seterang benderang seperti saat ini,” pungkas Hersubeno Arief.(ida)

Ada Peluang Bharada E Kembali Menjadi Anggota Brimob Polri

Jakarta, FNN - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa ada peluang Bharada Richard Eliezer (Bharada E) untuk kembali menjadi anggota Brimob Polri.“Peluang itu ada,” ucap Listyo Sigit kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis.Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait harapan Eliezer untuk kembali menjadi anggota Brimob Polri setelah masa penahanannya selesai.Dalam kesempatan ini, Listyo Sigit mengatakan Eliezer harus menjalani sidang Komisi Kode Etik terlebih dahulu, mengingat Eliezer terlibat dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).Listyo Sigit mengatakan apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan akan menjadi catatan bagi institusi Polri.“Kita juga melihat apa yang menjadi harapan masyarakat, harapan orang tua, itu menjadi pertimbangan kami dalam waktu dekat,” kata Listyo Sigit.“Apabila memang yang bersangkutan sudah menyatakan menerima (putusan hakim), itu semua menjadi bagian yang tentunya akan dijadikan pertimbangan bagi Komisi Kode Etik, bagi institusi untuk bisa memutuskan suatu keputusan yang adil bagi semua pihak,” ucapnya melanjutkan.Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Ibunda Richard Elizer Pudihang Lumiu, Rieneke Pudihang, mengharapkan putranya tetap melanjutkan cita-citanya menjadi anggota polisi, kembali ke kesatuan Korps Brimob setelah semua proses pidana selesai dijalankannya.“Kalau harapan menjadi anggota Polri, anggota Brimob,” kata Rieneke di Jakarta, Rabu (15/2).Dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2), majelis hakim yang diketuai Wahyu Imam Santoso menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana satu tahun enam bulan.“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.Hakim menyatakan bahwa Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(sof/ANTARA)

Polri Mempertimbangkan Harapan Masyarakat untuk Tidak Pecat Richard Eliezer

Jakarta, FNN - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mempertimbangkan harapan masyarakat agar Richard Eliezer Pudihang Lumiu bisa kembali menjadi anggota Brimob setelah selesai menjalani hukuman pidana-nya.Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Kamis, mengatakan dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri ada pasal yang mengatur tentang sanksi etik dan administrasi bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP).\"Tentunya berdasarkan Perpol Nomor 7 Tahun 2022 di situ ada rumusan Pasal 107, Pasal 109,\" kata Dedi.Pasal 107 menjelaskan pejabat Polri yang melakukan pelanggaran KEPP dikenakan sanksi berupa saksi etik (huruf a) dan sanksi administrasi (huruf b). Sementara Pasal 109 ayat (1) menjabarkan sanksi administrasi yang dimaksudkan Pasal 107 huruf b berupa, mutasi bersifat demosi paling singkat satu tahun, penundaan kenaikan pangkat paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun.Berikutnya, penundaan pendidikan paling singkat satu tahun, paling lama tiga tahun, penempatan pada tempat khusus paling lama 30 hari kerja dan PTDH.Pada Pasal 109 ayat (2) dijelaskan, sanksi administratif dapat dikenakan terhadap terduga pelanggar yang melakukan pelanggaran dengan kategori sedang dan kategori berat.Menurut jenderal bintang dua itu, selain merujuk pada aturan, dalam mempertimbangkan sanksi etik terhadap Richard Eliezer, Komisi Kode Etik Polri juga mempertimbangkan hal-hal lainnya, seperti saran dan masukan dari para ahli, termasuk putusan hakim pengadilan negeri yang sudah menetapkan mantan ajudan Ferdy Sambo itu sebagai justice collaborator (JC).Ahli yang dimintai pendapat dalam hal ini, seperti ahli kode etik, ahli profesi, dari Propam Polri serta pengawas eksternal Polri, seperti Kompolnas. Lalu, dalam memutuskan pelanggaran etik Richard Eliezer, komisi kode etik dilakukan secara kolektif kolegial.\"Ini bagian yang terpenting sebagai bahan pertimbangan dari hakim komisi kode etik yang nanti akan diputuskan secara kolegial untuk mengambil keputusan secara bijak,\" tuturnya.Dengan pertimbangan ini, kata Dedi, tidak menutup kemungkinan harapan masyarakat agar Bharada Richard Eliezer kembali bertugas ke kesatuannya Korps Brimob Polri.\"Tidak menutup kemungkinan ya, tapi sekali lagi saya tidak berani mendahului apa yang menjadi putusan hakim komisi kode etik. Itu nanti menjadi ranah-nya dari hakim dengan melihat dari berbagai macam fakta perspektif, masukan ini penting,” kata Dedi.Terkait pelaksanaan sidang etik-nya, Dedi mengatakan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan jajaran Divpropam Polri untuk secepatnya menggelar sidang etik untuk Bharada Eliezer.Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, kata Dedi, telah menjadwalkan untuk rencana pelaksanaan sidang kode etik Bharada Richard Eliezer, termasuk persiapan membentuk komposisi dan susunan hakim komisi kode etik, mengingat Richard Eliezer perwira berpangkat terendah, maka sidang akan dipimpin seorang perwira menengah berpangkat Kombes.\"Secepatnya, perintah Bapak Kapolri juga secepatnya untuk segera digelar pelaksanaan sidang Bharada Richard Eliezer,\" kata Dedi.(sof/ANTARA)

Ferdy Sambo dan Istrinya Menyatakan Banding

Jakarta, FNN - Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi menyatakan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis keduanya dengan hukuman lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum.Informasi tersebut disampaikan oleh Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto kepada media di Jakarta, Kamis (16/2).Selain Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, kata dia, terdakwa lainnya, Kuat Maruf dan Ricky Rizal Wibowo juga mengajukan banding.Informasi itu, kata Djuyamto, tertera dalam data di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.“Sesuai data SIPP PN Jakarta Selatan, para terdakwa pembunuhan berencana Almarhum Yosua, yaitu FS, PC, KM dan RR telah menyatakan banding atas putusan yang dibacakan majelis hakim,” kata Djuyamto.Menurut Djuyamto, pengajuan banding para terdakwa disampaikan terpisah, Kuat Maruf lebih dahulu mengajukan banding pada Rabu (15/2).“Sedangkan terdakwa FS, PC dan RR diajukan pada hari ini tanggal 16 Februari 2023,” kata Djuyamto.Diketahui bahwa keempat terdakwa telah menjalani sidang putusan dan divonis dengan hukum lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum. Vonis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dibacakan Senin (13/2), hakim menjatuhkan pidana hukuman mati kepada Ferdy Sambo dan hukuman 20 tahun penjara kepada Putri.Sedangkan Kuat Maruf dan Ricky Rizal Wibowo divonis pada Selasa (14/2), majelis hakim menjatuhkan pidana 15 tahun kepada Kuat Maruf dan 13 tahun kepada Ricky Rizal.Terkait banding tersebut, ANTARA telah mencoba mengkonfirmasi kepada penasehat hukum para terdakwa, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, serta Ricky Rizal Wibowo, yakni Arman Hanis dan Erman Usman. Namun, kedua pihak belum memberikan tanggapan perihal banding tersebut.Berbeda dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan tidak banding atas putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan.(sof/ANTARA)