KESEHATAN
Anis Matta Nilai Perlu Perbaikan dan Penguatan 'Emergency Management' Tangani Covid-19
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora), Anis Matta menilai perlu perbaikan dan penguatan sistem emergency management tangani pandemi Covid-19. Anis mengatakan, persoalan emergency management ini menjadi sangat rumit dalam kasus pandemi karena ini memiliki dimensi masalah yang banyak. Pertama dimensi sains. Anis mengatakan bahwa virus Corona merupakan makhluk baru bagi semua orang secara global bahkan bagi para ilmuwan atau scientist. Hal itu juga berdampak pada tingkat pengetahuan tentang Covid-19 terlalu sedikit dan menjadi sumber kesimpangsiuran dalam informasi. Demikian disampaikan Anis Matta dalam webinar Gelora Talks bertajuk 'Covid-19 Mengganas: Sanggupkah Sistem Kesehatan Mengatasinya?' pada Kamis (1/7/2021). "Tetapi apa yang lebih buruk dari itu adalah bahwa kita tidak bisa mengkonsolidasi para scientist yang ilmunya berhubungan secara langsung atau tidak langsung sehingga ada sesuatu yang ingin saya sebut sebagai otoritas sains," kata Anis. Kedua, Anis menyebut masalah Covid-19 memiliki dimensi geopolitik yang sangat tinggi. Dikatakannya, virus Corona ini datang dari China dan Indonesia menggunakan vaksin dari China. Menurut Anis, makna geopolitiknya adalah Indonesia sebagai korban dan pada waktu yang sama setelah menjadi konsumen. "Tapi kita juga lihat di sini ada racing perlombaan dari paling tidak 4 kekuatan dunia, Amerika Serikat, Eropa, Rusia dan China dalam produksi vaksin," ujarnya. "Apakah industri ini akan menjadi salah satu leading industry di masa datang atau farmasi secara keseluruhannya menjadi leading industry ini juga akan menjadi persoalan geopoltik," ucapnya. Ketiga, pandemi Covid-19 ini akan menunjukkan kebijakan konomi yang diambil pemerintah. Keempat adalah yang berhubungan dengan otoritas pelayanan. Anis Matta menyatakan bahwa penanganan pandemi Covid-19 ini lebih rumit daripada menghadapi bencana alam misalnya banjir dan gempa bumi. "Tetapi karena faktor-faktor yang sangat kompleks tadi maka kita membutuhkan penguatan dan perbaikan terus menerus pada emergency management kita," katanya. "Dan terakhir ini adalah momentum untuk menumbuhkan solidaritas nasional dan karena itu semangat kolaborasi hatlrus kita bangun dalam penanganan masalah ini," pungkasnya.
Saat Pakai Oximeter Selama Isoman Perhatikan Kuku Hingga Posisi Tubuh
Jakarta, FNN - Ada beberapa hal yang perlu pasien COVID-19 tanpa gejala ataupun bergejala ringan perhatikan saat mengukur saturasi oksigen menggunakan pulse oximeter selama menjalani isolasi mandiri di rumah, mulai dari posisi tubuh hingga kuku jari. Hal-hal ini agar pengukuran bisa menghasilkan angka yang akurat. Dari sisi frekuensi, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Vito Anggarino Damay menyarankan pasien mengukur minimal sebanyak tiga kali. "Minimal tiga kali. Pagi siang malam tidak ada jam yang ketat," ujar dia kepada ANTARA melalui pesan elektroniknya, dikutip Senin. Menurut Vito, saat mengukur, sebaiknya posisikan tubuh dalam keadaan duduk dan kondisi pasien tenang atau rileks. Kondisi pilek yang biasanya dialami sebagian pasien COVID-19 tidak akan mempengaruhi saturasi oksigen. Pengukuran saturasi oksigen dilakukan untuk mendeteksi bila terjadi hypoxia atau kondisi tubuh kekurangan oksigen yang bisa dialami pasien COVID-19. Mengutip laman WebMD, tanpa oksigen, organ-organ tubuh seperti otak, hati dan lainnya bisa rusak hanya dalam beberapa menit usai gejala dimulai. Kondisi ini biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit yang menjadi biru atau merah ceri, pasien mengalami kebingungan, batuk, detak jantung cepat, napas cepat, bekeringat dingin, sesak napas dan mengi. Tetapi, tak semua pasien COVID-19 merasakan gejala atau keluhan ini, padahal kadar oksigen dalam darahnya sangat rendah. Ada kasus saat pasien merasa baik-baik saja padahal angka saturasi oksigennya di bawah rentang normal yakni 95-100 persen atau disebut happy hypoxia. Di sisi lain, ada kondisi yang bisa mempengaruhi angka saturasi oksigen, salah satunya gambaran pneumonia di paru-paru. Kondisi ini biasanya akan menurunkan angka saturasi oksigen. Oleh karena itu, sebelum pasien melakukan isolasi mandiri, sebaiknya lakukan dulu rontgen dada (foto x-ray). "Kalau normal tidak ada tanda pneumonia viral barulah isolasi mandiri. Lebih baik lagi kalau dokter yang memutuskan boleh isolasi mandiri," kata dia. Selain pneumonia, penggumpalan darah juga bisa mempengaruhi angka saturasi oksigen pasien. Kondisi ini terkadang bisa menyumbat di paru-paru dan lepas dengan sendirinya sehingga angka saturasi oksigen bisa naik turun. Untuk mengetahui ada tidaknya penggumpalan darah, pemeriksaan D-Dimer pun direkomendasikan dokter. Kembali mengenai pengukuran oximeter, dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis penyakit dalam yang menjadi edukator hoaks COVID-19, RA Adaninggar melalui sebuah talkshow daring mengenai isolasi mandiri belum lama ini, mengingatkan pasien agar memastikan kondisi kukunya bersih dari cat kuku dan tidak panjang. "Syaratnya tidak boleh pakai kuteks, bisa menghalangi sinar infrared-nya (di oximeter). Jadi harus kuku yang bersih dan jangan terlalu panjang. Kalau terlalu panjang nanti enggak sampai ke (alat). Jarinya boleh yang mana saja," tutur dia. Kemudian, untuk memudahkan dalam pengukuran saturasi oksigen mengggunakan oximeter, dokter spesialis telinga, hidung dan tenggorokan (THT) yang juga Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India, Harsh Vardhan melalui laman Twitter-nya memberi panduan yang bisa pasien ikuti. Pasien sebaiknya beristirahat dulu selama 10-15 menit sebelum melakukan pengukuran. Setelah itu, letakkan tangan di dada dan tahan selama beberapa waktu. Berikutnya, masukan jari tengah atau telunjuk ke dalam oximeter, tunggulah beberapa saat hingga pembacaan angka oximeter stabil. Kemudian, catatlah angka tertinggi yang muncul. Lakukan pengukuran tiga kali sehari kecuali pasien merasa ada perubahan pada kesehatannya. Segera berkonsultasi dengan tenaga medis bila terjadi sesak napas atau penurunan kadar oksigen hingga di bawah 95 persen dan berusahalah menjaga kondisi agar tak panik sembari mengikuti saran dari tenaga medis.
Anis Matta Soroti Ketidakpastian Informasi tentang Covid-19
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menyoroti ketidakpastian informasi tentang Covid-19. Menurut Anis, hal tersebut merupakan persoalan paling besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. “Kondisi ini membuat para pasien menghadapi psikologis yang sangat akut, para dokter juga menghadapi persoalan tingkat keyakinan mereka dalam memberikan rekomendasi bagi pasiennya,” kata Anis dalam keterangannya di Jakarta seperti dikuti Antara. Menurut Anis, ketidakpastian informasi terjadi akibat banyaknya informasi saintifik bercampur kabar hoaks yang begitu cepat menyebar di tengah masyarakat. Di lain pihak, pengetahuan dokter saat ini tentang masalah Covid-19 juga masih terbatas. Hal itu, kata Anis Matta, membuat ada serangan besar terhadap optimisme. Hal itu penting dalam pendekatan keagamaan karena agama adalah sumber optimisme, bukan sumber fatalisme. “Agama menjadi langkah awal untuk memahami persoalan Covid-19 dan dapat menjauhkan diri dari sikap fatalis. Agama harus jadi sumber optimisme dan otorisasi sains jadi referensi utama menghindarkan disinformasi publik,” ujar Anis. Anis mengutip dalil yang menyebutkan bahwa Allah Swt tidak pernah menurunkan suatu penyakit, tetapi juga bersamanya menurunkan obatnya. Menurut Anis, agama menyuruh manusia bergantung pada Sang Pencipta, termasuk mencari kesembuhan dan obat dari Covid-19. “Kemudian mengikuti seluruh rekomendasi dokter dan para saintis yang berhubungan dengan penyakit itu. Jadi, makna tawakal tidak boleh jadi sumber fatalisme, tetapi justru menjadi sumber optimisme. Di sinilah kita melangkah untuk menghadapi persoalan ini,” ujar Anis.
Ada Layanan Telemedicine Gratis bagi Isoman
Jakarta, FNN - Pemerintah melibatkan 11 jasa telemedicine swasta untuk melayani secara gratis pasien isolasi mandiri (isoman) dengan gejala COVID-19 ringan, kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. "Ada 11 aplikasi telemedicine. Mereka bekerja untuk mengurangi tekanan di rumah sakit. Jadi, rumah sakit hanya untuk yang membutuhkan. Yang lain cukup isolasi mandiri," katanya dalam konferensi pers secara virtual yang dipantau dari Jakarta, Senin. Luhut mengatakan layanan tersebut bisa diakses masyarakat yang membutuhkan konsultasi dokter agar memperoleh panduan yang benar seputar konsumsi obat atau vitamin maupun aktivitas selama masa pemulihan kesehatan di rumah. Pemerintah mengapresiasi keterlibatan pihak swasta dalam layanan telemedicine secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan. "Saya ucapkan terima kasih karena anda terpanggil untuk melaksanakan ini semua," kata Luhut. Dalam acara yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan sejumlah kriteria bagi pasien bergejala ringan yang disarankan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. "Lihat saturasi oksigennya apakah masih 95 ke atas dan tidak sesak serta komorbid, lebih baik isolasi mandiri di rumah," katanya. Pasien COVID-19 dengan gejala ringan, diarahkan untuk isolasi mandiri agar terhindar dari risiko penularan virus yang cenderung lebih tinggi di rumah sakit. Selain itu, secara emosional pasien bisa lebih tenang di rumah sehingga imunitas lebih terjaga, kata Budi. "Kalau sudah merasakan sesak dan saturasi di bawah 95 dan komorbid, itu harus masuk rumah sakit," katanya. Berikut ini daftar jasa telemedicine yang dapat diakses pasien isolasi mandiri di rumah secara gratis: 1. Alodokter 2. Getwell 3. Good Doctor 4. Halodoc 5. Klik Dokter 6. KlinikGo 7. Link Sehat 8. Milvik Dokter 9. ProSehat 10. SehatQ 11. YesDok
Anggota DPR RI Menolak Tarik GeNose dari Peredaran
Jakarta, FNN - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menolak penarikan alat tes GeNose dari peredaran karena tidak beralasan dan diduga terkait dengan perang dagang. "Alat uji ini dapat melayani deteksi cepat COVID-19 untuk masyarakat dengan harga terjangkau. Apalagi, GeNose produk inovasi teknologi anak bangsa. Hasil riset dari lembaga litbang universitas nasional kita," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Jumat. Mulyanto mengingatkan GeNose memiliki banyak keunggulan yaitu efektif, cepat, praktis, dapat menguji secara masif dan harga murah. Ia menduga adanya perang dagang di antara para pelaku bisnis obat dan alat kesehatan di Tanah Air, sehingga muncul wacana seperti ini. "Memang tidak kita pungkiri kalau terjadi perang dagang di antara para pelaku bisnis obat dan alat kesehatan kita. Ini lumrah saja. Karena jiwa bisnis memang seperti itu, yakni mencari untung sebanyak-banyaknya dengan biaya yang sedikit-dikitnya," ujar Mulyanto. Namun demikian, menurut dia, etika bisnis di Indonesia harus terus dijunjung tinggi agar tumbuh keadilan ekonomi serta kokohnya produksi anak bangsa yang berkualitas di dalam pasar domestik. Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh tergantung pada produk asing sebab berbahaya bagi ketahanan ekonomi nasional. "Itu sebabnya saya mendukung GeNose ini," ujar Mulyanto. Menurut Mulyanto secara keilmiahan dan legalistik, rekam jejak GeNose ini sangat baik. Pertama, alat itu hasil riset dan inovasi yang dikembangkan para peneliti UGM yang masuk dalam koordinasi Konsorsium Riset COVID-19, di bawah Kemenristek, yang sekarang dipindah menjadi di bawah BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Kedua, terbukti hasilnya efektif dan aman dalam deteksi cepat COVID-19, sehingga GeNose mendapat izin edar Kementerian Kesehatan dalam kategori alat kesehatan. Ketiga, ketika dibawa ke pasar ternyata mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. "Basis ilmiah dan legal GeNose itu sangat kuat. Jadi, kalau ada usulan menarik GeNose dari pasar, maka harus ada bukti kuat secara ilmiah empirik terkait keamanan dan keefektifan alat ini. Bukan sekedar berdasarkan desas-desus," katanya.
MUI Jateng: Selama PPKM Darurat,Sholat Berjamaah Hanya untuk Takmir
Semarang, FNN - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengeluarkan tausiyah terkait pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali yang berlaku tanggal 3-20 Juli 2021. Ketua Umum MUI Jawa Tengah Ahmad Darodji melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Semarang, Sabtu, mengatakan dikeluarkannya tausiyah menyusul penyebaran varian baru COVID-19 di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang makin tidak terkendali sehingga menyebabkan tingginya kasus baru dan banyak korban jiwa. "Perlu langkah bersama dari setiap komponen bangsa untuk menghentikannya," katanya. Ia mengatakan pada Tausiyah Nomor 04/DP-P.XIII/T/VII/2021 tertanggal 3 Juli 2021 tersebut menyerukan tujuh hal, salah satunya mengajak umat Islam, khususnya para tokoh agama, takmir masjid, dan mushala untuk menjadi pelopor dalam setiap upaya mencari jalan keluar menghentikan penyebaran pandemi COVID-19 dengan tetap mentaati protokol kesehatan sejalan dengan kaidah al wiqaayatu khairun min al ‘ilaaji, yakni pencegahan didahulukan daripada pengobatan. Selain itu, dikatakannya, pengurus takmir diminta menghentikan sementara aktivitas ibadah yang berpotensi menciptakan kerumunan di masjid dan mushola hingga situasi dan kondisi benar-benar terkendali. Dengan demikian, dikatakannya, masyarakat diimbau untuk melaksanakan kegiatan ibadah di rumah masing-masing. "Pelaksanaan ibadah di masjid hanya khusus oleh pengurus/takmir masjid, tapi azan tetap dikumandangkan sebagai tanda masuk waktu salat," katanya. Sedangkan untuk pelaksanaan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban, dikatakannya, akan diterbitkan tausiyah berikutnya sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi. "MUI Jawa Tengah mengimbau umat Islam untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT dengan bersabar, memperbanyak sedekah, istighfar, istighotsah, dan berdoa agar Allah SWT senantiasa melindungi kita dari berbagai musibah dan menghilangkan wabah COVID-19," katanya. Pihaknya juga mendorong pemerintah agar lebih tegas dalam mengambil tindakan penghentian penyebaran COVID-19.
ASPEK Indonesia Minta Jokowi Lindungi Hak Karyawan Selama PPKM Darurat
Jakarta, FNN - Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia meminta Presiden Joko Widodo tetap melindungi hak para karyawan saat pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa dan Bali. "Kami mendukung setiap upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran COVID-19 di Indonesia. Namun kami juga meminta pemerintah untuk melindungi hak pekerja, yaitu terkait dengan kepastian pekerjaan, kepastian upah, dan kepastian kesejahteraan," kata Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu. Ia mengatakan bahwa pemerintah perlu diingatkan sebab dalam beberapa kali pemberlakuan aktivitas masyarakat justru terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahaan. Sejumlah pelanggaran itu di antaranya seperti tidak membayar upah pekerja serta tak sedikit yang harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) massal secara sepihak oleh manajemen perusahaan. Menurutnya perusahaan melakukan kedua hal tersebut dengan dalih terdampak COVID-19. Pemerintah, kata dia, melalui Kementerian Ketenagakerjaan perlu melakukan pengawasan ketat kepada perusahaan yang tidak membayar upah dan yang melakukan PHK massal sepihak. "PPKM Darurat tidak boleh dimanfaatkan oleh pengusaha untuk tidak membayar upah dan melakukan PHK sepihak," kata Mirah. Di samping itu, ASPEK mendorong pemerintah untuk konsisten dalam memperketat arus masuk warga negara asing ke Indonesia. Kebijakan pembatasan harus diterapkan secara rata baik untuk di dalam maupun luar negeri. "Jangan terulang lagi, di saat rakyat Indonesia dibatasi aktivitasnya, malah orang asing diberi kemudahan akses masuk ke Indonesia," katanya. ASPEK juga meminta pemerintah untuk tetap memberikan bantuan sosial tunai kepada masyarakat bawah dan yang terdampak pandemi COVID-19, untuk menjaga kemampuan daya beli masyarakat agar dapat tetap memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. "Perketat juga pengawasannya agar tidak disalahgunakan atau dijadikan ladang korupsi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," demikian Mirah Sumirat.
PPKM Darurat Layanan GeNose Dihentikan PT KAI
Cirebon, FNN - Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 3 Cirebon, Jawa Barat Suprapto mengatakan layanan GeNose kepada calon penumpang di beberapa stasiun dihentikan sementara digantikan dengan surat hasil test negatif tes PCR dan tes antigen, selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat. "Untuk layanan GeNose (di beberapa stasiun Daop 3 Cirebon) dihentikan dahulu," kata Suprapto di Cirebon, Sabtu. Ia mengatakan mulai tanggal 5 sampai 20 Juli 2021, pelanggan Kereta Api (KA) jarak jauh di Wilayah Daop 3 Cirebon wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes PCR maksimal 2x24 jam atau tes antigen maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan. Selain itu khusus perjalanan KA jarak jauh di Pulau Jawa, pelanggan juga diharuskan menunjukkan kartu vaksin minimal vaksinasi COVID-19 dosis pertama. Untuk hasil tes GeNose pada PPKM darurat tidak digunakan lagi sebagai persyaratan penumpang yang akan menggunakan jasa KA jarak jauh. "(Penghentian pelayanan GeNose) sampai kita informasikan lebih lanjut," tuturnya. Ia menambahkan bagi pelanggan dengan kepentingan khusus yang tidak atau belum divaksin dengan alasan medis, tetap dapat menggunakan Kereta Api Jarak Jauh dengan menunjukkan surat keterangan dari dokter spesialis. Selain itu juga masuh wajib disertai surat negatif PCR atau tes antigen yang masih berlaku. Sedangkan untuk pelanggan di bawah 18 tahun, tidak diharuskan menunjukkan kartu vaksin. "Kemudian untuk pelanggan di bawah 5 tahun, tidak diharuskan menunjukkan hasil PCR atau tes antigen," katanya.
Prof Ari Fahrial Syam: Yang Paling Terganggu Adalah Liver
Jakarta, FNN - Beredar tayangan video dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof. DR. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD, KGEH. Ia mengakui, memang BPOM sudah mengeluarkan izin edar Invermectin, tapi untuk indikasi sebagai obat cacing. Ini harus dipahami. Seperti kita pahami untuk obat cacing yang sudah beredar di tengah masyarakat saat ini, biasanya memang menggunakan dosis tunggal. Jadi, “Bukan obat yang biasa dikonsumsi setiap hari untuk beberapa hari ke depan, umumnya dengan dosis tunggal,” ujarnya. Dan, kalau kita lihat kerjanya pada cacing itu sendiri memang dia membunuh cacing itu secara langsung. Artinya dia bekerja secara lokal. “Kita kan tahu cacing ini ada di saluran pencernaan,” jelas Prof Ari Fahrial Syam. Cacing itu berada di saluran pencernaan, ketika kontak dengan obat ini maka cacing itu akan mati. Obat ini juga digunakan untuk obat parasit-parasit lainnya. Tapi, sekali lagi, Prof. Ari Fahrial Syam mengingatkan, cara kerjanya itu adalah dosis tunggal. Mengapa sekarang ini jadi populer untuk penggunaan Covid-19. Karena ini berdasarkan penelitian in vitro. Penelitian in vitro adalah penelitian yang baru dilakukan di tingkat sel. Istilahnya pra-klinik, belum sampai uji klinik. Nah, di situ disebutkan bahwa memang intermectin itu bisa menghambat kerja dari virus Covid-19 (virus SARS-Cov-2). Tapi sekali lagi, kalau masih in vitro kita belum tahu berapa tepatnya dosis yang digunakan pada animal atau human (manusia) saat manusia mengalami infeksi Covid-19. “Saya rasa ini sangat penting harus diketahui masyarakat bahwa ini adalah sejatinya saat ini masih kita sebut sebagai obat untuk cacing. Dan, kita harus tahu juga ada beberapa efek samping yang muncul pada pasien-pasien yang menggunakan ivermectin ini,” ujarnya. Misalnya, karena ini masuk di saluran pencernaan, pasien mengalami mual, muntah, nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dalam jangka pendek, itu yang paling terganggu adalah liver. Prof Ari Fahrial Syam menghimbau kepada masyarakat untuk tak terburu-buru membeli obat ini. Apabila tujuannya adalah untuk pencegahan atau bahkan untuk mengobati Covid-19 itu. “Tapi kalau masyarakat ingin mengkonsumsi ini untuk sebagai obat cacing, silakan. Tidak masalah. Karena itu ada yang perlu diperhatikan. Apakah ada alergi sebelumnya. Juga harus bisa mengantisipasi efek samping yang timbul jika mengkonsumsi ivermectin,” katanya. (mth)
Pakar: Sejumlah Negara Sikapi Beragam Ivermectin untuk COVID-19
Jakarta, FNN - Pakar ilmu kesehatan Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan sejumlah negara di dunia memiliki sikap beragam terhadap Ivermectin sebagai obat untuk menyembuhkan pasien COVID-19. "World Health Organization (WHO) pada 31 Maret 2021 menyatakan bahwa Ivermectin hanya bisa dipakai untuk mengobati COVID-19 dalam konteks penelitian uji klinik," katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu. Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran UI itu mengatakan WHO sengaja membentuk panel ahli internasional dan independen untuk menganalisa data dari 16 uji “randomized controlled trials” Ivermectin dengan total 2.407 sampel, termasuk pasien COVID-19 yang rawat inap dan rawat jalan. Dikatakan Tjandra, panel ahli menganalisa bukti ilmiah Ivermectin seperti parameter menurunkan kematian, mempengaruhi angka penggunaan ventilasi mekanik, perlu tidaknya dirawat di rumah sakit dan waktu penyembuhan penyakit. "Hasil analisa panel ahli WHO menunjukkan 'very low certainty', antara lain karena keterbatasan metodologi penelitian, jumlah sampel yang terbatas dan terbatasnya kejadian yang dianalisa. Maka WHO hanya merekomendasi penggunaannya pada kerangka uji klinik," katanya. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Amerika Serikat, kata Tjandra, pada 11 Februari 2021 menyatakan belum cukup data untuk menggunakan atau tidak menggunakan Ivermectin untuk mengobati COVID-19. "Diperlukan suatu penelitian yang benar-benar didesain dengan baik, cukup kuat dan diselenggarakan dengan baik untuk dapat memberi kesimpulan berbasis bukti ilmiah untuk menentukan peran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19," katanya. Tjandra mengatakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat menyatakan tidak menyetujui penggunaan Ivermectin untuk pengobatan dan pencegahan COVID-19. "Pernyataan itu disampaikan FDA pada 5 Mei 2021," katanya. Di benua Eropa, kata Tjandra 'European Medicine Agency (EMA)' dalam pernyatannya pada 23 Maret 2021 menyimpulkan bahwa sejauh ini data yang tersedia tidaklah mendukung penggunaan Ivermectin untuk COVID-19. "Kecuali untuk digunakan pada uji klinik dengan desain yang baik," katanya. Tjandra mengatakan India sudah tidak mencantumkan penggunaan obat ivermectin lagi dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh “Directorate General of Health Services, Ministry of Health & Family Welfare, Government of India” pada 27 Mei 2021. "Pada dokumen sebelumnya versi tanggal 24 Mei 2021 masih tercantum rekomendasi penggunaan ivermectin dan atau hydroxychloroquine untuk kasus COVID-19 yang ringan, di mana kedua obat ini tidak tercantum lagi dalam versi yang kini versi terakhir, yaitu 27 Mei 2021," katanya. Tjandra menambahkan Jurnal 'American Journal of Therapeutics' yang terbit pada 17 Juni 2021 mempublikasikan bahwa ada bukti moderat terjadi penurunan besar angka kematian akibat COVID-19 dengan menggunakan Ivermectin. "Penggunaan Ivermectin di fase awal penyakit mungkin dapat mengurangi progresifitas menjadi berat," kata Tjandra. Sementara di Inggris, kata Tjandra, baru akan akan melakukan penelitian berskala besar dengan ribuan relawan untuk menilai kemungkinan dampak Ivermectin pada upaya mempercepat penyembuhan pasien. "Apakah menurunkan beratnya penyakit dan apakah dapat mencegah pasien harus dirawat di rumah sakit," ujarnya. (mth)