NASIONAL

PWNU DKI Minta Polisi Tangkap Ferdinand Hutahaean

Jakarta, FNN - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit memerintahkan jajarannya untuk segera menangkap Ferdinand Hutahaean atas cuitannya yang dianggap telah menyebarkan ujaran yang menyinggung SARA.\"Saya sebagai Bendahara PWNU DKI meminta polisi untuk segara tangkap Ferdinand demi ketenangan bangsa,\" kata Bendahara PWNU DKI Mohammad Taufik dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.Wakil DPRD DKI Jakarta itu mengungkapkan, alasan Ferdinand harus segera ditangkap untuk memberi pelajaran agar yang bersangkutan tidak bisa dibiarkan atau seenaknya mencuit mengenai ketuhanan.Taufik menceritakan sejak kecil dirinya mengaji di kampung halamannya di Banten bahwa tidak ada Tuhan lemah. Bahkan ini berlaku bagi semua agama.\"Dalam Islam itu saya meyakini bahwa Allah memiliki sifat Al-Qawiyyu (Maha Kuat), Al-Aziz (Maha Perkasa), Al Jabbar memiliki (Mutlak) Kegagahan,\" katanya.\"Saya ini belajar sama kiai kampung. Jadi janganlah, buat kegaduhan yang bisa berujung benturan,\" tutur dia.  Taufik menambahkan, pernyataan Ferdinand menyakiti dan merusak harmonisasi antarumat beragama.\"Kita ini kan harus selalu menjaga antarpemeluk agama agar tak menyakiti atau mencederai keyakinan masing-masing. Jadi, cuitan-cuitan di media sosial itu sangat disayangkan membuat gaduh. Jangan seperti itu,\" katanya.Terkait dengan adanya klarifikasi Ferdinand, dia menilai haknya untuk membela diri. Namun ada jejak digital sebagai bukti otentik tak bisa disangkal.\"Silakan membela diri. Haknya untuk klarifikasi. Kan, videonya meminta maaf. Sebagai umat Islam ya maafkan. Tapi, itu tidak untuk hukum yang harus berjalan dan harus ada efek jera,\" ujar dia. (mth)

Alkhairaat Bahas Pengembangan Pesantren Bersama Wakil Presiden

Palu, FNN - Pengurus Besar (PB) Alkhairaat Palu, Sulawesi Tengah, bersama Wakil Presiden Ma\'ruf Amin membahas pengembangan pondok pesantren dan madrasah Alkhairaat hingga dapat menjangkau pelosok negeri. \"Kami ingin pondok pesantren Alkhairaat bisa menjangkau ke seluruh daerah di Tanah Air dalam rangka membantu pemerintah meningkatkan pendidikan,\" kata Ketua Umum PB Alkhairaat, Habib Ali Aldjufri usai melakukan rapat terbatas bersama Wapres di Kompleks Alkhairaat Palu, Kamis.Kedatangan Wapres Ma\'ruf di Alkhairaat merupakan bagian dari rangkaian kunjungan kerja di Palu yang diagendakan selama dua hari berada di Ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Ali memaparkan, kondisi terkini Alkhairaat tidak kurang dari enam juta Abnaulkhairaat tersebar di seluruh wilayah Nusantara, melihat penyebaran itu mendorong pihaknya melebarkan sayap ke daerah-daerah lain di Tanah Air. Sekretaris Jendral Alkhairaat Ridwan Yalidjama mengemukakan, keberadaan Abnaulkhairaat yang jumlahnya mencapai jutaan itu terdiri atas orang-orang yang secara formal menempuh pendidikannya di lingkungan Alkhairaat.  Sedang sebagian lainnya, merupakan simpatisan atau orang-orang yang mengagumi ketokohan pendiri Alkhairaat. \"Alkhairaat telah memiliki 50 pondok pesantren, serta 1.700 madrasah pada seluruh tingkatan, dengan total siswa/siswi maupun santrinya tidak kurang dari 15.000 pelajar,\" papar Ridwan. Oleh karena itu, ia menyampaikan ke depan Alkhairaat melakukan terobosan-terobosan guna meningkatkan daya saing di sektor pendidikan, dengan berkonsentrasi pengembangan pada kawasan Barat Indonesia hingga ke Provinsi Aceh. \"Konsep kami sudah matang mengembangkan pendidikan ilmu agama maupun pengembangan pondok pesantren Alkhairaat, dan hal-hal ini kami bahas dalam pertemuan, Wapres menyambut positif rencana kami,\" tutur Ridwan. Wapres Ma\'ruf sebelum menggelar pertemuan terbatas, menyempatkan diri berziarah di makam pendiri Alkhairaat Habib Idrus bin Salim Aldjufri atau Guru Tua. Sebelum berkunjung ke Alkhairaat, Wapres meninjau dua lokasi hunian tetap (hubtap) korban bencana Palu di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore. (mth)     

Threshold Dinilai Memicu Polarisasi di Masyarakat dan Mematikan Potensi Kepemimpinan Nasional

Jakarta, FNN - Pemilu 2019 lalu dinilai menjadi catatan buruk dalam sejarah demokrasi di Indonesia yang perlu dilakukan koreksi besar-besaran selama pelaksanaan masa orde reformasi yang hampir seperempat abad atau 25 tahun.  Pasalnya, banyak penyelenggara pemilu yang meregang nyawa akibat pelaksanaan sistem Pemilu Serentak yang dijadikan eksperimen politik pemerintah dan DPR selama ini.  \"Persyaratan presidensial threshold (20 persen kursi DPR) menyebabkan polarisasi yang sangat tajam,” tegas Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk \'Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?\', Rabu (5/1/2022).  Menurutnya, sistem tersebut berpengaruh pada penciptaan polarisasi yang sangat tajam, dan berujung pada pembelahan di masyarakat yang residunya masih ada hingga kini.   Pemberlakuan ambang batas (threshold) pada calon presiden dan parlemen juga dinilai menghalang-halangi munculnya potensi kepemimpinan nasional.  Sebab, keberhasilan suatu demokrasi tidak diukur dengan persyaratan ambang batas, melainkan dari partipasi masyarakat. Dan perlu diingat, bahwa negara itu dibentuk dari organisasi-organisasi yang ada masyarakat, bukan sebaliknya.  Disamping itu, juga pihak penyelenggara Pemilu 2019  lalu,  pun melahirkan situasi yang overload hingga menyebabkan banyak menelan korban jiwa hingga mencapai 900 orang lebih.  \"Ini kalau kita mengeyampingkan teori konspirasi, tapi angka 900 lebih hilang nyawa dari penyelenggara Pemilu itu. Artinya untuk setiap satu kursi DPR RI ada hampir dua nyawa yang jadi korbannya, itu angka yang sangat besar,\" ucapnya.  Belum lagi, daftar pemilih dalam Pemilu 2019 dikurangi dengan adanya suara rusak serta partai yang tidak lolos threshold. Maka, total anggota DPR yang ada di Senayan kurang dari 50 persen dari angka 575 tersebut.  \"Artinya itu juga menunjukkan keterwakilan antara persentasi saat ini, salah satu dari hal-hal yang ingin di evaluasi di Partai Gelora sebagai bagian dari usaha pembenahan pada sistem politik kita,\" katanya.  Anis Matta menegaskan, perubahan sistem politik melalui penyederhanaan Partai Politik, Pilpres dan Pemilu Serentak ternyata tidak serta merta meningkatkan kualitas demokrasi, serta melahirkan pemerintahan yang efektif dan kuat.  \"Pengalaman demokrasi yang sangat buruk itu harus dijadikan pembelajaran penting bagi pemerintah. Ini salah satu indikator yang menjadi pertimbangan dasar untuk melakukan evaluasi sistem demokrasi saat ini,\" katanya.  Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, penerapan presidential threshold tidak lazim digunakan di negara yang menganut sistem presidensial.  Apalagi dengan syarat calon presiden harus memenuhi 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah secara nasional bagi partai maupun gabungan partai pengusungnya.  Persyaratan itu, ujar Burhanuddin, dinilai aneh karena bersifat pembatasan orang untuk maju sebagai calon presiden. Padahal, konstitusi tidak membatasinya.  \"Presidential threshold itu aneh dan tidak lazim di negara lain. Tidak ada pembatasan yang ketat seperti di Indonesia untuk maju sebagai calon presiden. Bahkan di Amerika Serikat calon independen pun bisa maju sebagai calon presiden,\" ujar Burhanuddin.  Dia khawatir kalau ambang batas itu dinaikan lagi maka partai berbasis agama akan hilang sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan politik.  \"Jadi presidential threshold perlu dihapus. Parliamentary threshold diperlukan, tapi jangan terlalu tinggi karena bisa mengurangi pluralisme politik,\" ujar Burhanuddin.  Wakil Ketua Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan bahwa aturan pemilu di Indonesia hanya mempersempit peluang munculnya calon presiden alternatif dari yang sudah dikenal selama ini.  \"Dalam konteks itu, saya melihat sistem pemilu saat ini lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompikk elite. Namun, mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia dari berbagai daerah,\" ujarnya.  Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai gugatan soal penghapusan presidential threshold 20 persen menjadi 0 persen masih berpotensi di kabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), jika melihat putusan soal Omnibus Law UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.  \"Kita minta presidensial threshold dihapuskan karena tidak ada di konstitusi. Jadi para hakim konstitusi harus melihat dalil-dalil secara legalitas, bukan keterkaitan atau keterampilan dari komposisi hakim. MK tidak boleh lagi berkelit untuk tidak mengabulkannya, karena ini jauh lebih komprehensif,\" kata Refly Harun.  Pendakwah Nasional Haikal Hassan Baras mengungkapkan, masyarakat di kalangan akar rumput sudah mendambakan adanya reformasi sistem politik di Indonesia saat ini, karena semua hal ini dinilai hanya menjadi corong pemerintah dan menyebabkan potensi disintegrasi NKRI.  \"Selama satu bulan rata-rata saya ceramah di 100 masjid. Mereka minta saya menyuarakan gelombang perubahan, reformasi sistem politik saat ini. Apa pemerintah tidak sadar, kalau situasi sekarang menciptakan peluang disintegrasi NKRI. Saya turun ke lapangan setiap hari,\" ungkapya.  Haikal Hasan menilai keberpihakan dari banyak pihak untuk mengamini berbagai kebijakan pemerintah, termasuk oleh media tidak mendidik dalam melakukan pendewasaan politik.  \"Seperti sebuah teori balon gas,  ini sudah semakin membesar dan tinggal menunggu waktu untuk meledak saja. Situasi ini akan sangat berbahaya, apabila yang masuk adalah terorisme. Pendewasaan politik adalah solusinya,\" pungkas Haikal Hasan. (sws)

Anggota DPD RI Protes Penguasaan Lahan Sentul City Lampaui Batas

Bogor, FNN - Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Eni Sumarni protes mengenai penguasaan lahan oleh PT Sentul City Tbk. di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang telah melampaui batas.\"Dalam aturan yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN, suatu korporasi hanya diizinkan menguasai lahan 400 hektare per provinsi. Akan tetapi, PT Sentul City sudah melampaui itu,\" kata Eni usai menemui Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan di Cibinong, Bogor, Rabu.Anggota DPD RI asal Daerah Pemilihan Jawa Barat itu akan membawa permasalahan tersebut pada rapat paripurna mendatang dan mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus).Ia juga mengaku kesal atas sikap PT Sentul City karena beberapa kali menggusur warga di atas lahan yang mereka kuasai atas kepemilikan hak guna bangunan (HGB) di Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor.\"Ternyata Pemkab Bogor sudah memberi teguran kepada pihak Sentul City. Namun, tidak diindahkan,\" terang Eni.Sementara itu, Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan mengaku telah menerima banyak aduan dari masyarakat terkait dengan kerusakan lingkungan akibat pembangunan lahan milik PT Sentul City.Iwan berharap Sentul City mengedepankan musyawarah mufakat dengan warga terkait dengan penggusuran agar seluruh pihak tidak ada yang merasa rugi.“Ya, kami sudah pernah bersurat ke Sentul agar musyawarah mufakat itu diutamakan dengan warga. Kami sebagai pemerintah daerah juga harus melindungi masyarakat karena belakangan ini ada aduan soal banjir usai Sentul City membuka lahan,\" kata Iwan.Ia juga meminta Sentul City untuk tidak sering melayangkan somasi kepada warga yang tinggal di atas lahan yang mereka kuasai sejak lama. (mth) 

Polda NTB Apresiasi Kesepakatan Tokoh Agama Jaga Stabilitas Keamanan

Mataram, FNN - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mengapresiasi kesepakatan para tokoh agama dan masyarakat untuk menjaga stabilitas keamanan.Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di Mataram, Rabu, menyampaikan apresiasi juga kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang sudah memfasilitasi lahirnya kesepakatan antara tokoh masyarakat dari pertemuan yang berlangsung di Kantor Bupati Lombok Timur, pada Senin (3/1).\"Secara khusus kami dari Polda NTB mengapresiasi upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang memfasilitasi pertemuan untuk bertemunya para tokoh, guna menjalin silaturahmi demi terciptanya kondisi yang aman dan terkendali, khususnya di Lombok Timur,\" kata Artanto.Pertemuan itu digelar terkait gejolak yang terjadi di tengah masyarakat akibat adanya cuplikan video seorang penceramah Pondok Pesantren As-Sunnah yang diduga mendiskreditkan makam keramat para leluhur di Pulau Lombok.Menurut Kabid Humas, pertemuan tersebut sangat tepat diselenggarakan. Karena kesepakatan dalam pertemuan yang turut dihadiri oleh kalangan pejabat dari forum komunikasi pimpinan daerah maupun TNI, dan Polri itu lahir dari musyawarah.Artanto juga melihat dalam pertemuan itu para tokoh mendapat kesempatan menyampaikan pandangan dan solusi dari permasalahan yang telah terjadi.Termasuk dari pihak pesantren tempat penceramah berasal, forum juga memberikannya kesempatan untuk mengklarifikasi perihal ucapan dalam cuplikan video berdurasi 19 detik tersebut.Perihal permasalahan yang terjadi, baik perusakan fasilitas pondok pesantren maupun laporan dugaan kebencian yang dituduhkan kepada penceramah, forum sepakat agar penanganannya diserahkan dan diselesaikan secara hukum oleh pihak kepolisian.\"Ada tujuh poin yang disepakati dalam pertemuan tersebut, yang pada intinya semua tokoh sepakat untuk bersama-sama menjaga stabilitas kehidupan beragama tetap kondusif, khususnya di Lombok Timur,\" ucap dia.Kesepakatan dalam pertemuan tersebut telah dibubuhkan di atas kertas. Para pihak yang hadir, menandatangani kesepakatan untuk menjaga stabilitas keamanan serta kerukunan umat beragama, khususnya di Kabupaten Lombok Timur.Penandatanganan berkas kesepakatan bersama itu disaksikan langsung oleh Bupati Lombok Timur Sukiman Azmi, Dandim 1615/Lombok Timur dan juga Kapolres Lombok Timur.\"Mereka bersepakat akan menyempurnakan kesepahaman tersebut di kemudian hari jika terjadi hal-hal di luar kesepakatan,\" kata Artanto. (mth)   

Poros Nasional Pemberantasan Korupsi

Keseriusan Pemberantasan Korupsi Harus Ditunjukkan dengan Penandatanganan MLA dengan Singapura dan Vonis Hukuman Mati Koruptor Jakarta, FNN - Presiden Jokowi kabarnya berusaha mengejar asset para bandit keuangan hingga ke Alaska. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengklaim memilik data terkait uang Rp. 11.000 triliun milik WNI yang ditempatkan di sejumlah rekening rahasia di luar negeri. Pemerintahan Jokowi menandatangani perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Swiss. Presiden juga menandatangani MLA dengan Rusia. Ratifikasi MLA dengan Swis dan Rusia karena kejahatan keuangan adalah kejahatan transnasional kelas satu yang dilakukan melalui  pencurian sumber daya alam, penghindaran pajak, pelarian keuantungan secara ilegal,  korupsi, pencucian uang, hingga uang hasil drug, perdagangan manusia, judi, dan lain sebagainya. MLA adalah sebuah mekanisme penyitaan aset hasil kejahatan keuangan melalui pertukaran informasi keuangan dalam proses pemidanaan para pelaku kejahatan keuangan. Melalui MLA aset hasil kejahatan keuangan disita seluruhnya oleh negara. Berbeda tentunya dengan Tax Amenesty yang memberikan pengampunan terhadap kejahatan keuangan dengan syarat membayar denda sejumlah tertentu. Indonesia telah melaksanakan Tax Amnesty jilid 1, namun gagal. Saat ini ada rencana melaksanaka  Tax amnesti jilid 2, tampaknya akan gagal lagi. Sebetulnya Tax Amnesti tidak sejalan dengan agenda rezim international dalam digitalisasi, Automatic Exchange of infoemation (AEOI), dan era \"keterbukaan vulgar\", yang akan menutup sama sekali ruang bagi uang hasil korupsi dan berbagai jenis kejahatan keuangan. Karena itu, kami menyampaikan dua catatan awal tahun 2022 terkait perlawanan terhadap oligarki kejahatan keuangan yang telah merampas hajat hidup orang banyak, mengakibatkan kebangkrutan negara dan kemelaratan rakyat, diantaranya kenaikan harga: Pertama, walaupun Presiden Jokowi telah bergerak jauh sampai ke kutub utara untuk mengejar aset para bandit keuangan, namun sampai sekarang Presiden Jokowi tampak tak berdaya mengutak atik atau menyentuh aset para oligarki jahat, khususnya bandit BLBI, yang disimpan di Singapura. Buktinya sampai saat ini tidak ada inisiatif untuk memulai proses penandatanganan MLA dengan Singapura. Padahal Singapura jaraknya cuma sejengkal dari Indonesia, jika dibandingkan dengan Swis dan Rusia. Publik Indonesia tahu bahwa para bandit keuangan bersumbunyi di Singapura dan harta hasil kejahatan keuangan mereka juga disimpan di Singapura. Meskipun data berikut tidak dibuka secara transparan, namun  media mecatat sekitar Rp. 7.000 triliun  uang tersimpan dalam rekening rahasia di Swiss dan Rp. 4.000 triliun tersimpan di Singapura. Namun menurut sebuah data tidak resmi, uang oligarki maling Indonesia yang disimpan di Singapura berkisar di atas Rp. 10.000 triliun. Uang tersehut adalah hasil kejahatan keuangan di Indonesia terutama hasil pencurian SDA dan hasil korupsi BLBI. Pemerintah telah membuat wadah untuk penyitaan aset piutang pemerintah di para obligor kakap BLBI yang diketuai Mahfud MD. Namun cara perdata ini tampaknya tidak akan membawa hasil. Selain itu cara perdata dan penuh kompromi ini malah berpotensi dijadikan alat untuk memeras obligor BLBI untuk kepentingan oligarki penguasa sekarang. Lagi pula para obligor BLBI banyak yang melarikan diri ke Singapura dan ada juga yang bersembunyi di dalam negeri. Sehingga lembaga yang dibuat Presiden Jokowi untuk menagih utang BLBI pasti gagal. Oleh karena itu, jika Pemerintahan Jokowi konsisten maka seharusnya menandatangani MLA dengan Singapura, tetap memakai mekanisme MLA, melakukan pemidanaan terhadap pelaku kejahatan keuangan, menyita aset mereka secara keseluruhan dan menghukum mati bagi para bandit keuangan yang tetap berusaha melawan negara. MLA adalah mekanisme yang telah diakui secara internasional sehingga tidak ada satupun negara yang dapat beternak uang kotor lagi termasuk Singapura. Kedua, tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat, tersangka kasus mega korupsi ASABRI, adalah sebuah langkah hukum strategis untuk mencegah korupsi dan berbagai kejahatan keuangan hari ini dan masa depan. Dalam konteks tersebut, kami desak Pemerintahan Jokowi segera membuat pengadilan ad hoc untuk mengadili secara cepat pelaku kejahatan keuangan di masa lalu, masa kini dan masa akan datang sehingga bisa melakukan penyitaan aset secara cepat sejalan dengan gerakan international dalam pembersihan rezim uang kotor dan energi kotor. Pelaku kejahatan keuangan yang terjadi saat ini seperti perampokan dana publik yakni  Jiwasraya, ASABRI, Jamsostek, Jasindo, dan pelaku perampokan dana penanganan covid 19 seperti PCR, dll. agar tuntutannya ditetapkan pada tingkat hukuman mati agar memiliki efek jera, karena sangat mencederai kemanusiaan, mengkhianati bangsa dan negara yang tengah didera krisis yang besar. Untuk itu kami yang tergabung di dalam Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) akan memulai menggalang elemen dan komponen rakyat dari berbagai latar belakang suku, agama, golongan, organisasi dan latarbelakang profesi untuk mengungkap, mengejar dan mengadili seluruh pelaku koruptor dan oligarki kejahatan keuangan. Kami berencana mengunjungi dan berdialog dengan sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, mantan pimpinan KPK, serta tokoh kampus. Pemrakarsa PNPK Gigih Guntoro (Indonesian Club), Sumiarto (Barisan Anak Jakarta - BAJAK), Aprudin (Pemuda Penggerak Bina Mandiri - P2BM) Bambang Isti Nugroho (Guntur 49), Hatta Taliwang (Insitute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), John Helmi Mempi (Dewan Analisa Strategi Negara), Marwan Batubara (IRESS), Baharudin Sayidi (Komite Solidaritas Umat Islam Indonesia-KSUII), Haris Rusly Moti (Petisi 28), Adhie Massardi (GIB), Suwitno (Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa - AMPB), Wawan (LSM PELOPOR), Bambang Nurdin (Barisan Penyelamat Bangsa), Nur Ridwan (Bina Bangun Bangsa), Ferry Razali (Peduli Bangsa Nusantara-PBN, Yudha (Forum Bela Negara-FBN), Mulia Astuti (Permindo), Salamuddin Daeng (AEPI Jakarta), dll. (mth)

Diaspora Indonesia Ajukan Judicial Review “Presidential Treshold” 20 Persen Jadi 0 Persen

.Jakarta, FNN - Judicial Review tentang perubahan Presidential Treshold dari 20% menjadi 0% mendapat perhatian dari Diaspora Indonesia yang juga ikut melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi agar aturan Presidential Treshold (Ambang Batas Presiden) tersebut ditinjau kembali dan dibatalkan. Diaspora mulai dari Amerika Serikat, UK, Eropa, Timur Tengah, Asia Pasifik sampai Australia memberi kuasa kepada pengacara Hukum Tata Negara Refly Harun & Partners serta Denny Indrayana Law Firm (Indrayana Center for Goverment, Constitution and Society) untuk mewakili Diaspora ke Mahkamah Konstitusi. Diaspora dengan berbagai latar belakang sosial, mulai yang bekerja di kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa, di kantor parlemen Eropa, pengusaha, profesional, karyawan swasta, sampai buruh migran (TKI), pensiunan dan ibu rumah tangga. Dari millineal yang berusia 28 tahun hingga yang sudah sepuh berusia 75 tahun, semua bersama-sama meminta agar aturan tentang PT 20% dibatalkan untuk menjamin berjalannya demokrasi di Tanah Air. Tidak ada satu pun negara demokrasi menerapkan ambang batas dalam pencalonan presiden. Aturan tentang PT dalam Pasal 222 UU No. 7 tahun 2017 bertentangan dengan beberapa pasal dalam UUD 1945, antara lain Pasal 6 Ayat (2), Pasal 6A ayaht (2), dan Pasal 6A ayat (5), yang tidak mengandung ketentuan tentang ambang batas. Dalam rilisnya yang diterima FNN, ketentuan tentang PT 20% membatasi munculnya calon-calon presiden dan ini menghambat demokrasi. Konstitusi menjamin bahwa Rakyat Indonesia dalam setiap 5 tahun diberi kesempatan untuk memilih calon-calon pemimpin yhang amanah dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara, karena kedaulatan ada di tangan rakyat. Kedaulatan bukan di tangan partai atau segelintir elite yang berkedok membela kepentingan bangsa dan negara tetapi akhirnya menjadikan bumi dan kekayaan alam Indonesia sebagai bancakan bersama. Diaspora Indonesia sangat merindukan pemimpin yang berpihak kepada rakyat. Untuk itu Diaspora Indonesia berharap agar seluruh anak bangsa bersama-sama menuntut hak konsitusionalnya dan mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dengan mendukung Judicial Review sebagai salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan pemimpin yang amanah, membawa bangsa dan negara Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur serta disegani dalam pergaulan internasional. (mth)

Anggota DPR: Sangat Berbahaya Jika Polri di Bawah Kementerian

Jakarta, FNN - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menilai sangat berbahaya apabila menempatkan Polri di bawah kementerian yang menterinya berasal dari partai politik, sehingga sangat potensial terjadi politisasi di Korps Bhayangkara.\"Sangat membahayakan apabila Polri di bawah kementerian, dan menterinya berasal dari partai politik, maka potensial sekali terjadi politisasi di tubuh Polri untuk kepentingan politik praktis. Padahal kehadiran Polri di politik harus netral dan tidak boleh berpihak kepada kepentingan politik praktis,\" kata Didik, di Jakarta, Senin.Didik menilai, ide dan gagasan tentang penempatan Polri di bawah kementerian harus dikaji lebih dalam lagi secara utuh dan komprehensif, agar jangan sampai menjadi langkah mundur dan \"set back\" polisi menjadi alat politik, dan bahkan menarik kembali Polri ke politik praktis.\"Perlu dipahami, sesuai Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintah pusat dibagi menjadi enam bentuk yaitu urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum, agama, dan moneter/keuangan,\" ujarnya lagi.Dia menjelaskan, urusan keamanan adalah wewenang pemerintah pusat untuk mengatur keamanan nasional meliputi keamanan di darat, laut, maupun udara.Menurut dia, urusan hukum pemerintah pusat memiliki wewenang mengatur sistem hukum maupun menentukan pihak yang bertanggung jawab pada lembaga hukum terkait.\"Dalam sistem ketatanegaraan kita, konsensus besar bangsa yang dituangkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, secara eksplisit menegaskan kedudukan Polri berada di bawah presiden,\" katanya pula.Selain itu, menurut dia lagi, Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menyatakan: Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.Dia menilai, berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka kita bisa memahami apabila seluruh aturan dan kebijakan terkait dengan Polri bukan tanpa kesengajaan ditempatkan langsung di bawah Presiden.\"Pertimbangan kewenangan pemerintah pusat dalam urusan keamanan dan urusan hukum yang tidak bisa didelegasikan kepada pemerintah daerah, maka perlu alat negara untuk menjalankan operasionalisasi kewenangan itu, yang salah satunya didelegasikan ke Polri,\" katanya pula.Dia menilai, kedudukan Polri di bawah Presiden sebenarnya telah memberikan ruang bagi Polri melakukan perubahan, pembenahan, dan penataan secara otonom.Hal itu, menurut dia, diharapkan Polri mampu mengimplementasikan amanat reformasi, khususnya reformasi birokrasi Polri yang berpusat pada reformasi instrumental, struktural, dan kultural, di bawah paradigma baru polisi sipil atau \"civilian police\" dan \"community policing\" yang humanis, protagonis, dan demokratis.\"Polri harus tetap berada di bawah presiden, sehingga memungkinkan kepala negara memiliki kekuatan, kewibawaan, dan kekuasaan dalam sistem politik Indonesia, terutama dalam mengomandoi penegakan hukum, pemeliharaan kamtibmas, pelayanan, perlindungan, dan pengayoman masyarakat,\" katanya lagi.Namun, dia menilai, posisi Polri di bawah Presiden bukan berarti polisi bisa melakukan berbagai aksi arogansi dan membuat posisinya tidak tersentuh.Menurut dia, dengan posisi tersebut, polisi mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mengemban tugas konstitusionalnya. (mth)       

Mahfud: Pemerintah Belum Wacanakan Kementerian Keamanan Dalam Negeri

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD menegaskan Pemerintah belum pernah membicarakan dan membahas pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri.Menurut Mahfud, di Jakarta, Senin, wacana itu telah bergulir di publik lebih dari 20 tahun, tetapi Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin belum pernah membahas itu.“Itu wacana publik yang sudah lama, sudah lebih dari 20 tahun. Di pemerintah sendiri belum pernah ada pembicaraan tentang itu. Saya tak punya tanggapan, silakan saja. Itu areanya di bidang legislatif,” kata Mahfud lewat pesan tertulisnya kepada wartawan.Wacana membentuk Kementerian Keamanan Dalam Negeri kembali muncul ke publik setelah Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyampaikan usulan itu dalam Pernyataan Akhir Tahun 2021 Lemhannas RI di Jakarta pada akhir 2021.Ia menyampaikan Kementerian Keamanan Dalam Negeri nantinya dapat menaungi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pasalnya, keamanan dalam negeri dapat dianggap sebagai tugas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kata Agus.“Di mana pun juga keamanan masuk portofolio dalam negeri, kemudian pelaksananya siapa? Dalam negeri fungsinya keamanan ketertiban masyarakat,\" ujar Agus.Akan tetapi, ia menilai beban kerja Kemendagri terlampau banyak, sehingga akan lebih efektif jika ada Kementerian Keamanan Dalam Negeri.“Untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban perlu ada penegakan hukum, itu Polri. Seyogianya diletakkan di bawah salah satu kementerian, dan Polri seperti TNI, sebuah lembaga operasional. Operasional harus dirumuskan di tingkat menteri oleh lembaga bersifat politis, dari situ perumusan kebijakan dibuat, pertahanan oleh TNI, dan keamanan ketertiban oleh Polri,\" kata dia lagi.Jika kementerian itu terbentuk, maka Polri dapat fokus menjalankan tugasnya menegakkan hukum, mencegah pelanggaran hukum, melindungi masyarakat, dan menjaga keamanan serta memelihara ketertiban.\"Bukan untuk merumuskan keamanan dalam negeri,\" kata Agus pula.Walaupun demikian, ia menyampaikan pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri masih sebatas wacana. Lemhannas belum secara resmi mengusulkan wacana itu kepada Presiden Joko Widodo. (mth)

Ketua DPD RI: Pemprov Lakukan Langkah Terdeteksinya Omicron di Jatim

Surabaya, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten segera melakukan langkah lanjutan dengan terdeteksi masuknya varian B 1.1.529 Omicron di Surabaya, Jatim.\"Masuknya Omicron di Jatim ini perlu menjadi perhatian serius. Segera lakukan langkah supaya potensi penyebaran varian ini bisa dicegah sehingga tidak membuat lonjakan kasus COVID-19 lagi,\" ujarnya di Surabaya, Senin.Menurut dia, ketika varian Omicron memiliki daya tular lebih cepat dan tidak ada langkah antisipasi lebih awal maka akan berisiko terjadi penularan lebih luas.\"Makanya selain karantina bagi warga terdeteksi, segera lakukan lanjutan blocking maupun tracing dengan swab massal bagi masyarakat sekitar maupun yang sempat berhubungan fisik dengan warga terdeteksi,\" ucap dia.    Ia menambahkan, sosialisasi secara masif tentang pentingnya protokol kesehatan tidak boleh terlupakan, dan tentu saja sambil melihat pergerakan COVID-19 di daerah masing-masing.Diketahui kasus varian Omicron di Surabaya terdeteksi pasca-penderita berlibur bersama keluarga di Bali. Hingga Minggu (2/1), ada dua orang yang terdeteksi, namun kondisinya orang tanpa gejala.\"Untuk masyarakat yang kemarin liburan ke Bali, saya anjurkan mengantisipasi potensi tertular Omicron dengan melakukan tes PCR dan isolasi mandiri. Kemudian tetap tenang dan tidak perlu panik,\" katanya.Selain itu, senator asal daerah pemilihan Jawa Timur tersebut juga berharap masyarakat secara aktif mengakses perkembangan informasi terkait varian Omicron.\"Jika terdapat gejala yang mirip dapat segera mencari pengobatan agar tidak berpotensi menularkan kepada orang lain,\" tuturnya.\"Apalagi ada beberapa ahli yang menyebut bahwa ada penurunan efektivitas vaksin COVID-19 dalam melawan virus Omicron,\" tambah mantan Ketua KADIN Jatim tersebut. (mth)